Oleh:
PUTRI KUMALASARI
22020115210050
Oleh:
PUTRI KUMALASARI
22020115210050
Grobogan
No.Telp : 085741070006
Email : putri.kumalasari99@yahoo.com
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan saya ini bebas dari
plagiarism dan bukan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan
sebagian atau seluruh bagian dari penelitian dan karya ilmiah dari hasil-hasil
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa unsur paksaan dari
siapapun.
Putri Kumalasari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
a. Umum
b. Khusus
TINJAUAN TEORI
2. Manifestasi Klinis
Sindrom Geriatri
Selain manifestasi klinik yang telah disebutkan, pada lansia juga
terdapat aspek khusus berkenaan dengan diabetes mellitus yang dikenal
dengan sindrom geriatri (Kurniawan, 2010).
1. Depresi
Pada lansia penderita DM yang mengalami depresi rekuren, perlu ditelaah
kembali obat yang diterimanya, adakah obat yang menyebabkan depresi di
antara obat-obatan tersebut. Mekanisme hubungan antara DM dan depresi
belum jelas, tetapi hiperglikemia dapat menyebabkan depresi dan
sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hiperglikemia. Depresi tentu
meningkatkan biaya pelayanan kesehatan dan memberi pengaruh buruk
pada pengobatan DM karena tata laksana DM yang efektif memerlukan
partisipasi pasien (Kurniawan, 2010).
3. Klasifikasi
5. Patofisiologis
a) Diabetes tipe I.
Penderita diabetes tipe satu memiliki ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati
Hiperglikemi puasa terjadi akibat. Di samping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, klien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.
b) Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
6. Komplikasi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.
BAB III
A. DATA UMUM
1. Nama Lansia : Ny. S
2. Usia : 80 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku : Jawa
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Nama Wisma : Panti Wredha Harapan Ibu
7. Pendidikan :-
8. Riwayat Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga (PRT)
9. Status Perkawinan : Janda
10. Pengasuh Wisma : Ny.R
D. DIMENSI PSIKOLOGIS
1. Status Kognitif (Short Portable Mental State Quesionnare)
Pertanyaan Jawaban
Betul Salah
1. Tanggal Berapa Hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no. Telpon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapakah nama presiden sekarang? √
8. Siapakan nama presiden sebelumnya? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10. 5+6 adalah √
Keterangan : klien mengalami gangguan kognitif berat
2. Perubahan yang Timbul Terkait Status Kognitif
Perubahan yang timbul pada klien adalah pembicaraan yang inkoheren.
Jika diberi pertanyaan, terkadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
Selain itu, klien sering mengatakan dirinya tidak berguna karena sudah
tidak ingat siapa-siapa lagi dan tidak memiliki sanak saudara maupun
keluarga. Klien juga sering mengatakan hal yang sama berulang-ulang.
3. Dampak yang Timbul Terkait Status Kognitif
Tidak ada dampak negatif pada status kognitif pada klien.
4. Status Depresi (pengukuran dengan skala Depresi)
Pertanyaan penyesuaian Jawaban
1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan Tidak Tidak
anda?
2. Sudahkah anda meninggalkan aktivitas dan minat Ya Ya
anda?
3. Apakah anda merasa hidup anda kosong? Ya Tidak
4. Apakah anda sering bosan? Ya Ya
5. Apakah anda mempunyai semangat setiap waktu? Tidak Tidak
6. Apakah anda takut sesuatu akan terjadi pada anda? Ya Tidak
7. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu? Tidak Tidak
8. Apakah anda merasa jenuh? Ya Ya
9. Apakah anda merasa lebih suka tinggal di rumah pada Ya Ya
malam hari, dari pada pergi melakukan sesuatu yang
baru?
10. Apakah anda merasa bahwa anda lebih banyak Ya Tidak
mengalami masalah dengan ingatan anda daripada
yang lainnya?
11. Apakah anda berfikir sangat menyenangkan hidup Tidak Tidak
sekarang ini?
12. Apakah anda merasa tidak berguna saat ini? Ya Ya
13. Apakah anda merasa penuh berenergi saat ini? Tidak Tidak
14. Apakah anda saat ini sudah tidak ada harapan lagi? Ya Tidak
15. Apakah anda berfikir banyak orang yang lebih Ya Tidak
baik dari anda?
Keterangan : nilai 11 menandakan depresi
No. PERNYATAAN 0 1 2 3
b. Perubahan Perilaku
Klien mengikuti rutinitas di panti. Klien hanya makan dan tiduran.
Klien terlihat lebih senang menyendiri.
c. Mood
Klien terlihat diam bila tidak ada yang mengajak bicara, jika ada yang
mengajak berbicara klien menjawab seadanya.
E. DIMENSI FISIK
1. Luas Wisma
Luas tanah 3.783 m2
Luas wisma 2.303 m2
2. Keadaan Lingkungan di Dalam Wisma
a. Penerangan
Wisma harapan ibu memiliki 2 kamar dengan penghuni masing-
masing 19 orang. Setiap kamar memiliki 7 lampu. Ketika siang hari
lampu dimatikan dengan kondisi jendela/tirai dibuka sehingga ruangan
terang.
b. Kebersihan dan Kerapian
Kebersihan kamar dibersihkan oleh petugas setempat. Klien
merapikan tempat tidurnya sendiri setiap pagi dan sore.
c. Pemisahan Ruangan Antara Pria dan Wanita.
Pemisahan ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok, sesuai
dengan jenis kelaminnya.
d. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara setiap ruang baik, setiap jendela terdapat ventilasi
udara. Saat siang hari jendela dibuka sehingga udara dapat bertukar
dengan baik. Jendela kamar masing-masing terdapat 20. Cahaya
matahari dapat masuk.
e. Keamanan
Kondisi lantai sudah dikeramik, beberapa ruangan sudah terdapat
pegangan untuk pengamanan sebagai alat bantu mobilisasi.
f. Sumber Air Minum
Air bersumber dari air kemasan isi ulang. Kualitas air baik, jernih.
Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan
mencuci baju menggunakan air sumur. Jarak antara kamar dengan WC
± 10 m.
g. Ruang Berkumpul Bersama
Kondisi ruangan untuk berkumpul bersama baik dan luas, fasilitas
ruangan dilengkapi dengan tv, meja, kursi, microphone dan sound.
3. Keadaan Lingkungan di Luar Wisma
a. Pemanfaatan Halaman
Halaman diberikan banyak pohon-pohonan yang berbuah seperti
pohon mangga dan pohon nangka. Dihalaman depan dan samping
terdapat bunga dan tanaman lainnya. Bagian samping terdapat jemuran
baju.
b. Pembuangan Air Limbah
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai, sehingga
tidak ada genangan air.
c. Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan non-oraganik.
Di ruang berkumpul terdapat tempat sampah. Sampah kering di bakar
di halaman bagian samping kiri.
d. Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan : di-pel dengan
menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor dicuci oleh penghuni
wisma yang bisa melakukan. Air yang digunakan untuk kebutuhan
MCK dengan menggunakan air sumur.
e. Sumber Pencemaran
Sumber pencemaran salah satunya dari sampah yang ditinggalkan
penghuni panti disekitar tempat tidur. Halaman samping kiri terkadang
dijadikan tempat pembakaran sehingga menimbulkan polusi asap.
Lingkungan berada dipinggir jalan raya, resiko pencemaran udara
akibat asap kendaraan bermotor.
F. DIMENSI SOSIAL
1. Hubungan Lansia dengan Lansia di Dalam Wisma
Klien mengatakan, “Nek neng kene aku luwih seneng dewekan, paling
cuman turu tok mbak. Karo kondone ning kene aku sih ngerti mbak, tapi
yo rak ngerti jenenge, soale jarang ngobrol.”
Hubungan antar lansia di dalam wisma cukup interaktif. Namun klien
lebih suka menghabiskan waktunya ditempat tidur. Ia jarang
berkomunikasi dengan lansia lain. Klien tidak mengetahui nama-nama
lansia lain.
2. Hubungan Antar Lansia di Luar Wisma
Klien mengatakan, “Aku rak tau metu soko panti mbak, wong yo ora intuk
metu yo nek kene wae. Jane aku pengen sih metu, lha bosen banget nek
njero wae.”
Klien berkata tidak mengenal penghuni di luar wisma karena tidak pernah
berjalan keluar wisma.
3. Hubungan Lansia dengan anggota keluarga
Klien mengatakan, “Aku iki orak nduwe keluarga mbak, bojoku wes orak
ono, aku wes ditinggal wong tuwoku soko chilik. Soko mbiyen aku urip
karo juraganku, kangen karo ndoro putri, pengen telpon soko kene tapi yo
orak oleh sih mbak. Nek sing njenguk aku biasanya tonggo-tonggoku
mbak, gentian. Soale aku apikan karo wong liyo, dadine wong liyo juga
apikan karo aku.”
Klien tidak memiliki keluarga namun ada tetangga yang mengunjungi
klien bergantian setiap bulannya.
Ya 20
bergerak sendiri)
6 Status Mental
TOTAL NILAI 40
Keterangan:
0 – 24 : Tidak berisiko (Perawatan dasar)
25 – 50 : Risiko rendah (Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar)
≥ 51 : Risiko tinggi (Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi)
DO:
- Klien saat berjalan terlihat pelan-pelan dan hati-hati
- IMT = 14,35 (underweight)
- Klien tampak lemah dan kurus
- Frekuensi : tiga kali dalam sehari
Porsi makan : 5-6 sendok makan
Kesulitan makan : tidak nafsu makan
Pola diet : tidak ada.
- Klien berjalan tanpa menggunakan tongkat
- Klien tampak lebih sering tiduran di kasurnya
- Skala Jatuh Morse : 50 (resiko rendah)
- Skala keseimbangan Berg: 35 keseimbangan cukup (berjalan dengan bantuan)
- Indeks KATZ dalam kategori B
Kategori Mandiri Tergantung
Bathing
Dressing
Toileting
Transferring
Continence
Feeding
- Kekuatan otot:
ki 4 4 ka
4 4
3 Sindrom lemah pada lansia berhubungan Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Energy Management & Excercise Therapy :
dengan penurunan kekuatan otot tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari Ambulation dan Fall prevention
(sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. selama 3 minggu diharapkan klien 1. Kaji adanya faktor penyebab kelelahan
diharapkan sindrom mengetahui cara 2. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan mengurangi ketegangan otot
dengan kriteria hasil: kriteria hasil : 3. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan
terapi relaksasi otot progresif (ROP)
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
4. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai
jatuh berulang pada meningkat dari kekuatan
klien pada ekstremitas atas kebutuhan
2. Klien dapat dan bawah tetap ataupun 5. Bantu untuk merubah posisi
melakukan ADL meningkat dari kekuatan 6. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat
dengan bantuan 4/4 menjadi 5/5 mobilisasi
ringan 2. Porsi makan klien 7. Monitor tanda-tanda vital
3. Kategori risiko bertambah dari ¼ porsi 8. Monitor nutrisi dan sumber energy yang
jatuh bisa berkurang menjadi ½ porsi
adekuat
dari risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh
9. Yakinkan diet yang dimakan
menjadi rendah berkurang menjadi 25-50
mengandung tinggi serat agar tidak
(risiko rendah) konstipasi
4. Skala keseimbangan 10. Anjurkan untuk tempatkan klien
Berg 41-56 (baik) diposisi yang aman ketika tidur
11. Anjurkan untuk mengenakan baju yang
tidak ketat
12. Kaji tingkat kelemahan dan
keseimbangan dengan instrument
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tujuan
Waktu No. Dx Implementasi Evaluasi Fromatif
Umum Khusus
Sabtu, 13 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien mengatakan, “Iyo mbak putri, nggko yo
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan makanan mangan kok, ndek isuk yo mangan tapi cuman 5
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien sendok tok, aku iki akeh ngombene mbak.”
minggu masalah masalah
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: Klien lemas dan hanya tidur di kasur
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
Memonitor tanda dan gejala dari S: Klien mengatakan “Tanganku ki lho mbak, kaku wae
hasil : dapat teratasi dengan
hiperglicemia (polyuria, polydipsia, rasane awak yo lemes, rodho mumet sithik karo
Berat badan klien kriteria hasil :
polyfagia, malaise, pandangan kabur, ngome terus ki mbak.”
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status:
dan pusing)
1. Nafsu makan klien O: Klien lemas, wajah pucat dan menggerak-gerakkan
meningkat tangannya.
2. Klien menghabiskan 1
porsi makanan Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien berkata, “Lha mbak aku nek mangan ki rodho
sering males, rasane wes kebak ki wetenge mbak, nek
Nutritional Status : ngombe yo sering banget.”
Biochemical Measure
O: Klien terlihat tenang dan kooperatif
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140
mg/dL
P: Lanjutkan intervensi
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Mendorong aktifitas sosial dan S: Klien mengatakan, “Iyo mbak putri, sek y oak njupuk
atau menerapkan koping mengidentifikasi komunitas sandal, gelem aku melu kegiatan bareng-bareng
yang efektif. penyebab stress kancane.”
