Anda di halaman 1dari 30

PENGKAJIAN TENTANG PERBEDAAN KUALITAS HIDUP REMAJA DAN

ORANGTUA TERHADAP PENYAKIT DIABETES MELITUS DI RUMAH


SAKIT KINAPIT KOTAMOBAGU

Proposal
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Mengikuti Ujian Proposal
Oleh:
VANESSA SUAK
NIM: 821319059

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa),
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya
(WHO Global Report, 2016). Diabetes Mellitus adalah masalah kesehatan masyarakat
yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang
menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes mellitus terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO Global
Report, 2016)
Diabetes merupakan global killer yang menyebabkan kematian yang jauh lebih
banyak dari pada HIV/AIDS (Apriyanti, 2012). Apabila penyakit diabetes melitus
dibiarkan begitu saja atau penderita tidak menyadari telah menderita diabetes,
keadaan hiperglikeminya yang berlangsung bertahuntahun akan menimbulkan
berbagai komplikasi dan kematian (Dalimartha, 2012).
Data dari Global status report on Noncommunicable Diseases (NCD) World
Health Organization (WHO) DM menempati peringkat ke-6 sebagai penyebab
kematian. IDF memperhitungkan angka kejadian DM di dunia 2 pada tahun 2012
adalah 371 juta jiwa, tahun 2013 meningkat menjadi 382 juta jiwa dan diperkirakan
pada tahun 2035 DM akan meningkat menjadi 592 juta jiwa (Triyanisya, 2013).
Di Asia Tenggara sedikitnya 71 juta orang diperkirakan mengalami diabetes pada
tahun 2010, dengan masalah toleransi glukosa terganggu (TGT). Sebanyak 3,4 juta
orang di dunia dan 1 juta orang di Asia Tenggara meninggal setiap tahunnya dengan
kasus diabetes. Sebanyak 3,4 juta orang di dunia dan 1 juta orang di Asia Tenggara
meninggal Menurut WHO, Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah India yang
mempunyai penderita DM terbanyak yaitu 8.426.000 orang di tingkat Asia Tenggara, dan
diperkirakan meningkat menjadi 21.257.000 pada tahun 2030. Menurut studi International
Diabetes Federation pada tahun 2013 menjadi sekitar 382 juta orang. Indonesia merupakan
negara yang menduduki urutan ketujuh dengan penderita DM terbanyak dengan jumlah
penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa dan diperkirakan akan terus meningkat enam persen
setiap tahunnya dengan kasus diabetes (Depkes, 2014).
Menurut WHO, Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah India yang
mempunyai penderita DM terbanyak yaitu 8.426.000 orang di tingkat Asia Tenggara,
dan diperkirakan meningkat menjadi 21.257.000 pada tahun 2030. Menurut studi
International Diabetes Federation pada tahun 2013 menjadi sekitar 382 juta orang.
Indonesia merupakan negara yang menduduki urutan ketujuh dengan penderita DM
terbanyak dengan jumlah penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa dan diperkirakan akan
terus meningkat enam persen setiap tahunnya (Rachmaningtyas, 2013).
Kualitas hidup merupakan suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang
dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting
bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan
dianggap penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena kepuasan merupakan
pengalaman kognitif yang menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan
yang stabil dalam jangka waktu lama. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM
merupakan perasaan puas dan bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup
dengan DM tersebut ( Kurniawan, 2008).
Menurut Mandagi (2010) hal yang mendorong perlunya pengukuran kualitas
hidup, khususnya pada penderita DM adalah karena kualitas hidup merupakan salah
satu tujuan utama perawatan, karena DM merupakan penyakit kronis yang belum
dapat disembuhkan, namun apabila kadar gula darah dapat terkontrol dengan baik
maka keluhan fisik akibat komplikasi akut atau kronis dapat diminimalisir atau
dicegah. Selain itu, kualtas hidup yang rendah serta problem psikologis dapat
memperburuk gangguan 6 metabolik, baik secara langsung ataupun secara tidak
langsung melalui komplikasi..
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita DM tipe II
diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status
pernikahan, lama menderita atau durasi dan komplikasi DM. Moons et al (2004)
menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
kualitas hidup. Tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi yang rendah juga
berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup penderita diabetes. Disamping
keempat faktor tersebut, lamanya menderita diabetes juga berpengaruh terhadap
