Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN STUDI KASUS PARIPURNA PKL MAGK

STUDI KASUS ASUHAN GIZI PADA PENYAKIT DM TIPE II DI RUANG RAWAT


INAP LEVENDER RSUD KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2021

OLEH :
Rembu.L
P00331018081

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI DIII GIZI
2021
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN

Laporan Studi Kasus Paripurna PKL MAGK “Asuhan Gizi pada Penyakit DM Tipe II di
Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari, telah di sahkan dan mendapat persetujuan.

Kendari, , , 2021

Koordinator MK. Instruktur Klinik (CI)

Rita Irma, SST,MPH Sudarwati,S.Gz


NIP.197911302005012001 NIP. 198401012009032014

Mengetahui
Kepala Instalasi Gizi

Sudarwati,S.Gz
NIP. 198401012009032014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Kasus PKL MAGK tahun
2021 yang berjudul “ Asuhan Gizi pada penyakit DM Tipe II di Ruang rawat Inap Levender
RSUD Kota Kendari” sebagai salah satu syarat dalam kelulusan Matakuliah Manajemen Asuhan
Gizi Klinik di Semester VI (Enam) pendidikan Diploma III Bidang Gizi.
Proses penyusunan laporan ini telah melewati berbagai proses yang dimulai dari
pengambilan kasus penyakit, perencanaan asuhan gizi, implementasi intervensi gizi, monitoring
dan evaluasi gizi pasien hingga tahap konsultasi, yang mana dalam penyusunannya tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Karena itu dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Askrening, SKM,M.Kes selaku Direktur Poltekes Kendari
2. Ibu Sri Yunancy Van Gobel, SST,MPH selaku Ketua Jurusan Gizi Kendari.
3. Direktur dab bagian Diklit RSUD Dr. saiful Anwar Malang yang telah memberikan izin lahan
praktek.
4. Ibu/bapak ...... selaku Kepala Ruangan Levender tempat penulis mengambil studi kasus.
5. Ibu/bapak Sudarwati,S.Gz selaku pembimbing klinik selama PKL MAGK di RSUD Kota
Kendari.
6. Ibu Rita Irma,SST,MPH selaku Pembimbing I ............dst
7. Ibu/bapak Tn. Usman selaku pasien beserta keluarga yang telah berkenan dijadikan sebagai
obyek dalam studi kasus penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu saran kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan sangat harapkan. Atas
saran dan kritik, penulis ucapkan banyak terima kasih.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

