Anda di halaman 1dari 39

RISET KEPERAWATAN

PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF

PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP KADAR GULA DARAH


PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Ns. ARINA NURFIANTI S. Kep M.Kep

Disusun oleh:

DESTURA/I1032141030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2017
PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP KADAR GULA DARAH
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes,
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Kurang lebih 90% hingga 95%
penderita mengalami diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang tidak tergantung
insulin. Diabetes tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas tehadap insulin (yang
disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes
tipe 2 pada mulanya diatasi dengan diet dan latihan. Jika kenaikan glukosa darah
terjadi, terapi diet dan latihan tersebut dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral.
Diabetes tipe 2 paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas (Brunner & Suddarth, 2001). Diabetes melitus tipe 2 merupakan
suatu penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin
mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap
sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (Restyana Noor F, 2015).
Diabetes melitus tipe 2 timbul sebagai kelainan heterogen yang mencakup baik
faktor genetik maupun faktor lingkungan. Obesitas merupakan faktor risiko utama,
85% pasien dengan diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Pada diabetes tipe 2
keterbatasan respon sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama
berkembangnya penyakit ini (Hotma Rumahorbo, 2012). Pada diabetes melitus
tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu;
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam mtabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan dan memecah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi inslin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan dan terjadi
diabetes tipe 2 (Brunner & Suddarth, 2001).
Penderita diabetes global pada orang dewasa sebanyak 415 juta orang dan yang
beresiko tinggi menderita diabetes dengan gangguan toleransi glukosa sebanyak
318 juta orang. Setiap enam detik seseorang meninggal karena diabetes, dan
mayoritas 382 juta orang dewasa penderita diabetes berusia di antara 40-59 tahun
dan 80 % termasuk kedalam penduduk dengan Negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Pada tahun 2013, penderita diabetes dengan usia 20-79 tahun terbesar
diantaranya, China 98,4 %, India 65,1 %, USA 24,4 %, Brazil 11,9 %, Rusia 10,9
%, Mexico 8,7 %, Indonesia 8,5%, Jerman 7,6 %, Egypt 7,5 % dan Jepang 7,2%.
Indonesia sendiri menempati peringakt ke-7 penderita diabetes didunia dan
iperkirakan bahwa pada tahun 2035, penderita diabetes dapat meningkat sebesar
55% didunia. (IDF, 2015).
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa dalam darah upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Ada lima komponen dalam dalam penatalaksanaan
diabetes anatara lain adalah diet, latihan, pemantauan, terapi (jika diperlukan) dan
pendidikan (Brunner & Suddarth, 2001). Latihan sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah
dan mengurangi faktor risiko kardiovasuler. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Semua efek ini dapat bermanfaat pada diabetes karena dapat
menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres, dan mempertahankan kesegaran
tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu, meningkatkan kadar
HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua
manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler untuk diabetes (Brunner
& Suddarth, 2001).
Obesitas dianggap sebagai masalah karena komplikasi yang ditimbulkannya.
Keterkaitan obesitas dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 sangat mencolok.
Seiring dengan pertambahan berat badan, resistensi insulin juga meningkat dan
dapat timbul diabetess klinis. Pada sebagian kasus, toleransi glukosa pulih jika
berat jika berat badan diturunkan (W. F. Ganong, 2008). Pada penyandang diabetes
tipe 2 yang obesitas, latihan dan penatalaksanaan diet akan memperbaiki
metabolisme glukosa serta meningkatkan penghilangan lemak tubuh. Latihan yang
digabung dengan penurunan berat badan akan memperbaiki sensitivitas insulin dan
menurunkan kebutuhan pasien akan insulin atau obat hiperglikemia oral. Pada
akhirnya, toleransi glukosa dapat kembali normal (Brunner & Suddarth, 2001).
Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik
dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus tipe 2. PERKENI (2006)
dalam laporannya mengenai mellitus mengatakan bahwa aktivitas fisik yang
dirancang menurut usia dan status fisik merupakan bagian penting dalam
pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Senam mempunyai efek menaikkan aksi
insulin di jaringan, sehingga kebutuhan akan insulin menurun. Manfaat dari senam
diabetes itu sendiri antara lain dapat mengontrol kadar gula darah, meningkatkan
kadar kolesterol baik, menurunkan berat badan, memperbaiki gejala-gejala
muskuloskeletal, serta dapat memperbaiki kualitas hidup pasien diabetes melitus
tipe 2. Disamping memberikan manfaat untuk menurunkan glukosa darah dan
perbaikan profil lipid, senam juga memberi manfaat untuk mencegah komplikasi
mikroangiopati dan makroangiopati (Soegondo, 2015 dalam Ridha Hidayat, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ridha Hidayat pada tahun 2017
tentang Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 Di RSUD Puri Husada Tembilahan. Penelitian ini mengguakan jenis
penelitian kuantitatif dengan studi pendekatan kuasi eksperimen. Penelitian ini
menggunakan 10 pasien diabetes melitus sebagai responden dimana untuk
mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah
dilakukan senam diabetes dan pemeriksaan kadar gula darah pada pre test dan post
test guna untuk mengetahui perubahan kadar gula darah yang terjadi pada setiap
responden. Berdasarkan data kadar gula darah yang telah diukur pada setiap
responden pre test dan post dilakukan uji statistik dan dari hasil uji statistik
didapatkan nilai p value 0,000 , sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum dan sesudah
senam diabetes di RSUD Puri Husada.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, diabetes melitus tipe
2 merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh salah satunya adalah pola hidup
yang tidak sehat dan kurangnya aktifitas sehingga terjadi penambahan berat badan
dan terjadi penumpukkan lemak yang dapat menghambat kerja insulin. Dari uraian
tersebut peneliti tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut apakah senam diabetes
dapat mempengaruhi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan oleh penulis adalah Apakah Senam Diabetes Dapat Mempengaruhi
Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus tipe 2.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2
sebelum melakukan senam diabetes.
2. Untuk mengetahui kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2
sesudah melakukan senam diabetes.
3. Untuk mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus tipe 2.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada
diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun,
atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner &
Suddarth, 2001).
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Padila, 2012).
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya
(Perkeni, 2011).
Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrenologi Indonesia 2006,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa
>126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah yang
normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110
mg/dL darah dan 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum
cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Shanti, 2011).
Sedangkan definisi diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu penyakit
hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin
sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap
sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (Restyana Noor F, 2015).
2.1.2 Etiologi
Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe 2 menurut Brunner & Suddarth (2002) yaitu:
1. Usia (Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik (di amerika serikat, golongan hispanik serta penduduk
asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan golongan afro-
amerika).
Diabetes melitus tipe 2 timbul sebagai kelainan heterogen yang mencakup
baik faktor genetik maupun faktor lingkungan. Obesitas merupakan faktor
risiko utama, 85% pasien dengan diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Pada
diabetes tipe 2 keterbatasan respon sel beta terhadap hiperglikemia tampak
menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes
melitus tipe 2 mengalami penurunan sensitivitas terhadap kadar glukosa, yang
berakibat pada pembentukkan glukosa hetaik secara kontinu, meski dengan
kadar glukosa plasma yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan
glukosa. Mekanisme ini menyebabkan resistensi insulin perifer (Hotma
Rumahorbo, 2012).

