Anda di halaman 1dari 105

LAPORAN AKHIR PRAKTIK GERONTIK

DI PANTI WREDHA HARAPAN IBU NGALIYAN SEMARANG


Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Jiwa
Koordinator : Rita Hadi W, M.Kep, Sp.Kep.Kom
Dosen Pembimbing : Ns. Artika Nurrahima, S.Kep, M. Kep
Ns. Nurullya Rachma, Sp.Kep.Kom

Oleh:

PUTRI KUMALASARI

22020115210050

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN 26


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
LAPORAN PRAKTIK GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN DIABETES MELLITUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Jiwa
Koordinator : Rita Hadi W, M.Kep, Sp.Kep.Kom
Dosen Pembimbing : Ns. Artika Nurrahima, S.Kep, M. Kep
Ns. Nurullya Rachma, Sp.Kep.Kom

Oleh:

PUTRI KUMALASARI

22020115210050

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN 26


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Nama : PUTRI KUMALASARI

Tempat/ tanggal lahir : Grobogan, 15 Februari 1994

Alamat Rumah : Ds. Ngembak RT:10/RW:06 Kec. Purwodadi Kab.

Grobogan

No.Telp : 085741070006

Email : putri.kumalasari99@yahoo.com

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan saya ini bebas dari

plagiarism dan bukan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan

sebagian atau seluruh bagian dari penelitian dan karya ilmiah dari hasil-hasil

penelitian tersebut terdapat indikasi plagiarism, saya bersedia menerima sanksi

sesuai dengan peraturan Akademik UNDIP.

Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa unsur paksaan dari

siapapun.

Semarang, 13 Feb 2016


Yang menyatakan,

Putri Kumalasari

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan tahap akhir dari perkembangan manusia.


Seseorang dikatakan lanjut usia jika seseorang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun (Maryam dkk, 2008). Lanjut usia merupakan proses akhir dari
tumbuh kembang manusia, dimana di dalam proses tersebut terjadi penuaan
(Azizah, 2011). Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan
suatu tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh dalam beradaptasi dengan stres yang ada di lingkungan.
Lansia merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individu (Efendi, 2009). Adapun masalah
kesehatan ataupun penyakit-penyakit yang sering muncul terjadi pada lansia
akibat dari penurunan fungsi organ tubuh (fisiologis) yaitu diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, arthritis, dan asam urat.
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah yang disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007). Diabetes Mellitus (DM)
merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar glukosa dalam darah (hyperglikemia) yang terjadi akibat adanya
kelainan dalam sekresi insulin maupun keduanya (Smeltzer & Bare, 2008).
Diabetes mellitus terdiri dari beberapa jenis yaitu diabetes mellitus tipe I,
diabetes mellitus tipe II, diabetes mellitus tipe gestasional, dan diabetes
mellitus tipe lainnya. Jenis diabetes mellitus yang paling banyak di derita
adalah diabetes tipe II.
Data dari WHO menunjukkan, bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat, China, dan India (PDPERSI, 2015). Data Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2013 juga menunjukkan angka prevalensi Diabetes Mellitus
di Indonesia adalah 2,1%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar
1,0% apabila dibandingkan dengan prevalensi tahun 2007 (1,1%) (Riskesdas,
2013). Diabetes mellitus telah menjadi penyebab dari 4,9 juta kematian warga
Indonesia selama 2014. Hal ini berarti setiap 7 detik, ada penderita yang
meninggal karena diabetes. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun
2011 yang menyebabkan 4,6 juta kematian akibat diabetes mellitus. Selain itu
pengeluaran biaya kesehatan untuk perawatan diabetes mellitus telah mecapai
612 miliar USD (IDF, 2011 dalam Trisnawati, 2013). International Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta penderita tidak
menyadari bahwa mereka mengidap DM. 80% penderita DM tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah (IDF, 2011 dalam Trisnawati, 2013).
Sedangkan data lain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2014
menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus di Kota Semarang
sebesar 14.200 kasus (Profil Kesehatan Semarang, 2014).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi darah perifer yang dapat menyebabkan berbagai dampak secara
fisik maupun psikologis. Dampak fisik yang terjadi pada diabetesi seringkali
disebabkan oleh adanya komplikasi DM seperti ulkus pada kaki, kelemahan
fisik, penurunan sensasi nyeri pada kaki, penurunan berat badan, kesemutan,
gatal, mata kabur, stroke, gangren, serta timbulnya penyakit kronis lainnya
seperti penyakit jantung atau gagal ginjal, bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik (Sari, 2012). Dampak fisik inilah yang dapat mempengaruhi
kondisi psikologis penderitanya. Dampak psikologis pada diabetesi ini antara
lain ketidakmampuan menerima keadaan sakitnya, merasa putus asa, dan tidak
berguna (Sukmaningrum, 2005). Selain itu berdasarkan hasil pengkajian pada
klien Ny. S didapatkan data jika pada awal masuk Panti Wredha klien tidak
memiliki nafsu makan sama sekali, sering merasa haus sehingga banyak
minum, sering mengalami kesemutan, kelemahan fisik dan penurunan berat
badan.
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa diabetes mellitus akan
memberikan dampak yang besar baik dari aspek fisiologis maupun psikologis
terutama untuk lansia, maka dari itu perlu diadakan program pencegahan dan
pengendalian diabetes maupun komplikasi dari diabetes serta penatalaksanaan
aspek psikologis yang terjadi.

B. Tujuan

a. Umum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu


melakukan asuhan keperawatan gerontik dengan masalah diabetes mellitus

b. Khusus

1) Mahasiswa mampu melakukan komunikasi terapeutik dengan baik


kepada lansia
2) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan gerontik
sesuai permasalahan keperawatan pada lansia
3) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan gerontik sesuai
permasalahan keperawatan pada lansia
4) Mahasiswa mampu menentukan prioritas masalah, tujuan dan kriteria
hasil pada asuhan keperawatan gerontik pada lansia
5) Mahasiswa mampu menyusun rencana dan mengimplementasikan
asuhan keperawatan gerontik pada lansia
6) Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi pada asuhan keperawatan
gerontik yang telah dilakukan pada lansia
7) Mahasiswa mampu merumuskan rencana tindak lanjut pada lansia
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2008). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relatif
insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes mellitus (DM)
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007). Sekitar 50% lansia
mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal
(Rochmah, 2007). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi
Diabetes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat
seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun
(Rochmah, 2007).
Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun,
kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg% tahun pada saat puasa dan akan naik
sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan (Subramaniam, 2005).
Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan
mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga
mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih
rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM
dan adanya sindrom geriatri (Kurniawan 2010).

2. Manifestasi Klinis

Gejala klasik Diabetes Mellitus seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan


penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita diabetes
mellitus karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang
batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin
bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus
terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga
lansia penderita diabetes mellitus mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar
akibat hiperglikemia berat (Burduli, 2009 & Mencilly, 2001).
Diabetes mellitus pada lansia umumnya bersifat asimptomatik,
kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan,
letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan
fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan
inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis diabetes mellitus
pada lansia seringkali agak terlambat. Bahkan, diabetes mellitus pada lansia
seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain (Kurniawan, 2010).

Sindrom Geriatri
Selain manifestasi klinik yang telah disebutkan, pada lansia juga
terdapat aspek khusus berkenaan dengan diabetes mellitus yang dikenal
dengan sindrom geriatri (Kurniawan, 2010).
1. Depresi
Pada lansia penderita DM yang mengalami depresi rekuren, perlu ditelaah
kembali obat yang diterimanya, adakah obat yang menyebabkan depresi di
antara obat-obatan tersebut. Mekanisme hubungan antara DM dan depresi
belum jelas, tetapi hiperglikemia dapat menyebabkan depresi dan
sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hiperglikemia. Depresi tentu
meningkatkan biaya pelayanan kesehatan dan memberi pengaruh buruk
pada pengobatan DM karena tata laksana DM yang efektif memerlukan
partisipasi pasien (Kurniawan, 2010).

2. Gangguan Fungsi Kognitif


Hubungan gangguan fungsi kognitif pada lansia penderita DM cukup kuat,
dan wanita mengalami penurunan fungsi kognitif yang lebih bermakna
dibandingkan pria. Studi membuktikan bahwa lansia dengan kontrol gula
darah yang baik lebih lambat mengalami gangguan fungsi kognitif. Seperti
hal depresi, gangguan fungsi kognitif dapat menganggu kemampuan
pasien berpartisipasi dalam tata laksana DM, baik dalam hal modifikasi
gaya hidup maupun dalam minum obat (Kurniawan, 2010).
3. Keterbatasan Fisik dan Risiko Terjatuh
DM merupakan faktor risiko utama untuk gangguan fungsi tungkai bawah,
gangguan keseimbangan, dan kemampuan gerak. Dibandingkan dengan
lansia lainnya, risiko keterbatasan fisik 2-3 kali lipat pada lansia penderita
DM, dan risiko ini lebih besar pada wanita. Dampak semua ini adalah
lebih banyak lansia wanita penderita DM yang mengalami jatuh dan
fraktur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian berkala terhadap faktor
risiko terjatuh pada lansia penderita DM agar dapat diupayakan
pencegahannya (Kurniawan, 2010).
4. Polifarmasi
Polifarmasi adalah penggunaan 5 atau lebih obat-obatan sekaligus. Pada
penderita DM, polifarmasi mungkin tak dapat dihindari karena selain
diperlukan untuk pengendalian gula darah, obat juga diperlukan untuk
mengatasi gangguan tekanan darah, dispipidemia, dan komplikasi
vaskular. Pada kenyataannya, selain meningkatkan risiko terjadinya efek
samping obat, pada lansia polifarmasi meningkatkan kerentanan terhadap
depresi, gangguan fungsi kognitif dan risiko terjatuh. (Kurniawan, 2010)
5. Inkontinensia Urin
Kejadian inkontinensia urin meningkat pada lansia penderita DM, dan
wanita berisiko 2 kali lebih banyak daripada pria. Faktor yang berperanan
dalam hal ini antara lain poliuria, glikosuria, neurogenic bladder, infeksi
saluran kemih, efek samping pengobatan dan impaksi feses. Inkontinensia
urin persisten perlu dievaluasi dan diatasi karena dapat menurunkan
kualitas hidup dan memicu terjadinya isolasi sosial. (Kurniawan, 2010)

3. Klasifikasi

American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis


and Classification of Diabetes Melitus (dalam Corwin, 2009), menjabarkan 4
kategori utama diabetes melitus, yaitu:
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes
Melitus tergantung insulin (DMTI)
Penderita diabetik 5-10% adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Hal
tersebut terjadi secara mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Pada 90 sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Hal ini dikarenakan
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Diit dan olah raga merupakan
pengobatan pertama, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Hal ini sering terjadi
pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan mereka yang mengalami
obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
4. Etiologi

a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)


Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-
sel beta pankreas yang disebabkan oleh:
 Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe I
 Faktor imunologi (autoimun)
 Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.

b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik (Nurarif & Kusuma, 2013)

5. Patofisiologis

a) Diabetes tipe I.
Penderita diabetes tipe satu memiliki ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati
Hiperglikemi puasa terjadi akibat. Di samping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, klien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.
b) Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
6. Komplikasi

Komplikasi pada tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan menjadi dua


sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah
1) Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.
Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma
hipoglikemik. Pada kasus sopor atau koma yang tidak diketahui
sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik
biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
2) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh : Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan
dosis yang dikurangi, Keadaan sakit atau infeksi, dan atau Manifestasi
pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK)
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan
sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati
350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada
umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,
elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium
bervariasi.
b. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

7. Penatalaksanaan Untuk Komplikasi Kronik DM

Lansia merupakan populasi yang rentan terhadap terjadinya komplikasi


kronik DM yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Oleh sebab
itu, tata laksana komprehensif terhadap lansia penderita DM tidak dapat
terlepas dari upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM
(Kurniawan, 2010).
a. Kontrol Gula Darah
Dengan kontrol gula darah yang baik, risiko komplikasi makrovaskular
dapat dikurangi. Kontrol gula darah ini tidak perlu terlalu ketat pada lansia
mengingat risiko hipoglikemia pada lansia penderita DM. Target kontrol
gula darah ditentukan oleh status kesehatan serta kemampuan fisik &
mental (Kurniawan, 2010).
b. Kontrol Tekanan Darah
Kejadian hipertensi pada lansia penderita DM meningkat, prevalensi 40%
pada usia 45 tahun meningkat menjadi 60% pada usia 75 tahun. Hipertensi
merupakan salah satu faktor yang berperanan dalam terjadinya komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular pada DM. Studi UKPDS menunjukkan
bahwa kontrol tekanan darah yang baik dengan antihipertensi manapun
menurunkan risiko komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular
(Kurniawan, 2010).
c. Kontrol Lemak Darah
DM dianggap sebagai faktor risiko yang setara dengan penyakit jantung
koroner, sehingga dislipidemia pada DM harus dikelola secara agresif
yaitu harus mencapai target kadar kolesterol LDL <100 mg/dl. Pada pasien
yang juga menderita penyakit pembuluh koroner atau mempunyai
komponen sindrom metabolik lain, maka dianjurkan kadar kolesterol LDL
<70 mg/dl. Banyak studi memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol dapat mengurangi kejadian kardiovaskular pada lansia dengan
DM (Kurniawan, 2010).
d. Lain-Lain
Berhenti merokok. DM dan merokok merupakan faktor risiko
aterosklerotik yang bersinergi. Selain itu, merokok dapat mempercepat
timbulnya mikroalbuminuria yang dapat berkembang ke arah
makroproteinemia. Manfaat dari berhenti merokok untuk mencegah
komplikasi kronik DM diperoleh setelah 3-6 bulan dan seterusnya
(Kurniawan, 2010).
Penggunaan aspirin. Aspirin sebanyak 75-162 mg dianjurkan untuk
digunakan sebagai pencegahan primer terhadap komplikasi kronik DM,
serta dianjurkan untuk pasien DM berusia >40 tahun dengan riwayat
keluarga menderita komplikasi DM atau mempunyai komponen sindrom
metabolik lain. (Kurniawan, 2010)
Penggunaan penghambat b-adrenergik. Studi UKPDS menunjukkan
bahwa setelah infark miokard, pasien yang menyandang kontraindikasi
relatif terhadap penghambat b-adrenergik (asma, penyakit paru obstruktif
kronik, tekanan darah rendah dan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah)
ternyata dapat mentoleransi dan memperoleh manfaat kardioproteksi dari
penggunaan penghambat b-adrenergik. Berdasarkan studi ini, kecuali
adanya kontraindikasi absolut (bradikardia, blok jantung, hipotensi berat,
gagal jantung yang tidak terkontrol, penyakit paru berat), maka pasien DM
dengan riwayat infark miokard sebaiknya diberi penghambat b-adrenergik
(Kurniawan, 2010).