keyakinan pasien dalam pengobatan yang tentunya akan menyebabkan pasien
berisiko untuk mengalami komplikasi, sehingga memberikan efek penurunan
terhadap kualitas hidup pasien yang berhubungan secara signifikan terhadap angka
kesakitan dan kematian, hal tersebut dapat memengaruhi usia harapan hidup pasien
DM (Yusra, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson (2010) pada 19 pasien diabetes melitus
dengan hasil bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling utama untuk
mempertahankan kontrol metabolik yang akan memperngaruhi kualitas hidup pasien.
Selanjutnya Griffin et al dalam Skarbec (2006) menemukan hubungan yang kuat
antara peran keluarga dengan status kesehatan, dimana dukungan negatif dapat
mengakibatkan rendahnya status kesehatan pasien. Kesimpulan pada penelitian
tersebut adalah dukungan keluarga paling signifikan terhadap kontrol gula darah dan
manajemen diabetes melitus yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup
(Yusra, 2010).
Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan namun bagaimana
persepsi penerima terhadap makna bantuan tersebut. Persepsi ini erat hubungannya
dengan ketepatan dukungan yang diberikan, dalam arti seseorang yang menerima
sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya. Rendahnya dukungan keluarga akan
berdampak terhadap keterlaksanaan pengelolaan DM tipe 2 yang berisiko terhadap
penurunan kualitas hidup. Dukungan penghargaan dan dukungan informasi yang
cukup kepada anggota keluarga yang sakit merupakan bentuk fungsi afektif keluarga
yang dapat meningkatkan status psikososial dan akan memberi motivasi untuk dapat
menjaga kondisi kesehatan menjadi lebih baik (Friedman, 2010).
Depresi juga dijelaskan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders V (2013) yang merupakan gangguan psikologis yang 15 ditandai dengan
munculnya kesedihan, perasaan hampa, perasaan sensitif, disertai dengan gejala
somatis dan kognitif. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi fungsi dan
kemampuan individu dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Selanjutnya Reindhardt (2001) menjelaskan bahwa depresi berkaitan dengan
dukungan keluarga yang negatif dan akan memberikan implikasi yang negatif
terhadap manajemen diabetes melitus serta kualitas hidup pasien. Komplikasi
psikologis yang muncul diantaranya dapat berupa kecemasan. Gangguan kecemasan
merupakan penyakit penyerta yang sering muncul pada pasien DM. Kecemasan yang
terjadi dapat disebabkan karena penyakitnya sendiri yang bersifat long life disease
ataupun oleh karena komplikasi lain yang ditimbulkannya. Kondisi ini apabila tidak
ditangani secara baik maka akan menimbulkan masalah tersendiri yang akan semakin
menyulitkan dalam pengelolaan penyakit DM. Secara sosial penderita DM akan
mengalami beberapa hambatan utamanya berkaitan dengan pembatasan dalam diet
yang ketat dan keterbatasan aktifitas karena komplikasi yang muncul. Dalam bidang
ekonomi, biaya untuk perawatan penyakit dalam jangka panjang dan rutin merupakan
masalah yang menjadi beban tersendiri bagi pasien. Beban tersebut masih dapat
bertambah lagi dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang berkaitan dengan
perawatan ataupun akibat penyakitnya. Kondisi tersebut berlangsung kronis dan
bahkan sepanjang hidup pasien, dan hal ini akan 9 menurunkan kualitas hidup pasien
DM (Amidah, 2002). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup
penderita DM Tipe 2 sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun studi mengenai
kualitas hidup penderita dengan menggunakan metode kohort retrospektif masih
kurang, sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk melihat risiko beberapa faktor
seperti depresi, kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama menderita
penyakit dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kualitas hidup remaja dan orang tua terhadap peyakit
diabetes mellitus di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berisiko terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe
2 di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui risiko faktor depresi terhadap kualitas hidup pasien DM
Tipe 2 di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
2. Untuk mengetahui risiko faktor kecemasan terhadap kualitas hidup pasien DM
Tipe 2 di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
3. Untuk mengetahui risiko faktor komplikasi penyakit DM Tipe 2 terhadap
kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
4. Untuk mengetahui risiko faktor dukungan keluarga dengan kualitas hidup
