Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELITUS

Mursal 1, Nanda Fitria2, Feandi Putera3, Yudi Akbar 4,Nisaaul Maghfirah5


1,2,3,4
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
5
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
Correspondence: nsmursal.mkep@gmail.com

ABSTRAK
Kualitas hidup penderita diabetes melitus akan mempengaruhi produktivitas
penderitanya jika tidak dikelola dengan tepat dan memiliki resiko menurunnya
kualitas hidup. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan self care dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus. Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional dengan populasi seluruh penderita diabetes melitus yang berobat ke
UPTD Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen periode Januari-Mei sebanyak 82
responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dimana
seluruh populasi dijadikan sampel. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner
Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA) dan kuisioner Diabetes Quality Of
Life (DQOL). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan Self Care
dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten
Bireuen dengan P-value sebesar 0,000 < α = 0,05. Berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus. Diharapkan kepada penderita diabetes melitus untuk melakukan Self
Care secara optimal dengan rutin minum obat, mengatur pola makan, mengontrol
gula darah, melakukan perawatan kaki dan melakukan aktivitas fisik sehingga
mengurangi resiko terjadinya komplikasi diabetes melitus.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Self Care, Kualitas Hidup

ABSTRACT
The quality of life of people with diabetes mellitus will affect the productivity of the
sufferer when it is not appropriately managed and has the risk to decrease the
quality of life. This study aimed to indicate the relationship between self-care and the
quality of life of patients with diabetes mellitus. This study used a cross-sectional
design with a population of all people with diabetes mellitus who went to the UPTD
Public Health Center of Juang City, Bireuen for the January-May period as many as 82
respondents. A total sampling technique was used where the entire population was
sampled. The measuring instrument used is a Summary of Diabetes Self-Care
Activities (SDSCA) questionnaire and a Diabetes Quality Of Life (DQOL)
questionnaire. Data analysis used in this research is univariate and bivariate
analysis. This study's results indicate a relationship between Self Care and the quality
of life of diabetes mellitus patients at the Juang City Health Center, Bireuen with a P-
value of 0.000 < α = 0.05. Based on the research, it can be concluded that there is a
correlation between self-care and the quality of life of patients with diabetes mellitus.

1
It is expected for people with diabetes mellitus to carry out Self Care optimally by
regularly taking medication, regulating their diet, controlling their blood sugar,
performing foot care, and doing physical activity to reduce the risk of complications
of diabetes mellitus.

Keywords : Diabetes Melitus, Self-Care, Quality of Life

A. PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah atau bisa disebut hiperglikemia.
Kadar gula yang tetap tinggi di dalam darah dapat disebabkan karena insulin tidak
diproduksi oleh kelenjar pangkreas atau bisa juga karena hormon insulin yang
telah diproduksi tidak mencukupi kebutuhan atau tidak bekerja secara efektif
(Jonathan et al., 2019).
Organisasi International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan 9,3%
penduduk dunia (463 juta) dewasa usia 20-79 tahun menderita diabetes melitus
dan sekitar 4,2 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun meninggal akibat diabetes
dan komplikasinya pada tahun 2019. Ini setara dengan satu kematian setiap
delapan detik. Indonesia termasuk negara ke-3 sekitar 29,1 juta dengan kasus
intoleransi glukosa tertinggi setelah USA dan China (IDF, 2019).
Indonesia mengalami peningkatan prevalensi diabetes dari 1,1% menjadi
1,5% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 2,0% pada tahun 2018 (Santosa et
al., 2019). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes melitus di Indonesia pada umur ≥15 tahun meningkat dari
1.5% pada 2013 menjadi 2% pada Tahun 2018. Namun prevalensi diabetes
melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6.9% pada 2013
menjadi 8.5% pada tahun 2018.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di Provinsi Aceh tahun 2017
sebanyak 500 orang (9,8%) dari total penduduk Aceh yang berjumlah 5.096.248
jiwa menderita Diabetes melitus. Angka tersebut berada di atas angka nasional
yang berjumlah 5,8 persen, dan angka ini akan terus meningkat setiap tahunnya
(Badan Pusat Statistik Banda Aceh, 2018). Berdasarkan laporan Provinsi Aceh
Riskesdas tahun 2018 dalam (Kemenkes RI, 2018) Kabupaten Bireuen menduduki
peringkat ke-2 dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi di Provinsi Aceh.
Diabetes melitus akan mempengaruhi segala aspek kehidupan
penderitanya dan jika tidak dikelola dengan tepat memiliki risiko tinggi terjadinya
komplikasi (Putra & Suari, 2018). Masalah-masalah yang terjadi pada pasien
diabetes melitus dapat diminimalkan apabila pasien diabetes melitus memiliki
pengetahuan yang baik dan kemampuan dalam melakukan pengontrolan secara
tepat terhadap penyakitnya yaitu dengan cara melakukan self care (Putra & Suari,
2018).
Self care adalah bentuk perilaku yang dilakukan oleh setiap individu dalam
menjaga kesehatan, perkembangan, dan kehidupan di sekitarnya (Baker & Denyes,

