Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

hari (Ratnawati, 2017). Lanjut usia (lansia) adalah orang yang mencapai usia

60 tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan

bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara ( UU RI N0 13 tahun 1998). Menurut

WHO (Word Health Organization) membagi masa lanjut usia sebagai berikut

: a) usia 45-60 tahun, disebut middle age ( setengah baya atau A-teda madya);

b) usia 60-75 tahun, disebut alderly ( usia lanjut atau wreda utama ); c) usia

75-90 tahun, disebut old (tua atau prawasana); d) usia diatas 90 tahun, disebut

old (tua sekali atau wreda wasana) (Andarmayo, 2018). Usia 60 tahun ke atas

merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak terhadap

tiga aspek, yaitu biologis,ekonomi,dan sosial. Secara biologis, lansia akan

mengalami proses penuaan secara terus menurus yang ditandai dengan

penurunan daya tahan fisik dan rentan terhadap serangan penyakit, salah satu

penyakit degenerative yang muncul adalah diabetes mellitus.

Diabetes Melitus (DM) merupakan istilah kolektif pada gangguan

metabolism heterogen, temuan utamanya yaitu hiperglikemia kronis. Hal

tersebut terjadi karena gangguan sekresi insulin (Petersmann et al., 2019).

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit gangguan metabolik


menahun ditandai dengan kadar glukosa darah plasma vena melebihi nilai

normal (GDP ≥ 126mg/dl dan / atau GDS ≥ 200 mg/dl) terjadi akibat kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Seorang penderita diabetes

mellitus (DM) dengan usia 15 tahun ke atas mendapatkan pelayanan standar

selaku upaya pencegahan sekunder (Kemenkes Indonesia, 2020). Ada dua

tipe diabetes melitus, yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes merupakan

salah satu masalah kesehatan dunia yang dapat mengakibatkan komplikasi

sehingga dapat mengubah hidup penderitanya (IDF Diabetes Atlas, 2017).

Hasil survei yang dilakukan oleh IDF pada tahun 2017 menyebutkan

bahwa prevalensi kejadian diabetes di dunia pada rentang usia 20-79 tahun

adalah 8,8% dari total populasi 4,84 miliar. Indonesia menempati peringkat

keenam terbanyak yang menderita diabetes di dunia setelah negara China,

India, Amerika, Brazil dan Meksiko (IDF Diabetes Atlas, 2017).

Data penderita Diabetes Melitus (DM) di Provinsi Jawa Timur pada

Tahun 2021 pada pelayanan kesehatan di kabupaten/ kota sebanyak 929.810

kasus. Data sebaran penderita Diabetes Melitus (DM) tertinggi hingga

terendah di Provinsi Jawa Timur yaitu pada Kota Mojokerto (123,7%),

Kabupaten Magetan (122,4%), Kabupaten Trenggalek (119,0%), Kota

Madiun (118,0%), Kabupaten Lumajang 113,6%, Kota Surabaya (107,8%),

Kabupaten Tulungagung (100%), Kota Blitar (71,1%), Kabupaten Malang

(63,4%), dan Kabupaten Probolinggo (51,75). (Dinkes Jatim, 2021).


Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung pada

tahun 2020 penderita Diabetes Melitus (DM) sebanyak 16. 285 orang

(155,2%). Data sebaran tertinggi hingga terendah penderita Diabetes Melitus

(DM) di Kabupaten Tulungagung yaitu pada Puskesmas Balesono (596,8%)

Puskesmas Ngunut (587,0%), Puskesmas Kauman (418,5%), Puskesmas

Bendilwungu (339,9%), Puskesmas Pucung (241,9%), Puskesmas

Kedungwaru (55,5%), Puskesmas Sendang (41,3%), Puskesmas Kalidawir

(21,4%), Puskesmas Simo (20,3%), Puskesmas Tunggangri (9,2%), dan

Puskesmas Tanggunggunung (0%). Untuk deteksi dini Faktor Resiko yg di

screning pada usia produktif …. orang (…%). Penderita Diabetes Melitus

(DM) jenis kelamin laki-laki sebesar … orang (…%) dan … orang jenis

kelamin perempuan (..%). Upaya yang telah dilakukan Kabupaten

Tulungagung untuk bisa menscrening penderita DM adalah kegiatan

Posbindu di desa. Berdasarkan data, pada tahun 2020 terdapat 32 Posbindu

dari 257 desa. Diharapkan tahun 2021 ada pengembangan Posbindu pada

seluruh desa di Kabupaten Tulungagung sehingga Standart Pelayanan

Minimal untuk WNI usia 15 th sd 59 tahun bisa tertangani sesuai standart

(100%)serta penyakit DM bisa diketahui lebih dini dan segera bisa di tangani

sesuai standart . Selain itu, adanya advokasi ke desa diperlukan untuk

penyediaan sarana prasarana khususnya bahan habis pakai (Gula Darah,

Kholesterol dan Asam Urat). Selanjutnya, dilakukan sosialisasi kepada

masyarakat dan tokoh masyarakat untuk meningkatkan peran serta


diharapkan bisa meningkatkan cakupan usia Produktif (15 s.d 59 tahun )

(Dinkes Tulungagung, 2020).