pasien DM Tipe di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
5. Untuk mengetahui risiko faktor lama menderita penyakit terhadap kualitas
hidup pasien DM Tipe 2 di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan tentang pengkajian kualitas hidup remaja dan
orangtua di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
1.4.2 Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas hidup dan
penyakit DM Tipe 2 sehingga masyarakat dapat melakukan pengendalian dan
pencegahan.
1.4.3 Bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi instansi
terkait setempat sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin,
gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang
dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta
pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis (American Diabetes
Association, 2020).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi
insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes melitus yaitu polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan (Restyana, 2015).
Diabetes Mellitus tipe-2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak
terkontrolakibat gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan hormon
insulinyang berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh (Dewi,2014).
Pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam 10 11
sel.Akibatnya glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes
Melitus tipe-2 adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau
sudah resisten terhadap insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
danakhirnya tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2007).Diabetes melitus
merupakan penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok gula darah yang
melebihi batas normal atau hiperglikemia
2.1.2 Etiologi
Menurut Soelistijo dkk(2015) secara garis besar patogenesis Diabetes Mellitus
tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis Diabetes Mellitus tipe-2 ditegakkan,fungsi sel beta
sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini
adalah sulfonilurea, meglitinid,GLP-1agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat
dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam 8 keadaan
basal oleh liver (HGP=hepatic glucoseproduction) meningkat. Obat yang
bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis
3. Otot
Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.Obat yang bekerja di
jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity.Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1)dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita Diabetes Mellitus tipe-2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal 13 tersebut
incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah 9
setelah makan.Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pankreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon
yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma akan
meningkat.Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal
meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi
GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
Diabetes Mellitus tipe-2.Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali
melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co Transporter) pada bagian
convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak
ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi
gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2
inhibitor.Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat.Pada individu yang
obes baik yang Diabetes Mellitus maupun nonDiabetes Mellitus, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi
insulin.Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2018 diabetes dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
1. Diabetes Tipe 1 Hal ini disebabkan karena rusaknya sel-β autoimun, yang biasanya
menyebabkan defisiensi atau kekurangan insulin absolut (mutlak).
2. Diabetes Tipe 2 Hal ini disebabkan karena hilangnya progresif sekresi insulin sel
pada sel-β sering pada latar belakang resistensi insulin.
3. Diabetes Gestasional (Kehamilan dengan diabetes) Diabetes terdiagnosis pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan, yang tidak jelas pada kehamilan
sebelumnya. 4. Jenis diabetes tipe spesifik lain Misalnya sindrom monogenik
diabetes, seperti:
a. Cacat genetik fungsi sel beta, diabetes neonatal: MODY (Maturity Onset
Diabetes of the Young)
b. Penyakit pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis)
2.1.5. Penyebab Diabetes Melitus
