Anda di halaman 1dari 61

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES
MELLITUS KETERGANTUNGAN INSULIN
DI RSU BAHTERAMAS
PROV SULTRA

SUMARLINA
P 2016 01039

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Helth Organitation 2016 memperkirakan bahwa total terbanyak

pasien gula darah tinggi adalah dariAsiaTenggaradanPasifikBarat. Dimana

diseluruh dunia, antara tahun 1980 hingga 2014 total pasien gula darah tinggi

bertambah dari108jutamenjadi422juta jiwa yang merupakan penderita dewasa

berusia diatas 18 tahun. Sedangkan laporan IDF (2019) Jumlah mortilitas

yang berkaitan dengan kejadian penyakit DM pada tahun 2017 sebanyak 3,2-

5,0 juta jiwa. Jumlah penderita DM usia 20-79 tahun terdapat 463 juta jiwa

pada tahun 2019 dan diperkirakan 700 juta jiwa pada tahun 2045.

Dalam infodatin kemenkes RI (2018) tercatat bahwa indonesia

menduduki peringkat ke 4 dari sepuluh Negara berkembang dengan penderita

hiperglikemia paling tinggi, adalah sebesar 8,4jutajiwa serta di2030 diprediksi

mengalami peningkatan sejumah 21,3jutajiwa (Infodatin Kemenkes RI, 2018).

Prevalensi nasional diabetes melitus berdasarkan Riskesdas tahun 2013

adalah sebesar 1,1 sedangkan jumlah hiperglikemi menurut diagnosa tenaga

medis dengan kelompok usia ≥15tahun bertambah hingga2%. Jumlah pasien

hiperglikemi menurut diagnosa tenaga medis di umur ≥15tahun paling bawah

yaitu diProvinsi Nusa Tenggara Timur, dengan jumlah sebanyak0,9%, serta

jumlah psien hiperglikemi terbanyak diProvinsi djakarta sebayak3,4%

(Riskesdas,2018)

2
Berdasarkan daftar sepuluh terbesar penyakit sesulawesi tenggara, kasus

terbanyak dalam tiap tahunnya ngak mengalami perubahan yang banyak, di

mana DM dalam urutan 5. Oleh karena itu total menampilkan bahwa pasien

hiperglikemi yang relatif konstan dalam tahunannya. Pada tahun 2013 serta

2014 jumlah kasus hipglikemi tercatat 2,768 kasus, tahun 2015 yaitu 3.206

kasus, dan pada tahun 2016 yaitu 2,983 kasus. Pada tahun 2017 terdapat 2.436

kasus. Dan di tahun 2018 meningkat menjadi 3.701 kasus. (Dinkes Provinsi

Sultra,2018).

Diabetes merupakan penyakit kronik yang terapinya dilakukan secara

bertahap dan berlanjut. Bila tidak dijalankan dengan teratur, menyebabkan

komplikasi kronik, berupa mikrovascular dan makrovascular. Secara umum

terdapt 2tipe diabetes yaitu 1 dan 2. Hiperglikemi jenis 1 akibat kerusakansel

betapankreas yang meyebabkan kuangnya produksi insulin. Sedangkan

hiperglikemi tipe2 disebabkan oleh gangguan penyerapani insulin karena

adanya resistensi insulin. (Perkeni,2015).

Kualitas hidup ialah salah hal mendasar dalam mempengaruhi kesehatan.

Kualitas hidup yang tidak baik dapat mempengaruhi keparahan penyakit serta

suatu penyakit menjadi sebab menurunnya kualita hidup seseorang terlebih

penyakit dengan jangka waktu panjang seperti diabetes (Kurniawan, 2008

Dalam Zainuddin 2015).

Rendahnya kualitas hidup menyebabkan berkurangnya pengontrolan diri

yang mengakibatkan kontrol glukosa darah memburuk, meningkatkan

terjadinya resiko komplikasi, dan timbulnya gejala DM. Kualitas hidup

3
dijadikan tolak ukur kemampuan individu mengatasi permasalahan fsik,

mempertahankan kesehatan, dan kesejahteraan jangka panjang (Jain dkk,2014

dalam Azizah 2019).

Aktifitas fisik yang baik dapat mengurangi beberapa faktor risiko

komplikasi. Seperti, menurunkan kegemukan, menurunkan Tekanan darah dan

memperbaiki proses penyerapan insulin. Oleh sebab itu, aktifitas fisik harus

ditingkatkan (Sam,2017).

Hasil penelitian oleh Odume et al., 2015 menjelaskan bahwa pasien

diabetes sering mengeluh lelah dalam melakukan aktifitas fisik, serta

berdampak pada aktifitas fisik yang berkurang. Serta menyebabkan

terganggunya bersosialisasi kaarena tingginya perasaan takut serta mudah

berfikiran negative terhadap pendapat orang lain berhubungan terhadap

keadaan fisik saat sakit dan menjalankan pengobatan diabetes (Yan,2017).

Penderita diabetes mellitus dapat melakukan pencegahan sekunder

untuk mencegah terjadinya komplikasi maupun kecacatan dan kematian,

upaya yang dapat dilakukan yaitu menjalankan 4 pilar penatalaksanaan

diabetes selain itu adalah dengan melakukan perubahan gaya hidup

(Kemenkes,2016 Dalam Musyafirah 2017).

Penelitian yang di lakukan oleh sina dan alfian di Banjarmasin tahun

2018 , kualitas hidup penderita DM masih rendah. Pasien DM yang memiliki

kualitas hidup rendah sebanyak 76,8% didukung dengan nilai kadar

glukosa penderita yang tinggi. Kadar glukosa yang tinggi memicu terjadinya

kompikasi DM dan menyebabkan menurunnya kualitas hidup penderita. Penelitian

4
yang sama juga dilakukan oleh Younis pada tahun 2017 yang menunjukkan

terdapat 74% dari populasi penderita DM mengalami depresi dan memiliki

kualitas hidup yang rendah. Adanya kualitas hidup yang rendah dikaitkan

dengan munculnya komplikasi pada penderita DM (Younis dkk.,2017 dalam

Azizah, 2019).

Saat memasuki tahap akhir yang diakibatkan oleh dampak dari penyakit

diabetes mempengaruhi perilaku mudah patah semangat akibat penyakitnya.

Akibatnya dapat memberikan dampak yang kurang baik terhadap penerimaan

diri pada pasien diabetes (Atiq ur Rehman, 2015 Dalam Yan,2017).

Berdasarkan survey pengambilandataawal pada Bahteramas Prov Sultra

diketahui bahwa jumlah pasien diabetes pada tahun 2017 berjumlah 327

pasien, 355 pasien pada tahun 2018, dan sebanyak 260 pasien pada tahun

2019. Wawancara pada 11 pasien diabetes melitus didapatkan hasil bahwa

pasien mengeluh tidak bersemangat melakukan aktivitas sehari- hari saat

penyakitnya kambuh, seperti mempersiapkan makan dan bekerja saat sebelum

sakit sehingga aktifitas yang dilakukan berkurang. Selain itu, saat dirawat

pasien harus mengatur makanan yang dikonsumsi karena mengikuti program

diet makanan (RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara).

Kesebelas pasien mengeluh terkadang masih terasa nyeri atau keram

pada kaki, merasa lemas, mudah lelah, mengeluh pusing, dan kurang nafsu

makan. Beberapa mengeluh bosan jika harus terus disuntik insulin. Selain itu,

6 dari 11 pasien mengalami komplikasi dan dua diantaranya akan menjalani

operasi. Perawat mengatakan beberapa pasien ada yang terlihat down atau

5
kurang bersemangat selama menjalani pengobatan di rumah sakit, 5 diantara

11 pasien mengerti akan penyakit yang dialami dan pasien lain mengeluh lelah

dengan penyakit yang dialaminya (RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara).

Kualitas hidup merupakan hal mendasar yang berkaitan erat dengan

terhadap kejadian penyakit dan kematian jika memiliki quality life yang

rendah(Zainuddin, 2015).

Kualitashidup pasien DM penting untukditeliti secaralebih

spesifikkarena memberikan defek teradap kehidupannya.Tujuannya adalah

agar memahami hal-hal berkaitan terhadap rendahnya kualitashidup pasien

hiperglikemi ketergantungan insulin.

B. Rumusan Masalah

1. Apakaha ada hubungan aktifitas fisik dengan rendahnya kualitas hidup

pasien diabetes ketergantungan insulin di RS bahteramas?

