Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN DIABETES MELLITUS TYPE 2
DI RS BHAYANGKARA
MAKASSAR

SURIJAH MANCA
21606055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
MAKASSAR
2020

i
PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELLITUS TYPE 2 DI RS BHAYANGKARA MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus diartikan sebagai gangguan metabolisme yang secara genetis

dan klinis termasuk dengan manifestasi yaitu berupa hilangnya toleransi karbohidrat

(Armansyah, 2018). Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dimana terjadi

gangguan kapasitas tubuh dalam menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat dari

kekurangan insulin atau resistensi insulin (Tamara, dkk. 2014).

Menurut Masriadi (2013) diabetes mellitus tipe 2 lebih sering dijumpai dari

diabetes mellitus tipe 1, dan diperkirakan ditemukan sebanyak 90 hingga 95 persen

dari seluruh kasus diabetes mellitus. Hayek (2014) menyatakan bahwa diabetes

mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada orang dewasa (kadang dapat terjadi pada anak

dan remaja), dan disebabkan oleh adanya kekurangan hormone insulin secara relative.

Umumnya terjadi secara perlahan-lahan dan tanpa gejala serta secara bertahap akan

bertambah berat. Diabetes mellitus tipe 2 sering disebut juga dengan insulin

requirement (membutuhkan insulin) yang diakibatkan karena pankreas yang tidak

dapat menghasilkan insulin yang cukup sehingga membuat kadar glukosa

1
2

darah menjadi tinggi yang dimana disebabkan karena tubuh tidak dapat merespon

insulin (Spasic, 2014).

Masalah ketidakpatuhan terhadap penggunaan obat dapat menjadi masalah

yang serius karena dapat mengakibatkan gagalnya terapi dan meningkatkan angka

hospitalisasi. Menurut Word Health Organization (2017) dalam Tamara (2014),

sebesar 5,5% pasien masuk rumah sakit akibat ketidakpatuhan terhadap terapi

pengobatan. Kepatuhan (adherence) yang baik merupakan hal yang penting. Adanya

ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang

sangat besar karena persentase kasus penyakit tersebut di seluruh dunia mencapai

54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan

meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020.

Internasional Diabetes Federation (2015) dalam Nur (2017) menyatakan

prevalensi diabetes mellitus terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini terdapat 415

juta orang dewasa berusia 20-79 dengan diabetes di seluruh dunia termasuk 193 juta

yang tidak terdiagnosis. Pada akhir tahun 2015 terdapat 5.0 kematian, dan jika tidak

dihentikan pada tahun 2040 akan ada 642 juta orang yang akan hidup dengan

Diabetes Mellitus. Angka kejadian DM di Indonesia merupakan negara menempati

urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India,

Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico.

Word Health Organisation (2009) mendefinisikan self-care sebagai

kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kesehatan,

mencegah penyakit, menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit dan kecacatan dengan

atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan.

Self care merupakan teori keperawatan yang dikembangkan oleh Dorothea

Orem (1971). Orem mengembangkan definisi keperawatan yang menekankan


3

kebutuhan klien terhadap perawatan diri sendiri. Perawatan diri sendiri (self care)

dibutuhkan oleh setiap individu manusia, baik laki-laki maupun perempuan, anak-

anak maupun dewasa. Saat self care tidak dapat terpenuhi maka akan mengakibatkan

terjadinya kesakitan ataupun kematian.

Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klien tidak dapat

memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan sosial. Perawat akan

menilai apa yang membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya, apa yang harus

dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, serta menilai seberapa jauh klien

mampu memenuhinya secara mandiri.

Diatara semua yang terdiagnosis diabetes, kurang lebih setengahnya tidak

dapat mengontrol kadar glukosanyameskipun tersedia pengobatan yang efektif.

Akibatnya jutaan penderita DM meningkat resikonya terhadap komplikasi serius yang

seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diperlambat. Resiko komplikasi ini

dihubungkan dengan genetik/keturunan, dan meningkat sejalan dengan lamanya

hiperglikemia. Berbagai komplikasi kronik ini menyebabkan tingginya angka

kesakitan dan kematian DM dan sangat mengurangi kualitas hidup dari pasien DM

(Adnyana Losen, 2006). DM seringkali menyebabkan berbagai masalah kecacatan

fisik dan pada akhirnya nanti mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

WHO mendefinisikan kualitas hidup (QoL) sebagai persepsi atau pandangan

seseorang terhadap posisi dalam hidupnya dalam konteks sistem nilai dan budaya

dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan hidupnya, harapan, standar dan

fokusnya. Kualitas hidup merupakan konsep yang sangat luas, yang mempengaruhi

kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat lingkungan yang penting. Dokter

maupun perawat mengevaluasi beratnya penyakit dan derajat kerusakan, tetapi

pendapat mereka tentang kualitas hidup pasien mungkin saja sangat berbeda dengan
4

pandangan pasien. Faktor sosial dan budaya sangat mempengaruhi pandangan pribadi

pasien tersebut (C. a. Chesla et al., 2004).

Keinginan untuk mendapat kualitas hidup yang tinggi mempengaruhi

panjangnya usia seseorang dan faktanya pasien sangat membutuhkan untuk terus

menjalankan hidupnya dengan kualitas hidup yang memuaskan. Sangatlah penting

untuk melihat pengaruh psikososial sambil menilai kualitas hidupnya. Pentingnya

meningkatkan kualitas hidup pasien DM karena kualitas hidup sangat berkorelasi erat

dengan respon terhadap terapi, perkembangan penyakit dan bahkan kematian akibat

DM. Dalam studi sebelumnya didapat bahwa penerimaan seseorang akan

kesehatannya sebagai prediktor indipenden kesakitan dan kematian pasien mengalami

gagal ginjal, dimana 60% dari pasien tersebut adalah pasien DM. Semakin rendah

kualitas hidup seseorang maka semakin tinggi resiko kesakitan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) menyatakan angka

kejadian Diabetes Mellitus di Indonesia terjadi peningkatan dari 1,1% di tahun 2007

meningkat menjadi 2,1% di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta

jiwa. Di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi

DM sebesar 2,5-2,3% pada penduduk yang usianya lebih dari 15 tahun, bahkan di

daerah urban prevalensi DM sebesar 1,4% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi

tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan Negara maju, sehingga diabetes

mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius (PERKENI, 2015

dalam Hestiana, 2017).

Selain tingkat Dunia dan Indonesia kasus DM juga terjadi di tingkat

kabupaten/kota khususnya Kota Makassar. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Kota Makassar, angka kejadian penyakit Diabetes Mellitus pada tahun 2016 yaitu

5700 kasus, pada tahun 2017 meningkat menjadi 14,067 kasus, pada tahun 2018
5

menjadi 14.604 kasus, dan semakin meningkat di tahum 2019 menjadi 21.452 kasus

(Nuradhani, Arman, & Sudirman, 2017).

Di Rumah Sakit Bhayangkara sendiri prevalensi DM juga terus mengalami

jumlah kasus yang terus cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan

survey yang dilakukan oleh peneliti dari data rekam medik Rumah Sakit Bhayangkara

di tahun 2017 pasien rawat jalan menjadi sebanyak 1089 orang dan rawat inap

sebanyak 410 orang, di tahun 2018 terjadi penurunan pada pasien rawat jalan

sebanyak 1017 orang dan rawat inap sebanyak 397 orang, di tahun 2019 pada pasien

rawat jalan bertambah menjadi 5421 orang dan rawat inap sebanyak 788 orang (RS

Bhayangkara Makassar, 2020).

Hal yang terjadi di atas membuktikan bahwa penyakit DM layak menjadi

perhatian khususnya di Kota Makassar yang kini juga memiliki prevalensi penyakit

DM yang cukup tinggi yang dapat kita lihat dari paparan sebelumnya. Kecemasan ini

apabila tidak ditangani secara baik maka akan menimbulkan masalah tersendiri yang

akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan penyakit DM (Wahyuni, 2018).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian

menganai hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di

RS. Bhayangkara Makassar tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu

“hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di RS

Bhayangkara Makassar?”
6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe 2 di RS Bhayangkara Makassar.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui hubungan self care pasien diabetes mellitus tipe 2.

b) Untuk mengetahui hubungan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2.

c) Untuk mengetahui hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus

tipe 2.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai sumber ilmiah dan bahan tambahan bagi peneliti selanjutnya serta

sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah

2. Manfaat Institusi

Manfaat yang bisa diperoleh bagi institusi adalah sebagai sumber referensi

pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam asuhan keperawatan pasien DM

tipe 2.