2.1.4 Faktor Resiko


Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor
risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes
Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak
dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative),
umur 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir
bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat
lahir dengan beratbadan rendah (< 2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah
meliputi obesitas, berdasarkan IMT 25 kg/m2 atau lingkar perut 80 cm
pada wanita dan 90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi dan diet tidak sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko
diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita
sindrommetabolik memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat
penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases
(PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,
konsumsi kopi dan kafein.
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200 mg.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi
pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang
menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Dislipidmia dalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak
darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada
pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >
4000 gram.
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungandengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakit ini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini
dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari
lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme
gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan
meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60
ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.
Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan
menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah
misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh (Restyana
Noor F, 2015).

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(ADA) 2010 dalam Suzanna Ndraha (2014) , dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipE ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini
terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya
resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas
reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah
terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.

2.1.5 Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda-tanda diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi gejala
akut dan gejala kronik, yaitu:
1. Gejala akut penyakit diabetes mellitus
Gejala penyakit diabetes mellitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat
tertentu.
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meluputi serba banyak (poli),
yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia)
b. Banyak minum (polidipsia)
c. Banyak kencing (poliuria)
Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Nafsu makan mulai berkurang / berat badan turun dengan cepat (turun
5-10 kg dalam 2-4 minggu)
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan
jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik
2. Gejala kronik diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes mellitus adalah
sebagai berikut:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal di kulit
d. Kram
e. Capai
f. Mudah mengantuk
g. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun,
bahkan impotensi
j. Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Ridha
Hidayat, 2017).