2. Apakah adahubungankomplikasiDMdengan rendahnya kualitashidup

penderita diabetes ketergantungan insulin RS bahteramas?

3. Apakah ada hubungan peneriman diri dengan rendahnya kualitas hidup

pasien diabetes ketergantungan insulin RS bahteramas?

C. TujuanPenelitian

1. TujuanUmum

agar memahami hal–hal berkaitana terhadap kurangna kualitas hidup

pasien DM ketergantungan insulin

6
2. TujuanKhusus

a. Memhami hubungan aktifitasfisik terhadap rendahnya kualitas hidup

pasien DM ketergantungan insulin.

b. Mengetahui hubungan komplikasi DM dengan rendahnya kualitas hidup

pasien DM ketergantungan insulin.

c. Mengetahui hubungan penerimaan diri dengan rendahnya kualitas hidup

pasien DM ketergantungan insulin.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Penderita Hiperglikemi

Agar sebagai penambah pengetahuan terhadap hierglikemi serta

faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas hidup sehingga pasien

DM ketergantungan insulin dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

b. Pendiri PenKes

Memperkaya ilmu pengetahuan terhadap pembaruan pengetahuan

dan terkhusus terhaap penderita hiperglikemi ketergantungan insulin.

c. Institut PelayananKesehatan

Agar sebagai petunjuk memberikan penkes ke penderita

hiperglikemi supaya tenrcapai kualitas hidup yang baik bagi DM

ketergantungan insulin pasien.

7
d. Untuk Penelitian

Agar memahami hal–hal dan berkaitan terhadap rendahnya kualias

hidup pasien DM ketergantungan insulin

2. Manfat Teoritik

Karya tuis ini diinginkaan agar menambah pengetahuan dan

ilmupengetahuan serta salah referensi terhadap penelitian lainnya.

D. Kebaruan Penelitan

No Nama/ Judul Penelitian Persamaan Perbedaan


Tahun
Penelitian
1 Loriza Hubungan penerimaan diri dan Variabel Variabel
Sativa tingkat stres pada penderita bebas, terikat
Yan, At all diabetes mellitus Objek.
2 Dwi Hubungan antara self Variabel Variable
murdiyanti management dan kualitas terikat bebas
prihatin P. hidup pasien DM tipe II
3 Nur sam, Analisis hubungan activity of Variabel Variable
At all daily living (adl), aktivitas fisik bebas terikat
dan kepatuhan diet terhadap (aktifitas
kadar gula darah pasien fisik), objek
diabetes melitus di wilayah
kerja puskesmas poasia 2017
4 Mhd. Hubungan stres dengan Variabel Variabel
Zainuddin kualitas hidup penderita terikat bebas
diabetes mellitus tipe 2
5 Eka Ayu Hubungan Peran Keluarga Variabel Variabel
Wulandari dengan Quality Of Life (QOL) terikat bebas
pada Penderita Diabetes
Mellitus di RSU Dr Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto

8
6 Abdul Pengaruh terapi progressive Variabel Variabel
Rokhman muscle relaxation terhadap terikat bebas
kecemasan dan kualitas hidup
pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di rs muhammadiyah
7 Ronika Hubungan Aktifitas fisik Variabel Variabel
Sipayung dengan kejadian diabetes bebas terikat
melitus tipe 2 pada perempuan
usia lanjut di wilayah kerja
puskesmas padang medan 2017

9
BABII

TINJAUANPUSTAKA

A. TinjauanUmum Mengenai Hiperglikemi

1. Pengertian Diabetes Melitus

hiperglikemi yaitu desease menahun disaebabkan oleh pancreas yang

tidak memproaduksi insulin cukup atau dimana tidak bisa secara baik

memanfaatkan insulin dalam tubuh. hiperglikemi yaitu problem yang

important, merupakan bagian dari empat PTM utama dan merupakan

sasaran selanjutnya dari pemerinah di seluruh dunia. Total penyakit

hiperglikemi selalu bertambah dalam 10 tahun terakhr(WHOGlobal

Report,2016).

2. Etiologi

a. Hiperglikemi tipe I

Hiperglikemi tipe 1 juga dikenal dengan sebutan insulindependent

diabetes atau diabetes juvenile terjadi akibat adanya cellular-mediated

autoimmune yang mendestruksi sel β pankreas. Marker dari destruksi sel

β adalah autoantibodi sel islet, autoantibodi insulin, autoantibodi

Glutamic Acid Decarboxylase (GAD), dan autoantibodi Tyrosine

Phosphatase IA-2 dan IA-2β. Salah satu atau biasanya lebih dari salah

satu autoantibodi ini muncul pada 85-90% penderita saat awal dideteksi

mengalami hiperglikemia puasa (ADA, 2018).

Juga dapat dipengaruji oleh faktorgenetik, faktorimunologi,

faktorlingkungan.

10
b. Diabetes tipeII

yang juga dikenal sebutan noninsulin-dependentdiabetes atau

diabetesonset dewasa meliputi kondisi resistensi insulin dan biasanya

memiliki defisiensi insulin relatif. Etiologi yang pasti dari kondisi ini

tidak diketahui, tetapi tidak didapatkan adanya bukti destruksi autoimun

dari sel β (ADA, 2018).

Penyebab terganggunya sekresi isulin dalam tubuh ini sebenarnya

tidak begitu jelas, tetapi faktor resiko yang berkaitan terhadap timbulnya

diabtes tipe II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga (Nurarif, 2015).

3. Jenis Diabetes Melitus

a. Hiperglikemi tipe satu

b. Hiperglikemi tipe2

c. Gestational hiperglikemi(GDM)

d. klasifiksi hiperglikemi spesifik karena penyebab lain

4. Manifestasi klinis

Cirri-ciri dari diabetes mellitus yang berhubungan dengan

konsekuensi metabolik defisiesi insulin adalah kadar glukosa puasa tidak

normal, Hiperglekimia berat berakibat glukosaria yag akan menjadi dieresis

osmotic yang akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul

rasa haus (polidipsia), Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB

kurang, Lelah dan mengantuk serta gejala lain yang

dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas

vulva. ( Prince & Wilson).

11
5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus me=rupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya

kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defek mendasar pada DM

tipe 1 disebabkan oleh proses autoimun yang melibatkan kerusakan selektif

sel β pankreas oleh limfosit T aktif. Hiperglikemi basal terjadi akibat

produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Selain itu glukosa yang

diperoleh dari makanan, tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia sesudah makan.

Diabetes melitus tipe 2 tidak disebabkan karena sekresi insulin

absolut, tetapi disebabkan oleh resistensi insulin sebagai problem utama

yang berkaitan dengan insulin. Resistensi insulin adalah keadaan dimana

sel-sel sasaran dari insulin tidak dapat merespon insulin secara normal.

Secara normal insulin dapat berikatan dengan reseptor khusus pada

permukaan sel sehinga insulin dan resptor dapat terjadi rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Diabetes mellitus dan masa kehamilan. Kadar gula dara tinggi yang

terjadi saat masa kehamilan perlu untuk perhatian. Perempuan yang telah

mengalami hiperglikemia sebelum adanya pembuahan perlu mendapatkan

pendidikan serta penyuluan mengenai penatalaksanaan diabetes saat masa

kehamilan. hiperglikemia saat masa pembuahan bisa disertai dengan

timbulnya malformasi kongenital. Oleh karena itu, perempuan dengan

hiperglikemia perlu mengendalikan diabetes mellitus dengan baik sebelum

keamilan terjadi dan sepanjang kehamilannya.

12
Kekurangan insulin juga dapat menganggu sistem metabolisme

protein dan lemak seingga dapat menurunkan berat badan. Penderita DM

dapat mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), karena menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam

keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa

yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari

asam-asam amino dan substansi lain), akan tetapi seseorang yang

kekurangan insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut

akan turut menimbulkan peningkatan kadar gula dalam darah. Selain itu

akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi

badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Penatalaksanaan insulin bersamaan dengan cairan dan elektrolit

sberdasarkan kebutuhan dapat memperbaiki dengan cepat kelainan

metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis

(Joyce, M Black & Jane, H. 2009).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

a. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas

130 mg/dl mengindikasikan diabetes.

b. Hemoglobin glikosilat

13
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah

selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan

diabetes.

c. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75

gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang

normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

d. Tes glukosa darah dengan finger stick

Jari ditusuk dengan sebuah jarum, sampel darah diletakkan pada

sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer,

pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang

dapat dilakukan dirumah (Brunner & Sudarth, 2002).