3. Manfaat Praktis

Sebagai bahan tambahan pengalaman dan wawasan mengenai beberapa upaya

perawatan diri (self care) pada penderita DM tipe 2.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai bahan tambahan informasi bagi masyarakat khususnya bagi pasien

DM tipe 2 dalam upaya melakukan perawatan diri secara mandiri (self care) dengan

baik dan teratur.


7

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh penurunan

kadar hormone insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas sehingga

menimbulkan peningkatan kadar gula darah. Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin. Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit tidak menular yang

prevalensinya cukup tinggi di dunia (Rizki, 2019).

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein sehingga meningkatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia).

Diabetes Mellitus ini sangat mempengaruhi kehidupan penderita, dan mengancam

jiwa jika tidak ditangani secara baik. Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan

gejala yang timbul diakibatkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah karena

kekurangan insulin baik absolute maupun relatif (Word Health Organization, 2016

dalam Arviani, 2015).

Hubungan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien DM tipe 2 yaitu usia

pasien dengan kategori lansia memiliki kualitas hidup yang baik dikarenakan pasien

telah mampu beradaptasi dengan penyakitnya, pada jenis kelamin perempuan

memiliki kualitas hidup yang rendah dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan rasa

cemas dan berlebih dan rasa kurang puas terhadap pengobatan, pendidikan semakin

tinggi, memiliki rasional yang tinggi, lama penderita diabetes mellitus seseorang
8

dengan durasi DM tipe 2 <10 tahun memiliki kualitas hidup lebih buruk dari mereka

yang telah mengidap DM tipe 2 >10 tahun (Kusumadewi, 2012).

Self care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan

klien penderita diabetes (Inge Ruth, 2014). Peningkatan self care diabetes akan

berdampak terhadap peningkatan status kesehatan dan kualitas hidup pasien diabetes

karena self care diabetes merupakan upaya dasar untuk mengontrol dan mencegah

terjadinya komplikasi yang timbul oleh kondisi diabetes (Reny chaidir, 2017).

Dapat disumpulkan bahwa diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik

dengan kumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah

atau hiperglikemia akibat penurunan sekresi insulin dan kerja insulin di pankreas.

2. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya (Devi,

2019):

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat

melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula

dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan

berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lenih

sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa

terbawah oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)


9

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena

glukosa didalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup

tinggi.

d. Penyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa

mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi.

3. Klasifikasi

Secara garis besar Diabetes Mellitus (DM) diklasifikasikan menjadi :

a. Diabetes tipe 1

Biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β

(beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga

menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses autoimun, namun

hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,

memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap

tahun baik di Negara maju maupun di Negara berkembang (Chasesns, 2013).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai

oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Biasanya terjadi pada usia dewasa

(WHO, 2014). Seringkali diabetes mellitus tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah

onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari

penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari

memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas

fisik (Chasesns, 2013).

c. Diabetes mellitus Gestational


10

Jenis DM ini terjadi intoleransi tingkat glukosa pada masa kehamilan,

penyebabnya hormone yang disekresikan plasenta menghambat kerja insulin. hal ini

biasa terjadi pada saat hamil muda dan akan normal setelah proses persalinan. Penting

untuk mengetahui jenis DM, karena dapat berdampak buruk pada janin jika tidak

ditangani segera. Ada sekitar 2%-5% DM Gestational yang terjadi dari seluruh

kehamilan dan khususnya pada wanita obesitas akan berisiko sekitar 30%-40%

menderita DM dikemudian hari.

d. Diabetes tipe lain

Penyakit Diabetes Mellitus tipe lain dapat berupa DM yang spesifik

fisebabkan defek genetic fungsin insulin, defek genetic kerja insulin (kerusakan

genetic sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati karena infeksi, penggunaan obat-obat kimiawi, sebab imunologis yang

jarang dan sindrom genetic yang terkait DM.

4. Patofisiologi

Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya insulin namun tidak mutlak. Ini berarti

bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi

insulin perifer (Devi, 2019). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada

reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif

mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (Devi, 2019). Dalam kebanyakan

kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin

yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.
11

5. Komplikasi DM tipe 2

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain lain (Fatimah, 2015):

a. Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat tiga

macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah

jangka pendek, diantaranya:

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi

diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer & Bare,

2014 dalam Fatimah, 2015).

2. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa

dalam darah sedangkan insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis

(Fatimah, 2015).

3. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes mellitus yang ditandai dengan

hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price &

Wilson, 2014 dalam Fatimah, 2015).

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson (2014)

dalam Fatimah (2015) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil

(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)

diantaranya:
12

1. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai

dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil.

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300

mg/24 jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6

bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

3) Kerussakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada

pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang

menyerang semua tipe saraf.

2. Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko

jantung coroner.

1) Penyakit jantung coroner

Komplikasi penyakit jantung coroner pada pasien DM disebabkan karena

adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada

atau disebut dengan SMI (silent myocardial infarction).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM untuk

terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada

komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan
13

penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smaltzer & Bare, 2014 dalam Fatimah,

2015).

6. Faktor Risiko DM

a. Faktor risiko yang dapat diubah (Aji, 2016):

1. Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku sesorang yang ditunjukkan dalam aktivitas

sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan minuman bersoda adalah

salah satu gaya hidup yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2.

2. Diet yang tidak sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu makan,

sering mengonsumsi makan siap saji (Izza, 2019).

3. Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit

DM. menurut Fauzi (2018), obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin

(resisten insulin). semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin

resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul didaerah sentral

atau perut (central obesity). Perhitungan berat badan ideal dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT) menurut WHO (2014) dalam Askandar (2015), yaitu:

IMT = BB (kg)/TB (m2)

Table 1. klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi Berat Badan

< 18,5 Kurang

18,5 - 22,9 Normal

23 - 24,9 Kelebihan

≥ 25,0 Obesitas
14

4. Tekanan darah tinggi

Menurut Nuraini (2015) tekanan darah tinggi merupakan peningkatan

kecepatan denyut jantung, penignkatan merupakan resitensi (tahanan) dari pembuluh

darah tepid an peningkatan volume aliran darah.

b. Faktor risiko yang tidak bisa diubah

1. Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes tipe

2. DM tipe terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45

tahun (American Hearth Association, 2015 dalam Fauzy, 2018). Meningkatnya risiko

DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi

fisiologis tubuh.

2. Riwayat keluarga diabetes mellitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang

menderita DM mempunyao anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut

(Ehsa, 2018). Fakta menunjukka bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM

tingkat risiko terkena DM sebesar 4,3 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih

tinggi jika ayah penderita DM. apabila kedua orang tua menderita DM, maka akan

memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Meidikayanti, 2017).

3. Ras atau latar belakang etis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli

Amerika, dan Asia (Aji, 2016).

4. Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5

kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2014).


15

7. Pencegahan DM

Pencegahan DM dapat dilakukan terutama pada pengendalian badan, olahraga

dan mengkonsumsi makanan yang sehat. Untuk pengendalian ini dilakukan dengan

menurunkan berat badan sedikit (5%-7% dari total berat) disertai dengan 30 menit

kegiatan fisik/olahrag 5 hari per minggu disertai dengan mengonsumsi makanan sehat

secukupnya. Untuk itu setiap orang yang berusia sekitar 45 tahun dianjurkan untuk

mengidentifikasi diri terhadap risiko DM, terutama pada yang memiliki berat badan

berlebih (obesitas) (Putri, 2018). Adapun pencegahan DM yaitu:

a. Pencegahan primordial

yaitu pencegahan kepada masyarakat sehat, untuk berperilaku positif

mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM. Misalnya

berperilaku sehat, tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang

ataupun melakukan diet, membatasi diri pada makanan tertentu atau kegiatan jasmani

yang memadai (Azrimaidaliza, 2011).

b. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang

memiliki factor risiko, yakni mereka yang belum terpapar suatu penyakit tetapi

berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Hal ini dapat

dilakukan melalui promosi kesehatan (penyuluhan) kepada masyarakat, antara lain

mengenai program penurunan berat badan, latihan jasmani, bahaya merokok sampai

pada intervensi farmakologi ) (Putri, 2018).

c. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder

dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian
16

risiko penyulit yang lain dengan pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini

adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan

sejak awal pengelolaan penyakit DM. program penyuluhan memegang peran penting

untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga

mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan

pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya ) (Putri, 2018).

d. Pencegahan tersier

Ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah mengalami penyulit

dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas

hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan

menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan

keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk

mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan

kesehatan komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di

Rumah Sakit rujukan. Kerja sama yang baik antara para ahli diberbagai disiplin

(jantung, ginjak, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vascular, radiologi, rehabilitasi

medis, gizi, podiatris dan lain-lain) yang sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencegahan tersier (Putri, 2018).

8. Penatalaksaan

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus secara umum bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup penyandang DM. berikut langkah-langkah

penatalaksanaan DM yaitu: ) (Putri, 2018).

a. Edukasi pasien: penting utnuk mempunyai perawatan pribadi, edukasi mandiri, dan

lain-lain.
17

b. Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes mellitus, lakukan terapi

komplikasi metabolik akut (lihat selanjutnya) dan terapi hipoglikemik seumur hidup,

pemeriksaan untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan penglihatan

(retinopati dan katarak), system kardiovaskular (denyut nadi perifer, tanda-tanda

gagal jantung, hipertensi), system saraf (neuropati system saraf otonom dan/atau saraf

sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangrene, dan infeksi). Fungsi ginjal (kreatinin dan

albuminuria) harus diperiksa.

c. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus

memungkinkan pasien menjalani hidup normal hal ini membutuhkan edukasi dan

dukungan kepada pasien. Usaha memaksimalkan prognosis tergantung pada control

glukosa darah secara optimal dan menyingkirkan faktor-faktor risiko kardiovaskular

seperti rokok, hipertensi (usaha tekanan darah <120/80 mmHg), dan hyperlipidemia.

Kontrol kadar glukosa yang optimal dengan sendirinya dapat memperbaiki kadar

kolesterol, namun apabila kadar kolesterol tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan

lipid secara agresif dengan statin dapat dilakukan. Hampir semua orang yang

menderita diabetes dan memiliki penyakit vascular seharusnya mendapat terapi statis.

d. Terapi spesifik diabetes mellitus

1. Sarankan perubahan pola makan, usahakan mencapai berat badan ideal (karena

obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat badan

dapat mengurangi resistensi pada diabetes tipe 2). Batasi asupan karbohidrat olahan

dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh, hindari

konsumsi alcohol yang berlebih.

2. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak

cukup mengontrol metabolisme.


18

3. Sulfinilurea: glikazid, glibenklamid, tolbutamid dapat meningkatkan pelepasan insulin

dari sel β pankreas (dengan menutup saluran K+, menyebabkan depolarisasi sel).

Dapat menyebabkan kenaikan berat badan atau hipoglikemia.

4. Biguanid: metformin. Mekanisme kerjanya belum jelas dapat menimbulkan anoreksia

ringan sehingga diindikasikan pada individu yang obesitas. Mengurangi resistensi

insulin dan glukoneo genesis di hati. Efek sampingnya: gangguan saluran pencernaan

dan asidosis laktat, walaupun jarang.

5. Inhibitor α-glukosidase: gangguan saluran pencernaan karbohidrat, mengurangi

absopsi glukosa di usus. Efek samping: kembung dan diare.

6. Regulator glukosa setelah makan (post-prandial glucose relators [PPGR]).

Repaglinid-menstimulasi pelepasan insulin oleh sel β pankreas. Hipoglikemia lebih

jarang terjadi pada penggunaan obat ini dibandingkan dengan golongan sulfonylurea

karena durasi kerjanya yang pendek. Efek samping: disfungsi hati.

7. Tiazolidinedion: troglitazon (ditarik dari peredaran), rosgkitazon, pioglitazone. Obat-

obatan tersebut bekerja dengan meningkatkan sensitifitas terhadap insulin,

mengaktivasi peroxisome proliferator-activited receptor (PPAR-y), sehingga

menstimulasi transkripsi molekul transporter glukosa glut-1. Efek samping:

hepatotoksisitas.

8. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes

tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis insulin:

rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan, walaupun beberapa pasien

lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Sediaan yang berbeda memiliki

onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek, menengah, atau panjang). Sediaan

dengan kombinasi berbeda antara lama kerja pendek dengan menengah/panjang

sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami modifikasi kimiawi,
19

misalnya lispro, yang memilki onset yang cepat dan lama kerja yang lebih singkat,

sehingga memungkinkan pemberian langsung sebelum makan. Obat hipoglikemik

oral (misalnya metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk

menderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sinsitivitas terhadap insulin. efek

samping dari insulin adalah hipoglikemia, kenaikan berat badan, dan lipohipertrofi

pada tempat-tempat injeksi.

B. Tinjauan tentang Self Care Pada Pasien DM Tipe 2

1. Pengertian

Self care merupakan salah satu teori keperewatan yang dikemukakan oleh

Dorothem Orem. Definisi self care menurut Orem adalah tindakan manusia yang

dilakukan oleh seseorang untuk dirinya guna mengantur fungsinya sebagai seorang

manusia (Muhlisin, 2017).

Pengertian lain dari self care yang dikemukakan oleh Orem yaitu suatu

pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu untuk

memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kesehatan, dan kesejahteraannya sesuai

keadaan, baik sehat maupun sakit (Ariani, 2016). Jika self care dibentuk dengan

efektif, maka hal tersebut akan membantu integritas struktur dan fungsi manusia dan

erat kaitannya dengan perkembangan manusia (Muhlisin, 2017). Pengobatan DM

akan berhasil jika penatalaksaan DM dilakukan berdasarkan kemampuan pasien mulai

melakukan tindakan secara mandiri yakni aktivitas self-care.

2. Self Care Diabetes Melitus

Self care DM merupakan program yang harus dijalankan sepanjang kehidupan

penderita DM dan menjadi tanggung jawab penuh bagi penderita DM. self care DM

bertujuan mengoptimalkan kontrol metabolik, mengoptimalkan kualitas hidup, serta


20

mencegah komplikasi akut dan kronis. Beberapa studi menunjukkan bahwa menjaga

glukosa darah tetap normal dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi karena DM.

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh

penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan tindakan self care

untuk mengontrol glukosa darah, meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik

(olahraga), perawatan kaki, penggunaan obat diabetes, dan monitoring gula darah.

Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur hidup dalam

pengendalian kadar gula darah. Terapi pada DM memiliki tujuan utama yaitu untuk

mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM dengan cara menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

memelihara kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar glukosa darah dalam batas

normal tanpa terjadi hipoglikemia.

a. Terapi nutrisi (manajemen diet)

Penatalaksaan diet pada pasien DM memiliki beberapa tujuan yaitu

mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal, mencapai dan

mempertahankan berat badan dalam batas normal atau kurang lebih 10% dari verat

badan ideal, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas

hidup. Penatalaksanaan nutrisi dimulai dari menilai kondisi pasien atau status gizi

pasien dengan cara menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal ini bertujuan agar

pasien mengetahui apakah penderita mengalami obesitas, normal, atau kurang gizi.

IMT normal orang dewasa adalah antara 18,5-25.

Konsumsi makanan untuk pasien DM harus diperhatikan, misalnya

mengonsumsi makanan berkolestrol harus batasi karena akan hiperkolestrol yang kan

menyebabkan aterosklerosis. Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang


21

dianjurkan adalah karbohidrat 45-65%, protein 10-205, lemak 20-25%, kolestrol <300

mg/hr, serat 25 g/hr, gara, dan pemanis dapat digunakan secukupnya.

b. Latihan fisik (olahraga)

Penatalaksanaan latihan fisik nertujuan untuk meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin dengan cara menurunkan kadar

glukosa. Manfaat lainnya adalah memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot,

mengubah kadar lemak darah yaitu menurunkan kolestrol total dan trigliserida serta

meningkatkan kadar HDL-kolestrol.

