Anda di halaman 1dari 30

DIABETES MELITUS

Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk


melengkapi Kepaniteraaan Klinik Senior di SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD.dr Pirngadi Medan

Disusun Oleh :
Mari’e Yohana Harianja ( 215 210 207)
Nurul Ade Zafirah ( 71190891015)

Pembimbing:

dr. M. Gusti Shahfredi, Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Psikiatri
Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dengan judul “Diabetes melitus”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. M. Gusti Shahfredi, Sp. PD, yang telah memberikan bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmi Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam membantu menyusun laporan
kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan kasus
ini.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat dan
menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, Maret 2021

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB1 : PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II : TINJAUN PUSTAKA .............................................................................. 3

2.1 Definisi ................................................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ........................................................................................................ 3

2.3 Klasifikasi..............................................................................................................3

2.4 Etiologi ................................................................................................................. 4

2.5 Patofisiologi ......................................................................................................... 4

2.6 Diagnosis .............................................................................................................. 4

2.7 Pemeriksaaan Penunjang ...................................................................................... 5

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................... 6

2.9 Komplikasi ........................................................................................................... 6

BAB III : KESIMPULAN ....................................................................................... 9

BAB IV : LAPORAN KASUS............................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pankreas untuk memproduksi insulin atau kurangnya
sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan
kurangnya aktivitas insulin pada sel target. Diabetes mellitus dikategorikan menjadi empat tipe
yaitu diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus gestational dan diabetes
melitus tipe lain yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.1

Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus, meskipun juga
mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global, hiperglikemia yang dibahas
adalah yang terkait dengan DM tipe-2. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia
yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola pertambahan
penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia
diatas 20 tahun. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan
bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%.
Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara
dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu
3
(TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan
rerata sebesar 10.2%1,2

1.2 Tujuan

Laporan kasus ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti kepanitraan klinik
senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan kepribadian histrionik sehingga dapat lebih
mengetahui tentang gangguan ini serta mendiagnosisnya. Pemahaman yang lebih baik tentang
gangguan kepribadian histrionik ini diharapkan dapat memudahkan dalam diagnosis sehingga jika
diketahui lebih dini, pasien dapat memiliki prognosis yang lebih baik, sehingga mencegah terjadi
kesalahan pengobatan dan mencegah gangguan ini terjadi berlarut-larut.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan
oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas
insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas
insulin pada sel target.4,3

2.2 Epidemiologi

Prevalensi diabetes yang terjadi di seluruh dunia diperkirakan 2,8 % pada tahun 2000 dan 4,4
% pada 2030. Jumlah penderita diabetes diproyeksikan meningkat dari 171 juta di tahun 2000
hingga mencapai 366 juta di tahun 2030. Negara-negara Asia berkontribusi lebih dari 60% dari
populasi diabetes dunia.8

Di Indonesia prevalensi penduduk yang berumur ≥15 tahun dengan diabetes melitus pada
tahun 2013 adalah sebesar 6,9% dengan perkiraan jumlah kasus adalah sebesar 12.191.564 juta.
Sebanyak 30,4% kasus telah terdiagnosis sebelumnya dan 73,7% tidak terdiagnosis sebelumnya.
Pada daerah bali prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,3% dengan kota Denpasar sebagai
penyumbang terbanyak dibandingkan dengan kota lainnya yaitu sebesar 2%.

Melihat kenaikan insiden diabetes mellitus secara global yang sebagian besar disebabkan oleh
perubahan pola gaya hidup yang kurang sehat, dapat diperkirakan bahwa kejadian diabetes
mellitus akan meningkat drastis. Melihat bahwa diabetes mellitus akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka
sangat diperlukan program pengendalian dan penatalaksanan diabetes mellitus tipe-2.1

2.1.3 Klasifikasi

5
Diabetes Melitus tipe-1

Diabetes melitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ketidak mampuan tubuh
untuk menghasilkan atau memproduksi insulin yang diakibatkan oleh rusaknya sel-β pada
pancreas. Diabetes melitus tipe-1 disebut dengan kondisi autoimun oleh karena sistem imun pada
tubuh menyerang sel-sel dalam pankreas yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe-1 sering terjadi pada
masa anak-anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang dewasa.4,5

Diabetes Melitus tipe-2

Diabetes melitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes melitus. Diabetes tipe-
2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β pankreas yang menyebabkan tubuh kita tidak
dapat memproduksi insulin dengan baik. Diabetes mellitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi
dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi terganggunya kemampuan untuk
memproduksi insulin. Pada diabetes melitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau
tidak memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat glukosa yang normal.

Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-
tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi sedikit dan itu tergantung pada pasien
. Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan dan orang tua, tetapi lebih umum untuk
beberapa orang obesitas yang memiliki aktivitas fisik yang kurang.

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai
patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi
incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguantoleransi
glukosa pada DM tipe-2. Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious
eleven) perlu dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep:

6
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
multipeldari patofisiologi DM tipe 2

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa. 4,5

Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, hepar, dan sel beta pankreas
saja yang berperan sentral dalam patogenesis penyandang DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ
lain yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven.

Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven)
yaitu:

7
1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like
peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4).

2. Disfungsi sel alfa pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati
(hepatic glucose production) dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu
yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon
meliputi agonis GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.

3. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan
proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)) dalam plasma. Peningkatan
FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan
otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.

4. Otot
Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di
intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion.

5. Hepar
Pada penyandang DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose
8
production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan
proses glukoneogenesis.

6. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan
bromokriptin.

7. Kolon/Mikrobiota
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia.
Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga
menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang DM. Probiotik
dan prebiotikdiperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.

8. Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon yaitu
glucagon-like polypeptide-1(GLP-1) dan glucose-dependent insulinotrophic polypeptideatau
disebut juga gastricinhibitory polypeptide(GIP). Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan
enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam
penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida
menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa
darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah
acarbosa.

9. Ginjal

9
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini
akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose co-transporter(SGLT-2) pada bagian
convulated tubulus proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang
DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di
dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus ginjal
sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar
SGLT-2. Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.

10. Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel beta
pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan
peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
postprandial.

11. Sistem Imun


Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut sebagai inflamasi
derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate) yang berhubungan
kuat dengan patogenesis DM tipe 2dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan
aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma
akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi
insulin perifer dan penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah
pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot. Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa
adanya hubungan antara obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut
menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2, yang dianggap sebagai
kelainan imun (immune disorder). Kelainan metabolik lain yang berkaitan dengan inflamasi juga
banyak terjadi pada DM tipe 2.7

10
Diabetes Melitus Gestational

Diabetes melitus gestasional merupakan intoleransi glukosa pada waktu kehamilan, pada
wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan.
Diabetes melitus gestational terjadi di sekitar 5–7% dari semua kasus pada kehamilan. Banyak
wanita dengan GDM mengalami komplikasi terkait kehamilan termasuk tekanan darah tinggi, bayi
berat lahir besar dan persalinan yang terhambat. Sekitar setengah dari wanita dengan riwayat GDM
terus mengembangkan diabetes tipe 2 dalam lima sampai sepuluh tahun setelah melahirkan.

Prevalensi glukosa darah tinggi (hiperglikemia) pada kehamilan meningkat pesat seiring
bertambahnya usia dan tertinggi pada wanita di atas usia 45 tahun.

Pada 2019:

- Diperkirakan ada 223 juta wanita (20-79 tahun) yang hidup dengan diabetes. Jumlah ini
diproyeksikan meningkat menjadi 343 juta pada tahun 2045.
- 20 juta atau 16% kelahiran hidup mengalami hiperglikemia dalam kehamilan.
Diperkirakan 84% disebabkan diabetes gestasional.
- 1 dari 6 kelahiran dipengaruhi oleh diabetes gestasional.