7. Komplikasi

Jika tidak dikontrol dengan baik diabetes dapat menyebabkan

kebutaan, gagal ginjal, amputasi tungkai bawah dan beberapa konsekuensi

jangka panjang lainnya hal itu berdampak signifikan pada kualitas hidup

seseorang (ADA,2018)

Microvascular Complications menurut ADA, adalah :

a. Diabetic kidney disease

Penyakit ginjal kronis (CKD) didiagnosis karena ekskresi albumin

urin (albuminuria) yang tinggi secara terus menerus, estimasi laju filtrasi

glomerulus rendah (eGFR), atau manifestasi kerusakan ginjal lainnya .

Diabetic kidney disease atau CKD terjadi pada 20– 40% pasien dengan

14
diabetes. Penyakit ginjal diabetik dapat berkembang menjadi penyakit

ginjal stadium akhir (ESRD) yang membutuhkan dialisis atau

transplantasi ginjal. Selain itu, di antara orang dengan tipe 1 atau 2

diabetes, kehadiran CKD nyata meningkatkan risiko kardiovaskular.

Data yang dikumpulkan dari 54 negara menunjukkan bahwa

setidaknya 80% dari kasus penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) adalah

disebabkan oleh diabetes, hipertensi atau kombinasi keduanya. Proporsi

ESRD disebabkan diabetes saja berkisar antara 12–55%. Kejadian ESRD

hingga 10 kali lebih tinggi pada orang dewasa dengan diabetes.

Prevalensi ESRD sangat tergantung pada dialisis dan penggantian ginjal

(WHO,2016).

b. Diabetic retinopathy

Retinopati diabetes adalah sangat khas sebagai komplikasi

pembuluh darah pada diabetes tipe 1 dan tipe 2 dengan peningkatan kuat

beruhubugan teradap keadian diabetes dan tingkat kontrol glikemik.

Retinopati diabetes adalah penyebab baru kasus kebutaan di kalangan

orang dewasa berusia 20-74 tahun di negara maju. Glaukoma, katarak,

dan gangguan mata lainnya terjadi lebih cepat dan lebih banyak pada

penderita diabetes.

Selain lama menderita diabetes, hal yang memperburk risiko, atau

yang berubungan dengan retinopati adalah hiperglikemia kronis,

penyakit ginjal diabetes, hipertensi, dan dislipidemia (WHO,2016)

c. Neuropathi

15
Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen dengan

manifestasi klinis yang beragam. Pemeriksaan awal dan penatalaksanaan

neuropati yang tepat pada pasien dengan diabetes adalah penting. Jenis-

jenis gangguan neuropati yaitu neuropati jantung, neuropati

gastrointestinal, gangguan genitourinari, hipotensi orostatik,

gastroparesis

7. Terapi Insulin

Insulin telah ada semenjak tahun 1922, lebih lama sebelum obat anti

hiperglikemik oral digunakan. Tujuan dari terapi ini ialah bekerja sesuai

kerja dari insulin yang dihasilkan pancreas manusia.

a. Jenis insulin

Sampai saat ini di tersdapat berbagai macam jenis insulin dan dapat

dibedakan berdasarkan asalnya yaitu insulin manusia dan Insulin analog

b. Lama kerja (pemberian subkutan)

1) Insulin kerja pendek/cepat (insulin terkait dengan makan)

Insulin manusia regular kerja pendek (diberikan 30-45 menit

sebelum makan dengan lama kerja 6-8 jam), insulin analog kerja cepat

(diberikan 5-15 menit sebelum makan dengan lama kerja 4-6 jam).

2) Insulin kerja menengah

Digunakan untuk mengendalikan glukosa darah basal (saat tidak

makan/puasa ). Contohnya insulin manusia NPH.

3) Insulin kerja panjang

16
Digunakan 1 kali (malam hari sebelum tidur) atau 2 kali (pagi

dan malam hari). Contohnya insulin analog kerja panjang (PERKENI,

2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan kemampuan individu dalam menikmati

kepuasan selama hidupnya, kualitas hidup sangat berkaitan dengan hal-hal

yang kompleks seperti kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, dan hubungan individu tersebut dengan

lingkungannya (WHO, 2007)

Kualitas hidup sering dihubungkan dengan komponen kebahagiaan

dan kepuasan dengan kehidupan, kualitas hidup dapat dikatakan sebagai

bagaimana baik atau buruknya seseorang memandang hidup mereka (Singh

& Bradley, 2006).

2. Aspek-Aspek Kualitas Hidup

Kualitas Hidup Menurut WHOQOL-BREF (dalam Nimas, 2012)

terdapat empat aspek yang mempengarui kualitas hidup adalah kesehatan

fisik, kesejahteraan psikologi, hubungan social hubungan dengan

lingkungan.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

a. Jenis kelamin

17
Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi tingkat kualitas hidup

individu. jenis kelamin wanita memiliki tingkat kualitas hidup lebih

rendah daripada laki-laki.

b. Tingkat pendidikan

Faktor pendidikan merupakan faktor penting untuk memahami dan

melakukan manajemen diri untuk mencegah timbulnya komplikasi.

Semakin baik tingkat pendidikan, individu lebih mudah menerima

informasi mengenai kesehatannya dan menerapkannya sehingga kualitas

hidup lebih baik.

c. Usia

Status kualitas hidup dipengaruhi oleh faktor usia, semakin

bertambah usia individu akan mengalami penurunan kesehatan yang

memberikan dampak menurunnya kualitas hidup.

d. Ekonomis

Sosial Status ekonomi sosial berhubungan dengan pendapatan yang

diperoleh penderita DM. Sosial ekonomi yang rendah akan berdampak

pada kualitas hidup yang rendah.

e. Lama menderita DM

Lama menderita DM berhubungan dengan tingkat kecemasan yang

menimbulkan gejala hingga komplikasi yang mengakibatkan penurunan

kualitas hidup pasien.

18
f. Komplikasi

Pasien DM tipe 2 yang memiliki komplikasi menunjukkan dampak

yang signifikan terhadap kualitas hidup yang rendah. (Al hayek,2014

dalam Azizah, 2019)

4. Alat Ukur Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup dapat diukur dengan World Health

Organization Quality of Life – Brief (WHOQOL-BREF) yaitu instrument

yang paling sering digunakan dalam mengukur kualitas hidup. WHOQOL-

BREF merupakan versi singkat WHOQOL-100 dimana sebelumnya

terdapat 6 domain menjadi 4 domain. Domain kesehatan fisik dengan

tingkat kebebasan dijadikan satu domain, domain psikologi dengan

spiritual/agama/kepercayaan digabung menjadi satu domain. WHOQOL-

BREF domain yang digunakan meliputi fisik, psikologis, hubungan sosial

dan lingkungan

Kualitas hidup dapat diukur menggunakan instrumen khusus terhadap

suatu penyakit. Beberapa instrumen khusus yang dapat digunakan

diantaranya The Kidney Disease Quality of Life (KDQOL), The Diabetes

Quality of Life Clinical Trials Questionnaire Revised (DQLCTQ-R), The

Minnesota Living with Heart Failure Questionnaire (MLHFQ), dan The

Arthritis Impact Measurement Scales (AIMS).

Diabete Qualiy Of Life (DQOL) adalah instrument untuk mengukur

kualitas hidup terkait kesehatan yang berhubungan dengan DM. Instrumen

19
ini terdiri atas 46 item pertanyaan untuk menilai kualitas hidup yang dibagi

dalam 4 domain dan dipersingkat oleh burroughs menjadi 15 item

pertanyaan yang terbagi dalam 2 skala, terdiri dari 8 item pertanyaan tentang

kepuasan pasien terhadap penyakitnya dan 7 item mengenai dampak yang

dirasakan akibat penyakitnya. Hasil uji validitas dari instrument pada 498

sampel adalah valid dan memiliki nilai uji reabilitas 0,85 (Azizah,2019)

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Indpendent

1. Aktifitas Fisik

a. Pengertian aktifitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka

yang memerlukan suatu pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik

akan menjadi salah satu fakor risiko independen dalam suatu penyakit

kronis yang bisa menyebabkan kematian secara global. (WHO 2016

dalam sam 2017)

Aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik,

psikis maupun sosial dan tampak sehat. Bagi pasien diabetes melitus,

aktivitas fisik dapat mengurangi resiko kejadian kardiovaskular serta

meningkatkan harapan hidup. Pada diabetes melitus tipe 2, aktivitas fisik

dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh (Sam,2017)

b. Alat ukur aktifitas fisik

Instrumen aktifitas fisik yang dapat digunakan adalah Global

Physical Activity Quesinery (GPAQ) yang diadaptasi dari WHO STEPS

Surveillance Manual dan telah diadaptasi kedalam bahasa Indonesia, di

20
uji validitas dan reabilitasnya oleh werdani dan triyanti kemudian

digunakan dalam penelitian karolina tahun 2017. Kuesioner ini terdiri 16

pertanyaan sederhana terkait dengan aktifitas sehari-hari yang dilakukan

selama satu minguu terakhir dengan menggunakan indeks aktifitas fisik

meliputi 4 domain yaitu aktifitas saat bekerja, aktifitas perjalanan dari

suatu tempat ke tempat lain, aktifitas rekreasi, dan aktifitas menetap.