Olahraga bagi penderita diabetes yang dianjurkan adalah sesuai CRIPE

(Contious Rythmiccal Intensicy Progressife Endurance), yaitu dilakukan secara terus

menerus tanpa berhenti sehingga otot-otot berkontraksi dan relaksasi seraca teratur.

Otot yang berkontraksi seraca teratur ini akan merangsang peningkatan aliran darah

dan penarikan glukosa ke dalam sel. Latihan CRIPE sebaiknya dilakukan minimal 3

kali dalam seminggu dan dua hari lainnya melakukan olahraga yang disenangi

penderita diabetes.

c. Monitoring kadar gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan pemantauan

kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi dini dan mencegah

terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan dalam jangka panjang akan

mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Monitoring ini dianjurkan bagi

pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil, memiliki kecenderungan untuk

mengalami ketosis berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan.


22

d. Terapi farmokologi/minum obat DM

Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati normal adalah tujuan

dari terapi farmokologi dengan insulin. Insulin juga merupakan terapi obat jangka

panjang untuk penderita DM tipe 2 karena bertujuan untuk mengendalikan kadar

glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO)

ketika tidak dapat menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan

secara kontemporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan, dan

beberapa kejadian stres pada penderita DM tipe 2.

OHO saat ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang memperbaiki kerja

insulin dan obat yang meningkatkan kerja insulin. Golongan obat yang memperbaiki

kerja insulin adalah obat=obatan seperti metformin, glitazone, dan akarbose. Obat-

obatan ini bekerja pada tempat di mana terdapat insulin yang mengatur glukosa darah

seperti pada hati, usus, otot, dan jaringan lemak. Sementara golongan obat yang

meningkatkan kerja insulin adalah sulfonil, repaglinid, dan insulin yang disuntikkan.

Obat-obatan ini berfungsi untuk meningkatkan pelepasan insulin yang disuntikkan

untuk menambah kadar insulin di sirkulasi darah. Obat-obatan golongan diatas

memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

e. Perawatan kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan penderita

DM untuk merawat kaki yang bertujuan mengurangi resiko ulkus kaki. Hal-hal yang

perlu diperhatikan saat perawatan kaki adalah penderita DM harus memeriksa kondisi

kaki setiap hari, mencuci kaki dengan bersih dan mengeringkannya menggunakan lap,

memeriksa dan memotong kuku kaki secara rutin, memilih alas kaki yang nyaman,

serta mengecek bagian sepatu yang akan digunakan.


23

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self care

a. Umur

Prevalensi penderita DM meningkat seiring dengan bertambahnya usia. DM

tipe 2 banyak diderita oleh orang dewasa berusia diatas 40 tahun. Proses

bertambahnya usia juga mempengaruhi homeostasis tubuh, termasuk perubahan

fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dan menyebabkan gangguan

sekresi hormone atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel yang

berdampak terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Usia 50 tahun keatas akan

terjadi peningkatan 5-10 mg/dl setiap tahun (Putra, 2017).

b. Jenis kelamin

Pasien DM tipe 2 lebih banyak diderita oleh wanita dewasa. Angka kejadian

DM tipe 2 terus meningkat pada wanita. Hal ini karena produksi hormone estrogen

menyebabkan pengendapan lemak dengan sub kutis (Andayani, 2010).

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan turut berpengaruh terhadap aktivitas self care diabetes

pada pasien DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 dengan tingkat pendidikan yang tinggi

dapat lebih terampil utnuk mengatur (manage) dirinya sendiri untuk melakukan

perawatan diri secara mandiri (Vard, 2014).

d. Pekerjaan

Pekerjaan menurut Riskesdes terbagi atas bekerja/tidak bekerja, salah satu

penelitian yang dilakukan di India mendapatkan hasil bahwa variable pekerjaan

signifikan terkait dengan kemampuan kontrol glikemik sebagai salah satu kegiatan

keperawatan diri (p<0,001) (Rachmawati, 2015).


24

e. Lama menderita DM tipe 2

Lama menderita DM turut mempengaruhi aktivitas self care diabetes pasien

DM. usaha memperbaiki kadar glukosa darah dapat dilakukan melalui terapi diabetes

secara intensif untuk peningkatan kualitas hidup. Perlu adanya pengetahuan, self

efficacy dan dukungan sosial untuk peningkatan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe 2. Self efficacy secara konstan mempengaruhi self care diabetes, pasien

yang memiliki self efficancy tinggi akan menunjukkan perilaku self care yang lebih

baik (Sari, 2017).

f. Pengetahuan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2015) dalam Kurnia (2017)

mengemukakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan

dengan hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang.

g. Kepemilikan jaminan kesehatan

Pelayanan kesehatan mencakup semua pelayanan yang bertumpu pada

diagnosis suatu penyakit dan perlakuan yang harus diberikan, atau system promosi,

perawatan dan restorasi kesehatan. Setiap jenis pelayanan kesehatan yang diberikan

mempengaruhi besarnya dana yang harus dibayarkan oleh konsumen (Hadiyati,

2017). Penderita DM tipe 2 yang telah terdaftar sebagai peserta dari BPJS kesehatan,

sebagian besar telah mengakses fasilitas kesehatan.

h. Dukungan keluarga

Menurut Lawrence Green (2011) dalam Darmawan (2018) bahwa perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor presposisi seperti pengetahuan,

sikap, dan motivasi, faktor pemungkin seperti sarana atau fasilitas kesehatan dan

faktor penguat seperti dukungan keluarga, teman dan tenaga kesehatan.


25

Salah satu sumber dukungan bagi penderita DM tipe 2 yaitu berasal dari

keluarga. Keluarga menurut (Friedman (2010) dalam Sefrina (2016) adalah kelompok

individu yang tinggal bersama dalam suatu rumah tangga dimana hubungan terjalin

dikarenakan adanya kedekatan emosional diantara masing-masing anggotanya dengan

atau tanpa adanya hubungan darah, pernikahan dan adopsi.

i. Dukungan tenaga kesehatan

Salah satu sumber dukungan bagi penderita DM tipe 2 yaitu berasal dari

tenaga kesehatan. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan

mendefinisikan tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan (Hestiana, 2017).

C. Tinjauan Umum tentang Kualitas Hidup

1. Pengertian

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of Life

(WHOQOL) Group, didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu

dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan

hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian

seseorang (Nimas, 2016).

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari posisi mereka

dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan

dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan kekhawatiran

(WHO, 2014 dalam Nimas, 2016).

Ferrans dan Powers (dalam Andrian, 2014) mendefinisikan kualitas hidup

sebagai perasaan seseorang terhadap kesejahteraan hidupnya yang berasal dari


26

kepuasan atau ketidakpuasan yang berkaitan dengan bidang kehidupannya yang

penting. Definisi ini membahas fakta bahwa nilai-nilai masyarakat menyebabkan

berbagai aspek kehidupan memiliki dampak yang berbeda terhadap kualitas hidup

individu. Selain itu, kepuasan digunakan untuk mendefinisikan konstruk karena

menunjukkan evaluasi berdasarkan perbandingan kondisi kehidupan yang diinginkan

dan kondisi kehidupan yang aktual (Andrian, 2014).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup antara lain (Hardi, 2016) :

a. Gender atau Jenis Kelamin

Wanita memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan. pasien

laki-laki secara bermakna. Tingginya angka kejadian Diabetes Mellitus pada

perempuan dipengaruhi oleh salah satu faktor resiko, yaitu kegemukan.Perempuan

memproduksi hormon estrogen yang menyebabkan pengendpan lemak meningkat

pada jaringan sub kutis, Pada laki-laki jumlah lemak tubuh < 25% dan pada

perempuan jumlah lemak tubuh < 35%. Keadaan ini menyebabkan kejadian Diabetes

Mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Hardi, 2016)

b. Usia

Proses penuaan yang disebabkan oleh perubahan anatomis, fisiologis dan

biokimia menyebabkan penurunan insulin dan terjadinya gangguan sel beta yang

menyebabkan produksi insulin berkurang pada usia lanjut. Penderita DM dengan

ulkus diabetikum usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik karena

biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua. Usia tua

akan memiliki peningkatan risiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa

karena faktor degeneratif umumnya yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk

memetabolisme glukosa (Wicaksono, 2011 dalam Hardi, 2016). Proses bertambahnya


27

usia dapat mempengaruhi homeostasis tubuh, termasuk perubahan fungsi sel beta

pankreas yang menghasilkan insulin akan menyebabkan gangguan sekresi hormon

atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel yang berdampak

terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Pada usia 50 tahun keatas akan terjadi

peningkatan 5-10 mg/dl setiap tahun (Hardi, 2016)

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting yang perlu dimiliki pasien Diabetes

Mellitus, karena pendidikan merupakan indikator terhadap pengertian pasien tentang

perawatan, penatalaksanaan diri, dan pengontrolan kadar glukosa. Pendidikan yang

baik akan menghasilkan perilaku positif sehingga lebih terbuka dan obyektif dalam

menerima informasi tentang pentalaksanaan Diabetes Mellitus. Keterbukaan pasien

Diabetes Mellitus terhadap ianformasi kesehatan akan menuntut pasien untuk aktif

menjalankan aktivitas self care, sehungga kadar glukosa darah dapat terkendali dan

status kesehatan pasien tetap stabil (Javanbakht et al., 2012 dalam Hardi, 2016).

d. Status Kontrol

Motivasi untuk menjalankan kontrol rutin dari dukungan dari keluarga atau

sosial akan meningkatkan kepatuhan psien Diabetes Mellitus dalam menjalankan

aktiivitaas self care. Bila pasien patuh menjalankan aktivitas self care, maka

pengendaian kadar glukosa darah yang menjadi tujuan utama pentalaksanaan

Diabetes Mellitus akan berada dalam batas normal, komplikasi tidak akan terjadi dan

keadaan ini akan meningkatkan kualitas hidup.


28

e. Lama Menderita DM

Kualitas hidup yang rendah terdapat pada durasi Diabetes Mellitus yang

panjang. Hal ini dikarenakan lama menderita Diabetes Mellitus memiliki efek negatif

diantaranya ada kesehatan umum, kesejahteraan emosional dan fungsi sosial, hal ini

mungkin disebabkan adanya perkembangan komplikasi. Penyakit Diabetes Mellitus

dapat memberikan efek psikologi seperti depresi, dimana pasien menunjukkan sikap

yang negatif dalam pengendalian diabetes melitus seperti tidak mengikuti program

diet yang telah diprogramkan, kurang aktifitas fisik, merokok dan kurangnya

kepatuhan terhadap pengobatan (Hardi, 2016).

f. Komplikasi Akibat DM

Komplikasi akut ataupun kronis yang dialami oleh pasien DM akan merupakan

masalah yang serius. Komplikasi tersebut dapat meningkatkan ketidakmampuan

pasien secara fisik, psikologis, dan sosial. Gangguan fungsi dan perubahan tersebut

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DM tipe 2 (Yusra, 2010).

3. Aspek-aspek kualitas Hidup

Menurut WHO (2014) dalam Hardi (2016) terdapat empat aspek mengenai

kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut :

a. Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada zat dan

alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan,

tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

b. Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan, perasaan

negative, perasaan positif, harga diri, spiritualitas, agama, keyakinan pribadi,

berfikir, belajar, memori dan konsentrasi.

c. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas

seksual.
29

d. Hubungan dengan lingkungan, diantara sumber keuangan kebebasan, keamanan

fisik dan kemanan kesehatan dan perawatan sosial : aksebilitas dan kulitas,

lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru,

partisipasi dalam peluang untuk kegiatan rekreasi/olahraga, lingkungan fisik

(polusi/ suara/ lalu lintas/ iklim) (Hardi, 2016).

4. Pengukuran Kualitas Hidup

Banyak instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup. WHO

(1997) menjelaskan bahwa pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan

menggunakan instrumen Word Health Organization Quality Of Life-100 (WHOQOL-

100) dan Word Health Organization Quality Of Life-BREF (WHOQOL-BREF).

Struktur WHOQOL-100 memiliki enam dominan yaitu :

a. Kesehatan fisik

b. Psikologis

c. Tingkat aktivitas

d. Hubungan sosial

e. Lingkungan

f. Spiritualitas/agama/kepercayaan.

WHOQOL-BREF merupakan instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang

merupakan versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF terdiri dari empat

domain. Struktur dari WHOQOL-BREF merupakan gabungan dari beberapa domain

yang terdapat pada WHOQOL-100. Domain yang digabungkan adalah domain 1 dan

3, dan juga penggabungan domain 2 dan 6, sehingga menciptakan empat domain

kualitas hidup yaitu :

a. Kesehatan fisik

b. Psikologis
30

c. Hubungan sosial

d. Lingkungan. (WHO, 1997)

D. Sintesa Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel Sintesa
Penelitian Sebelumnya
No Judul penelitian Peneliti Sampel & Hasil/Temuan
Desain
Penelitian
1 Kassahun et 1. 309 pasien Pasien dengan
Diabetes Related al, (2016) 2. Cross- pendidikan rendah
Know, Self Care sectional berkorelasi secara
Behaviours And study bermakna
Adherence To terhadap
Medicatios Among perawatan diri
Diabetic Patients In (self Care) yang
Southwest Ethiopia: buruk (p<0,05).
A Cross Sectional
Survey
2 Self Care Behaviors Rawashdeh 1. 177 pasien Pendidikan tinggi
Of Adults With Type (2017) 2. Cross- secara signifikan
2 Diabetes Mellitus sectional mempengaruhi
In Greece. study self care
behaviours
(p<0,001).
3 Influence Of Cosansu et al, 1. 350 pasien Hasil uji
Psychosocial Factors (2014) 2. Cross menemukan
On Self Care sectional tingkat
Behaviors And study pendidikan pasien
Glycemic Control In DM tipe 2
Turkish Patients With berhubungan
Type2 Diabetes dengan
Mellitus manajemen diri
pada diabetes
4 Hidayah mellitus.
Hubungan Perilaku 3. 79 pasien
(2019) Hasil penelitian
Self-Management 4. Cross
menunjukkan
Dengan Kadar Gula sectional
bahwa tanda dan
Darah Pada Pasien study
gejala yang
Diabetes Mellitus muncul pada
Tipe 2 Di Wilayah kedua pasien
Kerja Puskesmas hampir sama,
Pucang Sewu, namun terdapat
Surabaya beberapa
perbedaan dengan
31

teori yaitu pada


pengkajian,
diagnosa,
intervensi,
5 Asnaniar 5. 38 pasien implementasi dan
Hubungan Self Care (2019) Cross evaluasi.
Management sectional Hasil penelitian
Diabetes dengan study menunjukan ada
Kualitas Hidup hubungan antara
Pasien Diabetes self care dengan
Mellitus Tipe 2 kualitas hidup
pada pasien
diabetes melitus
di Puskesmas
Antang Makassar
(p= 0.000).
Sumber: Asnaniar (2019), Cosansu, et al. (2014) , Chourdakis et al, (2014), Hidayah
(2019) & Kassahun, et al. (2016)

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Dasar pemikiran dari variable penelitian yaitu faktor risiko yang mempengaruhi

kejadian diabetes mellitus. Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin.

Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit tidak menular yang prevalensinya

cukup tinggi di dunia. Faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus yaitu:

faktor genetik, obesitas, usia, tekanan darah, aktifitas fisik, kadar kolesterol, stress, dan

riwayat diabetes gestasional.