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S (80 Tahun)

DENGAN DIABETES MELLITUS

A. DATA UMUM
1. Nama Lansia : Ny. S
2. Usia : 80 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku : Jawa
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Nama Wisma : Panti Wredha Harapan Ibu
7. Pendidikan :-
8. Riwayat Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga (PRT)
9. Status Perkawinan : Janda
10. Pengasuh Wisma : Ny.R

B. ALASAN BERADA DI PANTI


Klien mengatakan, “Saya tuh tinggal di rumah juragan saya ning, lha terus
ndak tau tiba-tiba udah dibawa kesini, kemarin bilangnya mau diajak ke
puskesmas gitu buat berobat. padahal saya kerja disana sudah lama,
bertahun-tahun, terus saya diajak kesini tu saya dibohongi kok ning, kalau tau
mau diajak kesini ya saya ga mau lah ning”.
Klien menjelaskan bahwa ia tidak memiliki keluarga, klien tinggal di rumah
juragan tempat ia bekerja di Semarang sebagai pembantu rumah tangga.
Karena sudah tua dan sudah tidak mampu bekerja lagi, ketua RT setempat
memasukkan Ny.S di Panti Wredha Harapan Ibu.
C. DIMENSI BIOFISIK
1. Riwayat Penyakit (dalam 6 bulan terakhir)
Klien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus.
Klien mengatakan, “Pas dirumah yo sehat-sehat wae ning, orak pernah
sakit apa-apa, nah tapi pas diperiksa di nek kene katane sakit gula ngono,
padahal sak durunge orak ono loro opo-opo”.
Klien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus. Klien mengatakan
ketika diperiksa kadar gula darahnya seringkali hasilnya tinggi lebih dari
normal. Selain itu menurut pengurus panti, terkadang tekanan darah klien
tinggi.
2. Riwayat monitoring TD
Tgl 08/02/2016 09/02/2016 10/02/2016
TD 100/70 100/70 90/60
3. Riwayat Vaksinasi
Klien mengatakan,”Lah, orak pernah ig ning.”
Klien tidak ingat riwayat vaksinnya. Pengurus panti juga tidak mengetahui
secara pasti riwayat vaksinasi klien. Selama di Panti, klien tidak pernah di
vaksin.
4. Skrining Kesehatan yang Dilakukan
Klien mengatakan, ”Paling saben dino di tensi iku ning, sing diukur
darahe iku, lha aku yo dikandani nek duwe penyakit gula ngono.”
5. Status Gizi
BB TB (Tinggi Lutut) IMT (BB/TB2) Status Gizi
31 kg 147 cm (TL= 45 cm) 14,35 Underweight

6. Masalah Kesehatan Terkait Status Gizi


a. Masalah Pada Mulut
Klien mengatakan, “Orak loro untu kok ning, cuman kok yo wes do
entek ngene untune ya ning.”
Klien tidak ada masalah nyeri didaerah mulutnya.
b. Perubahan Berat Badan
Klien mengatakan,”Aku kuru ngene ning, manganku yo sithik kok.
Padahal pas dogowo rene aku lemu lho.”
Klien dulu badannya berisi, namun sekarang kurus karena makannya
sedikit. Klien tampak lemah, lebih suka untuk tiduran di kasur.
c. Masalah nutrisi
Klien mengatakan, ”Aku ki rasane kok nek mangan wegah mbak,
paling mangan yo 5-6 sendok tok, koyo mau isuk, rak tak entekke. Tapi
aku luwih sering minum mbak daripada makan.”
Klien mengatakan bahwa tidak nafsu makan, makan hanya 5-6 sendok
dan tidak dihabiskan. Klien lebih sering minum.
7. Masalah Kesehatan yang Dialami Saat ini
Klien mengalami tidak enak badan. Klien mengatakan,”Awakku rasane
lemes mbak, rodho mumet, terus sering gemeteran, ki tangan tengenku
pegel ngene, kaku rasane mbak, sing kiwo orak sih.”
Klien mengatakan bahwa merasa pusing, badan sering gemetar, badan
pegal-pegal, lemas, tangan kanan terasa kaku.
8. Obat-obatan yang Dikonsumsi Saat ini
Terdapat obat metformin dan dexamethasone tablet yang sudah tidak
dikonsumsi lagi. Klien mengatakan “Iya ada obat, tapi sekarang sudah ga
diminum lagi mbak, biasane tiap hari diparingi karo bu Khani obat
vitamin mbak, ono loro siji putih siji kuning mba.”
Klien diberi obat vitamin oleh pengurus panti setiap harinya. Klien sudah
tidak mendapatkan obat metformin dan captopril lagi.
9. Tindakan Spesifik yang Dilakukan Saat ini
Klien mengurangi aktivitas. Klien mengatakan,”Aku paling cuman turu
mbak, ki rasane kesel, mumet ngono yo turu wae”.
Klien tampak hanya tiduran saja, karena badannya terasa pegal-pegal dan
lemas.
10. Status Fungsional (AKS) (Dinilai dengan indeks KATZ)
Kategori Mandiri Tergantung
Bathing 
Dressing 
Toileting 
Transferring 
Continence 
Feeding 

Ideks KATZ dalam kategori B


11. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Mobilisasi
Klien mengatakan, “Iya ini Alhamdulillah kakinya masih sehat, bisa
jalan-jalan walupun kadang gemeteran mbak. Dulu pernah jatuh di
kamar mandi juga mbak, tapi juga sering kesel mbak”.
Klien mengatakan masih dapat berjalan kaki untuk beraktivitas namum
tidak kuat berdiri dalam waktu yang lama, klien pernah jatuh di kamar
mandi. Klien berjalan kaki untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
Klien saat berjalan terlihat pelan-pelan dan hati-hati.
b. Berpakaian
Klien mengatakan, “ Aku nek ganti klambi yo saged dhewe mbak.”
Klien masih dapat melakukan ganti pakaian secara mandiri. Klien
berganti pakaian sehari 1 kali ketika selesai mandi.
c. Makan dan Minum
Klien mengatakan, “ Nek makan ya 3 kali mbak, isuk, awan karo
bengi, tapi yo kui aku nek makan orak tak habiske mbak, luwih akeh
minume.”
Klien masih dapat makan dan minum secara mandiri, mengikuti
kegiatan yang diberikan makan sehari 3 kali, minum 6 gelas/hari.
Klien tidak menghabiskan makanannya.
d. Toileting
Klien mengatakan, “Iya nek aku pipis nopo BAB ke kamar mandi yo
dewe mbak, orak ngganggo pampers ngono, terus nek pas malem aku
yo berani keluar sendiri mbak.”
Klien dapat melakukan BAK dan BAB secara mandiri.
e. Personal Higiene
Klien mengatakan, “Kalo nyuci aku yo mbayar mbak, tak kon
nyucike, wes rak kuat nek dienggo nyuci dewe awak, lha tangane ki
sok gringgingen ngene kok.”
Klien berkata bahwa untuk mencuci pakaian klien meminta tolong
pada pegawai wisma.
f. Mandi
Klien mengatakan, “ Aku nek adus sedino ping loro (2) mbak, iso dewe
kok.”
Klien dapat melakukan mandi secara mandiri, klien mandi 2 kali
sehari.

D. DIMENSI PSIKOLOGIS
1. Status Kognitif (Short Portable Mental State Quesionnare)
Pertanyaan Jawaban
Betul Salah
1. Tanggal Berapa Hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no. Telpon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapakah nama presiden sekarang? √
8. Siapakan nama presiden sebelumnya? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10. 5+6 adalah √
Keterangan : klien mengalami gangguan kognitif berat
2. Perubahan yang Timbul Terkait Status Kognitif
Perubahan yang timbul pada klien adalah pembicaraan yang inkoheren.
Jika diberi pertanyaan, terkadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
Selain itu, klien sering mengatakan dirinya tidak berguna karena sudah
tidak ingat siapa-siapa lagi dan tidak memiliki sanak saudara maupun
keluarga. Klien juga sering mengatakan hal yang sama berulang-ulang.
3. Dampak yang Timbul Terkait Status Kognitif
Tidak ada dampak negatif pada status kognitif pada klien.
4. Status Depresi (pengukuran dengan skala Depresi)
Pertanyaan penyesuaian Jawaban
1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan Tidak Tidak
anda?
2. Sudahkah anda meninggalkan aktivitas dan minat Ya Ya
anda?
3. Apakah anda merasa hidup anda kosong? Ya Tidak
4. Apakah anda sering bosan? Ya Ya
5. Apakah anda mempunyai semangat setiap waktu? Tidak Tidak
6. Apakah anda takut sesuatu akan terjadi pada anda? Ya Tidak
7. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu? Tidak Tidak
8. Apakah anda merasa jenuh? Ya Ya
9. Apakah anda merasa lebih suka tinggal di rumah pada Ya Ya
malam hari, dari pada pergi melakukan sesuatu yang
baru?
10. Apakah anda merasa bahwa anda lebih banyak Ya Tidak
mengalami masalah dengan ingatan anda daripada
yang lainnya?
11. Apakah anda berfikir sangat menyenangkan hidup Tidak Tidak
sekarang ini?
12. Apakah anda merasa tidak berguna saat ini? Ya Ya
13. Apakah anda merasa penuh berenergi saat ini? Tidak Tidak
14. Apakah anda saat ini sudah tidak ada harapan lagi? Ya Tidak
15. Apakah anda berfikir banyak orang yang lebih Ya Tidak
baik dari anda?
Keterangan : nilai 11 menandakan depresi

5. Perubahan yang Timbul Terkait Status Depresi


Klien mengatakan, “Nek aku bosen yo paling turu mbak. Yo nek nonton tv
yo jarang kok mbak, meh ngobrol karo kancane yo wegah. Akeh sing
sombong soale mbak.”
Klien mengalami depresi, klien merasa jenuh berada dipanti. Klien tidak
suka berkomunikasi dengan penghuni panti yang lain, klien lebih suka
diam dan tidur.

6. Dampak yang Timbul Terkait Status Depresi


Klien mengatakan, “Ya tinggal disini terpaksa mbak, wong saya
dibohongi dibilangnya mau diajak kemana gitu malah dibawa kesini. Saya
kalo disini ya cuma diam. Sama orang-orang disini ya tau tapi ga tau
namanya wong jarang ngobrol, koncone podho sombong mbak, nek orak
dijak ngobrol orak gelem ngajak disik soale.”
Klien mengatakan, ”Nek dibilang stress ya stress mbak, kalo dibilang
stress ya gimana udah kepepet tinggal di sini.”
Klien mengatakan dirinya merasa depresi di panti. Klien ingin menyusul
ibunya yang sudah meninggal. Klien hanya diam atau tidur jika merasa
jenuh dan depresi. Klien merasa tidak dapat mengerjakan apapun dan
merasa tidak dipedulikan oleh orang-orang di sekitarnya.
7. Keadaan Emosi
a. Anxietas
Klien mengatakan, “Aku nek kene yo rak wedhi opo-opo kok mbak”
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak takut dengan apaapun di panti.
Total skoring anxiety dengan kuesioner DASS : 18 (Cemas berat)

No. PERNYATAAN 0 1 2 3

Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal


1 √
sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering. √
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif. √
Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak √
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
5 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan. √
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi. √
7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’). √
8 Saya merasa sulit untuk bersantai. √
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang membuat
9 saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika √
semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10 √
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal. √
Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa
12 √
cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan. √
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas, √
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan. √
16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal. √
Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
17 √
manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung. √
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak √
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas. √
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat. √
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat. √
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan. √
Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal yang
24 √
saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak sehabis
25 melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak jantung √
meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih. √
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah. √
28 Saya merasa saya hampir panik. √
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya
29 √
kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas sepele
30 √
yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun. √
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap
32 √
hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah. √
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga. √
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35 √
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan. √
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan. √
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti. √
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah. √
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40 √
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan). √
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42 √
melakukan sesuatu.

b. Perubahan Perilaku
Klien mengikuti rutinitas di panti. Klien hanya makan dan tiduran.
Klien terlihat lebih senang menyendiri.
c. Mood
Klien terlihat diam bila tidak ada yang mengajak bicara, jika ada yang
mengajak berbicara klien menjawab seadanya.

E. DIMENSI FISIK
1. Luas Wisma
Luas tanah 3.783 m2
Luas wisma 2.303 m2
2. Keadaan Lingkungan di Dalam Wisma
a. Penerangan
Wisma harapan ibu memiliki 2 kamar dengan penghuni masing-
masing 19 orang. Setiap kamar memiliki 7 lampu. Ketika siang hari
lampu dimatikan dengan kondisi jendela/tirai dibuka sehingga ruangan
terang.
b. Kebersihan dan Kerapian
Kebersihan kamar dibersihkan oleh petugas setempat. Klien
merapikan tempat tidurnya sendiri setiap pagi dan sore.
c. Pemisahan Ruangan Antara Pria dan Wanita.
Pemisahan ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok, sesuai
dengan jenis kelaminnya.
d. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara setiap ruang baik, setiap jendela terdapat ventilasi
udara. Saat siang hari jendela dibuka sehingga udara dapat bertukar
dengan baik. Jendela kamar masing-masing terdapat 20. Cahaya
matahari dapat masuk.

e. Keamanan
Kondisi lantai sudah dikeramik, beberapa ruangan sudah terdapat
pegangan untuk pengamanan sebagai alat bantu mobilisasi.
f. Sumber Air Minum
Air bersumber dari air kemasan isi ulang. Kualitas air baik, jernih.
Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan
mencuci baju menggunakan air sumur. Jarak antara kamar dengan WC
± 10 m.
g. Ruang Berkumpul Bersama
Kondisi ruangan untuk berkumpul bersama baik dan luas, fasilitas
ruangan dilengkapi dengan tv, meja, kursi, microphone dan sound.
3. Keadaan Lingkungan di Luar Wisma
a. Pemanfaatan Halaman
Halaman diberikan banyak pohon-pohonan yang berbuah seperti
pohon mangga dan pohon nangka. Dihalaman depan dan samping
terdapat bunga dan tanaman lainnya. Bagian samping terdapat jemuran
baju.
b. Pembuangan Air Limbah
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai, sehingga
tidak ada genangan air.
c. Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan non-oraganik.
Di ruang berkumpul terdapat tempat sampah. Sampah kering di bakar
di halaman bagian samping kiri.
d. Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan : di-pel dengan
menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor dicuci oleh penghuni
wisma yang bisa melakukan. Air yang digunakan untuk kebutuhan
MCK dengan menggunakan air sumur.
e. Sumber Pencemaran
Sumber pencemaran salah satunya dari sampah yang ditinggalkan
penghuni panti disekitar tempat tidur. Halaman samping kiri terkadang
dijadikan tempat pembakaran sehingga menimbulkan polusi asap.
Lingkungan berada dipinggir jalan raya, resiko pencemaran udara
akibat asap kendaraan bermotor.

F. DIMENSI SOSIAL
1. Hubungan Lansia dengan Lansia di Dalam Wisma
Klien mengatakan, “Nek neng kene aku luwih seneng dewekan, paling
cuman turu tok mbak. Karo kondone ning kene aku sih ngerti mbak, tapi
yo rak ngerti jenenge, soale jarang ngobrol.”
Hubungan antar lansia di dalam wisma cukup interaktif. Namun klien
lebih suka menghabiskan waktunya ditempat tidur. Ia jarang
berkomunikasi dengan lansia lain. Klien tidak mengetahui nama-nama
lansia lain.
2. Hubungan Antar Lansia di Luar Wisma
Klien mengatakan, “Aku rak tau metu soko panti mbak, wong yo ora intuk
metu yo nek kene wae. Jane aku pengen sih metu, lha bosen banget nek
njero wae.”
Klien berkata tidak mengenal penghuni di luar wisma karena tidak pernah
berjalan keluar wisma.
3. Hubungan Lansia dengan anggota keluarga
Klien mengatakan, “Aku iki orak nduwe keluarga mbak, bojoku wes orak
ono, aku wes ditinggal wong tuwoku soko chilik. Soko mbiyen aku urip
karo juraganku, kangen karo ndoro putri, pengen telpon soko kene tapi yo
orak oleh sih mbak. Nek sing njenguk aku biasanya tonggo-tonggoku
mbak, gentian. Soale aku apikan karo wong liyo, dadine wong liyo juga
apikan karo aku.”
Klien tidak memiliki keluarga namun ada tetangga yang mengunjungi
klien bergantian setiap bulannya.

4. Hubungan Lansia dengan Pengasuh Wisma


Klien mengatakan, “Iyo ngerti aku mbak, Jenenge Bu Khani. Wonge
apikan og mbak. Nek bapake karo ibune sing liyone yoo ngerti tapi lali
jenenge sopo.”
Hubungan klien dengan pengasuh wisma berjalan baik. penghuni wisma
kenal kepada pengasuh wisma.
5. Kegiatan Organisasi Sosial
Klien mengatakan, “Aku arang melu mbak, wong awakku sering pegel-
pegel ngene dadine luwih sering lungguh nek orak yo turu wae mbak nek
kene.”
Kelemahan fisik membuat klien jarang mengikuti kegiatan panti seperti
senam dan kerja bakti, kalaupun mengikuti kegiatan tersebut hanya
sebentar saja.

G. DIMENSI TINGKAH LAKU


1. Pola Makan
Klien mengatakan, “ Aku nek maem sedino ping 3 mbak, enjang, siang
kalih bengi, tapi aku paling maeme cuman sithik mbak, 5-6 sendok thok,
rasane ki males meh maem mbak. Aku luwih seneng minum kok mbak.”
Pengurus panti berkata, “Kalo disini menu makan sama semua mbak,
setiap minggu diberi kacang hijau dan susu juga. Buah palingan 3 hari
sekali. Menu makanan paling tempe, tahu, telor sama sayur. Untuk ayam
sama daging dikurangi mbak.”

