Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan ginjal syaraf,

jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association, 2018).

Penyakit ini di tandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi batas normal

yang disebabkan kurangnya hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas

sehingga dapat meninggikan kadar gula darah. Kondisi tersebut pada

penderita DM yang tidak dapat mengontrol kadar gula darah berpotensi

mengalami komplikasi hiperglikemi dimana kondisi ini akan diikuti

komplikasi penyempitan vaskuler yang mengakibatkan kemunduran atau dan

kegagalan fungsi organ otak, mata, dan jantung (Ruben, Rottie, & Karundeng,

2016).

Kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan merupakan salah satu contoh

yang dapat menyebabkan faktor independent untuk penyakit diabetes melitus

dan rata-rata menyebabkan kematian di dunia (Rehmaita & Mudatsir, 2017).

Ilyas (2015) mengatakan agar kadar gula darah selalu dapat berada dalam

keadaan terkendali maka penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan pola

hidup sehat misalnya mengatur pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik

misalnya olahraga, senam, atau latihan jasmani lainnya, dengan melakukan


latihan jasmani berupa olahraga apapun itu dapat menimbulkan proses

terjadinya peningkatan aliran darah, pembuluh kapiler lebih banyak terbuka

sehingga mengakibatkan banyaknya reseptor insulin dan reseptor akan lebih

aktif sehingga hal ini berdampak terhadap penurunan kadar gula darah pada

penderita diabetes.

Global Report on Diabetes (2016) melaporkan bahwa diabetes


melitus menyebabkan 1,5 juta orang meninggal pada tahun 2012. Diabetes
melitus bertanggung jawab dalam 2,2 juta kematian sebagai akibat dari
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler dan lainnya, dengan total 3,7 juta
orang meninggal dimana sebesar 43% meninggal sebelum usia 70 tahun
(WHO, 2016). Menurut Internasional of Diabetic Federation, bahwa telah
terjadi peningkatan kasus Diabetes Melitus di dunia dari tahun 2013 sampai
tahun 2017 terjadi peningkatan. Dimana pada tahun 2013 terdapat sekitar 382
juta kasus Diabetes Melitus. Tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 415 juta
kasus Diabetes Melitus. Lalu pada tahun 2017 terjadi peningkatan kasus
Diabetes Melitus menjadi 425 juta kasus (IDF, 2013, 2015, dan 2017).
Menurut Internasional of Diabetic Federation (IDF) (2017) tingkat prevalensi
global penderita diabetes melitus di Asia Tenggara pada tahun 2017 adalah
sebesar 8,5%. Diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 11,1%
pada tahun 2045 dimana Indonesia menempati urutan ke-6 setelah Cina, India,
Amerika Serikat, Brazil, dan Mexico dengan jumlah penderita diabetes
melitus sebesar 10,3 juta penderita (IDF, 2017). Sementara di Indonesia pada
tahun 2013 jumlah penderita DM dengan usia ≥15 Tahun mencapai lebih dari
12 juta jiwa, sedangkan di Sumatra selatan berdasarkan data Infodation
Kemenkes RI (2014) Penderita DM sebanyak 49.318 orang, dan di Jawa Barat
terdapat kasus DM sebesar 58.745 orang dengan prevalensi sekitar 9.35%.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur kasus diabetes
militus tertinggi di Puskesmas Cianjur Kota yaitu berjumlah 620 responden
(Dinkes Kab. Cianjur, 2018).
Penyakit diabetes mellitus atau DM termasuk penyakit menahun

yang tidak bisa disembuhkan tetapi kadar gula darahnya dapat di stabilkan

menjadi normal dengan pengolahan yang tepat dan benar (Uswatun, 2017).

Pada diabetes melitus, insulin yang tidak terkontrol meningkatkan konsentrasi

gula dalam darah dan juga ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi

insulin memperberat kondisi tersebut, situasi ini dikenal sebagai

hiperglikemia, sehingga kadar gula dalam darah yang tinggi tersebut akan

mempengaruhi terjadinya kerusakan pada tubuh serta kegagalan berbagai

jaringan dan organ (Landani, 2018).

Pada penderita diabetes yang melakukan latihan fisik dengan teratur

akan meningkatkan toleransi insulin terhadap gula darah (Landani, 2018).

Kestabilan kadar glukosa darah saat ini belum bisa dilakukan karena

kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik seperti

olahraga ringan yang sangat berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah

(Astuti, 2017).

Dampak yang ditimbulkan oleh penyakit DM antara lain

hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, sindrom HHNK, kerusakan retina mata,

kerusakan ginjal, kerusakan syaraf, komplikasi pembuluh darah besar dan

penyakit serebrovaskuler (PERKENI, 2015). Komplikasi dari DM dapat

menyebabkan kematian dan juga merupakan penyakit yang akan diderita


seumur hidup (IDF, 2015). Komplikasi penyakit DM dapat dicegah dengan

cara mengendalikan kadar gula darah dengan melakukan aktivitas fisik

(Astuti, 2017).

Latihan fisik pada penderita glukosa darah tinggi memiliki peranan

yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana

saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaikan glukosa oleh otot

yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa

darah. (PERKENI, 2015). Penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus terdapat

dua bagian yaitu terapi non farmakologis yaitu pengelolaan makanan,

aktivitas fisik, dan kontrol kesehatan sedangkan terapi farmakologis yaitu obat

hipoglikemik, dan insulin (Yanti, 2018).

Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus

adalah jalan kaki, jalan cepet, joging, bersepeda, senam, berenang dan dansa

aerobik (Isrofah, Hurhayati dan Projo Angkasa, 2015). Tetapi aktivitas fisik

yang paling tepat untuk dilakukan yaitu jalan kaki karena merupakan salah

satu cara untuk mengendalikan diabetes mellitus yang bisa dilakukan di

rumah atau di luar rumah secara mandiri dan rutin (Isrofah, Hurhayati dan

Projo Angkasa, 2015).

Jalan kaki merupakan cara mudah dan murah untuk sehat, namun

untuk memperoleh hasil maksimal bagi kesehatan perlu diperhatikan posisi

kaki saat berjalan (Kurniali & Brotoasmoro, 2007). Munurut American

College Of Sports Medicine (ACSM) aktivitas berjalan kaki merupakan


bentuk aktivitas fisik yang direkomendasikan untuk dilakukan sehari-hari.

Jalan kaki yang dilakukan dalam frekuensi tertentu bahkan dapat menurunkan

resiko terkena penyakit metabolic seperti kolesterol tinggi (dyslipidemia),

hipertensi, penyakit jantung coroner, dan diabetes mellitus (kencing manis).

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Fahrunnisa tentang Pengaruh

jalan santai terhadap kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes

mellitus di Puskesmas Karang Taliwung Mataram Nusa Tenggara Barat tahun

2019. Berdasarkan hasil perhitungan yang menggunakan uji non-parametrik

(uji Wilcoxon), diperoleh hasil nilai menunjukkan pada penelitian ini terdapat

pengaruh yang signifikan antara jalan santai terhadap kadar glukosa darah

sewaktu penderita diabetes mellitus di Puskesmas Karang Taliwang Mataram

Nusa Tenggara Barat tahun 2019.

Penderita DM penting untuk melakukan latihan fisik salah satunya

dengan melakukan jalan kaki selama 30 menit juga dapat meningkatkan

kontrol glukosa yang bisa membantu otot menyerap gula darah dan mencegah

penyumbatan aliran darah, efek ini bisa bertahan selama berjam-jam ataupun

beberapa hari, tetapi tidak permanen, kondisi tersebut diperlukan jalan kaki

yang teratur untuk mengontrol gula darah (Muhammad, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Kaki terhadap Kadar Gula

Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur

Kota.
B. Perumusan Masalah Penelitian

Angka kejadian DM di Kabupaten Cianjur cukup tinggi khususnya di

Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota yang menempati urutan ke 1 dari 45

Puskesmas yang tersebar di wilayah Kabupaten Cianjur, hal tersebut

dibuktikan dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa jumlah

penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas tersebut sangat tinggi dengan

prevalensi 620 responden. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebiih 30 menit), merupakan salah satu cara untuk mencegah

DM kegiatan sehari-hari seperti jalan kaki selain untuk menjaga kesehatan

tubuh juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glikosa darah. Penjelasan tersebut

maka dapat dirumuskan rumusan masalah “Adakah Pengaruh Aktivitas Fisik

Jalan Kaki Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciamjur Kota”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Kaki terhadap

Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Cianjur Kota.

2. Tujuan Khusus
1.Mengidentifikasi kadar darah sebelum dilakukan aktifitas fisik jalan

kaki pada pasien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur

Kota

2.Mengidentifikasi kadar darah sesudah dilakukan aktifitas fisik jalan kaki

pada pasien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota

3.Menganalisis pengaruh sebelum dan sesudah aktifitas fisik jalan kaki

pada pasien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan

kepada masyarakat khususnya penderita Diabetes Melitus dengan

melakukan aktivitas fisik seperti jalan kaki berguna bagi pengendalian

kadar gula darah.

b. Bagi Lahan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan

sumbangan ilmu dari peneliti agar puskesmas dapat memberikan

edukasi dan terapi terhadap penderita Diabetes Melitus.

c. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan

pengembangan ilmu di asuhan keperawatan medical bedah terhadap


penanganan aktivitas fisik terhadap kadar gula darah penderita

Diabetes Melitus.

d. Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta

dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk penelitian terkait.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Teori dan Konsep Terkait

1. Konsep Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan kelainan pada seseorang yang

ditandai dengan naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi)

yang diakibatkan karena tubuh kekurangan insulin (Padila, 2012).

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik menahun

akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh

tidak dapat menggunakan insulin yang di prosuksi secaa efektif

(PERKENI, 2015).

Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena adanya

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (IDF, 2015).

b. Klasifikasi Diabetes Melitus


1) Diabetes mellitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus

(IDDM)

Diabetes mellius tipe 1 ini, terjadinya perusakan sel-sel

pankreas yang memproduksi insulin. Kebanyakan penderita

diabetes tipe ini sudah terdiagnosa sejak usia muda. Umumnya

pada saat mereka beluk mencapai usia 30 tahun, karenanya

diabetes mellitus sering disebut dengan diabetes yang bermula

pada usia muda (juvenile-ondet diabetes) (IDF, 2015).

2) Diabetes mellitus tipe atau Non-insulin-dependent diabetes

mellitus (NIDDM)

Diabetes tipe 2 sering terjadi pada usia dewasa diatas 30

tahun. Sekitar 90% dari penderita diabetes di seluruh dunia yang

memiliki diabetes tipe 2, yang sebagian besar merupakan hasil

dari kelebihan berat badan dan kurangnya melakukan aktifitas

fisik. Gejalanya mungkin mirip dengan diabetes tipe 1 namun

sering kurang ditandai akibatnya, penyakit ini dapat didiagnosis

beberapa tahun setelah onset dan sesekali komplikasi sudah

muncul (WHO, 2015).

3) Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus yang didiagnosis selama kehamilan

(ADA, 2015). Wanita dengan DM yang berkembang selama

masa kehamilan dan menjadi salah satu faktor resiko


berkembangnya diabetes pada ibu setelah melahirkan. Bayi yang

dilahirkan cenderung akan mengalami obesitas serta berpeluang

mengalami penyakit DM pada usia dewasa (Sari, 2018).

4) Tipe diabetes lainnya

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin penkreas, penyakit metabolik endokrin lain,

iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik

lain (ADA, 2015).

c. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Diabetes mellitus mempunyai beberapa gejala umum antara lain:

1) Pengeluaran urin (poliuria)

Keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai

gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi

sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha

untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin

ini sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa (PERKENI, 2015).


2) Banyak minum (polidipsia)

Keadaan dimana penderitamengalami rasa haus yang amat

sering karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.

Keadaan ini sering disalah tafsirkan dikiranya rasahaus itu

dikarenakan udara yang panas atau beban kerja yang berat

untuk menghilangkan itu penderita banyak minum (Wijaya and

Putri, 2013).

3) Banyak makan (polifagi)

Penderit diabetes mellitus akan cepat merasa lapar dan

lemas karena penderita mengalami keseimbangan kalori

negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar dan untuk

menghilangkan rasalapar itu penderita banyak makan (Wijaya

and Putri, 2013).

4) Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penderita diabetes mellitus akaan mengalami penurunan

berat badan yang derastis dan penderita akan mudah merasa

lemah, hal ini disebebkan glukosa dalam darah tidak dapat

masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar

untuk menghasilkan tenaga. Tubuh terpaksa mengambil dan

membakar lemak sebagai cadangan energi (Wijaya and Putri,

2013).
d. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM menurut PERKENI (2015) dapat dibagi menjadi

dua kategori yaitu :

1) Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar gula darah jangka pendek, diantaranya:

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa darah dalam tubuh)

timbul sebagai komplikasi diabete yang disebabkan karena

pengobatan yang kurang tepat.

b) Ketoasidosis diabetik

Disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam

darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat

menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan

ketoasidosis.

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler

nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes mellitus

yang di tandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar

glukosa serum lebih dari 600 mg/dl.

2) Komplikasi metabolok kronik

Komplikasi kronik pada penderita DM berupa kerusakan

pembuluh darah kecil (microvaskuler) dan komplikasi pada

pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya :

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

(1) Kerusakan retina mata (retinopati)

Kerusakan retina mata merupakan suatu

mikroangiopati yang ditandai dengan kerusakan dan

sumbatan pembuluh darah kecil.

(2) Kerusakan syaraf (neuropati diabetik)

Kerusakan syaraf merupakan komplikasi yang paling

sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM

mengancam pada sekelompok penyakit yang menyerang

semua tipe syaraf.

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada penderita

DM yaitu jantung koroner dan stroke.

(1) Penyakit jantung koroner


Komplikasi penyakit jantung koroner pada penderita

diabetes mellitus disebabkan karena karena adanya

iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak

disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI

(silent miyocardial infarction).

(2) Penyait cerebrovaskuler

Penderita DM beresiko 2 kali lipat dibandingkan

dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit

serebrovaskuler. Gejala yang ditimbukan menyerupai

gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya

keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan,

kelemahan dan bicara pelo.

e. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor resiko dan cepat lambatnya seseorang terkena diabetes

melitus dipengaruhi oleh teori dibawah ini :

1) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga adalah faktor risiko utama seorang akan

mengalami diabetes melitus, secara genetik pasien diabetes

melitus akan mempengaruhi keturunannya. Tranmisi genetik

adalah paling kuat terdapat dalam diabetes, jika orang tua

menderita diabetes ,maka 90% pasti membawa carier diabetes,


yang ditandai dengan kelainan sekresi insulin. Hal ini

dikarenakan seorang dengan riwayat keluarga diabetes memiliki

kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak menghasilkan

insulin dengan baik (Price & Wilson, 2006).

Menurut Rahayu (2012), Diabetes melitus dapat menurun

menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit diabetes

melitus yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang

mengakibatkan tubuh tidak menghasilkan insulin dengan baik

dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki

riwayat keturunan diabetes melitus lebih banyak (54%)

dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat keturunan

diabetes melitus (46%). Sedangkan menurut Samreen Riaz

(2009) menyatakan bahwa 25% diabetes melitus tipe 1 dan 50%

diabetes melitus tipe 2 terjadi juga karena faktor keturunan.

Risiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita

DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM

maka risiko untuk menderita DM adalah 75% (Diabates UK,

2010). Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-

30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan

gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara

kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah


10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar

identik (Diabetes UK, 2010).

2) Usia

Di negara berkembang penderita diabetes mellitus berumur

antara 45-64 tahun dimana usia tergolong masih sangat

produktif. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi Kesehatan (Soegondo, 2011). Notoatmodjo

(2012) mengungkapkan pada aspek psikologis dan mental taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. Menjelaskan

bahwa makin tua umur seseorang maka proses perkembangannya

mental bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu

bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

seperti ketika berumur belasan tahun.

3) Obesitas (kegemukan)

Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak

yang berlebihan yang menyebabkan timbulnya risiko terhadap

kesehatan (WHO, 2012). Obesitas merupakan faktor risiko

penyebab terjadinya penyakit degenerative seperti diabetes

melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi. Menurut Pusat

Diabetes dan Lipid RSCM FKUI dan Instalasi Gizi RSCM

(2003) sebagai penelitian abdominal diperlukan rasio lingkar


pinggang (lingkar pinggang normal laki – laki <90cm dan wanita

<80cm). Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot

menurun sehingga dapat memicu munculnya Diabetes Melitus.

Kelainan metabolik tersebut umumnya berupa resistensi terhadap

insulin yang muncul pada jaringan lemak yang luas, obesitas

berhubungan pula dengan adanya kekurangan reseptor insulin

pada otot, hati, monosit dan perbukaan sel lemak.

Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable

lainnya mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes

mellitus. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang yang

obesitas mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok

dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas,

dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan

kelompok IMT normal. Penelitian menurut Sunjaya (2009)

menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas

mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes

mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami

obesitas.

4) Jenis kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis


sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan

perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,

sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis

mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan

biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat

dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan

laki- laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

Menurut loacara (2007), rata – rata kematian pasien diabetes

melitus 72,29± 8,87 tahun lebih banyak pada wanita

disbandingkan dengan laki – laki 71,35±9,06 tahun.

5) Kurang olahraga

Olahraga adalah jenis latihan fisik (jasmani) melalui

gerakan-gerakan anggota tubuh atau gerakan tubuh secara

keseluruhan, dengan maksud untuk meningkatkan dan

mempertahankan kebugaran jasmani. Olahraga berperan utama

dalam pengaturan kadar glukosa darah. Olahraga juga dapat

secara efektif mengontrol Diabetes Melitus, antara lain dengan

melakukan senam khusus Diabetes Melitus, berjalan kaki,

bersepeda, dan berenang. Diet yang dipadu dengan olahraga

merupakan cara efektif mengurangi berat badan, menurunkan

kadar gula darah, dan mengurangi stres (Soegondo, 2009).


Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan

diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik

mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula

dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang

berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak

dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.

Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi

energi maka akan timbul DM (Kemenkes,2010).

Menurut penelitian yang telah dilakukan di Cina beberapa

waktu yang lalu, jika seseorang dalam hidupnya kurang

melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan

glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, hal

inilah yang memicu terjadinya berbagai macam penyakit

degenratif salah satu contohnya diabetes melitus (Yunir dan

Soebardi, 2007).

6) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan

dalah aktifitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak

teratur dan minum minuman bersoda merupakan salah satu gaya

hidup yang dapat memicu timbulnya diabetes mellitus (ADA,

2015).
7) Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori

yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memecutimbulnya diabetes

melitus. Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi

dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat

menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya

akan menyebabkan diabetes melitus (Hasdianah, 2012).

8) Merokok

Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok

aktif dan pasif. Dari responden yang terpapar asap rokok,

sebagaian besar adalah perokok pasif. Perokok pasif

memungkinkan menghisap racun sama seperti perokok aktif.

Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif

memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM dibanding

dengan yang tidak terpajan (Irawan,2010).

9) Stress

Stress adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi

ketika seseorang mendapatkan masalah atau tantangan dan

belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak pikiran yang

mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan


dilakukannya (Clonninger, 1996, dalam Safaria dan Saputra,

2009).

Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah kerena

stress menstimulus organ endokrin utuk mengeluarkan

ephinefrin, yang mempunyai efek sangat kuat dalam

menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesi di dalam hati

sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa di dalam

darah dalam beberapa menit (Guyton & Hall, 2007). Orang yang

mengalami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM

dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stres (Andi

dkk,2007).

Adanya peningkatan risiko diabetes pada kondisi stres

disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara berlebihan

saat seseorang mengalami stres. Produksi kortisol yang berlebih

ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah

merosot, yang kemudian akan membuat individu tersebut

menjadi lemas, dan nafsu makan berlebih. Oleh karena itu, ahli

nutrisi biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa pada

umumnya orang yang mengalami stres panjang juga akan

mempunyai kecenderungan berat badan yang berlebih, yang

merupakan salah satu faktor risiko diabetes melitus

(Siagian,2012).
10) Hipertensi

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi

berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada

sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang

meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan

dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh

/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa

substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh

darah.

Ada hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan

diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang yang

terkena hipertensi berisiko lebih besar untuk menderita diabetes,

dengan odds 6,85 kali lebih besar dibanding orang yang tidak

hipertensi. Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan

bahwa individu yang mengalami hipertensi mempunyai risiko

1,5 kali lebih besar untuk mengalami diabetes dibanding individu

yang tidak hipertensi.

11) Diet

Menurut Waspadji (2004) dijelaskan bahwa Diabetes

Melitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang

prevalensinya semakin meningkat. Penyakit ini sangat erat


kaitannya dengan pola makan. Tingginya kadar gula dalam darah

akibat asupan kalori dan karbohidrat yang berlebih merupalan

penyebab utama penyakit tersebut.

Diet pada penderita diabetes melitus meliputi pengaturan

kalori, dan pemberian makanan karbohidrat, lemak dan protein

yang terdapat dalam ketujuh kelompok penggolongan makanan.

Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling dahulu

digunakan sebelum protein dan lemak. Komposisi karbohidrat

yang di anjurkan di Indonesia saat ini pada diabetasi terdiri dari

60-70% karbohidrat. Melihat komposisi diet yang dianjurkan

selama ini tampak bahwa presentase yang dianjurkan makin

tinggi dan makin mendekati menu rata-rata bangsa Indonesia

yang terdiri dari 81% karbohidrat (Munadi, 2008).

f. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

1) Non farmakologis

a) Pengelolaan makanan

Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah

lemak, rendah lemak jenuh dan diet tinggi serat. Diet ini

dinjurkan untuk diberikan pada setiap orang yang mempunyai

resiko DM. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai

berat badan ideal. Selain itu, karbihidrat merupakan pilihan


dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak

menimbulkan puncak glukosadarah yang tinggi setelah

makan. Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan

3J yaitu Jumlah, Jadwal dan Jenis diet (WHO, 2015).

(1) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan

oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi.

Jumlah kalori ditentukan sesuai dengan IMT dan

ditentukan dengan satuan kkal.

(2) Jadwal makan diatur untuk mencapai berat badan ideal.

Sebaikya jadwal makannya diatur dengan interval 3 jam

sekali dengan 3 kali makan besar 3kali makan selingan

dan tidak menunda jadwal makan sehari-hari.

(3) Jenis merupakan jenis makanan yang sebaiknya

dikonsumsi

b) Aktivitas fisik

(1) Kegiatan jasmani

Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ± 5

menit dan pendinginan selama ± 5 menit), merupakan

salah satu cara untuk mencegah DM kegiatan sehari-hari

seperti berjalan kaki harus tetap dilakukan dan


menghindari aktivitas seperti menonton tv, main game

komputer dan lain-lain. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kesehatan tunuh juga dapat menurunkan barat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glikosa darah. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Hindarkan hidup yang kurang gerak atau bermalas

malasan (PERKENI, 2015).

(2) Kontrol kesehatan

Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar

diketahui nilai kadar gula darah untuk mencegah terjadinya

diabetes mellitus supaya ada penanganan yang cepat dan

tepat saat terdiagnosa diabetes mellitus (Yanti, 2018).

Seseorang dapat mencari informasi tentang tanda dan

gejala diabetes mellitus agar dapat mengubah tingkah laku

sehari-hari supaya terhindar dari penyakit diabetes

mellitus.

2) Farmakologis

Terapi farmakologis DM menurut PERKENI (2015) sebagai

berikut:

a) Obat hipoglikemik

(1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi inssulin oleh sel beta pankreas dan

merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan untuk

berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

dan hati serta kurangnya nutrisi dan penyakit

kardiovaskuler tidak dianjurkan menggunakan

sulfonilurea kerja panjang.

(2) Glinid

Obat ynag cara kerjanya sama dengan sulfonilurea

dengan penekanan untuk meningkatkan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat

yaitu repanglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid

(derivat fenilalani). Obat ini diaborbsi dengan cepat

setelah pemberian secara oral dan dieksresi secara cepat

melalui hati.