Diabetes melitus biasanya berhubungan dengan kondisi stres yang

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi faktor

stres yang dialami pasien menyebabkan kadar gula darah menjadi naik dan

mengakibatkan pengeluaran hormon epinefrin yang dapat menghambat

sekresi insulin, stres juga dapat mengaktifkan sistem. neuroendokrin dan

sistem saraf simpatis melalui hipotalamus pituitari-adrenal sehingga

menyebabkan pelepasan hormon-hormon seperti epinfrin, tiroid, kortisol

glukagen yang dapat mempengaruhi kadar gula darah didalam tubuh menjadi

tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. masalah utama pada penyakit diabetes

adalah pengendalian kadar gula darah yang sangat tinggi dan tidak terkontrol

sehingga dapat menyebabkan ketahanan atau berkurangnya hormon insulin

yang dapat menyebabkan tubuh tidak dapat mengatur kadar gula darah

sehinga dapat mengakibatkan kefatalan seperti kematian pada setiap penderita

diabetes mellitus (Karokaro & Riduan, 2019).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan teknik

relaksasi otot progresif. Progressive muscle relaxation adalah suatu prosedur

untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan

memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan

tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut

menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang, selain

praktis gerakan-gerakannya pun mudah dilakukan mulai dari kepala sampai


ujung kaki. Relaksasi otot progresif ini mengarahkan perhatian pasien untuk

membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan.

Relaksasi otot progresif ini mengarahkan perhatian pasien untuk

membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan

dibandingkan dengan ketika otot dalam kondisi tegang, relaksasi otot

progresif bermanfaat untuk menurunkan resistensi perifer dan menaikkan

elastisitas pembuluh darah. Kondisi ini dapat memperbaiki alirah darah yang

ditunjukkan dengan ABI dalam rentang normal (Simajuntak & Simamora,

2017).

Menurut (Lindquist, 2018) menyatakan bahwa reelaksasi otot

progresif merupakan suatu latihan yang memfokuskan pada pengencangan

dan relaksasi pada kelompok otot secara berurutan. Progresif mucle

relaxation dikenalkan pertama kali oleh Jacobson pada tahun 1938 dan masih

digunakan hingga saat ini. Menurut Jacobson rekasasi otot progresif ini

mempunyai bnayak manfaat yaitu dapat meningkatkan konsumsi oksigen

tubuh, meningkatkan metabolisme, mempercepat pernafasan, mengurangi

ketegangan otot, menyeimbangkan tekanan darah dan meningkatkan

gelombang alfa otak. Latihan otot progresif merupakan salah satu intervensi

keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan

relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini memberikan tegangan

pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian

memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks,

merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang. Latihan ini dapat


membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah,

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan

imunitas, sehinga status fungsional dan kualitas hidup meningkat Tujuan dari

relaksasi otot progresif yaitu dapat menurunkan ketegangan otot, kecemasan,

nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju

metabolik, mengurangi disritmia jantung dan kebutuhan oksigen,

meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak

memfokuskan perhatian serta relaks, meningkatkan rasa kebugaran dan

konsentrasi, memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress, mengatasi

insomnia, depresi, kelelahan, irritabilitas, spasme otot, fobia tingan, gagap

ringan, membangun emosi positif dari emosi negative dan dapat mencegah

terjadinya stres yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar gula darah,

relaksasi otot progresif dapat dilakukan oleh semua orang dalam semua

kondisi terutama pada pasien diabetes melitus yang dapat menurunkan kadar

gula darah (Juniarti, 2020). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka

peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh relaksasi

otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia dengan

diabetes melitus.

B. Rumusan Masalah

“Apakah terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

penurunan kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus di UPT

Pelayanan Sosisal Tresna Werdha Blitar di Tulungagung?”


