Anda di halaman 1dari 5

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan gangguan metabolisme

glukosa akibat gangguan pengeluaran insulin, kerja insulin atau keduanya.Diabetes adalah
salah satu penyebab utama kematian di dunia. Penyebab kematian pada pasien diabetes
berasal dari komplikasi dari penyakit yang berhubungan dengan diabetes,penyakit jantung
merupakan penyebab yang paling menonjol.
Secara garis besar diabetes dapat dikategorikan menjadi tipe 1 atau tipe 2. Dalam tipe 1, yang
merupakan 5% - 10% dari seluruh kasus diabetes, yang menjadi penyebabnya adalah
kekurangan sekresi insulin secara absolut akibat kerusakan sel yang memproduksi insulin di
pankreas oleh suatu proses autoimun. Diabetes tipe 2 (90% -95% dari seluruh kasus)
merupakan kombinasi dari ketidakmampuan sel untuk merespon insulin (resistensi insulin)
dan kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai, sehingga menyebabkan kegagalan
penyerapan glukosa ke dalam otot dan hati.

Diabetes melitus tipe 2 adalah salah satu penyakit dengan sindrom metabolik yang
paling sering dijumpai di seluruh dunia (Ali S, Davies MJ, Brady EM, et al,2016).
Kompilkasi yang dapat diakibatkan oleh penyakit DM Tipe 2 antara lain adalah : neuropati,
hipertensi, jantung koroner, retinopati dan ganggren.

Diabetes melitus yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan
pada berbagai organ tubuh. Salah satu kerusakan organ tubuh akibat diabetes melitus yaitu
neuropati perifer (Alam et al., 2017).
Neuropati perifer diabetik merupakan kerusakan dan ketidakmampuan regenerasi sel saraf
akibat paparan hiperglikemia kronik yang dapat menimbulkan berbagai macam keluhan serta
komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Terapi neuropati
perifer ditujukan untuk memperbaiki gejala dan memperlambat perkembangan neuropati
perifer, salah satunya dengan aktivitas fisik yang merupakan salah satu landasan manajemen
diabetes melitus.

Neuropati perifer pada diabetes melitus adalah adanya tanda dan gejala kerusakan
atau disfungsi saraf perifer pada ekstremitas bawah akibat paparan hiperglikemia kronik
(Dixit dan Maiya, 2014). Lebih dari 40% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami neuropati
perifer (Gogia dan Rao, 2017). Neuropati perifer merupakan komplikasi yang sering
dan umum ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2. Pasien diabetes melitus yang
mengalami komplikasi neuropati perifer memiliki kualitas hidup yang rendah akibat tanda
dan gejala yang dialami seperti : nyeri neuropati, hambatan mobilitas fisik, dan gangguan
keseimbangan (Bondar dan Popa, 2018).
Penanganan utama neuropati perifer diabetik ditujukan untuk memperoleh kontrol
glikemik yang optimal (Kaku, Vinik, Simpson, 2015). Salah satu cara untuk meningkatkan
kontrol glikemik adalah melalui aktivitas fisik (Johnson et al., 2018).

Aktivitas fisik merupakan salah satu landasan dalam manajemen pasien diabetes
melitus. American Diabetes Association (ADA) menyarankan pasien neuropati perifer
melakukan jenis aktivitas fisik seperti berenang, bersepeda, dan senam anggota tubuh bagian
atas. ADA menyatakan tidak menghalangi pasien diabetes melitus dengan neuropati perifer
melakukan aktivitas fisik berjalan kaki setelah terdapat penelitian yang menyatakan bahwa
aktivitas fisik intensitas sedang yang membuat kaki menahan beban berat badan seperti
berjalan kaki tidak meningkatkan kejadian ulkus kaki dengan syarat pasien selalu
menggunakan alas kaki dan tidak terdapat deformitas kaki berat (Kluding et al., 2017a).
Aktifitas fisik intensitas sedang selama 150 menit/minggu dapat memperbaiki derajat
neuropati perifer berupa bentuk neuropati perifer yang lebih ringan (ADA, 2016).
Aktivitas fisik diperlukan karena terapi farmakologis tidak cukup untuk
mengurangi dan memperlambat perkembangan neuropati perifer diabetik. Olahraga dapat
meningkatkan faktor metabolik yang mempengaruhi kesehatan saraf dan fungsi
mikrovaskular yang secara tidak langsung dapat mencegah kerusakan saraf perifer. Frekuensi
neuropati sensorik dan motorik pada pasien diabetes melitus yang melakukan olahraga jalan
cepat lebih rendah dibandingkan frekuensi neuropati sensorik dan motorik pada pasien
diabetes melitus yang tidak melakukan olahraga jalan cepat. Persarafan pasien neuropati
perifer yang melakukan olahraga dan modifikasi diet mengalami perbaikan yang
dihubungkan dengan penurunan derajat nyeri neuropati (Kluding et al., 2017).

