Oleh:
Putri Apriyati
22020116210030
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul:
Telah disetujui sebagai usulan Miniriset dan dinyatakan telah memenuhi syarat
untuk di review
Pembimbing,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, karya tulis yang berjudul “Pengaruh penerapan Pendampingan
Keluarga Terhadap Kemandirian Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Padangsari Semarang” ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Santoso, S.Kp.,
M.Kep. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan
bimbingan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang terkait
dalam memberi semangat untuk menyelesaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis
ini memberikan manfaat dan menambah pengetahuan dalam dunia kesehatan serta
dapat menjadi pembuka pikiran dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan
terutama menyangkut program-program pemerintah dalam meningkatkan mutu
kesehatan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Penulis
0
ABSTRAK
1
ABSTRACT
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dengan
karakteristik kadar glukosa di atas normal akibat kekurangan insulin,
baik secara absolut maupun relatif (Kemenkes RI, 2013). Diabetes
melitus dapat menimbulkan beberapa komplikasi merusak fungsi jantung,
pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Kerusakan saraf dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes melitus (Diabetisi) menyebabkan
masalah ulkus kaki (Diabetic Foot Ulcer/ DFU), infeksi, dan tindakan
amputasi (WHO, 2015).
Menurut perkiraan WHO, jumlah orang yang terdiagnosa Diabetes
melitus didunia akan menjadi 366 juta pada tahun 2030. Di Indonesia, pada
tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta orang (Departemen Kesehatan
RI, 2009). Selanjutnya Depkes RI (2010) melaporkan bahwa di Indonesia saat
ini jumlah orang yang terdiagnosa Diabetes Melitus sebanyak 8,4 juta jiwa
dan menempati urutan terbesar keempat di dunia setelah India, China dan
Amerika. Diabetes Melitus juga merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia (Depkes RI, 2010).
Peningkatan prevalensi penyakit DM ini dipengaruhi pola hidup, pola
makan, faktor lingkungan kerja, olahraga, dan faktor stress. Diabetes Melitus
tipe 2 (DM tipe 2) merupakan kelainan metabolisme glukosa yang terjadi
ketika tubuh mengalami resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif (ADA,
2010). Oleh karena penyakit ini merupakan penyakit kronik, maka penderita
memerlukan pengobatan dan perawatan diri secara mandiri secara
berkelanjutan seumur hidupnya. Menurut PERKENI (2011) pengelolaan
diabetes secara mandiri memerlukan 4 pilar, yaitu pengobatan, latihan
jasmani, edukasi dan perencanaan diet yang tepat.
3
Program 4 pilar ini berdasarkan pada penyakit kronik sehingga
diperlukan pengelolaan yang terus menerus agar tidak berdampak pada
psikologis yang berakibat pada penurunan kualitas hidup pasien (Hasanat &
Ningrum, 2010). Kualitas hidup merupakan persepsi seseorang tentang
kondisi kesehatannya yang mempengaruhi kesehatan secara umum dalam
pelaksanaan peran dan fungsi fisik serta keadaan tubuh (Raudatussalamah &
Fitri, 2012). Penurunan kualitas hidup pada pasien DM akibat penyakit kronik
dan sifat penyakit yang kronik sehingga dapat berdampak pada pengobatan
dan terapi yang sedang dijalani (Rahmat, 2010). Kualitas hidup pasien DM
dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu faktor demografi yang
terdiri dari usia dan status pernikahan, kemudian faktor medis yang meliputi
dari lama menderita dan komplikasi yang dialami dan faktor psikologis yang
terdiri dari kecemasan (Raudatussalamah & Fitri, 2012).
Tindakan keperawatan yang diberikan untuk meningkatkan kualitas
hidup yaitu dengan pendampingan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam
edukasi terkait diabetes melitus diharapkan akan muncul kesinambungan dari
perilaku pasien dalam melakukan penatalaksanaan diabetes melitus, karena
anggota keluarga dapat menjadi pengingat dan pendukung (Rinda, 2016).
Edukasi penatalaksanaan DM melibatkan keluarga juga sangat penting bagi
anggota keluarga yang lainnya, mengingat DM merupakan penyakit herediter
yang beresiko bagi anggota keluarga yang lainnya. Hal ini sesuai pula dengan
teori Friedman (2010), yang mana dikatakan keluarga merupakan konteks
bagi klien.
Dampak masalah psikososial sangat besar pengaruhnya terhadap
kepatuhan pengobatan pasien DM. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan
yang menyeluruh untuk mengelola pasien dengan DM. Konsep tersebut
dapat diambil dari Lorig (2003) dengan program self mangement yang
bertujuan untuk meningkatkan individu dan keluarga agar mampu
memanajemen gejala, perawatan dan perubahan pola hidup, dampak
psikologi, budaya dan spiritual dalam kondisi kesehatan khususnya
dalam kondisi penyakit kronik. Model self management dapat dimodifikasi
4
pada program SOWAN dalam bentuk kemandirian pasien melalui
peningkatan kesadaran diri yang menggabungkan antara rasa sakit, perasaan
dan pikiran secara komprehensif yang dilihat dari kemampuan pasien
untuk sehat secara mandiri baik fisik, psikologi, sosial dan spiritual
(Dwidiyanti, 2014).