2. Komplikasi

Terdapat dua pendapat utama mengenai terjadinya komplikasi

diabetes mellitus. Pendapat pertama adalah hipotesis genetik yang

menyatakan timbulnya kelainan pembuluh darah pasien diabetes mellitus

tidak berhubungan dengan abnormalitas metabolik tetapi memang sedikit /

banyak sudah ditentukan oleh faktor genetik. Pendapat kedua adalah

hipotesis metabolik yang menyatakan komplikasi kronik yaitu sebagai

akibat kelainan metabolik atau hiperglikemia pada penderita diabetes

mellitus (Dian, 2016).

Komplikasi diabetes mellitus adalah pasien DM yang didiagnosis oleh

dokter menderita penyakit tambahan yang merupakan akibat dari penyakit

diabetes mellitus yang tercatat di rekam medik pasien.

3. Penerimaan Diri

a. Pengertian penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan suatu kondisi dimana

individu dapat mengaktualisasi diri dengan menerima segala kelebihan

dan kelemahannya. Penerimaan diri pada penderita diabetes merupakan

21
sebuah proses adaptasi terhadap permasalahan kondisi kesehatan yang

tidak menyenangkan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat

DM (Azizah,2019)

Penerimaan diri yang buruk dimana seseorang dapat menerima

segala sesuatu dengan apa adanya seta sadar bahwa tidak ada yang dapat

di perbuat untuk memperbaikinya (Kariadi, 2003 Dalam jurnal Yan,2017)

Aspek penerimaan diri adalah sebagai berikut :

1) Perilaku berdasarkan standart dan nilai dari dirinya sendiri bukan dari

orang lain

2) Memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menghadapi masalah

kondisinya

3) Bertanggung jawab terhadap perilakunya dan menerima konsekuensi

dari perilakunya

4) Menerima pujian atau kritikan dari orang lain secara objektif

5) Tidak mencoba untuk menyangkal atau menyimpangkan perasaan

yang ada dengan dengan penghukuman diri;

6) Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat yang

sama dengan orang lain;

7) Tidak berfikir bahwa orang lain menolak dirinya baik ada alasan untuk

menolak ataupun tidak menolaknya;

8) Tidak menganggap dirinya sebagai orang yang sangat berbeda dengan

orang lain (Berger dalam Azizah,2019).

b. Alat ukur penerimaan diri

22
Diukur dengan Instrumen Unconditional Self-Acceptance

Questionnaire (USAQ) yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh

Yulistiana tahun 2018 yang terdapat 21 pertanyaan dengan 4 indikator

yang meliputi indvidu menerima diri tanpa syarat (6 item), individu

menyadari bahwa manusia memiliki kelemahan (5 item),individu

menyadari bahwa hal positif dan negatif dalam diri (5 item), individu

menyadari diri sebagai pribadi berharga (5 item). Pilihan jawaban

menggunakan skala likert. Keterangan penilaian pertanyaan favourable

adalah sangat sesuai = 7, sesuai = 6, agak sesuai = 5, ragu-ragu = 4, agak

tidak sesuai = 3, tidak sesuai = 2, sangat tidak sesuai = 1 sedangkan

keterangan pernyataan unfavourable sangat sesuai = 1, sesuai = 2, agak

sesuai = 3, ragu-ragu = 4, agak tidak sesuai = 5, tidak sesuai = 6, sangat

tidak sesuai = 7. Skor terendah 21 dan skor tertinggi 147. Semakin tinggi

nilai yang didapatkan mengartikan bahwa semakin baik penerimaan diri

pasien DM (Azizah, 2019).

D. Tinjauan Empiris

1. Yuli Wahyuni, 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup (QoL) pasien

DM tipe 2 secara keseluruhan adalah tinggi (56,18%). Berdasarkan umur,

QoL tinggi terbesar adalah lansia (65,9%) dan QoL rendah terbesar adalah

dewasa madya (53,84%). Jenis kelamin, QoL tinggi terbesar adalah laki-

laki (58,97%) dan QoL rendah terbesar adalah perempuan (46%). Tingkat

pendidikan, QoL tinggi terbesar berada pada perguruan tinggi (78,26%) dan

23
QoL rendah terbesar berada pada SD (65%). Berdasarkan sosial ekonomi,

QoL tinggi terbesar adalah penghasilan lebih dari >5 juta (87,5%) dan QoL

rendah terbesar adalah 10 tahun (66,67%) dan QoL rendah terbesar adalah

< 1 tahun (53,33%). Berdasarkan status pernikahan QoL tinggi terbesar

adalah menikah (56,16%) dan QoL rendah terbesar adalah janda/duda

(46,67%). Perawat diharapkan dapat membantu pasien dengan karekteristik

tingkat pendidikan SD, usia dewasa madya, penghasilan

24
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Kualitas hidup merupakan faktor penting bagi kesehatan penderita DM.

Yakni kemampuan dalam menikmati kesehariannya untuk menjaga kesehatan

fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan sekitar. Aktivitas fisik pada

penderita DM dapat menurunkan kadar gula darah dimana otot memerlukan

asupan glukosa di peredaran dara serta beruba menjadi tenaga. Komplikasi

yang dialami pasien DM menimbulkan dampak negative terhadap kualitas

hidupnya. Penerimaan diri yang kurang baik pada penderita DM berkaitan

dengan responnya yang kurang percaya diri, merasa mudah sensitive ketika

orang lain mengkritik tentang kesehatannya. bila itu selalu teradi, pasien

condong belum mampu teradap menaga kesehatan. Seseorang yang menderita

penyakit DM penting untuk menjaga kualitas hidup guna mencapai derajat

kesehatan yang maksimal.

25
B. Kerangka Konsep

Aktifitas Fisik Rendahnya


Kualitas Hidup
Komplikasi Pasien DM

Penerimaan Diri

Gambar 1 : Kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel Dependent (Variabel terikat)

: Variabel Independent (Variabel bebas)

: Hubungan

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi variable

lainnya dimana variable independen pada penelitian ini adalah aktifitas

fisik, komplikasi dan penerimaan diri

2. Variabel Dependen (terikat) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independent dimana variable ini adalah kualitas hidup.

26
D. Defenisi Operasional Dan Kriteria Obyektif

Definisi operational pada penelitian ini meliputi variabel independen

yaitu aktifitas fisik, komplikasi dan penermaan diri dan variable dependent

yaitu kualitas hidup. Dengan menggunakan alat ukur berupa quesioner.

1. Kualitas Hidup

Kualitas hidup yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

kemampuan individu dalam menikmati kepuasan selama hidupnya

Quesioner yang digunakan adalah DQOL ( Diabetes Quality Of Life)

Dimana terdapat 12 pertanyaan yang terbagi menjadi dua skala, 7 tentang

kepuasan pasien mengenai penyakit dan pengobatannya. 5 mengenai

dampak yang dirasakan. Pilihan jawaban dengan menggunakan skala likert.

point terbawa yaitu 16 (0%) dan point teratas yaitu 60(100%).

Lalu diitung melalui peritungan Sugiono(2010).

R
I=
K

R 100 %
Jadiuntuk I= = = 50%
K 2

Kriteria Objektif :

a. Baik : jika skor jawaban responden≥ 50%

b. Kurang : jika skor jawaban responden<50%

2. AktifitasFisik

Aktifitas fisik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan

sehari-hari pergerakan anggota tubuh yang mengeluarkan tenaga secara

sederhana. enispenilaiandidasarkanatasjumlahpertanyaansebanyak 16 soal

27
yang akan dikategorikan berdasarkan total volume aktifitas fisik yang

disajikan dalam satuan MET (Menit/Minggu) dengan menggunakan skala

guatman. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus total aktifitas

fisik dalam seminggu:

Total aktifitas MET(Menit/Minggu):


[(D2 x D3 x 8) + (D5 x D6 x 4) +
(D8 x D9 x 4) + (D11 x D12 X 8)
+ (D14 x D15 x 4)]

Kriteria Objekif :

a. Aktifitas fisik kurang jika nilai MET-Menit/Minggu <600

b. Aktifitas fisik baik jika nilai MET-Menit/Minggu ≥600 (Karolina,2017)

3. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus pada penelitian ini adalah responden

yang didiagnosis oleh dokter menderita penyakit tambahan akibat dari

diabetes mellitus seperti hiperglikemi, jantung koroner, stroke, retinopati,

gagal ginjal dan neuropati (Restada,2016). Variabel ini didapatkan dengan

melihat rekam medic responden. Kriteria penilaian dinilai berdasarkan skala

likert.

Kriteria Objektif :

a. Komplikasi : jika responden memiliki penyakit tambahan yang tercatat

direkam medik.

b. Tidak Komplikasi : jika responden tidak memiliki penyakit tambahan

yang tercatat direkam medik.

28
4. Penerimaan Diri

Penerimaan diri yaitu rasa mampu, perasaan dihargai dan perasaan

diterima untuk mencerminkan perilaku berdasarkan faktor serta aspek

penerimaan diri. Kriteria penilaian dinilai berdasarkan skala likert mulai

dari nilai1 sampai 7, yang memiliki 21 pernyataan. Sehingga diperoleh skor

terendah 21 dan skor tertinggi 147. Lalu diitung melalui peritungan

Sugiono(2010).

R
I=
K

Keterangan : I = Intervalkelas

R= Range(Kisarannilaitertinggi danterendah)

K= Jumlahkategori2(cukup dankurang)

R 100 %
Jadi untuk I= = = 50%
K 2

Kriteria Objektif :

a. Baik : Bilskor jawabanresponden≥ 50%

b. Kurang : Bila skor jawaban responden<50%

E. Hipotesis

1. AktifitasFisik

Ho : Tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan rendahnya kualitas hidup

29
pasien DM ketergantungan insulin

Ha :Ada hubungan aktifitas fisik dengan rendahnya kualitas hidup pasien

DM ketergantungan insulin.

2. Komplikasi

Ho : Tidak adahubungankomplikasidengan rendahnya

kualitashiduppasienDM ketergantungan insulin.

Ha : Adahubungankomplikasidengan rendahnya kualitashiduppasienDM

ketergantungan insulin.

3. Penerimaan Diri

Ho : Tidak adahubungan penerimaan diridengan rendahnya kualitashidup

pasien hiperglikemi ketergantung insulin.

Ha : Adahubungan penerimaan diridengan rendahnya

kualitashiduppasienDM ketergantungan insulin.

30
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif atau survei analitik

yaitu penelitian yang mencoba menggali hubungan antara variabel

independent dan dependent (Notoatmodjo, 2012).

2. Desain Penelitian

Desain penelitian Observasional dengan rancangan Cross Sectional

Study yaitu penelitian yang dilakukan pada waktu dan tempat secara

bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

Gambaran desain Cross Sectional sebagai berikut :

Populasi

Sampel

Variabel Dependent(+) Variabel Dependent (-)

Variabel Variabel Variabel Variabel


Independent (+) Independent (-) Independent (+) Independent (-)

31
Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara.

2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 juni-23 juli 2020.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semua pasien

DM di RSU bahteramas yaitu berjumlah 260 orang.

2. Sampel.

a. Jumlah sampel

Sebagian dari jumlah pasien diabetes melitus dimana jumlah

sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

pengambilan sampel yaitu :

N
n= (Notoatmojo, 2012)
N X d2 +1

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

32
d = Tingkat signifikansi (p) di tetapkan 0,1

N 260 260 260


n = 2 = 2 = = = 72,22 (73
N ( d )+ 1 260 ( 0,1 ) +1 260 ( 0,01 )+1 3,6

sampel )

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien DM di RSU

Bahteramas yaitu sebanyak 73 pasien.

b. Cara pengumpulan sampel

menggunakanpurposivesampling

c. Kriteria sampel

1) Kriteria Inklusi

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah pasien DM

RSU Bahteramas yang telah terdata dan memenuhi kriteria inklusi

sebagai berikut:

a) Terdiagnosa menderita diabetes mellitus ketergantungan insulin.

b) Mampu berkomunikasi dengan baik.

c) Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan menghilangkan atau mengeluarkan

objek yang tidak memenuhi kriteria karena berbagai alasan. Pada

penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi antara lain :

a) Pasien DM yang memiliki keterbatasan fisik seperti buta dan

tuli.

b) Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian.

33
D. Sumber dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di

lapangan melalui instrument pengumpulan data yaitu lembar koesioner.

Data berupa data karakteristik.

b. Datasekunder

Datasekunder merupakan data yang diperolehdari RSU Bahteramas

dan di Dinkes Provensi Sulawesi Tenggara yang berhubungan dengan

kasus diabetes militus menurut diagnosa dokter.

E. Pengolahan,AnalisaDanPenyajianData

1. Pengolahandata

a. Codingadalahmelakukanpengkodeandataagartidakterjadikekeliruan

dalammelakukantabulasidata.

b. Editingadalahmenyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara

untuk mendapatkan data yang akurat.

c. Scoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total skor setiap

butir pertanyaan.

34
d. Tabulating adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga

memudahkan dalam penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk

tulisan

a. Entry adalah memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan coding

kedalam komputer.

2. Analisa data

Tehnik analisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik variabel independent, variabel

dependent dan karakteristik responden. Untuk melihat gambaran

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti. Data-

data yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel.

Keterangan :

x : Persentase variabel diteliti

f : Kriteria penelitian terhadap responden

n : jumlah sampel

k : Konstanta (100)

b. Analisis bivariat

35
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing

variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan uji

Chi-Square (X2). Rumus Chi-Square sebagai berikut :

Keterangan :

X2 = Nilai chi Square

a,b,c,d = Nilai pengamatan pada petak-petak pada tabel kontingensi 2x2

n = Jumlah sampel

Interprestasi hasil uji, dengan menggunakan taraf signifikansi 5 %

(α = 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95 %. Kriteria penilaian:

1) Bila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima

2) Bila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak

Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel dependent

dengan variabel independent digunakan uji koefisien Phi dengan rumus:

x2
Q=
√ n

Keterangan :

ᵩ = Nilai koefisien phi

36
X2 = Nilai chi

n = Besar sampel

Dengan interpretasi sebagai berikut :

1) Nilai 0,01 – 0,25 hubungan lemah

2) Nilai 0,26 – 0,50 hubungan sedang

3) Nilai 0,51 – 0,75 hubungan kuat

4) Nilai 0,76 – 1,0 hubungan sangat kuat (Sugiyono, 2016)

c. Penyajian data

Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel

distribusi yang disertai dengan narasi yang menjelaskan isi tabel tersebut.

F. Etika Penelitian

1. Informend consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi sampel kriteria inklusi dan disertai judul penelitian. Bila

subjek menolak, maka penelitian tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak subjek.

2. Anonimility (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, penelitian tidak mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberi kode.

3. Confidentiality

37
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Visi Rumah Sakit Umum Bahteramas

Visi Pembangunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah

“Membangun Kesejahteraan Sulawesi Tenggara” atau yang lebih di kenal

dengan “BANK SEJAHTERA”. Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi

Tenggara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat mengacu

kepada Visi dan Misi Pemerintah Daerah dan Pembangunan Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tenggara. Visi RSU Bahteramas Prov Sultra adalah

“Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara”.

2. Misi Rumah Sakit Umum Bahteramas

Untuk mencapai Visi yang telah di tetapkan tersebut Rumah Sakit

Bahteramas mempunyai Misi sebagai berikut :

a. Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berdasarkan etika profesi.

b. Menyelenggarakan pendidikan Profesi dokter, Pendidikan Kesehatan

lainnya serta pelatihan dan penelitian.

38
c. Meningkatkan Kesejahteraan karyawan.

3. Letak Geografis

RSU Bahteramas berdiri diatas tanah seluas 17,5 Ha. Luas seluruh

bangunan adalah 53,269 m2, luas bangunan yang teralisasi sampai dengan

akhir tahun 2012 adalah 35,410 m2. Pengelompokkan ruangan

berdasarkan fungsinya sehingga menjadi empat kelompok, yaitu kelompok

kegiatan pelayanan rumah sakit, kelompok kegiatan penunjang medis,

kelompok kegiatan penunjang non medis, dan kelompok kegiatan

administrasi.

4. Status

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara di bangun secara

bertahap yang di mulai pada tahun 1969/1970 dengan sebutan “Perluasan

Rumah Sakit Kendari” adalah milik pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara dengan klasifikasi atau type C berdasarkan SK Menkes

No.51/Menkes/II/1979, tanggal 22 Februari tahun 1979, dengan susunan

struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur 1998, RSU Provinsi

Tenggara meningkat menjadi Type B Non pendidikan berdasarkan SK

Menkes No.1482/Menkes/SK/XII/1998 dan di tetapkan dengan Perda

No.3 1999 tanggal 8 Mei 1999. Kedudukan rumah Sakit secara teknis

berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan secara

taktis operasional berada di bawah dan di bertanggungjawab kepada

Gubernur.

39
Sejak tanggal 18 Januari 2005, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

telah terakreditas untuk 5 pelayanan dasar yaitu: Administrasi,

Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan

Keperawatan dan Rekam Medis sesuai dengan SK Dirjen Yanmed

No.HK.00.06.3.5.139. Selanjutnya Akreditasi 12 pelayanan sesuai dengan

SK Dirjen Yand No. HK.00.06.3.5.139. Tanggal 31 Desember 2010 yang

meliputi pelayanan administrasi dan menejemen, pelayanan medik,

pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, pelayanan rekam medis,

pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium,

pelayanan peristi, pelayanan kamar operasi, pelayanan pencegahan infeksi,

pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja (Data Sekunder, 2018).

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Sampai dengan akhir tahun 2018 fasilitas/sarana pelayanan

kesehatan yang ada di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :

a. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

b. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan

1) Poliklinik Penyakit Dalam

2) Poliklinik Kesehatan anak

3) Poliklinik Bedah Digestive

4) Poliklinik Bedah Plastik

5) Poliklinik Bedah Tumor

6) Poliklinik THT

7) Poliklinik Mata

40
8) Poliklinik Kulit dan Kelamin

9) Poliklinik Gigi dan Mulut

10) Poliklinik Neurologi

11) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan

12) Poliklinik Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

13) Poliklinik Gizi

14) Poliklinik Rehabilirasi Medik

15) Poliklinik Orthopedy

16) Poliklinik Paru

17) Poliklinik Terpadu (Klinik VCT)

18) Poliklinik Jiwa

c. Instalasi Rehabilitasi Medik

1) Fisioterapi

2) Akupuntur

d. Pelayan kesehatan Rawat Inap

1) Perawatan Intensif (ICU,PICU,NICU,ICCU)

2) Perawatan Kebidanan dan Kandungan

3) Perawatan Inap Lainnya

a) Ruangan Asoka (Kelas III)

b) Ruangan Mawar (Kelas II)

c) Ruangan Anggrek (Kelas I,VIP, dan VVIP)

e. Pelayanan Penunjang Medik

1) Patologi Klinik

41
2) Patologi Anatomi

3) Radiologi

4) Farmasi/apotek

5) IKOS

6) Sterilisasi Sentral (CSSD)

7) Sentral Gas Medik

8) Gizi

9) Binatu

10) Pemulasaran Jenazah

11) UTD

12) Ambulance 118

d. Pelayanan Non Kesehatan

1) Instalasi Sanitasi

2) IPSRS

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan sejak tanggal 23 Juni sampai tanggal 23

Juli 2020 yang bartujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan

dengan rendahnya kualitas hidup pasien diabetes mellitus ketergantungan

insulin dengan jumlah responden 73 orang pasien diabetes mellitus yang

terdaftar di Rumah Sakit Umum di Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

42
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat

pada tabel di bawah :

Tabel 2 : Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Jenis Kelamin n %
1 Laki – laki 27 37,0
2 Perempuan 46 63,0
Jumlah 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 73 responden, terdapat 27

responden ( 37,0 %) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan

berjumlah 46 responden ( 63,0 %).

b. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur seperti terlihat pada

tabel di bawah :

Tabel 3 : Distribusi Responden Menurut Umur di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Umur n %
1 31 – 40 Tahun 2 2,7
2 41 – 50 Tahun 28 38,4
3 51 – 60 Tahun 36 49,3
4 >60 Tahun 7 9,6
Jumlah 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 73 responden, terbanyak

adalah berumur 51-60 tahun yaitu sebanyak 36 responden (49,3%) dan

paling sedikit adalah berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 2 responden

(2,7%).

2. Analisis Univariat

a. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup

43
Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup, diketahui

bahwa lebih banyak yang baik untuk lebih jelasnya seperti terlihat

pada tabel di bawah :

Tabel 4 : Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Kualitas Hidup n %
1 Baik 44 60,3
2 Kurang 29 39,7
Total 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 44

responden (60,3%) yang baik dan 29 responden (39,7%) yang

kualitas hidupnya kurang.

b. Distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik

Distribusi responden berdasarkan aktifitas fisik, diketahui

bahwa lebih banyak yang kurang untuk lebih jelasnya seperti terlihat

pada tabel di bawah:

Tabel 5 : Distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Aktifitas Fisk n %
1 Baik 15 20,5
2 Kurang 58 79,5
Total 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

44
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 15

responden (20,5%) yang aktifitas fisiknya baik dan 58 responden

(79,5%) yang aktifitas fisiknya kurang.

c. Distribusi Responen Berdasarkan Komplikasi

Distribusi responden berdasarkan komplikasi, diketahui bahwa

lebih banyak yang tidak mengalami komplikasi untuk lebih jelasnya

seperti terlihat pada tabel di bawah:

Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Komplikasi di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Responden Penelitian n %
1 Komplikasi 25 34,2
2 Tidak Komplikasi 48 65,8
Total 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 25

responden (34,2%) yang mengalami komplikasi dan 48 responden

(65,8%) yang tidak mengalami komplikasi.

Tabel 7 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Komplikasi Di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara 2020

No Jenis Komplikasi n %
1 Retinopati Diabetik 5 20
2 Neuropati Diabetik 14 56
3 Nefropati 3 12
4 Jantung Koroner 3 12
5 Stroke 0 0
Total 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Distribusi jenis komplikasi diabetes mellitus tertinggi adalah

terkena neuropati diabetik dengan 14 responden dan distribusi terendah

adalah terkena stroke dengan 0 responden.

45
d. Distribusi Responen Berdasarkan Penerimaan Diri

Distribusi responden berdasarkan penerimaan diri, diketahui

bahwa lebih banyak yang baik untuk lebih jelasnya seperti terlihat

pada tabel di bawah:

Tabel 8 : Distribusi Responden Berdasarkan Penerimaan Diri di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Penerimaan Diri n %
1 Baik 57 78,1
2 Kurang 16 21,9
Total 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 57

responden (78,1%) yang penerimaan diri cukup dan 16 responden

(21,9%) yang kurang.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Rendahnya Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Tabel 9 : Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Rendahnya Kualitas


Hidup Pasien Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin di RSU
Bahteramas Provinsi Suawesi Tenggara Tahun 2020

Kualitas Hidup X2
Total
Aktifitas Fisik Baik Kurang Hitung
n % n % n % 5,492
Baik 13 86,67 2 13,33 15 100 V2 =
Kurang 31 53,44 27 46,56 58 100 0,274
Total 44 60,28 29 39,72 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

46
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 15

responden yang aktifitas baik dan 58 responden yang aktifitas kurang.

Dari 15 responden dengan aktifitas baik terdapat 13 responden

(86,67%) yang kualitas hidupnya baik dan 2 responden (13,33%)

kurang. Selanjutnya dari 58 responden dengan aktifitas fisik kurang

terdapat 31 responden (53,44%) yang kualitas hidupnya baik dan 27

responden (46,56%) dengan kualitas hidup kurang.

Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 5,492. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel =

3,841 maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara

aktifitas fisik dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui

besarnya hubungan antara variabel yang telah diuji Chi Square,

dilakukan uji Cramers (Uji K) dengan hasil v2 = 0,274 yang berarti

adanya hubungan kategori sedang antara aktifitas fisik dengan kualitas

hidup pasien diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Adanya hubungan kategori sedang antara aktifitas fisik dengan

kualitas hidup menandakan bahwa aktifitas fisik memberikan dampak

yang cukup signifikan terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus

hal ini dapat disebabkan karena aktifitas fisik dapat meningkatkan

kualitas hidup dengan meningkatnya rasa nyaman, baik secara fisik,

psikis dan tampak sehat. Beberapa faktor juga dapat mempengaruhi

47
kualitas hidup seperti faktor usia, penerimaan diri pada responden

sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.

b. Hubungan Komplikasi Dengan Rendahnya Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Tabel 10 : Hubungan Komplikasi Dengan Rendahnya Kualitas


Hidup Pasien Diabetes Mellitus Ketergantungan
Insulin di RSU Bahteramas Provinsi Suawesi
Tenggara Tahun 2020

Kualitas Hidup X2
Total
Kompikasi Baik Kurang Hitung
n % n % N %
Komplikasi 10 40 15 60 25 100 6,527
Tidak V2 =
34 70,83 14 29,17 48 100 0,299
Komplikasi
Total 44 60,28 29 39,72 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 25

responden yang mengalami komplikasi dan 48 responden yang tidak

mengalami komplikasi. Dari 25 responden yang dengan mengalami

komplikasi terdapat 10 responden (40%) yang kualitas hidupnya baik

dan 15 responden (60%) kurang. Selanjutnya dari 48 responden yang

dengan tidak mengalami komplikasi terdapat 34 responden (70,83%)

kualitas hidupnya baik dan 14 responden (29,17%) kurang.

48
Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 6,527. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel =

3,841 maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara

komplikasi dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui

besarnya hubungan antara variabel yang telah diuji Chi Square,

dilakukan uji Cramers (Uji K) dengan hasil v2 = 0,299 yang berarti

adanya kategori hubungan sedang antara komplikasi dengan kualitas

hidup pasien diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Adanya hubungan kategori sedang antara komplikasi dengan

kualitas hidup menandakan bahwa komplikasi memberikan dampak

yang cukup signifikan terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus

hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup seperti lama menderita dan tingkat

pengetahuan yang dimiliki tiap-tiap responden dimana dapat

meningkatkan kualitas hidupnya karena dapat meningkatkan pola

hidup dalam mengontrol gula darah.

c. Hubungan Penerimaan Diri Dengan Rendahnya Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Tabel 11 : Hubungan Penerimaan Diri Dengan Rendahnya


Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus
Ketergantungan Insulin di RSU Bahteramas
Provinsi Suawesi Tenggara Tahun 2020

Kualitas Hidup X2 Hitung


Penerimaan Total
Baik Kurang
diri
n % n % n % 14,756

49
Baik 41 71,93 16 28,07 57 100 V2 = 0,450
Kurang 3 18,75 13 81,25 16 100
Total 44 60,28 29 39,72 73 100
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 73 responden terdapat 57

responden yang penerimaan diri cukup dan 16 responden yang

penerimaan diri kurang. Dari 57 responden yang dengan penerimaan

diri cukup terdapat 41 responden (71,93%) yang kualitas hidupnya

baik dan 16 responden (28,07%) kurang. Selanjutnya dari 16

responden yang dengan penerimaan diri kurang terdapat 3 responden

(18,75%) kualitas hidupnya baik dan 13 responden (81,25%) kurang.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 14,756. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel =

3,841 maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara

penerimaan diri dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui

besarnya hubungan antara variabel yang telah diuji Chi Square,

dilakukan uji Cramers (Uji K) dengan hasil v2 = 0,450 yang berarti

adanya kategori hubungan sedang antara penerimaan diri dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Adanya hubungan kategori sedang antara penerimaan diri

dengan kualitas hidup menandakan bahwa penerimaan diri

memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kualitas hidup

pasien diabetes mellitus hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor

50
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti faktor seperti usia dan

jenis kelamin.

C. Pembahasan Penelitian

1. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Rendahnya Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka,

menghasilkan suatu pengeluaran energi.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

memiliki kategori aktifitas baik dengan kualitas hidup baik sebanyak 13

responden (86,67%), hal ini disebabkan karena responden yang aktifitas

fisik baik sadar akan pentingnya berolahraga dalam menjaga kesehatan

fisik serta dapat mengurangi perasaan stres dan kecemasan. Sedangkan

aktifitas fisik baik dengan kualitas hidup kurang sebanyak 2 responden

(13,33%) hal ini disebabkan karena masih rendahnya nilai kualitas hidup

responden pada dampak yang dirasakan akibat penyakit diabetes mellitus.

Dapat juga dipengaruhi oleh usia dimana usia dewasa madya merupakan

masa puncak dimana individu telah mencapai kondisi kesejahteraan secara

psikologis, kesehatan, produktivitas, dan keterlibatan dalam masyarakat

51
sangat optimal, oleh karena itu saat krisis terjadi pada usia dewasa madya,

seperti terjangkit penyakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan pasangan,

akan membuat suatu kesedihan yang lebih dalam. Penurunan kualitas

hidup pada usia dewasa madya tersebut dipengaruhi oleh tingginya

tuntutan baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar mengenai

produktivitas dan hubungan sosial masyarakat. Tingginya tuntutan

mengenai produktivitas dan hubungan sosial masyarakat yang tidak

terpenuhi memungkinkan individu untuk mempersepsikan kualitas hidup

yang rendah.

Sedangkan untuk aktifitas fisik kurang dengan kualitas hidup baik

sebanyak 31 responden (53,44%) hal ini disebabkan karena responden

sudah merasa puas dengan kehidupan yang dijalaninya selama

menjalankan pengobatan dan perawatan di rumah sakit hal ini dapat dilihat

dari tingginya nilai kualitas hidup responden dimana responden telah

mampu menjalankan program diet makanan serta adanya dukungan

keluarga dalam menjalankan perawatan di rumah sakit. Selanjutnya dari

aktifitas fisik kurang dengan kualitas hidup kurang terdapat 27 responden

(46,56%) hal ini dapat disebabkan oleh komplikasi yang dialami pasien

seperti neuropati diabetic sehingga dapat menghambat aktifitas fisiknya

serta kurangnya kesadaran akan pentingnya aktifitas fisik secara teratur

terhadap kesehatan terutama dapat mengontrol gula darah sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup responden.

52
Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 5,492. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel = 3,841

maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara aktifitas fisik

dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui besarnya hubungan

antara variabel yang telah diuji Chi Square, dilakukan uji Cramers (Uji K)

dengan hasil v2 = 0,274 yang berarti adanya hubungan kategori hubungan

sedang antara aktifitas fisik dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus

di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan jurnal penelitian yang dilakukan

oleh Panjaitan (2014) dengan judul hubungan antara aktivitas fisik dan

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas purnama

kecamatan pontianak selatan kota Pontianak. Dengan hasil diketahui

bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan kualitas

hidup pasien DM tipe 2.

Aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik,

psikis maupun sosial dan tampak sehat. Bagi pasien diabetes melitus,

aktivitas fisik dapat mengurangi resiko kejadian kardiovaskular serta

meningkatkan harapan hidup. Pada diabetes melitus tipe 2, aktivitas fisik

dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh . Aktivitas fisik

yang dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi

syarat yaitu dilaksanakan minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta

dalam kurun waktu minimal 30 menit dalam sekali beraktivitas. Aktivitas

fisik tidak harus aktivitas yang berat cukup dengan berjalan kaki di pagi

53
hari sambil menikmati pemandangan selama 30 menit atau lebih sudah

termasuk dalam kriteria aktivitas fisik yang baik. Aktivitas fisik ini harus

dilakukan secara rutin agar gula darah juga tetap dalam batas normal.

2. Hubungan Komplikasi Dengan Rendahnya Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik akan

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis, baik mikroangiopati

seperti retinopati dan nefropati maupun makroangiopati seperti penyakit

jantung koroner, stroke, dan juga penyakit pembuluh darah tungkai bawah.