Menurut Sumosardjono (1993) selama melakukan latihan-latihan olahraga,


kebutuhan akan insulin berkurang sampai 40%. Dengan adanya aktivitas otot maka
transport glukosa ke dalam sel-sel otot bertambah, sehingga ada yang menamakan latihan
olahraga sebagai “Invisible insulin” atau insulin siluman. Latihan olahraga mempunyai
efek menaikan permeabilitas membrane, sehingga kebutuhan insulin menurun. Dalam
jangka panajang olahraga mampu menurunkan kadar gukosa darah, disamping itu, juga
membantu agar kadar cholesterol darah tetap normal. Olahraga juga membantu
pengelolaan berat badan pada penderita DM yang pada umumnya 90 % penderita diabetes
millitus noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) mempunyai berat badan lebih.

Pasien neuropati perifer disarankan untuk melakukan aktivitas fisik intensias ringan,
kecuali terdapat ulkus kaki akut. Selain jalan kaki, pasien neuropati prifer dapat melakukan
aktivitas fisik lain seperti olahraga dengan duduk di kursi, berenang,dan peregangan.
Perawatan dan pemeriksaan kaki harian diperlukan agar dapat melanjutkan aktivitas fisik
serta selalu menggunakan alas kaki yang nyaman (Siomos, Andreoni, Buchholz, dan Dickins,
2017).

Gaya hidup duduk terus menerus dalam bekerja menjadi penyebab 1 dari 10 kematian
dan kecatatan dan lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya
aktivitas fisik / bergerak. Oleh sebab itu aktivitas fisik sangat diperlukan untuk memelihara
kesehatan
Aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun
sosial dan tampak sehat. Bagi pasien diabetes melitus, aktivitas fisik dapat mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular serta meningkatkan harapan hidup. Pada diabetes melitus
tipe 2, aktivitas fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh. Aktivitas fisik
yang dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi syarat yaitu
dilaksanakan minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta dalam kurun waktu minimal
30 menit dalam sekali beraktivitas. Aktivitas fisik tidak harus aktivitas yang berat cukup
dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati pemandangan selama 30 menit atau
lebih sudah termasuk dalam kriteria aktivitas fisik yang baik. Aktivitas fisik ini harus
dilakukan secara rutin agar gula darah juga tetap dalam batas normal.

Upaya dari olahraga bagi pasien DM perlu dilakukanuntuk usaha mengendalikan


kadar glukosa darah pada pasien DM Tipe 2 dapat dilakukan dengan pengelolaan non
farmakologis salah satunya kegiatan jasmani yaitu dengan olahraga yoga.
Yoga merupakan bentuk aktifitas fisik yang berasal dari india sejak 4000 tahun yang
lalu. Gerakan Yoga meliputi beberapa cabang yakni gerakan khusus (asana) melatih kerja
sistem syaraf motorik dan menstimulasi kerja syaraf otonom(Roses et al.,2010) kontrol
nafas (Pranayama), konsentrasi (dharana) dapat meningkatkan menurunkan stimulasi
epinephrine (Golden, 2007), dan garakkan tangan (mudra) untuk meningkatkan sensibilitas
syaraf tepi.
Berlatih yoga secara teratur sangat berguna untuk para penderita diabetes. Jenis
olahraga yang dianjurkan pada penderita DM tipeII yaitu Yoga.
Latihan yoga menyebabkan otot-otot untuk menyerap kelebihan glukosa dalam darah.
Yoga membantu pankreas dan hati untuk berfungsi secara efektif, dengan jalan mengatur
kadar gula darah. Gerakan-gerakan yoga yang dilakukan adalah gerakan- gerakan yoga yang
bertujuan untuk merangsang fungsi kerja pankreas. Fungsi gerakan-gerakan tersebut akan
meningkatkan aliran darah ke pankreas, meremajakan sel-sel organ dan meningkatkan
kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin (Widya 2015, h. 113).

http://vilep-pusdik.kemkes.go.id/poltekkesmakasar/course/view.php?id=1234
PO714201161090
Mahasiswa2016

Anda mungkin juga menyukai