Keefektifan pendampingan keluarga bertujuan menjadi sarana untuk
meningkatkan kemandirian pasien DM sehingga penderita bisa menerima
kondisinya dengan penerimaan yang adaptif. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah kerja puskesmas Padangsari
Semarang pada tanggal 5 Juli 2017 ditentukan 2 pasien dengan penyakit
diabetes melitus tipe 2 dan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
meneliti mengenai keefektifan pendampingan keluarga pada kemandirian
pasien diabetes melitus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah pada
karya tulis ilmiah ini adalah bagaimana efektivitas penerapan pendampingan
keluarga terhadap kemandirian pasien diabetes melitus di wilayah kerja
puskesmas Padangsari Semarang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan holistik berdasarkan evidence based nursing pada
klien dengan diabetes melitus.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengaruh penerapan pendampingan keluarga terhadap
kemandirian pasien diabetes melitus diwilayah kerja puskesmas
Padangsari Semarang
5
D. Manfaat
1. Bagi Keluarga Pasien
Menambah kemandirian pasien diabetes melitus agar sehat secara
holistik
2. Bagi Mahasiswa
a. Menambah ilmu pengetahuan tentang penerapan pendampingan
keluarga
b. Mampu memberikan pendampingan keluarga terhadap sehat
mandiri pasien diabetes melitus
3. Bagi Profesi Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan gambaran bagi perawat tentang
penerapan pendampingan keluarga terhadap kemandirian pasien diabetes
melitus.
4. Bagi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
pelayanan kesehatan terutama PUSKESMAS untuk menerapkan
kemandirian pasien diabets melitus
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes mellitus ditandai oleh hiperglikemia, aterosklerotik,
mikroangiopti dan neuropati (Price dan Wilson, 2006). Sedangkan
menurut Lemone dan Burke (2008), DM merupakan sekelompok penyakit
yang dikarakteristikan oleh hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.
2. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Pengelolaan pada penderita diabetes melitus terdiri atas lima pilar
utama mencakup (PERKENI, 2011) :
a. Terapi gizi atau diit
Keberhasilan dari pengendalian pengobatan DM tergantung pada
tingkat kepatuhan penderita terhadap regimen terapi yang telah
ditentukan. Tujuan dari terapi gizi adalah untuk memperbaiki
kebiasaan makan dan mendapatkan kontrol metabolik yang
diinginkan. Selain itu pengaturan diet juga bertujuan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai
kadar serum lipid yang optimal dan menangani komplikasi akut serta
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal
(Sukardji, 2009).
b. Aktivitas fisik dan latihan jasmani
Aktivitas fisik melibatkan kelompok besar otot-otot utamanya
yang mempengaruhi peningkatan pengambilan oksigen sehingga
terjadi peningkatan laju metabolik pada otot yang aktif. Proses
metabolisme yang berlangsung dapat menimbulkan panas dan
7
sebagian besar akan terbuang melalui keringat. Individu yang
melakukan kegiatan fisik, dapat dihasilkan sebanyak 2 liter/jam
(Yunir dan Soebardi, 2006).
Frekuensi latihan jasmani yang dianjurkan pada pasien diabetes
mellitus adalah dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam 1 minggu,
dengan intensitas ringan dan sedang (60-70% max HR). Dan lama
latihan fisik yang baik adalah 30-60 menit. Adapun jenis latihan fisik
yang bermanfaat seperti latihan jasmani endurans (aerobic) untuk
meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging,
bersepeda dan senam. Pada penderita diabetes biasanya disarankan
untuk melakukan senam diabetes.
c. Program edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi ada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan baik. Pemberdayaan penyandang DM
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan ketrampilan bagi pasien DM guna menunjang peubahan perilaku,
meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya, sehingga
tercapai kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan
peningkatan kualitas hidup (Soegondo, 2009).
d. Kontrol gula darah
Pemerikasaan kadar gula darah yang dilakukan dilaboraturium
dengan metode oksidasi glukosa memberikan hasil yang lebih akurat.
Pada umumnya penderita diabetes disarankan untuk kontrol gula
darah 1 bulan sekali. Pemerintah telah menerapkan Prolanis yang
dilaksanakan setiap bulan di setiap puskesmas.
e. Terapi farmakologis
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan
pengaturan diet dan aktivitas fisik, pasien DM akan diberikan obat
penurun gula darah. Obat-obatan tersebut harus dikonsumsi secara
teratur, sesuai anjuran dokter. Selain itu, obat-obatan tersebut juga
8
harus diminum seimbang dengan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Obat-obatan ini akan selalu diperlukan oleh pasien DM untuk
mengontrol kadar gula dalam darah.