Frekuensi : tiga kali dalam sehari


Porsi makan : 3-4 sendok makan
Kesulitan makan : ketika makan terasa pahit sehingga tidak nafsu makan.
Pola diet : tidak ada.
2. Pola Tidur
Klien mengatakan, “Aku biasane turu nek kancane wis turu mbak, yo jam
11an ngono, biasane yo sik tangi goro-goro pengen nek kamar mandi
ngono mbak.Nek tangi yo melu-melu kancane sih jam 3 nan ngono yo wis
tangi kok mbak.”
Jam tidur jam 22.00 bangun pukul 03.00. Selalu tidur siang 1-2 jam.
Lama tidur : 6-7 jam /hari
Kesulitan dalam tidur : klien berkata sering terbangun karena ingin ke
kamar mandi.
Kualitas dan kuantitas tidur : klien berkata badannya segar ketika bangun
tidur.
3. Pola Eliminasi (BAK, BAB)
Klien mengatakan, “ Aku nek BAB karo BAK yo neng WC mbak. Aku ora
ngagem pampers kok. Aku nek meh nek mburi yo dewekan. Biasane 2
dino pisan nek BAB, nek BAK yo aku sering banget mbak 5-6 mbak.”
a. BAK : tidak mengalami inkontinensia, frekuensi 5-6 kali/hari,
kemampuan menahan berkemih terbatas.
b. BAB : 2 hari sekali, konsistensi lunak
4. Kebiasaan Buruk Lansia
Berdasarkan observasi klien tidak memiliki kebiasaan buruk. Klien
tampak lebih sering tiduran di kasurnya daripada beraktivitas maupun
berinteraksi dengan temannya.
5. Pelaksaanaan Pengobatan
Berdasarkan wawancara pada pengurus panti Pelaksanaan pengobatan
diawali dengan dibawa ke puskesmas atau poliklinik terdekat, jika perlu
perawatan lebih lanjut baru dibawa ke RS.
Klien mengatakan, “Kalo disini suka dikasih obat itu tapi tidak tau untuk
apa.”
Berdasarkan observasi klien diberikan obat metformin dan
dexamethasone.
Petugas panti mengatakan, “ Kalo disini semua diberi vitamin dan
kalsium mbak. Tapi nek pasiennya tensinya tinggi apa gula darahnya
tinggi biasanya tak kasih captopril atau amlodipine sama metformin.”
6. Kegiatan Olahraga
Klien mengatakan, “ Aku arang melu senam kok mbak wong badanku ki
rasane pegel-pegel dadine nek melu senam iso mung karo lungguh.”
Klien jarang mengikuti kegiatan senam.
7. Rekreasi
Klien mengatakan, “Aku paling nek ning kene yo nonton tv mbak karo
turu, aku rak terlalu seneng crito-crito ngono mbak. Enak nek turu wae
nek kasur mbak.”
Klien tidak memiliki hobi/kegiatan yang dianggap bisa menjadi sarana
rekreasi /hiburan bagi klien. Sehingga klien tidak pernah memenuhi
kebutuhan rekreasinya.
8. Pengambilan Keputusan
Pengambil keputusan lebih dominan oleh pengasuh wisma.

H. DIMENSI SISTEM KESEHATAN


1. Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan
Ketika klien sakit maka pengasuh wisma memberikan obat.
2. Sistem Pelayanan Kesehatan
a. Fasilitas kesehatan yang tersedia
Fasilitas kesehatan terdekat yaitu puskesmas pembantu. Jika
diharuskan dibawa ke RS maka akan dibawa.
b. Jumlah tenaga kesehatan
Panti Wredha Harapan Ibu tidak memiliki tenaga kesehatan. Jika ada
penghuni wisma yang sakit biasanya diberi obat dari pengasuh wisma.
Jika ada praktikan perawat maka akan ikut membantu dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada para lansia.
c. Tindakan pencegahan terhadap penyakit
Tindakan pencegahan penyakit tidak dilakukan, misal : penyuluhan
atau pendkes.
d. Jenis pelayanan kesehatan yang tersedia
Jenis pelayanan kesehatan posyandu lansia, biasanya petugas dari
puskesmas datang untuk memeriksa tekanan darah para lansia. Apabila
ada yang memerlukan obat maka petugas posyandu akan memberikan
obat.
e. Frekuensi kegiatan pelayanan kesehatan
Posyandu lansia dilaksanakan 1 bulan sekali pada akhir bulan.
3. Pemeriksaan Fisik
No Bagian/region Hasil Pemeriksaan Masalah
Keperawatan yang
muncul
1. Kepala Mesochepal, penyebaran rambut
merata, warna rambut putih, tidak
ada benjolan.
2. Wajah/muka Tampak kerutan karena proses
penuaan.
3. Mata Sklera ikterik, kojungtiva anemis, Ketidakseimbangan
tidak katarak, isokor, rangsang nutrisi dan cairan
cahaya (+), pergerakan bola mata
baik, lapang pandang terbatas
maksimal, tidak mampu melihat
benda jauh.
4. Telinga Pendengaran normal, tidak ada
serumen keluar
5. Mulut dan gigi Mulut bersih, mukosa lembap, tidak
ada sariawan. Gigi tinggal 4.
6. Leher Tidak ada benjolan/ pembesaran
kelenjar tiroid.
7. Dada I: pengembangan dada kanan dan kiri
simetris, tulang dada terlihat jelas
P: taktil fremitus sama antara kanan
dan kiri, depan dan belakang.
P: perkusi dada redup.
A: bunyi nafas vesikuler, tidak
terdengar wheezing/ronchi.
8. Jantung I: warna kulit sesuai dgn warna kulit
bagian tubuh lainnya.
P: tidak ada pembesaran jantung. IC
teraba di interkosta ke 5 mid
klavikula sinistra.
P: batas-batas jantung sesuai, suara
redup.
A: tidak terdapat bunyi jantung
tambahan.
9. Abdomen I: cekung.
A: bising usus 7x/menit.
P: timpani.
P: tidak ada nyeri tekan.
10. Ekstrimitas Atas Akral hangat, kulit bersih, kuku
panjang berwarna kuning kecoklatan
kotor, kekuatan otot 4/4
11. Ekstrimitas Kulit disekitar jari ekstrimitas
Bawah berwarna kuning kecoklatan, tampak
kotor, kuku panjang, telapak kaki
pecah-pecah. Kekuatan otot 5/5
4. Pemeriksaan penunjang
GDS tanggal 25-01-2016 195 mg/dL.

Pengkajian skala jatuh (Morse fall risk)


No PENGKAJIAN SKALA NILAI

1 Riwayat jatuh: Tidak 0


Ya 25 25
Apakah klien pernah jatuh?
2 Diagnosa sekunder: Tidak 0 0
Ya 15
Apakah klien memiliki

lebih dari satu penyakit?


3 Alat Bantu jalan: 0
Bed rest/ dibantu perawat 0
Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30

(kursi, lemari, meja)


4 Terapi Intravena: apakah saat ini klien terpasang infus? Tidak 0 0

Ya 20

5 Gaya berjalan/ cara berpindah:

- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0 0

bergerak sendiri)

- Lemah (tidak bertenaga) 10

- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6 Status Mental

- Klien menyadari kondisi dirinya 0

- Klien mengalami keterbatasan daya ingat 15 15

TOTAL NILAI 40

Keterangan:
0 – 24 : Tidak berisiko (Perawatan dasar)
25 – 50 : Risiko rendah (Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar)
≥ 51 : Risiko tinggi (Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi)

Pengkajian skala keseimbangan Berg


No Data Skor (0-4)
1. Berdiri dari posisi duduk 2
2. Berdiri tanpa bantuan 4
3. Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu ke lantai 4
4. Duduk dari posisi berdiri 2
5. Berpindah tempat 2
6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup 2
7. Berdiri tanpa bantuan dengan kaki dirapatkan 2
8. Menjangkau kayu/ sedotan dengan tangan lurus ke depan 2
9. pada posisi berdiri 2
10. Mengambil barang di lantai dari posisi berdiri 2
11. Menengok ke belakang melewati bahu kiri dan kanan ketika 2
berdiri
12. Berputar 360 derajat 2
13. Menempatkan kaki bergantian pada anak tangga/ bangku kecil 3
ketika berdiri
14. Berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain 2
15. Berdiri dengan satu kaki 2
Total 35
Kesimpulan : Keseimbangan cukup (berjalan dengan bantuan)
Keterangan:
0-20 = harus menggunakan kursi roda
21-40 = keseimbangan cukup (berjalan dengan bantuan)
41-56 = keseimbangan baik
ANALISA DATA

Tanggal Data Fokus Diagnosa Keperawatan


Senin, 08 DS: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Februari - Klien mengatakan, ”Aku ki rasane kok nek mangan wegah mbak, paling berhubungan dengan faktor biologis: diabetes
2016 mangan yo 5-6 sendok tok, koyo mau isuk, rak tak entekke. Tapi aku luwih melitus (00002)
sering minum mbak daripada makan.”
- Klien mengatakan,”Aku kuru ngene mbak, manganku yo sithik kok.”
- Klien mengatakan,”Awakku rasane lemes mbak, rodho mumet, terus sering
gemeteran, ki tangan tengenku pegel ngene, kaku rasane mbak, sing kiwo orak
sih.”
- Klien mengatakan,”Aku paling cuman turu mbak, ki rasane kesel, mumet
ngono yo turu wae”.
- Klien mengatakan, “ Aku nek BAB karo BAK yo ning wc mbak. Aku ora
ngagem pampers kok. Aku nek meh nek mburi yo dewekan. Biasane 2 dino
pisan nek BAB, nek BAK yo aku sering banget mbak 5-6 mbak.”
- Pengurus panti berkata, “Kalo disini menu makan sama semua mbak, setiap
minggu diberi kacang hijau dan susu juga. Buah palingan 3 hari sekali. Menu
makanan paling tempe, tahu, telor sama sayur. Untuk ayam sama daging
dikurangi mbak.”
DO:
- IMT = 14,35 (underweight)
- Klien tampak lemah dan kurus
- Klien sering bolak-balik KM untuk BAK
- Klien tidak menghabiskan makanan siangnya
- Klien makan 5-6 sendok makan
- Konjungtiva anemis
- Klien memiliki riwayat penyakit DM
- GDS 195 mg/dL
DS: Ketidakefektifan koping individu berhubungan
- Klien mengatakan, “Saya tuh tinggal di rumah juragan saya nok, lha terus dengan stress berkepanjangan (00069)
ndak tau tiba-tiba udah dibawa kesini, kemarin bilangnya mau diajak ke
puskesmas gitu buat berobat. padahal saya kerja disana sudah lama, bertahun-
tahun, terus saya diajak kesini tu saya dibohongi kok mbak, kalau tau mau
diajak kesini ya saya ga mau lah nok”.
- Klien mengatakan,”Awakku rasane lemes mbak, rodho mumet, terus sering
gemeteran, ki tangan tengenku pegel ngene, kaku rasane mbak, sing kiwo orak
sih.”
- Klien mengatakan, “Nek aku bosen yo paling turu mbak. Yo nek nonton tv yo
jarang kok mbak, meh ngobrol karo kancane yo wegah. Akeh sing sombong
soale mbak.”
- Klien mengatakan, “ya tinggal disini terpaksa mbak, wong saya dibohongi
dibilangnya mau diajak kemana gitu malah dibawa kesini. Saya kalo disini ya
cuma diam. Sama orang-orang disini ya tau tapi ga tau namanya wong jarang
ngobrol, koncone podho sombong mbak, nek orak dijak ngobrol orak gelem
ngajak disik soale.””kalo dibilang stress ya stress mbak, kalo dibilang stress
ya gimana udah kepepet tinggal di sini.”
- Klien mengatakan, “Nek ning kene aku luwih seneng dewekan, paling cuman
turu tok mbak. Karo condone ning kene aku sih ngerti mbak, tapi yo rak ngerti
jenenge, soale jarang ngobrol.”
Klien mengatakan, “Aku iki orak nduwe keluarga mbak, anakku nek demak,
bojoku wes orak ono, aku wes ditinggal wong tuwoku soko chilik. Soko mbiyen
aku urip karo juraganku, kangen karo ndoro putri, pengen telpon soko kene
tapi yo orak oleh sih mbak. Nek sing njenguk aku biasanya tonggo-tonggoku
mbak, gentian. Soale aku apikan karo wong liyo, dadine wong liyo juga apikan
karo aku.”
DO:
- Skala depresi: 14 (menandakan depresi)
- Klien mengalami depresi, klien merasa jenuh berada di panti. Klien tidak suka
berkomunikasi dengan penghuni panti yang lain. Klien lebih suka
menghabiskan waktunya ditempat tidur.
- Klien mengikuti rutinitas di panti. Klien hanya makan dan tiduran. Klien
terlihat lebih senang menyendiri.
- Klien jarang berkomunikasi dengan lansia lain
- Klien tidak memiliki hobi/kegiatan yang dianggap bisa menjadi sarana rekreasi
/hiburan bagi klien.
- Hasil wawancara dengan kuesioner Geriatric Depression Scale menyatakan
bahwa klien jenuh dan tidak bahagia, hasilnya pun menunjukkan bahwa klien
mengalami depresi dan stress.
- Klien tampak sering menyendiri.
DS: Sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan
- Klien mengatakan, “Iya ini Alhamdulillah kakinya masih sehat, bisa jalan- penurunan kekuatan otot (sarcopenia), riwayat
jalan walupun kadang gemeteran mbak. Dulu pernah jatuh di kamar mandi jatuh dan malnutrisi.
juga mbak, tapi juga sering kesel mbak”.
- Klien mengatakan, “ Nek makan ya 3 kali mbak, isuk, awan karo bengi, tapi yo
kui aku nek makan orak tak habiske mbak, luwih akeh minume.”
- Klien mengatakan, “Aku arang melu mbak, wong awakku sering pegel-pegel
ngene dadine luwih sering lunggu nek orak yo turu wae mbak nek kene.”
Klien mengatakan,”Awakku rasane lemes mbak, rodho mumet, terus sering
gemeteran, ki tangan tengenku pegel ngene, kaku rasane mbak, sing kiwo orak
sih.”
- Klien berkata,”Aku mung turu mbak. Lah piye neh wong pegel kabeh awakku.
Lemes banget ngene. Ngko nek mlaku-mlaku malah tibo.”

DO:
- Klien saat berjalan terlihat pelan-pelan dan hati-hati
- IMT = 14,35 (underweight)
- Klien tampak lemah dan kurus
- Frekuensi : tiga kali dalam sehari
Porsi makan : 5-6 sendok makan
Kesulitan makan : tidak nafsu makan
Pola diet : tidak ada.
- Klien berjalan tanpa menggunakan tongkat
- Klien tampak lebih sering tiduran di kasurnya
- Skala Jatuh Morse : 50 (resiko rendah)
- Skala keseimbangan Berg: 35 keseimbangan cukup (berjalan dengan bantuan)
- Indeks KATZ dalam kategori B
Kategori Mandiri Tergantung
Bathing 
Dressing 
Toileting 
Transferring 
Continence 
Feeding 
- Kekuatan otot:
ki 4 4 ka

4 4

- Klien memiliki riwayat jatuh di kamar mandi.