Berikut ini faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus (Totok Turdiyanto,
2013) :
1. Riwayat Keluarga
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremeh untuk
seseorang terserang penyakit diabetes. Menghilangkan faktor genetik sangatlah
sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes
melitus karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola
makan.
2. Obesitas Atau Kegemukan
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap
hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk
menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi
insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan
dan akhirnya rusak.
3. Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi
Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup
tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Batasi
konsumsi kolestorol Anda tidak lebih dari 300mg per hari.
4. Hipertensi Atau Darah Tinggi
Jagalah tekanan darah Anda tetap di bawah 140/90 mmHg. Jangan terlalu
banyak konsumsi makanan yang asin-asin. Garam yang berlebih memicu untuk
seseorang teridap penyakit darah tinggi yang pada akhirnya berperan dalam
meningkatkan resiko untuk Anda terserang penyakit diabetes melitus.
5. Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia
Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama diyakini akan
memberika efek negatif yang tidak ringan. Salah satu obat kimia yang sangat
berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE DIURETIK dan BETA
BLOKER. Kedua jenis obat tersebut sangat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus karena bisa merusak pankreas.
2.1.6 Tanda Gejala Diabetes Mellitus
Secara umum gejala dan tanda penyakit DM dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu gejala akut dan kronis (Suiraoka, 2012).
a. Gejala akut dan tanda dini, meliputi:
1) Penurunan berat badan, rasa lemas dan cepat lelah.
2) Sering kencing (poliuri) pada malam hari dengan jumlah air seni banyak.
3) Banyak minum (polidipsi).
4) Banyak makan (polifagi).
b. Gejala kronis, meliputi:
1) Gangguan penglihatan, berupa pandangan yang kabur dan menyebabkan
sering ganti kacamata.
2) Gangguan saraf tepi berupa rasa kesemutan, terutama pada malam hari
sering terasa sakit dan rasa kesemutan dikaki.
3) Gatal-gatal dan bisul. Gatal umumnya dirasakan pada daerah lipatan kulit
diketiak, payudara dan alat kelamin. Bisul dan luka lecet terkena sepatu
atau jarum yang lama sembuh.
4) Rasa tebal pada kulit, yang menyebabkan penderita lupa memakai sandal
dan sepatunya.
5) Gangguan fungsi seksual. Dapat merupakan gangguan ereksi, impoten
yang disebabkan gangguan pada saraf bukan karena kekurangan hormon
seks (testosteron).
6) Keputihan. Pada penderita wanita, keputihan dan gatal sering dirasakan, hal
ini disebabkan daya tahan tubuh penderita menurun.
2.1.7 Faktor-faktor risiko Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus tipe 2 disebabkan karena berkurangnya produksi dan
ketersediaan insulin dalam tubuh. Jika dilihat lebih lanjut, faktor yang menyebabkan
diabetes adalah:
1. Faktor genetik
Diabetes mellitus cenderung diturunkan bukan ditularkan. Terutama
diabetes mellitus tipe 2. Anggota keluarga penderita DM memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan anggota
keluarga yang tidak menderita DM. Pada penelitian famili didapatkan 25-
50% penderita DM tipe 2 mempunyai riwayat keluarga DM (Trisnawati
dkk, 2012).
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik secara tertut merupakan salah satu bagian terpenting dalam
pengelolaan diabetes. Aktivitas fisik akan membantu dalam usaha
menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan terpakainya energi.
Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan sensivitas insulin dan toleransi
glukosa, serta mempunyai efek yang menguntungkan pada lemak tubuh,
tekanan darah dan berat badan sehingga mencegah penyakit
kardiovaskuler. Sehingga olahraga mempunyai efek protektif terhadap
diabetes mellitus tipe 2, kemungkinan menjadi bertambahnya sensivitas
insuli, yang dapat dicapai dengan pengurangan berat badan melalui
bertambahnya aktivitas fisik. Diabetes mellitus disebabkan karena
kelebihan cadangan gula darah dalam tubuh oleh karena konsumsi
makanan yang terlalu banyak dan aktivitas kurang, selain itu penderita.
diabetes akan merasa lemas dam tidak kuat untuk melakukan aktivitas
berat. Hal ini karena glukosa sebagai sumber energi dalam tubuh tidak
dapat masuk kedalam sel karena karbohidrat tidak dapat dipecah oleh
insulin menjadi glukosa (Trisnawati dkk, 2012).