B. Pendampingan Keluarga
Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada
kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau
kondisi yang memerlukan pengobatan khusus dan terjadi dalam beberapa bulan
(Schloman, et dalam Potts, 2007).
Sementara menurut WHO, 2006 diabetes melitus didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya selsel tubuh terhadap insulin.Diabetes
mellitus terjadi karena ketidakmampuan tubuh mengubah makanan menjadi
energi (Aurora, 2009).
Mengingat diabetes melitus adalah penyakit selama hidup, maka
pengawasan dan pemantauan dalam penatalaksanaan diabetes melitus pada
setiap saat menjadi penting. Oleh karena itu, maka penatalaksanaan penderita
diabetes melitus tidak dapat sepenuhnya diletakkan pada pundak dokter dan
klinis saja. Dalam hal ini peran penderita diabetes melitus dan keluarganya
sangat diperlukan khususnya dalam pengontrolan kadar gula darah pada
penderita diabetes melitus ke dalam situasi sehat atau paling tidak mendekati
normal (Waspadji, 2009).
Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan mengontrol
kadar gula darah adalah dengan kombinasi antara pengaturan diit, olah raga,
obat anti diabetik, penilaian kontrol dan pendidikan. Keberhasilan
penatalaksanaan diabetes melitus juga ditentukan oleh peranan aktif dari
penderita diabetes melitus sendiri, keluarganya dan masyarakatnya dalam
9
pengontrolan kadar gula darah, pencegahan komplikasi akut maupun kronik
(Asdie, 2000). Pendampingan adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk
memaksimalkan kinerjanya. Pendampingan lebih kepada membantu untuk
belajar daripada mengajarinya. Sedangkan menurut Grant (Wilson, 2011)
pendampingan adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi,
berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana pendampingan pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pengembangan pribadi.
American Diabetes Association, 2006 mengatakan bahwa perencanaan
pengelolaan diabetes harus dibicarakan sebagai teraupetik antara pasien dan
keluarganya. Pasien harus menerima perawatan medis secara terkoordinasi dan
integrasi dari Tim kesehatan, sehingga keluarga menyadari pentingnya
keikutsertaan dalam perawatan penderitadiabetes melitus agar kadar gula darah
penderita dapat terkontrol dengan baik.
Meiner (2011) menyatakan bahwa sehat dan sakit dipengaruhi oleh
budaya, keluarga, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pengaruh keluarga
terhadap sehat dan sakit berkaitan dengan peran dan fungsi keluarga. Keluarga
memainkan peran yang sangat signifikan terhadap kehidupan keluarga yang
lain terutama status sehat sakit. Peran keluarga terdiri dari peran formal dan
peran informal. Dalam peran informal keluarga terdapat peran merawat
keluarga dan peran memotivasi/ pendorong keluarga (Friedman, 2010).
Keluarga diharapkan dapat menjadi mitra kerja yang tepat guna untuk
penderita diabetes. Sehingga lansia lebih mandiri dalam meningkatkan
kesehatannya. Petugas kesehatan perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu
melaksanakan tugas tersebut dengan baik agar dapat memberikan bantuan atau
pembinaan terhadap keluarga tersebut. Sehingga tercipta kemandirian keluarga
dalam program perawatan kesehatan (Efensi, F& Makhfudli, 2009).
Keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam membantu
seseorang yang menghadapi suatu masalah. Dukungan keluarga terhadap
kehidupan lanjut usia dapat memberikan semangat hidup kepada lanjut usia.
Keluarga juga merupakan sumber utama terpenuhinya kebutuhan emosional,
karena semakin besar dukungan emosional dalam keluarga semakin
10
menimbulkan rasa senang dan bahagia dalam keluarga (Suardiman, 2010).
Maka dari itu apa-apa yang disampaikan oleh pendamping kepada keluarga
tentang berbagai masalah yang dihadapi lanjut usia khususnya mendapat
perhatian dari anggota keluarga dan dapat dituntaskan secara baik-baik.
C. Sehat Mandiri
Sehat madniri menurut Dwidiyanti (2014), telah dilakukan pada program
SOWAN. Arti SOWAN berasal dari bahasa jawa yang berarti ‘berkunjung’
dan dalam bahasa Inggris adalah Supporting, Observation, Well-being,
Action, and Nursing. Program ini dikembangkan oleh Dr. Meidiana
Dwidiyanti, S.Kp., M.Sc., dosen di Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Spesialis
Keperawatan Jiwa yang berfokus di pengembangan keperawatan holistik.