Kendari, Maret 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Appendicitis Akut
Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
kasus pembedahan darurat nyeri perut akut terbanyak sekitar 10%, terjadi pada semua
golongan usia terutama usia 20-30 tahun dengan angka insiden paling banyak
ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,4 : 1 (Froggatt dan
Harmston, 2011).
Amerika Serikat angka insiden apendisitis akut adalah 1 per 1000 orang.
Risiko seseorang terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya adalah sekitar 6- 9%.
Data di Inggris menyatakan jumlah penderita apendisitis akut di Rumah Sakit
didapatkan sebanyak 40.000 setiap tahunnya. Mortalitasnya cukup tinggi terutama
jika mengenai orang usia tua yaitu antara 28-60% (Humes dan Simpson, 2011).
Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada anak
anak maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana
feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah
cair, dan kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya. Selain dari
konsistensinya, bisa disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang air besar
lebih dari 3 kali dalam sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang berlangsung
dalam waktu kurang dari 14 hari yang mana ditandai dengan peningkatan volume,
frekuensi, dan kandungan air pada feses yang paling sering menjadi penyebabnya
adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit. Gastroenteritis akut masih
menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi hingga saat ini di berbagai
negara di dunia dan khususnya di negara berkembang dengan tingkat sanitasi yang
masih tergolong kurang seperti Indonesia. tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia. Menurut data dari World Health
Organization (WHO ).
Salah satu pemeriksaan lainnya pada pasien apendisitis adalah pemeriksaan
laboratorium dengan menilai leukosit dan juga neutrofil. Pemeriksaan ini merupakan
test yang sensitif untuk apendisitis tetapi memiliki sensitivitas yang rendah untuk
diagnostik apendisitis dan belum bisa dipakai untuk membedakan apendisitis
komplikata dan non komplikata. Adapun pemeriksaan lainnya yang terbukti memiliki
sensitivitas lebih tinggi untuk mendiagnosa apendisitis yaitu menilai angka neutrofil
dan limfosit kemudian dirasiokan. Hasil rasio neutrofil limfosit yang tinggi akan
menunjukkan inflamasi yang berat seperti apendisitis komplikata (Nasution, 2011;
Kahramanca et al, 2014).
2. Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang
angka kejadiannya terus meningkat setiap tahunnya. DM merupakan kelainan
pengolahan karbohidrat dalam tubuh yang disebabkan olehkurangnya hormon insulin,
sehingga karbohidrat tidak dapat digunakan oleh sel untuk diubah menjadi
tenaga. Karbohidrat yang ada di dalam tubuh dalam bentuk glukosa akan tertumpuk
dalam darah sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Akibatnya terjadi
kerusakan pada tubuh serta kegagalan berbagai organ dan jaringan (IDF, 2016).
Diabetes melitus sangat erat kaitannya dengan mekanisme pengaturan gula
normal. Peningkatan kadar gula darah ini akan memicu produksi hormon insulin 2
oleh kelenjar pankreas. Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling banyak
menyebabkan terjadinya penyakit lain (komplikasi). Komplikasi yang lebih sering
terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Hal ini berkaitan dengan
kadar glukosa darah meninggi secara terus-menerus, sehingga berakibat rusaknya
pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari
gula didalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal.
Akibat penebalan ini, maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke
kulit dan saraf (Ranakusuma, 2017.
Prevalensi penyakit diabetes melitus di beberapa negara berkembang
cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan karena
peningkatan kemakmuran di negara tersebut sehingga terjadi perubahan gaya hidup
masyarakat seperti mengkonsumsi makanan cepat saji dan berlemak. Memakan
makanan yang berlebihan dan jarang berolah raga merupakan faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit ini (Endang Lanywati, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 1998 tentang
jumlah penderita diabetes melitus di dunia, Indonesia menduduki ranking ke 6 setelah
India, Cina, Rusia, Jepang, dan Brasil. Jumlah penderita Diabetes Mellitus di
Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 1995 tercatat
sebanyak 5 juta orang dan pada tahun 2025 nanti diperkirakan mencapai 12 juta orang
(Kompas, 2000). Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes melitus
atau yang lebih dikenal dengan penyakit gula atau kencing manis diakibatkan oleh
kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan 3 oleh pankreas sebagai produsen
insulin tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup besar dari pada yang
dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran dan penggunaan karbohidrat menjadi
tidak sempurna (Tjokroprawiro, 2016).
Kadar gula darah yang melebihi normal memebuat insulin yang ada tidak
cukup untuk mengubah semua glukosa darah menjadi glikogin, sehingga glukosa
yang berlebih tersebut dikeluarkan dari ginjal melalui cairan tubuh, seperti urin.
Kurangnya hormone insulin mengakibatkan glokosa tidak dapat diubah menjadi
tenaga atau energi dan tertimbun di dalam darah. Sementara itu, kadar gula dalam
darah yang tinggi setelah makan akan merangsang β pulau langerhans untuk
mengeluarkan insulin (Sudewo, 2018.
Penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari 5 pilar yaitu edukasi, diet,
latihan fisik, kepatuhan obat, selain itu juga termasuk pencegahan diabetes mellitus
dengan pemantauan kadar gula darah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kenaikan kasus diabetes mellitus. Salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan
penderita tentang diabetes mellitus sangat membantu pasien dalam menjalankan
penanganan diabetes mellitus selama hidupnya sehingga semakin baik penderita
mengerti tentang penyakitnya semakin mengerti bagaimana harus berperilaku dalam
penanganan penyakitnnya.
B. Tujuan Umum

1. Tujuan umum
Melakukan asuhan gizi pada pasien Gea dehidrasi sedang dan DM Tipe II secara
individual di RSUD Kota Kendari
2. Tujuan khusus
a. Melakukan Assesment Gizi pada Pasien Gea dehidrasi sedang dan DM Tipe II di
RSUD Kota Kendari
b. Menentukan Diagnosa Gizi pada Pasien Gea dehidrasi sedang dan DM Tipe II di
RSUD Kota Kendari
c. Melakukan Intervensi Gizi pada Pasien Gea dehidrasi sedang DM Tipe II di
RSUD Kota Kendari
d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi pada Pasien Gea dehidrasi sedang dan DM
Tipe II di RSUD Kota Kendari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Appendecitis Akut