Penyakit diabetes mellitus (DM) tidak dapat disembuhkan, namun dapat

dikendalikan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa yang mengalami

komplikasi dengan kualitas hidup baik sebanyak 10 responden (40%) hal

ini disebkan karena responden telah mampu mentaati pola hidup sehat

dengan menyempatkan berolahraga, diet makanan dan rajin untuk

mengontrol gula darah dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah

secara teratur bahkan beberapa responden memiliki alat untuk mengecek

gula darah di rumah. Serta hasil penelitian yang menunjukan bahwa

responden yang mengalami komplikasi dengan kualitas hidup kurang

54
sebanyak 15 responden (60%). Hal ini disebabkan karena Komplikasi

menyebabkan bertambahnya keluhan yang dialami pasien baik keluhan

fisik maupun psikologis dan emosi yang turut mempengaruhi aktifitas

fisik, sosial dan keluhan lainnya. Hampir semua pasien memiliki keluhan

yang berbeda sesuai dengan penyakit yang menyertai. Sebagian besar

mengeluh nyeri di kaki dan anggota tubuh lain yang berdampak pada

menurunnya kualitas aktifitas fisik. Nyeri di kaki dirasanya menyebabkan

ketidaknyamanan dan berdampak pada kualitas hidup pasien.

Sedangkan hasil penelitian yang tidak mengalami komplikasi

dengan kualitas hidup baik sebanyak 34 responden (70,83%) hal ini

menandakan bahwa komplikasi menjadi salah satu faktor kualitas hidup

oleh penderita diabetes mellitus yang menandakan bahwa tingkat

pengetahuan responden yang tinggi karena dapat mengontrol pola

hidupnya sehingga dapat meminimalisir terjadinya komplikasi yang

memang pada dasanya secara teori komplikasi dapat di cegah. Selanjutnya

yang tidak mengalami komplikasi dengan kualitas hidup kurang sebanyak

14 responden (29,17%) hal ini disebabkan karena masih rendahnya nilai

kualitas hidup responden terhadap rasa puas untuk berolahraga serta

dampak yang dirasakan karena penyakit diabetes mellitus yang dialami,

seringnya muncul pikiran negatif dan kekhawatiran terhadap penyakitnya

yang dimana penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan terutama dapat

mengalami nefropati diabetik bahkan amputasi.

55
Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 6,527. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel =

3,841 maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara komplikasi

dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui besarnya hubungan

antara variabel yang telah diuji Chi Square, dilakukan uji Cramers (Uji K)

dengan hasil v2 = 0,299 yang berarti adanya hubungan kategori hubungan

sedang antara komplikasi dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus di

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan jurnal penelitian yang dilakukan

oleh Ningtyas (2013) dengan hasil analisis faktor komplikasi diabetes

melitus dengan menggunakan uji regresi logistik didapatkan hasil nilai p-

value=0,031. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara komplikasi diabetes melitus dengan kualitas hidup pasien

diabetes melitus tipe II. Sehingga, pasien DM tipe II yang mengalami

komplikasi memiliki risiko 11 kali lebih besar memiliki kualitas hidup

yang lebih rendah (tidak puas) dari pada yang tidak mengalami komplikasi

serta sejalan dalam penelitian Teli (2016) dan penelitian cyuan et al (2006)

mendapatkan bahwa komplikasi merupakan faktor yang dapat

menyebabkan rendahnya kualtas hidup pasien diabetes mellitus.

Jika dilihat dari dimensi aspek kesehatan fisik sebagian besar

responden merasa terganggu dari segi terapi medis yang dilakukan, rasa

sakit yang dirasakan bahkan pola istirahat. Dari dimensi kesehatan

psikologis, responden sering muncul perasaan negatif, penurunan harga

56
diri, dan perubahan citra tubuh yang negatif. Responden dengan ulkus

diabeitik stadium 3 memiliki kualitas hidup yang rendah.

Adanya perbedaan hasil penelitian antara penelitian tentang

komplikasi terhadap rendahnya beberapa seperti usia dimana terdapat

perbedaan usia responden yang diteliti oleh tiap-tiap peneliti. Dimana usia

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi karena responden

usia >50 tahun pada umumnya menerima kondisinya sebagai penderita

DM dan memiliki keinginan lebih tinggi untuk mempertahankan kesehatan

terutama kadar gula darahnya dibandingkan yang berusia antara <50

tahun. Diabetes mellitus dengan durasi >5 tahun cenderung memiliki

kepatuhan dan pengontrolan gula darah yang tepat.

3. Hubungan Penerimaan Diri Dengan Rendahnya Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin

Penerimaan diri merupakan kondisi individu dapat mengaktualisasi

dirinya dengan meneima segala kekurangan dan kelebihannya. Penerimaan

diri pada penderita DM merupakan proses adaptasi terhadap permasalahan

kondisi kesehatan yang tidak menyenangkan (Azizah,2019).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

penerimaan diri baik dengan kualitas hidup baik sebanyak 41 responden

(71,93). Hal ini disebabkan karena penerimaan diri yang baik dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus karena responden

sudah dapat menerima segala kelebihan dan kekurangannya selama

57
menderita penyakitnya dan menjalankan pengobatan dan perawatan

dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Serta hasil

penelitian yang menunjukan penerimaan diri baik dengan kualitas hidup

kurang sebanyak 16 responden (28,07) hal ini disebabkan karena masih

rendahnya nilai kualitas hidup responden terutama pada dampak yang

dirasakan akibat penyakit diabetes mellitus. Serta perempuan memiliki

nilai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan laki-laki hal ini

dikarenakan perempuan yang mulai menua akan kehilangan sedikit demi

sedikit hormone ekstrogen yang membuat perempuan kurang bersemangat

dan ini akan berpengaruh terhadap kualitas hidup.

Sedangkan hasil penelitan yang menunjukan penerimaan diri

kurang dengan kualitas hidup baik sebanyak 3 responden (18,75%) hal ini

disebabkan karena rendahnya penerimaan diri responden terhadap kritikan

dari orang lain dan tidak dapat menerima kegagalan yang dialami namun

pada kualitas hidup responden sudah merasa cukup puas dengan kegiatan

kesehariannya terkait penyakit yang dialaminya. Serta dari hasil penelitian

menunjukan bahwa responden penerimaan diri kurang dengan kualitas

hidup kurang sebanyak 13 responden (81,25%) hal ini disebabkan karena

komplikasi dari penyakit diabetes menyebabkan sikap penderita yang

putus asa terhadap kesembuhannya. Dengan sikap individu tersebut

membentuk penerimaan diri yang kurang baik sehingga mempengaruhi

kualitas hidup pasien DM. Penelitian ini menemukan adanya penerimaan

diri yang kurang baik diantara penderita diabetes. Hal ini berkaitan dengan

58
adanya respon penderita yang menjawab, merasa mudah sensitif ketika

orang lain mengkritik tentang kondisi kesehatannya serta merasa orang

lain memberikan respon yang berbeda.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi Square, diperoleh

nilai X2 hitung = 14,756. Karena nilai X2 Hitung > dari nilai X2 tabel =

3,841 maka hipotesis penelitian diterima (ada hubungan antara penerimaan

diri dengan rendahnya kualitas hidup), untuk mengetahui besarnya

hubungan antara variabel yang telah diuji Chi Square, dilakukan uji

Cramers (Uji K) dengan hasil v2 = 0,450 yang berarti adanya kategori

hubungan sedang antara penerimaan diri dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Azizah (2019) dengan

hasil uji Sperman-Rank menunjukan adanya hubungan yang signifikan

antara penerimaan diri dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di poli

penyakit dalam RS Tingkat III Baladhika Husada Jember ( PValue = 0,001

dan r = 0,540) . Berdasarkan hasil tersebut didapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan antara penerimaan diridengan kualita hidup dengan

korelasi sedang dan positif yang berarti semakin tinggi nilai penerimaan

diri maka kualitas hidup semakin baik.

59
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Ada hubungan sedang antara aktifitas fisik dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Ada hubungan sedang antara komplikasi dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Ada hubungan sedang antara penerimaan diri dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Saran

60
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Bagi pihak rumah sakit

Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar memberikan pendidikan

kesehatan kepada pasien diabetes mellitus tentang pentingnya penerimaan

diri, pencegahan terjadinya komplikasi dan aktifitas fisik agar dapat

meningkatkan kualitas hidup.

2. Petugas kesehatan

Disarankan kepada petugas kesehatan yang bertugas agar mengkaji

secara holistik termaksud psikologi pada pasien DM agar dapat

memberikan intervensi yang sesuai dalam meningkatkan kualitas hidup

pasien diabetes mellitus.

3. Keluarga Pasien

Disarankan keluarga pasien agar supaya memberikan dukungan

kepada pasien sehingga pasien dapat termotivasi dalam menjalani proses

penyembuhan.

61

Anda mungkin juga menyukai