Berikut ini adalah poin-poin dalam framework SOWAN meliputi:
1. Supporting
Di dalam konsep ini, perawat memberikan support (dukungan) untuk
memerhatikan faktor-faktor yang menyebabkan pasien tidak mampu
merawat dirinya sendiri.
2. Observation
Perawat memperhatikan tujuan dari pasien dan apa yang menjadi
fokus perhatian pasien dalam mencapai target sehat mandiri.
Monitoring pada pasien sesuai dengan target yang disepakati dengan pasien
yaitu kebiasaan minum obat secara teratur, kebutuhan makanan pasien
terpenuhi, kebutuhan tidur terpenuhi, dapat melakukan aktivitas, mengatasi
keluhan fisik dengan tenang, mengontrol emosi, mengontrol diri,
menerima diri sendiri, berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta
berperan dalam kegiatan sosial.
3. Well Being
Ada tiga hal yang dimandirikan, yaitu mengelola pengobatan,
mengendalikan emosi, dan kemampuan hidup normal. Kemampuan pasien
tersebut berdampak pada kepuasan pasien yang berobat. Pasien disini bisa
11
memahami bahwa bukan hanya dengan minum obat secara teratur
tetapi juga mengetahui cara mengatasi masalah pada dirinya sendiri
untuk kemudian diambil manfaatnya oleh pasien sendiri. Dengan
adanya kartu sehat mandiri, dapat mempermudah perawat serta
memberikan kepuasan perawat dalam melihat atau monitoring keadaan
pasien secara holistik.
4. Action
Bentuk pelayanan yang diberikan perawat digambarkan dengan
terjalinnya hubungan antara pasien dan perawat. Pasien membutuhkan
pelayanan keperawatan holistik sehingga program yang ada dapat saling
memberikan kemanfaatan dari keduanya. Perawat akan membuat kontrak
dengan pasien dan menjelaskan tujuan tentang apa yang akan dilakukan
bersama dengan pasien. Bentuk pelayanan ini didukung dengan adanya
kartu pengkajian kemandirian pasien. Perawat menggunakan rumus “pasien
sakit dan menerima dengan ikhlas, pasien menjadi lebih tenang”.
5. Nursing
Caring, tujuan yang jelas dan mengetahui cara menolong membuat
perawat mampu menggunakan waktu bersama pasien dengan manfaat
yang jelas. Menurut Germet (2009, dalam Dwidiyanti, 2014), pencapaian
target kemandirian pasien diperlukan perhatian dari perawat untuk
memonitor tujuan pasien dan fokus perhatian. Monitoring kemandirian
pasien oleh perawat dalam program ini dengan menggunakan kartu sehat
mandiri. Kartu sehat mandiri akan menggambarkan tingkat kemandirian
dan kebutuhan serta target self care yang telah disepakati oleh perawat
(McGlynnEA, 2003 dalam Dwidiyanti, 2014). Penerapan kartu sehat
mandiri ini memberikan dampak penurunan stress dalam memberikan
pelayanan pada pasien. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari
perawat dalam penelitian Dwidiyanti (2014) yang menyatakan bahwa
“Selama ini apa yang saya hasil kan dalam merawat pasien tidak
jelas dan ini membuat saya stres, dengan kartu sehat mandiri terlihat
dengan jelas hasil pelayanan yang di berikan kepada pasien”.
12
Kemandirian pasien atau perawatan diri adalah tindakan atau aktifitas
dimana individu memulai dan membentuk dirinya dalam hal pemeliharaan
hidup, kesehatan dan kesejahteraannya. Salah satu keluaran dalam pelayanan
kesehatan adalah kemandirian pasien.
Orem mengidentifikasi lima metode untuk memberikan bantuan
keperawatan kepada klien yang meliputi: acting/doing for another, guiding,
supporting, providing developmental environment dan teaching (Orem, 2001).
Acting/doing for another artinya memberikan pelayanan langsung dalam
bentuk tindakan keperawatan. Guiding artinya memberikan arahan dan
memfasilitasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Supporting artinya memberikan dorongan secara fisik dan psikologik agar
klien dapat mengembangkan potensinya sehingga dapat melakukan perawatan
secara mandiri. Providing developmental environment artinya memberikan dan
mempertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi klien untuk
meningkatkan kemandirian dalam perawatannya. Teaching yaitu mengajarkan
klien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan agar klien dapat melakukan
perawatan dirinya secara mandiri.