2. Klien dapat
O: Klien antusias untuk mengikuti TAK senam anti
melaporkan penurunan
stroke.
stress/depresi
3. Skala depresi Memberikan terapi aktivitas kelompok S: Klien mengatakan, “Yo aku seneng mbak, iso
berkurang menjadi yang sesuai : senam anti stroke, terapi bareng-bareng kancane. Aku nek isuk yo gerak-
rentang nilai 1 – 8 music dan games. gerakke awakku kok.”
P: Lanjutkan intervensi
Senin, 15 2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Memberikan terapi aktivitas kelompok S: Klien mengatakan, “Yo, seneng mbak, bahagia
Feb 2016 intervensi keperawatan intervensi keperawatan yang sesuai : senam anti stroke, terapi banget iso bareng-bareng karo koncone karo
selama 3 minggu selama 7 hari masalah musik dan games. dikancani neng putri.”
masalah koping individu koping individu tidak
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi O: Klien terlihat senang dan tersenyum. Klien antusias
hasil: dengan kriteria hasil: mengikuti terapi aktifitas kelompok.
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan, “Nggih ning, purun kok tapi elon-
atau menerapkan koping mengidentifikasi depresi klien (brain gym) elon wae nggih, bareng-bareng, saiki rasane awake
yang efektif. penyebab stress luwih enak ning.”
2. Klien dapat
O: Klien antusias mengikuti rain gym. Klien tampak
melaporkan penurunan
masih bingung mengikuti gerakan, klien semangat,
stress/depresi
klien tersenyum.
3. Skala depresi
berkurang menjadi Mengenalkan klien kepada seseorang S: Klien mengatakan, “ Lha mbak, koncone podho aku
rentang nilai 1 – 8 yang mempunyai latar belakang rodho sungkan ning putri, ngobrol karo ning putri.
pengalaman yang sama Sesuk wae yo ning ngorol karo kancane.”
P: Lanjutkan intervensi
1.
Lakukan kegiatan rekreasi sederhana dengan
klien
2. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
3. Berikan terapi kelompok (senam anti stroke,
terapi musik dan games)
3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Mengkaji adanya faktor penyebab S: Klien mengatakan, “Lha ning, aku nggih tilem tapi
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari kelelahan yo orak koncho-koncho liyane, kancane wis tilem
selama 3 minggu diharapkan klien kabheh, nah aku paling nek wes do tilem kabheh
diharapkan sindrom mengetahui cara ning.”
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan
dengan kriteria hasil: kriteria hasil : O: Klien terlihat lemah, klien tampak memijat-mijat
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot tangan kanannya, klien tampak pucat.
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada Memonitor tanda-tanda vital S: -
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari O: TD: 110/70 mmHg
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi
ringan 5/5 HR: 82x/mnt
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
Membantu aktivitas sehari-hari sesuai S: Klien mengatakan, “Aku mbok dijupukke ngombe
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi
berkurang dari menjadi ½ porsi kebutuhan mbak, terus rewangi resik-resik kasur.”
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh O: Klien minta dibantu mengambil air minum, dibantu
menjadi ringan. berkurang menjadi 25- berih-bersih tempat tidur. Klien tampak lebih sering
50 (risiko rendah) tertidur di kasur. Klien masih mampu berjalan sendiri
4. Skala keseimbangan tanpa bantuan.
Berg 41-56 (baik)
Memonitor nutrisi dan sumber energi S: Klien mengatakan, “Aku nek mangan nggih soko sing
yang adekuat diparinge kok panti ning, yo mangan sitik-sitik 5-6
sendok, rasane wetenge to kebak, akehe yo
ngunjukke ning.”
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan, “Dadi enak rasane ning, wis
atau menerapkan koping mengidentifikasi depresi klien (brain gym) rodho orak mumet iki, awake yo rodho enteng.”
yang efektif. penyebab stress
2. Klien dapat O: Klien mampu mengikuti brain gym, klien kooperatif.
melaporkan Melakukan terapi aktivitas kelompok: S: Klien mengatakan, “Nggih seneng to ning, iso karo
penurunan senam anti stroke, terapi musik dan kanca-kancane, awake yo sehat, bahagia juga.”
stress/depresi games.
3. Skala depresi O: Klien antusias saat terapi senam anti stroke, terapi
berkurang menjadi musik dan games.
rentang nilai 1 – 8
P: Lanjutkan intervensi
Rabu/ 17 3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memberikan ROM aktif maupun pasif S: Klien mengatakan, “Wah nggih rodho kepenak ning
Feb 2016 tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari untuk mengurangi ketegangan otot bar digerak-gerakke mau, kakune wis ora patik’o.”
selama 3 minggu diharapkan klien
diharapkan sindrom mengetahui cara O: Klien mengikuti instruksi dengan baik.
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan
Membantu untuk merubah posisi S: Klien mengatakan, “Manut nuwun nggih ning,
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
diewangi si mbahe, di ajari ben orak pegel-pegel.”
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
jatuh berulang pada meningkat dari O: Klien minta bantuan untuk dibantu bangun dari
klien kekuatan pada tidurnya dan mengambilkan air minum di meja.
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari Mnganjurkan untuk tempatkan klien S: Klien mengatakan, “ Nggih ning, nek tilem nggih
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi diposisi yang aman ketika tidur kulo orak minggir-minggir kok ning, ndak mengko
ringan 5/5 tio ning.”
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi O: Klien tidur di tengah kasur.
berkurang dari menjadi ½ porsi
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh Memberi tahu klien pentingnya S: Klien mengatakan, “Nggih mbak, mengko nek
menjadi ringan. berkurang menjadi 25- bantuan saat mobilisasi pengen direwangi nggeh mengke matur panjenengan
50 (risiko rendah) nggih ning.”
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik) O: Klien kooperatif
P: Lanjutkan intervensi
Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien berkata, “Maeme kulo nggih kadang telas
Nutritional Status :
makanan mbak tapi iki mau yo orak telas meneh mbak, rasane
Biochemical Measure
wetenge kebak ngono mbak.”
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140 O: Klien tidak menghabiskan makannya, klien makan
mg/dL hanya 7 sendok makan saja.
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Meyakinkan diet yang dimakan S: Klien mengatakan, “Lha ning, aku ki maeme ncen
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari mengandung tinggi serat agar tidak sithik, nek akeh orak iso soale rasane wetenge
selama 3 minggu diharapkan klien konstipasi kebak. Oh ..yo ning? Aku yo nek ngunjuk ndak
diharapkan sindrom mengetahui cara manise dikurangi to. Maem buah yo paling kates
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan tok.”