2
2008). Self care yang dilakukan pada pasien diabetes melitus meliputi pengaturan
pola makan, pemantauan kadar gula darah, terapi obat, perawatan kaki, dan
latihan fisik (olahraga) (Chaidir & Reny et al, 2017). Aktivitas perawatan diri yang
tidak pernah berakhir diikuti dengan penyesuaian gaya hidup yang dialami oleh
pasien diabetes melitus dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup
(Aschalew et al., 2020).
Kualitas hidup memberikan penilaian secara umum mengenai kemampuan
fungsional, ketidakmampuan dan kehawatiran akibat penyakit yang diderita yang
terdiri dari beberapa dimensi yang akan diukur yaitu kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial dan lingkungan. Kualitas hidup yang rendah dapat memperburuk
komplikasi dan dapat berakhir kecacatan atau kematian (Erniantin, 2018).
Hasil penelitian Arifin (2020) dengan judul Hubungan Self care Dengan
Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Sinjai yang menunjukkan
bahwa dari hasil uji statistik ditemukan bahwa ada hubungan antara self care
dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Az Zaura et al., (2021) yang berjudul
Hubungan Self care Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus ada
hubungan self care dengan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus di
Kabupaten Bireuen (p-value 0,000). Hasil penelitian dengan judul Tingkat Kualitas
Hidup Pasien Luka Kaki Diabetik didapatkan tingkat kualitas hidup pada kategori
buruk (53,3%), sedang (42,2%) dan baik (4,4%) (Akbar et al., 2021).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self care dengan
kualitas hidup pada pasien diabetes melitus di puskesmas kota juang kabupaten
Bireuen.

B. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan self care dengan kualitas hidup pada penderita diabetes
melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen. Metode penelitian dengan
pendekatan cross sectional merupakan penelitian yang mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach)
(Notoatmodjo, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
diabetes melitus sebanyak 82 penderita yang berobat ke poli klinik diabetes
dengan pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling.
Instrument penelitian yang digunakan untuk Self care menggunakan lembar
kuisioner Summary of Diabetes Self-Care Activity (SDSCA) yang dikembangkan oleh
Toobert and Glasgow (2000), merupakan instrument yang digunakan untuk
mengukur perilaku perawatan diri pada penyandang DM dan telah dimodifikasi
oleh Sarwuna (2020) dengan nilai r: 0,80 dan α: 0,74 dan kuesioner kualitas hidup
menggunakan kuisioner Diabetes Quality Of Life (DQOL) dimodifikasi oleh

3
Burroughs, et al. tahun 2004 dan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia serta di
uji validitas dan reabilitasnya oleh Chusmeywati tahun 2016 dengan nilai r: 0,60
dan α: 0,67.
Analisa data yang digunakan yaitu analisa data univariat yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian
serta analisa data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan dependen. Analisa bivariat dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan. Analisa bivariat yang digunakan adalah teknik
chi square.

C. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden Pasien Diabetes Melitus
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Responden
1 Usia
45-59 tahun 54 65.9
> 60 tahun 28 34.1
Jumlah 82 100.0
2 Jenis Kelamin
Laki – Laki 28 34.1
Perempuan 54 65.9
Jumlah 82 100.0
3 Lama DM
1-5 tahun 64 78.0
6-10 tahun 14 17.1
>11 tahun 4 4.9
Jumlah 82 100.0
4 Pendidikan
SD 5 6.1
SMP 8 9.8
SMA 48 58.5
PT 21 25.6
Jumlah 82 100.0
5 Pekerjaan
Tidak Bekerja 30 36.6
PNS 11 13.4
Pegawai Swasta 5 6.1
Wiraswasta 28 34.1
Petani 8 9.8
Jumlah 82 100.0
Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa dari 82 responden, mayoritas usia
responden adalah 45-59 tahun dengan jumlah 54 responden (65.9%). Mayoritas
responden jenis kelamin perempuan dengan jumlah 54 responden (65.9%). Lama
menderita DM mayoritas 1-5 tahun dengan jumlah 64 responden (78.0%).
Pendidikan responden mayoritas SMA dengan jumlah 48 responden (58.5%) dan

4
pekerjaan responden mayoritas tidak bekerja dengan jumlah 30 responden
(36.6%).

2. Self Care Pasien Diabetes Melitus


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Self Care Responden Terhadap Diabetes Melitus di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen (n = 82)

No Self Care Frekuensi Presentase (%)


1 Rendah 13 15.9
2 Sedang 32 39.0
3 Tinggi 37 45.1
Jumlah 82 100.0
Berdasarkan tabel 2. diatas dapat disimpulkan bahwa Self Care pasien diabetes
melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen mayoritas responden
memiliki Self Care pada kategori tinggi sebanyak 37 responden (45.1%).

3. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus


Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Responden Terhadap Diabetes
Melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen (n = 82)

No Kualitas Hidup Frekuensi Presentase (%)


1 Rendah 12 14.6
2 Sedang 46 56.1
3 Tinggi 24 29.3
Jumlah 82 100.0
Berdasarkan tabel 3. diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien
diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen mayoritas
responden memiliki kualitas hidup pada kategori sedang sebanyak 46 responden
(56.1%).

4. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus


Tabel 4. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen (n= 82)

No Kualitas Hidup
Self Care Rendah Sedang Tinggi Total α P-
Value
F % F % F % F %
1 Rendah 12 92.3 1 7.7 0 0.0 13 100,0 0,05 0.000
2 Sedang 0 0.0 30 93.8 2 6.2 32 100,0
3 Tinggi 0 0.0 15 40.5 22 59.5 37 100,0
Jumlah 12 14.6 46 56.1 24 29.3 82 100,0
Berdasarkan tabel 4. menunjukkan dari 82 responden mayoritas yang
memiliki self care tinggi dan kualitas hidup tinggi sebanyak 22 responden (59.5%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan
nilai p-value = 0.000 jika dibandingkan dengan α = 0.05 maka p- value < 0.05. Hasil
tersebut menunjukan bahwa hipotesis diterima dengan demikian, dapat

5
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat hubungan self care dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten
Bireuen.

D. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kota Juang
Kabupaten Bireuen dengan jumlah sampel 82 responden didapat hasil bahwa,
karakteristik responden berdasarkan usia yaitu pada rentang 45-59 tahun
sebanyak 54 responden (65,9%), dan responden yang >60 tahun sebanyak 28
responden (34.1%).
Di usia lansia tubuh sudah mulai mengalami penurunan kerja hormon
pankreas dalam memproduksi insulin dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
kadar gula darah. Proses bertambah usia dapat mempengaruhi hemostatis tubuh,
termasuk perubahan fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin akan
menyebabkan gangguan sekresi hormon atau penggunaan glukosa yang tidak
adekuat pada tingkat sel yang berdampak terhadap glukosa darah (Sarwuna,
2020).
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden adalah perempuan
(65,9%) sisanya adalah laki-laki hal ini sejalan dengan penelitian Chaidir (2017)
yang sebagian responden adalah perempuan (74,2%). Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa diabetes melitus sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Menurut Sarwuna (2020) perempuan memiliki faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya diabetes melitus. Faktor resiko tersebut yaitu
peningkatan Body Mass Index (BMI), sindroma siklus bulanan dan kehamilan.
Perempuan secara fisik memiliki peluang peningkatan BMI (Bodi Massa Index)
yang lebih besar.
Hasil penelitian di dapatkan mayoritas responden lama menderita DM 1-5
tahun sebanyak 64 responden (78,0%). Menurut Sarwuna (2020) salah satu faktor
yang mempengaruhi self care adalah lama menderita, penderita diabetes melitus
dalam kurun waktu yang lebih lama memiliki aktivitas self care diabetes melitus
yang lebih tinggi.
Responden dalam penelitian ini mayoritas berpendidikan SMA yaitu 48
responden (58,5%). Menurut Sukmayanti dalam (Tumanggor, 2019) tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi self care dan kualitas hidup, seseorang dengan
tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki banyak pengetahuan tentang
kesehatan. Sehingga lebih yakin dalam melakukan perawatan diri untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang diakibatkan oleh DM sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.
Hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar responden tidak bekerja
sebanyak 30 responden (36,6%). Self care erat kaitannya dengan ketersediaan

6
waktu dan kesempatan yang dimiliki, dimana seseorang yang tidak bekerja akan
lebih banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk melakukan self care
dibandingkan dengan seseorang yang bekerja. Orang yang bekerja cenderung
memiliki sedikit waktu untuk melakukan self care sehingga akan menurunkan
tingkat kualitas hidup nya (Tumanggor, 2019).
Peneliti berasumsi bahwa ada beberapa faktor resiko terjadinya diabetes
melitus seperti pada usia ≥ 45 tahun akan terjadi penurunan fungsi tubuh dalam
memproduksi insulin sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula
darah. Faktor jenis kelamin, perempuan memiliki faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya diabetes melitus yaitu peningkatan BMI (Body Mass Index), sindroma
siklus bulanan (premenstrual syndrome) dan kehamilan. Faktor lama menderita
DM, penderita diabetes melitus yang memiliki penyakit ini dalam kurun waktu
yang lebih lama memiliki aktivitas self care diabetes melitus yang lebih tinggi
dibandingkan penderita yang baru menderita diabetes melitus. Faktor pendidikan
juga termasuk faktor resiko DM, seseorang yang berpendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan yang lebih luas, lebih mudah dalam menyerap informasi
dan mengimplementasikannya dalam perilaku hidup sehari-hari khususnya dalam
Self care. Seseorang yang tidak bekerja lebih cenderung berisiko terkena diabetes
melitus daripada mereka yang bekerja, hal ini berhubungan dengan aktivitas fisik.

2. Self Care Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen
menunjukan bahwa dari 82 responden didapatkan 13 responden (15.9%)
memiliki tingkat self care rendah, 32 responden (39.0%) memiliki tingkat self care
sedang dan 37 responden (45.1%) memiliki tingkat self care tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa self care belum sepenuhnya dilakukan oleh pasien diabetes
melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen.
Menurut Orem dalam Erniantin (2018), Self care (perawatan diri) adalah
kemampaun seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri sehingga
tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya.
Self care mengarah pada aktivitas seseorang melakukan sesuatu secara
keseluruhan dalam hidupnya dengan mandiri untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatannya.
Pada penelitian yang di lakukan oleh Chaidir (2017), tentang self care
diperoleh hasil yaitu dari 89 responden memiliki tingkat self care baik dengan
persentase 58.4% (52 orang responden) dimana aktivitas self care yang dilakukan
oleh responden setiap hari adalah perencanaan diet, mengkonsumsi sayuran,
membersihkan kaki, dan mengeringkan sela-sela kaki setelah dicuci.
Peneliti berasumsi bahwa self care belum sepenuhnya dilakukan oleh
pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen. Aktivitas
seperti pola makan, pemantauan gulah darah terapi obat sudah dilakukan dengan

