PROPOSAL
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang terjadi karena
pankreas tidak bisa menghasilkan kadar insulin yang cukup sehingga terjadi
kelebihan gula didalam darah, Kadar glukosa yang berlebih akan menjadi
racun bagi tubuh karena sebagian glukosa yang tertahan didalam tubuh akan
Diabetes melitus memiliki efek serius bagi tubuh, adapun faktor penyebab
terjadinya diabetes melitus yaitu; faktor keturunan, obesitas, usia, tekanan darah,
tanda dan gejala seperti; meningkatnya frekuensi buang air kecil, rasa haus yang
berlebihan, penurunan berat badan, rasa lapar yang berlebihan, kulit menjadi
atau mati rasa (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Tanda dan gejala lain yang
(Tumanggor, 2019).
sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita
diabetes melitus pada tahun 2019, diprediksi pada tahun 2030 angka terus
meningkat hingga mencapai 578 juta dan ditahun 2045 diperediksi penderita
diabetes melitus mencapai 700 juta (Kemenkes RI, 2020). Indonesia adalah
yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe
gestasional, dan diabetes melitus tipe lainnya, dari semua jenis diabetes
diabetes tersebut diabetes melitus tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling banyak
Hasil penelitian Younis pada tahun 2017 yang menunjukan terdapat 74% dari
penderita DM (Younis ddk (2017) dalam (Azizah, 2019). Hasil Penelitian Ali, Masi
& Kallo (2017) dalam (Umam et al., 2020) mengatakan bahwa kualitas hidup pasien
diabetes melitus memiliki kualitas hidup buruk. Perubahan yang terjadi seperti pada
domain fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan hidup, hal tersebut
6,9% menjadi 8,5% dan Prevalensi diabetes melitus di Jawa Barat 1,7% dari
hidupnya, aspek tersebut adalah adanya kebutuhan khusus yang terus menerus
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus diantaranya faktor
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan,self care, pekerjaan, dan
lama menderita diabetes melitus (Istianah et al., 2017; Umam et al., 2020). Faktor
orang lain, standar referensi, dan kesehatan fisik menjadi salah satu faktor yang
Beberapa studi mengatakan self care akan memberi pengaruh terhadap kualitas
hidup pasien DM, menurut (Rantung et al., 2015) salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien DM yaitu self care. Aktivitas self care yang
meliputi: Pengaturan pola makan, pemantauan kadar gula darah, terapi obat,
perawatan kaki, dan latihan fisik. World Health Organization (2009) menyebutkan
penyakit dan kecacatan denga atau tanpa dukungan daei penyedia layanan
kesehatan. Self care merupakan kebutuhan manusia terhadap kondisi dan perawatan
diri sendiri yang penatalaksanaannya dilakukan secara terus menerus dalam upaya
Kegiatan self care sangat penting dilaksanakan oleh pasien DM, karena
dengan 122 kasus. Dampak Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik adalah
Kualitas hidup merupakan perasaan puas dan bahagia sehingga pasien diabetes
hidupnya, aspek tersebut adalah adanya kebutuhan khusus yang terus menerus
berkelanjutan dalam perawatan diabetes melitus, gejala apa saja yang kemungkinan
muncul ketika kadar gula darah tidak stabil, komplikasi yang dapat timbul akibat
Pasien diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik rentan sekali
mengalami komplikasi yang terjadi karena defisiensi insulin atau kerja insulin yang
tidak adekuat. Komplikasi yang ditimbulkan bersifat akut maupun kronik, ketika
penurunan umur harapan hidup (UHP), serta meningkatnya angka kesakitan dan
pada akhirnya akan mengganggu kualitas hidup pasien DM (Nwankwo dkk dalam
(Tumanggor, 2019).
Beberapa studi mengatakan self care akan memberi pengaruh terhadap kualitas
hidup pasien DM, menurut (Rantung et al., 2015) salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien DM yaitu self care. Aktivitas self care yang
meliputi: Pengaturan pola makan, pemantauan kadar gula darah, terapi obat,
perawatan kaki, dan latihan fisik. World Health Organization (2009) menyebutkan
penyakit dan kecacatan denga atau tanpa dukungan daei penyedia layanan
secara terus menerus dalam upaya mempertahankan kesehatan dan kehidupan, serta
2017).