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan

kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus di UPT Pelayanan

Sosisal Tresna Werdha Blitar di Tulungagung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kadar gula darah sebelum dilakukan relaksasi otot

progresif pada lansia dengan diabetes melitus di UPT Pelayanan

Sosisal Tresna Werdha Blitar di Tulungagung.

b. Mengidentifikasi kadar gula darah sesudah dilakukan relaksasi otot

progresif pada lansia dengan diabetes melitus di UPT Pelayanan

Sosial Tresna Werdha Blitar di Tulungagung.

c. Menganalisa pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan

kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus di UPT

Pelayanan Sosial Tresna Werdha Blitar di Tulungagung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu

keperawatan dalam mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien

dengan dengan diabetes melitus yang berkaitan dengan aspek

psikologinya yang dapat mempengaruhi kadar gula darah.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


1) Memberikan gambaran untuk mutu pendidikan keperawatan serta

sebagai dokumentasi untuk menambah koleksi perpustakaan.

2) Menambah wawasan dan pengetahuan untuk para pembaca di

perpustakaan tentang pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

penurunan kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus.

b. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan sebagai lataihan dalam meningkatkan

kemampuan melaksanakan penelitian keperawatan dan sebagai data

untuk melaksanakan penelitian keperawatan lebih lanjut tentang hal –

hal yang berkaitan dengan pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

penurunan kadar gula darah pada lansia dengan diabetes melitus.

c. Manfaat Bagi Tempat penelitian

Diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi dan alternatif

mengenai cara melakukan teknik relaksasi otot progresif sehingga

masalah pada pasien diabetes melitus dapat diatasi.

d. Manfaat Bagi Responden

Secara praktis akan memberikan alternatif mengenai cara melakukan

teknik relaksasi otot progresif sehingga sehingga penelitian ini akan

menjadi acuan untuk perawatan pasien diabetes melitus secara

mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR GULA


DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RSUD IBNU SUTOWO
Indah Juniarti1, Meta Nurbaiti2, Raden Surahmat3, STIK Bina Husada,palembang
, Sumatera Selatan, Indonesia, meta.nurbaiti@gmail.com. Jurnal Keperawatan
Merdeka (JKM), Volume 1 Nomor 2, November 2021

Dinkes Kediri. (2019).

Profil_Kesehatan_Kabupaten_Kediri_Tahun_2020_Upload (2).

IDF Diabetes Atlas, 8th edition. (2017). Eighth edition 2017. In IDF Diabetes

Atlas, 8th edition.

INDONESIA, P. K. (2019). Profil Kes Indo 2019. In Angewandte Chemie

International Edition, 6(11), 951–952.

https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf

Karokaro, T. M., & Riduan, M. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 Di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam. Jurnal Keperawatan Dan

Fisioterapi (Jkf), 1(2), 48–53. https://doi.org/10.35451/jkf.v1i2.169

Lindquist, R. (2014). Complementary & alternative therapies in nursing. In

Choice Reviews Online (Vol. 51, Issue 08).

https://doi.org/10.5860/choice.51-4474

Petersmann, A., Müller-Wieland, D., Müller, U. A., Landgraf, R., Nauck, M.,
Freckmann, G., Heinemann, L., & Schleicher, E. (2019). Definition,

Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. Experimental and Clinical

Endocrinology and Diabetes, 127(Suppl 1), S1–S7.

https://doi.org/10.1055/a-1018-9078

Simajuntak, G. V., & Simamora, M. (2017). Pengaruh Latihan Buerger Allen

Exercise Progresif Terhadap Kadar Gula Darah Dan Ankle Brachial Index

Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii”. Idea Nursing Journal, 8(1), 45–51.

Yanuarti, O., Fajriyah, N. N., & Faradisi, F. (2021). Prosiding Seminar Nasional

Kesehatan 2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Literature. Literature Riview :

Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula

Darah Pada Pasien Diabetes Melitus, 921–927.

Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka

Baru Press.

Jurnal Abdidas Volume 2 Nomor 2 Tahun 2021 Halaman 392 - 397 JURNAL ABDIDAS

http://abdidas.org/index.php/abdidas Pelatihan dan Pendampingan Kader Posyandu

Lansia di Kecamatan Wonomulyo Fredy Akbar1, Darmiati2 , Farmin Arfan3 , Andi Ainun

Zanzadila Putri4 Keperawatan, Akademi Keperawatan YPPP Wonomulyo,

Indonesia1,2,3,4 E-mail : fredykabira@gmail.com1 darmiatidarmi9@gmail.com2

farminarfan@gmail.com3 andiainun531@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai