Anda di halaman 1dari 3

CONTOH INTRODUCTION:

Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masayarakat yang cukup
besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemologi
dari penyakit menular yang cenderung menurun dan penyakit tidak menular yang secara
global meningkat di dunia dan secara nasional telah menduduki sepuluh besar penyakit
penyebab kematian dan kasus terbanyak, diantaranya penyakit diabetes melitus (DM)
(Depkes RI, 2008). Penyakit diabetes berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus
menerus sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya.
Kadar gula yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi kronis jika diabetesnya
tidak di kelola dengan baik (Afrida, 2017).

Pada penderita diabetes tipe 2 latihan jasmani merupakan salah satu terapi yang diberikan
selain obat dan insulin. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik, dalam hal ini adalah jalan kaki (PERKENI, 2011).

CONTOH JUSTIFIKASI :
Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2017) terdapat 382 juta jiwa penduduk
dunia mengalami DM pada tahun 2013 dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 425 juta
jiwa, dan tahun 2045 diperkirakan akan meningkat mencapai 629 juta jiwa di dunia. Jumlah
penderita DM di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 8,5 juta menjadi
10,3 juta jiwa pada tahun 2017 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 16,7 juta jiwa
pada tahun 2045, dan menjadikan Indonesia sebagai penyandang DM terbanyak ke-6
didunia (IDF, 2017). Prevalensi DM di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2013
sebesar 6,9% menjadi 8,5% pada tahun 2018. Kenaikan prevalensi DM berhubungan dengan
pola hidup, diantaranya yaitu aktivitas fisik. Data proporsi aktivitas fisik kurang mengalami
peningkatan dari tahun 2013 sebesar 26,1% menjadi 33,5% pada tahun 2018 (RISKESDAS,
2018). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto pada tahun 2017 jumlah
penderita diabetes berjumlah 134.373 penduduk (20,24%), dengan proporsi laki-laki
sebanyak 64.965 penduduk (20,09%) dan perempuan sebanyak 69.408 penduduk (20,37%)
dari jumlah penduduk usia ≥ 18 tahun di Kabupaten Mojokerto sebanyak 664.046 jiwa.

Hasil penelitian (Pawana, I Wayan, & I Wayan, 2013) tentang Gambaran aktivitas fisik
terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja
PuskesmasKarangasem I pada september-oktober 2013. Menunjukkan bahwa kadar gula
darah terkontrol pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I
sebanyak 56,4% dan yang tidak terkontrol 43,6%. Dari 55 sampel, sebanyak 9 orang
(16,4%) memiliki aktivitas sedang, 25 orang (45,4%) memiliki aktivitas ringan, 21 orang
(38,2%) merupakan penderita diabetes melitus yang tidak aktif dalam beraktivitas.
Penelitian yang dilakukan oleh (Hastuti, Haji, & Abdillah, 2017) menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kadar gula darah pada pasien penderita diabetes mellitus setelah mengikuti senam
diabetes mellitus secara teratur mengalami penurunan kadar gula darah secara signifikan.
Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata mengalami penurunan dari 210,42 gr dl sebelum
diberikan senam diabetes mellitus menjadi 181,07 sesudah diberikan senam diabetes
mellitus dengan ρ value sebesar 0,000 < 0,05, yang berarti ada pengaruh senam diabetes
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II di Wilayah Puskesmas
Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Januari 2019 di
Puskesmas Gondang, Kabupatan Mojokerto didapatkan data jumlah penderita diabetes
melitus tipe 2 yang mengikuti prolanis pada bulan Desember 2018 sebanyak 30 orang dari
seluruh total anggota yang mengikuti PROLANIS yang berjumlah 50 orang yang tidak
semuanya menderita diabetes melitus. Berdasarkan wawancara peneliti pada 6 pasien
diabetes melitus yang berobat di Puskesmas Gondang, kabupatan Mojokerto didapatkan
data 4 dari 6 pasien tersebut mengatakan tidak melakukan olahraga dengan nilai kadar gula
darah >200 mg/dldan 2 dari 6 pasien tersebut mengatakan jarang melakukan olahraga
dengan nilai kadar gula darah 90-199 mg/dl.