Kegiatan self care sangat penting dilaksanakan oleh pasien DM, karena
merupakan cara yang efektif untuk memantau kadar gula darah. Analisis hubungan
self care kualitas hidup menunjukan semakin meningkat self care maka akan
meningkatkan kualitas hidup. Aktivitas self care yang baik akan mencapai
pemantauan kadar glukosa yang akurat sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya
komplikasi. berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rantung, Yetti &
Herawati (2015) bahwa ada hubungan bermakna antara aktivitas self care dengan
kualitas responden.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh (Hastuti et al., 2019) terdapat
hubungan antar self care dengan kualitas hidup pasien DM. sejalan dengan Penelitan
yang dilakukan (Asnaniar & Safruddin, 2019) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara self care dengan kualitas hidup pada penderita pasien diabetes mellitus.
Menurut (Minarni et al., 2018) dalam hasil penelitan yang dilakukan ada hubungan
self care dengan kualiats hidup penderita diabetes melitus dimana penderita DM
yang self care-nya tinggi lebih berpeluang memiliki kualitas hidup yang baik baik
dibandingkan dengan penderita yang self carenya rendah. Namun berdasarkan yang
dilakukan oleh (Rantung et al., 2015) Menunjukan tidak ada hubungan yang
bermakna antara Self Care dengan kualitas hidup responden Diabetes Melitus (DM)
berada Kota Sukabumi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan dengan pihak
Program yang dibuat oleh pemerintah menjadi solusi saat ini, penyakit tidak
menular (PTM) merupakan penyakit yang saat ini menjadi salah satu penyebab
kematian. Oleh sebeb itu upaya puskesmas sagaranten dalam meningkatkan kualitas
hidup para penderita diabetes melitus supaya lebih optimal yaitu dengan
satu minggu sekali. Kegiatan prolanis ini dilakukan mulai dengan pengukuran berat
badan, tinggi badan, tekanan darah, pemeriksaan GDS dan kolestrol, senam dan
dengan judul Hubungan self care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabeters Melitus
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Tahun 2022.
3. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di Wilayah
2. Bagi Puskesmas
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
pankreas tidak menproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang di produksi secara efektif, insulin merupakan hormon yang mengatur
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya. Bila
insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk mempertahankan gula darah dalam
batas normal atau jika sel tubuh tidak mampu merespon atau tepat sehingga akan
badan, kelemahan, kesemutan, pandang dan disfungsi ereksi pada laki-laki dan
Tanda gejala diabetes melitus menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2019) yaitu:
sering kencing daripada orang normal dan mengeluarkan lebih dari 5 liter air
beberapa kali untuk buang air kecil itu pertanda ginjal berusaha Singkirkan
Dengan hilangnya air dari tubuh karena sering buang air kecil, penderita
Merasa haus dan Butuh banyak air. yang rasa haus yang Berlebihan berarti
tubuh mencoba mengisi kembali cairan yang hilang itu.Sering Buang air kecil
dan rasa haus berlebihan merupakan beberapa cara tubuh untuk mencoba
badan yang cepat. karena hormon insulin tidak mendapatkan glukosa untuk
sel, Yang digunakan sebagai energi, tubuh memecah protein dari otot
d. Kelaparan
kadar gula darah Turun drastis tubuh mengira belum diberi makan dan lebih
tanda peringatan diabetes, seperti juga kondisi kulit lainnya misalnya kulit
jadi gelap di sekitar daerah leher atau ketiak. infeksi, luka, dan memar yang
tidak sembuh dengan cepat merupakan tanda diabetes lainnya. Hal ini
f. Infeksi jamur
jamur lainnya. jamur dan bakteri tumbuh di lingkungan yang kaya akan gula.
g. Iritasi genital
beberapa lama merasakannya, mereka kerap merasa tak enak badan (Dr.
tersinggung.
i. Pandangan yang kabur
akibat langsung adat gula darah tinggi. membiarkan gula darah tidak
merupakan tanda bahwa saraf sedang rusak oleh diabetes. masih seperti
saraf bisa menjadi permanen. pada diabetes, gula darah yang tinggi bertindak
bagaikan racun. diabetes sering disebut silent killer jika gejalanya terabaikan
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih
kali lipat individu yang memilikki salah satu adri dua tipe HLA ini. Resiko
tersebut meningkat sampai 10 kali lipat pada individu yang memiliki tipe
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
perkembagan penyakit pada pasien diabetes tipe1 yang baru terdiagnosis atau
pada pasien pra diabetes (pasien dengan antibodi byang terdeteksi tetapi tidak
propektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel
beta.
Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bawha virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor
insulin.
anatara lain:
a. Diabetes Tipe 1
terbagi dalam 2 sub tipe yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses
autoimun Sel Beta. sebelumnya disebut dengan diabetes juvenile, terjadi lebih
sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia. diabetes Tipe 1
absolut, peningkatan glukosa darah, dan pemecahan lemak dan protein tubuh.
b. Diabetes tipe 2
banyak dialami oleh orang dewasa tua 20 dari 40 tahun serta lebih sering
c. Diabetes gestasional
terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin
saat selama kehamilan. tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan kejaringan
untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah yang
oleh sel. sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe
atau syndrome chusing, karena zat kimia atau obar, infeksi dan endokrinopati
kekurangan protein, gangguan genetik pada fungsi sel beta dan kerja insulin,
namun dapat pula terjadi karena penyakit endokrin pankreas (seperti cystik
a. Faktor Keturunan
b. Obesitas
juga merusak kemampuan Sel Beta untuk melepas insulin saat terjadi
c. Usia
Faktor usia yang resiko penderita diabetes melitus tipe 2 adalah usia
diatas 30 tahun, Hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia. perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat
darah naik 1 sampai 2 mg% tiap tahun saat puasa dan akan naik 6 sampai 13%
d. Tekanan Darah
pada peningkatan tekanan darah antara lain : resistensi insulin, kadar gula
darah plasma, obesitas Selain faktor lain pada sistem regulasi pengaturan
tekanan darah.
e. Aktivitas Fisik
beresiko DM. kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut
f. Kadar Kolestrol
g. Stress
dimiliki.
bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 Kg mempunyai resiko untuk
2016)
a. Akut
terjadi karena peningkatan insulin dalam darah dan penurunan kadar glukosa
menit
berikut:
nyata.
b. Kronis
Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskuler, mrovaskuler
dan neoropati
1) Komplikasi moskuler
2) Komplikasi mikrovaskuler
3) Komplikasi neuropati
mempengaruhi semua jenis saraf, yaitu saraf perifer, otonom dari spinal.
kaki, yaitu perubahan ulkus kaki diabetik, pada umumnya tidak terjadi
dengan diabetes dan hal ini menjadi cukup berat akibat adanya ulkus serta
sepatu, benda tajam, dan lain sebagainya) merupakan faktor yang memulai
terjadinya ulkus.
insulin dan kadar glukosa darah dalam mengurangi komplikasi yang ditimbulkan
akibat DM. Ada Lima Komponen dalam pelaksanaan diabetes tipe 2, yaitu terapi
a. Edukasi
pasien diabetes melitus bertujuan supaya pasien dapat mengontrol gula darah,
mengurangi komplikasi dan supaya meningkatkan kemampuan merawat diri
b. Manajemen Diet
10% berat badan idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, Serta
merupakan kunci dalam penanganan DM. Penurunan berat badan ringan atau
sedang (5-10 % dari total berat badan) telah menunjukkan perbaikan dalam
pasien, salah satunya menilai status gizi. penilaian status gizi dengan
atau kurang gizi. IMT normal pada orang dewasa antara 18,5 - 25.
plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. latihan fisik yang
memelihara berat badan normal dengan indeks massa tubuh (BMI) ± 25.
insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak
prinsip latihan fisik pasien DM pada prinsipnya sama saja dengan prinsip
oleh kadar glukosa darah yang adekuat. SMBG setelah menjadi dasar dalam
darah, glukosa urine, keton darah, keton urine. Selain itu juga, pengkajian
tambahan seperti cek berat badan secara reguler; pemeriksaan fisik teratur,
diabetes
8. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau
latihan fisik dan obat Hipoglikemia oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah
1) Sulfonylurea
Mekanisme kerja obat ini cukup rumit. sulfonilurea bekerja pada sel
2) Golongan Glinid
1) Biguanid
kerja insulin. Penggunaan metformin pada diabetes gemuk karena obat ini
2) Tiazolidinedion
3) Resiglitazone (Avandia)
sensitifitas) insulin.