PRIORITAS MASALAH

Dx. Keperawatan Prioritas Pembenaran


Ketidakseimbangan nutrisi High Urgency
kurang dari kebutuhan priority Ny. S merupakan lansia berusia 80 tahun yang
berhubungan dengan faktor memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.
biologis: diabetes melitus Masalah utama pada Ny. S adalah IMT Ny. S
yang underweight dan tidak ada motivasi untuk
menghabiskan makanan yang diberikan. Selain
itu, Ny. S tidak memperhatikan 3 pilar diit DM
dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak
Jika masalah ketidakseimbanan nutrisi ini tidak
teratasi, hal tersebut akan menimbulkan
komplikasi penyakit yang lain. Lansia dengan
penyakit DM juga rentan sekali mengalami
hipoglikemi atau komplikasi organ lainnya.
Selain itu, kondisi klien yang lemah juga
menghambat klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
Intervensi
Pendidikan kesehatan tentang diit DM yang
tepat perlu dilakukan karena ada hubungan yang
signifikan tentang pengetahuan diit DM dengan
kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita
diabetes melitus terutama pada klien Lansia
yang membutuhkan pendekatan mengenai
penyakit yang lebih (Purwanto, 2011)
Ketidakefektifan koping Medium Urgency
individu berhubungan dengan priority Stress yang berkepanjangan menjadikan Ny.S
stress berkepanjangan sulit menentukan koping yang tepat untuk
dirinya. Klien merasa tidak berharga.
Dampak
Koping yang tidak efektif karena stress yang
berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan
kemampuan klien dalam melakukan kegiatan
sehari-hari, klien merasa tidak berharga dan
tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya.
Selain itu, stress atau depresi dapat
mempengaruhi kadar gula darah Ny. S
Intervensi
Brain gym dapat menurunkan tingkat depresi
lansia pada lansia di panti wredha (Prasetya dkk,
2010). Selain itu melakukan terapi music
langgam jawa juga mampu menurunkan tingkat
kecemasan pada klien dengan masalah
kecemasan terutama pada Lansia di Panti
Wredha (Junaidi, 2010)
Sindrom lemah pada lansia Low Urgency
berhubungan dengan priority Ny. S memiliki banyak faktor predisposisi yang
penurunan kekuatan otot menyebabkan terjadinya kelemahan pada
(sarcopenia), riwayat jatuh dan dirinya.
malnutrisi. Dampak
Sindrom lemah dapat mengakibatkan resiko
jatuh pada Ny. S. Jika tidak diberikan intervensi
keperawatan bisa jadi Ny. S mengalami
penurunan tingkat kekuatan otot, gizi buruk
yang mengakibatkan ketunadayaan/kelemahan
sehingga timbul hambatan mobilitas fisik.
Intervensi
ROM dapat meningkatkan kekuatan otot lanjut
usia (Safaah, 2015)
RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan
No Dx. Keperawatan Intervensi
Umum Khusus
1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Hiperglycemia Management (2120)
kebutuhan berhubungan dengan faktor tindakan asuhan asuhan keperawatan selama
biologis. keperawatan selama 3 7 hari pada klien masalah 1. Motivasi untuk meningkatkan intake
minggu masalah ketidakseimbangan nutrisi makanan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan 2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
seimbang dengan kriteria dapat  teratasi dengan 3. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
hasil : kriteria hasil : diit yang tepat untuk penderita DM
1. Berat badan klien Nutritional Status: 4. Berikan makanan kesukaan yang sesuai
meningkat 0,5-1kg. 1. Nafsu makan klien dengan diit DM.
meningkat 5. Tingkatkan intake cairan
2. Klien menghabiskan 1 6. Monitor kadar gula dalam darah
porsi makanan 7. Jelaskan/intepretasikan tingkat glukosa
darah pada klien
Nutritional Status : 8. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien
Biochemical Measure untuk mencegah komplikasi DM
1. Glukosa darah dalam 9. Monitor tanda dan gejala dari hiperglicemia
rentang normal 80-140 (polyuria, polydipsia, polyfagia, malaise,
mg/dL pandangan kabur, dan pusing)
2 Koping individu tidak efektif Setelah dilakukan Setelah dilakukan intervensi Mood Management (5330)
berhubungan dengan stress intervensi keperawatan keperawatan selama 7 hari
berkepanjangan. selama 3 minggu masalah masalah koping individu 1. Gali perasaan dan penyebab stres pada
koping individu efektif tidak efektif dapat teratasi klien
dengan kriteria hasil: dengan kriteria hasil: 2. Berikan terapi untuk mengurangi
depresi klien (brain gym), terapi musik
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat langgam jawa, aroma therapy.
atau menerapkan koping mengidentifikasi 3. Dorong aktifitas sosial dan komunitas.
yang efektif. penyebab stress 4. Berikan terapi aktivitas kelompok yang
2. Klien dapat sesuai : senam anti stroke, terapi music dan
melaporkan penurunan games.
stress/depresi 5. Identifikasi hobi dan minat klien
3. Skala depresi 6. Lakukan kegiatan rekreasi sederhana
berkurang menjadi dengan klien
rentang nilai 1 – 8 7. Kenalkan klien kepada seseorang yang
mempunyai latar belakang pengalaman
yang sama
8. Dorong berhubungan dengan seseorang
yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang
sama.

3 Sindrom lemah pada lansia berhubungan Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Energy Management & Excercise Therapy :
dengan penurunan kekuatan otot tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari Ambulation dan Fall prevention
(sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. selama 3 minggu diharapkan klien 1. Kaji adanya faktor penyebab kelelahan
diharapkan sindrom mengetahui cara 2. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan mengurangi ketegangan otot
dengan kriteria hasil: kriteria hasil : 3. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan
terapi relaksasi otot progresif (ROP)
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
4. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai
jatuh berulang pada meningkat dari kekuatan
klien pada ekstremitas atas kebutuhan
2. Klien dapat dan bawah tetap ataupun 5. Bantu untuk merubah posisi
melakukan ADL meningkat dari kekuatan 6. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat
dengan bantuan 4/4 menjadi 5/5 mobilisasi
ringan 2. Porsi makan klien 7. Monitor tanda-tanda vital
3. Kategori risiko bertambah dari ¼ porsi 8. Monitor nutrisi dan sumber energy yang
jatuh bisa berkurang menjadi ½ porsi
adekuat
dari risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh
9. Yakinkan diet yang dimakan
menjadi rendah berkurang menjadi 25-50
mengandung tinggi serat agar tidak
(risiko rendah) konstipasi
4. Skala keseimbangan 10. Anjurkan untuk tempatkan klien
Berg 41-56 (baik) diposisi yang aman ketika tidur
11. Anjurkan untuk mengenakan baju yang
tidak ketat
12. Kaji tingkat kelemahan dan
keseimbangan dengan instrument
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tujuan
Waktu No. Dx Implementasi Evaluasi Fromatif
Umum Khusus

Sabtu, 13 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien mengatakan, “Iyo mbak putri, nggko yo
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan makanan mangan kok, ndek isuk yo mangan tapi cuman 5
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien sendok tok, aku iki akeh ngombene mbak.”
minggu masalah masalah
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: Klien lemas dan hanya tidur di kasur
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
Memonitor tanda dan gejala dari S: Klien mengatakan “Tanganku ki lho mbak, kaku wae
hasil : dapat  teratasi dengan
hiperglicemia (polyuria, polydipsia, rasane awak yo lemes, rodho mumet sithik karo
Berat badan klien kriteria hasil :
polyfagia, malaise, pandangan kabur, ngome terus ki mbak.”
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status:
dan pusing)
1. Nafsu makan klien O: Klien lemas, wajah pucat dan menggerak-gerakkan
meningkat tangannya.
2. Klien menghabiskan 1
porsi makanan Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien berkata, “Lha mbak aku nek mangan ki rodho
sering males, rasane wes kebak ki wetenge mbak, nek
Nutritional Status : ngombe yo sering banget.”
Biochemical Measure
O: Klien terlihat tenang dan kooperatif
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140
mg/dL

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1. Berikan pendidikan kesehatan mengenai diit yang


tepat untuk penderita DM
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Berikan makanan kesukaan yang sesuai dengan
diit DM.
4. Motivasi untuk meningkatkan intake makanan
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Menggali perasaan dan penyebab stres S: Klien mengatakan “Aku nek ning kene meneng wae
intervensi keperawatan intervensi keperawatan pada klien mbak, kancane podho sombong dadi yo males meh
selama 3 minggu selama 3 hari masalah ngajak ngomong. Rasane pengen balik omahe
masalah koping individu koping individu tidak ndorone wae, ketemu ndoro putri.”
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi
hasil: dengan kriteria hasil: O: Klien terlihat tenang dan kooperatif

Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Mendorong aktifitas sosial dan S: Klien mengatakan, “Iyo mbak putri, sek y oak njupuk
atau menerapkan koping mengidentifikasi komunitas sandal, gelem aku melu kegiatan bareng-bareng
yang efektif. penyebab stress kancane.”
2. Klien dapat
O: Klien antusias untuk mengikuti TAK senam anti
melaporkan penurunan
stroke.
stress/depresi
3. Skala depresi Memberikan terapi aktivitas kelompok S: Klien mengatakan, “Yo aku seneng mbak, iso
berkurang menjadi yang sesuai : senam anti stroke, terapi bareng-bareng kancane. Aku nek isuk yo gerak-
rentang nilai 1 – 8 music dan games. gerakke awakku kok.”

O: Klien kurang semangat, mengikuti gerakan yang


diistruksikan dengan baik.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1. Berikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai :


senam anti stroke, terapi musik dan games.
2. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
3. Kenalkan klien kepada seseorang yang
mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama
4. Lakukan kegiatan rekreasi sederhana dengan
klien

Senin, 15 2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Memberikan terapi aktivitas kelompok S: Klien mengatakan, “Yo, seneng mbak, bahagia
Feb 2016 intervensi keperawatan intervensi keperawatan yang sesuai : senam anti stroke, terapi banget iso bareng-bareng karo koncone karo
selama 3 minggu selama 7 hari masalah musik dan games. dikancani neng putri.”
masalah koping individu koping individu tidak
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi O: Klien terlihat senang dan tersenyum. Klien antusias
hasil: dengan kriteria hasil: mengikuti terapi aktifitas kelompok.

Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan, “Nggih ning, purun kok tapi elon-
atau menerapkan koping mengidentifikasi depresi klien (brain gym) elon wae nggih, bareng-bareng, saiki rasane awake
yang efektif. penyebab stress luwih enak ning.”
2. Klien dapat
O: Klien antusias mengikuti rain gym. Klien tampak
melaporkan penurunan
masih bingung mengikuti gerakan, klien semangat,
stress/depresi
klien tersenyum.
3. Skala depresi
berkurang menjadi Mengenalkan klien kepada seseorang S: Klien mengatakan, “ Lha mbak, koncone podho aku
rentang nilai 1 – 8 yang mempunyai latar belakang rodho sungkan ning putri, ngobrol karo ning putri.
pengalaman yang sama Sesuk wae yo ning ngorol karo kancane.”

O: Klien terlihat malas untuk berkenalan dengan teman


sekamarnya.

Klien butuh motivasi lebih untuk melakukan hal


tersebut.
Melakukan kegiatan rekreasi sederhana S : Klien mengatakan, “lir-ilir iku tembang pas aku
dengan klien : menyanyi lagam jawa chilik ning, seneng aku bar nyanyi lagu iku.”

O : Klien tersenyum, klien menyanyi lagu lir-ilir.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1.
Lakukan kegiatan rekreasi sederhana dengan
klien
2. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
3. Berikan terapi kelompok (senam anti stroke,
terapi musik dan games)
3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Mengkaji adanya faktor penyebab S: Klien mengatakan, “Lha ning, aku nggih tilem tapi
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari kelelahan yo orak koncho-koncho liyane, kancane wis tilem
selama 3 minggu diharapkan klien kabheh, nah aku paling nek wes do tilem kabheh
diharapkan sindrom mengetahui cara ning.”
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan
dengan kriteria hasil: kriteria hasil : O: Klien terlihat lemah, klien tampak memijat-mijat
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot tangan kanannya, klien tampak pucat.
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada Memonitor tanda-tanda vital S: -
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari O: TD: 110/70 mmHg
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi
ringan 5/5 HR: 82x/mnt
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
Membantu aktivitas sehari-hari sesuai S: Klien mengatakan, “Aku mbok dijupukke ngombe
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi
berkurang dari menjadi ½ porsi kebutuhan mbak, terus rewangi resik-resik kasur.”
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh O: Klien minta dibantu mengambil air minum, dibantu
menjadi ringan. berkurang menjadi 25- berih-bersih tempat tidur. Klien tampak lebih sering
50 (risiko rendah) tertidur di kasur. Klien masih mampu berjalan sendiri
4. Skala keseimbangan tanpa bantuan.
Berg 41-56 (baik)
Memonitor nutrisi dan sumber energi S: Klien mengatakan, “Aku nek mangan nggih soko sing
yang adekuat diparinge kok panti ning, yo mangan sitik-sitik 5-6
sendok, rasane wetenge to kebak, akehe yo
ngunjukke ning.”

O: Klien tampak sedikit jika makan 5-6 sendok. Makan


yang diberikan di panti tidak pernah habis.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1. Anjurkan untuk mengenakan baju yang tidak ketat


2. Bantu untuk merubah posisi
3. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk
mengurangi ketegangan otot
4. Anjurkan untuk tempatkan klien diposisi yang
aman ketika tidur
Selasa/ 16 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memberikan pendidikan kesehatan S: Klien mengatakan, “Iyo piye yo ning, aku yo ngerti
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan mengenai diit yang tepat untuk kudhu mangan sithik tapi sering. Tapi aku ki rasane
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien penderita DM nek maem meh akeh to wetenge ki kebak ngoten lho
minggu masalah masalah ning, dadine mangane orak entek, tapi yo iku ning
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi kathah ngunjukke.”
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
hasil : dapat  teratasi dengan O: Klien tampak mengerti dan kooperatif
Berat badan klien kriteria hasil : Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien mengatakan, Nggih ning, iki tak maem sik ya,
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status: sering tak ntekke nek iso yo ning.”
1. Nafsu makan klien
meningkat O: Klien tampak habis makan setengah porsi saat makan
2. Klien menghabiskan 1 siang yang diberikan oleh panti.
porsi makanan
Memberikan makanan kesukaan yang S: Klien mengatakan, “Aku pengen banyu putih mbak.
sesuai dengan diit DM. Nek ngombe teh berarti gulone tak kei sithik wae.”
Nutritional Status :
Biochemical Measure O: Klien tampak menganguk dan mengerti bahwa
1. Glukosa darah dalam dirinya harus diet gula agar tidak terjadi komplikasi
rentang normal 80-140 DM.
mg/dL
Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien mengatakan, “Nggih mbak nanti tak maem
makanan sing akih. Sak waregku yo mbak.”

O: Klien terlihat antusias dan kooperatif

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien untuk


mencegah komplikasi DM.
2. Monitor tanda dan gejala dari hiperglicemia
(polyuria, polydipsia, polyfagia, malaise,
pandangan kabur, dan pusing)
3. Tingkatkan intake cairan
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Melakukan kegiatan rekreasi sederhana S: Klien mengatakan, “Lha ning nek kene kancane rak
intervensi keperawatan intervensi keperawatan dengan klien pernah ngajak kulo ngobrol, dadine nek meh
selama 3 minggu selama 7 hari masalah nagajak ngobrol disik rikuh ning.”
masalah koping individu koping individu tidak O: Klien kooperatif, klien hanya berada ditempat
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi tidurnya saja untuk mengorol dengan teman butuh
hasil: dengan kriteria hasil: motivasi lagi.