CONTOH KRONOLOGIS :
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menderita Diabetes Melitus tipe 2 salah
satunya adalah aktivitas fisik yang kurang. Salah satu contohnya yaitu berlama-lama duduk
di depan tv dan bermalas-malasan. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang memiliki
aktivitas seperti itu dapat menjadi salah satu faktor tidak terkontrolnya kadar gula darah.
(Nurayati & Merryana, 2017). Kadar gula darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
dampak pada penderita DM yang terbagi menjadi 2 antara lain, jangka pendek yang terdiri
dari infeksi (paru-paru atau luka pada kaki), hipoglikemia, hiperglikemi, dan jangka
panjang terjadi pada mata, kulit, tulang, kaki, jantung, ginjal (Riyadi & Sukarmin, 2008).

CONTOH SOLUSI :
Salah satu pilar dalam penatalaksanaan dan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada diabetes yaitu latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang
(PERKENI, 2011). Jalan kaki merupakan suatu latihan fisik yang sempurna. Selain aman,
mudah, dan murah juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Jalan kaki adalah
suatu aktivitas ringan dengan resiko cidera yang rendah, tetapi mampu memberikan banyak
manfaat bagi kesehatan kita (Gichara, 2009).
Latihan jasmani (jalan kaki) merupakan bagian yang paling penting dalam pengobatan
penderita diabetes karena bisa membantu penderita untuk meningkatkan kesensitifan
insulin, menurunkan resiko terkena gangguan jantung, mengonrol berat badan, dan
meningkatkan kesehatan mentalnya. Pada penderita DM tipe 2, latihan jasmani (jalan kaki)
berperan dalam pengaturan glukosa darah. Pada penderita DM tipe 2, produksi insulin
tidak terganggu tetapi masih kekurangan respon reseptor pada sel terhadap insulin
(resistensi insulin) sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel.
Pada saat latihan jasmani (jalan kaki), permeabilitas membran sel terhadap glukosa
meningkat pada otot yang kontraksi sehingga gula darah lebih mudah masuk dan resistensi
insulin berkurang, dengan kata lain sensitifitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan
kebutuhan insulin berkurang. Respons ini bukan merupakan efek yang menetap atau
berlangsung lama. Respons ini hanya terjadi setiap kali malakukan latihan jasmani. Karena
itu, hendaknya latihan jasmani (jalan kaki) secara berkelanjutan dan terus menerus
(Helmanu, 2015). Latihan jasmani (jalan kaki) dianjurkan secara teratur (3-4 kali
seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continous,
rhythmical, interval, progresive, endurance) (Riyadi & Sukarmin, 2008).

CONTOH LAIN DARI KRONOLOGIS :


Asfiksia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor ibu, faktor bayi dan tali pusat atau
plasenta.Faktor ibu yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia antaralain preeklamsia dan
eklampsia, perdarahan ante partum abnormal (plasenta previa atau sulsio plasenta), partus
lama, partus macet, demam sebelum dan selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV), kehamilan lewat waktu.Faktor bayi yang dapat menyebabkan asfiksia adalah
bayi kurang bulan/prematur (kurang 37 minggu kehamilan), aspirasi mekonium dan kelainan
kongenital. Faktor plasenta dan tali pusat yaitu infark plasenta, hematoma plasenta, lilitan tali
pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat (Saifuddin, 2014a).
Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi terhambat,
jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi akan
mengalami cacat otak. Tingkat asfiksiajika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan
perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang (Azizah,
2017). Asfiksia dapat mengakibatkan terjadinya gangguan sistem saraf pusat meliputi odema
otak, serangan mendadak, perdarahan otak; kelainan jantung meliputi nekrosis musculus
papilari-trikuspid transien dan syok kardiogenik; kelainan paru meliputi sindrom aspirasi
cairan (mekoneum maupun cairan jernih), defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal
persisten; kelainan ginjal yaitu nekrosis tubulus ginjal; kelainan pada adrenal yaitu
perdarahan disertai insufisiensi adrenal; kelainan hati meliputi gagal hati dan peningkatan
kadar enzim; enterokolitis nekrotikans, hipoglisemia, hipokalsemia, dan gangguan
pembekuan darah (Manuaba, 2012).

Anda mungkin juga menyukai