Sebagian besar kasus hiperglikemia pada kehamilan terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah, di mana akses ke perawatan ibu seringkali terbatas.4,3

Penting bagi wanita dengan diabetes dalam kehamilan atau GDM untuk mengontrol dan memantau
kadar glukosa darah mereka secara hati-hati untuk mengurangi risiko hasil kehamilan yang
merugikan dengan dukungan dari penyedia layanan kesehatan mereka.3,7

Diabetes Melitus Tipe Lain

Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan genetik pada kerja insulin, kelainan
pada sel-β, penyakit pancreas, endocrinopathies, infeksi, dan karena obat atau zat kimia dan juga
sindroma penyakit lain.

11
2.4 Etiologi

2.5 Patofisiologi

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi karena
tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga mengakibatkan
terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk
didalam hati dari makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang
diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan
penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa darah dalam
plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan terjadinya
glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana keadaan
ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyphagia. 6,1

2.6 Diagnosis

12
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah
vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

•Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.

•Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita.9

Kriteria Diagnosis Diabetes melitus

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah
puasa terganggu (GDPT).

•Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100 –
125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL;

•Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO
antara 140 –199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL

13
•Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

•Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka 5,7 –6,4%.1

Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe
2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang disertai
dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:

a.Aktivitas fisik yang kurang

b.First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga)

c.Kelompok ras/etnis tertentu

d.Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau mempunyai riwayat
diabetes melitus gestasional (DMG)

e.Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)

f.HDL <35 mg/dLdan atau trigliserida >250 mg/dL

g.Wanita dengan sindrom polikistik ovarium

h.Riwayat prediabetes

i.Obesitas berat, akantosis nigrikans

j.Riwayat penyakit kardiovaskular

2.Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.


14
2.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang


diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1.Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut.

2.Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulitmikroangiopati dan


makroangiopati.

3.Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid,
melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.3,1

Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum

Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:

1.Riwayat Penyakit

▪Usia dan karakteristik saat onset diabetes.

▪Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan.

▪Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa muda.

▪Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan
penyuluhan.

▪Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani.

▪Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia).

▪Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.

▪Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah,
kaki, saluran pencernaan.

▪Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.▪Faktor risiko: merokok,
hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain).

15
▪Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.

▪Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

2.Pemeriksaan Fisik

▪Pengukuran tinggi dan berat badan.

▪Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.

▪Pemeriksaan funduskopi.

▪Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

▪Pemeriksaan jantung.

▪Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

▪Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati, dan adanya
deformitas).

▪Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum,


kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin).

▪Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

3.Evaluasi Laboratorium

▪Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah

.▪Pemeriksaan kadar HbA1c

4.Penapisan Komplikasi

Penapisan komplikasi dilakukan pada setiappenyandangyang baru terdiagnosis DM tipe 2 melalui


pemeriksaan :

▪Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, HighDensity Lipoprotein (HDL),Low Density
Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.

▪Tes fungsi hati

▪Tes fungsi ginjal : Kreatinin serum dan estimasi-GFR

16
▪Tes urin rutin▪

Albumin urin kuantitatif

▪Rasio albumin-kreatinin sewaktu.

▪Elektrokardiogram.

▪Foto Rontgen dada (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).

▪Pemeriksaan kaki secara komprehensif.9,1

Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara


komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbangdan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka
yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari :

▪Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45–65%total asupan energi. Terutama karbohidrat


yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrattotal <130 g/hari tidak dianjurkan.
- Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain.

▪Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 –25% kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.

▪Protein

17
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg
BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi.
- Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1 –1,2 g/kg
BB per hari.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber bahan makanan
protein dengan kandungan saturated fatty acid (SAFA) yang tinggi seperti daging sapi,
daging babi, daging kambing dan produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.

▪Serat

- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran


serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000 kal atau 20 –35 gram per
hari, karena efektif

▪Pemanis Alternatif

- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
tak berkalori.
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
- Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat meningkatkan
kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
- Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium, sukrose,
neotame.1

Kebutuhan Kalori

18
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang DM,
antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25–30 kal/kgBB ideal.
Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.9,1

Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:

▪Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi:

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg

oBagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi:

Berat badan ideal (BBI) =(TB dalam cm –100) x 1 kg

▪BB normal : BB ideal ± 10 %

▪Kurus: kurang dari BB ideal –10%

▪Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%

▪Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat
dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg)/TB (m2) Klasifikasi IMT :

oBB kurang <18,5

oBB normal 18,5 –22,9

oBB lebih ≥23,0

-Dengan risiko 23,0 –24,9

-Obese I 25,0 –29,9

-Obese II ≥30

Latihan Fisik

Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program latihan fisik
secara teratur dilakukan 3–5 hari seminggu selama sekitar 30 –45 menit,dengan total 150 menit
perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan sehari-hari
atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihanfisik selain untuk menjaga

19
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah.8

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

a. Obat Antihiperglikemia Oral

20
b. Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan
agonis GLP-1.10

Insulin
Insulin digunakanpada keadaan :
▪HbA1c saat diperiksat 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat antidiabetes
▪HbA1c saat diperiksa > 9%
▪Penurunan berat badan yang cepat
▪Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
▪Krisis Hiperglikemia
▪Gagal dengan kombinasi OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dosis optimal
▪Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
▪Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
21
▪Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
▪Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Obat Hipoglikemik Oral)
▪Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.10

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis:
▪Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
▪Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
▪Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
▪Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)▪Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting
insulin)
▪Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan menengah
(Premixed insulin)
▪Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat.1

Agonis GLP-1 /Incretin Mimetic Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi
gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang mempunyai potensi untuk meningkatkan
sekresi insulin melalui stimulasi glukosa. Dua macam inkretin yang dominan adalah
glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon-like peptide (GLP) -1.
Agonis GLP-1 mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukagon,menghambat nafsu makan, dan memperlambat pengosongan lambung sehingga
menurunkan kadar glukosa darah postprandial. Efek samping yang timbul pada pemberian
obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide dan Dulaglutide.9

2.8 Komplikasi

22
Penyakit kardiovaskular : mempengaruhi jantung dan pembuluh darah dan dapat menyebabkan
komplikasi yang fatal seperti penyakit arteri koroner (yang menyebabkan serangan jantung) dan
stroke. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian paling umum pada penderita diabetes.
Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, glukosa darah tinggi dan faktor risiko lainnya
berkontribusi untuk meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular.

Penyakit ginjal (nefropati diabetik) : disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal
yang menyebabkan ginjal menjadi kurang efisien atau gagal sama sekali. Penyakit ginjal lebih
sering terjadi pada penderita diabetes dibandingkan pada mereka yang tidak menderita diabetes.
Mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan darah mendekati normal dapat sangat
mengurangi risiko penyakit ginjal.

Penyakit saraf (neuropati diabetik): diabetes dapat menyebabkan kerusakan saraf di seluruh
tubuh bila glukosa darah dan tekanan darah terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah
pencernaan, disfungsi ereksi, dan banyak fungsi lainnya. Di antara area yang paling sering terkena
adalah ekstremitas, khususnya kaki. Kerusakan saraf di area ini disebut neuropati perifer, dan dapat
menyebabkan nyeri, kesemutan, dan hilangnya perasaan. Kehilangan perasaan sangat penting
karena dapat membuat cedera tidak diketahui, yang menyebabkan infeksi serius dan kemungkinan
amputasi. Orang dengan diabetes memiliki risiko amputasi yang mungkin lebih dari 25 kali lebih
besar daripada orang tanpa diabetes. Namun, dengan penatalaksanaan yang komprehensif,
sebagian besar amputasi terkait diabetes dapat dicegah. Bahkan saat amputasi terjadi,kaki yang
tersisa dan nyawa orang tersebut dapat diselamatkan dengan perawatan lanjutan yang baik dari tim
kaki multidisiplin. Penderita diabetes harus rutin memeriksa kaki mereka.

Penyakit mata (retinopati diabetik) : kebanyakan penderita diabetes akan mengembangkan


beberapa bentuk penyakit mata (retinopati) yang menyebabkan berkurangnya penglihatan atau
kebutaan. Kadar glukosa darah yang tinggi secara konsisten, bersama dengan tekanan darah tinggi
dan kolesterol tinggi, adalah penyebab utama retinopati. Ini dapat dikelola melalui pemeriksaan
mata rutin dan menjaga kadar glukosa dan lipid pada atau mendekati normal.

