Anda di halaman 1dari 5

BAB II

LITERATURE RIVIEW

A. DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi dimana kadar gula didalam darah
lebih tinggi dari normal. Kadar gula darah normal yaitu 60 mg/dL–145 mg/dL.
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia,
penurunan berat badan,kesemutan1.
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik kronik
dengan angka kejadian tinggi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total, namun hanya dapat dikontrol
sehingga memerlukan terapi seumur hidup. Terapi yang digunakan adalah antidiabetik
baik oral maupun insulin dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda dalam
mengontrol kadar glukosa darah. Pemilihan terapi antidiabetik disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi klinik pasien berdasarkan algoritma terapi. Dimulai dari
monoterapi antidiabetik oral, lalu terapi kombinasi antidiabetik serta penggunaan
insulin intensif2
B. NYERI NEUROPATIK PADA PASIEN DM TIPE II
Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang berhubungan dengan lesi
atau penyakit pada sistem saraf somatosensori, yang dapat terjadi akibat pembedahan
dan berbagai kondisi, termasuk diabetes, infeksi herpes zoster, stroke, multiple
sclerosis, dan lesi medula spinalis. Nyeri neuropati menimbulkan keluhan tidak hanya
fisik, namun juga mood dan kualitas hidup pasien. Peyandang DM yang mengalami
nyeri neuropati diabetik akan merasa sangat terganggu. Nyeri yang dirasakan pada
tungkai dan beberapa kasus pada ekstremita atas termasuk ujung jari dan telapak
tangan akan bertambah berat ketika istirahat atau setelah melakukan aktifitas.
Karakteristik nyeri neuropati diabetik sangat kuat yaitu rasa nyeri seperti rasa
terbakar, rasa ditikam, tersengat listrik, disobek, tegang, diikat serta tidak hilang
hanya dengan merubah posisi sendi sehingga dapat mempengaruhi kemampuan
berjalan pasien3
Manajemen nonfarmakologis merupakan pilihan pengobatan untuk
melengkapi terapi farmakologis yang sudah dilakukan. Manajemen nyeri neuropati
diabetik bertujuan untuk, mengurangi perilaku nyeri dan tingkat nyeri, mengurangi
gejala, mencegah perburukan, mengurangi dosis analgetik yang dibutuhkan sehingga
mengurangi efek samping obat yang akhirnya memberikan rasa nyaman dan
meningkatkan kualitas hidup pasien4.
Nyeri neuropati diabetik timbul akibat adanya gangguan sistem metabolisme
glukosa, kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
gangguan vaskularisasi perifer yang menimbulkan hipersensitivitas pada saraf perifer,
disamping kehilangan fungsi inhibisi pada saraf afferen. Keadaan ini berakibat
meningkatnya produksi neurotransmiter yang berperan dalam sensasi nyeri.
Berdasarkan kajian literatur metode nofarmakologis yang dapat digunakan
dalam manajemen nyeri diantaranya exercise, distraksi relaksasi dan stimulasi listrik
perkutan. Exercise dapat meningkatkan faktor metabolik yang mempengaruhi
kesehatan saraf dan fungsi mikrovaskular yang secara tidak langsung dapat mencegah
kerusakan saraf perifer, otot kaki diperkirakan mengalami peningkatan aliran darah
tiga kali lipat dari otot yang istirahat. Efek mekanis langsung terjadi dari otot atau
jaringan yang dengan sengaja dilakuan latihan senam kaki diabetik yaitu menstimulasi
sirkulasi darah, otot menjadi lebih lembut dan fleksibel. Sehingga dengan adanya
peningkatan sirkulasi darah perifer, dapat meminimalkan kerusakan saraf perifer
sehingga intensitas nyeri dapat menurun. Penelitian lain menunjukan bahwa senam
kaki ataupun buerger allen exercise efektif menurunkan instesitas nyeri nyeri
neuropati. Teknik massase aroma terapi dan terapi musik merupakan salah satu teknik
distraksi relaksasi yang dapat dilakuakn untuk mengurangi nyeri neuropati diabetic.
Terapi musik efektif menurunkan intensitas nyeri neuropati pada pasien DM tipe 25
Pengaruh terapi musik pada nyeri adalah dengan cara mendistraksikan pikiran
terhadap nyeri. Otak memproses musik dan nyeri di sepanjang jalur saraf yang sama,
melalui teori Gate Control dimana sinyal nyeri yang dikirim melalui reseptor saraf di
sumsum tulang belakang menstimulasi sinapsis untuk menyampaikan informasi ke
otak. Sinapis diyakini bertindak sebagai gerbang yang membuka dan menutup dalam
menanggapi impuls nyeri. Ketika gerbang ditutup, maka sinyal akan dihambat menuju
ke otak. Namun ketika gerbang terbuka, impuls dapat melakukan perjalanan menuju
otak, sehingga menyadari rasa nyeri. Musik diyakini mengirim input sensori melalui
jalur dari otak sehingga menyebabkan batang otak mengelurakan sinyal untuk
menutup gerbang sehingga mengurangi rasa nyeri saat mendengar musik. Terapi
Musik dan aromaterapi memicu melepaskan endorphin melalui proses modulasi
otonom. Neurotransmiter di otak akan dilepaskan ketika ada impuls yang akan
merangsang sistem biologis lain, seperti kelenjar endokrin yang melepaskan
endorphin. Hambatan terhadap respon nyeri dan merangsang pelepasan opiod
endogen tubuh. Musik dan aromaterapi juga bekerja pada sistem limbik yang akan
diantar menuju sistem saraf. Mengatur kontraksi otototot sehingga menjadi releks dan
kontraksi otot berkurang5