3. Usia
Diabetes selalu muncul setelah usia 40 tahun, tetapi dapat terjadi pada usia
muda terutama pada kelompok populasi dengan frekuensi DM yg
tertinggi, seperti Amerika. Menurut Askandar orang uang berusia ˃ 40
tahun mempunyai risiko lebih tinggi terkena penykit diabetes mellitus
dibanding yang berumur < 40 tahun Umumnya manusia mengalami
perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dangan cepat setelah
usia 40 tahun. Diabetes sering mucul setelah seorang memiliki usia rawan
tersebut, terutama setelah usia 40 tahun pada mereka yang mempunyai
berat badan lebih, sehingga terjadi kelebihan glukosa dan dibutuhkan
insulin dalam jumlah banyak untuk mengubah glukosa menjadi energy
(Trisnawati dkk, 2012).
4. Konsumsi makanan
Pola makanan merupakan perilaku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis
makanan, frekuensi, cara pengolahan dan pemilihan makanan. Nutrisi atau
konsumsi makanan yang berlebih merupakan faktor utama yang diketahui
menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih akibat kelebihan nutrisi,
semakin besar kemungkinan terjangkit DM. Adakalanya seorang sangat
sensitif terhadap karbohidrat atau gula. Makan karbohidrat menyebabkan
peningkatan produksi insulin sehingga yang bersangkutan akan
kekurangan gula. Sebagai akibatnya, ia akan makan kembali dan reaksi
yang sama akan berulang. Lambat laun orang tersebut akan menjadi
gemuk karena terus makan dan kadar gula darah naik karena konsumsi
gula terlalu banyak dan insulin yang dikeluarkan tidak dapat
mengimbanginya. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat
dalam pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi dan respon gula darah
terhadap jenis pangan ini pun cepat dan tinggi. Sedangkan, karbohidrat yang
dipecah dengan lambat selama pencernaan memiliki indeks glikemik rendah
sehingga melepaskan glikosa ke dalam darah dengan lambat. Konsumsi
karbohidrat yang tinggi inilah yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit
diabetes mellitus tipe 2. Konsep indeks glikemik memperkuat dugaan tersebut.
Peningkatan kadar gula darah yang cepat akan meningkatkan kebutuhan insulin.
Selama insulin dapat mengimbangi, peningkatan kadar gula darah jangka pendek
tidak menjadi masalah. Namun, bila peningkatan kadar gula berlangsung lama,
insulin tidak mampu lagi menjaga kadar gula darah dalam batas normal sehingga
toleransi tubuh terhadap glukosa menurun dan akhirnya timbul diabetes.
5. Obesitas
abnormal Individu dengan obesitas abnormal berisiko tinggi mengalami
resistensi insulin yang menyebabkan berkembangnya penyakit diabetes.
Penelitian steven dan teman-temannya menemukan bahwa subyek dengan
peningkatan lemak viseral atau intraabdominal lebih resisten terhadap insulin
dari pada subyek dengan peningkatan lemak subkutan di bagian sentral (pusat
data dan informasi PERSI, 2011).
2.1.8 Manifestasi klinik
Beberapa gejala DM tipe 2 yaitu sering berkemih (poliuria), meningkatnya rasa
haus (polidipsia), banyak makan (polifagia), kehilangan berat badan secara drastis,
pandangan kabur, dan merasa kelelahan (fatigue). Selain itu, ditandai dengan sering
buang air kecil pada malam hari (nokturia) dan lesu (lethargy) (Dipiro dkk., 2015).
2.1.9 Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Penderita diabetes mellitus memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi.
Komplikasi diabetes mellitus dapat bersifat akut dan kronis. Komplikasi akut dapat
terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejala yang terjadi secara cepat dan biasanya
berat. Komplikasi akut umumnya terjadi akibat kadar glukosa darah yang terlalu
rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia). Komplikasi diabetes
mellitus biasanya tidak muncul secara langsung, tetapi bisa muncul setelah 10-20
tahun, komplikasi ini disebabkan karena tingginya kadar gula yang persisten di dalam
darah, sehingga menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf (Wijaya,
2013).
2.1.10 Diagnosis
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut (ADA, 2020) :
1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
2. Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat
pemasukan glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.
3. Nilai A1C ≥ 6,5%. Dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
4. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan
klasik (poliuria, polidipsi, dan polifagia).
2.1.11 Tata laksana terapi
Tujuan terapi DM adalah untuk mengurangi dan menghilangkan gejala