Komplikasi kehamilan : Wanita dengan jenis diabetes apa pun selama kehamilan berisiko
mengalami sejumlah komplikasi jika mereka tidak memantau dan mengelola kondisinya dengan

23
cermat. Untuk mencegah kemungkinan kerusakan organ pada janin, wanita dengan diabetes tipe 1
atau diabetes tipe 2 harus mencapai kadar glukosa target sebelum konsepsi. Semua wanita dengan
diabetes selama kehamilan, tipe 1, tipe 2 atau kehamilan harus berusaha untuk mencapai kadar
glukosa darah yang ditargetkan untuk meminimalkan komplikasi. Glukosa darah yang tinggi
selama kehamilan dapat menyebabkan janin mengalami kelebihan berat badan. Hal ini dapat
menyebabkan masalah dalam persalinan, trauma pada anak dan ibu, dan penurunan glukosa darah
secara tiba-tiba pada anak setelah lahir. Anak-anak yang terpapar glukosa darah tinggi dalam
waktu lama dalam kandungan berisiko lebih tinggi terkena diabetes di kemudian hari.

Komplikasi oral : Penderita diabetes memiliki peningkatan risiko radang gusi (periodontitis) jika
glukosa darah tidak dikelola dengan baik. Periodontitis adalah penyebab utama kehilangan gigi
dan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). Pemeriksaan mulut
secara teratur harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dini, terutama di antara orang dengan
diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dan manajemen yang tepat dari setiap komplikasi
mulut pada diabetisi. Kunjungan tahunan dianjurkan untuk mengetahui gejala penyakit gusi seperti
pendarahan saat menggosok gigi atau gusi bengkak.1,3

BAB III

KESIMPULAN

24
BAB IV

LAPORAN KASUS
25
3.1. Status Orang Sakit
A. Anamnesis Pribadi
Nama Leni Zairinah
Umur 42 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Status Perkawinan Menikah
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Suku -
Agama Islam
Alamat
Jl. Sering

B. Riwayat PenyakitSekarang
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran, sesak nafas (+)

Telaah : Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak -


/+ 1 hari yang lalu dan adanya sesak.

Riwayat penyakit keluarga : -


Riwayat penyakit terdahulu : DM
TD : 90x/i
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temp : 36 derajat celcius

26
C. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien menderita penyakit DM
D. Riwayat PenggunaanO bat
Tidak ada
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
F. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Somnolen
Kepala : dbn
Wajah : dbn
Mata : dbn
Bibir : dbn
Telinga : dbn
Hidung : Penafasan kuping hidung (+)
Leher : dbn
Thoraks : Pola nafas tidak teratur, jenis pernafasan kusmaul
ronkhi(+)
Jantung : dbn
Abdomen : Scepel peristaltik (+)/
Ekstremitas : edema (-)

G. Pemeriksaan Laboratorium
Na : 146
K : 5,6
Cl : 117
WBC : 32,80
NEUT : 27,87
MONO : 2,26
Kimia Klinik
Glukosa A : 424,00
Analisa Gas Darah
pH : 7,091
PCO2 : 17,50
PO2 : 167,50

27
HCO3 :5,40
BE : -24,60

28
DAFTAR PUSTAKA

[1] PERKENI, (2019). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES


MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA. Jakarta

[2] Pangribowo, S., Widienini, W., Ma’ruf, A., et all, (2020). Infodatin KEMENKES RI Tetap
Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus. Jakarta

[3] The International Diabetes Federation (IDF), (2020). What is diabetes?. Avenue
Herrmann-Debroux 54B-1160 Brussels, Belgium info@idf.org

[4] Harreiter, J., Roden, M. Diabetes mellitus – Definition, Klassifikation, Diagnose, Screening
und Prävention (Update 2019). Wien Klin Wochenschr 131, 6–15 (2019).
https://doi.org/10.1007/s00508-019-1450-4

[5] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. Jakarta: PB PERKENI.

[6] Little RR and Roberts WL. A Review of Variant Hemoglobins Interfering with Hemoglobin
A1c Measurement. Journal of Diabetes Scienece and Technology. 2009; 3: 446 –51.

29

Anda mungkin juga menyukai