Faktor yang diteliti adalah Self care yaitu dengan cara:

1. pengaturan pola makan (diet)

2. Latihan fisik atau berolah raga

3. Perawatan kaki

4. Minum obat,

5. Melakukan pemantauan kadar glukosa darah.


32

Adapun dasar pemikiran variabel penelitian seperti pada gambar. 1 berikut ini:

Faktor Risiko Self Care


1. Faktor genetik (Keturunan) 1. Pengaturan pola makan (diet)
2. Obesitas (Kegemukan) 2. Latihan fisik (olahraga)
3. Usia 3. Perawatan kaki
4. Tekanan darah 4. Minum obat
5. Aktivitas fisik 5. Pemantauan kadar glukosa darah
6. Kadar kolesterol
7. Stress
8. Riwayat diabetes gestasional

Faktor-faktor yang mempengaruhi self


care diabetes mellitus :
Diabetes Mellitus 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Tingkat pendapatan
5. Lamanya menderita DM
6. Motivasi
Komplikasi : 7. Dukungan sosial
1. Bersifat akut 8. Aspek emosional
2. Bersifat kronik 9. Keyakinan terhadap efektivitas
penatalaksanaan DM
10. Komunikasi petugas kesehatan

Gambar. 1 Dasar Pemikiran Variabel Penelitian


Sumber: Aji (2016), Andayani (2010), Darmawan (2018), Hadiyati (2017), Hestiana (2017)
Kurnia (2017), Muhlisin (2017), Putra (2017), Rachmawati (2015)
Rizki (2019), Sari (2017), & Vard (2014)

B. Pola Pikir Variabel Penelitian

Variable Independen Variabel Dependen

Kualitas Hidup
Self Care Pasien Diabetes
Mellitus tipe 2

Keterangan:
: Variabel Independen yang akan diteliti

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung
33

Gambar 2 Pola Pikir Variabel

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Self Care

Kegiatan self care diabetes dalam penelitian ini yaitu untuk menanyakan

mengenai aktivitas perawatan diri yang dilakukan selama 7 hari terakhir yang

berhubungan dengan pengukuran pola makan (diet), latihan fisik, pemantauan kadar

glukosa darah dan minum obat secara teratur.

Kriteria objektif

1 Kurang : Jika total skor jawaban responden 1-28

2 Cukup : Jika total skor jawaban responden 29-57

3 Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 57

2. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Keadaan yang menggambarkan sejauh mana tingkat dari kualitas hidup pasien

yang menderita diabetes diukur sesuai indikator. Total Skor jawaban responden

tentang kualitas hidup dibagi total butir pertanyaan. Skor terkecilnya adalah 1, dan

skor terbesarnya adalah 5. Skor rata-rata dikali 5 kemudian skor maximal dibagi 3.

Kriteria objektif

1 Kurang : Jika total skor jawaban responden 1-21

2 Cukup : Jika total skor jawaban responden 22-43

3 Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 43

1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 di RS Bhayangkara Makassar.


34

Hipotesis Nul (Ho) : Tidak ada hubungan self care dengan kualitas hidup

pasien diabetes melitus tipe 2 di RS Bhayangkara

Makassar.

IV. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik. Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional. Dalam penelitian ini

peneliti mencari hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe

2 di RS Bhayangkara Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RS Bhayangkara Makassar

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2020

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes mellitus tipe 2 pada

tahun 2019 dengan jumlah pasien rawat jalan sebanyak 5421 orang dan rawat inap

sebanyak 788 orang. Jadi populasi pada penelitian ini adalah 6.209.

2. Sampel
35

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi

yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Sabri & Hustono, 2014). Adapun jumlah sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 98 orang dan responden diabetes mellitus

tipe 2 yang berada di RS Bhayangkara Makassar dan memenuhi kriteria :

a) Kriteria Inklusi :

1) Responden yang berusia 20 - 79 Tahun.

2) Responden yang didiagnosa diabetes mellitus.

3) Responden yang bersedia diteliti.

4) Responden yang tidak memilki cacat mental.

b) Kriteria Eksklusi :

1) Responden yang tidak mengikuti proses penelitian sampai selesai.

2) Data diri responden tidak lengkap.

Adapun rumus sampel yang digunakan yaitu rumus slovin dengan kemaknaan

(0,1). Rumusnya adalah sebagai berikut:

N
n=
1+ N (e)2

6.209
n=
1+ 6.209 (0,1)2

6.209
n=
1+ 6.209 (0,01)

6.209
n=
63,09

n = 98,41

Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 98 orang.

Keterangan:
36

n = Besar sampel

N = Besar populasi

e = Tingkat signifikan

3. Teknik Sampling

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

tehnik pegambilan sampel dengan accidental sampling, dimana peneliti mengambil

sampel yang ditemui pada saat penelitian (Nursalam, 2018)

D. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

responden, dengan cara memberikan kuesioner kepada responden dimana kuesioner

tersebut diisi oleh peneliti atau perwakilan yang telah ditunjuk oleh peneliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekan kerja atau pengurus RS

Bhayangkara Makassar dengan cara mengambil surat izin pengambilan data awal dari

instansi kemudian dibawah ke RS Bhayangkara Makassar untuk diproses.

2. Prosedur Pengumpulan Data

a) Observasi

Observasi merupakan proses untuk memperoleh data dari tangan pertama

dengan orang dan tempat pada saat dilakukan penelitian (Sugiyono, 2015).

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan pengamatan langsung

saat dilakukan proses pemberian kusioner pada responden melalui lembar observasi.

b) Dokumen
37

Dokumen adalah merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat

berupa gambar, tabel, atau daftar periksa, dokumenter. Sedangkan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah berupa gambar untuk dokumentasi, daftar periksa untuk

mengambil hasil pengukuran dari masing-masing responden.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dan proses pengambilan penelitian

ini menggunakan beberapa lembar observasi untuk mengetahui inisial, umur,

pendidikan, pekerjaan dan lembar kuesioner untuk menilai self care dan kualitas hidup

pasien diabetes mellitus tipe 2. Lembar observasi adalah panduan bagi peneliti untuk

melakukan proses pengumpulan data terhadap sampel penelitian melalui proses

wawancara. Lembar penilaian penelitian ini terdiri dari dua form kuesioner untuk 2 item

variabel yang ingin diteliti.

E. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya akan dilakukan pengolahan data, tahapan

tersebut dilakukan:

1) Editing

Tahap editing data atau yang disebut juga tahap pemeriksaan data adalah

proses peneliti memeriksa kembali data yang telah terkumpul untuk mengetahui

apakah data yang terkumpul cukup baik dan dapat diolah dengan baik (Darto,

2014).

2) Coding

Coding adalah usaha mangklasifikasi jawaban-jawaban/hasil-hasil dari

wawancara yang ada. Klasifikasi di lakukan dengan jalan menandai masing-masing

jawaban dengan kode berupa angka ataupun huruf kemudian di masukkan dalam
38

lembaran tabel kerja guna mempermudah membacanya. Hal ini penting untuk di

lakukan karena alat yang di gunakan untuk analisa data dalam komputer yang

memerlukan suatu kode tertentu.

3) Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer. Entry data dalam penelitian ini di

lakukan dengan menggunakan program Software Statistic T-Test (SPSS Versi 23).

4) Cleaning

Setelah data dimasukkan dalam program komputer, selanjutnya peneliti

melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudah di entry untuk

mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah atau tidak lengkap sebelum

di lakukan analisis.

e) Scoring

Pada kegiatan ini penilaian data dengan memberikan skor (Nursalam, 2014).

Adapun pemberian skoring sebagai berikut:

 Self Care

1 Kurang : Jika total skor jawaban responden 1-28

2 Cukup : Jika total skor jawaban responden 29-57

3 Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 57

 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

1 Kurang : Jika total skor jawaban responden 1-21

2 Cukup : Jika total skor jawaban responden 22-43

3 Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 43


39

f) Tabulating

Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang dilakukan dengan

cara memasukkan data ke dalam tabel, atau dapat dikatakan bahwa tabulasi data

adalah penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan dalam

pengamatan dan evaluasi. Hasil tabulasi data ini dapat menjadi gambaran tentang

hasil penelitian, karena data-data yang diperoleh dari lapangan sudah tersusun dan

terangkum dalam tabel-tabel yang mudah dipahami maknanya (Nursalam, 2016).

F. Analisis Data

Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data dianalisa

dengan menggunakan computer Software Product and Service Solution (SPSS) yaitu

dengan menggunakan metode uji statistik yaitu analisis univariat pada variabel

tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk melihat

distribusi beberapa variabel yang dianggap terkait dengan menggunakan uji chi-

square dengan kemaknaan 0,05.

Setelah memperoleh nilai skor dari tabel, selanjutnya data dianalisa dengan

menggunakan:

a) Analisis Univariat

Variabel penelitian dideskripsikan dan disajikan dalam tabel paired t-test.

Pada analisa univariat digunakan untuk melihat hubungan self care dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2.

b) Analisis Bivariat

Analisis data bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Nursalam, 2016).


40

Uji statistik dalam penelitian ini yang pertama dilakukan adalah uji

normalitas untuk mengetahui data yang terdistribusi normal atau tidak. Jika data

terdistribusi normal maka harus dilakukan uji chi square.

G. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini dijelaskan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi disertai dengan narasi.

H. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2014) etika yang mendasari dilaksanakan suatu

penelitian meliputi:

1) Informent Consent (Surat Persetujuan)

Informent Consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informent

Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden. Lembar

persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan memenuhi

kriteria inklusi. Lembar ini juga dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat

penelitian. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak boleh memaksa

dan harus tetap menghormati keputusan responden.

2) Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode pengganti nama responden.

3) Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti harus merahasiakan keadaan responden, kecuali diminta oleh

institusi yang berkompeten.


41

4) Justice (Prinsip Keadilan)

Responden harus diperlakukan sama sesuai dengan keadaan nya, tidak ada

diskriminasi (responden, alat-alat, dan lain-lain), models (health care resources):

Setiap orang sama, berdasarkan jasa, keberadaan peralatan, sesuai kebutuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Aji. 2016. Hubungan Perilaku Nongkrong, Pola Konsumsi Fast Food, Dan Indeks Massa
Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Siswa Kelas Xi Sma Pangudi Luhur Dan Sman 8
Yogyakarta. Diperoleh dari: https://repository.usd.ac.id/7269/2/121434026_full.pdf.
Diakses 18 Maret 2020.

Al Hayek AA, Robert AA, Saeed AA, Al Zaid AA, Al Sabaan FS. Factors associated with
health-related quality of life among Saudi patients with type 2 diabetes mellitus: a
cross-sectional survey. Diabetes Metab J. 2014;38:220-29.
http://dx.doi.org/10.4093/dmj.2014.38.3.220. Available from http://e-dmj.org.
Diakses 18 Maret 2020.

Andayani TM, Ibrahim MIM, Asdie AH. The Association of Diabetes Related Factor And
Quality Of Life In Type 2 Diabetes Mellitus. International J Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences; 2010. 2(1): 139-45.

Andrian. 2014. Hubungan Positif Antara Strategi Coping Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Diperoleh dari:
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2552/2/BAB%20II.pdf. Diakses 10 April 2020.

Armansyah. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan
Ketidakpatuhan terhadap Pengobatan di Wilayah Kerja UPT. Kesmas Sukawati.
Diperoleh dari: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/736/2/BAB%20I.pdf.
Diakses 16 Maret 2020.

Ariani, 2016, Perawatan Diri (Self Care) Berdasarkan Orem. Diperoleh dari:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6432/BAB%20II.pdf?
sequence=6&i. Diakses 18 Maret 2020.

Askandar. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Fakultas Kedokteran. Diperoleh
dari: books.google.co.id › books. Diakses 18 Maret 2020.

Asnaniar. 2019. Hubungan Self Care Management Diabetes dengan Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Diperoleh dari:
http://forikes-ejournal.com/index.php/SF/article/view/sf10410. Diakses 28 Maret
2020.

Arviani. 2015. Gambaran Asupan Makan Pasien dengan Kadar Glukosa darah Pada pasien
Diabetes mellitus tipe II RSUD Dr. Moewardi. Diperoleh dari:
http://eprints.ums.ac.id/38292/4/BAB%20I.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Azrimaidaliza. 2011. Asupan Zat Gizi dan penyakit Diabetes mellitus. Diperoleh dari:
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/86/92. Diakses 18 Maret
2020.
Chasens ER, Korytkowski M, Sereika SM, Burke LE. Effect Of Poor Sleep Quality And
Excessive Daytime Sleepiness On Factors Associated With Diabetes Self-
Management. Diabetes Educ; 2013. 39 (1): 74-82. doi: 10.1177/0145721712467683.
Cosansu, et al. 2014. Influence of psychosocial factors on self-care behaviors and glycemic
control in Turkish patients with type 2 diabetes mellitus. Diperoleh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24084701. Diakses 18 Maret 2020.

Darmawan, 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku kunjungan Masyarakat


Terhadap Pemanfaatan pelayanan Posyandu di Desa Pemecutan Kelod kecamatan
Denpasar Barat. Diperoleh dari: https://media.neliti.com/media/publications/76442-
ID-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Darto. 2014. Pengelola Data Elektronik Malang. Diperoleh dari:


http://bantur.malangkab.go.id/?page_id=4782. Diakses 18 Maret 2020.

Devi. 2019.Tuberculosis dan Diabetes Mllitus. Repository Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.


Diperoleh dari: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1022/4/4.%20Chapter2.pdf. Diakses
18 Maret 2020.

Ehsa. 2018. Gambaran Umum Tentang Diabetes Mellitus. Diperoleh dari:


http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2775/6.%20BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y. Diakses 18 Maret 2020.

Fatimah, 2015, Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung University. Diperoleh
dari: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/615/619.
Diakses 18 Maret 2020.

Fauzy. 2018. Gambaran Umum Diabetes Melitus (Dm). Diperoleh dari:


http://repository.unimus.ac.id/2732/4/BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Hadiyati. 2017. Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan berdasar atas Ekspektasi Peserta
Jaminan Kesehatan Nasional. Diperoleh dari:
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/download/1054/pdf. Diakses 18
Maret 2020.

Hardi. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien DM. Diperoleh dari:
http://eprints.umpo.ac.id/4621/3/BAB%202.pdf. Diakses 10 April 2020.

Hestiana. 2017.Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam Pengelolaan


Diet Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota Semarang. Jurnal of
Health Education. JHE 2 (2).

Hidayah. 2019. Hubungan Perilaku Self-Management Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucang Sewu, Surabaya.
Diperoleh dari: https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/download/14045/8208.

Izza. 2019. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Yang Menjalani Terapi Diet
Ditinjau Dari Theory of Planned Behavior. Diperoleh dari:
http://repository.unair.ac.id/84169/4/TKP.11-19%20Izz%20k.pdf. Diakses 18 Maret
2020.

Kasahun. 2016. Diabetes Related Knowledge, Self-Care Behaviours And Adherence To


Medications Among Diabetic Patients In Southwest Ethiopia: A Cross-Sectional
Survey. Diperoleh dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4933997/.
Diakses 18 Maret 2020.

Kurnia. 2017. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perilaku bullying. Diperoleh


dari: http://repository.ump.ac.id/4430/3/devi%20kurnia%20BAB%20II.pdf. Diakses
18 Maret 2020.

Kusumadewi, MD. 2012. Peran Stressor Harian, Optimisme Dan Regulasi Diri Terhadap
Kualitas Hidup Individu Dengan Diabetes Melitus Tipe 2. JPI; 8(1):43-61.

Masriadi. 2013. Epidemiologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Meidikayanti. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Diabetes


Melitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Diperoleh dari:
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/4914/3892. Diakses 18 Maret 2020.

Muhlisin. 2017. Teori Self Care Dari Orem Dan Pendekatan Dalam Praktek Keperawatan.
Diperoleh dari: http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/viewFile/3800/2460.
Diakses 18 Maret 2020.

Nimas. 2016. Kualitas Hidup (Quality of Life). Diperoleh dari:


http://digilib.uinsby.ac.id/13318/3/Bab%202.pdf. Diakses 10 April 2020.

Nur. 2017. Hubungan Gangguan Kognitif dengan Manajemen Diri pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kuranji Padang. Diperoleh dari:
http://scholar.unand.ac.id/29785/2/BAB%20I.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Nuradhani, Arman, & Sudirman. 2017. Pengaruh Diabetes Self Management Education
(Dsme) Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Type II di Balai Besar
Laboratorium Kesehatan Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11
Nomor 4 Tahun 2017. eISSN : 2302-2531.

Nuraini. 2015. Risk Factors of Hypertension. Diperoleh dari:


https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/602/606.
Diakses 18 Maret 2020.

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan dan Teori Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

________ .2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

________, 2018, Metode dan Teknik Sampling. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten
Jember. Diperoleh dari:
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/76564/Ary%20Januar
%20Pranata%20P.%20-%20122310101039-1.pdf?sequence=1. Diakses 18 Maret
2020.
Putra. 2017. Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar Α-Amilase Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Obesitas. Diperoleh dari:
http://repository.unimus.ac.id/1113/3/BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Puji E dkk, 2017. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 17. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Makassar

Putri. 2018. Konsep Diabetes Meilitus, Diperoleh dari: http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/1261/3/3.%20BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Pranata. 2016. Hubungan Diabetes Distress dengan Perilaku Perawatan Diri pada

Rachmawati. 2015. Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes
Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Diperoleh
dari: http://eprints.undip.ac.id/51779/1/Skripsi_Nita_Rachmawati_PDF.pdf. Diakses
18 Maret 2020.