(poliuria, polidipsia, polipagia), mengurami timbulnya komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler, mengurangi progresivitas komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler, mengurangi mortalitas dan meningkatkan kualitas hidup, menurunkan
kadar glukosa darah pada kondisi normal dan HbA1c < 7% (Dipiro et al., 2008).
a. Terapi non Farmakologi
Menurut PERKENI (2011), terapi non farmaokologi meliputi edukasi, terapi
gizi, latihan jasmani dan pengendalian gula darah. Pada pasien DM tipe 2 yang
terpenting adalah mengubah pola hidup terlebih dahulu, kemudian diteruskan dan
dibantu dengan pengobatan secara farmakologi.
1. Edukasi
Pada DM tipe 2 umumnya terjadi perubahan pola hidup. Pola hidup yang baik
perlu diterangkan dan dilaksanakan dengan pemantauan dari tenaga medis dan
dukungan dari keluarga. Edukasi dapat berupa tanda dan gejala DM tipe 2, faktor
pencetus, pencegahan, mengenal komlikasi serta bagaimana cara mengatsinya.
2) Terapi gizi
Perencanaan makanan yang baik dan manajemen nutrisi pada pasien DM tipe 2
bertujuan untuk mengkatkan kualitas hidup pasien yaitu mempertahankan kadar
glukosa darah, profil lemak dan tekanan darah dalam rentang normal serta mencegah
terjadinya komplikasi (ADA, 2011). Adapun kebutuhan nutrisi yang dianjurkan untuk
pasien DM tipe 2 yaitu terdiri dari 60-70% karbohidrat, 15-20% protein, 30% lemak
dengan 10% berasal dari lemak jenuh.
3) Latihan Jasmani
Latihan jasmani pada pasien DM tipe 2 perlu disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Olahraga yang dianjurkan bisa dimulai secara bertahap dan
teratur (3-4 kali dalam seminggu). Hal yang harus diperhatikan, penderita DM tidak
dianjurkan berolahraga jika kadar glukosa darahnya (≥ 250mg/dL) karena pada saat
itu terjadi peningkatan glukagon dan kortisol plasma (hormon kontra insulin) yang
akan menyebabkan timbulnya benda keton.
4) Pengendalian Kadar Glukosa
Menurut Soewondo (2009), pemantauan status metabolik pada pasien DM
merupakan hal yang penting dan menjadi bagian dari pengendalian DM. Pemeriksaan
kadar glukosa bisa dilakukan melalui pemeriksaan di laboratorium maupun
pemeriksaan mandiri, karena dengan hal ini dapat menurunkan potensi terjadinya
komplikasi.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi meliputi obat-obatan yang digunakan oleh pasien, baik itu itu
pemberian diabetik oral, insulin, atau kombinasi keduanya
1) Obat Hipoglikemik
Oral (OHO) Menurut Sugondo, (2006) dalam Farmakoterapi pada
pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Obat-obat diabetes oral adalah
sebagai berikut:
a. Sulfonilurea Sulfonilurea memiliki efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan menjadi pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal atau kurang tetapi tidak dianjurkan untuk
pasien geriatrik, gangguan ginjal, gangguan hati serta malnutrisi. Contoh
dari obat ini adalah glibenklamid, glimepirid dan glipizid.
b. Glinid Secara umum cara kerjanya hampir sama dengan sulfonilurea,
namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama. Obat ini baik
untuk mengatasi hiperglikemi postprandial. Contoh dari obat golongan ini
adalah repaglinid.
c. Biguanid Biguanid paling banyak digunakan adalah metformin yang
merupakan pilihan pertama untuk penderita DM gemuk disertai
dislipidemia dan resistensi insulin. Cara kerjanya menurukan kadar glukosa
darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, 19
distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Contoh dari
obat golongan ini adalah metformin.
d. Tiazolidinedion Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosaperifer. Tiazolidindion dikontraindikasi pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan. Contoh dari obat golongan ini adalah
pioglitazone.
e. Acarbose Obat ini bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
Acarbose tidak memiliki efek samping hipglikemi seperti sulfonilurea
tetapi efek sampingnya pada saluran cerna seperti kembung dan flatulens.
2. Insulin
Untuk pasien DM tipe 2 hanya memerlukan insulin apabila tidak dapat
mengontrol kadar glukosa darah. Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya
bisa dilakukan dengan cara suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak
didalam lambung. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan
dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah
(blood glucose) dan merubah glukosa menjadi energi. 20 Berdasarkan lama kerjanya,
insulin dibagi menjadi 4 macam, yang pertama insulin kerja pendek (short acting).
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini
dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada
antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit
sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan
samapai 8 jam. Kedua kerja sedang (intermediate acting). Yang dipakai saat ini
adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotardo, Insulatardo. Jenis ini awal
kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya
dapat bertahan sampai dengan 24 jam. Ketiga adalah insulin kerja panjang (long
acting). Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat
dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 –
36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard. Terakhir adalah insulin
infasik (short and intermediate acting). Merupakan kombinasi insulin jenis singkat
dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30 / 40.
2.2Rumah Sakit
2.2.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah Sakit menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2018 adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(Supartiningsih, 2017) juga mendefinisikan rumah sakit adalah suatu organisasi
yang dilakukan oleh tenaga medis professional yang terorganisir baik dari sarana
prasarana kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
(Bramantoro, 2017) juga menjelaskan bahwa rumah sakit merupakan suatu
fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasil guna pada upaya penyembuhan dan pemulihan yang
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya
rujukan.
2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut (Rikomah, 2017) rumah sakit memiliki tugas dan fungsi berdasarkan
undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Tugas rumah sakit adalah
melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan,
rumah sakit juga mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna.
Sedangkan untuk fungsi rumah sakit adalah :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkataan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Pelayanan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 56 tahun 2014
ada dua macam rumah sakit :
1. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
2. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur,organ, jenis penyakit atau kekhususan
lainnya.
Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan (Listiyono, 2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2019 berdasarkan
kelasnya rumah sakit umum dikategorikan ke dalam 4 kelas mulai dari A,B,C,D.
Dimana untuk yang membedakan keempat kelas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bangunan dan prasarana
b. Kemampuan pelaayanan
c. Sumber daya manusia
d. Peralatan
Keempat kelas rumah sakit umum tersebut mempunyai spesifikasi dan kemampuan yang
berbeda dalam kemampuan memberikan pelayanan kesehatan, keempat rumah sakit tersebut
diklasifikasikan menjadi:
A. Rumah Sakit Umum Tipe A
Rumah sakit tipe A merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas. Rumah sakit umum tipe A
sekurangkurangnya terdapat 4 pelayanan medik spesialis dasar yang terdiri dari:
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak , bedah dan obstetri dan ginekologi. 5
spesialis penunjang medik yaitu: pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi
medik, patologi klinik dan patologi anatomi. 12 spesialis lain yaitu: mata, telinga
hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, orthopedic, urologi, bedah syaraf, bedah plastic dan
kedokteran forensik dan 13 subspesialis yaitu: bedah, penyakit dalam, kesehatan
anak, obstetric dn ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan
pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, onthopedi dan giggi mulut.
B. Rumah Sakit tipe B
Rumah sakit tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar
yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetric dan ginekologi. 4
spesialis penunjang medik: pelayanan anastesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan
patologi klinik. Dan sekurang-kurangnya 8 dari 13 pelayanan spesialin lain yaitu:
mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan
kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedic, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan
kedokteran forensik: mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, urologi dan kedokteran forensic. Pelayanan medik subspesialis
2 dari 4 subspesialis dasar yang meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak,
obstetric dan ginekologi.