(3) Golongan biguanida

Obat hipoglikemik oral adalah metfomin. Indonesia

merupasan salah satu negara yang menggunakan obat

metfomin hal ini dikarenakan, ketika menggunakan


metfomin frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup

sedikit asal dosinya tidak melebihi 1700 mg/hari dan

tidak ada gangguan fungsi gagal ginjal dan hati.

(4) Golongan tizaolidindion

Senyawa golongan tizaolidindion bekerja

meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dan

metabolisme di otot, jaringan lemak dan hati untuk

menurunkan retensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga

menurunkan kecepatan glikogenesis.

(5) Golongan inhibitor a-glukosidase

Senyawa-senyawa inhibitor a-glukosidase bekerja

menghambat enzim alfa glukosidase (maltase, isomaltase,

glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk

menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus.

b) Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

(1) Penurunan berat badan yang cepat

(2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis

(3) Ketoasidosis diabetik

(4) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik


(5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

(6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir optimal

(7) Stress berat(infeksi sistemik, operasi besar, IMA dan

stroke)

(8) Kehamilan dengan DM atau diabetes gastasional

yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

(9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

(10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

2. Konsep Kadar Glukosa Darah

a. Definisi Kadar Glukosa Darah

Kadar gula darah merupakan terjadinya suatu peningkatan

setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari setelah

bangun tidur. Bila seseorang mengalami hyperglikemia kedaan gula

darah dalam tubuh mengalami kenaikan di atas normal, sedangkan

hypoglikemia suatu keadaan dimana seseorang mengalami

penurunannilai gula dalam darah di bawah normal (PERKENI,

2015).

Di dalam darah, kadar glukosa darah selalu fluktuatif

bergantung pada asupan makanan. Kadar paling tinggi tercapai pada

satu jam setelah makan. Glukosa di dalam darah akan mencapai

kadar paling tinggi, normalnya tidak melebihi 180 mg per 100 cc

darah (180 mg/dl). Kadar 180 mg/dl disebut ambang ginjal dimana
ginjal bisa menahan gula pada kadar tesebut. Lebih dari angka

tersebut ginjal tudak dapat menahan gula dan kelebihan gula akan

keluar bersama urin. Pada diabetes terdapat masalah dengan efek

kerja insulin dalamhal ini pemasukan gula ke dalam sel tidak

sempurna sehingga gila darah tetap tinggi.

Hal ini dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak

sehat serta menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme

yang lain.

Apabila tidak bisa mendapatkan energi yang cukup dari gula,

tubuh akan mengolah zat-zat lain itu adalah lemak dan protein.

Penggunaan atau penghancura lemak dan protein menyebabkan

turunya berat badan (ADA, 2015).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah

Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah menurut ADA

(2015) yaitu :

1) Konsumsi karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu bahan makanan utama

yang diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang

kita konsumsi terdapat dalam bentuk polisakarida yang tidak

dapat diserapsecara langsung. Karena itu, karbohidrat harus


dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat

diserap melalui mukosa saluran pencernaan.

Kebanyakan karbohidrat dalam makanan akan diserap ke

dalam aliran darah dalam bentuk monosakarida glukosa. Jenis

gula lain akan diubah oleh hati menjadi glukosa.

2) Aktifitas fisik

Aktifitas fisik mempengaruhi kadar glukosa darah. Ketika

aktifitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut

meningkat. Ketika tubuh tidak dapat mengoprasikan kebutuhan

glukosa yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka

kadar glukosa tubuh akan menjadi terlalurendah

(hipoglikemia). Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi

kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan

aktifitas fisik yang kurang, maka kadar glukosa darah menjadi

lebih tinggi dari normal (hiperglikemia).

3) Penggunaan obat

Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam

darah, diantaranya adalah obat antipsikotik dan steroid. Obat

antipsikotik atpikal mempunyai efek simpang terhadap proses

metabolisme. Penggunaan klozapin dan olanzapin sering kali


dikaitkan dengan penambahan beret badan sehingga

pemantauan akan asupan karbohidrat sangat diperlukan.

Penggunaan antipsikotik juga dikaitkan dengan kejadian

hiperglikemia walaupun mekanisme jelasnya belum diketahui.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan berat badan

akibat retensi insulin.

4) Stress

Stress baik secara fisik maupun neurogenik, akan

merangsang pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone)

dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH akan

merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon

adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon kortisol ini kemudian

akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah.

c. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Pemeriksaan kadar gula darah menurut ADA (2015) bisa

dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :

1) Tes gula darah sewaktu

Kadar gula darah sewaktu sering disebut juga kadar gula

darah acak atau tes gula darah sewaktu yng dilakukan kapan

saja.
Hasil Kadar gula darah sewaktu
Normal 180 mg/dl
Tinggi >200 mg/dl
Rendah <200 mg/dl
Tabel 2.1 Klasifikasi kadar glukosa darah sewaktu pada

penderita DM

2) Uji HbAIc

Uji HbAIc mengukur kadar glukosa farah rata-rata dalam

2-3 bulan terakhir. Uji ini lebuh sering digunakan dalam

mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes.

Tabel 2.2 Klasifikasi kadar HbAIc pada penderita DM

Hasil Kadar HbAIc


Normal Kurang dari 5,7%
Tinggi 5,7-6,4
Rendah Sama atau lebih 6,4%
3) Tes gula darah puasa

Pemeriksaan ini mewajibkan penderita untuk puasa

sebeumnya. Biasanya, puasa yang dianjurkan memakan waktu

kurang lebih 8 jam. Karena cek gula darah puasa dilakukan di

pagi hari, maka pasien diminta untuk tidk makan dan minum di

tengah mala. Pemeriksaan gula darah puasa dianggap sebagai


pemeriksaan yanng cukup diandalkan untuk mendiagnosis

penyakit diabetes.

Tabel 2.3 Klasifikasi tes gula darah puasa pada penderita


DM

Hasil Kadar gula darah puasa


Normal Di bawah 100 mg/dl
Prediabetes 100-125 mg/dl
Diabetes 126 /dl atau lebih

d. Standart Operasional Prosedure Pemeriksaan Kadar Gula


Darah
PEMERIKSAAN GULA DARAH
Pengertian Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar
gula darah seseorang.
Indikasi 1. Klien yang tidak mengetahui penyakitnya
2. Penderita DM

Tujuan Untuk mengetahui kadar gula sewaktu sebagai indikatoe


adanya metabolisme karbohidrat.
Persiapan alat 1. Glukometer / alat monitor kadar glukosa darah
2. Kapas Alkohol
3. Hand scoon bila perlu
4. Stik GDA / strip tes glukosa darah
5. Lanset / jarum penusuk
6. Bengkok
7. Tempat sampah
Persiapan lingkungan 1. Menjaga privasi klien
2. Sebelum dilakukan tindakan probandus / orang diberika
informasi untuk tidak makan (puasa)mulai jam 10 malam
(sekitar 12 jam sebelum praktikum dimulai).

Prosedur 1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada


pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Memakai handscoon bila perlu.
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan alat disamping pasien.
6. Pastikan alat bisa digunakan.
7. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
8. Mengurut jari yang akan ditusuk (darah diambil dari
salah satu ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis
tangan kiri / kanan).
9. Desinfeksi jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
10. Menusukkan lanset di jari tangan pasien, dan biarkan
darah mengalir secara spontan.
11. Tempatkan ujung strip tes gula darah (bukan diteteskan)
secara otomatis terserap ke dalam strip.
12. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik
GDA.
13. Menutup bekas tusukan lanset menggunakan kapas
alkohol.
14. Alat glukometer akan berbunyi dan bacalah angka yang
tertera pada monitor.
15. Keluarkan strip tes glukosa dari alat monitor.
16. Matikan alat monitor kadar glukosa darah.
17. Membereskan alat.
18. Mencuci tangan.
19. Dokumentasi : catat hasil di buku catatan.

3. Konsep Aktivitas Fisik Jalan Kaki

a. Definisi Jalan Kaki


Definisi jalan kaki dikategorikan olahraga apabila dilakukan

secara berkelanjutan tanpa henti dan minimal dilakukan selama 30

menit (Widiya, 2015). Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan perilaku

hidup sehat, terutama dalam pengendalian DM (Salindeho, Mulyadi,

& Rottie, 2016).

Menurut Gumilar (2016) jalan kaki adalah kegiatan fisik yang

menggunakan otot-otot terutama otot kaki untuk berpindah ke suatu

tempat atau ketempat lain, gerak tubuh yang kita lakukan dalam

berjalan di dominasi oleh langkah kaki, meskipun gerak tangan, dan

anggota badan lainnya juga diperlukan tetapi gerak langkah kaki

sebagai gerak utama, ada 3 tingkatan jalan kaki :

1) Jalan kaki sebagai rekreasi.

2) Jalan kaki sebagai kesehatan.

3) Jalan kaki sebagai atletik atau prestasi.

b. Manfaat Jalan Kaki

Jalan kaki memiliki beberapa manfaat yang baik untuk

kesehatan termasuk menyehatkan jantung dan mengurangi stres.

Berikut ini adalah manfaat jalan kaki menurut (Muhammad, 2011)

sebagai berikut :
1) Bila dilakukan tanpa alas kaki akan memperkuat kaki dan jari

jari kaki.

2) Akan memperkuat sistem pernafasan.

3) Merupakan salah satu latihan yang membuat semua bagian

tubuh bergerak.

4) Bila ingin mencoba berjalan lebih cepat maka akan

meningkatkan denyut jantung serta memberikan kebugaran

fisik.

5) Dapat memperbaiki postur tubuh. Ketika kaki dan bagian tubuh

bawah bergerak makan akan membuat sendi lebih fleksibel.

6) Dapat menjaga berat tubuh tetap ideal.

7) Membantu mengurangi risiko terjadinya serangan jantung,

meningkatkan fungsi sistem pernafasan, mengatasi hipertensi,

dan sebagai terapi rehabilitasi bagi orang yang pernah terkena

serangan jantung.

8) Waktu yang paling baik untuk penderita DM melakukan

olahraga jalan kaki adalah 1-2 jam setelah makan, saat insulin

dan kadar gula darah mulai stabil.

c. Informasi Lain Mengenai Jalan Kaki

Jalan kaki dapat membakar dua ratus tujuh puluh kalori pada

tubuh jika kita berjalan dalam kecepatan 4,8 km/jam dan 390 kalori
pada kecepatan 6,8 km/jam. Salah satu keuntungan dari jalan kaki

adalah dapat dilaksanakan dimana saja, oleh siapa saja, tidak

menentu harus usia berapa, jalan kaki bisa juga menjadi dampak

negatif jika tidak berhati-hati dalam melakukannya, contoh jika

pasien DM berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki, bisa

menyebabkan resiko terkena luka/ulkus (Muhammad, 2011).

Penderita DM dianjurkan jalan kaki (diluar aktifitas sehari-hari)

minimal 3000 langkah sehari selama minimal 30 menit dengan irama

100 langkah per menit. Ini setara dengan aktivitas fisik aerobik

intensitas sedang (Mellitus, Ii, & Kota, 2017).

d. Fisiologi Jalan Kaki Terhadap Diabetes Melitus

Penderita diabetes mellitus dengan berjalan kaki secara teratur,

sistem dalam tubuh menjadi lebih baik dalam pengaturan gula darah.

Menurut Ilyas (2005) di dalam Lukman Fauzi (2013) latihan jasmani

pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung

latihan jasmani dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.

Berjalan kaki selama 30 menit juga dapat meningkatkan kontrol gula

darah dan mencegah penyumbatan aliran darah, efek ini bisa bertahan

selama beberapa jam ataupun beberapa hari, tetapi tidak permanen

(Muhammad, 2011). Hal ini sesuai dengan teori Subroto (2006)

didalam (Isrofah, Nurhayati, 2015) yang menyatakan bahwa DM


dapat berolahraga seperti jalan kaki untuk menekan kadar gulanya.

Pada DM tipe 2 olahraga sangat berkaitan dengan pengontrolan kadar

gula darah DM. Olahraga secara teratur dapat mengurangi resistensi

insulin sehingga insulin dapat digunakan dengan lebih baik oleh sel-

sel tubuh dan dosisnya dapat diturunkan. Sehingga berjalan kaki

dapat bermanfaat mengurangi risiko orang yang terkena DM atau

yang sudah terkena penyakit DM untuk menurunkan kadar gula darah

bisa diimbangi dengan jalan kaki selama 30-50 menit perhari, jalan

kaki tidak hanya bermanfaat untuk penyembuhan penyakit DM dan

membantu penderita penyakit gangguan pernafasan dan jantung

(Muhammad, 2011).

e. Standart Operasional Prosedure Aktivitas Fisik Jalan Kaki

AKTIFITAS FISIK JALAN KAKI


Pengertian Aktivitas fisik jalan kaki adalah suatu aktivitas fisik ringan
dengan risiko cedera yang rendah, dan mampu memberikan
banyak manfaat bagi kesehatan tubuh

Indikasi Penderita DM

Tujuan Dapat menyehatkan jantung, otot dan persendian,


kekompakan tulang, kelancaran metabolisme tubuh,
kestabilan otot tubuh serta memperlancar sirkulasi darah.
Persiapan alat 1. Gunakan sepatu dan pakaian olahraga yang nyaman dan
melindungi tubuh, menggunakan pakaian yang longgar,
hindari
2. pakaian yang berasal dari karet karena pakaian
berbahan karet akan menghalangi proses penguapan
keringat dari kulit.
Prosedur a. Persiapan awal
1. Lakukan pemanasan :
Pemanasan dilakukan dengan cara berjalan kaki secara
perlahan selama kira-kira 5 menit sampai tubuh berasa
cukup hangat.
2. Peregangan :
Peregangan yang dilakukan meliputi bagian otot leher,
tangan, pinggul, bawah kaki termasuk hamstring (otot
yang berada di bagian belakang paha), serta
pergelangan kaki.

b. Saat Berjalan
1. Posisi kaki
a) Jejakkan tumit ke tanah terlebih dahulu
b) Ganti langkah dari tumit ke ujung jari kaki
c) Dorong kaki dengan ujung jari kaki
d) Angkat kaki belakang untuk menapak dengan tumit.

2. Posisi lutut
Langkahkan kaki dengan santai (relax) saat berjalan
kaki. Tekuk lutut sedikit saat melangkah dan jangan
kaku. Kaki yang lurus dan kaku saat melangkah dapat
menimbulkan tekanan atau ketegangan pada sendi lutut.

3. Posisi otot perut


Saat berjalan kaki, gunakan otot-otot perut untuk
membantu menyangga postur tubuh dan tulang
belakang. Caranya adalah dengan menarik sedikit otot
perut (mengempiskan perut) sambil posisi tubuh
benarbenar tegak saat berjalan. Sikap tubuh yang benar
saat berjalan kaki akan membantu mempermudah
pernapasan dan mencegah sakit punggung.

Berikut ini sikap tubuh yang benar saat berjalan kaki :


a) Berdiri tegak dengan relax dan punggung jangan
membungkuk
b) Posisi tubuh jangan terlalu condong ke dedpan (dagu
sejajar dengan tanah) untuk mengurangi ketegangan
leher dan punggung.
c) Tarik perut kearah dalam.
d) Kepala ditegakkan
e) Gerakan bahu secara relax dan bebaskan dari
ketegangan
f) Posisi tangan relax dengan telapak tangan
menggenggam ringan
g) Posisi kepala tetap tegak dan berada di tengah bahu atau
tidak miring, mata fokus menatap lurus kedepan
h) Menarik sedikit otot perut (mengempiskan perut) sambil
posisi tubuh benar-benar tegak saat berjalan
i) Tekuk lutut saat melangkah dan jangan kaku
j) Jejakkan tumit ke tanah terlebih dahulu
k) Angkat kaki belakang untuk menapak

4. Posisi tangan dan bahu


Gerakan tangan dapat memberikan keseimbangan pada
gerakan kaki saat berjalan.
a) Teknik gerakan dan posisi membentuk sudut 90
derajat dan ayunan tangan saat berjalan tidak lebih
tinggi dari dada
b) Ayunkan tangan dekat tubuh serentak dengan
langkah kaki dan posisinya berlawanan
c) Pastikan kedua tangan berayun ke depan dan ke
belakang, bukan ke samping
d) Posisi tangan relaks dengan posisi telapak tangan
menggenggam ringan

5. Posisi kepala dan leher


Jaga posisi kepala agar tetap tegak dan berada di
tengah bahu atau tidak miring dengan mata fokus
menatap lurus kedepan. Posisi bahu relaks, tetapi tetap
tegak dan jangan membungkuk. Jangan menggerakkan
kepala ke kiri dan ke kanan atau memandang ke arah
kaki karena dapat mebuat leher tegang. Dagu sejajar
tanah seolah-olah mata memandang titik yang berjarak
sekitar 5 meter di depan. Boleh melihat kebawah
sekali-sekali tetapi posisi kepala tetap tidak berubah.

6. Pernapasan
Caranya adalah dengan melakukan pernapasan perut.
Gembungkanlah perut saat mengambil napas. Boleh
mengambil napas melalui hidung ataupun mulut. Hal
tersebut tidak menjadi masalah kerena yang terpenting
adalah memperlapang paru-paru agar dapat
menampung banyak udara.

7. Lama Intensitas jalan Kaki


Ambang minimum respons terkait dosis olahraga pada
tekanan darah biasanya sekitar 30 menit dan dilakukan
beberapa kali per minggu (minimal 3x seminggu) dan
dilakukan minimal selama 2 – 6 minggu.

8. Pendinginan
Caranya adalah dengan mengurangi intensitas kegiatan
dan melakukan peregangan pada otot-otot tubuh.
Mengurangi intensitas kegiatan dengan cara berjalan
lebih lambat 5-10 menit, kemudian dapat melakukan
peregangan selama 5-10 menit.

Prosedur Tetap Latihan Jalan Kaki Terprogram

1. Pengertian Latihan jalan kaki terprogram merupakan


suatu gerakan / aktivitas tubuh dengan cara
berjalan kaki biasa yang berirama dengan
lengan yang terayun sesuai dengan irama
jalan seseorang yang dilakukan secara
terencana.

2. Tujuan 1. Mengoptimalkan status kesehatan


2. Menurunkan kadar glukosa darah
3. Melancarkan sirkulasi darah ke seluruh
tubuh.
3. Indikasi Penderita diabetes mellitus

4. Kontraindikasi Penderita yang mengalami ulkus kaki dan


mengalami Fatique

5. Persiapan 1. Jelaskan manfaat dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan.
2. Pastikan penderita sudah makan terlebih
dahulu 1–2 jam sebelum dilakukan
latihan.
3. Lakukan pengukuran tekanan darah
dan denyut nadi (dalam keadaan
istirahat)
4. Tentukan target denyut nadi maksimal.
HR (Heart Rate) maksiamal = 220–
umur.
5. Anjurkan responden untuk memakai
pakaian yang nyaman dan menyerap
keringat.
6. Anjurkan responden untuk memakai alas
kaki yang nyaman dipakai selama latihan.
6. Persiapan alat 1. Stopwatch.
2. Tensi meter.
3. Glukometer, lancet dan jarum.
4. Kapas alkohol.
5. Lembar observasi

7. Perisapan 1. Lingkungan yang aman, tidak


banyak kendaraan bermotor.
lingkungan 2. Bila perlu dilakukan di tempat khusus

8. Prosedur 1. Jelaskan manfaat dan tujuan tindakan


yang akan dilakukan.
2. Tanyakan kesiapan responden sebelum
kegiatan dilakukan.
3. Lakukan pemanasan/ peregangan otot
kepala, tangan dan kaki selama 5 menit.
4. Lakukan latihan jalan kaki (walking
exercise) dengan target denyut nadi
maksimal 40%- 60%.
5. Lakukan latihan selama 20 menit
sebanyak 3 kali seminggu.
6. Beri waktu istirahat selama 3 menit setiap
10 menit setelah dilakukan.
7. Lakukan latihan pada jalan yang
mendatar.
8. Anjurkan responden untuk menjaga
posisi tubuh dan mengatur kecepatan
langkahnya agar merasa lebih nyaman
selama kegiatan.
9. Hentikan latihan bila responden merasa
pusing dan sesak nafas
10. Lanjutkan latihan kembali dengan sisa
waktu yang telah ditentukan, setelah
responden beristirahat atau sudah merasa
tenang dan kondisi responden telah
membaik.
11. Latihan ditutup dengan dengan
pendinginan selama 5 menit.
12. Berikan reinforcement pada responden
setelah melakukan latihan.
13. Lakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya
9. Evaluasi 1. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan.
2. Lakukan penilaian/ pengukuran kadar
glukosa darah setiap responde

B. Penelitian Terkait

Penelitian yang telah dilakukan oleh Lukman Fauzi dan Lindra

Anggorowati (2013). Penelitian yang berjudul “Perbedaan Intensitas Jalan

Kaki Dengan Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah”. Alat penelitian

yang digunakan oleh peneliti adalah treadmill, lembar penjaringan sampel,

buku panduan dan monitoring, dan fotometer. Analisis data menggunakan

uji t-berpasangan dan repeated Anova (α = 0,05). Hasil penelitian

menunjukkan terdapat perbedaan antara jalan kaki dengan intensitas sedang


(p = 0,001) dan tinggi (p = 0,001) terhadap penurunan kadar glukosa darah

pada pasien DM ringan (kadar glukosa darah sewaktu < 250 mg/dl). Saran

yang diberikan kepada penderita DM adalah berjalan kaki 2 km pada

lintasan atau pinggir jalan selama 30 menit (sedang) atau berjalan kaki 2,5

km selama 30 menit (tinggi).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Iginatius Erino Septalaksana

Rahanmitu (2019). Penelitian yang berjudul “Perbandingan Efektivitas

Antara Jalan Kaki Dan Senam Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Kebonsari Surabaya”. Penelitian

ini bertujuan mengetahui perbandingan efektivitas antara jalan kaki dan

senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah penderita diabetes melitus

di Puskesmas Kebonsari Surabaya. Jenis penelitian ini adalah Pra-

experimental dengan metode two group pre-post design. Sampel penelitian

didapatkan menggunakan simple random sampling sebanyak 30 penderita

diabetes melitus dan yang mempunyai kadar gula darah >200 mg/dl di

Puskesmas Kebonsari Surabaya. Instrumen yang digunakan SOP senam kaki

dan lembar observasi kadar gula darah dan Glucometer. Analisa data

menggunakan uji paired t-test dan independent t-test (p<0,05). Hasil

penelitian pada kelompok jalan kaki berpengaruh pada penurunan kadar gula

darah (p=0,000). Kelompok senam kaki berpengaruh pada penurunan kadar

gula darah (p=0,000). Jalan kaki dan senam kaki ada perbedaan efektivitas

dan berdasarkan selisih nilai rata-rata penurunan kadar gula darah jalan kaki
(19,8) lebih besar dari senam kaki (3,8). Kesimpulan dari penelitian ini

bahwa jalan kaki lebih efektif dalam menurunkan kadar gula darah dari pada

senam kaki. Implikasi dari penelitian ini bahwa jalan efektif untuk

menurunkan kadar gula darah apabila dilakukan secara teratur dan senam

kaki bisa menjadi terapi alternatif dalam menurunkan kadar gula darah.

C. Kerangka Teori

Skema Kerangka Teori 2.1

Faktor Resiko Diabetes Penatalaksanaan Diabetes


Melitus : Melitus :
1. Riwayat Keluarga 1. Non Farmakologis
2. Usia - Pengelolaan
3. Obesitas Makanan
4. Jenis kelamin -
Diabetes Melitus Aktivitas Fisik :
5. Kurang Olahraga
6. Gaya hidup Jalan Kaki
7. Pola makan - Kontrol Kesehatan
8. Merokok 2. Terapi Farmakologis
9. Stress - Obat Hipoglikemik
10. Hipertensi - Insulin
11. Diet
Perubahan Kadar Glukosa Darah

Sumber : (Price & Wilson, 2006), (Soegondo, 2011), (WHO, 2012), (Hungu,

2007), (Soegondo, 2009), (ADA, 2015), (Hasdianah, 2012),

(Irawan, 2010), (Clonninger, 1996, dalam Safaria dan Saputra,

2009), (Munadi, 2008), (PERKENI, 2015),

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang di teliti.

(Notoatmodjo, 2012).
Skema 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Aktivitas Fisik Kadar Gula


Darah
Jalan Kaki

Variabel Confounding :

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Riwayat Keluarga

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2012)

Dari kajian di atas tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Ada Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Kaki Terhadap Kadar Gula Darah Pada

Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat

diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional

(Nursalam, 2016).
Tabel. 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional
Variabel kegiatan fisik 1. Pemanasan SOP dan - -
Independent : yang selama 5 menit lembar
Aktivitas Fisik menggunakan 2. Peregangan observasi
Jalan Kaki otot-otot selama 10
terutama otot menit
kaki untuk 3. Jalan kaki
berpindah ke selama 30
suatu tempat menit/ hari
atau 4. Dilakukan 3×
ketempat lain. dalam
seminggu

Variabel Istilah yang Pengambilan Alat untuk Interval Hasil nilai


Dependent : mengacu kepada sampel darah mengukur kadar gula
Kadar Gula kadar glukosa untuk kadar gula darah
Darah darah yang pemeriksaan darah dengan
konsentrasinya kadar gula menggunakan
diatur ketat oleh darah sebelum Glukosa
tubuh, glukosa dan sesudah Test merk
yang dialirkan intervensi Autocheck
melalui darah
adalah sumber
utama energi
untuk sel-sel
tubuh.
BAB IV

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data.

Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen. Rancangan ini

berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan kelompok pembanding di samping kelompok perlakuan

(Nursalam, 2013).

Rancangan penelitian adalah hal yang sangat penting dalam penelitian

yang memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi dari hasil penelitian (Nursalam, 2017).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah one-

group pre-post test design repeated measures. Kelompok subjek diobservasi

satu kali yang pertama sebelum di intervensi, kemudian diobservasi lagi

setelah dilakukan intervensi (Nursalam, 2017).

Penelitian ini menganalisis Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Kaki

Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cianjur Kota. Rancangan penelitian dalam penelitian dapat dilihat

pada tabel 4.1.


Tabel 4.1 One-group pre-post test design repeated measures

O1 X1 O2 X2 O3 X3 O4

Keterangan :

O1 : Pengukuran awal sebelum diberikan perlakuan (pre test)

X1 : Pemberian latihan jalan kaki (intervensi)

O2 : Pengukuran kedua sesudah diberikan perlakuan (pos test)

X2 : Pemberian kedua latihan jalan kaki (intervensi)

O3 : Pengukuran ketiga sesudah diberikan perlakuan (post test)

X3 : Pemberian ketiga latihan jalan kaki (intervensi)

O4 : Pengkuran terakhir sesudah diberikan perlakuan (post test)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien yang menderita penyakit diabetes melitus, dan populasi dalam

penelitian ini sebanyak 620 responden.


2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling, Terdapat dua

syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sampel yaitu : a.

Representatif (sampel dapat mewakili yang ada) dan b. Sampel harus

cukup banyak (Nursalam, 2013).

a. Perhitungan Sampel

Menurut Hidayat (2009) pada penelitian eksperimental belum

banyak rumus yang dikembangkan untuk menentukan besar sampel

yang dibutuhkan. Penelitian eksperimental secara sederhana dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

penderita diabetes melitus yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Cianjur Kota, penentuan jumlah sampel ditentukan dengan

mengguanakan purvosive sampling dimana seluruh anggota populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel peneliti

Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus federer :

( t-1 ) ( n-1 ) ≥15

( 1-1 ) ( n-1 ) ≥15

( 1 ) ( n-1 ) ≥ 15
n-1 ≥ 15

n ≥ 15

keterangan :

n : Besar responden tiap kelompok

t : Jumlah kelompok

penelitian ini menggunakan sampel minimal tiap kelompok pada

penelitian ini berdasarkan rumus di atas adalah sebesar 15, pada

penelitian ini ditambah 10% jumlah sampel, hal ini untuk

mengantisipasi hilangnya sampel pada saat proses penelitian. Sehingga

jumlah sampel yaitu 15 + (15 x 10% ) = 15 + 1,5 = 16,5 dibulatkan

menjadi 17 sampel dalam satu grup penelitian, jadi jumlah sampel

pada penelitian ini adalah 17 orang. Untuk mengantisipasi hilangnya

unit eksperimen maka dilakukan koreksi dengan 1 ( 1-f ) dimana f

adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundurkan diri

atau drop out.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2016), teknik sampel rendom sampling

adalah teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu.

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk

mengurangi bisa hasil penelitan, khususnya jika terhadap variabel-


variabel yang di temui. Kriteria sampel di dapat di bedakan menjadi

dua bagian yaitu inklusi dan eklusi (Nursalam, 2013).

1) Kriteria Insluksi

kriteria insluksi adalah karakter umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan di teliti. Dalam

penelitian ini kriteri insluksinya adalah :

a) Responden yang menderita penyakit diabetes melitus di Wilayah

Kerja Puskesmas Cianjur Kota.

b) Bersedia menjadi responden.

c) Responden dalam keadaan yang stabil.

d) Responden yang menderita penyakit diabetes melitus tetapi tidak

melakukan aktivitas fisik seperti jalan kaki secara rutin hanya

melakukan aktivitas fisik seperti pekerjaan rumah tangga saja.

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi menghilangkan atau mengeluarkan subjek atau

mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria insluksi karena

adanya penyakit yang mengganggu, hambatan etis dan subjek

menolak berpartisipasi dalam penelitian ini penelitian ini kriteria

ekslusinya adalah

a) Responden yang mengkonsumsi obat hiperglikemi secara teratur.

b) Responden yang mengkonsumsi terapi lain.


C. Kerangka Kerja Penelitian
Identifikasi Masalah

Desain penelitian
Quasi Eksperimen dengan One-group pre-post test design repeated measures

Populasi

Semua penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota sejumlah
620 orang

Sampling

Menggunakan teknik sampel random sampling

Sample

Sebagian penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota yang
memenuhi kriteria inklusi sejumlah 17 orang

Pengumpulan Data

Pre test Perlakuan Post test


Pengecekan glukosa darah Pemberian latihan jalan Pengecekan glukosa
sebelum di berikan kaki sebanyak 3 kali dalam darah setelah di berikan
seminggu
intervesi intervensi

Pengolahan
Editing, Coding, Entry data, Cleaning, Proccesing

Analisa data
Uji Reapeted Measures Anova

Hasil dan kesimpulan


D. Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

berbeda terhadap sesuatu seperti benda, manusia (Nursalam, 2017). Variabel

adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki

atau didapatkan dari satuan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Variabel terdapat

2 jenis yaitu :

1. Variabel independen (bebas)

Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas

adalah variabel yang mempengaruhi sehingga timbul variabel dependen

(Hidayat, 2017). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik

jalan kaki.

2. Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen atau variable terikat adalah variabel yang dipengaruhi

oleh variabel bebas (Hidayat, 2017). Variabel ini bergantung pada variabel

bebas terhadap perubahan yang terjadi. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah diabetes melitus.

3. Variabel Confounding (pengganggu)

Variabel confounding adalah variabel yang merusak hubungan antara

variabel paparan (exposure) dan variabel terpapar (outcome). Variabel ini

dikatakan mengganggu karena keberadaannya sebagai penyebab terjadinya


exposure, namun disaat yang bersamaan, keberadaannya juga sebagai

penyebab terjadinya outcome (Hidayat, 2017).

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, dan

riwayat keluarga.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota dan Waktu

penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember Tahun 2020 – Januari

2021.

F. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah pedoman etika yang diberlakukan pada setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan baik peneliti, responden, maupun

masyarakat yang memperoleh hasil dari penelitian tersebut. Etika penelitian

ini juga mencakup perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian dan sesuatu

yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Sujarweni,2016).