Rawashdeh. 2017. Self Care Behaviors Of Adults With Type 2 Diabetes Mellitus In Greece.
Diperoleh dari:
https://pdfs.semanticscholar.org/c1a9/9a2931c8f815549b6841219feeecdd8ac9e8.pdf.
Diakses 18 Maret 2020.

Rizky. 2019. Monitoring dan Evaluasi Gizi Terhadap Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.
Diperoleh dari: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1162/4/Chapter2.doc.pdf. Diakses
18 Maret 2020.

Sabri, & Hastono. 2014. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Raja grafindo.

Sari. 2017. Nursing Agency Untuk Meningkatkan Kepatuhan,Self-Care Agency (SCA) dan
Aktivitas Perawatan Diri pada Penderita Diabetes Mellitus (DM). Diperoleh dari:
https://media.neliti.com/media/publications/231989-nursing-agency-untuk-
meningkatkan-kepatu-93112acf.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Sefrina. 2016. Hubungan Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial Pada Pasien
Skizofrenia Rawat Jalan. Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Malang. ISSN: 2301-8267. Vol. 04, No.02.

Spasic A, Radovanović RV, Dordevic AC, Stefanovic N, Cvetkovic T. Quality of life in type
2 diabetic patients. Scientific J Faculty Med in Nis. 2014;31 (3): 193-200. DOI:
10.2478/afmnai-2014-0024.

Sugiyono .2015. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.


Tamara E, Bayhakki, Nauli FA. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM
PSIK;2014.1(2):1-7.

Vard N, Abedi HA, Amini M. Efective Factors on Fatigue Rate In Type Two Diabetes
Patiens: Investigation. Jundishapur J Cronic Dis Care; 2014. 4(1):1-5. DOI:
10.5812/jjcdc.26611.

Wahyuni. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe II RS Bhayangkara Andi Mappa Oudang Makassar.
Diperoleh dari:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8208/JURNAL%20RAGIL
%20WAHYUNI.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Widyananda. 2019. Determinan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di


Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Diperoleh dari:
https://mail.google.com/mail/u/0/?tab=km1#inbox?projector=1. Diakses 18 Maret
2020.
LAMPIRAN I

PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Kepada Yth,

Bapak/Ibu calon responden

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.

Nama : SURIJAH MANCA

NPM : 21606055

Alamat : Jl. Sukaria 7 A, Panakukkang MAkassar

Akan mengadakan penelitian dengan JUDUL “HUBUNGAN SELF CARE

DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TYPE 2 DI RS

BHAYANGKARA MAKASSAR”.

Penelitian ini tidak merugikan Bapak/Ibu sebagai responden, kerahasiaan semua

informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika

Bapak/Ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang merugikan, maka diperbolehkan

mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Apabila Bapak/Ibu menyetujui, maka saya mohon untuk menandatangani lembar

persetujuan atas kesediaannya saya ucapkan terima kasih.


Makassar,....................

Peneliti

(SURIJAH MANCA)

LAMPIRAN II

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Setelah mendapatkan penjelasan tentang prosedur penelitian ini, maka saya bersedia

menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar atas nama : SURIJAH MANCA,

NIM 21606055, dengan judul : “HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS

HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TYPE 2 DI RS BHAYANGKARA

MAKASSAR”. Saya telah memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui “Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus

Type 2 Di RS Bhayangkara Makassar”, dan sebagai syarat dalam rangka penyelesaian

tugas akhir dari peneliti. Partisipasi saya dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerugian

bagi saya sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan dijaga

kerahasiaannya, oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Makasar,.........................2020

Responden

(……………………………………)
LAMPIRAN III

LEMBAR KUESIONER

Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien


Diabetes Mellitus Type 2 di RS Bhayangkara
Makassar

A. IDENTITAS RESPONDEN

No. Responden :......................................................................

1. Inisial :......................................................................

2. Umur : .....................................................................

3. Jenis Kelamin : .....................................................................

4. Pendidikan : .....................................................................

5. Pekerjaan : .....................................................................
LAMPIRAN IV

LEMBAR KUESIONER
SUMMARY DIABETES SELF-CARE ACTIVITIES (SDSCA)

Pertanyaan di bawah ini menanyakan mengenai aktivitas perawatan diri yang anda lakukan

selama 7 hari terakhir ini untuk penyakit diabetes. Berilah tanda (√) sesuai dengan jumlah

hari yang anda lakukan.

Jumlah Hari
No Pertanyaan
0 1 2 3 4 5 6 7
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu mengikuti perencanaan
1
makan (diet) sesuai dengan yang
dianjurkan
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu membatasi jumlah kalori
2
yang di makan sesuai dengan anjuran
untuk mengontrol diabetes
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

3 hari Bapak/Ibu mengatur pemasukan


makanan yang mengandung karbohidrat
Dalam satu mingu terakhir ini berapa hari
4 Bapak/Ibu mengkonsumsi sayuran
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu makan makanan yang

5 mengandung tinggi lemak (seperti daging,


makaan yang mengandung minyak atau
mentega dan lain-lain)
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu makan-makanan selingan
6 yang banyak mengandung gula (seperti
kue, biskuit, selai dan lain-lain)

Dalam satu minggu terakhir ini berapa


7 hari Bapak/Ibu melakukan latihan fisik
sedikitnya dalam waktu 20-30 menit
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

8 hariBapak/Ibu melakukan latihan ringan


seperti jalan kaki di sekitar rumah
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu memeriksa gula darah
9
dipelayanan kesehatan maupun secara
mandiridi rumah.
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

10 hari Bapak/Ibu minum obat sesuai dengan


petunjuk dokter
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
11
hari Bapak/Ibu memeriksa kaki
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
12
hari Bapak/Ibu membersihkan kaki
13 Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu mengeringkan sela-sela
jari kaki setelah dicuci
14 Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu memeriksa bagian dalam
sandal/s epatu yang akan digunakan
Sumber : Tobbey & Glasgow (2000) dalam Pranata (2016)

LAMPIRAN V

LEMBAR KUESIONER
KUALITAS HIDUP

Petunjuk pengisian : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara memberi tanda centang

(√) pada kolom yang sudah disediakan.

Domain Kepuasan (Domain Satifcation)


Sangat Biasa-
Tidak Cukup Sangat
No. Pertanyaan Tidak Biasa
Puas Puas Puas
Puas Saja
1. Seberapa puas anda dengan jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk
mengelola diabetes anda?

2. Seberapa puas anda dengan jumlah


waktu yang anda habiskan untuk
mendapatkan pemeriksaan?
3. Seberapa puas anda dengan waktu
yang diperlukan untuk menentukan
kadar glukosa anda?
4. Seberapa puas anda dengan
perawatan anda saat ini?
5. Seberapa puaskah anda dengan
pengetahuan anda tentang diabetes?
6. Seberapa puaskah anda dengan
kehidupan secara umum?
Domain Dampak (Domain Impact)
Tidak Sangat
No. Pertanyaan Terkadang Sering Selalu
Pernah Sering
1. Seberapa sering anda merasakan
sakit yang terkait dengan perawatan
diabetes anda?
2. Seberapa sering anda merasa sakit
secara fisik?
3. Seberapa sering diabetes anda
mengganggu kehidupan keluarga
anda?
4. Seberapa sering anda menemukan
diabetes anda membatasi hubungan
sosial dan pertemanan anda?

Domain Kecemasan (Domain Worry)


No. Pertanyaan Tidak Terkadang Sering Sangat Selalu
Pernah Sering
1. Seberapa sering anda khawatir
tentang apakah anda akan pingsan?
2. Seberapa sering anda khawatir bahwa
tubuh anda terlihat berbeda karena
anda menderita diabetes?
3. Seberapa sering kekhawatiran anda
bahwa anda akan mendapatkan
komplikasi dari diabetes anda?

Sumber: Widyananda (2019)

Anda mungkin juga menyukai