Menurut Orem (2001) beberapa faktor atau kondisi yang
mempengaruhi kegagalan pencapainya kemandirian pasien adalah :
a. Tujuan yang tidak mungkin tercapai
b. Tugas yang dibuat tidak sama dengan apa yang maksud pasien.
c. Terlalu banyak keingingan yang membuat pasien tidak fokus.
d. Kemandirian pasien harus memperhatikan sumber-sumber yang tersedia.
e. Banyaknya tujuan dan perhatian membuat pasien tidak mampu bertanya karena
kurangnya pengetahuan atau situasi.
f. Tidak adanya pengetahuan yang membuat salah keputusan.
g. Pasien tertekan untuk membuat keputusan.
h. Lingkungan yang mendukung untuk pasien mampu refleksi dan konsultasi
untuk meningkatkan kemandirian pasien.
BAB III
13
METODE
A. Kerangka Konsep
Faktor lain:
Budaya jawa
Ekonomi
Dukungan
keluarga
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
B. Desain
Desain karya tulis ilmiah ini menggunakan evidence based practice,
yang merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik perawatan
kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta.
D. Subyek
Subyek karya tulis ilmiah ini adalah subyek yang dituju untuk diteliti
oleh peneliti atau subyek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti.
Subyek dalam penelitian ini adalah Ny.Ra dan Ny. Ru dengan diagnosa medis
diabetes melitus di puskesmas Padangsari.
E. Alat dan Metode Pelaksanaan
14
1. Alat
Instrumen yang digunakan pada studi kasus ini adalah kuesioner
pengkajian tingkat kemandirian pasien. Instrumen ini pada awalnya dibuat
oleh Dwidiyanti (2014) dalam bentuk pertanyaan yang lebih sederhana.
Tema intervensi dibagi menjadi tiga tema yaitu kemandirian dalam
program pengobatan, kemandirian mengontrol emosi, dan kemandirian
kehidupan sehari-hari. Namun, intervensi yang dilakukan penulis kali ini
fokus pada kemandirian kehidupan sehari-hari. Tingkat kemandirian
dinilai menggunakan instrumen ini dengan skor 1-48 yang menunjukkan
“Masih tergantung”, skor 49-64 menunjukkan “Masih tergantung” dan
skor 65-80 “Mandiri”. Kesimpulannya berdasarkan nilai rata-rata dari
keseluruhan.
2. Prosedur pelaksanaan penelitian
a. Melakukan pengkajian masalah pasien sebelum diberikan
pendampingan keluarga
b. Melaksanakan program SOWAN:
1). Supporting: dalam konsep ini adalah perawat melakukan support
untuk memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan pasien tidak
mampu merawat dirinya sendiri.
2). Observation: Kemampuan minum obat termasuk dukungan dari
PMO, kemampuan mengontrol emosi, kemampuan mengatur
jadwal kegiatan harian, mengambil obat, dan target sehat mandiri.
3). Well-being: yaitu hasil yang di capai dalam pelayanan
keperawatan jelas seperti pada pasien DM dalam pengobatan
intensif yaitu pasien mempunyai kemandirian fisik. Perawat
memperhatikan hasil pelayanan keperawatan yang menyeluruh
sehingga perawat dan pasien mempunyai tujuan bersama dalam
mencapai target sehat mandiri.
4) Actions: Perawat menggunakan rumus pasien sakit dan menerima
dengan ikhlas pasien menjadi lebih tenang.
15
5). Nursing: Caring, tujuan yang jelas dan mengetahui cara menolong
membuat perawat mampu bisa menggunakan waktu bersama pasien
dengan manfaat yang jelas.
c. Melakukan evaluasi kemandirian pasien setelah diberikan
pendampingan keluarga
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Sebelum dilakukan pendampingan keluarga, responden dikaji mengenai
kemandirian menggunakan kuesioner Sehat Mandiri. Setelah dilakukan
pendampingan keluarga selama 4 hari setelah itu responden dikaji kembali
mengenai sehat mandirinya menggunakan kuesioner yang sama. Berikut
gambaran kemandirian responden setelah dilakukan pendampingan keluarga.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Di Puskesmas Padangsari (n=2)
17
1. Sehat Mandiri pada Ny. R
Grafik 4.1
Kemandirian pada Penderita Diabetes (Ny.Ra) di Wilayah Kerja
Puskesmas Padangsari Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pendampingan
Keluarga
18
2. Sehat Mandiri pada Ny. Ru
Grafik 4.2
Kemandirian pada Penderita Diabetes (Ny.Ru) di Wilayah Kerja
Puskesmas Padangsari Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pendampingan
Keluarga
B. Pembahasan
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan kumpulan
gejala klinis yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah atau
hiperglikemik akibat penurunan sekresi insulin dan kerja insulin di
pankreas (Price dan Wilson, 2006). Penyakit diabetes melitus merupakan
penyakit kronis dan respon terhadap pengobatan menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi individu untuk tetap memilih melanjutkan
19
pengobatannya atau menghentikan pengobatannya sehingga akan
berpengaruh terhadap kualitas hidup atau self management yang dirasakan.
20
intervensi setelah 4 hari skor rata-rata kemandirian Ny. Ra menjadi 64. Dari
hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan terhadap
kemandirian klien setelah diberikan pendampingan keluarga.