7
baik, tetapi pada aktivitas fisik, dan perawatan kaki masih kurang. Rendahnya self
care yang dilakukan oleh penderita DM akan berdampak negatif terhadap status
kesehatan pasien yaitu tidak terkontrol gula darah dan meningkatkan jumlah
komplikasi. Namun sebaliknya jika self care dilakukan dengan baik juga akan
berefek positif bagi pasien.
Dari Analisis dapat disimpulkan bahwa mayoritas tingkat self care pasien
DM di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen memiliki tingkat self care tinggi
yaitu 37 responden (45.1%). Perawatan diri sangat dibutuhkan bagi penderita
diabetes melitus karena sangat berperan sebagai pengontrol penyakit dan
mencegah terjadinya komplikasi. Perawatan diri yang dimaksud adalah mengatur
pola makan (diet yang seimbang), melakukan aktifitas fisik (ohlaraga),
memonitoring gula darah, minum obat sesuai anjuran dokter dan melakukan
perawatan kaki.

3. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Kota Juang Kabupaten


Bireuen
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen
menunjukan bahwa dari 82 responden didapatkan 12 responden (14.6%)
memiliki tingkat kualitas hidup rendah, 46 responden (56.1%) memiliki tingkat
kualitas hidup sedang dan 24 responden (29.3%) memiliki tingkat kualitas hidup
tinggi.
Menurut Burroughs dalam Erniantin (2018) kualitas hidup pada pasien DM
adalah perasaan puas dan senang untuk menjalani kehidupan, bisa memenuhi
kebutuhan dasarnya secara mandiri meliputi kesehatan fisik, psikologis,
lingkungan dan hubungan sosial.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tumanggor (2019), didapatkan
dua kategori untuk kualitas hidup yaitu cukup dan baik. Nilai cukup didapatkan
dengan 17 responden (56.7%) baik 13 orang (43.3%) dan nilai kurang baik adalah
0. Dimana responden mayoritas tingkat kualitas hidupnya cukup. Hal ini
diakibatkan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup responden
seperti: kondisi sakit yang menghambat aktivitas sehari-hari nya,
ketidaknyamanan mengatasi nyeri, dan gangguan pola tidur.
Menurut Asumsi peneliti kualitas hidup merupakan salah satu tujuan utama
dalam perawatan, khususnya pada penderita diabetes melitus. Apabila kadar gula
darah dapat terkontrol dengan baik maka keluhan fisik akibat komplikasi akut
ataupun kronis dapat dicegah sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
diabetes melitus. Kualitas hidup pasien diabetes melitus dapat di pengaruhi oleh
kepuasaan pasien mengenai penyakitnya dan dampak yang dirasakan pasien
terhadap penyakitnya.

8
4. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen
Hasil uji statistik chi-square hubungan self care dengan kualitas hidup
pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen
menunjukkan bahwa dari 82 responden, diperoleh nilai p = 0.000 < α (0.05).
Dengan demikian hasil diterima berarti ada hubungan yang signifikan antara self
care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang
Kabupaten Bireuen.
Self care merupakan gambaran perilaku seorang individu yang dilakukan
dengan sadar, bersivat universal, dan terbatas pada diri sendiri. self care yang
dilakukan pada pasien diabetes melitus meliputi pengaturan pola makan (diet),
pemantauan kadar gula darah, terapi obat, perawatan kaki, dan olah raga
(Tumaggor, 2019).
Kualitas hidup merupakan perasaan individu mengenai kesehatan dan
kesejahteraannya yang meliputi fungsi fisik, fungsi psikologis dan fungsi sosial.
Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat seorang individu dalam menikmati
hidupnya yang terdiri dari kepuasan dan dampak yang dirasakan seorang individu
dalam menjalankan kehidupanya sehari-hari (Tumanggor, 2019).
Menurut penelitian Chaidir dkk (2017), Hasil penelitian yang dilakukan
antara self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di wilayah kerja
Puskesmas Tigo Baleh memiliki nilai hasil yaitu 0.001 terdapat hubungan yang
signifikan antara self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus. Hal ini
juga di dukung oleh penelitian Az Zaura (2021) dikatakan bahwa, hubungan self
care dengan kualitas hidup menunjukkan semakin meningkat self care maka akan
meningkatkan kualitas hidup.
Peneliti berasumsi bahwa self care sangat mempengaruhi kualitas hidup
pasien diabetes melitus. Penderita DM dengan self care kategori tinggi akan
mempunyai kemauan yang tinggi dalam melakukan perawatan diri sehingga dapat
meminimalkan terjadinya komplikasi dari DM yang akan membuat kualitas hidup
pasien juga tinggi. Oleh karena itu semakin tinggi kategori self care maka semakin
tinggi tingkat kualitas hidup pada pasien diabetes melitus.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari 82
responden berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan hasil ada hubungan self care
dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di Puskesmas Kota Juang Kabupaten
Bireuen dengan P-value sebesar 0,000 < 0,05.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari 82 responden dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen.