C. Rumah Sakit Tipe C


Rumah sakit tipe C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas, mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 spesialis dasar: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah,
obstetri, dan ginekologi dan 4 spesialis penunjang medik: pelayanan anestesiologi,
radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.
D. Rumah Sakit tipe D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 2 dari 4 spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan
anak, bedah, obstetric dan ginekologi.
2.3 Kerangka Pikir
Variable indenpenden variable dependen

Pengetahuan Diabetes Melitus Tipe 2 Kualitas Hidup Penderita

Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Kinapit Kotamobagu waktu penelitian
ini dilakukan pada bulan Januari tahun 2022.
3.2 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif untuk memahami
karakteristik pasien, jenis terapi monoterapi dan kombinasi, serta jenis obat
antidiabetes yang digunakan.
3.3 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Instrumen Penelitian
Menggunakan rekamdi Rumah Sakit Kinapit Kotamobagu. Lembar pengumpulan
data berisi nama pasien, usia, tekanan gula darah berupa tekanan gula darah sewaktu
dan tekanan gula darah puasa, nama obat, dosis, dan cara pemakaian.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dari data sekunder berupa catatan rekam medik pasien diruangan
rekam medik Rumah Sakit Kinapit Kotamobagu. Data yang dikumpulkan yaitu berisi
nama pasien, usia, tekanan darah berupa sistolik dan diastolik, nama obat, dosis, dan
cara pemakaian.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan penyakit DM
Tipe 2 yang terdata di bagian rekam medik di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022.
3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan DM tipe 2 yang terdata
dalam rekam medik di RSU Kinapit Kotamobagu Tahun 2022 serta memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi penelitian yang telah ditetapkan. Adapun kriteria inklusi
dan eksklusi penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi Pengambilan sampel dilakukan dengan beberapa kriteria inklusi
antara lain :
1. Pasien yang terdiagnosis menderita DM Tipe 2
2. Usia responden remaja dan orangtua 18-45 tahun
3. Sedang atau telah melakukan pengobatan saat penelitian dilakukan
4. Bersedia diwawancarai selama masa penelitian dilakukan
5. Berdomisili di Kotamobagu dan memiliki alamat yang jelas
b. Kriteria Eksklusi Adapun kriteria eksklusi antara lain :
1. Pasien DM tipe 2 yang mengalami masalah kesehatan mendadak seperti
pusing, letih dan lemah dan masalah lain yang tidak memungkinkan untuk
jadi responden.
2. Tidak bersedia diwawancarai selama penelitian.
3.5 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,yaitu
dengan mengambil sampel untuk tujuan tertentu. Sampel yang digunakan yaitu rekam
medik pasien diabetes melitusdi Rumah Sakit Kinapit Kotamobagu yang memenuhi
kriteria inklusi
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
No Variabel Definisi Parameter Indikator Skala
Operasional
1. Diabetes Diabetes Menurut Peningkatan Nominal
melitus Melitus adalah kriteria tekanan gula
suatu penyakit diagnostik darah dapat
metabolik Perkumpulan diukur dengan
yang ditandai Endokrinologi menggunakan
dengan adanya Indonesia glukometer
hiperglikemia (PERKENI) yang berfungsi
yang terjadi 2006, untuk
karena seseorang mengukur
pankreas tidak dikatakan tekanan gula
mampu menderita darah.
mensekresi diabetes jika
insulin, memiliki kadar
gangguan kerja gula darah
insulin, puasa >126
ataupun mg/dL dan
keduanya. pada uji
Dapat terjadi sewaktu >200
kerusakan mg/dL. 5
jangka panjang Kadar gula
dan kegagalan darah
pada berbagai sepanjang hari
organ seperti bervariasi
mata, ginjal, dimana akan
saraf, jantung, meningkat
serta pembuluh setelah makan
darah apabila dan kembali
dalam normal dalam
keadaaan waktu 2 jam
hiperglikemia
kronis
(American
Diabetes
Association,
2020).

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat. Data
pasien yang diperoleh dibuat rekap dalam sebuah tabel induk, dikelompokkan
menurut (nama pasien, usia, tekanan gula darah berupa sewaktu dan puasa, nama
obat, dosis, dan cara pemakaian). Kemudian dianalisis secara deskriptif meleputi
parameter jenis obat, dimana pemilihan obat dan informasi obat disesuaikan dengan
pedoman pengobatan berdasarkan standar (Kemenkes RI, 2013).

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2018. Standards of Medical Care in Diabetes2018 M.
Matthew C. Riddle, ed.
ADA (American Diabetes Association), 2019. Classification and Diagnosis of
Diabetes : Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 42 (1), hal
13-28.
Bramantoro Taufan, 2017, Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan
Kesehatan, Surabaya: UNAIR (AUP).
Depkes RI, 2014, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, Jakarta: Depkes
RI
Dewi, R. K. 2014. Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: FMedia (Imprint Agro
Media Pustaka)
Mentri Kesehatan RI. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
Restyana N.R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel. Medical Faculty. Lampung
University.
Rikomah, Setya Enti. 2017. Farmasi Rumah Sakit. Penerbit Deepublish: Yogyakarta
Soelistijo, S.A., Novida, A., Rudijanto, A. (2015). Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni.
Supartiningsih, S. 2017. Kualitas Pelayanan Kepuasan Pasien Rumah Sakit: Kasus
Pada Pasien Rawat Jalan. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah
Sakit, 6(1), pp.9-15.
Suiraoka, IP. (2012). Penyakit Degeneratif. Mengenal, Mencegah dan Mengurangi
Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.
Tandra, Hans. 2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes.
Surabaya : EGC
Totok Turdiyanto. 2013. Tri Rahayu Ningsih., editors. Farmakologi untuk SMK
Farmasi. Jakarta: EGC, 2013.
Trisnawati, S.K dan Setyorogo.S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1): pp. 6-11
WHO. (2016). Global Report on Diabetes. Geneva: World Health Organization

Lampiran 1 Lembar pengumpulan data


No Nama Usia Jenis Tekanan Gula darah Nama obat Dosis Cara
pasien kelamin pemakaian
L P Sewaktu Puasa
1.
2.
3.
4.
5.

Anda mungkin juga menyukai