Klien dapat menemukan 1. Klien dapat Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan, “Dadi enak rasane ning, wis
atau menerapkan koping mengidentifikasi depresi klien (brain gym) rodho orak mumet iki, awake yo rodho enteng.”
yang efektif. penyebab stress
2. Klien dapat O: Klien mampu mengikuti brain gym, klien kooperatif.
melaporkan Melakukan terapi aktivitas kelompok: S: Klien mengatakan, “Nggih seneng to ning, iso karo
penurunan senam anti stroke, terapi musik dan kanca-kancane, awake yo sehat, bahagia juga.”
stress/depresi games.
3. Skala depresi O: Klien antusias saat terapi senam anti stroke, terapi
berkurang menjadi musik dan games.
rentang nilai 1 – 8

A: Masalah tertasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

Lakukan brain gym dan libatkan dalam terapi


kelompok

Rabu/ 17 3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memberikan ROM aktif maupun pasif S: Klien mengatakan, “Wah nggih rodho kepenak ning
Feb 2016 tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari untuk mengurangi ketegangan otot bar digerak-gerakke mau, kakune wis ora patik’o.”
selama 3 minggu diharapkan klien
diharapkan sindrom mengetahui cara O: Klien mengikuti instruksi dengan baik.
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan
Membantu untuk merubah posisi S: Klien mengatakan, “Manut nuwun nggih ning,
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
diewangi si mbahe, di ajari ben orak pegel-pegel.”
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
jatuh berulang pada meningkat dari O: Klien minta bantuan untuk dibantu bangun dari
klien kekuatan pada tidurnya dan mengambilkan air minum di meja.
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari Mnganjurkan untuk tempatkan klien S: Klien mengatakan, “ Nggih ning, nek tilem nggih
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi diposisi yang aman ketika tidur kulo orak minggir-minggir kok ning, ndak mengko
ringan 5/5 tio ning.”
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi O: Klien tidur di tengah kasur.
berkurang dari menjadi ½ porsi
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh Memberi tahu klien pentingnya S: Klien mengatakan, “Nggih mbak, mengko nek
menjadi ringan. berkurang menjadi 25- bantuan saat mobilisasi pengen direwangi nggeh mengke matur panjenengan
50 (risiko rendah) nggih ning.”
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik) O: Klien kooperatif

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi


serat agar tidak konstipasi
2. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi
relaksasi otot progresif (ROP)
3. Kaji tingkat kelemahan dan keseimbangan dengan
instrumen.
1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Meningkatkan intake cairan S: Klien mengatakan, “Kulo nek ngunjuk ncen kathah
tindakan asuhan asuhan keperawatan mbak, iso sak teko chilik niku lho ning, kadang
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien malah kurang ning.”
minggu masalah masalah
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: Klien tampak minum menggunakan cangkir besar
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan 800 cc
hasil : dapat  teratasi dengan Mengajarkan dan latih senam DM S: Klien mengatakan, “Kulo nek ngunjuk ncen kathah
Berat badan klien kriteria hasil : kepada klien untuk mencegah mbak, iso sak teko chilik niku lho ning, kadang
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status: komplikasi DM malah kurang ning. Nggih ning laihan ben orak
1. Nafsu makan klien kaku-kaku to awakke.”
meningkat
2. Klien menghabiskan 1 O: Klien tampak minum menggunakan cangkir besar
porsi makanan 800 cc. Klien kooperatif, mengikuti senam DM.

Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien berkata, “Maeme kulo nggih kadang telas
Nutritional Status :
makanan mbak tapi iki mau yo orak telas meneh mbak, rasane
Biochemical Measure
wetenge kebak ngono mbak.”
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140 O: Klien tidak menghabiskan makannya, klien makan
mg/dL hanya 7 sendok makan saja.

Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien mengatakan, “ Nggih ning.”


sering
O: Klien mengangguk saat diberi tahu untuk
meningkatkan nutrisinya dengan makan sedikit tapi
sering

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Monitor kadar gula dalam darah


2. Jelaskan/intepretasikan tingkat glukosa darah
pada klien
3. Anjurkan makan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan kesukaan yang sesuai dengan
diit DM.
5. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien
untuk mencegah komplikasi DM
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Melakukan terapi aktivitas kelompok: S: Klien mengatakan, “Rasane nggih seneng mbak,
intervensi keperawatan intervensi keperawatan senam anti stroke, terapi music dan bahagia iso kumpul ngene.”
selama 3 minggu selama 3 hari masalah games.
masalah koping individu koping individu tidak O: Klien kooperatif dan antusias saat terapi
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi
Mendorong klien berhubungan dengan S: Klien berkata, “Iya mbak mangke kulo ngobrol
hasil: dengan kriteria hasil:
seseorang yang memiliki tujuan dan meneh karo mba Atminah. Wonge apikan mbak, nek
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat ketertarikan yang sama liyane niku nek orak disapa riyen orak purun nyopo
atau menerapkan koping mengidentifikasi mbak.”
yang efektif. penyebab stress
O: Klien terlihat mengobrol masalah pribadi dengan
2. Klien dapat
tetangga satu kamar.
melaporkan penurunan
stress/depresi Mengidentifikasi hobi dan minat klien S: Klien berkata, “ Aku senenge crito mbak. Crito ning
3. Skala depresi sing ayu iki, putri. Nek karo kancane paling mba
berkurang menjadi atminah tok, lha liyane sombong-sombong ning.”
rentang nilai 1 – 8
O: Klien terlihat senang dan sedikit bersemangat setelah
terapi

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Lakukan kegiatan rekreasi sederhana dengan


klien
2. Kenalkan klien kepada seseorang yang
mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama
3. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
Kamis/ 18 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien mengatakan, “Lhah ning ning, aku ki nek
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan sering mangan akeh orak iso, wetenge khi lho rasane wis
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien kebhak tenan ning.”
minggu masalah masalah
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: Klien terlihat lebih segar dari sebelumnya, klien
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan masih belum menghabiskan makannya.
hasil : dapat  teratasi dengan
Memberikan makanan kesukaan yang S: Klien mengatakan, “Aku akeh ngunjukke ning iki, nek
Berat badan klien kriteria hasil :
sesuai dengan diit DM. ngunjuk kadhang tak paring gula sithik, soale yo aku
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status:
kan nduwe loro gula tho ning, dadine orak oleh
1. Nafsu makan klien
akih-akih legine.”
meningkat
2. Klien menghabiskan 1 O: Klien kooperatif
porsi makanan
Melatih senam DM kepada klien untuk S: Klien mengatakan, “enak ning, iki wis rodho enteng
Nutritional Status : mencegah komplikasi DM rasane awake.”
Biochemical Measure
O: Klien antusias dan melakukan demonstrasi senam
1. Glukosa darah dalam
kaki dengan baik walaupun sedikit kesusahan
rentang normal 80-140
mg/dL
A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Motivasi untuk meningkatkan intake makanan


2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Berikan pendidikan kesehatan mengenai diit
yang tepat untuk penderita DM
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Melakukan kegiatan rekreasi sederhana S: Klien mengatakan, “Yo seneng ning, iso nyanyi-
intervensi keperawatan intervensi keperawatan dengan klien nyanyi bareng ning.”
selama 3 minggu selama 7 hari masalah O: Klien ikut dalam program terapi kelompok menyanyi
masalah koping individu koping individu tidak bersama. Klien tampak senang.
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi
hasil: dengan kriteria hasil: Melakukan terapi aktivitas kelompok: S: Klien mengatakan, “rasane seneng ning, awakku yo
senam anti stroke, terapi musik dan jadi enak.”
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat games.
atau menerapkan koping mengidentifikasi O: Klien kooperatif dan antusias saat terapi
yang efektif. penyebab stress Mengenalkan klien kepada seseorang S: Klien mengatakan, “Niku mbak atminah ning, aku
2. Klien dapat yang mempunyai latar belakang paling nek ngobrol yo karo mbak atminah tok, soale
melaporkan penurunan pengalaman yang sama wonge apikan ning.”
stress/depresi
3. Skala depresi O: Klien terlihat berbicara dengan teman sekamarnya
berkurang menjadi
rentang nilai 1 – 8 Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan, “iyo ning iki enteng rasane
depresi klien (brain gym) pikiranku, matur suwun yo ning.”

O: Klien antusias dan terlihat senang dalam mengikuti


terapi.

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Gali perasaan dan penyebab stres pada klien


2. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
3. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
4. Dorong berhubungan dengan seseorang yang
memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama.

3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Meyakinkan diet yang dimakan S: Klien mengatakan, “Lha ning, aku ki maeme ncen
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari mengandung tinggi serat agar tidak sithik, nek akeh orak iso soale rasane wetenge
selama 3 minggu diharapkan klien konstipasi kebak. Oh ..yo ning? Aku yo nek ngunjuk ndak
diharapkan sindrom mengetahui cara manise dikurangi to. Maem buah yo paling kates
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan tok.”
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot O: Klien kooperatif
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada Mengajarkan dan anjurkan klien S: Klien mengatakan, “nggih seneng oh ning, ben
2. Klien dapat ekstremitas atas dan melakukan terapi relaksasi otot awake ora kaku lan gemeter terus to.”
melakukan ADL bawah meningkat dari progresif (ROP)
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi O: Klien antusias saat terapi. Klien tampak belum
ringan 5/5 maksimal dalam melakukan ROP
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi Memonitor TTV S: -
berkurang dari menjadi ½ porsi
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh O: TD: 120/75 mmHg, HR: 88 x/mnt
menjadi ringan. berkurang menjadi 25-
50 (risiko rendah)
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik)
A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

1. Monitor tanda-tanda vital


2. Monitor nutrisi dan sumber energy yang
adekuat
3. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
4. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk
mengurangi ketegangan otot
5. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat
mobilisasi
Jumat/ 19 2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Menggali perasaan dan penyebab stres S: Klien mengatakan, “Perasaane nggih apik ning, aku
Feb 2016 intervensi keperawatan intervensi keperawatan pada klien seneng nek dikancani si ning, pokokke kudhu dolan
selama 3 minggu selama 7 hari masalah terus ning simbah yo ning.”
masalah koping individu koping individu tidak
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi O: Klien terlihat bahagia dan tersenyum
hasil: dengan kriteria hasil:
Memberikan terapi untuk mengurangi S: Klien mengatakan “kepenak ning awake si mbah,
Klien dapat menemukan 1. Klien dapat depresi klien (brain gym) tapi yo iki sok tangane sing tengen sih semuten
atau menerapkan koping mengidentifikasi ngoten. ”
yang efektif. penyebab stress
O: Klien kooperatif dan antusias saat terapi
2. Klien dapat
melaporkan penurunan Mendorong aktifitas sosial dan S: Klien mengatakan, “Iyo seneng lah ning, iso bareng-
stress/depresi komunitas bareng.”
3. Skala depresi
berkurang menjadi O: Klien terlihat senang saat aktivitas bersama teman-
rentang nilai 1 – 8 temannya. Klien tampak dekat dengan klien mbah A.

Mendorong berhubungan dengan S: Klien mengatakan, “Lha nggih gampang ning, nek
seseorang yang memiliki tujuan dan ono opo-opo nggih kulo ngomong kalih kancane.”
ketertarikan yang sama
O: Klien mengangguk

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1. Gali perasaan dan penyebab stres pada klien


2. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien
(brain gym)
3. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
4. Dorong berhubungan dengan seseorang yang
memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama

3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memonitor tanda-tanda vital S: Klien mengatakan, “Kulo rasane toh ning, rodho
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari lemes, ngelu sithik, karo sih gemeter ki tangan
selama 3 minggu diharapkan klien tengene, opo goro-goro tensine nggih ning?.”
diharapkan sindrom mengetahui cara
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan O: TD: 150/80 mmHg, HR: 90 x/mnt
dengan kriteria hasil: kriteria hasil :
Memberikan ROM aktif maupun pasif S: Klien mengatakan, “Rasane enakan sikil karo
1. Tidak ada kejadian 1. Kekuatan otot
untuk mengurangi ketegangan otot tanganku ning, pegele wes gak patik’o.”
jatuh berulang pada meningkat dari
klien kekuatan pada
O: Klien dapat melakukan gerakan ROM walaupun harus
2. Klien dapat ekstremitas atas dan
melakukan ADL bawah meningkat dari dibantu
dengan bantuan kekuatan 4/4 menjadi
Memonitor nutrisi dan sumber energi S: Klien mengatakan, “aku nek maem yo sih sithik-sithik
ringan 5/5
3. Kategori risiko 2. Porsi makan klien yang adekuat ning, iki mau tapi ntek ning.”
jatuh bisa bertambah dari ¼ porsi
berkurang dari menjadi ½ porsi O: Klien terlihat lemas
risiko tinggi 3. Total skor resiko jatuh
menjadi ringan. Membantu aktivitas sehari-hari sesuai S: Klien mengatakan, “Enakan nek kasur wae ning,
berkurang menjadi 25-
kebutuhan tanganku ki lho sih gemeter, padahal wes latihan
50 (risiko rendah)
gerakan sing diajari ning’e.”
4. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik) O: Klien meminta diambilkan minum air putih

Memberi tahu klien pentingnya S: Klien mengatakan, “Iya ning. Ngko aku njaluk
bantuan saat mobilisasi tulung karo koncoku mbak atminah, wonge apikan ”

O: Klien kooperatif

A: Masalah teratasi sebagian


P: Lanjutkan intervensi

1. Kaji adanya faktor penyebab kelelahan


2. Kaji tingkat kelemahan dan keseimbangan
dengan instrument
3. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat
mobilisasi
4. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi
relaksasi otot progresif (ROP)
1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memotivasi untuk meningkatkan intake S: Klien mengatakan, “Iyo ning, iki mau ntek lho mbah
tindakan asuhan asuhan keperawatan makanan nek mangan.”
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien
minggu masalah masalah O: Klien kooperatif
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi
Menganjurkan makan sedikit tapi S: Klien mengatakan, “Nggih ning tak coba, tapi rasane
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
sering wetheng’e kebhak wae, dadine maem’e sithik.”
hasil : dapat  teratasi dengan
Berat badan klien kriteria hasil : O: Klien mengangguk mengerti
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status:
1. Nafsu makan klien Memberikan pendidikan kesehatan S: Klien mengatakan, “Aku ngerti ning nek ngurangi
meningkat mengenai diit yang tepat untuk gulo. Kan aku nduwe loro gulo toh ning, dadine en
2. Klien menghabiskan 1 penderita DM orak kumat yo ning.”
porsi makanan
O: Klien menjawab pertanyaan perawat dengan benar
seputar materi pendidikan kesehatan yang diberikan
Nutritional Status :
Biochemical Measure
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140
mg/dL
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

1. Monitor kadar gula dalam darah


2. Jelaskan/intepretasikan tingkat glukosa darah
pada klien
3. Monitor tanda dan gejala dari hiperglicemia
(polyuria, polydipsia, polyfagia, malaise,
pandangan kabur, dan pusing)
Sabtu/ 20 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memonitor tanda dan gejala dari S: Klien mengatakan, “Aku rasane pengen mimi terus
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan hiperglicemia (polyuria, polydipsia, mbak, nek maem sih ora, lemes, pengene turu terus,
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien polyfagia, malaise, pandangan kabur, wis raiso ndelok aku ki mbak. Mumet sithik.”
minggu masalah masalah dan pusing)
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: klien terlihat tiduran di kasur
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
hasil : dapat  teratasi dengan
Berat badan klien kriteria hasil :
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status:
1. Nafsu makan klien
meningkat
2. Klien menghabiskan 1
porsi makanan

Nutritional Status :
Biochemical Measure
1. Glukosa darah dalam
rentang normal 80-140
mg/dL
Memotivasi makan sedikit tapi sering S: Klien mengatakan, “nggih mbak, mangke kulo maem
ingkang kathah.”
O: Klien terlihat makan 1/2 porsi makanannya, klien
makan maknan ringan roti yang diberikan panti.

2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Melakukan terapi aktivitas kelompok: S : Klien mengatakan, “nggih seneng ning iso senam,
intervensi keperawatan intervensi keperawatan senam anti stroke, terapi musik dan gerak-gerak, terus nyanyi bareng kancane kalih
selama 3 minggu selama 7 hari masalah games. ning. Awake dadi kepenak.”
masalah koping individu koping individu tidak
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi O : Klien terlihat tersenyum dan mengikuti terapi dengan
hasil: dengan kriteria hasil: baik.

Klien dapat menemukan 1. Klien dapat


atau menerapkan koping mengidentifikasi
yang efektif. penyebab stress
2. Klien dapat
melaporkan penurunan
stress/depresi
3. Skala depresi
berkurang menjadi
rentang nilai 1 – 8
Senin/ 22 1 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Memberikan pendidikan kesehatan S: Klien mengatakan, “Nggih ning, mengke nyobo
Feb 2016 tindakan asuhan asuhan keperawatan tentang diit yang tepat untuk klien maem sing kathah nggih ning, rasane wegah maem
keperawatan selama 3 selama 7 hari pada klien kok.”
minggu masalah masalah
kebutuhan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi O: Klien tampak tidak bersemangat dan lemas
seimbang dengan kriteria kurang dari kebutuhan
Memonitor tanda dan gejala dari S: Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus
hasil : dapat  teratasi dengan
hiperglicemia (polyuria, polydipsia, ning, kathah pokoke nek ngunjuk banyu ning.”
Berat badan klien kriteria hasil :
polyfagia, malaise, pandangan kabur,
meningkat 0,5-1kg. Nutritional Status: O: BB: 32 kg, klien terlihat memakan 1 porsi makan
dan pusing)
1. Nafsu makan klien siangnya (6-7 sdm), makan 3 kali sehari
meningkat Memonitor tanda dan gejala dari S: Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus
2. Klien menghabiskan 1 hiperglicemia (polyuria, polydipsia, ning, kathah pokoke nek ngunjuk banyu ning, lha nek
porsi makanan polyfagia, malaise, pandangan kabur, mangan wes kebak wae niki wetenge..”
dan pusing)
Nutritional Status : O: BB: 31 kg, klien terlihat memakan 1 porsi makan
Biochemical Measure siangnya (5-6 sdm), makan 3 kali sehari
1. Glukosa darah dalam
Menggali perasaan dan penyebab stres S: Klien mengatakan, “Wis apik ning perasaane, seneng
rentang normal 80-140
pada klien iso kaleh ning’e.”
mg/dL
O: Klien kurang kooperatif

A: Masalah teratasi sebagian Memberikan


(brain gym)
P: Rencana tindak lanjut

1. Motivasi untuk meningkatkan intake makanan


2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien
untuk mencegah komplikasi DM
2 Setelah dilakukan Setelah dilakukan Mendorong aktifitas sosial dan S: Klien mengatakan, “Yo seneng ning, iso kumpul karo
intervensi keperawatan intervensi keperawatan komunitas kanca-kancane.”
selama 3 minggu selama 7 hari masalah
masalah koping individu koping individu tidak O: Klien kurang kooperatif dan antusias saat bermain
efektif dengan kriteria efektif dapat teratasi sekelompok
hasil: dengan kriteria hasil:
Mendorong berhubungan dengan S: Klien mengatakan, “iya mengko nggih ngobrol kok
Klien dapat menemukan 4. Klien dapat seseorang yang memiliki tujuan dan ning karo kancane.”
atau menerapkan koping mengidentifikasi ketertarikan yang sama
O: Klien terlihat mengobrol dengan teman sekamarnya,
yang efektif. penyebab stress
skala depresi =10
5. Klien dapat
melaporkan Mendorong berhubungan dengan S: Klien mengatakan, “iya mengko nggih ngobrol kok
penurunan seseorang yang memiliki tujuan dan ning karo kancane.”
stress/depresi ketertarikan yang sama
6. Skala depresi O: Klien terlihat mengobrol dengan teman sekamarnya,
berkurang menjadi skala depresi =10
rentang nilai 1 – 8
Mengkaji adanya faktor penyebab S: Klien mengatakan, “Rasane pegel wae ning, opo
kelelahan goro-goro nyuci mau yo.”

O: Klien terlihat tiduran, tidak ada kejadian jatuh


berulang

A: Masalah teratasi sebagian Memberi tah

P: Rencana Tindak Lanjut

1. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien


(brain gym)
2. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
3. Berikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai :
terapi tertawa
4. Dorong berhubungan dengan seseorang yang
memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama.
3 Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan Mengkaji tingkat kelemahan dan S: Klien mengatakan, “Mengko nek aku ndak kuat
tindakan keperawatan keperawatan selama 7 hari keseimbangan dengan instrument diewangi yo ning.”
selama 3 minggu diharapkan klien
diharapkan sindrom mengetahui cara O: Klien mengangguk
lemah dapat berkurang pencegahan jatuh dengan
Mengkaji tingkat kelemahan dan S: Klien mengatakan, “kadang ngerasane lemes kadang
dengan kriteria hasil: kriteria hasil : keseimbangan dengan instrument ora mbak.”
4. Tidak ada kejadian 5. Kekuatan otot
jatuh berulang pada meningkat dari O: kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah
klien kekuatan pada 4/4, porsi makan klien menjadi 1 porsi, morse fall
5. Klien dapat ekstremitas atas dan scale 48, skala berg 41
melakukan ADL bawah tetap ataupun
dengan bantuan meningkat dari Mengkaji tingkat kelemahan dan S: Klien mengatakan, “awakku sih pegel ning, isih lemes
ringan kekuatan 4/4 menjadi keseimbangan dengan instrument ki ning, pengen turonan ya ning.”
6. Kategori risiko 5/5
jatuh bisa 6. Porsi makan klien O: kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah
berkurang dari bertambah dari ¼ porsi
4/4, porsi makan klien menjadi 1 porsi, morse fall
risiko tinggi menjadi ½ porsi
7. Total skor resiko jatuh scale 48, skala berg 41
menjadi rendah
berkurang menjadi 25- Mengkaji tingkat kelemahan dan S: Klien mengatakan, “kadang ngerasane lemes kadang
50 (risiko rendah) keseimbangan dengan instrument ora ning.”
8. Skala keseimbangan
Berg 41-56 (baik) O: kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah
4/4, porsi makan klien menjadi 1 porsi, morse fall
scale 48, skala berg 41

EVALUASI SUMATIF
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan S:
berhubungan dengan faktor biologis: diabetes melitus  Klien mengatakan, “Nggih ning, mengke nyobo maem sing kathah nggih ning, rasane
wegah maem kok.”
 Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus ning, kathah pokoke nek ngunjuk
banyu ning.”

 Klien mengatakan, “Rasane pengen ngunjuk terus ning, kathah pokoke nek ngunjuk
banyu ning, lha nek mangan wes kebak wae niki wetenge.”

 Klien mengatakan, “Kulo rasane toh ning, rodho lemes, ngelu sithik, karo sih gemeter
ki tangan tengene, opo goro-goro tensine nggih ning?.”

O:
 BB: 32 kg
 GDS: 180 mg/dl
 Klien terlihat memakan 3/4 porsi makan siangnya (6-7 sdm)
 Klien makan 3 kali sehari
 Klien tampak tidak bersemangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Motivasi untuk meningkatkan intake makanan
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Monitor kadar gula dalam darah
4. Ajarkan dan latih senam DM kepada klien untuk mencegah komplikasi DM
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress S:
berkepanjangan  Klien mengatakan, “Yo seneng ning, iso kumpul karo kanca-kancane.”

 Klien mengatakan, “iya mengko nggih ngobrol kok ning karo kancane.”

 Klien mengatakan, “Rasane pegel wae ning, opo goro-goro nyuci mau yo.”

 Klien mengatakan, “Wis apik ning perasaane, seneng iso kaleh ning’e.”
O:
 Klien cukup kooperatif
 Klien terlihat kurang antusias dan senang saat ditemani
 Klien kurang kooperatif dan antusias saat bermain berkelompok
 Klien terlihat mengobrol dengan teman sekamarnya Ny. A
 Skala depresi =10 (The Geriatric Depression Scale)
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Berikan terapi untuk mengurangi depresi klien (brain gym)
2. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
3. Berikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai : terapi tertawa
4. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang
sama.
Sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan S:
kekuatan otot (sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi.  Klien mengatakan, “awakku sih pegel ning, isih lemes ki ning, pengen turonan ya
ning.”

 Klien mengatakan, “kadang ngerasane lemes kadang ora ning.”

 Klien mengatakan, “Mengko nek aku ndak kuat diewangi yo ning.”

O:
 Klien terlihat tiduran, tidak ada kejadian jatuh berulang
 Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4
 Porsi makan klien menjadi 3/4 porsi
 Morse fall risk scale 46
 Skala berg 41
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Berikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot
2. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif (ROP)
3. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
4. Beri tahu klien pentingnya bantuan saat mobilisasi
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Klien Ny. S (80 Tahun) dilakukan pengkajian pada Sabtu tanggal 13


Februari 2016 dengan riwayat Diabetes mellitus sejak pertama masuk ke Panti
Wreda Harapan Ibu. Pada saat pengkajian ditemukan data bahwa Berat badan
klien 30 kg dengan IMT menunjukkan kategori underweirght (13,89),
pemeriksaan GDS terakhir yang dilakukan pada Ny. S menunjukkan nilai 206
mg/Dl, klien tidak nafsu makan, tidak pernah menghabiskan makanannya,
selama berada di Panti klien tidak melakukan diit DM dengan benar yang
harusnya mengacu kepada 3 pilar DM. klien mengeluh lemas, pusing, dan
tangan sebelah kanan terasa kesemutan dan pegal. Klien juga tampak
memijat-mijat tangan bagian kanannya. Berdasarkan data pengkajian pada Ny.
S, maka dapat diambil diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis : diabetes
mellitus. Prioritas intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut.

1. Memotivasi untuk meningkatkan intake makanan


2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering
3. Memberikan makanan kesukaan yang sesuai dengan diit DM.
4. Meningkatkan intake cairan
5. Mengajarkan dan melatih senam DM kepada klien untuk mencegah
komplikasi DM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2011) mengenai
pemberian informasi yang tepat oleh tenaga kesehatan mengenai pelaksanaan
diit diabetes mellitus akan mempengaruhi sikap yang dimiliki oleh pasien
dengan diabetes mellitus. Dengan adanya pengetahuan maka seseorang akan
mengetahui pelaksanaan diit diabetes mellitus yang baik dan benar. Pada klien
Ny. S diberikan pendidikan kesehatan mengenai diit yang tepat untuk klien
dengan diabetes mellitus untuk mencegah munculnya gejala-gejala
hiperglikemi pada klien.

Selain memberikan pendidikan kesehatan terkait diit DM, implementasi


yang dilakukan yaitu mengajarkan klien untuk senam kaki DM dan melatih
klien untuk mempraktikkan senam kaki DM. Munculnya berbagai komplikasi
pada klien dengan diabetes mellitus terutama kasus ulserasi yang mengenai
tungkai bawah sering terjadi, bila dilakukan deteksi dini dan pengobatan maka
kasus ulserasi akan berkurang (Decroli E, dkk, 2010).

Resiko ulkus kaki dapat dilakukan dengan latihan jasmani seperti senam
diabetikum. Berdasarkan penelitian dari Ilyas (2007) menjelaskan bahwa
latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah
sehingga mampu mencegah dan mengatasi munculnya ulkus pada tubuh klien.
Selain itu, pemberian senam kaki diabetikum yang terdiri dari 11 gerakan
mampu meningkatkan kesegaran jasmani yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan penderita diabetes mellitus tanpa komplikasi-komplikasi yang berat
(Santoso, 2006). Setelah diberikan intervensi senam kaki diabetikum klien
merasa badan lebih enak dan tidak semutan lagi terutama dibagian kaki,
namun untuk bagian tangan terutama bagian kanan, klien masih merasakan
kesemutan.

Selain pemberian latihan senam DM, klien juga diberikan intervensi


keperawatan untuk menangani dan mencegah terjadinya keabnormalan kadar
gula darah klien yaitu dengan memotivasi klien untuk makan sedikit tapi
sering, memotivasi klien untuk meningkatkan intake makanan serta
memberikan makanan yang disukai klien. Setelah diberikan intervensi
tersebut, porsi makan klien bertambah dari yang awalnya hanya 5-6 sdm dan
tidak pernah menghabiskan makanan yang diberikan kemudian klien pada hari
ke 7 klien sudah menghabiskan 1 porsi makanan yang diberikan.

Meskipun klien sudah diberikan intervensi keperawatan untuk


menangani masalah kadar gula darah klien, namun klien masih mengeluh
merasakan gejala-gejala DM seperti rasa haus berlebih, merasa lemas dan
kesemutan terutaa diekstremitas atas. Hal ini dikarenakan, menurut Corwin
(2009) mengatakan bahwa pengontrolan kadar gula darah tidak hanya serta
merta dengan diit dan olah raga, jika kedua intervensi tersebut tidak mampu
dilakukan maka intervensi yang tepat yaitu dengan menggunakan obat otral
maupun suntikan insulin.

Berikut adalah grafik perkembangan Ny. S setelah diberikan implementasi


keperawatan
a. Grafik pertambahan berat badan Ny. S

Kadar Gula Darah Ny. S

200

195

190
mg/dL

185 Kadar Gula darah

180

175

170
Pre Post

Grafik diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar gula darah


Ny. S sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Kadar gula darah Ny.
S sebelum dierikan intervensi keperawatan adalah 195 mg/dL, setelah
dilakukan tindakan keperawatan, kadar gula darah klien adalah 180
mg/dL.

b. Grafik Berat Badan Ny. S


Berat Badan Ny. S

33

32

31

30
Keterangan: Berat
Kg

29 Badan Klien

28

27

26
Pre Post

Grafik diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan berat badan Ny. S


sebelum dan sesudah diberikan inervensi keperawatan. Berat badan Ny. S
seelum diberikan tindakan keperawatan adalah 31 kg, setelah diberikan
tindakan keperawatan berat badan Ny. S adalah 32 kg. Selain itu terkait
dengan jumlah makanan Ny. S sebelum diberikan tindakan keperawatan
adalah ¼ porsi piring. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kadar
gula darah Ny.S adalah 3/4 porsi piring.

2. Ketidakefektifan Koping Individu

Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2016 dilakukan pengkajian pada Ny. S
(80 tahun) dengan riwayat diabetes melitus, ditemukan data skala depresi
menunjukan skor 14 (menandakan depresi) dan hasil wawancara dengan
kuesioner Geriatric Depression Scale menyatakan bahwa klien merasa tidak
bahagia dengan kondisinya saart ini, hasilnya juga menunjukkan bahwa klien
mengalami depresi dan stress. Berdasarkan data pengkajian, maka dapat
diambil diagnosa keperawatan ketidakefektifan koping individu berhubungan
dengan stress berkepanjangan. Adapun prioritas intervensi yang diberikan
adalah sebagai berikut.
1. Menggali perasaan dan penyebab stres pada klien
2. Memberikan terapi untuk mengurangi depresi klien (brain gym)
3. Mendorong aktifitas sosial dan komunitas.
4. Memberikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai : terapi tertawa
5. Memonitor intake nutrisi klien

Psikososial seorang lansia yang tidak berjalan dengan semestinya akan


mengakibatkan lansia tersebut menjadi depresi serta akan merugikan kesehatan
baik secara fisik maupun kejiwaan lansia tersebut. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Panglipuretheias (2014) menunjukkan bahwa hasil penelitian
dengan judul “Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Tingkat Depresi
Lansia di Posyandu Lansia Aji Yuswa Ngebel Taman Tirto Kasihan Bantul”
terkait pengaruh senam otak (Brain gym) yang terdiri dari 7 gerakan memiliki
pengaruh yang signifikan pada otak untuk mengurangi tingka depresi lansia.
Selain dilakukan brain gym pada Ny. S juga dilakukan aktivitas komunitas
yaitu dengan melakukan Terapi aktivitas kelompok (TAK) seperti terapi senam
anti stroke yang dipadukan dengan terapi musik dengan bernyanyi bersama.
Penelitian yang dilakukan oleh Hardjana (2006) menunjukkan bahwa cara
pencegahan pada klien terutama lansia dengan cemas, stres dan depresi adalah
memberikan terapi meditasi hipnotis, terapi kognitif maupun terapi musik.
Secara psikologis musik dapat membuat seseorang menjadi rileks, mengurangi
stres, menurunkan depresi, menimbulkan rasaaman dan sejahtera, melepaskan
gembira dan sedih, dan menbantu melepaskan rasa sakit (Djohan, 2006).
Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama satu minggu, maka
dapat dilihat hasil evaluasi skoring skala depresi klien yang menunjukkan
penurunan menjadi angka 11. Namun, terkadang dalam kesehariannya mood
atau perasaan Ny. S masih tampak labil, kadang senang, dan terkadang sedih.
Klien merasa senang ketika ditemani mengobrol, dan klien terlihat sedih ketika
tidak ada yang mengajak mengobrol. Untuk pemberian terapi brain gym pada
klien selama 1 minggu, dapat dilihat perubahan perasaan klien Ny. S, terlihat
klien merasa lebih tenang dan senang setelah dilakukan tindakan keperawatan
brain gym. Selain itu, pemberian terapi aktivitas kelompok juga memberikan
dampak terhadap mood klien, klien menunjukkan ekspresi senang dan merasa
tidak sendiri lagi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nikmat & Almashoor (2013) yang menunjukkan bahwa senam otak akan
mampu meningkatkan fungsi kognitif dan daya ingat sehingga mampu
menurunkan gejala depresi pada lansia.
a.Grafik skala depresi Ny. S

Skala Depresi Ny.S

16
14
12
10
8 Skala Depresi
6
4
2
0
Pre Post

Grafik diatas menunjukkan bahwa ada penurunan skala depresi Ny. S


sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Skala depresi Ny. S sebelum
diberikan tindakan keperawatan adalah 14. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, skala depresi Ny.S adalah 11.

3. Sindrom lemah pada lansia

Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2016 dilakukan pengkajian pada Ny. S
(80 tahun) dengan riwayat diabetes melitus, ditemukan data klien mengatakan
klien mampu berdiri namun tidak mampu berjalan lama, tidak dapat mencuci,
dan merasa tidak berdaya, selain itu didapatkan data IMT menunjukkan
underweight skala jatuh 50, skala keseimbangan Berg 35 dan indeks KATZ
dalam kategori B. Berdasarkan data pengkajian, maka dapat diambil diagnosa
keperawatan sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot (sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. Adapun prioritas
intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji adanya faktor penyebab kelelahan
2. Memberikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot
3. Mengajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif
(ROP)
4. Membantu aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Terkait dari faktor penyebab kelelahan perlu dilakukan pengamatan untuk
meminimalisir kelelahan yang terjadi pada Ny. S diiringi dengan perlakuan
tindakan Range of Motion (ROM) maupun Relaksasi Otot Progresif (ROP).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmadi (2008) menunjukkan bahwa
latihan ROM memiliki tujuan antara lain mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, menjaga
fleksibilitas dari masing-masing persendian, mencegah kontraktur/kekakuan
pada persendian. Membantu klien dalam aktivitas sehari-hari perlu dilakukan
untuk menghindari adanya kejadian jatuh berulang karena klien memiliki
resiko dan riwayat jatuh. Selama proses diberikannya intervensi, klien cukup
kooperatif dan antusias mengikuti terapi, klien mampu berjalan sendiri dan
sudah mulai mampu untuk melakukan aktifitas secara mandiri seperti mencuci,
dan membersihkan tempat tidurnya. Selain itu, Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Safaah (2014) juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan
Range of Motion (ROM) terhadap peningkatan kekuatan otot lanjut usia untuk
mencegah terjadinya kekakuan pada otot.
Setelah dilakukan implementasi selama seminggu lamanya, didapatkan
hasil bahwa klien merasa lebih nyaman setelah terapi ROP dan ROM, akan
meminta bantuan jika kesulitas dalam beraktivitas, tidak ada kejadian jatuh
berulang, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4, porsi
makan klien menjadi 3/4 porsi dan pada 2 hari klien mampu mengahabiskan 1
porsi makanan dari Panti, morse fall risk scale 46 dan skala berg 41. Perlu
dibuat rencana tindak lanjut seperti melakukan terapi ROM dan ROP yang
berkala serta menjaga selalu nutrisi Ny. S, dikarenakan untuk nutrisi pada klien
masih sangat kurang, dimana klien lebih banyak asupan cairan dibandingkan
nutrisi. Hal tersebut dilakukan agar klien tidak mengalami penurunan otot,
memiliki energi untuk beraktivitas dan tidak ada kejadian jatuh berulang.
Berikut adalah grafik perkembangan Ny. S setelah diberikan implementasi
keperawatan.
a. Tabel kekuatan otot Ny. S

Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah

Pre-intervensi 4/4 4/4

Post-intervensi 4/4 5/5

Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot


Ny. S sebelum dan sesudah diberikan intervensi keperawatan. Kekuatan otot
Ny. S sebelum diberikan tindakan keperawatan adalah 4/4, 4/4. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, kekuatan otot Ny.S adalah 5/5, 4/4.
b. Grafik skala keseimbangan Berg

Skala keseimbangan Berg

40.5
40
39.5
39
Skala Berg
38.5
38
37.5
37
Pre Post

Grafik diatas menunjukkan bahwa ada peningkatan skala


keseimbangan Berg Ny. S sebelum dan sesudah diberikan intervensi. skala
keseimbangan Berg Ny. S sebelum diberikan tindakan keperawatan adalah
38. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, skala keseimbangan Berg Ny.S
adalah 41.

c. Grafik skoring resiko jatuh

Resiko Jatuh Ny. S

51
50
49
48
Resiko Jatuh Ny. S
47
46
45
44
Pre Post

Grafik diatas menunjukkan bahwa ada penurunan skala resiko jatuh


Ny. S sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Skala resiko jatuh Ny. S
sebelum diberikan tindakan keperawatan adalah 50. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, skala resiko jatuh Ny.S adalah 46.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Ny. S merupakan lansia (80 tahun) yang tinggal di Panti Wredha Harapan
Ibu. Klien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus (DM). Ketika
dilakukan pengkajian ditemukan beberapa masalah keperawatan. Masalah
keperawatan lain yang muncul adalah sebagai berikut.
1. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan faktor biologis: diabetes melitus. Intervensi yang
telah dilakukan ialah memotivasi untuk meningkatkan intake makanan,
menganjurkan makan sedikit tapi sering, memberikan pendidikan
kesehatan mengenai diit yang tepat untuk penderita DM, memberikan
makanan kesukaan yang sesuai dengan diit DM dan melatih senam kaki
diabetik untuk mencegah komplikasi DM. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kepada klien, klien menunjukkan nafsu makan yang
meningkat ditandai dengan dapat menghabiskan 3/4 porsi makanan,
namun untuk porsi makan yang dikonsumsi klien perubahannya kadang
naik kadang turun. Namun pada Ny. S terjadi kenaikan berat badan 1 kg.
Namun kadar gula darah klien tidak stabil dan masih tinggi, yaitu 180
pada hari ketujuh intervensi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi
sebagian.
2. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress
berkepanjangan. Intervensi yang telah dilakukan kepada klien ialah
menggali perasaan dan penyebab stres pada klien, memberikan terapi
untuk mengurangi depresi klien (brain gym), mendorong aktifitas sosial
dan komunitas dan memberikan terapi aktivitas kelompok yang sesuai :
terapi tertawa Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama satu
minggu, dapat dilihat hasil evaluasi skoring skala depresi klien yang
menunjukkan penurunan menjadi angka 11. Walaupun terkadang dalam
sehari-harinya mood klien masih labil terkadang senang, terkadang sedih.
Klien senang apabila ada yang menemani, dan merasa sangat kesepian jika
tidak ada yang mengajak ngobrol dirinya. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa diagnosa keperawatan ketidakefektifan koping individu
berhubungan dengan stress berkepanjangan telah teratasi.
3. Sindrom lemah pada lansia berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(sarcopenia), riwayat jatuh dan malnutrisi. Intervensi yang telah dilakukan
kepada klien ialah mengkaji adanya faktor penyebab kelelahan,
memberikan ROM aktif maupun pasif untuk mengurangi ketegangan otot,
mengajarkan dan anjurkan klien melakukan terapi relaksasi otot progresif
(ROP), membantu aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan dan memonitor
nutrisi/ intake makanan. Setelah dilakukan implementasi selama seminggu
lamanya, didapatkan hasil bahwa klien merasa lebih nyaman setelah terapi
ROP dan ROM, akan meminta bantuan jika kesulitas dalam beraktivitas,
tidak ada kejadian jatuh berulang, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5,
ekstremitas bawah 4/4, porsi makan klien menjadi 1 porsi, morse fall risk
scale 46 dan skala berg 41. Maka dari itu masalah resiko jatuh teratasi.

B. Saran
1. Lansia
Lansia mampu mandiri dalam melakukan aktivitas dan mampu melanjutkan
intervensi yang telah diajarkan sehingga tidak terjadi komplikasi penyakit
pada lansia dan masalah kesehatan terutama pada klien dengan diabetes
mellitus, sehingga resiko terkait dengan penyakit pun dapat teratasi.
2. Pengasuh Wisma
Pengasuh diharapkan memfasilitasi dan memotivasi lansia dalam
meningkatkan kesehatannya, terutama dalam mengatur pola makan klien
sesuai dengan 3 pilar diit DM. Pengasuh juga dapat melanjutkan intervensi
yang dilakukan oleh mahasiswa guna meningkatkan kesehatan lansia.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu lebih mendetail lagi dalam menyelesaikan
masalah kesehatan klien secara holistic. Bagi mahasiswa lain diharapkan
dapat melanjutkan atau memperbaharui intervensi yang sesuai dengan
masalah yang ada pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha


Ilmu.
Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (ed.3).
Jakarta: EGC
Burduli M. The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an Elderly Age.
2009. Available from: http://www.gestosis.ge/eng/pdf_09/Mary_Burduli.pdf
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Dennison. 2009. Rain Gym (senam otak) edisi bahasa Indonesia cetakan.X.
Jakarta: Grasindo.
Djohan. 2006. Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Galangpress.
Kurniawan, Indra.. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lanjut Usia. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2010; Vol. 60: 576-584.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Prasetya, dkk. Penurunan Tingkat Depresi Klien Lansia denganTerapi Kognitif
dan Senam Latih Otak di Panti Wredha. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2010
(13): 42-48.
Safaah, Nurus. Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan)
Kec. Babat Kab. Lamongan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2015. (1):1-4.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media
Action.
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.

Profil Kesehatan Kota SMG 2014.pdf - Google Drive [Internet]. [cited 2015 Nov
2]. Available from: https://drive.google.com/file/d/0B-yoD-
_DDYqgWm9ZdGx0b2xYRGs/edit
Purwanto, Nasrul H. Hubungan Pengetahuan tentang Diet Diabetes Melitus
dengan Kepatuhan Pelaksanaan Diet pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Keperawatan Indonesia. 2011 (01):1-9.
Rachmawati, A.M., Bahari, U., Rusli, B., Hardjoeno.2007. Tes Diabetes
Melitus.Dalam Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium
Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin Makasar
RI KK. Hasil Riset Kesehatan Dasar [Internet]. Jakarta; 2013 p. 87. Available
from: www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil Riskesdas 2013.pdf
RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia [Internet].
[cited 2015 Nov 2]. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618
Rochmah W. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007.p.1915-18.
Ruspawan, I Dewa Made. 2012. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia di PSTW Wana Seraya Denpasar.
Poltekkes Denpasar. Diakses di www.portalgaruda.org pada tanggal 2 Februari
2016 pukul 12.00 WIB
Safaah, Nurus. Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan)
Kec. Babat Kab. Lamongan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2015. (1):1-4.
Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 2.Ed.8. Jakarta:
EGC
Subramaniam I, Gold JL. Diabetes Mellitus in Elderly. J Indian Acad Geri.
2005;2:77-81. Available from: http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf.
PRE PLANNING PENDIDIKAN KESEHATAN

TERAPI MUSIK DAN BRAIN GYM

UNTUK MENGATASI DEPRESI PADA KLIEN Ny. S (80 Thn)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : Ns. Nurullya Rachma, Sp. Kep. Kom

Oleh

Putri Kumalasari

22020115210050

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVI

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2016
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Usia lanjut merupakan tahap akhir dari perkemabangan manusia.
Seseorang dikatakan lanjut usia jika seseorang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Lanjut usia merupakan proses
akhir dari tumbuh kembang manusia, dimana di dalam proses tersebut
terjadi penuaan (Azizah, 2011). Lansia bukan merupakan suatu
penyakit, namun merupakan suatu tahap lanjut dari proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tuuh dalam beradaptasi
dengan stres yang ada di lingkungan. Lansia merupakan keadaan yang
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individu (Efendi, 2009). Adapun masalah
kesehatan ataupun penyakit-penyakit yang sering muncul terjadi pada
lansia akibat dari penurunan fungsi organ tubuh (fisiologis) yaitu
diabetes melitus, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, arthritis, dan
asam urat.
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah yang disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah
(hyperglikemia) yang terjadi akibat adanya kelainan dalam sekresi
insulin maupun keduanya (Smeltzer & Bare, 2008). Diabetes mellitus
terdiri dari beberapa jenis yaitu diabetes mellitus tipe I, diabetes
mellitus tipe II, diabetes mellitus tipe gestasional, dan diabetes mellitus
tipe lainnya. Jenis diabetes mellitus yang paling banyak di derita
adalah diabetes tipe II.
Data dari WHO menunjukkan, bahwa Indonesia menempati
peringkat ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus terbesar di
dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India (PDPERSI, 2015).
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 juga menunjukkan angka
prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia adalah 2,1%. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan sebesar 1,0% apabila dibandingkan
dengan prevalensi tahun 2007 (1,1%) (Riskesdas, 2013). Diabetes
mellitus telah menjadi penyebab dari 4,9 juta kematian warga
Indonesia selama 2014. Hal ini berarti setiap 7 detik, ada penderita
yang meninggal karena diabetes. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan tahun 2011 yang menyebabkan 4,6 juta kematian akibat
diabetes mellitus. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk
perawatan diabetes mellitus telah mecapai 612 miliar USD (IDF, 2011
dalam Trisnawati, 2013). International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta penderita tidak menyadari
bahwa mereka mengidap DM. 80% penderita DM tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah (IDF, 2011 dalam Trisnawati,
2013). Sedangkan data lain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang
tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Kota
Semarang sebesar 14.200 kasus (Profil Kesehatan Semarang, 2014).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi darah perifer yang dapat menyebabkan
berbagai dampak secara fisik maupun psikologis. Dampak fisik yang
terjadi pada diabetesi seringkali disebabkan oleh adanya komplikasi
DM seperti ulkus pada kaki, kelemahan fisik, penurunan sensasi nyeri
pada kaki, penurunan berat badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
stroke, gangren, serta timbulnya penyakit kronis lainnya seperti
penyakit jantung atau gagal ginjal, bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik (Sari, 2012). Dampak fisik inilah yang dapat
mempengaruhi kondisi psikologis penderitanya. Dampak psikologis
pada diabetesi ini antara lain ketidakmampuan menerima keadaan
sakitnya, merasa putus asa, dan tidak berguna (Sukmaningrum, 2005).
Selain itu berdasarkan hasil pengkajian pada klien Ny. S didapatkan
data jika pada awal masuk Panti Wredha klien tidak memiliki nafsu
makan sama sekali, sering mengalami kesemutan, kelemahan fisik dan
penurunan berat badan. Selain itu Ny. S tampak lebih suka menyendiri
dan hanya tidur saja dengan skala depresi klien nilai : 11.
2. Data Yang Perlu Dikaji Lebih Lanjut
Data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah skala depresi klien (The
Geriatric Depresion Scale) setelah klien diberikan terapi musik dan
Brain Gym Therapy. Untuk melihat apakah ada perubahan skala
depresi pada klien sebelum dan sesudah terapi dilakukan.
3. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu

II. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress
berkepanjangan (00069)
2. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi musik lagam jawa dan brain gym diharapkan
tingkat (skala) depresi klien berkurang.
3. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi terapi musik lagam jawa dan brain gym
therapy selama 30 menit, klien mampu :
a. Menjelaskan manfaat dari terapi musik dan brain gym therapy
b. Mempraktikkan brain gym therapy dengan benar
III.Rencana Kegiatan

1. Topik
Terapi musik lagam jawa dan Brain Gym
2. Metode Pelaksanaan
Demonstrasi
3. Sasaran dan target
Sasaran adalah Ny. S (80 Thn)
4. Srategi Pelaksanaan
Hari : Senin, 22 Februari 2016
Waktu : 09.30 WIB-10.00 WIB
Tempat : Ruang Mawar Panti Wredha Harapan Ibu
5. Media dan Alat bantu
a. Kursi
b. Leaflet
6. Setting tempat

Keterangan
: Lansia
: Mahasiswa

7. Susunan Acara

Waktu Kegiatan Perawat Kegiatan Klien


09.30-09.35 Persiapan:
a. Mempersiapkan klien, alat
dan tempat pertemuan
09.05-09.10 Orientasi:
a. Memberi salam terapeutik a. Menjawab salam Perawat
b. Memperkenalkan diri b. Menyebutkan nama
mahasiswa (meminta klien
menyebutkan nama
mahasiswa)
c. Kontrak: c. Memperhatikan penjelasan
 Menjelaskan tujuan dan Perawat
manfaat terapi musik dan
brain gym
 Lama kegiatan selama 15
menit dan klien wajib
mengikuti kegiatan dari
awal hingga akhir.
d. Evaluasi: menanyakan d. Menjawab pertanyaan
perasaan klien saat ini. Perawat
09.10-09.25 Tahap kerja :
a. Mahasiswa memandu brain a. Klien mengikuti gerakan
gym brain gym yang dipimpin
b. Memutar lagu lagam jawa oleh mahasiswa
ketika melakukan brain gym b. Klien tampak menikmati
c. Memberikan reinforcement dan rileks ketika
untuk klien. mendengar musik lagam
jawa
c. Menerima reinforcement
dari mahasiswa
09.25-09.30 Terminasi:
a. Evaluasi menanyakan a. Mengobservasi respon klien
perasaan klien setelah
mengikuti brain gym yang
dipadukan dengan terapi
musik. b. Menjawab pertanyaan
b. Menanyakan kepada klien:
 Tujuan dan manfaat brain
gym yang dipadukan
dengan terapi musik.
 Langkah-langkah gerakan
brain gym. c. Menerima reinforcement
c. Perawat memberikan dari perawat
reinforcement untuk klien d. Mendengarkan dan
d. Menganjurkan klien untuk menerima anjuran dari
mengikuti kegiatan brain gym perawat
yang diapadukan dengan
terapi musik lagam jawa
berikutnya. e. Menyepakati kontrak
e. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya.
brain gym berikutnya yang
akan datang
10.50-10.55 Penutup: Menjawab salam
Mengakhiri kegiatan dan
mengucapkan salam.

8. Pengorganisasian
a. Instruktur: Putri Kumalasari
1) Memimpin jalannya kegiatan Brain Gym yang dipadukan
dengan terapi musik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dan manfaat Brain Gym dan terapi musik
4) Memberikan contoh gerakan Brain Gym
5) Memotivasi klien untuk mempraktikkan Brain gym dengan
benar.
6) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan kegiatan
7) Mendokumentasikan kegiatan
9. Kriteria evaluasi
a. Struktur
1) Menyiapkan pre planning
2) Kontrak waktu dengan klien
3) Perlengkapan dan peralatan sudah siap
b. Proses
1) Klien kooperatif
2) Klien antusias mengikuti kegiatan
3) Klien dapat mengikuti gerakan yang diajarkan oleh mahasiswa
c. Hasil
1) Klien dapat mengikuti kegiatan dengan antusias
2) Klien dapat menyampaikan perasaan saat melakukan kegiatan
3) Klien dapat menjelaskan tujuan dan manfaat Brain gym dan
terapi musik
4) Klien dapat mempraktikkan langkah-langkah gerakan Brain
gym dengan benar.

10. Materi
a. Definisi
Senam latih otak atau Brain gym merupakan kegiatan melatih otak
sehingga otak akan tetap bekerja dan aktif dengan aktifitas fisik
melalui gerakan-gerakan tubuh yang sederhana (Denisson, 2009).
Melalui kegiatan senam latih otak atau brain gym ini maka akan
meningkatkan aliran darah ke otak sehingga akan meningkatkan
persediaan oksigen di otak yang dapat mempertahankan organ agar
tetap sehat (Yanuarita, 2012).
Terapi musik merupakan suatu kegiatan mendengarkan musik
tertentu dengan tempo tertentu yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan pada klien, terutama pada lansia. Musik lagam jawa
merupakan musik dengan tempo lamban atau sekitar 60 beat per
menit yang berfungsi untuk menyeimbangkan gelombang otak agar
fikiran menjadi tenang.hal ini dapat terjadi karena adanya stimulasi
binatural-beat dapat mendorong seseorang untuk kembali kedalam
kesadaran (Salve & Prabowo,2007)
Pada intinya penggabungan antara brain gym yang diiringi dengan
musik lagam jawa ini digunakan untuk memberikan respon
ketenangan pada otak sehingga fikiran menjadi lebig rileks dan
tenang.
b. Manfaat
1) Memperlancar persediaan oksigen ke otak
2) Merelaksasi otak (menghilangkan pikiran-pikiran negatif, iri,
dengki dan lain-lain)
3) Mengurangi kelelahan
4) Melepaskan ketegangan
5) Melepaskan hambatan fokus dari otak (memperbaiki
konsentrasi)
6) Menurunkan tingkat depresi dan kecemasan
7) Memberikan efek ketenangan pikiran
(Salve& Prabowo, 2007)(Prasetya, 2010)
c. Gerakan Brain gym therapy
Terlampir

Daftar Pustaka
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Dennison. 2009. Brain Gym (senam otak) edisi bahasa Indonesia ctk.10. Jakarta :
Grasindo
Junaidi & Zulkhan Noor. 2010. Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Lansia
Melalui Terapi Musik Langgam Jawa. Jurnal Keperawatan Indonesia.
November 2010, Vol : 13 No: 3. 195-201. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Maryam, R.S., et all. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Panglupurethias, Dwi Ayu. 2014. Pengaruh Senam Latih Otak (Brain Gym)
Terhadap Tingkat Depresi Lansia di Posyandu Lansia Aji Yuswa Ngebel
Tamantirto Kasihan Bantul. Naskah publikasi Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diunduh Pada
tanggal 16 Februari 2016.
Prasetya, Anton Surya. 2010. Pengaruh terapi kognitif dan senam latih otak
terhadap tingkat depresi dengan harga diri rendah pada klien lansia di
Panti Tresna Wreda Bakti Yuswa Natar Lampung. Tesis. Jakarta :
Univesitas Indonesia.
RI KK. Hasil Riset Kesehatan Dasar [Internet]. Jakarta; 2013 p. 87. Available
from: www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil Riskesdas 2013.pdf
RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia [Internet].
[cited 2015 Nov 2]. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618
Salve, H. R., & Prabowo, H. 2007. Treatment meta musik untuk menurunkan
stress (Tesis Pasca Sarjana). Jakarta : Universitas Gunadarma
Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 2.Ed.8. Jakarta:
EGC
Yanuarita, Franc. A. 2012. Memaksimalkan senam otak melalui senam otak
(Brain gym). Yogyakarta : Teranova Books

Media Implementasi Brain Gym


POA (Plan Of Action)
Praktik Keperawatan Gerontik

NAMA : Putri Kumalasari


NIM : 22020115210050

Minggu Hari/Tanggal/
Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Kompetensi Keterangan
ke- jam

I Selasa, Mahasiswa mampu


Menemui dan berkordinasi Untuk meminta ijin praktik menjalin
09 Februari dengan pengurus dan dan pengarahan selama komunikasi yang Bertemu dengan
2016 pembimbing Panti Wredha praktik di Panti Wredha baik dan sopan pengurus
Harapan Ibu Harapan Ibu dengan pengurus
08.00 WIB Panti

Bertemu dengan
Mahasiswa mampu
Untuk membina hubungan para lansia
Berkenalan dengan menjalin hubungan
09.00 WIB saling percaya antara penghuni Panti
penghuni panti baik dengan para
mahasiswa dengan lansia Wredha Harapan
lansia
Ibu

Mahasiswa mampu
Untuk mengetahui masalah Melakukan
Melakukan pengkajian melakukan
11.00 WIB kesehatan dan psikososial pengkajian kepada
pada lansia pengkajian lansia
yang dialami lansia lansia
secara holistik

13.30 WIB Membuat POA Untuk menjadwalkan rencana Mengumpulkan Membuat targetan
kegiatan mahasiswa selama tugas dengan yang telah
dipanti disiplin ditetapkan

Rabu, Melakukan kerja bakti Untuk membersihkan seluruh Mahasiswa dan Melakukan kerja
kepada seluruh penghuni ruangan dan halaman panti penghuni panti bakti dengan para
10 panti agar bersih dan nyaman mampu lansia dan pengurus
Februari2016 bekerjasama dalam panti
08.00-14.00 kerja bakti

Membuat rencana asuhan Untuk merencanakan dan Mahasiswa mampu Membuat rencana
keperawatan tindakan untuk mengatasi merencanakan keperawatan
masalah yang dialami lansia tindakan sesuai
dengan masalah
yang dialami lansia
Melakukan implementasi Mengajarkan teknik napas Ny. S. mampu Ny. S melakukan
pada Ny. S (74 tahun) dalam mengurangi terapi napas dalam
ketidaknyamanan secara mandiri
(pusing) secara
mandiri
Mengumpulkan POA pada Mahasiswa membuat laporan Mengumpulkan Jika
dosen pembimbing sesuai buku panduan tugas dengan memungkinkan
disiplin untuk langsung
dikumpulkan
Kamis, Mendampingi lansia Memberikan terapi terkait Mahasiswa dapat Kegiatan siraman
melakukan siraman rohani aspek spiritual agar terjalin membimbing lansia rohani dari depag
11 Februari dari departemen agama kerukunan antar lansia terkait pelaksanaan diikuti hampir
2016 kegiatan spiritual seluruh lansia
08.00 WIB – muslim
14.00 WIB

Melakukan implementasi Melakukan sharing atau cerita Ny. S menceritakan Melakukan


pada Ny. S. mengenai kesehatan dengan kondisi fisik, implementasi
Ny. S psikologis sehingga

Mahasiswa
mengetahui apa
yang harus
diberikan kepada
Ny.S

Jumat, Melakukan senam lansia Untuk memberikan olahraga Mahasiswa dapat Kegiatan
pada lansia membimbing lansia berkelompok
12 Februari dalam kegiatan dipandu seluruh
2016 berkelompok mahasiswa
08.00 WIB –
14.00 WIB

Mengumpulkan seluruh Mahasiswa mendapatkan Mengumpulkan Mahasiswa


laporan BAB 1 – 3, masukan dari pembimbing seluruh laporan mendapatkan
Preplaning, Preplaning akademik BAB 1 – 3, masukan dari
TAK. Preplaning, pembimbing
Preplaning TAK akademik

Sabtu, Melanjutkan implementasi Melibatkan klien dalam Mahasiswa dapat Melakukan


kepada Ny. S kegiatan support grup : mengurangi tingkat implementasi
13 Februari mengaji depresi Ny. S
2016
- Mengevaluasi perasaan
08.00 WIB - - Melakukan teknik sharing
& forgiveness
14.00 WIB

II Senin, Memandu lansia untuk Mengajarkan kepada lansia Dapat dilanjutkan Kegiatan
melakukan latihan cara melatih konsentrasi ketika mahasiswa berkelompok
15 Februari konsentrasi tidak ada dipandu
2016 08.00 – Mengisi waktu luang lansia sepenuhnya oleh
12.00 mahasiswa

Melakukan TAK: terapi Mengajarkan kepada lansia Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
bermain musik dipadukan untuk berlatih fokus dan membimbing lansia oleh mahasiswa
dengan senam dan tebak bersosialisasi dengan dalam kegiatan
gerakan penghuni panti yang lain berkelompok

Melakukan TAK: terapi Mengurangi depresi pada Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
bermain musik dipadukan lansia melakukan TAK sepenuhnya oleh
dengan senam dan tebak sesuai dengan pre mahasiswa
gerakan palanning yang
telah disusun

Melakukan implementasi -
Melakukan terapi senam - Klien menjadi Melakukan
pada Ny. S kaki diabetes mellitus, terapi lebih tenang implementasi
relaksasi - Tingkat depresi
- Mengenalkan klien kepada klien berkurang
seseorang yang mempunyai - Ny. S
latar belakang pengalaman mengetahui
yang sama tentang
- Monitor TTV penyakitnya dan
- Monitor nutrisi dan sumber cara
energi mengatasinya
- TTV dalam
rentang normal
Selasa, Memandu lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegiatan
kegiatan pengajian dan do’a dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
16 Februari bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipandu mahasiswa
2016 08.00 – berkelompok
14.00
Melakukan TAK: terapi Untuk mengurangi depresi Mahasiswa mampu Kegiatan
bermain musik dipadukan pada lansia melakukan TAK berkelompok
dengan senam dan tebak sesuai dengan pre dipandu mahasiswa
gerakan palanning yang
telah disusun
Melakukan implementasi - Memberikan pendkes -
Nafsu makan Melakukan
kepada Ny. S. tentang diit DM bertambah implementasi
- Menganjurkan intake - Makan sesuai
makanan dengan diit
- Melakukan rekreasi - Klien tidak
sederhana merasa kesepian
- Melakukan brain gym - Tingkat depresi
menurun
Rabu, Melakukan TAK: terapi Untuk mengurangi depresi Mahasiswa mampu Kegiatan
bermain musik dipadukan pada lansia melakukan TAK berkelompok
17 Februari dengan senam dan tebak sesuai dengan pre dipandu mahasiswa
2016 08.00 – gerakan palanning yang
14.00 telah disusun.
Melakukan implementasi - Memberikan ROM aktif - Kekuatan otot Melakukan
kepada Ny. S - Bantu klien mobilisasi tidak berkurang implementasi
- Melaksanakan senam kaki - GDS terkontrol
dm - Klien tidak
- Monitor nutrisi mengalami
tanda-tanda
hiperglikemi
Kamis, Melakukan TAK: Untuk melatih kecepatan Mahasiswa mampu Kegiatan dipandu
terapi bermain musik berpikir lansia membimbing lansia mahasiswa
18 Februari dipadukan dengan senam dan dalam kegiatan
2016 08.00- tebak gerakan berkelompok
14.00

Memandu lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegitan


kegiatan pengajian dan do’a dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipandu oleh
berkelompok anggota kelompok

Jumat, Melakukan senam lansia Mengajarkan lansia untuk Dapat dilanjutkan Mengumpulkan
latihan gerak ketika mahasiswa dalam bentuk
19 Februari tidak ada hardfile
2016 08.00 - Mengisi waktu luang lansia

14.00

Mengumpulkan laporan Mahasiswa membuat laporan Mahasiswa berlatih


hasil praktik Individu tepat waktu untuk disiplin
(BAB 4-5), Preplanning,

Sabtu, Memandu lansia dalam Meningkatkan kebersihan Mahasiswa dapat Kegiatan dipimpin
kegiatan bersih-bersih panti panti membimbing lansia oleh mahasiswa
20 Januari dalam kegiatan
2016 08.00 – Mengajak lansia untuk berkelompok
14.00 berkegiatan jika mampu

Melakukan implementasi
kepada Ny. S

III Senin, Memandu lansia untuk Mengajarkan lansia untuk Dapat dilanjutkan Kegiatan
melakukan senam lansia latihan gerak ketika mahasiswa berkelompok
22 Februari tidak ada dipandu mahasiswa
2016 08.00 – Mengisi waktu luang lansia
12.00

Melakukan implementasi Memberikan pendidikan Lansia mengetahui Melakukan


(supervisi individu dan kesehatan tentang diit dm tentang diit dm implementasi
kelompok) yang tepat untuk klien yang tepat baginya

Selasa, Membimbing lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegiatan
melakukan kegiatan dzikir dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
23 Februari bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipimpin oleh
2016 08.00 – berkelompok mahasiswa
14.00

Rabu, Memandu lansia dalam Meningkatkan kebersihan Mahasiswa dapat Kegiatan dipimpin
kegiatan bersih-bersih panti panti membimbing lansia oleh mahasiswa
24 Februari dalam kegiatan
2016 08.00 – Mengajak lansia untuk berkelompok
berkegiatan jika mampu
14.00

Melakukan kegiatan karaoke Menghibur lansia Mahasiswa dapat Kegiatan dipandu


bersama lansia melakukan sepenuhnya oleh
Mengisi waktu luang pendekatan lebih lansia
mendalam dengan
lansia

Kamis, Melakukan terapi senam Untuk mencegah rematik d an Rasa nyeri pada Melakukan
rematik mengurangi rasa nyeri bagi klien berkurang implementasi
25 Februari penderita rematik
2016 08.00-
14.00

Memandu lansia dalam Untuk membimbing lansia Mahasiswa dapat Kegitan


kegiatan pengajian dan do’a dalam mendekatkan diri membimbing lansia berkelompok
bersama kepada Tuhan dalam kegiatan dipandu oleh
berkelompok anggota kelompok

Jumat, Perpisahan dengan Panti Menjaga komunikasi dengan Mendapat Perpisahan dengan
Wreda Harapan Ibu lansia dan pembimbing klinik kepercayaan meski seluruh penghuni
26 Februari sudah tidak praktik panti
2016 08.00 -
14.00

Anda mungkin juga menyukai