Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan gangguan kesehatan yang berupa


kumpulan gejala disebabkan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
ataupun resistensi insulin. Diabetes melitus sudah merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Prevalensi
penduduk dunia dengan diabetes melitus diperhitungkan mencapai 125 juta
pertahun, dengan prediksi berlipat ganda mencapai 250 juta dalam 10 tahun
mendatang (Brunner & Suddarth, 2015).
Menurut WHO (2016) hampir 80% penduduk dengan Diabetes
Mellitus terdapat di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun
2014 ditemukan sebanyak 96 juta orang dewasa dengan Diabetes Mellitus ada
di 11 negara Asia Tenggara. Prevalensi Diabetes Mellitus di Asia Tenggara
meningkat dari 4,1% pada tahun 1980an menjadi 8,6% di tahun 2014.
Kejadian Diabetes Mellitus di negara Asia Tenggara terjadi 10 tahun lebih
cepat dibanding negara Eropa.
Menurut International Diabetes Federation (2015), Indonesia
menduduki peringkat ketujuh terbanyak mengenai kejadian Diabetes Mellitus,
setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Yaitu
berjumlah 10 juta jiwa dan pada tahun 2040 diperkirakan penderita Diabetes
Mellitus di Indonesia akan terus meningkat hingga mencapai 16,2 jiwa.
Menurut Kemenkes RI (2015) Diabetes Mellitus merupakan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah
stroke (21,1%), dan PJK (12,9%). Sumatera Barat menduduki peringkat kedua
belas tertinggi di Indonesia dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus
sebanyak 44.561 jiwa dan menempati urutan keempat untuk provinsi
Sumatera setelah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Selatan.
2

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto Diabetes


melitus menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyakit terbanyak pra usila dan
usila dengan jumlah 103 orang, 34 orang (33 %) diantaranya berada di
wilayah kerja Puskesmas Silungkang Kota Sawahlunto.
Tujuan utama terapi Diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya
hipoglikemia / hiperglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
(Brunner &Suddarth 2015).
Diabetes Mellitus memerlukan penanganan yang serius,
ketidakpatuhan penderita Diabetes Mellitus terhadap pengobatan dapat
menimbulkan beberapa permasalahan. Menurut WHO (2016) Diabetes
Mellitus merupakan penyebab utama kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal
ginjal, dan amputasi kaki. Menurut Smeltzer, dkk (2010) Diabetes mellitus
dapat menimbulkan komplikasi jangka pendek berupa hipoglikemia,
ketoasidosis diabetikum, dan sindrom HHNK (koma hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik), sedangkan komplikasi jangka panjang dari diabetes
mellitus dapat menyerang semua organ tubuh.
Menurut WHO (2016) sebanyak 80% kejadian diabetes mellitus
dapat dicegah. Kejadian diabetes mellitus dapat dicegah ataupun ditunda
dengan tatalaksana pengobatan yang optimal, sehingga diabetes dapat
dikontrol dan memperpanjang harapan hidup penderita diabetes dengan hidup
sehat. Menurut PERKENI (2015) terdapat 5 pilar dalam penatalaksanaan
Diabetes Mellitus, antara lain edukasi, Terapi Nutrisi Medis (TNM), latihan
jasmani atau aktivitas fisik, terapi farmakologis, dan pemantauan gula darah
(monitoring). Diperlukan keteraturan terhadap 5 pilar tersebut dalam
pengelolaan Diabetes Mellitus yang optimal.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada umunya difokuskan pada
terapi farmakologis dan terapi nutrisi (diet), baik itu di rumah atau pun di
rumah sakit. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jarang memerhatikan aktivitas
fisik atau latihan jasmani sebagai salah satu upaya penatalaksanaan Diabetes
3

Mellitus. Padahal, metabolisme tubuh akan bekerja lebih optimal jika


diimbangi dengan pemenuhan latihan fisik sehingga kadar gula darah dapat
terkontrol dengan baik (Wade & Tavns, 2007).
Menurut Ditjen PP & PL Depkes RI (2008) aktivitas fisik merupakan
setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga
atau energi. Aktivitas fisik memegang peranan penting dalam mengontrol gula
darah tubuh dengan cara mengubah glukosa menjadi energi. Roberts, dkk
(2013) mengatakan bahwa aktivitas fisik sangat mempengaruhi sistem
metabolisme, termasuk produksi insulin yang mempengaruhi kadar gula
darah. Salah satu latihan jasmani atau aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh
penderita Diabetes Mellitus yang dirawat di rumah sakit yaitu dengan
melakukan Progressive Muscle Relaxation (PMR) atau yang sering dikenal
dengan latihan relaksasi otot progresif (Mahanani, 2015). Menurut Avianti
(2016) terapi relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi nonfarmakologi
dan bagian dari terapi komplementer yang dapat menurunkan kadar gula darah
penderita Diabetes Mellitus. Relaksasi otot progresif adalah bagian dari terapi
komplementer yang merupakan terapi mindbody. Menurut Richmond (2007)
terapi relaksasi otot progresif adalah suatu latihan untuk mendapatkan
relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan ketegangan
pada suatu kelompok otot dan menghentikan ketegangan dengan merilekskan
sekelompok otot tersebut secara perlahan, merasakan sensasi rileks, sampai
ketegangan menghilang.
Menurut Dunning dalam Aviani (2016) keuntungan dari relaksasi otot
progresif yaitu meningkatkan kontrol metabolik, menurunkan gula darah,
menurunkan katekolamin dan aktivitas saraf otonom. Penelitian Mashudi
(2011) menunjukkan latihan relaksasi otot progresif yang dilakukan selama
tiga hari dalam seminggu memberikan pengaruh yang berarti terhadap
penurunan kadar gula darah pasien dengan Diabetes Mellitus. Pelaksanaan
terapi relaksasi otot progresif akan mendapatkan hasil yang optimal jika
dilakukan selama 25-30 menit dalam sekali periode latihan. Penelitian
Avianti, dkk (2016) menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif yang
dilakukan sebanyak dua kali sehari dalam tiga hari berturut-turut sebanyak
4

enam kali dengan durasi 25-30 menit berpengaruh terhadap penurunan gula
darah pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Penelitian ini dilakukan pada
pasien dengan gula darah >160 mg/dl, setelah dilakukan intervensi selama tiga
hari didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan rata-rata kadar gula darah
pasien sebesar 78,12 mg/dl pada saat sebelum dan sesudah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam. Penelitian lain dari Radarhonto, dkk (2015)
menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif efektif terhadap kadar gula
darah pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Penelitian Astuti (2014) mengenai keefektifan terapi relaksasi otot
progresif terhadap kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus menunjukkan
terdapat perbedaan yang berarti mengenai rata-rata kadar gula darah sebelum
diberikan latihan (238,40 mg/dL) dan terdapat penurunan rata-rata kadar gula
darah setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif (125,68 mg/dL).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Interne
RSUD Sawahlunto dari tanggal 7-10 Agustus 2020, terdapat 4 dari 5 pasien
Diabetes Mellitus dengan kadar gula darah tidak terkontrol, 4 dari 5 pasien
Diabetes Mellitus tidak melakukan aktivitas fisik atau aktivitas jasmani untuk
mengontrol kadar gula darah. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut,
peneliti tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan terkait evidence based
nursing dengan pemberian latihan relaksasi otot progresif untuk menurunkan
kadar gula darah pada pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Silungkang Kota Sawahlunto Tahun 2020.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam pembuatan Karya Ilmiah Akhir Ners ini
adalah untuk memberikan dan melakukan asuhan keperawatan pada lansia
diabetes melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah
menggunakan intervensi terapi relaksasi otot progresif di wilayah kerja
Puskesmas Silungkang tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
5

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada lansia diabetes


melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah di wilayah
kerja Puskesmas Silungkang tahun 2020.
b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada lansia diabetes
melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah di wilayah
kerja Puskesmas Silungkang tahun 2020.
c. Mendeskripsikan perencanaan penerapan terapi otot progresif pada
lansia diabetes melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula
darah di wilayah kerja Puskesmas Silungkang tahun 2020.
d. Mendeskripsikan penerapan terapi relaksasi otot progresif pada lansia
diabetes melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah di
wilayah kerja Puskesmas Silungkang tahun 2020.
e. Mendeskripsikan hasil penerapan terapi relaksasi otot progresif pada
lansia diabetes melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula
darah di wilayah kerja Puskesmas Silungkang tahun 2020

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan meningkatkan
pengetahuan tentang masalah kesehatan khususnya dalam penerapan
terapi relaksasi otot progressif pada lansia diabetes melitus dengan
masalah ketidakstabilan kadar gula darah di wilayah kerja Puskesmas
Silungkang tahun 2020.

b. Bagi peneliti selanjutnya


Diharapkan dapat dijadikan pedoman dan data dasar maupun
perbandingan dalam penerapan terapi relaksasi otot progresif pada lansia
diabetes melitus dengan masalah ketidakstabilan kadar gula darah.

2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat
6

Bagi tenaga kesehatan khususnya dibidang keperawatan dapat djadikan


sebagai bahan masukan dalam penerapan terapi relaksasi otot progresif
pada lansia dengan Diabetes melitus

b. Bagi puskesmas
Diharapkan dapat dijadikan pedoman dan dapat menjadi salah satu bahan
masukan dengan membuat suatu pembuatan kebijakan standar asuhan
keperawatan terhadap keluarga dengan masalah ketidakstabilan kadar
gula darah menggunakan terapi relaksasi otot progresif.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan seseorang yang sudah memiliki umur 60 tahun atau
lebih, yang merupakan faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2017).
2. Batasan-Batasan Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2017), batasan-batasan lanjut usia yaitu sebagai
berikut:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia dengan rentang
usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) dengan rentang usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) dengan rentang usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun
3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Menurut (Nugroho, 2017), ada beberapa perubahan yang terjadi pada
lansia diantaranya adalah:
a. Perubahan Fisik
Dimana dalam perubahan fisik ini yang mengalami perubahan sel,
sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem
kardiovaskuler, sistem pengaturan temperature tubuh, sistem respirasi,
sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem genitourinaria, sistem
endokrin, sistem kulit dn sistem muskulosketal. Perubahan ini
merupakan perubahan yang terjadi pada bentuk dan fungsi masing-
masing.
b. Perubahan Mental
Dalam perubahan mental pada lansia yang berkaitan dengan dua hal
yaitu kenangan dan intelegensi. Lansia akan mengingat kenangan masa
terdahulu namun sering lupa pada masa yang lalu, sedangkan

7
8

intelegensi tidak berubah namun terjadi perubahan dalam gaya


membayangkan.
c. Perubahan Psikososial
Pensiunan di masa
lansia yang mengalami kehilangan finansial, kehilangan teman, dan
kehillangan pekerjaan, kemudian akan sadar terhadap kematian,
perubahan cara hidup, penyakit kronik, dan ketidakmampuan,
gangguan gizi akibat kehilangan jabatan dan ketegapan fisik yaitu
perubahan terdapat pada konsep diri dan gambaran diri.
d. Perkembangan Spiritual
Dalam perkembangan spiritual pada lansia agama dan kepercayaan
makin terintegrasi dalam kehidupannya.
e. Perubahan Sistem Sensori
Perubahan sistem sensori pada lansia terdiri dari sentuhan, pembauan,
perasa, penglihatan dan pendengaran. Perubahan pada indra pembau
dan pengecapan yang dapat mempengaruhi kemampuan lansia dalam
mempertahankan nutrisi yang adekuat. Perubahan sensitivitas sentuhan
yang dapat terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan neuro
sensori yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan
identifikasi sentuhan atau tekanan pada kulit.
f. Perubahan pada otak
Penurunan berat otak pada individu biasanya dimulai pada usia 30
tahun. Penurunan berat tersebut awalnya terjadi secara perlahan
kemudian semakin cepat.Penurunan berat ini berdampak pada
pengurangan ukuran neuron, dimulai dari korteks frontalis yang
berperan dalam fungsi memori dan performal kognitif.
g. Perubahan Pola Tidur
Waktu istirahat atau tidur lansia cenderung lebih sedikit dan jarang
bermimpi dibandingkan usia sebelumnya. Lansia cenderung lebih
mudah terbangun ketika tidur karena kendala fisik dan juga lebih
sensitive terhadap pemaparan cahaya.Gangguan pola tidur yang biasa
dialami lansia seperti insomniap.
9

B. Konsep Diabetes Mellitus


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner &
Suddarth, 2015).
Kesimpulannya, diabetes melitus adalah gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia,
aterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati. Hiperglikemia terjadi karena
akibat dari kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin.

2. Klasifikasi diabetes mellitus


Menurut American Diabetes Asociation (ADA) tahun 2012, ada 4
klasifikasi diabetes mellitus yaitu :
a. Diabetes mellitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus),
tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan
insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang ke arah ketoasidosis
diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes mellitus tipe ini
biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin
dari luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes mellitus tipe ini adalah :
autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus.
b. Diabetes mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus), pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin
yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat
kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya.
Faktor resiko NIDDM adalah : obesitas, stress fisik dan emosional,
kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga
dengan diabetes mellitus. Hampir 90% penderita diabetes mellitus adalah
diabetes mellitus tipe II.
10

c. Diabetes mellitus dengan kehamilan atau Diabetes Mellitus Gestasional


(DGM), merupakan penyakit diabetes mellitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada DGM adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun
disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, infeksi yang
berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
d. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi dan sindrome genetik lain yang berhubungan
dengan diabetes mellitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,
kortisol, glukagon dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja
insulin. Kelebihan hormon tersebut dapat mengakibatkan diabetes mellitus
tipe ini (Brunner & Suddarth, 2015).
3. Penyebab Diabetes
Penyebab utama diabetes karena insulin yang dihasilkan oleh
pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada dalam darah
akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa faktor
risiko diabetes dapat dilihat sebagai berikut:
a. Faktor keturunan
b. Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat
c. Kadar kolesterol yang tinggi
d. Jarang berolahraga
e. Obesitas atau kelebihan berat badan
Penyebab diabetes pada umumnya karena gaya hidup yang tidak
sehat. Hal ini mengakibatkan metabolisme dalam tubuh tidak sempurna
sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik.
Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh. Sehinggal
pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh
kekurangan insulin.
11

4. Patofisiologi DM
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri


khas diabtes, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes. Meskipun demikan,
diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan
diabetes dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur
(Brunner & Sudarth, 2015)
15

Pathway Diabetes Mellitus


Diabetes Tipe I Pasien belum mengerti Diabetes Tipe II
Tentang penyakitnya

Faktor Faktor Faktor Usia Obesitas


Defisiensi
Genetik Imunoogi Lingkungan
pengetahuan
Peningkatan kelebihan lemak
HLA Proses Virus/toksin resistensi sel
Menurun autoimun tertentu terhadap insulin Lemak

Kesalahan diteksi lemak menumpuk


Terhadap benda asing di pembuluh darah

Mengenal sel pankreas mempengaruhi


Transfer glukosa
Destruksi sel beta

Gangguan produksi insulin

penurunan jumlah insulin


16

fungsi transfer menurun

gangguan distribusi gangguan distribusi gangguan distribusi


lemak glukosa protein

penumpukan lemak glukosa tidak bisa gangguan


Ketidakstabilan kadar
di pembuluh darah masuk sel regenerasi sel
glukosa darah

hiperglikemia glikoneogenesis banyak glukosa ke sel


terganggu
gangguan pembuluh mikrovaskuler konsentrasi darah produksi keton
darah besar meningkat meningkat menurunnya produksi
(makrovaskuler) aterosklerosis metabolik
Deuresis osmosis ketoasidosis
Pecahnya pembuluh
Intoleransi
Darah di koroid hipertensi gagal sekresi cairan kelemahan
aktivitas
Ginjal dan elektrolit
Retino pati berlebihan
Proloferatif pada arteri penurunan penurunan starvasi sel
Koroner banyak berkemih jumah metabolisme
17

Neovaskulerisasi glukosa sel basal glukoneogenesis


Infark poliuri
Pembuluh darah koroner anoreksia
Mengecil dan
Hipovolemia
Memendek/
Nyeri Defisit nutrisi
Tertarik akut

Pelepasan retina sorbital salah hipovolemik gangguan sirkulasi gagal


Dan perdarahan satu perubahan darah ginjal
Dalam badan glukosa dehidrasi
Vitreus suplai darah
Yang diatur oleh neurotrans ke perifer
Retinopati diabetik aldose reduktose miter menurun

Sensori penglihatan terjadi akumulasi SSP


Perfusi jaringan perifer
Sorbital
tidak efektif
gangguan memerintahkan
Penglihatan perubahan untuk meningkatkan
metabolik Jumlah cara minum
18

dalam sintesa banyak


Gangguan persepsi atau fungsi
sensori
myelin polidipsi

otonom sensoris motoris atropi otot

penurunan hilang perubahan perubahan cara


perspirasi sensori tulang jalan
kulit tipis trauma deformitas titik tekan baru
tak terasa
kulit kering nyeri
Kerusakan
integritas kulit dan pecah
ulserasi

Resiko
infeksi
44

5. Manifestasi Klinis DM
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien – pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat
melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria yang akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar mungkin akan timbul sebagai
akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lelah dan mengantuk
(Tjokroprawiro, 2006).
6. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Menurut Bustan (2007) faktor risiko utama DM antara lain:
a. Genetik: mempunyai orang tua atau keluarga dengan DM
b. Obesitas terutama central obesity
c. Physical inactivity
d. Pengalaman dengan diabetik intrauterine: ditandai dengan riwayat
kehamilan abnormal, berupa abortus berulang-ulang, lahir mati,
malformasi, toxwmia gravidarum, berat badan bayi lebih 4 kg, glusuria
renal waktu hamil dan DM gestational.
e. Riwayat minum susu formula (cow milk) pada waktu bayi
f. Low Birth Weight (LBW)
Sedangkan kelompok risiko (high risk group) DM dalam
masyarakat antara lain:
1) Usia> 45 tahun.
2) Berat badan lebih (BBR > 110% atau IMT > 25 kg/m).
3) Hipertensi (> 140/90 mmHg).
4) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram.
5) Pernah diabetes sewaktu hamil.
6) Riwayat keturunan DM.
45

7) Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl.


8) Kurang aktivitas fisik.
7. Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara.
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah
dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan
ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO (Tes
Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)
dengan beban 75 gram, glukosa lebih sensitif dan spesifik di banding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
sendiri.

Tabel 2.1
Kadar Glukosa Darah Sewaktu Puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis (mg/dl)

                                                           Bukan DM           Belum pasti DM          DM


Kadar glukosa darah sewaktu
-     Plasma vena                                     < 110                      110 – 199             > 200
-     Darah kapiler                                   < 90                          90 – 199             > 200
Kadar glukosa darah puasa
-     Plasma vena                                     < 110                      110 – 125             > 126
-     Darah kapiler                                   < 90                          90 – 109             > 110
Sumber : Soegondo, 2009

Kadar gula darah puasa menurut Russel (2011: 11)

Normal : di bawah 100 mg/dl

Pradiabetes : 100-126 mg/dl

Diabetes : di atas 126 mg/dl


46

8. Komplikasi Diabetes Mellitus


Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut
dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia. Komplikasi kronik adalah
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti
kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan
resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehailan
dengan berat badan lahir bayi > 4000 g, riwayat DM pada kehamilan, dan
dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standart. Untuk kelompok
resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu
pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun
tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan detap 3 tahun.
Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
c. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam
d. Periksa glukosa darah puasa
e. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit
f. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
47

10. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan/gejala DM. sedangkan tujuan jangka panjang
adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan denga
cara menormalkan kadar glukosa, lipid dan insulin. Kerangka utama
penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat
hipoglikemik, dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Pada konsesus PERKENI telah ditetapkan bahwa standart yang
dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%).
Apabila diperlukan, santapan dengan komposisi karbohidrat sampai
70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan
ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai
berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hr. jumlah
kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi
garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan
secukupnya.
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ±0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance tranning). Latihan dilakukan terus menerus
tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi ecara teratur,
selang seling antara erak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari
sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan
dalam eaktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, bersepeda, dan mendayung.
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien sudah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan
jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum
48

baik, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik


(oral/suntik).
1) Obat hipoglikemik oral (OHO)
- Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengn cara :
o Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
o Menurunkan ambang sekresi insulin
o Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
- Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.
- Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca pradinal.
- Insulin senditizing agent
Thoazolidinediones merupakan golongan obat yang baru yang
mempunyai efek farmakologi meningkatka sensitivitas insulin,
sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
o DM dengan berat badan menurun cepat/kurus
o Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
o DM yang mengalami sttres berat (infeksi sistemik, operasi
berat, dan lain-lain) (Mansjoer 2007, p. 583-584)
o DM dengan kehamilan/DM gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
49

o DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik


oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat
tersebut
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Data Subyektif dan Obyektif)
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita
50

e. Riwayat kesehatan keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
3) Pengkajian pola fungsi kesehatan menurut Gordon sebagai berikut:
a. Pola persepsi kesehatan yang pernah dialami klien,
Apa upaya dan dimana klien mendapatkan pertolongan kesehatan
lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun,
termasuk riwayat penggunaan obat-obatan. Pada pasien DM pola ini
mungkin mengalami perubahan, dimana salah satu komplikasinya
yaitu diabetic foot bisa menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecendrungan tidak mematuhi prosedur pengobatan
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun, dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Keluhan yang
muncul seperti mual, muntah, berat badan menurun, turgor kulit
jelek.
c. Pola eliminasi
Pada pasien DM, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya
diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri)
dan pengeluaran glukosa dari urin (glukosauri). Pada eliminsai alvi
relatif tidak ada gangguan.
51

d. Pola aktivitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, takikardi atau
takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka ganggren dan kelemahan otot-otot tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien DM, sering terbangun dan tidak bisa tidur karena oleh
polyuria dan nyeri pada kaki yang luka.
f. Pola persepsi kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap nyeri, selain itu adanya
komplikasi lain menyebabkan adanya gangguan penglihatan.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktut tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, biaya perawatan yang mahal
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga
h. Pola peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan
i. Pola reproduksi seksual
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan seksual. Adanya
peradangan pada pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria, selain itu berisiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi stress
52

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan


tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif seperti muda marah, kecemasan, dan lain-
lain yang dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
koping yang konstruktif atau adaptif.
k. Pola sistem kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
4) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Status neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
d. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
e. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
f. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
53

takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia,


kardiomegalis.
g. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasI, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
h. Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
i. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
2. Diagnosa keperawatan
1) Hipovolemia berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai poliuri
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan masukan oral ditandai
dengan penurunan berat badan
3) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri
4) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hipovolemia,
penyakit diabetes melitus ditandai dengan suplai darah ke kapiler
menurun
5) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan defisiensi
insulin, kurang menejemen diabetes
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
pasieng menyatakan merasa lemah, letih
7) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan retinopati diabetik
ditandai dengan gangguan penglihatan
8) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan permukaan
kulit (epidermis) yang ditandai dengan kulit kering dan pecah
54

9) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


mengenai penyakitnya ditandai demgan pasien bertanya mengenai
penyakit yang diderita
10) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes melitus)
3. Perencanaan
No Diagnosa SLKI SIKI
Hipovolemia Setelah diberikan asuhan Manajemen
keperawatan selama ...x Hipovolemia:
60 menit diharapkan
1. Periksa tanda dan
gejala hypovolemia
2. Monitor intake dan
output cairan
3. Berikan asupan cairan
oral
4. Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan
5. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
6. Kolaborasi pemberian
cairan IV
Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan Manajemen nutrisi:
keperawatan selama ...x
24 jam diharapkan status 1. Identifikasi status
nutrisi membaik dengan nutrisi
kriteria hasil : 2. Identifikasi makanan
yang disukai
a. Berat badan membaik 3. Identifikasi kebuuhan
b. Indeks massa tubuh kalori dan jenis
(IMT) membaik nutrien
c. Frekuensi makan 4. Monitor asupan
membaik makanan
d. Nafsu makan 5. Monitor berat badan
membaik 6. Lakukan oral hygiene
e. Tebal lipatan kulit sebelum makan, jika
trisep membaik perlu
7. Sajikan makana
secara menarik dan
suhu yang sesuai
8. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9. Berikan makanan
55

tinggi kalori dan tinggi


protein
10. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
11. Ajarkan diet yang
diprogramkan
12. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
maka (mis. pereda
nyeri, antiemetik)
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama ...x
60 menit diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respons
nyeri non verbal
4. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan
tidur
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
Perfusi perifer Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif keperawatan selama ...x
60 menit diharapkan 1. Periksa sirkulasi
perifer (mis. nadi
perifer, edema,
pengisian kapiler,
warna, suhu, ankle-
brachial index)
2. Identifikasi faktor
risiko gangguan
sirkulasi (mis.
diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi
dan kadar kolesterol
tinggi)
3. Monitor panas,
56

kemerahan, nyeri, atau


bengkak pada
ekstremitas
4. Lakukan pencegahan
infeksi
5. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
9. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
Manajemen Sensasi
Perifer
1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Periksa perbedaan
tajam atau tumpul dan
panas atau dingin
3. Monitor adanya
paresthesia
4. Monitor perubahan
kulit
5. Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
6. Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
7. Kolaborasi pemberian
57

analgesic atau
kortikosteroid
Ketidakstabilan Setelah diberikan asuhan Manajemen
kadar glukosa keperawatan selama ...x Hiperglikemia
darah 60 menit diharapkan 1. Identifikasi
berhubungan kadar glukosa darah kemungkinan
dengan (disfungsi stabil dengan kriteria penyebab hiperglikemi
pancreas, hasil: 2. Monitor kadar glukosa
resistensi insulin, darah
gangguan 3. Monitor tanda dan
toleransi glukosa gejala hiperglikemia
darah, gangguan (polyuria, polydipsia,
glukosa darah polifagia, kelemahan,
puasa) malaise, pandangan
kabur, sakit kepala)
4. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
5. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
6. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
7. Ajarkan pengelolaan
diabetes (penggunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan professional
kesehatan)
8. Kolaborasi pemberian
insulin
Intoleransi Setelah diberikan asuhan Manajemen energi:
aktivitas keperawatan selama ....x
24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan
tolerasi aktivitas fungsi tubuh yang
meningkat dengan mengakibatkan
kriteria hasil : kelelahan
2. Monitor kelelahan
a. Frekuensi nadi fisik dan emosional
meningkat 3. Monitor lokasi dan
b. Kemudahan dalam ketidaknyamanan
melakukan aktivitas selama melakukan
sehari-hari aktivitas
58

c. Kekuatan tubuh 4. Sediakan lingkungan


meningkat yang nyaman dan
d. Keluhan lelah rendah stimulus (mis.
menurun cahaya, suara,
e. Perasaan lemah kunjungan)
menurun 5. Berikan aktivitas
f. Tekanan darah distraksi yang
membaik menyenangkan
g. Frekuensi nadi 6. Fasilitasi duduk di
membaik tempat tidur, jika tidak
h. Dispnea saat aktivitas dapat berpindah atau
dan setelah aktivitas berjalan
menurun 7. Anjurkan tirah baring
8. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
9. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Terapi aktivitas:
1. Identifikasi defisit
tingkat aktivitas
2. Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Fasilitiasi memilih
aktivitas da tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
5. Libatkan keluarga
dalam aktivitas, jika
perlu
6. Berikan penguatan
positif atas partisipasi
59

dalam aktivitas
7. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Gangguan Setelah diberikan asuhan
persepsi sensori keperawatan selama ...x
60 menit diharapkan

Gangguan Setelah diberikan asuhan Perawatan integritas


integritas kulit keperawatan selama ...x kulit :
24 jam diharapkan
integritas kulit kembali 1. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria gangguan integritas
hasil : kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan
a. Kerusakan jaringan status nutrisi,
menurun penurunan
b. Kerusakan lapisan kelembaban, suhu
jaringan menurun lingkungan ekstrem,
c. Tidak tampak penurunan mobilitas)
kemerahan 2. Ubah posisi tiap 2 jam
d. Tekstur kulit membaik jika tirah baring
e. Tidak terjadi nyeri 3. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
4. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
5. Anjurkan
menggunakan
pelembab
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
Manajemen Edukasi Kesehatan
kesehatan tidak
efektif 1. Identifikasi kesiapan
dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih
dan sehat
3. Sediakan materi dan
60

media pendidikan
kesehatan
4. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
5. Berikan kesempatan
untuk bertanya
6. Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
8. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
Defisit Setelah diberikan asuhan Edukasi Kesehatan
pengetahuan keperawatan selama ...x
60 menit diharapkan 9. Identifikasi kesiapan
dan kemampuan
menerima informasi
10. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih
dan sehat
11. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
12. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
13. Berikan kesempatan
untuk bertanya
14. Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
15. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
16. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup bersih
61

dan sehat
Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama ...x
60 menit diharapkan 1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Berikan perawatan
kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Kolaborasi pemberian
imunisasi

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hsil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari
pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan.

D. Konsep Terapi Relaksasi Otot Progresif


1. Pengertian
Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam
yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Herodes, 2010)
dalam (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi relaksasi otot progresif yaitu
terapi dengan cara peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot
62

(Gemilang, 2013). Relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk


relaksasi dan mengurangi kecemasan (Sustrani, Alam, & Hadibroto, 2004).

2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam
Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan


punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.
b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar
dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,
fobia ringan, gagap ringan, dan
g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hlm.108) bahwa indikasi
dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu:

a. Klien yang mengalami insomnia.


b. Klien sering stres.
c. Klien yang mengalami kecemasan.
d. Klien yang mengalami depresi.
e. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk
melakukan teknik ini yaitu:

a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang
tenang dan sunyi.
b. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
63

Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata


tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk
di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
c. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan
sepatu.
d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat.
e. Prosedur (terdiri dari 15 gerakan):
1) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10
detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga
dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

Gambar 2.1
Gerakan 1
2) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian
belakang.
a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.
64

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

Gambar 2.1
Gerakan 2

3) Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar


padabagian atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga
otot biseps akan menjadi tegang.

Gambar 2.3
Gerakan 3

4) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya


mengendur.
65

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga


menyentuh kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang
terjadi di bahu punggung atas, dan leher.

Gambar 2.4
5) Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah
(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai otot terasa kulitnya keriput.
b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.

Gambar 2.5

Gerakan 5 dan 6

6) Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot
rahang.
66

Gambar 2.6
Gerakan 7
7) Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar
mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut,

Gambar 2.7

Gerakan 8

8) Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian


depan maupun belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian
rupa sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian
belakang leher dan punggung atas.
67

Gambar 2.8
Gerakan 9

9) Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.


a) Gerakan membawa kepala ke muka.
b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.

Gambar 2.9
Gerakan 10

10) Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung


a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
68

Gambar 2.10
Gerakan 11

11) Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.


a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan
di bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks

Gambar 2.11
Gerakan 10

12) Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut


a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik,
lalu dilepaskan bebas.
69

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

Gambar 2.12
Gerakan 13
13) Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti
paha dan betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang.
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis.
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

Gambar 2.13
Gerakan 14 dan Gerakan 15
70

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DIABETES MELITUS


DENGAN MASALAH KETIDAKSTABILAN KADAR GULA DARAH
MENGGUNAKAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SILUNGKANG TAHUN 2020

A. PENGKAJIANKEPERAWATAN
1. Pengumpulan Data
a. IdentitasKlien
1) Nama : Ny.H
2) Umur : 65 Tahun
3) Jenis Kelamin :Perempuan
4) Pendidikan :SMP
5) Keluarga yg dapat dihubungi : Tn.N
6) Diagnosis Medis : Diabetes Melitus Tipe II
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama Masuk (waktu pengkajian)
Keluhan utama pasien datang ke Puskesmas Silungkang tanggal 10
Agustus 2020 pukul 10.55 WIB dengan keluhan utama badan terasa
letih, kaki dan tangan kesemutan mual (+) muntah (-) 2 hari yang
lalu, nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, gula darah puasa 180
mg %, TD 140 / 90 mmHg, pasien juga tidak mengerti tentang
penyakitnya
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Klien tidak mengingat penyakit yang pernah ia idap semasa anak-
anak. Dalam 10 tahun terakhir klien mengidap diabetes melitus.
Dalam aktifitasnya klien menggunakan tongkat.Klien pernah
terjatuh 3 tahun lalu akibat lantai rumah yang licin.Klien tidak
pernah dirawat di rumah sakit maupun dilakukan tindakan operasi.
71

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang memiliki
penyakit seperti yang dialami klien saat ini. Klien juga mengatakan
tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung,
hipertensi, keganasan atau penyakit menular lainnya.

c. Riwayat Psikososial dan spritual


Selama interaksi klien menunjukkan sikap kooperatif dan prilaku baik
sesama anggota keluarga (anak dan cucu) dan sekitar dan klien
mengatakan jarang mengikuti kegiatan pengajian terkecuali ada yang
mengantarkan karena kakinya sakit

d. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Nutrisi
Klien makan tiga kali sehari dengan satu porsi nasi dan lauk pauk.
Klien dapat makan sendiri dan tidak ada kesulitan dalam menelan
atau mengunyah makanan.Klien menyukai minum teh dan kurang
mengonsumsi airputih.Klien tidak mengalami peningkatan/
penurunan BB.
2) Minum
Sehat : Pasien minum air putih 7-8 gelas setiap hari (1400-
1600cc). Pasien jarang minum minuman seperti teh, kopi ataupun
minuman bersoda.
Sakit :Pasien minum air putih 7-8 gelas setiap hari (1400-
1600cc). Pasien jarang minum minuman seperti teh, kopi ataupun
minuman bersoda.
3) Eliminasi BAB
Sehat : Pasien BAB 1 kali sehari di pagi hari. Tidak ada keluhan
seperti konstipasi atau frekuensi BAB berlebihan.
Sakit :Pasien BAB 1 kali sehari di pagi hari. Tidak ada keluhan
seperti konstipasi atau frekuensi BAB berlebihan.
72

BAK
Sehat : Pasien BAK 4-5 kali sehari. Tidak ada keluhan saat
berkemih.
Sakit :Pasien BAK 4-5 kali sehari. Tidak ada keluhan saat
berkemih
4) Tidur
Sehat : Saat sehat pasien tidur 7-8 jam sehari dan pasien juga
memiliki kebiasaan tidur siang minimal 1 jam setiap harinya.
Sakit : Selama sakit pasien kurang tidur ± tidur dalam sehari 4-5
jam.

5) Aktifitas pasien
Sehat : Pasien mampu membersihkan rumah, menyapu dan mencuci
piring. Semua pekerjaan mampu dikerjakan tanpa bantuan orang
lain. Namun pasien kurang berolahraga secarateratur.

Sakit : klien dibantu keluarga

e. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Sedang

- Tingkat kesadaran : Composmentis

- Tinggi / Berat Badan : 150 cm / 65kg

- TekananDarah :140/90 mmHg

-Suhu : 36,80C

- Nadi : 68 X /Menit

- Pernafasan : 18 X /Menit

- Integumen : Tekstur kulit klien mengendur


dan rambut klien beruban

- Kepala : Klien mengeluh pusing jika gula


darahnya naik, tidak memiliki riwayat trauma kepala pada masa
lalu
- Telinga : Telinga tampak simetris dan
73

tampak bersih, fungsi


pendengaran kurang baik.

- Mata : Mata tampak simetris,


konjungtiva tidak anemis,
skelra tidak ikterik, pupilisokor

- Hidung : Hidung tampak simetris,


tampak bersih, tidak tampak pernapasan cuping
hidung,

- Mulut : Mulut tampak simetris, tampak


bersih, tampak kering.

- Leher : tidak tampak pembesaran vena


jungularis dan tidak ada pembengkakan kelenjer
tiroid serta Klien mengalami nyeri dan kaku pada
leher apabila tekanan darah naik.

- Toraks

a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat

di RIC 5sinistra Perkusi :Pekak

Auskultasi: Irama regular, tidak terdengar bunyi


jantung tambahan

b. Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri


dan kanan, tidak tampak penggunaan
otot bantu pernapasan

Palpasi : Fremitus kiri dan

kanansama Perkusi :Sonor


74

Auskultasi : Suara napas vesikuler

c. Abdomen

Inspeksi : Tampak simestris, tidak

adaasites Auskultasi : Bising

usus13x/menit

Palpasi : Tidak ada teraba massa, tidak ada


teraba pembesaran hati danlimpa

Perkusi :Thympani

d. Persyarafan

Klien memiliki masalah memori jangka

panjang saat ditanya dengan SPMSQ

interprestasi hasil klien mengalami kerusakan

intelektual ringan dengan skor 5 salah dimana

klien tidak bisa menjawab pertanyaan berkaitan

dengan masa lampau

e. Muskuloskletal

Klien mengalami kekakuan pada kedua lutut

yang menyebabkan klien susah untuk berjalan

dan untuk berjalan klien menggunakan tongkat,

Klien mengalami kelemahan pada kaki kiri klien

dengan tonus otot 4, biasanyamengikuti senam

1x seminggu

f. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


75

Pengkajian Status Fungsional (Modifikasi dari Barthel


Indeks)
NO KRITERIA BANTUA MANDIR KETERANGAN
N I
1 Makan 3 x sehari 1 porsi
5 10 nasi dan lauk pauk
2 Minum 8x sehari air putih
5 10 dan the
3 Berpindah dari kursi roda Mandiri
ke 5-10 15
tempat tidur, sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka, 2x sehari
menyisir rambut, gosok 0 5
gigi)
5 Keluar masuk toilet
(mencuci pakaian, 10
menyeka 5
tubuh, menyiram)
6 Mandi 5 15 2x sehari
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10 Dibantu
9 Mengenakan pakaian 5 10 Mandiri
10 Kontrol Bowel (BAB) 1x sehari
5 10 Konsistensi lunak
11 Kontrol Bladder (BAK) 4-5x sehari
5 10 Kuning jernih
12 Olahraga atau latihan 1x seminggu
5 10 Senam
13 Rekreasi atau pemantapan Pengajian
waktu luang 5 10

Pengkajian Status Mental Gerontik


Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan hort Portable
Mental Status Quisioner (SPMSQ)

BENAR SALAH NO PERTANYAAN


 01 Tanggal berapa hari ini?
 02 Hari apa sekarang?
 03 Apa nama tempat ini?
 04 Dimana alamat anda?
 05 Berapa umur anda?
 06 Kapan anda lahir? (minimal tahun lahir)
 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
 09 Siapa nama Ibu anda?
 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
10
76

dari
setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah : 5 Jumlah : 5

Pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang

Hari/ Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Tanggal
Pria Wanita

Hemoglobin 14.8 g/dl 14-18 12-16


Senin 10
Leukosit 7.270 /mm3 5000 – 10000
Agustus 2020
Hematokrit 45 % 40-48
Trombosit 185.000 /mm3 150000-400000
LED 9 Mm 0-10
Total Kolestrol 154 mg/dl <200
HDL kolestrol 22 mg/dl >55
LDL Kolesterol 78 mg/dl <150
Gula Darah 180 gr/dl < 126
77

ANALISA DATA

ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
         Data Subjektif
Gangguan Ketidakstabilan
1) Klien mengatakan tidak mengetahui cara toleransi glukosa kadar glukosa darah
mengatur gula darah stabil darah (D.0027)
2) Klien mengatakan tangan dan kaki terasa
kram
3) Klien tidak mengetahui bagaimana
pemantauan glukosa darah tidak tepat
4) Klien mengatakan berat badannya turun
5) Klien mengatakan kadar gula darahnya
tinggi
         Data Objektif

1) Klien kelihatan lemah


2) Gula darah puasa 180 gr/dl
3) TTV
TD : 140 / 90 mmHg

S = 36,6 ◦ C
N = 68 x/i

P = 18 x/i

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Diagnosa Keperawatan (Kode


Hari/tanggal
No Keperawatan SDKI)
ditemukan
Urut (Kode SDKI)

1. Senin, 10 Agustus L.03022 Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d


2020 Gangguan toleransi glukosa darah
Intervensi Keperawatan Ansietas berdasarkan SLKI dan SIKI

Standar Diagnosa Standar Luaran Standar


No Keperawatan Indonesia Keperawatan Intervensi
Indonesia Keperawatan
(SLKI) Indonesia
(SIKI)
1 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan Manajemen
glukosa darah b/d tindakan keperawatan Hiperglikemi
Gangguan toleransi selama 3x24 jam resiko
1. Monitor kadar glukosa
glukosa darah (L.03022) ketidakstabian kadar
darah sesuai indikasi
glukosa darah diharapkan
gula darah klien bisa
2. Monitor tanda dan
stabil dengan kriteria
gejala hiperglikemi,
hasil: Kriteria Hasil
poliuria, polifagia,
1. Perilaku Diet sehat
polidipsi, kelemahan,
2. Dapat mengontrol
latergi, malaise,
tanda-tanda Hiperglikemi
pandanagan kabur, atau
3. Dapat mengontrol
sakit kepala,
sress
4. Dapat memanajemen 4. Dorong asupan cairan
hiperglikemi dan oral 5. Monitor status
mencegah penyakit cairan intake output
semakin parah sesuai kebutuhan
5. Mengontrol perilaku
6. Identifikasi
berat badan
kemungkinan penyebab
6. Olahraga teratur
hiperglikemi
(ROM) Skala a. Tidak
pernah menunjukan b.
7. Dorong pemantauan
Jarang menunjukan c.
tanda-tanda hiperglikemi
Kadang-kadang
menunjukan d. Sering 8. Anjurkan klien untuk
menunjukan e. Secara melakukan olahraga
konsisten menunjukkan
sesuiai dengan kondisi
tubuh

9. Kolaborasi dengan tim


kesehatan dalam
pemberian obat

TERAPI
RELAKSASI

1. Observasi
o Identifikasi
penurunan tingkat
energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi,
atau gejala lain
yang menganggu
kemampuan
kognitif
o Identifikasi teknik
relaksasi yang
pernah efektif
digunakan
o Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
o Periksa
ketegangan otot,
frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
o Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
2. Terapeutik
o Ciptakan
lingkungan tenang
dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang
nyaman, jika
memungkinkan
o Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
o Gunakan pakaian
longgar
o Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama
o Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lain, jika sesuai
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis.
music, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
o Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
o Anjurkan
mengambil psosisi
nyaman
o Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
o Anjurkan sering
mengulang atau
melatih teknik
yang dipilih’
o Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi (mis.
napas dalam,
pereganganm atau
imajinasi
terbimbing )
Pelaksanaan / Implementasi

Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi


Pelaksanaan
Senin, 10 Agustus a. Melakuan pemeriksaan GDA dengan stik. Data Subjektif
2020 GDA : 180 mg/dL 1) Klien mengatakan tidak mengetahui cara
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi, mengatur gula darah stabil
poliuria, polifagia, polidipsi, kelemahan, 2) Klien mengatakan tangan dan kaki terasa kram
latergi, malase, pandangan kabur atau sakit 3) Klien tidak mengetahui bagaimana pemantauan
kepala. glukosa darah tidak tepat
c. Mendorong asupan cairan oral 4) Klien mengatakan berat badannya turun
d. Monitor status cairan intake output sesuai 5) Klien mengatakan kadar gula darahnya tinggi
kebutuhan          Data Objektif
e. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab 1) Klien kelihatan lemah
hiperglikemi 2) Gula darah puasa 180 gr/dl
f. Mendorong pemantauan tanda-tanda 3) TTV
hiperglikemi TD : 140 / 90 mmHg
g. Menganjurkan klien untuk melakukan S = 36,6 ◦ C
olahraga (ROM aktif) N = 68 x/i
h. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan P = 18 x/i
dalam pemberian obat
i. Melatih teknik relaksasi otot progresif sesuai
SOP

Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi


Pelaksanaan
Selasa, 11 Agustus a. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, Data Subjektif
2020 1) Klien mengatakan sudah mengetahui cara
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
mengatur gula darah stabil
lain yang menganggu kemampuan kognitif 2) Klien mengatakan tangan dan kaki terasa masih
kram
3) Klien tidak mengetahui bagaimana pemantauan
b. Mengidentifikasi teknik relaksasi otot
glukosa darah tidak tepat
progresif efektif dilakukan 4) Klien mengatakan kadar gula darahnya masih
c. Mengidentifikasi kesediaan,kemampuan, tinggi
         Data Objektif
dan penggunaan teknik relaksasi otot
4) Klien masih kelihatan lemah
progresif sebelumnya 5) Gula darah puasa 170 gr/dl
6) TTV
d. Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
TD : 130 / 90 mmHg
tekanan darah, dan suhu sebelum dan S = 36 ◦ C
N = 65 x/i
sesudah latihan
P = 18 x/i
e. Memonitor respons terhadap terapi relaksasi

Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi


Pelaksanaan
Rabu, 12 Agustus a. Menganjurkan klien melakukan teknik Data Subjektif
2020 5) Klien mengatakan tangan dan kaki terasa masih
relaksasi otot progresif sesuai SOP
kram
b. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, 6) Klien mengatakan kadar gula darahnya mulai
turun
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
         Data Objektif
lain yang menganggu kemampuan kognitif 7) Klien kelihatan mulai segar
8) Gula darah puasa 150 gr/dl
c. Mengidentifikasi teknik relaksasi otot
9) TTV
progresif efektif dilakukan TD : 130 / 80 mmHg
S = 36 ◦ C
d. Mengidentifikasi kesediaan, kemampuan,
N = 60 x/i
dan penggunaan teknik relaksasi otot P = 18 x/i
progresif sebelumnya
e. Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
f. Memonitor respons terhadap terapi relaksasi

Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi


Pelaksanaan
Kamis, 13 Agustus g. Menganjurkan klien melakukan teknik Data Subjektif
2020 7) Klien mengatakan tangan dan kaki terasa masih
relaksasi otot progresif sesuai SOP
kram
h. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, 8) Klien mengatakan kadar gula darahnya mulai
turun
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
         Data Objektif
lain yang menganggu kemampuan kognitif 10) Klien kelihatan mulai segar
11) Gula darah puasa 150 gr/dl
i. Mengidentifikasi teknik relaksasi otot
12) TTV
progresif efektif dilakukan TD : 130 / 80 mmHg
S = 36 ◦ C
j. Mengidentifikasi kesediaan, kemampuan,
N = 60 x/i
dan penggunaan teknik relaksasi otot P = 18 x/i
progresif sebelumnya
k. Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
l. Memonitor respons terhadap terapi relaksasi
Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pelaksanaan
Jum’at, 14 Agustus a. Menganjurkan klien melakukan teknik Data Subjektif
2020 a. Klien mengatakan tangan dan kaki sudah tidak
relaksasi otot progresif sesuai SOP untuk
terasa kram
selanjutnya mandiri di rumah b. Klien mengatakan kadar gula darahnya mulai
turun
         Data Objektif
13) Klien kelihatan mulai segar
14) Gula darah puasa 140 gr/dl
15) TTV
TD : 120 / 80 mmHg
S = 36 ◦ C
N = 60 x/i
P = 18 x/i
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus

Bab ini peneliti membahas tentang proses asuhan keperawatan pada


satu partisipan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku. Pembahasan proses
keperawatan dilakukan dengan membandingkan hasil dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan teori. Prinsip pembahasan ini dibuat
dengan memperhatikan teori proses keperawatan yang dimulai dari
pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan terhadap masalah yang
muncul. Penelitian telah dilakukan selama 5 hari asuhan keperawatan yang
dilakukan pada tanggal 10 sampai dengan 15 Agustus 2020. Hasil dari
tahapan keperawatan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan

Hasil dari pengkajian keperawatan terhadap kasus meliputi riwayat


kesehatan, pemeriksaan fisik, pengkajian pola kesehatan, dan psikososial
spiritual. Pengakajian yang dilakukan ditunjang dengan pemeriksaan
diagnostic dan pemeriksaan laboratorium.
a. Pengkajian
pasien berumur 65 tahun, beragama Islam, bekerja sebagai ibu rumah
tangga, pendidikan terakhir SMP, pasien merupakan pasien home care
Puskesmas Silungkang, diagnosa Diabetes Melitus tidak terkontrol
b. Riwayat kesehatan

Keluhan utama pasien datang ke Puskesmas Silungkang


tanggal tanggal 10 Agustus 2020 pukul 10.55 WIB dengan keluhan
utama badan terasa letih, kaki dan tangan kesemutan mual (+) muntah
(-) 2 hari yang lalu, nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, gula
darah puasa 180 mg %, TD 140 / 90 mmHg, pasien juga tidak
mengerti tentang penyakitnya.
Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan tidak ada
anggota keluarga yang memiliki penyakit seperti yang dialami oleh
pasien seperti hipertensi, jantung dan stroke.
c. Pemeriksaan Fisik

Saat dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik dengan


tingkat kesadaran composmetis dan didapatkan tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 68 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36,8 0C.
Pemeriksaan fisik pada didapatkan pergerakkan dinding dada simetris
kiri dan kanan, tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan,
fremitus kiri dan kanan sama, suara napas vesikuler. Capilary refil time
(CRT) > 2 detik.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium pada pasien dengan Diabetes Melitus diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien yaitu: Ketidakstabilan kadar
glukosa darah b/d Gangguan toleransi glukosa darah (L.03022).
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan pada tanggal 10
Agustus 2020 yang didapatkan dari responden yang merupakan
lulusan SMP. Klien merasa khawatir dengan penyakitnya, klien
mengatakan merasa lemah, klien mengatakan ia tak pernah diberi
pendidikan kesehatan mengenai penyakit diabetes dan hanya
diberikan obat saja, klien sering bertanya tentang penyakitnya ke
petugas kesehatan, klien mengatakan sudah lama mengalami
Diabetes Melitus dan gula darah sering naik turun.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) (L.03022). Perencanaan diharapkan dapat
menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama
perawatan. Pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d
gangguan toleransi glukosa darah yang diawali dengan menentukan
tujuan keperawatan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama lima kali 24 jam dengan:
a. Gula darah stabil (dalam rentang normal)
b. Tanda vital dalam keadaan normal
Adapun kriteria hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Pasien dapat menerima status kesehatan
b. Pasien dapat mengontrol gula darah dalam keadaan stabil
c. Pasien mencari informasi tentang diabetes melitus.
Intervensi yang diberikan pada klien dengan masalah
ketidakstabilan kadar glukosa darah meliputi managmen
hiperglikemi untuk mengontrol kadar glukosa darah, managemen
hipoglikemi untuk mengontrol kadar glukosa darah, peresepan diet
untuk mengatur pola makan klien (Herdman & Kamitsuru). dan latih
teknik relaksasi otot progresif.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan kepada pasien


sesuai dengan rencana tindakan yang telah dirumuskan, implementasi
dilakukan 5 kali dalam seminggu , dimulai tanggal 10 – 15 Agustus
2020.

Setelah dilakukan Implementasi sesuai dengan intervensi yang telah


direncanakan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) salah satunya dengan mengajarkan teknik relaksasi diri (terapi
otot progresif) dan pengendalian perasaan negatif atas segala hal yang
dirasakan klien waktu pelaksanaan dalam 1 hari sebanyak 2 kali (pagi
dan sore) selama 25-30 menit/ sesi sesuai SOP Relaksasi Otot
Progresif sebelumnya sudah diajarkan teknik relaksasi Otot Progresif.

5. Evaluasi Keperawatan

Selama perawatan yang dilakukan 5 hari, 10 – 15 Agustus 2020 di


dapatkan hasil evaluasi pada masalah ketidakstabilan kadar glukosa
darah. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada klien dengan
ketidakstabilan kadar glukosa darah menunjukkan klien dapat
mengontrol gula darah dengan melakukan relaksasi otot progresif, pola
makan klien terkontrol dan klien melakukan kontrol gula darah rutin
ke puskesmas dimana dapat dilihat kriteria hasil klien dapat menerima
status kesehatan (dengan diabetes melitus) klien dapat mengontrol diri
terhadap impuls / masalah yang dihadapi dan klien dapat mengontrol
dietserta klien mencari informasi tentang Diabetes Melitus ke petugas
kesehatan.

B. Pembahasan Kasus

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi dari


pengkajian, diagosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Hasil penelitian didapatkan pengkajian yang dilaksanakan pada


tanggal 10 Agustus 2020 pukul 10.55 WIB dengan keluhan utama badan
terasa letih, kaki dan tangan kesemutan mual (+) muntah (-) 2 hari yang
lalu, nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, gula darah puasa 180 mg
%, TD 140 / 90 mmHg, pasien juga tidak mengerti tentang penyakitnya
Menurut Brunner & Suddarth (2015) Diabetes mellitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia. glukosa secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah. glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat,


protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia, aterosklerotik,
mikroangiopati dan neuropati. Hiperglikemia terjadi karena akibat dari
kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin. Responden yang
menyadari adanya gejala diabetes melitus, badan terasa letih, tangandan
kaki terasa kram dan perut terasa mual dan gula darah diatas normal.

Sebagaimana hasil penelitian, Dewi (2019) tentang pengaruh


latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan kadar gula darah pada
pasien DM tipe 2 di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Selatan diketahui bahwa ada pengaruh latihan relaksasi otot
progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2.
relaksasi otot progresif yang dilakukan dalam kurun waktu tiga hari
berturut-turut sebanyak dua kali dalam sehari selama 2530 menit efektif
untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan DM tipe 2 yang
erat kaitannya dengan menurunnya tingkat stres dan psikologi yang
dialami pasien.

Menurut asumsi peneliti dalam pengkajian ini penulis menguraikan


yang ada pada tinjauan kasus dengan membandingkan antara teori dan
kejadian yang nyata saat melakukan asuhan keperawatan pada lansia
Diabetes Melitus dengan masalah ketidakstabilan gula darah. Selama
melakukan asuhan keperawatan pada lansia penulis banyak menjumpai
beberapa faktor pendukung dan juga adanya faktor penghambat. Faktor
pendukung yang dijumpai yaitu saat pelaksanaan, pasien dan keluarga
sangat senang saat dilakukan pengkajian dan telah terbina hubungan saling
percaya yang akhirnya pasien mau terbuka dan memberikan informasi
tentang masalah penyakit dan riwayat penyakit yang dirasakan.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian, hasil pemeriksaan fisik dan hasil


laboratorium pada pasien dengan Diabetes Melitus diagnosa keperawatan
yang ditemukan pada pasien yaitu: ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d
gangguan toleransi glukosa darah (L.03022).

Setelah melakukan pengkajian pada lansia dengan Diabetes


Melitus berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang utama dalam
asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes melitus yang sesuai
dengan konsep dasar yang akan dibahas oleh peneliti yaitu ketidakstabilan
kadar glukosa darah b/d gangguan toleransi glukosa darah. Teori ini telah
dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian yang
dilakukan Putriani (2018) tentang apakah relaksasi otot progresif dapat
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2
menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif yang diberikan dapat
membantu dalam menurunkan kadar gula darah.

Menurut Brunner &Suddarth (2015) tujuan utama terapi Diabetes


adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai
kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia / hiperglikemia
dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Sebagaimana hasil penelitian, Putriani (2018) tentang relaksasi otot


progresif dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 diketahui bahwa ada pengaruh latihan relaksasi otot
progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2.
Dimana masalah ketidakstabilan gula darah merupakan masalah utama
pada pasien DM tidak terkontrol. relaksasi otot progresif yang diberikan
dapat membantu dalam menurunkan kadar gula darah

Menurut asumsi peneliti diagnosa utama yang ditetapkan


merupakan masalah utama yang harus di intervensi agar tidak
menimbulkan komplikasi yang serius pada lansia yang mengalami
diabetes melitus.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI).Perencanaan diharapkan dapat menyelesaikan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien selama perawatan. Pada diagnosa
ketidakstabilan kadar glukosa darah (L.03022) yang diawali dengan
menentukan tujuan keperawatan yaitu setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama lima kali 24 jam.
Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah (L.03022) dapat
dicegah dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat pada individu
tersebut dengan meningkatkan kemampuan dan penurunan tanda dan
gejala. Penatalaksanaan Diabetes Melitus terdiri dari terapi farmakologi
dan non farmakologi. Salah satu manajemen non farmakologis bagi pasien
Diabetes Melitus dengan kecemasan adalah relaksasi progresif. Tujuan
dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaks menyeluruh,
mencakup keadaan relaks secara fisiologis, secara kognitif dan secara
behavioral, secara fisiologis, keadaan relaks ditandai dengan penurunan
kadar epinefrin dan non-epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi
denyut jantung (sampai mencapai 24 kali per menit), penurunan frekuensi
napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot,
metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada
ekstremitas. Relaksasi progresif sampai saat ini menjadi metode relaksasi
termurah, tidak memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah
untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran terasa tenang,
rileks, melawan ketegangan dan kecemasan serta lebih mudah untuk tidur
(Davis dalam Ari, 2010; Pome, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian, Putriani (2018) tentang relaksasi otot


progresif dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 diketahui bahwa ada pengaruh latihan relaksasi otot
progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2
dimana relaksasi otot progresif yang diberikan dapat membantu dalam
menurunkan kadar gula darah pasien DM.
Menurut asumsi peneliti pada umumnya penderita Diabetes
Melitus mengatakan gula darah sering tidak stabil. Penderita Diabetes
Melitus ini juga mengatakan tidak mengetahui cara mengatasi
ketidakstabilan gula darah yang dialaminya.Teknik yang digunakan
berdasarkan suatu rangsangan pemikiran untuk mengurangi kecemasan
dengan menegangkan sekelompok otot dan kemudian rileks.

4. Implementasi Keperawatan
Beberapa perubahan akibat tehnik relaksasi adalah menurunkan
gula darah, menurunkan frekuensi jantung, mengurangi disritmia jantung,
mengurangi kebutuhan oksigen dan konsumsi oksigen, mengurangi
ketegangan otot, menurunkan laju metabolik, meningkatkan gelombang
alfa otak yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan perhatian dan
rileks, meningkatkan kebugaran, meningkatkan konsentrasi dan
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stresor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada penurunan gula darah pada pasien Diabetes
Melitus pada kelompok intervensi sebelum mendapatkan terapi relaksasi
progesif.
Diabetes Mellitus memerlukan penanganan yang serius,
ketidakpatuhan penderita Diabetes Mellitus terhadap pengobatan dapat
menimbulkan beberapa permasalahan. Menurut WHO (2016) Diabetes
Mellitus merupakan penyebab utama kebutaan, serangan jantung, stroke,
gagal ginjal, dan amputasi kaki. Menurut Smeltzer, dkk (2010) Diabetes
mellitus dapat menimbulkan komplikasi jangka pendek berupa
hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum, dan sindrom HHNK (koma
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik), sedangkan komplikasi jangka
panjang dari diabetes mellitus dapat menyerang semua organ tubuh.
Puspitasari (2017) yang mengatakan bahwa dengan melakukan
pemberian pendidikan kesehatan dapat meningkatkan derajat pengetahuan
seseorang dan meningkatkan status kesehatan. Selain itu, perlunya
pemberian asuhan keperawatan cara mengontrol kecemasan yang salah
satunya dengan teknik relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot
progresif merupakan teknik yang memfokuskan relaksasi dan peregangan
pada sekelompok otot dalam suatu keadaan rileks (Triyanto, 2015).

Menurut Dunning dalam Aviani (2016) keuntungan dari relaksasi


otot progresif yaitu meningkatkan kontrol metabolik, menurunkan gula
darah, menurunkan katekolamin dan aktivitas saraf otonom. Penelitian
Mashudi (2011) menunjukkan latihan relaksasi otot progresif yang
dilakukan selama tiga hari dalam seminggu memberikan pengaruh yang
berarti terhadap penurunan kadar gula darah pasien dengan Diabetes
Mellitus. Pelaksanaan terapi relaksasi otot progresif akan mendapatkan
hasil yang optimal jika dilakukan selama 25-30 menit dalam sekali periode
latihan. Penelitian Avianti, dkk (2016) menunjukkan bahwa terapi
relaksasi otot progresif yang dilakukan sebanyak dua kali sehari dalam
tiga hari berturut-turut sebanyak enam kali dengan durasi 25-30 menit
berpengaruh terhadap penurunan gula darah pasien dengan Diabetes
Mellitus Tipe 2. Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan gula darah
>160 mg/dl, setelah dilakukan intervensi selama tiga hari didapatkan hasil
bahwa terjadi penurunan rata-rata kadar gula darah pasien sebesar 78,12
mg/dl pada saat sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam. Penelitian lain dari Radarhonto, dkk (2015) menunjukkan bahwa
terapi relaksasi otot progresif efektif terhadap kadar gula darah pasien
dengan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Berdasarkan hasil penelitian, Dewi dkk (2020) tentang pengaruh


terapi relaksasi benson terhadap kadar gula darah penderita diabetes
mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Buleleng III diketahui bahwa
ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar
gula darah pada pasien DM tipe 2. Pernafasan merupakan proses
masuknya O2 melalui saluran nafas kemudian masuk keparu dan diproses
kedalam tubuh melalui pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan akan
O2. Apabila O dalam otak tercukupi maka manusia berada dalam kondisi
seimbang dan menimbulkan keadaan rileks yang akan diteruskan ke
hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropic Releasing. Factor (CRF).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar di bawah otak untuk meningkatkan
produksi POMC sehingga produksi enkephalin oleh medula adrenal
meningkat. Kelenjar dibawah otak juga menghasilkan ß endorphin sebagai
neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks . Saat
kondisi rileks ini terjadi perubahan implus saraf pada jalur aferen ke otak
di mana aktifitas menjadi inhibisi. Perubahan implus saraf ini
menyebabkan perasaan tenang secara fisik maupun mental seperti
berkurangnya denyut jantung, menurun kecepatan metabolisme tubuh
dalam hal ini mencegah peningkatan kadar gula darah.
Menurut asumsi peneliti implementasi terapi relaksasi otot
progresif dilakukan sesuai dengan SOP dan kontrak waktu yang disetujui
oleh klien dan keluarga sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik
sesuai waktu yang ditetapkan bersama dengan keluarga sehingga dapat
menerapkan langkah – langkah sesuai SOP.

5. Evaluasi Keperawatan

Selama perawatan yang dilakukan 5 hari, 10 - 15 Agustus 2020 di


dapatkan hasil evaluasi pada masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah
(L.03022).

Menurut Dunning dalam Aviani (2016) keuntungan dari relaksasi


otot progresif yaitu meningkatkan kontrol metabolik, menurunkan gula
darah, menurunkan katekolamin dan aktivitas saraf otonom. Penelitian
Mashudi (2011) menunjukkan latihan relaksasi otot progresif yang
dilakukan selama tiga hari dalam seminggu memberikan pengaruh yang
berarti terhadap penurunan kadar gula darah pasien dengan Diabetes
Mellitus. Pelaksanaan terapi relaksasi otot progresif akan mendapatkan
hasil yang optimal jika dilakukan selama 25-30 menit dalam sekali periode
latihan. Terapi relaksasi ini dapat dilakukan oleh penderita Diabetes
Melitus di rumah saat waktu luang tanpa memerlukan biaya yang mahal
dan tanpa efek samping yang berbahaya. Relaksasi ini dilakukan selama 5
menit dalam waktu 3 hari atau 2 hari dalam seminggu (Nurmaya, 2018).

Teknik yang digunakan berdasarkan suatu rangsangan pemikiran


untuk mengurangi kecemasan dengan menegangkan sekelompok otot dan
kemudian rileks. Sejalan dengan penelitian Praptini (2017) selama 3 hari
diberikan latihan otot progresif didapatkan nilai p = 0,002 yang berarti
terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah.

Penulis berasumsi tindakan keperawatan yang telah dilakukan


selama 5x24 jam pada klien teratasi. Klien mengatakan kadar gula darah
puasa mulai stabil selama melaksanakan latihan otot progresif dengan
kadar gula darah puasa pada tanggal 15 Agustus 2020 adalah 140 gr/dl.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada lansia diabetes melitus
dengan masalah ketidakstabilan gula darah menggunakan intervensi terapi
relaksasi otot progresif di wilayah kerja Puskesmas Silungkang Tahun 2020,
peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian yang didapatkan keluhan yang dirasakan yaitu badan
terasa letih, kaki dan tangan kesemutan mual (+) muntah (-) 2 hari yang
lalu, nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, gula darah puasa 180 mg /
dl, TD 140 / 90 mmHg, pasien juga tidak mengerti tentang penyakitnya.
2. Diagnosa yang keperawatan yang muncul pada klien yaitu:
ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d gangguan toleransi glukosa darah
(L.03022).
3. Perencanaan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Perencanaan diharapkan dapat menyelesaikan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien selama perawatan. Pada diagnosa
ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d gangguan toleransi glukosa darah
(L.03022) yang diawali dengan menentukan tujuan keperawatan yaitu
setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan terapi relaksasi otot
progresifselama lima kali 24 jam.
4. Implementasi (terapi relaksasi otot progresif) disesuaikan dengan rencana
keperawatan tindakan keperawatan yang telah penulis susun. Dalam
proses implementasi penulis tidak menemukan adanya perbedaan antara
intervensi yang dibuat dengan implementasi.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama 5 hari perawatan pada klien
menunjukkan kadar gula darah mulai stabil yaitu 140 mg/dl.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi Kepala Puskesmas Silungkang


Melalui Kepala, perawat Perkesmas untuk dapat memfasilitasi terapi
komplementer untuk membantu proses penyembuhan dan mengurangi
rasa nyeri dan dan menurunkan gula darah pada pasien diabetes melitus.
2. Bagi Perawat
a. Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik harus
menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif
dengan melibatkan peran serta aktif pasien sebagai asuhan
keperawatan guna mencapai tujuan.
b. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat
memberikan tindakan terapi komplementer dalam intervensi
keperawatan sehinggan dapat membantu memaksimalkan
pengobatan pasien diabetes melitus.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut dan dapat dijadikan bahan pembanding dalam melakukan
studi kasus selanjutnya mengenai asuhan keperawatan pada klien
Diabetes Melitus yang mengalami ketidakstabilan gula darah.

Anda mungkin juga menyukai