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot O: Klien kooperatif
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada Mengajarkan dan anjurkan klien S: Klien mengatakan, “nggih seneng oh ning, ben
2. Klien dapat ekstremitas atas dan melakukan terapi relaksasi otot awake ora kaku lan gemeter terus to.”
melakukan ADL bawah meningkat dari progresif (ROP)
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi O: Klien antusias saat terapi. Klien tampak belum
ringan 5/5 maksimal dalam melakukan ROP
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi Memonitor TTV S: -
berkurang dari menjadi ½ porsi
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh O: TD: 120/75 mmHg, HR: 88 x/mnt
menjadi ringan. berkurang menjadi 25-
50 (risiko rendah)
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik)
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Mendorong berhubungan dengan S: Klien mengatakan, “Lha nggih gampang ning, nek
seseorang yang memiliki tujuan dan ono opo-opo nggih kulo ngomong kalih kancane.”
ketertarikan yang sama
O: Klien mengangguk
P: Lanjutkan intervensi
3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memonitor tanda-tanda vital S: Klien mengatakan, “Kulo rasane toh ning, rodho
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari lemes, ngelu sithik, karo sih gemeter ki tangan
selama 3 minggu diharapkan klien tengene, opo goro-goro tensine nggih ning?.”
diharapkan sindrom mengetahui cara
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan O: TD: 150/80 mmHg, HR: 90 x/mnt
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
Memberikan ROM aktif maupun pasif S: Klien mengatakan, “Rasane enakan sikil karo
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
untuk mengurangi ketegangan otot tanganku ning, pegele wes gak patik’o.”
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada
O: Klien dapat melakukan gerakan ROM walaupun harus
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari dibantu
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi
Memonitor nutrisi dan sumber energi S: Klien mengatakan, “aku nek maem yo sih sithik-sithik
ringan 5/5
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien yang adekuat ning, iki mau tapi ntek ning.”
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi
berkurang dari menjadi ½ porsi O: Klien terlihat lemas
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh
menjadi ringan. Membantu aktivitas sehari-hari sesuai S: Klien mengatakan, “Enakan nek kasur wae ning,
berkurang menjadi 25-
kebutuhan tanganku ki lho sih gemeter, padahal wes latihan
50 (risiko rendah)
gerakan sing diajari ning’e.”
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik) O: Klien meminta diambilkan minum air putih
Memberi tahu klien pentingnya S: Klien mengatakan, “Iya ning. Ngko aku njaluk
bantuan saat mobilisasi tulung karo koncoku mbak atminah, wonge apikan ”
O: Klien kooperatif
Nutritional Status :
Biochemical Measure
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140
mg/dL
Memotivasi makan sedikit tapi sering S: Klien mengatakan, “nggih mbak, mangke kulo maem
ingkang kathah.”
O: Klien terlihat makan 1/2 porsi makanannya, klien
makan maknan ringan roti yang diberikan panti.
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Melakukan terapi aktivitas kelompok: S : Klien mengatakan, “nggih seneng ning iso senam,
intervensi keperawatan intervensi keperawatan senam anti stroke, terapi musik dan gerak-gerak, terus nyanyi bareng kancane kalih
selama 3 minggu selama 7 hari masalah games. ning. Awake dadi kepenak.”
masalah koping individu koping individu tidak
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi O : Klien terlihat tersenyum dan mengikuti terapi dengan
hasil: dengan kriteria hasil: baik.
EVALUASI SUMATIF
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan S:
berhubungan dengan faktor biologis: diabetes melitus Klien mengatakan, “Nggih ning, mengke nyobo maem sing kathah nggih ning, rasane
wegah maem kok.”
Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus ning, kathah pokoke nek ngunjuk
banyu ning.”
Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus ning, kathah pokoke nek ngunjuk
banyu ning, lha nek mangan wes kebak wae niki wetenge.”
Klien mengatakan, “Kulo rasane toh ning, rodho lemes, ngelu sithik, karo sih gemeter
ki tangan tengene, opo goro-goro tensine nggih ning?.”
O:
BB: 32 kg
GDS: 180 mg/dl
Klien terlihat memakan 3/4 porsi makan siangnya (6-7 sdm)
Klien makan 3 kali sehari
Klien tampak tidak bersemangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Motivasi untuk meningkatkan intake makanan
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Monitor kadar gula dalam darah
4. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien untuk mencegah komplikasi DM
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress S:
berkepanjangan Klien mengatakan, “Yo seneng ning, iso kumpul karo kanca-kancane.”
Klien mengatakan, “iya mengko nggih ngobrol kok ning karo kancane.”
Klien mengatakan, “Rasane pegel wae ning, opo goro-goro nyuci mau yo.”
Klien mengatakan, “Wis apik ning perasaane, seneng iso kaleh ning’e.”
O:
Klien cukup kooperatif
Klien terlihat kurang antusias dan senang saat ditemani
Klien kurang kooperatif dan antusias saat bermain berkelompok
Klien terlihat mengobrol dengan teman sekamarnya Ny. A
Skala depresi =10 (The Geriatric Depression Scale)
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien (brain gym)
2. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
3. Berikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai : terapi tertawa
4. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang
sama.
Sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan S:
kekuatan otot (sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. Klien mengatakan, “awakku sih pegel ning, isih lemes ki ning, pengen turonan ya
ning.”
O:
Klien terlihat tiduran, tidak ada kejadian jatuh berulang
Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4
Porsi makan klien menjadi 3/4 porsi
Morse fall risk scale 46
Skala berg 41
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot
2. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif (ROP)
3. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
4. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat mobilisasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Resiko ulkus kaki dapat dilakukan dengan latihan jasmani seperti senam
diabetikum. Berdasarkan penelitian dari Ilyas (2007) menjelaskan bahwa
latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah
sehingga mampu mencegah dan mengatasi munculnya ulkus pada tubuh klien.
Selain itu, pemberian senam kaki diabetikum yang terdiri dari 11 gerakan
mampu meningkatkan kesegaran jasmani yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan penderita diabetes mellitus tanpa komplikasi-komplikasi yang berat
(Santoso, 2006). Setelah diberikan intervensi senam kaki diabetikum klien
merasa badan lebih enak dan tidak semutan lagi terutama dibagian kaki,
namun untuk bagian tangan terutama bagian kanan, klien masih merasakan
kesemutan.
200
195
190
mg/dL
180
175
170
Pre Post
33
32
31
30
Keterangan: Berat
Kg
29 Badan Klien
28
27
26
Pre Post
Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2016 dilakukan pengkajian pada Ny. S
(80 tahun) dengan riwayat diabetes melitus, ditemukan data skala depresi
menunjukan skor 14 (menandakan depresi) dan hasil wawancara dengan
kuesioner Geriatric Depression Scale menyatakan bahwa klien merasa tidak
bahagia dengan kondisinya saart ini, hasilnya juga menunjukkan bahwa klien
mengalami depresi dan stress. Berdasarkan data pengkajian, maka dapat
diambil diagnosa keperawatan ketidakefektifan koping individu berhubungan
dengan stress berkepanjangan. Adapun prioritas intervensi yang diberikan
adalah sebagai berikut.
1. Menggali perasaan dan penyebab stres pada klien
2. Memberikan terapi untuk mengurangi depresi klien (brain gym)
3. Mendorong aktifitas sosial dan komunitas.
4. Memberikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai : terapi tertawa
5. Memonitor intake nutrisi klien
16
14
12
10
8 Skala Depresi
6
4
2
0
Pre Post
Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2016 dilakukan pengkajian pada Ny. S
(80 tahun) dengan riwayat diabetes melitus, ditemukan data klien mengatakan
klien mampu berdiri namun tidak mampu berjalan lama, tidak dapat mencuci,
dan merasa tidak berdaya, selain itu didapatkan data IMT menunjukkan
underweight skala jatuh 50, skala keseimbangan Berg 35 dan indeks KATZ
dalam kategori B. Berdasarkan data pengkajian, maka dapat diambil diagnosa
keperawatan sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot (sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. Adapun prioritas
intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji adanya faktor penyebab kelelahan
2. Memberikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot
3. Mengajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif
(ROP)
4. Membantu aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Terkait dari faktor penyebab kelelahan perlu dilakukan pengamatan untuk
meminimalisir kelelahan yang terjadi pada Ny. S diiringi dengan perlakuan
tindakan Range of Motion (ROM) maupun Relaksasi Otot Progresif (ROP).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmadi (2008) menunjukkan bahwa
latihan ROM memiliki tujuan antara lain mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, menjaga
fleksibilitas dari masing-masing persendian, mencegah kontraktur/kekakuan
pada persendian. Membantu klien dalam aktivitas sehari-hari perlu dilakukan
untuk menghindari adanya kejadian jatuh berulang karena klien memiliki
resiko dan riwayat jatuh. Selama proses diberikannya intervensi, klien cukup
kooperatif dan antusias mengikuti terapi, klien mampu berjalan sendiri dan
sudah mulai mampu untuk melakukan aktifitas secara mandiri seperti mencuci,
dan membersihkan tempat tidurnya. Selain itu, Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Safaah (2014) juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan
Range of Motion (ROM) terhadap peningkatan kekuatan otot lanjut usia untuk
mencegah terjadinya kekakuan pada otot.
Setelah dilakukan implementasi selama seminggu lamanya, didapatkan
hasil bahwa klien merasa lebih nyaman setelah terapi ROP dan ROM, akan
meminta bantuan jika kesulitas dalam beraktivitas, tidak ada kejadian jatuh
berulang, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4, porsi
makan klien menjadi 3/4 porsi dan pada 2 hari klien mampu mengahabiskan 1
porsi makanan dari Panti, morse fall risk scale 46 dan skala berg 41. Perlu
dibuat rencana tindak lanjut seperti melakukan terapi ROM dan ROP yang
berkala serta menjaga selalu nutrisi Ny. S, dikarenakan untuk nutrisi pada klien
masih sangat kurang, dimana klien lebih banyak asupan cairan dibandingkan
nutrisi. Hal tersebut dilakukan agar klien tidak mengalami penurunan otot,
memiliki energi untuk beraktivitas dan tidak ada kejadian jatuh berulang.
Berikut adalah grafik perkembangan Ny. S setelah diberikan implementasi
keperawatan.
a. Tabel kekuatan otot Ny. S
40.5
40
39.5
39
Skala Berg
38.5
38
37.5
37
Pre Post
51
50
49
48
Resiko Jatuh Ny. S
47
46
45
44
Pre Post
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Ny. S merupakan lansia (80 tahun) yang tinggal di Panti Wredha Harapan
Ibu. Klien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus (DM). Ketika
dilakukan pengkajian ditemukan beberapa masalah keperawatan. Masalah
keperawatan lain yang muncul adalah sebagai berikut.
1. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan faktor biologis: diabetes melitus. Intervensi yang
telah dilakukan ialah memotivasi untuk meningkatkan intake makanan,
menganjurkan makan sedikit tapi sering, memberikan pendidikan
kesehatan mengenai diit yang tepat untuk penderita DM, memberikan
makanan kesukaan yang sesuai dengan diit DM dan melatih senam kaki
diabetik untuk mencegah komplikasi DM. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kepada klien, klien menunjukkan nafsu makan yang
meningkat ditandai dengan dapat menghabiskan 3/4 porsi makanan,
namun untuk porsi makan yang dikonsumsi klien perubahannya kadang
naik kadang turun. Namun pada Ny. S terjadi kenaikan berat badan 1 kg.
Namun kadar gula darah klien tidak stabil dan masih tinggi, yaitu 180
pada hari ketujuh intervensi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi
sebagian.
2. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress
berkepanjangan. Intervensi yang telah dilakukan kepada klien ialah
menggali perasaan dan penyebab stres pada klien, memberikan terapi
untuk mengurangi depresi klien (brain gym), mendorong aktifitas sosial
dan komunitas dan memberikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai :
terapi tertawa Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama satu
minggu, dapat dilihat hasil evaluasi skoring skala depresi klien yang
menunjukkan penurunan menjadi angka 11. Walaupun terkadang dalam
sehari-harinya mood klien masih labil terkadang senang, terkadang sedih.
Klien senang apabila ada yang menemani, dan merasa sangat kesepian jika
tidak ada yang mengajak ngobrol dirinya. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa diagnosa keperawatan ketidakefektifan koping individu
berhubungan dengan stress berkepanjangan telah teratasi.
3. Sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. Intervensi yang telah dilakukan
kepada klien ialah mengkaji adanya faktor penyebab kelelahan,
memberikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot,
mengajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif
(ROP), membantu aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan dan memonitor
nutrisi/ intake makanan. Setelah dilakukan implementasi selama seminggu
lamanya, didapatkan hasil bahwa klien merasa lebih nyaman setelah terapi
ROP dan ROM, akan meminta bantuan jika kesulitas dalam beraktivitas,
tidak ada kejadian jatuh berulang, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5,
ekstremitas bawah 4/4, porsi makan klien menjadi 1 porsi, morse fall risk
scale 46 dan skala berg 41. Maka dari itu masalah resiko jatuh teratasi.
B. Saran
1. Lansia
Lansia mampu mandiri dalam melakukan aktivitas dan mampu melanjutkan
intervensi yang telah diajarkan sehingga tidak terjadi komplikasi penyakit
pada lansia dan masalah kesehatan terutama pada klien dengan diabetes
mellitus, sehingga resiko terkait dengan penyakit pun dapat teratasi.
2. Pengasuh Wisma
Pengasuh diharapkan memfasilitasi dan memotivasi lansia dalam
meningkatkan kesehatannya, terutama dalam mengatur pola makan klien
sesuai dengan 3 pilar diit DM. Pengasuh juga dapat melanjutkan intervensi
yang dilakukan oleh mahasiswa guna meningkatkan kesehatan lansia.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu lebih mendetail lagi dalam menyelesaikan
masalah kesehatan klien secara holistic. Bagi mahasiswa lain diharapkan
dapat melanjutkan atau memperbaharui intervensi yang sesuai dengan
masalah yang ada pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Profil Kesehatan Kota SMG 2014.pdf - Google Drive [Internet]. [cited 2015 Nov
2]. Available from: https://drive.google.com/file/d/0B-yoD-
_DDYqgWm9ZdGx0b2xYRGs/edit
Purwanto, Nasrul H. Hubungan Pengetahuan tentang Diet Diabetes Melitus
dengan Kepatuhan Pelaksanaan Diet pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Keperawatan Indonesia. 2011 (01):1-9.
Rachmawati, A.M., Bahari, U., Rusli, B., Hardjoeno.2007. Tes Diabetes
Melitus.Dalam Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium
Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin Makasar
RI KK. Hasil Riset Kesehatan Dasar [Internet]. Jakarta; 2013 p. 87. Available
from: www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil Riskesdas 2013.pdf
RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia [Internet].
[cited 2015 Nov 2]. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618
Rochmah W. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007.p.1915-18.
Ruspawan, I Dewa Made. 2012. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar.
Poltekkes Denpasar. Diakses di www.portalgaruda.org pada tanggal 2 Februari
2016 pukul 12.00 WIB
Safaah, Nurus. Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan)
Kec. Babat Kab. Lamongan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2015. (1):1-4.
Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 2.Ed.8. Jakarta:
EGC
Subramaniam I, Gold JL. Diabetes Mellitus in Elderly. J Indian Acad Geri.
2005;2:77-81. Available from: http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf.
PRE PLANNING PENDIDIKAN KESEHATAN
Oleh
Putri Kumalasari
22020115210050
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Usia lanjut merupakan tahap akhir dari perkemabangan manusia.
Seseorang dikatakan lanjut usia jika seseorang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Lanjut usia merupakan proses
akhir dari tumbuh kembang manusia, dimana di dalam proses tersebut
terjadi penuaan (Azizah, 2011). Lansia bukan merupakan suatu
penyakit, namun merupakan suatu tahap lanjut dari proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tuuh dalam beradaptasi
dengan stres yang ada di lingkungan. Lansia merupakan keadaan yang
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individu (Efendi, 2009). Adapun masalah
kesehatan ataupun penyakit-penyakit yang sering muncul terjadi pada
lansia akibat dari penurunan fungsi organ tubuh (fisiologis) yaitu
diabetes melitus, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, arthritis, dan
asam urat.
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah yang disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah
(hyperglikemia) yang terjadi akibat adanya kelainan dalam sekresi
insulin maupun keduanya (Smeltzer & Bare, 2008). Diabetes mellitus
terdiri dari beberapa jenis yaitu diabetes mellitus tipe I, diabetes
mellitus tipe II, diabetes mellitus tipe gestasional, dan diabetes mellitus
tipe lainnya. Jenis diabetes mellitus yang paling banyak di derita
adalah diabetes tipe II.
Data dari WHO menunjukkan, bahwa Indonesia menempati
peringkat ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus terbesar di
dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India (PDPERSI, 2015).
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 juga menunjukkan angka
prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia adalah 2,1%. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan sebesar 1,0% apabila dibandingkan
dengan prevalensi tahun 2007 (1,1%) (Riskesdas, 2013). Diabetes
mellitus telah menjadi penyebab dari 4,9 juta kematian warga
Indonesia selama 2014. Hal ini berarti setiap 7 detik, ada penderita
yang meninggal karena diabetes. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan tahun 2011 yang menyebabkan 4,6 juta kematian akibat
diabetes mellitus. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk
perawatan diabetes mellitus telah mecapai 612 miliar USD (IDF, 2011
dalam Trisnawati, 2013). International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta penderita tidak menyadari
bahwa mereka mengidap DM. 80% penderita DM tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah (IDF, 2011 dalam Trisnawati,
2013). Sedangkan data lain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang
tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Kota
Semarang sebesar 14.200 kasus (Profil Kesehatan Semarang, 2014).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi darah perifer yang dapat menyebabkan
berbagai dampak secara fisik maupun psikologis. Dampak fisik yang
terjadi pada diabetesi seringkali disebabkan oleh adanya komplikasi
DM seperti ulkus pada kaki, kelemahan fisik, penurunan sensasi nyeri
pada kaki, penurunan berat badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
stroke, gangren, serta timbulnya penyakit kronis lainnya seperti
penyakit jantung atau gagal ginjal, bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik (Sari, 2012). Dampak fisik inilah yang dapat
mempengaruhi kondisi psikologis penderitanya. Dampak psikologis
pada diabetesi ini antara lain ketidakmampuan menerima keadaan
sakitnya, merasa putus asa, dan tidak berguna (Sukmaningrum, 2005).
Selain itu berdasarkan hasil pengkajian pada klien Ny. S didapatkan
data jika pada awal masuk Panti Wredha klien tidak memiliki nafsu
makan sama sekali, sering mengalami kesemutan, kelemahan fisik dan
penurunan berat badan. Selain itu Ny. S tampak lebih suka menyendiri
dan hanya tidur saja dengan skala depresi klien nilai : 11.
2. Data Yang Perlu Dikaji Lebih Lanjut
Data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah skala depresi klien (The
Geriatric Depresion Scale) setelah klien diberikan terapi musik dan
Brain Gym Therapy. Untuk melihat apakah ada perubahan skala
depresi pada klien sebelum dan sesudah terapi dilakukan.
3. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress
berkepanjangan (00069)
2. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi musik lagam jawa dan brain gym diharapkan
tingkat (skala) depresi klien berkurang.
3. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi terapi musik lagam jawa dan brain gym
therapy selama 30 menit, klien mampu :
a. Menjelaskan manfaat dari terapi musik dan brain gym therapy
b. Mempraktikkan brain gym therapy dengan benar
III.Rencana Kegiatan
1. Topik
Terapi musik lagam jawa dan Brain Gym
2. Metode Pelaksanaan
Demonstrasi
3. Sasaran dan target
Sasaran adalah Ny. S (80 Thn)
4. Srategi Pelaksanaan
Hari : Senin, 22 Februari 2016
Waktu : 09.30 WIB-10.00 WIB
Tempat : Ruang Mawar Panti Wredha Harapan Ibu
5. Media dan Alat bantu
a. Kursi
b. Leaflet
6. Setting tempat
Keterangan
: Lansia
: Mahasiswa
7. Susunan Acara
8. Pengorganisasian
a. Instruktur: Putri Kumalasari
1) Memimpin jalannya kegiatan Brain Gym yang dipadukan
dengan terapi musik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dan manfaat Brain Gym dan terapi musik
4) Memberikan contoh gerakan Brain Gym
5) Memotivasi klien untuk mempraktikkan Brain gym dengan
benar.
6) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan kegiatan
7) Mendokumentasikan kegiatan
9. Kriteria evaluasi
a. Struktur
1) Menyiapkan pre planning
2) Kontrak waktu dengan klien
3) Perlengkapan dan peralatan sudah siap
b. Proses
1) Klien kooperatif
2) Klien antusias mengikuti kegiatan
3) Klien dapat mengikuti gerakan yang diajarkan oleh mahasiswa
c. Hasil
1) Klien dapat mengikuti kegiatan dengan antusias
2) Klien dapat menyampaikan perasaan saat melakukan kegiatan
3) Klien dapat menjelaskan tujuan dan manfaat Brain gym dan
terapi musik
4) Klien dapat mempraktikkan langkah-langkah gerakan Brain
gym dengan benar.
10. Materi
a. Definisi
Senam latih otak atau Brain gym merupakan kegiatan melatih otak
sehingga otak akan tetap bekerja dan aktif dengan aktifitas fisik
melalui gerakan-gerakan tubuh yang sederhana (Denisson, 2009).
Melalui kegiatan senam latih otak atau brain gym ini maka akan
meningkatkan aliran darah ke otak sehingga akan meningkatkan
persediaan oksigen di otak yang dapat mempertahankan organ agar
tetap sehat (Yanuarita, 2012).
Terapi musik merupakan suatu kegiatan mendengarkan musik
tertentu dengan tempo tertentu yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan pada klien, terutama pada lansia. Musik lagam jawa
merupakan musik dengan tempo lamban atau sekitar 60 beat per
menit yang berfungsi untuk menyeimbangkan gelombang otak agar
fikiran menjadi tenang.hal ini dapat terjadi karena adanya stimulasi
binatural-beat dapat mendorong seseorang untuk kembali kedalam
kesadaran (Salve & Prabowo,2007)
Pada intinya penggabungan antara brain gym yang diiringi dengan
musik lagam jawa ini digunakan untuk memberikan respon
ketenangan pada otak sehingga fikiran menjadi lebig rileks dan
tenang.
b. Manfaat
1) Memperlancar persediaan oksigen ke otak
2) Merelaksasi otak (menghilangkan pikiran-pikiran negatif, iri,
dengki dan lain-lain)
3) Mengurangi kelelahan
4) Melepaskan ketegangan
5) Melepaskan hambatan fokus dari otak (memperbaiki
konsentrasi)
6) Menurunkan tingkat depresi dan kecemasan
7) Memberikan efek ketenangan pikiran
(Salve& Prabowo, 2007)(Prasetya, 2010)
c. Gerakan Brain gym therapy
Terlampir
Daftar Pustaka
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Dennison. 2009. Brain Gym (senam otak) edisi bahasa Indonesia ctk.10. Jakarta :
Grasindo
Junaidi & Zulkhan Noor. 2010. Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Lansia
Melalui Terapi Musik Langgam Jawa. Jurnal Keperawatan Indonesia.
November 2010, Vol : 13 No: 3. 195-201. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Maryam, R.S., et all. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Panglupurethias, Dwi Ayu. 2014. Pengaruh Senam Latih Otak (Brain Gym)
Terhadap Tingkat Depresi Lansia di Posyandu Lansia Aji Yuswa Ngebel
Tamantirto Kasihan Bantul. Naskah publikasi Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diunduh Pada
tanggal 16 Februari 2016.
Prasetya, Anton Surya. 2010. Pengaruh terapi kognitif dan senam latih otak
terhadap tingkat depresi dengan harga diri rendah pada klien lansia di
Panti Tresna Wreda Bakti Yuswa Natar Lampung. Tesis. Jakarta :
Univesitas Indonesia.
RI KK. Hasil Riset Kesehatan Dasar [Internet]. Jakarta; 2013 p. 87. Available
from: www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil Riskesdas 2013.pdf
RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia [Internet].
[cited 2015 Nov 2]. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618
Salve, H. R., & Prabowo, H. 2007. Treatment meta musik untuk menurunkan
stress (Tesis Pasca Sarjana). Jakarta : Universitas Gunadarma
Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 2.Ed.8. Jakarta:
EGC
Yanuarita, Franc. A. 2012. Memaksimalkan senam otak melalui senam otak
(Brain gym). Yogyakarta : Teranova Books
Minggu Hari/Tanggal/
Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Kompetensi Keterangan
ke- jam
Bertemu dengan
Mahasiswa mampu
Untuk membina hubungan para lansia
Berkenalan dengan menjalin hubungan
09.00 WIB saling percaya antara penghuni Panti
penghuni panti baik dengan para
mahasiswa dengan lansia Wredha Harapan
lansia
Ibu
Mahasiswa mampu
Untuk mengetahui masalah Melakukan
Melakukan pengkajian melakukan
11.00 WIB kesehatan dan psikososial pengkajian kepada
pada lansia pengkajian lansia
yang dialami lansia lansia
secara holistik
13.30 WIB Membuat POA Untuk menjadwalkan rencana Mengumpulkan Membuat targetan
kegiatan mahasiswa selama tugas dengan yang telah
dipanti disiplin ditetapkan
Rabu, Melakukan kerja bakti Untuk membersihkan seluruh Mahasiswa dan Melakukan kerja
kepada seluruh penghuni ruangan dan halaman panti penghuni panti bakti dengan para
10 panti agar bersih dan nyaman mampu lansia dan pengurus
Februari2016 bekerjasama dalam panti
08.00-14.00 kerja bakti
Membuat rencana asuhan Untuk merencanakan dan Mahasiswa mampu Membuat rencana
keperawatan tindakan untuk mengatasi merencanakan keperawatan
masalah yang dialami lansia tindakan sesuai
dengan masalah
yang dialami lansia
Melakukan implementasi Mengajarkan teknik napas Ny. S. mampu Ny. S melakukan
pada Ny. S (74 tahun) dalam mengurangi terapi napas dalam
ketidaknyamanan secara mandiri
(pusing) secara
mandiri
Mengumpulkan POA pada Mahasiswa membuat laporan Mengumpulkan Jika
dosen pembimbing sesuai buku panduan tugas dengan memungkinkan
disiplin untuk langsung
dikumpulkan
Kamis, Mendampingi lansia Memberikan terapi terkait Mahasiswa dapat Kegiatan siraman
melakukan siraman rohani aspek spiritual agar terjalin membimbing lansia rohani dari depag
11 Februari dari departemen agama kerukunan antar lansia terkait pelaksanaan diikuti hampir
2016 kegiatan spiritual seluruh lansia
08.00 WIB – muslim
14.00 WIB
Mahasiswa
mengetahui apa
yang harus
diberikan kepada
Ny.S
Jumat, Melakukan senam lansia Untuk memberikan olahraga Mahasiswa dapat Kegiatan
pada lansia membimbing lansia berkelompok
12 Februari dalam kegiatan dipandu seluruh
2016 berkelompok mahasiswa
08.00 WIB –
14.00 WIB
II Senin, Memandu lansia untuk Mengajarkan kepada lansia Dapat dilanjutkan Kegiatan
melakukan latihan cara melatih konsentrasi ketika mahasiswa berkelompok
15 Februari konsentrasi tidak ada dipandu
2016 08.00 – Mengisi waktu luang lansia sepenuhnya oleh
12.00 mahasiswa
Melakukan TAK: terapi Mengajarkan kepada lansia Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
bermain musik dipadukan untuk berlatih fokus dan membimbing lansia oleh mahasiswa
dengan senam dan tebak bersosialisasi dengan dalam kegiatan
gerakan penghuni panti yang lain berkelompok
Melakukan TAK: terapi Mengurangi depresi pada Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
bermain musik dipadukan lansia melakukan TAK sepenuhnya oleh
dengan senam dan tebak sesuai dengan pre mahasiswa
gerakan palanning yang
telah disusun
Melakukan implementasi -
Melakukan terapi senam - Klien menjadi Melakukan
pada Ny. S kaki diabetes mellitus, terapi lebih tenang implementasi
relaksasi - Tingkat depresi
- Mengenalkan klien kepada klien berkurang
seseorang yang mempunyai - Ny. S
latar belakang pengalaman mengetahui
yang sama tentang
- Monitor TTV penyakitnya dan
- Monitor nutrisi dan sumber cara
energi mengatasinya
- TTV dalam
rentang normal
Selasa, Memandu lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegiatan
kegiatan pengajian dan do’a dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
16 Februari bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipandu mahasiswa
2016 08.00 – berkelompok
14.00
Melakukan TAK: terapi Untuk mengurangi depresi Mahasiswa mampu Kegiatan
bermain musik dipadukan pada lansia melakukan TAK berkelompok
dengan senam dan tebak sesuai dengan pre dipandu mahasiswa
gerakan palanning yang
telah disusun
Melakukan implementasi - Memberikan pendkes -
Nafsu makan Melakukan
kepada Ny. S. tentang diit DM bertambah implementasi
- Menganjurkan intake - Makan sesuai
makanan dengan diit
- Melakukan rekreasi - Klien tidak
sederhana merasa kesepian
- Melakukan brain gym - Tingkat depresi
menurun
Rabu, Melakukan TAK: terapi Untuk mengurangi depresi Mahasiswa mampu Kegiatan
bermain musik dipadukan pada lansia melakukan TAK berkelompok
17 Februari dengan senam dan tebak sesuai dengan pre dipandu mahasiswa
2016 08.00 – gerakan palanning yang
14.00 telah disusun.
Melakukan implementasi - Memberikan ROM aktif - Kekuatan otot Melakukan
kepada Ny. S - Bantu klien mobilisasi tidak berkurang implementasi
- Melaksanakan senam kaki - GDS terkontrol
dm - Klien tidak
- Monitor nutrisi mengalami
tanda-tanda
hiperglikemi
Kamis, Melakukan TAK: Untuk melatih kecepatan Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
terapi bermain musik berpikir lansia membimbing lansia mahasiswa
18 Februari dipadukan dengan senam dan dalam kegiatan
2016 08.00- tebak gerakan berkelompok
14.00
Jumat, Melakukan senam lansia Mengajarkan lansia untuk Dapat dilanjutkan Mengumpulkan
latihan gerak ketika mahasiswa dalam bentuk
19 Februari tidak ada hardfile
2016 08.00 - Mengisi waktu luang lansia
14.00
Sabtu, Memandu lansia dalam Meningkatkan kebersihan Mahasiswa dapat Kegiatan dipimpin
kegiatan bersih-bersih panti panti membimbing lansia oleh mahasiswa
20 Januari dalam kegiatan
2016 08.00 – Mengajak lansia untuk berkelompok
14.00 berkegiatan jika mampu
Melakukan implementasi
kepada Ny. S
III Senin, Memandu lansia untuk Mengajarkan lansia untuk Dapat dilanjutkan Kegiatan
melakukan senam lansia latihan gerak ketika mahasiswa berkelompok
22 Februari tidak ada dipandu mahasiswa
2016 08.00 – Mengisi waktu luang lansia
12.00
Selasa, Membimbing lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegiatan
melakukan kegiatan dzikir dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
23 Februari bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipimpin oleh
2016 08.00 – berkelompok mahasiswa
14.00
Rabu, Memandu lansia dalam Meningkatkan kebersihan Mahasiswa dapat Kegiatan dipimpin
kegiatan bersih-bersih panti panti membimbing lansia oleh mahasiswa
24 Februari dalam kegiatan
2016 08.00 – Mengajak lansia untuk berkelompok
berkegiatan jika mampu
14.00
Kamis, Melakukan terapi senam Untuk mencegah rematik d an Rasa nyeri pada Melakukan
rematik mengurangi rasa nyeri bagi klien berkurang implementasi
25 Februari penderita rematik
2016 08.00-
14.00
Jumat, Perpisahan dengan Panti Menjaga komunikasi dengan Mendapat Perpisahan dengan
Wreda Harapan Ibu lansia dan pembimbing klinik kepercayaan meski seluruh penghuni
26 Februari sudah tidak praktik panti
2016 08.00 -
14.00