C. KELELAHAN PADA PASIEN DM TIPE II


Pada penderita diabetes mellitus siring kali muncul gejala kelelahan.
Kelelahan merupakan akibat dari ketidak seimbangan tingkat glukosa darah dengan
insulin yang beredar pada tubuh, sedangkan insulin dibutuhkan untuk mengangkut
glukosa dari darah keseluruh tubuh yang nantinya akan digunakan sebagai sumber
energi. jika insulin tidak cukup dan tidak berkerja secara efektif akan menyebabkan
terjadinya hiperglikemia gula darah tinggi, akibatnya glukosa dalam darah tidak
masuk kedalam sel sehingga sel tubuh tidak dapat menerima energi yang dibutuhkan.
Pasien diabetes melitus yang berobat mengalami kelelahan yang disebabkan oleh
faktor-faktor fisik dan psikologis menurut Singh dan Kluding (2013). Psikologis
adalah kelelahan meliputi depresi dan ansietas penderita. Kelelahan mempengaruhi
suasana hati dan motivasi serta psikomotor dan fungsi kognitif. Keadaan ini
merupakan pengalaman subjektif, yang ditandai dengan kurangnya motivasi, perasaan
kelelahan, kebosanan, ketidaknyamanan, dan keengganan untuk melanjutkan
aktivitas. fisik adalah kelelahan penyakit yang mendasari serta komplikasi terkait
pengobatan dan penyakit. Kelelahan berhubungan dengan perubahan fisiologis pada
aktivitas gelombang otak, gerakan mata, gerakan kepala, otot dan detak jantung.
Komplikasi diabetes menjadi faktor yang menyebabkan diabebtes menjadi cepat lelah,
diabetes melitus yang sudah lama menderita diabetes beresiko mengalami kerusakan
pada organ ginjal, jantung dan hati kelainan inilah yang meningkatkan rasa lelah
dalam tubuh diabetes.6
Penderita diabetes mellitus pada umur >60 tahun akan mengalami kelelahan.
Ketika umur bertambah kelelahan juga meningkat. Hadi Khademalhosseini (2012)
bahwa semakin berusia pasien yang menderita diabetes maka semakin tinggi tingkat
kelelahannya. Selain dari usia jenis kelamin juga termasuk dalam faktor yang
mendukung kelelahan pada pasien DM tipe II. Perempuan cenderung lebih cepat
merasakan kelelahan dikarenakan perempuan lebih banyak melakukan aktivitas
sehari-hari dan biasanya perempuan lebih memikirkan apa yang terjadi pada dirinya
sehingga menimbulkan depresi dan menyebabkan kelelahan.7
Pasien yang menderita diabetes >5 tahun sering kali menyebabkan kelelahan
pada pasien DM ipe II dikarenakan penyakit diabtes tidak kunjung baik dan bersifat
kronis, Lamanya menderita diabetes melitus mempengaruhi penurunan fungsi
kognitif. Pasien diabetes melitus yang tidak mengkonsumsi obat memiliki resiko
penurunan fungsi kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mengkonsumsi obat seperti hipoglikemik oral dengan durasi >5 tahun. Pendertia
diabetes melitus yang lebih dari 5 tahun berisiko 87 % terjadi kelelahan6

D. KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DMTIPE II


Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronik yang
membutuhkan terapi seumur hidup untuk mengontrol glukosa darah. Penggunaan
jenis terapi dengan mekasime kerja yang berbeda dalam jangka waktu panjang
berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan serta efek samping obat yang dapat
berpengaruh terhadap kualitas hidup8
Beberapa penelitian mengkaji perbandingan penggunaan jenis antidiabetik
dalam meningkatkan kontrol glikemik dan pengaruhnya pada kualitas hidup.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kualitas hidup pasien DM tipe 2
yang menerima terapi kombinasi insulin dengan oral lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang menerima monoterapi insulin dan monoterapi oral. Sama halnya
dengan penelitian lainnya, yang menyebutkan bahwa penggunaan kombinasi insulin
dengan metformin pada pasien yang baru didiagnosis DM tipe 2 dengan kadar HbA1c
> 7,5%, dapat mengontrol glukosa darah dengan baik. Penggunaan kombinasi insulin
dengan antidiabetik oral dapat mengurangi dosis insulin sekitar 46% sehingga dapat
meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat yang secara langsung berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas hidup.9
Beberapa artikel penelitian pasien DM tipe 2 dengan komplikasi
mikrovaskuler memiliki nilai kualitas hidup yang paling rendah dibandingkan
komplikasi lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa pasien DM
tipe 2 di Yunani dan Saudi Arabia yang sebagian besar memiliki komplikasi
mikrovaskuler (neuropati perifer dan retinopati) memiliki kualitas hidup rendah
dibandingkan dengan komplikasi makrovaskuler dan tanpa komplikasi52,53. Pada
Tabel V menunjukkan pasien tanpa komplikasi memiliki rata-rata nilai kualitas hidup
yang tinggi pada hampir semua domain kecuali tekanan kesehatan, kepuasan pribadi
dan efek pengobatan. Pada domain fungsi fisik, terkait pengaruh penyakit DM, pasien
dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler lebih terbatas dalam melakukan
aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p=0,125)

Refrensi :
1. Fatimah, Noor R. Diabetes Mellitus Tipe 2. Indones J Pharm. 2015;1–9.
2. Agustini, N. L. P. I. B., Wulansari NT, Yusniawati, Y. N. P., & Sintia NW. The Effect
of Foot Massage on Decreasing Peripheral Neuropathy Diabetic Complaints in the
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. J Ners,. 2019;14(3), 305–9.
3. Devi FL. Manajemen Nyeri Neuropatik. J Penelit Perawat Prof. 2021;3(1):179–88.
4. Ghavami, H., Aldin Shamsi, S., Soheili, S. R, M., & Khalkhali HR. Effect of lifestyle
interventions on diabetic peripheral neuropathy in patients with type 2 diabetes, result
of a randomized clinical trial. Agri [Internet]. 2018;(30(4), 165-170.). Available from:
http://eprints.umsu.ac.ir/5474/1/1282.pdf
5. Colloca, L., Ludman, T. B, D., Baron, R., Dickenson AH, Yarnitsky, D., Freeman R,
Truini, A., Attal, N., Finnerup N, B., Eccleston, C., Kalso E, Bennett, D. L., Dworkin,
R. H. &, et al. Neuropathic pain. Nature Reviews Disease Primers, 3, 1–20. Available
from: https://doi.org/10.1038/nrdp.2017
6. Afisa E. Tingkat kelelahan pasien diabetes melitus yang berobat di poliklinik rumah
sakit universitas sumatera utara skripsi. 2019;
7. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. Edisi 8 Tahun 2017. 2017;
Available from: https://www.idf.org/e-library/epidemiology%02research/diabetes-
atlas/134-idf-diabetes-atlas%028th-edition.html%0D. Pada tanggal 10 November
2021
8. Gregg EW. The Changing Tides of the Type 2 Diabetes Epidemic d Smooth Sailing or
Troubled Waters Ahead ? Kelly West Award Lecture 2016. Diabetes Care. 2017;
9. Ratnasari PMD, Andayani TM, Endarti D. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Berdasarkan Pola Peresepan Antidiabetik dan Komplikasi. J Manaj
DAN PELAYANAN Farm (Journal Manag Pharm Pract. 2019;9(4):260.

Anda mungkin juga menyukai