Efek samping dari obat golongan ini dapat berupa bengkak di daerah
dalam tubuh. Obat golongan ini tidak boleh diberikan pada diabetes
dengan gagal jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat ini
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada diabetes tipe 2 dengan
kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan
kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak mengakibatka
B. Self Care
tahun 1971 dan dikenal dengan teoti self care deficit nursing theory (SCDNT).
Teori SCDNT sebagai grand teori nursing system. self care adalah wujud
kehidupan disekitarnya. self care merupakan perilaku yang dapat dipelajari dan
2020).
a. Manusia
2019).
b. Masyarakat/lingkungan
c. Sehat
sehingga berkembang secara fisik dan jiwa, melipti aspek fisik, psikologik,
d. Keperawatan
secara
sengaja, suatu fungsi yang dilakukan oleh perawat karena memiliki suatu
1) Self care
tertentu
untuk perawatan diri sendiri yang menggunakan metode dan alat dalam
Self care deficit merupakan hal utama dari teori general keperawatan
agency berdampak self care deficit pada seseorang individu (Muhlisin &
pemantauan kadag gula darah, terapi obat, perawatan kaki, dan latihan fisik
(olahraga).
c. Terapi obat bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah sehingga dapat
dengan baik.
C. Kualitas Hidup
mengenai posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistemnilai
dimana mereka dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan standard dan
memenuhi tuntutan, kegiatan dalam kehidupan secara normal dan dampak sakit
kehidupan yang dialami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada
lingkungan individu tersebut berada (Adam, 2006 ; Brooks & Anderson, 2007)
Kualitas hidup adalah suatu konsep yang sangat luas dan dipengaruhi oleh
bersama lima belas pusat kajian (field centers) internasional, secara bersamaan
dalam upaya untuk mengembangkan penilaian kualitas hidup yang akan berlaku
a. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perluasan focus pada pengukuran
pada alktivitas dan perilaku sehari-hari. Hal ini memberikan ukuran dampak
penyakit, tidak menilai kualitas hidup semata, yang telah tepat digambarkan
digunakan dalam situasi lain banyak menyita waktu, dan tidak sesuai karena
sejumlah alasan.
kualitas profil hidup adalah mungkin untuk menurunkan empat skor domain.
hidup disetiap domain tertentu. Domain skor berskalakan kearah yang positif
(yaitu skor yang lebih tinggi menunujukan kualitas hidup lebih tinggi). Biasanya
seperti cakupan indeks antara 0 (mati) dan (1) kesehatan sempurna. Semua skala
dan faktor tunggal diukur dalam rentan skor 0-100 nilai skala yang tinggi
mewakili tingkat respon yang lebih tinggi. Jadi nilai tinggi untuk mewakili skala
fungsional tinggi atau tingkat kesehatan lebih baik; nilai yang tinggi untuk status
kesehatan umum atau QoL menunjukan QoL yang tinggi; tetapi nilai tinggi untuk
menggunakan teknik Tem Trade Off (TTO) dimana 0 menujukan kematian dan
Rating scale (RS) mengukur QoL dengan cara yang sangat mudah, RS
menanyakan QoL, secara langsung sebagai sebuat titik dari 0 yang berhubungan
dengan kematian. Dan kurang dari 100, yang berhubngan dengan kesehatan yang
namun sudah di modifikasi oleh (Tumanggor, 2019) dan telah di uji oleh peneliti
nomor 1-5 adalah pertanyaan kesehatan fisik, 6-12 pertanyaan psikologis, 14-17
dengan skor 22-88. Untuk hasil ukur kualitas hidup baik jika nilai K3 < T, cukup
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Tingkat pendidikan
kualitas hidup.
d. Status perkawinan
Status perkawinan memiliki hubungan terhadap kualitas hidup, hal
e. Pekerjaan
Orang yang tidak memiliki pekerjaan pada usia dewasa muda akan
jam/hari), dimana waktu ini setara dengan waku yang dihabiskan individu
g. Penghasilan
Sehingga hal tersebut dilihat dari penilaian perubahan kualitas hidup secara
fisik, fungsional, mental, dan kesehatan sosial dalam engevaluasi biaya dan
pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara fisik
i. Kesehatan fisik
kesehatan bukan saja sebagai sesuatu penyakit akan tetapi bisa dilihat dari
hidupterpokus pada kualitas hidup yang “diterima” responden, definisi ini tidak
kondisi dengan pola terperinci, melainkan efek dari penyakit dan intervensi
kesehatan terhadap kualitas hidup. Dengan demikian kualitas hidup tidak bisa
disamakan hanya dengan istilah status kesehatan, gaya hidup, kepuasan hidup,
Dalam praktik klinis, penilain WHOQOL akan membantu tim medis dalam
membuat sebuat aspek penting dari audit rutin kesehatan dan pelayanan sosial.
kualitas yang dilakukan, bisa memastikan data yang dihasilkan oleh kerja yang
(Nursalam, 2020).
yaitu:
berikut :
3) Mobilitas
6) Kepastian kerja
2) Perasaan negatif
3) Persaan positif
4) Penghargaan diri
berikut :
1) Hubungan pribadi
2) Hubungan sosial
3) Hubungan seksual
4) Lingkungan rumah
7) Lingkungan fisik (polusi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim)
8) Transfortasi
D. Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rantung et al., 2015), Hasil
penelitian menunjukan rata-rata usia 62,7 tahun. Sebagian besar responden berjenis
pendidikan dasar (SD, SMP) dan penghasilan perbulan diatas UMK. Lama responden
menderita DM rata-rata adalah 8.2 tahun, sebagian besar mengalami komplikasi dan
tidak mengalami depresi. Sebagian responden tidak melakukan self care dengan
maksimal, rata-rata responden merasa puas dengan kualitas hidupnya. Ada hubungan
bermakna antara aktivitas self care, jenis kelamin, dan depresi dengan kualitas hidup
Penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara Self Care
Indonesia (PERSADIA) Cabang Cimahi setelah dikontrol oleh variable jenis kelamin
dan depresi.
disimpulkan bahwa sebagian responden memiliki self care yang tinggi sebanyak
52,8% dan kualitas hidup yang baik sebanyak 61,1%. Berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-Square menunjukan nilai signifikan p value 0,017 < α 0,05
yang artinya ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Chaidir et al., 2017) dapat
responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase 74.2% (66 responden) dan
seluruh responden menderita DM < 10 tahun dengan persentase 100% (89 responden)
lebih dari separoh responden menderita DM memiliki tingkat self care yag tinggi
dengan persentase 51.7% (46 responden) lebih dari separoh responden memiliki
kualitas hidup yang huruk dengan persentase 52.8% (47 responden) besaran korelasi
antara self care dengan kualitas hidup pasien DM yaitu sebesar 0.432, maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan self care denga kualitas hidup pasien DM di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh berbanding lurus dan memiliki tingkat korelasi sedang.
hubungan self care dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 diwilayah
penderita yang self care-nya tinggi berpeluang memiliki kuaitas hidup yang lebih
berdasarkan hasil analisis bivariat, hubungan antara self care dengan kualitas hidup
pasien DM diperoleh bahwa responden yang memiliki self care baik lebih banyak
yang memiliki kualitas hidup hidup baik sebanyak 17 responden, disbanding dengan
responden yang memiliki kualtitas hidup baik baik sebanyak 13 responden. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,003 (p value < 0,05) hal ini menunjukan ada hubungan
antara self care dengan kualitas hidup. Sehingga ditark kesimpulan bahwa dalam
penelitian ini adalah terdapat hubungan anatara self care dengan kualitas hidup pasien
dengan tergantung dengan orang lain. 2) hasil penelitian menunjukan bahwa dari 97
responden, didapatkan bahwa responden yang memiliki kualitas hidup yang sedang
antara perawatan diri (self care) dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di poli
E. Kerangka pemikiran
Kerangka berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa konsep
yang didalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel yang satu dengan
masalah yang sudah dibuat berdasarkan dengan proses deduktif dalam rangka
dan kesejahteraan. Apabila self care dibentuk dengan efektif maka hal tersebut
mampu membentuk integritas stuktur dan fungsi manusia (Muhlisin & Irdawati,
2010).
Self care menurut WHO (2009) mendefinisikan sebagai kemampuan individu,
menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit dan kecacatan dengan atau tanpa
dukungan dari penyedia layanan kesehatan (Putri, 2017). Aktivitas self care meliputi
: pengaturan pola makan, pemantauan kadar gula darah, terapi obat, perawatan kaki,
mendapatkan hidup yang normal terkait dengan persepsi secara individu mengenai
tujuan, harapan, standar dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang
dialami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu tersebut
berada. Kualitas hidup merupakan sasaran utama yang ingin dicapai dibidang
Self care dapat mempengaruhi kualitas hidup karena apabila self care dilakukan
dengan baik maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, aspek tersebut
lebih dititik beratkan pada pencegahan komplikasi dan pegontrolan kadar gula pada
penderita DM, apabila pasien dapat melakukan pengontrolan gula darah melalui
perubahan gaya hidup yang teratur, tepat dan permanen maka tidak akan terjadi
pasien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri, yang biasa disebut self care.
Sehingga ketidaksanggupan pasien dalam melakukan self care dapat mempengaruhi
kualitas hidup dari segi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, dan hubungan sosial
dengan lingkungan (Utami et al., 2014) : (kusniawati 2011) dalam (Chaidir et al.,
2017).
Bagan 2.1 Kerangka pemikiran Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup
Keterangan :
F. Hipotesis Penelitian
antara dua atau lebih variabel yang diharapkan mampu menjawab suatu pertanyaan
dalam penelitian.
Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Desa
Cibaregbeg Wilayah Kerja Puskesmas Cikole Kota Sukabumi”
H₀ = Tidak Ada Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
H₁ = Ada Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
bahwa variasi suatu variable diikuti oleh variasi oleh variable lain (Nursalam, 2020).
sectional merupakan jenis penelitian secara tidak langsung mengukur sifat dan
tingkat yang sama dengan mengambil sampel yang berbeda dari tingkatan atau studi
dalam rangka meramalkan pola kondisi masa depan (Hardani et al., 2020). Penelitian
cross sectional memiliki tiga ciri distingtif yaitu tidak berdimensi waktu, bergantung
didasarkan pada perbedaan yang ada daripada pengelompokan acak (Hardani et al.,
2020).
Pada penelitian ini peneliti mengkaji hubungan self care dengan kualitas
hidup pasien diabetes melitus di Desa Cibaregbeg Wilayah Kerja Puskesmas Cikole
Kota Sukabumi.
1. Lokasi Penelitian
Kota Sukabumi.
2. Waktu Penelitian
C. Variable Penelitian
Vatiabel tidak bebas merupakan variabel terikat yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2019). Variabel tidak
1. Definisi Konseptual
Supaya memperoleh gambara secara jelas kearah mana penelitian itu berjalan, atau
data apa yang dikumpulkan (Notoatmodjo, 2018). Adapun definisi konsep yang
akan dipaparkan adalah pasien penderita Diabetes melitus, self care, dan kualitas
hidup.
pankreas tidak menproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang di produksi secara efektif, insulin merupakan hormon yang mengatur
mendapatkan hidup yang normal terkai dengan persepsi secara individu mengenai
tujuan, harapan, standar, dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang
dialami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu
2. Definisi Operasional
dimaksud, atau tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi
1. Populasi
(Nursalam, 2015) populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus di wilayah kerja
2. Sampel
2020). Sample pada penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus di
57
berbagai sebab.
(Sugiyono, 2019).
1. Jenis Data
a. Data Primer
(Budhiana, 2019).
b. Data Sekunder
(Budhiana, 2019).
(Notoatmodjo, 2018).
G. Instrumen Penelitian
penetapan data lain. Pada jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data
tertulis.
H. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang di ukur (Notoatmodjo, 2018). Uji validitas ini
𝑛(∑ X𝑌) − (∑ X) − (∑ 𝑌)
𝑅=
√{𝑛(∑ X2 − (∑ X)2 {𝑛(∑ 𝑌2) − (∑ 𝑌)2}
Keterangan
R : Koefisien korelasi
total n : Jumlah
responden
perhitungan menggunakan
yang diuji validitasnya dalam penelitian ini yaitu variabel self care
dan kualitas hidup.
2. Uji Reabilitas
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sebagai berikut :
Rumus :
𝑘
𝑟= [ ] [1 −
(𝑘 − 1)
∑𝜎𝑏2
]
𝜎2𝑡
Keterangan :
yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari
peneliti masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap
untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti
pengolahan data yang melalui beberapa tahap proses. Proses pengolahan data
1. Editing
dari responden.
2. Coding
data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna
3. Scoring
Scorsing merupakan kegiatan memberikan nilai atau skor pada setiap
item jawaban responden seperti “ya” diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai “0”.
yang telah dikumpulkan ke dalam data base computer. Proses entry data
windows.
apakah ada kesalahan atau tidak. Pada proses cleaning ini dilakukan
a
P x 100%
a. b
Keterangan :
tertentu
1 Baik ≥ 45,5
sebagai berikut:
Menentukan
Xmax Xmax
= 91
Menentukan
Xmin Xmin
=0
Menentukan
Range
R = Xmax – Xmin
= 91 – 0
= 91
Menentukan nilai
Median (Me) Me
= 2 𝑥 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 +
X𝑚i𝑛
4
Keterangan :
Me = Median
R = range (Xmax-
Xmin) Xmax =
skor terbesar
Xmin = skor
terkecil
Cukup, Kurang
minimal, Xmin =
maximal Xmax =
3) Menentukan
= Xmax – Xmin
K2 =
K1 =
sebagai berikut:
1) Baik, jika K3
68,25 < T
T ≤ 68,25
3) Kurang, jika T
≤ K2 Kurang,
jika T ≤ 52,5
3. Analisis Bivariat
(ƒ𝑜 − ƒℎ)
𝑥2 = ∑ ƒℎ
Keterangan:
𝑥2 : Nilai Chi-square
(ada hubungan) dan H0 diterima dan H1 ditolak jika didapatkan nilai > 0,05
K. Prosedur Penelitian
gambaran yang jelas dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti.
yang meliputi:
masalah penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini peneliti akan mengumpulkan data sesuai dengan fokus
mempengaruhinya
hal ini peneliti berusaha untuk membuat suasana yang lebih akrab
c. Peran serta dan pengumpulan data, dalam hal hal ini peneliti berusaha
5) Membagikan kuesioner
8) Menarik kesimpulan.
3. Pembuatan Laporan
Kode etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
1. Prinsip Manfaat
resiko yang mungkin terjadi dan manfaat yang diperoleh harus lebih besar
dari pada resiko yang terjadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak
observasi ketika
3. Prinsip Keadilan
manusia.
kesempatan yang sama. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kebiasan
4. Informed Consent
consent
responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan.
responden.
6. Confidentiality (Kerahasiaan)
dan dan dalam penggunaan data hanya untuk kepentingan penelitian saja.
Semua data dan informasi yang didapat dari responden dalam penelitian ini
Chaidir, R., Wahyuni, A. S., Furkhani, D. W., Studi, P., Keperawatan, I., Yarsi,
S., & Bukittinggi, S. (2017). Hubungan self care dengan kualitas hidup
pasien diabetes melitus. Journal Endurance, 2(June), 132–144.
Hardani, H., Medica, P., Husada, F., Andriani, H., Sukmana, D. J., & Mada, U.
G. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Issue March).
CV. Pustaka Ilmu.
Hartati, I., Pranata, A. D., & Rahmatullah, M. R. (2019). Hubungan Self Care
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam
RSUD Langsa. JP2K, 2(2), 94–104.
Hastuti, Januarista, A., & Suriawanto, N. (2019). Hubungan Self Care Dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Ruang Garuda Rsu Anutapura
Palu. Journal of Midwifery And Nursing, 1(3), 24–31.
Istianah, Uswatun, N., Hadi, I., & Arifin, Z. (2017). Hubungan Self Care
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Karak Pulu Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Stikes Yarsi Mataram, 10(2).
Kemenkes RI. (2018). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 1–8.
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20111800001/diabetes-
melitus.html. Diakses 10 April 2021
Muhlisin, A., & Irdawati. (2010). Teori Self Care Orem Dan Pendekatan Dalam
Praktek Keperawatan. Berita Ilmu Keperawtantan, 2(2), 97–100.
Pendekatan Praktis.
Salemba Medika.
Rantung, J., Yetti, K., & Herawati, T. (2015). Hubungan self-care dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus (dm) di persatuan diabetes
indonesia (persadia) cabang cimahi. Skolastik Keperawatan, 1(1), 38–
51.
Umam, M. H., Solehati, T., & Purnama, D. (2020). Gambaran Kualitas Hidup
Pasien Diabetes melitus Di Pukesmas Wanaraja. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada, 70–80.