Kasus kelolaan kedua, Ny. Ru (66 tahun) yang juga warga di wilayah
kerja Puskesmas Padangsari mengatakan memiliki keluhan sering pusing,
kesemutan pada tangan dan kaki serta leher bagian belakang terasa pegal. TD:
120/90 mmHg, HR: 82 x/menit, RR : 20 x/menit, GDS 172 mg/dl. Saat
pengkajian dilakukan klien mengatakan sudah mendapatkan terapi per oral
dan melakukan diit rendah gula. Klien mengatakan sudah 3 tahun memiliki
penyakit diabetes, dan rutin mengikuti prolanis. Riwayat keluarga Ny. Ru ada
yang mempunyai penyakit gula seperti dirinya yaitu ibu dan ayahnya. Ny. Ru
mengatakan manajemen diabetes yang telah klien lakukan yaitu minum obat,
apabila badan tidak enak dan kepala pusing dirinya segera periksa,
mengurangi makanan yang mengandung banyak gula. Hasil pengkajian
pengetahuan tentang diabetes (definisi, tanda gejala, penyebab dan
komplikasi) baik, sedangkan pengetahuan manajemen diabetes yang meliputi
aktivitas fisik untuk mengontrol kadar gula darah dan pengaturan pola makan
kurang baik. Klien tidak pernah berolahraga meskipun hanya berjalan kaki
disekitar lingkungannya dan masih sering makan sembarangan karena dirinya
memiliki usaha catering. Klien mengatakan terkadang merasa kelelahan
karena memasak pesanan. Suami klien sudah meninggal, anak klien sudah
berkeluarga dan tinggal di rumah masing-masing, saat ini klien tinggal
bersama dengan kedua cucunya .
Intervensi yang dilakukan adalah mengajarkan cucu klien untuk
memotivasi klien melakukan olahraga, dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pendampingan terhadap keluarga agar dapat menjadi
pendamping kesehatan bagi klien, dan mengajarkan senam kaki diabetes.
Keluarga Ny. Ru diberikan materi dan pengetahuan mengenai diabetes
melitus serta penatalaksanaan diabetes melitus selama 4 hari. Sebelum
dilakukan pendampingan keluarga pada keluarga Ny.Ru skor rata-rata
kemandirian Ny. Ru yaitu 65 yang termasuk dalam kategori mandiri. Setelah
21
dilakukan intervensi pendampingan keluarga skor rata-rata kualitas hidup Ny.
R meningkat menjadi 67.
Hasil penelitian dari kedua pasien menunjukkan pendampingan
keluarga yang dilakukan selama 4 hari dapat meningkatkan sehat mandiri
pada klien. Peningkatan skor sehat mandiri tersebut menunjukkan adanya
pengaruh penerapan pendampingan keluarga terhadap sehat mandiri pasien
DM.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Istikharoh, dkk (2015) yang
menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna dari pendampingan keluarga
terhadap kemandirian pasien diabetes melitus. Dengan adanya pendampingan
pada keluarga mengenai lima pilar penatalaksanaan diabetes melitus yaitu
diet, latihan jasmani, pemantauan, terapi dan pendidikan kesehatan yang
diberikan keluarga secara berkelanjutan berdampak pada terkontrolnya pola
hidup sehat penderita diabetes melitus (Istikharoh, dkk 2015).
Hasil penelitian lain dari Honesty, dkk tahun 2013 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran keluarga dengan kadar
gula darah pada pasien diabetes melitus (p<0,05). Oleh karena itu, diharapkan
keluarga meningkatkan keikutsertaan dalam merawat dan memotivasi pasien
diabetes melitus dalam mengendalikan kadar gula darah supaya kadar gula
darah penderita dalam keadaan terkendali (Honesty,dkk 2013).
American Diabetes Association, 2006 mengatakan bahwa perencanaan
pengelolaan diabetes harus dibicarakan sebagai teraupetik antara pasien dan
keluarganya. Pasien harus menerima perawatan medis secara terkoordinasi
dan integrasi dari Tim kesehatan, sehingga keluarga menyadari pentingnya
keikutsertaan dalam perawatan penderitadiabetes melitus agar kadar gula
darah penderita dapat terkontrol dengan baik.
Meiner (2011) menyatakan bahwa sehat dan sakit dipengaruhi oleh
budaya, keluarga, sosial ekonomi dan lingkungan. Pengaruh keluarga
terhadap sehat dan sakit berkaitan dengan peran dan fungsi keluarga.