Gastroenteritis merupakan suatu keadaan dimana tinja menjadi lunak hingga


cair dan terjadi berulang ulang ( lebih 3x dalam sehari ). Gastritis bias terjadi pada
siapa saja, baik dewasa maupun anak anak, namun bayi dan anak lebih gampang
terkea diare. Perkembangan system pencernaa pada bayi dan anak anak belum
sempurna sehingga lebih mudah terserang virus gastroenteritis ( Nagiga dan Dr.Ni
Wayan Arty,2009).
Gastroenteritis merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang
merolibatkan fungsi perencanaan, penyerapan, dan sekresi. Gastroenteritis disebabkan
oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Diseluruh dunia
terdapat kurang 500 juta anak yang menderita gastroenteritis setiap tahunya, dari 20%
dari seluruh kematian pada anak hidup dinegara berkembang berhubungan dengan
gastroenteritis serta dehidrasi ( Wong,2009).
2. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut
disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu:
a. Vaktor infeksi
 Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari
gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
 Rotavirus
 Human Caliciviruses ( HuCV )
 Adenovirus
 Bakteri
 Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut
bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic
Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa
bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah :
 Diarrheagenic Escherichia- coli
 Campylobacter
 Shigella species
 . Vibrio cholera
 Salmonella
 . Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and
Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut
sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler dan
gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan
infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C.,
Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis
akut.
b. Non –Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti 3 :
1. Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
2. Lemak : Rantai panjang trigliserida
3. Asam amino
4. Protein
5. Vitamin dan mineral
b. Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi
IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination
c. Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih kemoterapi
juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut. 3
d. . Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison,
neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis
akut.
B. Diabetes mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus
mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun negara berkembang,
sehingga dikatakan bahwa diabetes melitus sudah menjadi masalah kesehatan global
di masyarakat (Suiraoka, 2012). Jumlah penderita diabetes telah meningkat dari 108
juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014, prevalensi diabetes
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan menengah dan rendah. Pada tahun
2015, diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes.
Hampir setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi sebelum
usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi penyebab kematian ke
tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus tipe-1
Diabetes mellitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ketidak
mampuan tubuh untuk menghasilkan atau memproduksi insulin yang diakibatkan
oleh rusaknya sel-β pada pancreas. Diabetes mellitus tipe-1 disebut dengan kondisi
autoimun oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel dalam pankreas
yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh
adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe-1 sering terjadi pada masa anak-
anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang dewasa.(Kerner and Brückel,
2018)
b. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes mellitus
.Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β pankreas yang
menyebabkan tubuh kita tidak dapat memproduksi insulin dengan baik. Diabetes
mellitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin yang cukup
untuk mengimbangi terganggunya kemampuan untuk memproduksi insulin. Pada
diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau tidak
memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat glukosa yang
normal.(Kerner and Brückel, 2018)
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis selama
bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi sedikit dan itu
tergantung pada pasien . Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan dan
orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang memiliki aktivitas
fisik yang kurang. (Kerner and Brückel, 2018)
c. Diabetes Mellitus Gestational
Definisi diabetes mellitus gestational adalah intoleransi glukosa pada waktu
kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa
setelah terminasi kehamilan.Diabetes melitus gestational terjadi di sekitar 5–7% dari
semua kasus pada kehamilan.(Kerner and Brückel, 2018)
d. Diabetes Mellitus Tipe Lain Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan
genetic pada kerja insulin, kelainan pada sel- β, penyakit pancreas, endocrinopathies,
infeksi, dank arena obat atau zat kimia dan juga sindroma penyakit lain.(Kerner and
Brückel, 2018)
3. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah.Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari makanan yang dikonsumsi
ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan
penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa darah
dalam plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan
terjadinya glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi
darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu
polyuria, polydipsia, dan polyphagia.(Kerner and Brückel, 2018 ,Ozougwu, 2016)
4. Faktor Resiko
a. Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang besar dalam meningkatnya
resiko diabetes mellitus. Diabetes dapat diturunkan oleh keluarga sebelumnya yang
memiliki riwayat penyakit yang sama. Kelainan pada gen ini dapat mengakibatkan
tubuh tidak dapat memproduksi insulin.(Choi and Shi, 2017)
b. Obesitas
Obesitas dan peningkatan berat badan pada orang dewasa dianggap menjadi salah
satu faktor risiko yang paling penting untuk diabetes mellitus tipe-2. Obesitas
menyebabkan terjadinya peningkatan masa adipose yang dihubungkan dengan
resistensi insulin yang akan mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak
dan sintesa lemak.(Daousi, 2016)
c. Usia
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus meningkat
seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa
dengan kadar gula darah puasa normal. Diabetes mellitus sering muncul pada usia
lanjut pada usia lebih dari 45 tahun dimana sensitifitas insulin berkurang. (Choi and
Shi, 2017)
d. Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk pengembangan
diabetes.Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena diabetes
dibandingkan pasien dengan tekanan darah normal.Hipertensi adalah kondisi umum
yang biasanya berdampingan dengan diabetes mellitus dan memperburuk komplikasi
diabetes mellitus dan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.(Bays, Chapman and
Grandy, 2017)
e. Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko
diabetes.Merokok merupakan faktor risiko independen dan dimodifikasi untuk
diabetes.Berhenti merokok dikaitkan dengan penambahan berat badan dan
peningkatan berikunya dalam risiko diabetes. (Choi and Shi, 2018)
f. Ras
Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang
diabetes melitus.Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi
dibanding di benua lainnya.Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari
Asia. (Choi and Shi, 20119)
5. Diagnosis
Ada banyak keluhan yang terjadi pada pasien Diabetes mellitus .Tes diagnostik
untuk diabetes mellitus harus dipertimbangkan jika ada salah satu gejala umum dari
diabetes terjadi yaitu adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia.(Kerner and Brückel,
2018)
a. Polifagia
Polifagia adalah keadaan di mana pasien merasa lapar atau nafsu makan mereka
meningkat, tetapi berat dari pasien tidak meningkat melainkan berat badan mereka
menurun.Kondisi ini terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat ditransfer ke sel
dengan baik oleh insulin.Sel perlu glukosa untuk menghasilkan energi, karena
glukosa terjebak dalam darah, keadaan inilah yang memicu respon kelaparan ke otak.
b. Polidipsia
Polydipsia adalah keadaan dimana pasien merasakan haus yang berlebih.Keadaan ini
merupakan efek dari polifagia.Glukosa yang terjebak dalam darah menyebabkan
tingkat osmolaritas meningkat.Karena glukosa darah perlu diencerkan, inilah yang
menyebabkan respon haus ke otak.
c. Poliuria
Poliuria adalah keadaan di mana pasien mengalami perasaan inginbuang air kecil
yang berlebihan.Kondisi ini terjadi ketika osmolaritas darah tinggi, sehingga perlu
dibuang oleh ginjal.Ketika glukosa darah dibuang itu membutuhkan air untuk
menurunkan osmolaritas dari glukosa darah, inilah yang memicu terjadinya poliuria.
Keluhan lain yang mungkin termasuk adalah badan lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
Tes diagnosis yang dapat digunakan untuk pasien diabetes dapat dibagi dalam tiga
cara (table.2.1) (Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, 2017)

Tes Diagnosa Nilai


Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah ≥200 mg/dl (11,1
sewaktu mmol/L)

Gejala klasik DM + Kadar glukosa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L)


darah puasa
Kadar glukosa darah 2 jam PP
TTGO dilakukan dengan standar ≥200 mg/dl (11,1
WHO, menggunakan beban mmol/L)
glukosa yang setara dengan 75 gr
glukosa anhidrus yang dilarutkan
ke dalam air.
Selain tiga cara tes diagnostik tersebut, terdapat tes skrining untuk mendeteksi
orang dengan risiko tinggi terkena diabetes mellitus tetapi belum terinfeksi. Tes skrining
dapat dilakukan dengan glukosa darah puasa dan pengujian glukosa darah sewaktu
(Tabel.2.2 dan Tabel.2.3).(Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, 2017)

Tabel.2.2 Glukosa darah sewaktu


Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa Plasma < 100 ≥200
darah sewaktu Vena
(mg/dl)
Darah <90 ≥200
Kapiler
Literature dari : American Diabetes Association
Tabel.2.3 Glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa
Plasma Vena <100 ≥126
darah puasa
Darah kapiler <90 ≥100

6. Terapi
Tujuan daripada penatalaksanaan diabetes mellitus adalah untuk meningkatkan
tingkat daripada kualitas hidup pasien penderita diabetes mellitus, mencegah terjadinya
komplikasi pada penderita, dan juga menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit
diabetes mellitus. Penatalaksanaan diabetes mellitus dibagi secara umum menjadi lima
yaitu: (PERKENI, 2019)
a. Edukasi
Diabetes mellitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan kuat. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan
partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.Tim kesehatan harus mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku.Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan
motivasi.Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes.Edukasi
secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses
edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.
Edukasi terhadap pasien diabetes mellitus merupakan pendidikan dan pelatihan
yang diberikan terhadap pasien guna menunjang perubahan perilaku, tingkat
pemahaman pasien sehingga tercipta kesehatan yang maksimal dan optimal dan
kualitas hidup pasien meningkat. (PERKENI, 2016)
b. Terapi Nutrisi Medis (Diet)
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik,
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid
yang optimal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan
berat badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara keseluruhan
melalui gizi yang optimal. Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang
sesuai dengan kecukupan gizi baik adalah sebagai berikut : (PERKENI, 2016)

1) Protein : 10 – 20 % total asupan energy


2) Karbohidrat : 45 – 65 % total asupan energy
3) Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi 30 % total asupan
energy
4) Natrium : < 2300 mg perhari
5) Serat : 20 – 35 gram/hari
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan
dan pola makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan
yang tidak berbeda dengan teman sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis
kelamin, umur, aktivitas fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan
status gizi, dipakai penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus yang
dipakai dalam penghitungan adalah IMT = BB(kg)/TB(m2 ).(PERKENI, 2016)

c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan teratur sebanyak 3 -
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit, dengan total kurang lebih 150
menit perminggu. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.
(PERKENI, 2016)
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum
melakukan kegiatan jasmani. Jika kadar glukosa darah 250 mg/dl dianjurkan untuk
tidak melakukan aktivitas jasmani.(PERKENI, 2016)
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola pengaturan makanan dan
latihan jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi
insulin.Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula
dalam tubuh penderita diabetes.
e. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada
penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja
dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.Obat hipoglikemik per-oral
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh raga gagal
menurunkan kadar gula darah dengan cukup.(PERKENI, 2016)
f. Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral
gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan
diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin
dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan peroral.Ada lima jenis
insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada
panjang kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja
Panjang, dan Campuran. (PERKENI, 2016)
g. Pemantauan Kadar Glukosa
Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah kemampuan mengelola
penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes dan keluarganya mampu mengukur
kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian insulin tergantung
kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan adanya
hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan kontrol glikemik. Pengukuran
kadarglukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan untuk menghindari
terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta untuk penyesuaian dosis insulin.
Kadar glukosa darah preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan
untuk penyesuaian dosis insulin.Perhatian yang khusus terutama harus diberikan
kepada anak pra-sekolah dan sekolah tahap awal yang sering tidak dapat mengenali
episode hipoglikemia dialaminya. Pada keadaan seperti ini diperluka pemantauan
kadar glukosa darah yang lebih sering.(PERKENI, 2016)

C. Penatalaksanaan Gastroenteritis Akut DM Tipe II


1. Tujuan Diet
a. Menurunkan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupanmakanan dengan insulin, dengan obat penurunan
glukosa oral dan aktivitas fisik.
b. Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
c. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal
d. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah
yang berhubungan dengan latihan jasmani
e. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
Menurunkan tekanan darah hingga mencapai normal.
2. Syarat Diet
a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25 – 30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk
aktifitas fisik dan keadaan kusus.
b. Kebutuhan protein : 1) 10 – 15 % dari kebutuhan energi total untuk pasien yang
memerlukan protein cukup 2) ˃ 15 – 20 % dari kebutuhan energi total untuk
pasien yang memerlukan protein tinggi 3) ≥ 10 % dari kebutuhan energy total
untuk pasien yang memerlukan protein rendah
c. Kebutuhan lemak 20 – 25 % dari kebutuhan energi total d) Kebutuhan karbohidrat
55 – 70 % dari kebutuhan energi total
d. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu
e. Natrium dibatasi 200-1200 mg Na, disesuaikan berat ringannya retensi garam, air
dan hipertensi.
f. Cukup vitamin dan mineral h Pemberian makan memperhatikan 3J (jumlah, jenis
dan jadwal

Tabel 3

Bahan makanan yang dianjurkan dan dihindari

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan/batasi


Sumber karbohidrat Nasi, mie, macaroni, jagung, Bahan makanan yang banyak
roti, kentang, singkong, ubi. mengandung gula sederhana
seperti, gula pasir, sirop, buah-
buahan yang diawetkan
dengan gula, minuman ringan,
es krim, cake
Sumber protein Bahan makanan rendah lemak -
seperti : ikan, ayam tanpa
kulit, susu skim, tahu, tempe,
dan kacang-kacangan
Sumber lemak Sumber lemak dala jumlah Mengandung banyak natrium
terbatas yaitu bentuk makanan seperti ikan asin, telur asin,
yang mudah cerna, makanan dan makanan diawetkan
terutama diolah dengan cara
panggang, kukus, rebus
Sumber : Almatsier 2007

D. Proses Asuhan Gizi Terstandar


1. Pengertian proses asuhan gizi terstandar
Proses asuhan gizi terstandar (PAGT) adalah pendekatan sistematik dalam
memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas yang dilakukan oleh tenaga gizi,
melalui serangkaian aktivitas yang terorganisir yang meliputi identifikasi kebutuhan
gizi sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi (buku pedoman
PAGT, 2018)
2. Tujuan proses asuhan gizi terstandar
Dalam buku pedoman PAGT (2014), tujuan pemberian asuhan gizi adalah
untuk mengembalikan pada status gizi baik dengan mengintervensi berbagai faktor
penyebab. Keberhasilan PAGT ditentukan olek efektivitas intervensi gizi melalui
edukasi dan konseling gizi yang efektif, pemberian dietetik yang sesuai untuk pasien
du rumah sakit dan kolaborasi dengan profesi lain sangat mempengaruhi keberhasilan
PAGT. Monitoring dan evaluasi menggunakan indikator asuhan gizi yang terukur
dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan penaganan asuhan gizi dan perlu
pendokumentasian semua tahapan proses asuhan gizi. Contoh pendokumentasian
mengenai faktor penyebab masalah gizi adalah sebagai berikut :
3. Perilaku
a. Kultur budaya
Kurangnya tingkat pemahaman mengenai makanan dan kesehatan atau informasi dan
petunjuk mengenai gizi
b. Riwayat personal (usia, gender, merokok, kemampuan mobilisasi, serta riwayat sosial
dan sebagainya)
c. Kondisi medis/kesehatan yang berdampak pada gizi
d. Terapi medis bedah atau terapi lainnya yang berpengaruh pada gizi
e. Kemampuan fisik melaksanakan aktivitas tertentu
f. Masalah psikologis (body image, kesepian dan sebagainya)
g. Ketersediaan, suplai dan asupan makanan yang sehat dan air.
4. Langkah-langkah PAGT
Dalam buku pedoman PAGT (2014) langkah-langkah asuhan gizi terstandar yaitu :
Langkah I : Assesmen Gizi
a. Tujuan assesmen gizi
Mengidentifikasi problem gizi dan faktor penyebabnya melalui pengumpulan,
verifikasi dan interprestasi data secara sistematis.
a. Kategori data assesmen gizi
1. Antropometri
2. Laboratorium
3. Pemeriksaan fisik terkait gizi
4. Riwayat gizi
5. Riwayat klien, yang terdiri dari riwayat personal, riwayat kesehatan pasien
dan riwayat sosial