9
2. Saran
Bagi Responden disarankan untuk selalu selalu melakukan self care secara
optimal sehingga komplikasi dapat diminimalisir dan meningkatkan kualitas
hidup. Bagi Instansi Kesehatan diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan
asuhan keperawatan baik secara bio, psiko, sosial dan spiritual karena penyakit
diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang memiliki kemungkinan dapat
menyebabkan gangguan berbagai sistem kerja tubuh sehingga dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Y., Mursal., Thahira, H., Rizana, N. (2021). Tingkat kualitas hidup pasien luka
kaki diabetik. In Jurnal Keperawatan (Vol. 19, Issue 2).
Arifin, Nani. (2020). Hubungan Self care Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Sinjai. In Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
(Vol. 15).
Aschalew, A., Y., Y. M., & Minyihun, A. (2020). Health-related quality of life and
associated factors among patients with diabetes melitus at the University of
Gondar referral hospital. Health and Quality of Life Outcomes, 1–8.
Az Zaura, T., Samsul Bahri, T., Darliana, D., (2021). Hubungan Self care Dengan
Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II The Correlation
Between Self care And Quality of Life In Type 2 Diabetes Mellitus Patients.
In JIM (Issue 1).
Badan Pusat Statistik Banda Aceh. (2017). Badan Pusat Statistik Banda Aceh. Badan
Pusat Statistik Banda Aceh.
Chaidir, & Reny et al. (2017). Hubungan Self care Dengan Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus. Journal Endurance 2, 132–144.
Chusmeywati, V. (2016) Hubungan Dukungan keluarga terhadap Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Erniantin, D. (2018). Gambaran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus pada
Anggota dan Non Anggota Komunitas Diabetes di Puskesmas Ngrambe. J
Kesehat Masy, 6(1), 215–224.
Hinkle, J. L. , & C. K. (2019). Clinical Handbook for Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical-Nursing South Asian Edition.
International Diabetes Federation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019.
In International Diabetes Federation.
Jonathan, K., Kuswinarti, & Mulyani, N. N. (2019). Pola Penggunaan Anti Diabetes
Oral Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dibagian Penyakit Dalam RSUD Kota
Bandung Tahun 2017 . 407–413.
Kementerian Kesehatan. (2020). Pusat Data Informasi Diabetes. Kementerian
Kesehatan.
Notoatmodjo, S. (2017). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

10
Putra, P. W. K., & Suari, K. P. (2018). Hubungan self efficacy dan dukungan sosial
terhadap self care management pasien diabetes melitus tipe II. Indonesia
Jurnal Perawat, 3(1), 51–59.
Santosa, A., Gustiawan, A., Putra, R. A. N., & Chasanah, N. (2019). Body Mass Index
to Predict Pre-Diabetes. Ethiopian Journal of Health Development, 33(1), 38–
45.
Sarwuna, M. A. (2020). Hubungan Self Efficacy Dengan Self care Activity Pada
Pasien Diabetes Melitus Di Ruang Poli  Interna RSUD Labuang Baji Makassar.
Tumanggor, W. (2019). Hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus di RS Santa Maria Elisabeth Medan In Jurnal Keperawatan (Vol. 19,
Issue 2).

11

Anda mungkin juga menyukai