Keluarga memainkan peran yang sangat signifikan terhadap kehidupan
keluarga yang lain terutama status sehat sakit. Peran keluarga terdiri dari
22
peran formal dan peran informal. Dalam peran informal keluarga terdapat
peran merawat keluarga dan peran memotivasi/ pendorong keluarga
(Friedman, 2010). Dimana merupakan tugas setiap anggota keluarga merawat
anggota keluarga lain yang sakit sebagai fungsi pokok keluarga secara asuh
yaitu memenuhi kebutuhan.
Dukungan keluarga terhadap kehidupan lanjut usia dapat memberikan
semangat hidup kepada lanjut usia. Keluarga juga merupakan sumber utama
terpenuhinya kebutuhan emosional, karena semakin besar dukungan
emosional dalam keluarga semakin menimbulkan rasa senang dan bahagia
dalam keluarga (Suardiman, 2010). Maka dari itu apa-apa yang disampaikan
oleh pendamping kepada keluarga tentang berbagai masalah yang dihadapi
lanjut usia khususnya mendapat perhatian dari anggota keluarga dan dapat
dituntaskan secara baik-baik.
Kedua responden mengalami peningkatan kemandirian yang berbeda.
Salah satunya berdasarkan jenis pekerjaan yang berbeda pada responden
diatas, menurut teori Potter & Perry (2010) bahwa aktivitas dan pekerjaan
serta kondisi lansia akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi mereka. Lansia
yang kurang aktif membutuhkan asupan kalori yang lebih sedikit
dibandingkan dengan lansia yang aktif. Meskipun ada pedoman kebutuhan
kalori namun tidak semua lansia patuh pada program diet.
Pada kuesioner sehat mandiri terdapat 3 domain yaitu kemandirian
dalam program pengobatan, kemandirian mengontrol emosi, dan kemandirian
kehidupan sehari-hari. Kedua pasien mengalami peningkatan pada
kemandirian kehidupan sehari-hari. Tetapi domain kehidupan sehari-sheari
dibagi lagi menjadi 6 domain yaitu makan, minum obat, tidur, mengatasi
gejala fisik, latihan ringan atau olahraga dan latihan minum obat. Pada kasus
Ny. Ra setelah diberikan pendampingan terhadap keluarga yang mengalami
peningkatan yaitu pada domain makan, minum obat, tidur, mengatasi gejala
fisik, dan latihan ringan atau olahraga. Hal ini dikarenakan selama
pelaksanaan pendampingan keluarga Ny. Ra diajarkan untuk melakukan nafas
dalam, cara minum obat dengan ikhlas, dan relaksasi sebelum tidur dan
23
berolahraga ringan seperti senam diabetes. Oleh sebab itu, keluhan-keluhan
pusing, sulit tidur dan kesemutan maupun pegal-pegal sedikit berkurang.
Kemudian, Ny. Ra juga mengalami peningkatan hal ini dipengaruhi oleh
peran keluarga terhadap kesehatan Ny. Ra. Keluarga lebih memperhatikan,
mendukung dan mengingatkan segala sesuatu yang penting untuk kesehatan
Ny. Ra
Pada kasus Ny. Ru setelah diberikan pendampingan terhadap keluarga
yang mengalami peningkatan yaitu pada domain latihan ringan atau olahraga.
Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan selama
pendampingan seperti melakukan senam diabetes, pendidikan kesehatan
mengenai diabetes, serta tidak lepas dari peran serta keluarga Ny. Ru yang
tinggal hanya bersama kedua cucunya tetapi anak yang jauh Ny.Ru selalu
diberikan dukungan melalui alat komunikasi elektronik.
24
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sehat mandiri kedua pasien diabetes melitus mengalami peningkatan
setelah dilakukan pendampingan keluarga. Pada kasus Ny. Ra sebelum
dilakukan pendampingan keluarga skor rata-rata kemandirian Ny. Ra yaitu 60
dan setelah dilakukan pendampingan keluarga meningkat menjadi 64
meskipun, masih dalam kategori mulai mandiri tetapi terjadi peningkatan.
Pada kasus Ny. Ru sebelum dilakukan pendampingan keluarga skor rata-rata
kemandirian Ny. Ru yaitu 65 dan setelah dilakukan pendampingan keluarga
meningkat menjadi 67 Pada kasus Ny. Ru masuk dalam kategori Mandiri.
Sehingga dapat simpulkan bahwa pendampingan keluarga terdapat pengaruh
terhadap sehat mandiri pada pasien diabetes melitus.
B. Saran
1. Bagi Perawat
Evidence Based Practice ini dapat digunakan untuk alternatif
intervensi pada pasien diabetes melitus.
2. Bagi Puskesmas
Dapat digunakan sebagai alternatif bagi petugas puskesmas untuk
meningkatkan layanan melalui pendampingan keluarga kepada penderita
diabetes mellitus.
3. Bagi Peneliti lain
Peneliti lain dapat melakukan karya tulis serupa dengan
memberikan terapi intervensi yang berbeda pada penderita diabetes
melitus.
25
DAFTAR PUSTAKA
Asdie, A.H . 2000 . Patogeneis dan terapi diabetes mellitus tipe 2. Edisi 1.
Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Association, D, A. 2010 . Standars of Medical Care in Diabetes, Diabetes Care .
29, S4-42
Aurora, A . 2008 . 5 Langkah Mencegah dan Mengobati Diabetes. Jakarta: PT
Bhuana Ilmu Populer
Black,J.M, & Hawks . 2006 . Medical Surgical Nursing . St. Louis Elsevier
saunders.
Bustan, MN . 2007 . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2. Jakarta:
Rineka Cipta
Dwidiyanti. M. 2014. Intervensi Keperawatan Holistik Program SOWAN Melalui
Target Sehat Mandiri pada Pasien TB Paru. Prosiding Konferensi Nasional
II PPNI Jawa Tengah 2014
DEPKES . 2009 . Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Di Puskesmas. Jakarta: Depkes RI
DEPKES. 2010 . Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit
Metabolik.
Efendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Friedman, M . 2010. Keperawatan eluarga: Teori dan Praktik Edisi 5 . Jakarta :
EGC
Hasanat, N.U., & Ningrum, R.P. 2010. Program psikoedukasi bagi pasien
Diabetes untuk meningkatkan kualitas hidup. Diakses melalui
http://lib.ugm.ac.id.pdf. pada tanggal 9 Juli 2017
Honesty, dkk . 2013. Hubungan Peran keluarga Dengan pengendalian kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus .
Istikharoh, dkk . 2015 . Efektivitas Pendampingan Keluarga Tehadap Tingkat
Kemandirian Penderita Diabetes Mellitus Lansia Dalam Mempertahankan
38
Kestabilan kadar Gula Darah . Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
vol. II No.3. Hal 134-143
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Diakses melalui
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf pada tanggal 9 Juli 2017
Lorig KR, Holman H. 2003. Self-Management Education. History,
Definition, Outcomes, and Mechanisms. Annals of Behavioral Medicine;
26: 1–7. 7
LeMone & Burke. 2008 . Medical Surgical Nursing: Critical Thinking In Client
Care. New Jersey : Pearson Pretince Hall
Meiner . 2011 . Gerontologic Nursing Third Edition . Jakarta : EGC
Orem, S. G. 2001. nursing: concept of practice.Michigan: Mosby. Paixao,
L.M.M., dan Gontijo, E.D. (2007). Profile of Notified Tuberculosis
Cases And Factors Associated With Treatment Dropout. Rev
SaudePublica: 41 (2)
PERKENI. 2011. Konsensus Pengolahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia.
Jakarta: PB. PERKENI.
Potter, PA, & Potter, AG. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku I edisi 7.
Jakarta; Salemba Medika
Price & Wilson. 2006 . Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6
Volume 1&2. Jakarta : EGC
Rahmat, W.P. 2010. Pengaruh konseling terhadap kecemasan dan kualitas
hidup pasien Diabetes Mellitus di Kecamatan Kebakkramat. Tesis.
Diakses melalui eprints.uns.ac.id. pada tanggal 9 Juli 2017
Raudatussalamah & Fitri, A.R. 2012. Psikologi kesehatan. Pekanbaru: Al-
Mujtahadah Press.
Rinda, W. 2016. Penerapan Evidence Based Pendampingan Keluarga Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padangsari Semarang
Sarwono, S . 2002 . Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
39
Schteingart, D. S . 2007 . Metabolisme Glukosa Dan Diabetes Mellitus Edisi 5 .
Jakarta : EGC
Smeltzer, S & Bare . 2008 . Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing. Philadelpia : Lippincott
Soegondo, S. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini,Dalam
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Edisi Kelima. Jakarta:FK UI.
Sudoyo Aru, dkk . 2009 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3 Edisi
Keempat. Jakarta: Internal Publishing
Sukardji, K . 2009 . Penatalaksanaan Gizi Pada Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Suardiman, Siti Partini. 2010. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Waspadji, S. (2006). Mekanisme Dasardan Pengelolaannya Yang Rasional,
Dalam Penatalaksanaan Diabetes Terpadu, Edisi Kelima. Jakarta: FK UI.
WHO. 2006. Defenition And Diagnosis Of Diabetes Melitus And Intermediate
Hyperglikemia. WHOLibrary catalaguing in publication data
WHO (World Health Organization). 2015. Diabetes. (Online).
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ (diakses 9 Juli 2017)
Yunir dan Soebardi . 2009 . Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Mellitus .
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran UI
40
LAMPIRAN
41
Dokumentasi kegiatan pendampingan keluarga
42
Senam Kaki DM
43
38
39
40
41
Pe
ng
ka
jia
n
Ti
ng
ka
t
Se
ha
t
M
an
dir
i
da
n
Int
er
ve
nsi
42
43