1. Informed consent

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada

responden tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui

maksud dan tujuan penelitian secara jelas. Jika responden bersedia maka

akan diberikan lembar persetujuan untuk diisi jika sebaliknya responden

tidak bersedia, maka peneliti harus menghargai hak responden. Beberapa

informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain :
nama, umur, jenis kelamin, alamat, keterangan bersedia menjadi responden

dan tanda tangan responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak dicantumkan nama responden

dalam melainkan menggantinya dengan kode yang ada dalam lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentialy (kerahasiaan)

Dengan senntiasa peneliti akan menjaga kerahasiaan dari semua informasi

yaang didapatkan dari responden dan hanya kelompok tertentu yang akan

mengetahuinya.

4. Justice (keadilan)

Responden atau subjek penelitian harus diperlakukan adil dan tanpa

diskriminasi sebelum, selama, dan setelah penelitian (Nursalam,2016).

Prinsip keadilan yang diterapkan oleh peneliti dilakukan dengan cara tidak

membeda-bedakan responden dalam memberikan rasa keadilan pada

seluruh responden yang diberikan intervensi. Maka peneliti memberikan

intervensi kepada seluruh responden sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan.

5. Benefits (Manfaat)
Peneliti ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya dan dengan

kajian pustaka mengenai penderita Diabetes Melitus, pemberian latihan

jalan kaki. Dalam penelitian ini subjek ditempatkan pada posisi tehormat

dan tidak dirugikan, responden sebagai subjek akan mendapatkan manfaat

sesuai hasil akhir dari penelitian.

G. Alat Pengumpulan Data

1. SOP

2. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar

observasi untuk mengumpulkan data mengenai kadar gula darah dalam

tubuh. Peneliti juga menggunakan kuesioner data demografi seperti kode

responden, usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga diabetes melitus.

Pada lembar observasi untuk kadar gula darah terdiri dari kode

responden, hasil pra-test pengukuran kadar gula darah, serta hasil post-test

pengukuran kadar gula darah. Pemeriksaan alat sebelum digunakan seperti

melakukan kalibrasi pada alat dengan menggunakan Glukosa Test merk

Autocheck atau menggunakan alat yang baru dan penggantian baterai pada

alat dengan menggunakan Glukosa Test merk Autocheck agar hasil yang

didapatkan lebih valid.


Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian untuk

mengukur variabel independen menggunakan SOP pemberian latihan

jalan kaki yang di dapat dari penelitian sebelumnya oleh Darussalam dkk

(2016).

H. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian prosedur yang ditetapkan untuk penelitian

sebagai berikut :

1. Menentukan masalah dan mengajukan judul ke dosen pembimbing.

2. Menyusun proposal penelitian.

3. Mengurus surat izin penelitian ke akademik STIKIM (Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Indonesia Maju).

4. Mengurus surat izin penelitian ke KESBANGPOL (Kesatuan Bangsa dan

Politik) Kabupaten Cianjur.

5. Mengurus surat izin penelitian ke Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur.

6. Mengurus surat izin penelitian ke Puskesmas Cianjur Kota serta meminta

data jumlah respon yang menderita penyakit Diabetes Melitus.

7. Melakukan studi pendahuluan dengan cara mewawancarai responden yang

menderita penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas Cianjur Kota.

8. Mengumpulkan calon responden di Puskesmas Cianjur Kota setelah itu

responden diarahkan untuk ke lapangan Taman Prawatasari dan di sana


dilakukan pemilihan responden secara acak atau menggunakan teknik

random sampling.

9. Menjelaskan kepada calon responden tentang pengaruh aktivitas fisik jalan

kaki terhadap kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus.

10. Bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani

informed consent, yang berisikan kesepakatan antara peneliti dan

responden.

11. Peneliti mempersiapkan lembar observasi dan alat lainnya untuk yang

diperlukan untuk mengukur kadar gula darah pada pasien penderita

Diabetes Melitus.

12. Peneliti memberikan intervensi latihan jalan kaki 3x dalam seminggu

selama 30 menit.

13. Melakukan cek kadar gula darah sebelum dilakukan intervensi.

14. Memberikan intervensi latihan jalan kaki

15. Melakukan cek kadar gula darah 5 jam setelah dilakukannya intervensi.

16. Penyusunan laporan hasil penelitian.

I. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul diolah terlebih dahulu dengan langkah-langkah

berikut:

1. Editing (penyuntingan data)


Hasil wawancara yang dikumpulkan melalui kuesioner harus disunting

terlebih dahulu. Apabila masih ada yang belum lengkap jika mungkinkan

perlu dilakukan wawancara ulang untuk melengkapi data tersebut. Apabila

tidak memungkinkan, maka data yang belum lengkap tersebut tidak perlu

dimasukan dalam pengolahan (Notoatmojo, 2010).

2. Coding (membuat lembaran kode)

Coding merupakan kegiatan untuk pemberian kode terhadap data

berbentuk kalimat atau huruf menhadi angka atau bilangan (Notoatmojo,

2010).

a. Usia

b. Jenis kelamin

Laki-laki =1

Perempuan =2

c. Riwayat Keluarga

Ya =1

Tidak = 2

d. Kadar Gula Darah

Hasil nilai kadar gula darah =1

3. Entry Data

Entry data meruupakan suatu proses memasukan dara kedalam komputer

untuk selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program


komputer (Sujaweni, 2014). Peneliti memasukan suatu persatuan data

responden 1 kelompok intervensi mulai dari usia, jenis kelamin, dan

riwayat keluarga menggunakan program komputer dengan bantuan

5sofware SPSS 23 sebagai program untuk memasukan data.

4. Cleaning

Pembersihan data merupakan pemeriksaan kembali atau koreksi data yang

sudah dimasukkan sebagai upaya untuk memastikan apakah data sudah

benar atau masih terdapat kesalahan atau kekurangan pada saat

dimasukkan kedalam program di komputer (Sujaweni,2014). Cleaning

dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kembali data yang didapatkan

oleh peneliti yaitu karakteristik responden, hasil observasi pre test dan

post test. Semua data yang sudah didapatkan dan telah tersaji di komputer

dilakukan analisa data oleh peneliti sendiri.

5. Proccesing

Pada tahap akhir dari pengelolaan data yang sudah ada akan diproses

dengan komputer dengan bantuan sofware SPSS 23. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan Analisis Univariat dan Bivariat untuk memperoses

setiap data dan tujuan yang diinginkan peneliti.

J. Analisis Data

Analisis data dibagi menjadi 2 yaitu Analisis Univariat dan Analisis Bivariat

yaitu sebagai berikut:


1. Analisis Univariat

Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, bentuk Analisis Univariat

tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Notoatmojo, 2010).

a. Analisis karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, dan

riwayat keluarga, karena datanya berbentuk kategori maka akan

disajikan dalam bentuk distribusi proporsi.

b. Analisis kadar gula darah responden sebelum dan sesudah diberikan

latihan jalan kaki di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota, akan

dianalisis menggunakan nilai central tendency meliputi mean, median,

modus, dan standard deviation central tendency (simpangan baku).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara kedua

variabel (variabel independen dan variabel dependen). Data yang

terkumpul dari setiap pengukuran kadar gula darah ada 4 pengukuran akan

dilakukan uji reapeted measures anova dengan General Linier Model x

reapeted measures untuk menguji apakah ada perbedaan secara nyata

(signifikan) dari berbagai hasil pengukuran yang dilakukan berulang-

ulang pada suatu variabel penelitian. Hal ini dibuktikan dengan nilai
signifikasi (sig) > 0,05 pada Muchly’s Test of Sphericity. Analisis bivariat

ini akan menggunakan SPSS dengan versi 23.

K. Jadwal Kegiatan

BULAN

KEGIATAN SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan                                        

Judul                                        

Penyusunan                                        

Proposal                                        

Seminar                                        
Proposal                                        

Melaksanakan                                        

Penelitian                                        

Penyusunan                                        

Bab IV dan V                                        

Sidang                                        

Akhir                                        

Pengumpulan                                        

Hasil Skripsi                                        

Anda mungkin juga menyukai