Langkah II Diagnosa Gizi

Diagnosis gizi sangat spesifik dan berbeda dengan diagnosis medis.


Diagnosis gizi bersifat sementara sesuai dengan respon pasien. Diagnosis gizi
adalah masalah gizi spesifik yang menjadi tanggung jawab dietisien untuk
menaganinya.

a. Tujuan diagnosis gizi


Mengidentifikasi adanya problem gizi, faktor penyebab yang
mendasarinya, dan menjelaskan tanda dan gejala yang melandasi adanya
problem gizi.
b. Domain diagnose gizi
1. Domain asupan
2. Domain klinis
3. Domain perilaku-lingkungan
c. Etiologi diagnosis gizi
Etiologi mengarahkan intervensi gizi yang akan dilakukan. Apabila
intervensi gizi tidak dapat mengatasi faktor etiologi, maka target intervensi
gizi ditunjukan untuk mengurangi tanda dan gejala problem gizi.

Langkah III Intervensi Gizi


Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditunjukan
untuk merubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status
kesehatan individu.
a. Tujuan Intervensi
Mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi melalui perencanaan dan
penerapannya terkait perilaku, kondisi lingkungan atau status
kesehatan individu, kelompok atau masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan gizi klien.
b. Komponen Intervensi Gizi
1. Perencanaan
Langkah – langkah perencanaan :
a. Tetapkan perioritas diagnosis gizi berdasarkan derajat
kegawatan masalah,

keamanan dan kebutuhan pasien.:

a. Pertimbangan panduan Medical Nutrition Theraphy (MNT),


penuntun diet, konsensus dan regulasi yang berlaku.
b. Diskusikan rencana asuhan dengan pasien, keluarga atau
pengasuh pasien.
c. Tetapkan tujuan yang berfokus pada pasien
d. Buat strategi intervensi, misalnya modifikasi makanan,
edukasi/konseling.
e. Merancang preksripsi diet
f. Tetapkan waktu dan frekuensi intervensi
g. Identifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan

2. Implementasi

Langkah – langkah implementasi meliputi :

b. Komunikasi rencana intervensi dengan pasien, tenaga


kesehatan atau tenaga lain
c. Melaksanakan rencana intervensi
3. Kategori intervensi gizi
Intervensi gizi dikelompokan dalam 4 (empat) kategori sebagai
berikut :
a. Pemberian makanan/diet (kode internasional-ND-Nutrition
Delivery)
b. Edukasi (kode internasional-E-Education)
c. Konseling (C) d. Koordinasi asuhan gizi

Langkah IV Monitoring dan Evaluasi Gizi


a. Tujuan monitoring dan evaluasi gizi
Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui tingkat kemajuan pasien dan apakah tujuan atau
hasil yang diharapkan telah tercapai. Hasil asuhan gizi menunjukkan adanya perubahan
perilaku dan atau status gizi yang lebih baik.
b. Cara monitoring dan evaluasi gizi
1. Monitor perkembangan
a. Cek pemahaman dan kepatuhan pasien/klien terhadap intervensi gizi
b. Tentukan apakah intervensi yang dilaksanakan/diimplementasikan sesuai dengan
preskripsi gizi yang telah ditetapkan
c. Berikan bukti atau fakta bahwa intervensi gizi telah atau belum merubah perilaku
atau status gizi pasien
d. Identifikasi hasil asuhan gizi yang positif maupun negative
e. Kumpulkan informasi yang menyebabkan tujuan asuhan tidak tercapai
f. Kesimpulan harus didukung dengan data/fakta.
2. Mengukur hasil
a. Pilih indikator asuhan gizi untuk mengukur hasil yang diinginkan
b. Gunakan indikator asuhan yang terstandar untuk meningkatkan validitas dan
reliabilitasi pengukuran perubahan.
3. Evaluasi Hasil
a. Bandingkan data yang dimonitoring dengan tujuan preskripsi gizi atau standar
rujukan untuk mengkaji perkembangan dan menentukan tindakan selanjutnya
b. Evaluasi dampak dari keseluruhan intervensi terhadap hasil kesehatan pasien
secara menyeluruh.
c. Objek yang dimonitor
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi dipilih indikator asuhan gizi.
Indikator yang dimonitor sama dengan indkator pada assesmen gizi, kecuali
riwayat personal.
d. Kesimpulan hasil monitoring dan evaluasi
Contoh hasil monitoring antara lain :
1. Aspek gizi : perubahan pengetahuan, perilaku, makanan dan asupan
zat gizi
2. Aspek status klinis dan kesehatan : perubahan nilai laboratorium, berat
badan, tekanan darah, faktor resiko, tanda dan gejala, status klinis,
infeksi, komplikasi, morbiditas dan mortalitas
3. Aspek pasien : perubahan kapasitas fungsional, kemandirian merawat
diri sendiri
4. Aspek pelayanan kesehatan : lama hari rawat.
e. Dokumentasi asuhan gizi
Dokumentasi pada rekam medik merupakan proses yang berkesinambungan
yang dilakukan selama PAGT berlangsung. Pencatatan yang baik harus
relevan, akurat dan terjadwal.
1. Tujuan
Untuk komunikasi dan informasi yang berkelanjutan dalam tim
kesehatan serta menjamin keamanan dan kualitas pemberian asuhan
gizi yang dilakukan.

2. Format dokumen
Format khusus untuk proses asuhan gizi adalah ADIME (assesmen,
diagnosis, intervensi, monitoring – evaluasi), namun dapat juga
dilakukan dengan metode SOAP (subjective, objective, assesment, dan
plan), sepanjang kesinambungan langkah-langkah PAGT dapat tercatat
dengan baik.
3.Tata cara
a. Tuliskan tanggal dan waktu
b Tuliskan data-data yang berkaitan pada setiap langkah PAGT
c. Membubuhkan tanda tangan dan nama jelas setiap kali menulis pada
catatan medic.
f. Indikator asuhan gizi dan kriteria asuhan gizi
Indikator asuhan gizi adalah data assesment gizi yang mempunyai batasan
yang jelas dan dapat diobservasi atau diukur. Indikator asuhan gizi merupakan
tanda dan gejala yang menggambarkan keberadaan dan tingkat keparahan
problem gizi yang spesifik, dan dapat juga digunakan untuk menunjukkan
keberhasilan intervensi gizi.
1. Preskripsi diet
Preskripsi diet merupakan rekomendasi asupan energi, makanan atau
zat gizi secara individual yang sesuai dengan pedoman yang dijadikan
acuan.
2. Target
Sebagai contoh : target perubahan perilaku (kebiasaan gemar
mengonsumsi makanan cemilan menjadi tidak melakukan kebiasaan
tersebut). Untuk perilaku tidak ada preskripsi gizi.
3. Rujukan standar
Standar yang digunakan dapat berupa rujukan internasional maupun
nasional.

BAB III
PERENCANAAN PAGT

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 57 thn
Sex : Perempuan
Tgl MRS : 19/02/2021
Tgl kasus : 20/02/2021
Suku/bangsa : Tolaki
Alamat : sampara,konawe
Diagnosa medis : Gea dehidrasi sedang + DM Tipe II
Ruangan : Lavender
No. RM : 24 16 22
A. Skrining Pasien

Nama Pasien : Ny. W


Sex : Perempuan
Umur : 57 thn
Diagnose Medis : Gea dehidrasi sedang + DM Tipe II
Tgl MRS : 19/02/2021
Nama RS/Klinik : RSUD Kota Kendari
Tanggal Skrining : 20/02/2021

Apakah terjadi penurunan asupan makan selama 3 bulan terakhir berkaitan dengan
penurunan nafsu makan, gangguan saluran cerna, kesulitan mengunyah atau kesulitan
menelan?
0 = Penurunan nafsu makan tingkat berat
1 = Penurunan nafsu makan tingkat sedang
2 = Tidak kehilangan penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir
0 = Penurunan berat badan >3 kg (6,6 lbs)
1 = Penurunan berat badan tidak diketahui
2 = Penurunan berat badan antara 1 dan 3 kg (2,2 dan 6,6 lbs)
3 = tidak terjadi penurunan berat badan
Mobilitas
0 = Hanya di atas kasur atau di kursi roda
1 = Dapat beranjak dari kursi/kasur, tetapi tidak mampu beraktivitas normal
2 = Mampu beraktivitas normal
Menderita penyakit psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir
0 = Ya 2 = Tidak
Masalah neuropsikologis
0 = Demansia tingkat berat atau depresi
1 = Demansia tingkat sedang
2 = Tidak ada masalah psikologis
Body Massa Indeks (BMI)
0 = BMI <19
1 = BMI 19-< 21
2 = BMI 21-< 23
3 = BMI ≥ 23

Skor skrining ( subtotal maksimal 14 poin)


12-14 poin : Status gizi normal
8-11 poin : Berisiko malnutrisi
0-7 poin : Malnutrisi

B. Pengkajian Gizi (Assesment Gizi) Pasien


1. Antropometri
BB : 68 kg
TB : 151 cm
IMT : BB
TB²
: 68 kg = 68 kg = 29 kg (obesitas )
1,51 x 1,51 2.2801
2. Biokimia
WBC 16,7 /Ul
Glukosa sewaktu <200 mg/DL
Glukosa puasa < 126 mg/dL
Glukosa 2 jam pp < 200 mg/dL

3. Fisik & Klinis


a. Hasil Pemeriksaan Klinik

Tabel
Hasil Pemeriksaan Klinik pada Pasien Tn. Usman
Jenis Pra Satuan Nilai normal Ket
Pemeriksaan Pengamatan
Tensi 100/70 mmHg/Hg 120/80 Normal
Nadi 100 x/menit 60-100 Tinggi
RR 24 x/menit 20-30 Tinggi
Suhu 36,0 ºc 36-37,5 Normal
Sumber : Data Sekunder RSUD Kota Kendari, Ruang Levender, 2021)

Kesimpulan : Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil pemeriksaan klinis pada


Tens, Nadi dan RR tinggi dan Suhu normal.

b. Hasil pemeriksaan fisik

Tabel

Hasil Pemeriksaan Fisik pada Pasien Tn. Usman

Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan


KU Lemah Baik Lemah
Mual +++ - Positif
Muntah +++ - Positif
Sumber : Data Sekunder RSUD Kota Kendari. Ruang Levender, 2021

4. Dietary History
a. Food Dietary
1) Riwayat Nutrisi Sekarang :
Nafsu makan menurun dengan hasil recall :
Hari pertama : Energi 357 kkal, Protein 8,4 gr, Lemak 1,6 gr, KH 77,1 gr.
Hari kedua : Energy 1238 gr, Protein 72,14 gr, Lemak 42,19 gr, KH 179,05 gr.
Hari ketiga : Energy 1019,9 gr, Protein 34,71 gr, Lemak 22,45 gr , KH
172,96gr.
2) Riwayat Nutrisi Dahulu :
Mengonsumsi nasi 3x hari, lauk hewani sering seperti ikan kerang 1-2x/hari,ayam
jarang, lauk nabati seperti tempe tahu tidak di konsumsi sayuran hanya beberapa
saja yang dikonsumsi dengan buah.
3) Kesadaran akan gizi
Pasien belum pernah mendapatkan edukasi gizi atau informasi gizi terkait
penyakitnya.
4) Kegiatan fisik
Dahulu (sebelum MRS) : Pasien setiap hari mengerjakan pekerjaannya seperti
memasak didapur dan tidak pernah berolahraga.
Sekarang : masih beraktifitas ditempat tidur.
5. Lain-lain
a. Sosek
Ny.W berusia 57 thn, berstatus menikah dan mempunyai anak 5 orang. pekerjaan
sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang : BAB cair
2) Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada penyakit dahulu
3) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
4) Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak pernah mengkomsumsi herbal atau suplemen, jika mengalami sakit,
pasien hanya membeli obat di apotik
Sekarang : obat resep dokter
C. Diagnosa Gizi
N1.5.8.2 kelebihan asupan karbohidrat
NB.1.3 ketidaksiapan untuk menjalankan diet berkaitan dengan kurangnya motivasi
NI.54.1 Kekurangan intake vitamin ditandai dgn kurangnya mengkomsumsi buah-
buahan.
NB.1.1 pengetahuan akan gizi kurang dikaitkan dgn pangan dan gizi ditandai dgn
pengetahuan gizi kurang
N1.51.5 kelebihan intake lemak ditandai dengan IMT 29 ( obesitas )
NB.2.3 ketidakmampuan dalam mengatur diri sendiri
NB.2.1 Tidak beraktivitas fisik ditandai dengan hanya sebagai ibu rumah tangga

D. Rencana Intervensi Gizi


1. Intervensi Diet
a. Tujuan Diet
1. Memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung
serta mencegah dan menetralkan segresi asam lambung yang berlebihan
2. Mencegah dan mengurangi resiko dehidrasi
3. Mengupayakan agar pasien segera mendapat makanan sesuai dengan umur dan
berat badanya
4. Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin dengan obat penurun glukosa
oral dan aktifitas fisik
5. Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
6. Member cukup energy untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.

b. Jenis Diet
Diet lambung II + DM tipe II
c. Prinsip/Syarat Diet
1.

Anda mungkin juga menyukai