2.1.6 Patofisiologi
Meskipun patofisiologi diabetes mellitus bermuara pada resistensi
insulin, toleransi glukosa akan tetap terjaga normal selama masih dapat
dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin. Jadi sel beta pankreas yang
masih berfungsi normal mampu menduga keparahan resistensi insulin serta
mengatur sekresi insulin untuk mempertahankan kenormalan toleransi
glukosa.
Kelainan utama yang tergambar pada diabetes mellitus tipe 2 berupa
resistensi insulin dan penyusutan fungsi sekretorik sel-sel beta.
Ketidakpekaan insulin dalam merespon lonjakan gula darah menyebabkan
peningkatan produksi glukosa oleh hati seraya penurunan ambilan glukosa
oleh jaringan. Hilangnya respon akut terhadap beban KH yang merupakan
kelainan khas dini pada diabetes mellitus, biasanya terjadi ketika kadar gula
darah puasa mencapai angka 115 mg/dL, yang terdiagnosis sebagai
hiperglisemia postprandial. Fungsi sel-sel beta dipastikan susut sebanyak
75% manakala kadar gula darah puasa telah merapat ke angka 140 mg/dL.
Peningkatan kadar glukosa darah dalam keadaan puasa merupakan
cerminan dari pengurangan ambilan glukosa oleh jaringan. Atau petambahan
glukoneogenesis. Jika kadar glukosa darah meningkat sedimikian tinggi,
ginjal tidak akan mampu lagi menyerap balik glukosa yang tersaring sehingga
glukosa akan tumpah ke dalam urin. Kelimpahan glukosa dalam urin ini
dinamakan glukosuria.
Ketidakpekaan insulin di sel-sel hati dan jaringan tepi, terutama otot
rangka, mengakibatkan produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terbendung,
sementara ambilan dan penggunaan glukosa justru berkurang. Mekanisme
terjadinya boleh jadi terkait dengan defek pengikatan reseptor insulin,
pengurangan jumlah reseptor insulin, atau penurunan kemampuan insulin
post-receptor. Selanjutnya, hiperglisemia ini akan menutup keransekresi
sembari memperpatah ketidakpekaan insulin dengan jalan menciutkan
sistem transportasi glukosa dalam sel-sel beta dan pada jaringan peka-insulin.
Pengaruh tingginya kadar glukosa darah yang berlangsung kronis dikenal
sebagai tosisitas glukosa. Ketidakpekaan insulin semakin diperberat oleh
peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah, dan berdampak lebih
buruk pada kinerja sel-sel beta dalam menyekresikan insulin. Gejala terakhir
ini disebut lipotoksisitas.
Manifestasi diabetes mellitus tipe 2 terbagi menjadi dua bentuk. Bentuk
pertama, sindrom diabetik akut, menampakkan gambar hiperglisemia,
ketoasidosis dan (jika tidak diobati) kematian. Bentuk kedua, diabetik kronik,
ditandai dengan mikroangiopati difus pada jaringan penyusun organ-organ
vital.
Pada prinsipnya, bertambahnya keluaran glukosa hati melatarbelakangi
peningkatan kadar glukosa darah puasa, sementara berkurangnya penggunaan
glukosa perifer mendasari hiperglisemia postprandial (Arisman, 2011 dalam
Ridha Hidayat, 2017).

2.1.7 Komplikasi
1. Hipoglikemia
Serangan hipoglikemia ditandai dengan perasaan pusing, lemas, gemetar,
mata berkunang-kunang, keringat dingin, detak jantung meningkat,
sampai hilang kesadaran. Hipoglikemnia biasanya timbul bila kadar
glukosa darah < 50 mg/dl, dan ini terjadi apabila dosis obat anti diabetes
atau insulin terlalu tinggi, makan terlalu sedikit, olahraga terlalu berat,
minum alkohol atau depresi.
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia yang dimaksud disini adalah suatu keadaan dimana kadar
gula darah tiba-tiba melonjak. Hal ini disebabkan antara lain oleh stress,
infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai
dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan
pandangan kabur. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan
kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada
vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis), yang dapat berakibat fatal dan membawa
kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah
yang ketat.
3. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak,
dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi makrovaskular lebih
sering timbul pada DM tipe 2, yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan, walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1. Kombinasi dari penyakitpenyakit
tersebut dikenal dengan sebutan Sindroma Metabolik. Penyakit jantung
sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan
komplikasi terhadap jantung sangat penting dilakukan, termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita
diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari
130/80 mm Hg. Penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya,
termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang,
berolah raga secara teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.
4. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi ini terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Komplikasi mikrovaskuler yang timbul antara lain retinopati, nefropati,
dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga
komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Untuk berkembang
kearah komplikasi mikrovaskular, tergantung lamanya (durasi) sakit dan
tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara untuk mencegah atau
memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah
dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian yang
paling intensif ialah dengan menggunakan suntikan insulin. (F. Y.
Widodo, 2014).
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 ditegakkan dengan mengadakan
pemeriksaan kadar glukosa darah untuk penentuan diagnosis diabetes
mellitus tipe 2. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut ADA (2007) dalam Ridha
Hidayat (2017) adalah sebagai berikut:
1. Gejala klasik diabetes mellitus + kadar glukosa darah sewaktu 200
mg/dl (11.1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir. Gejala klasik adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat
badan turun tanpa sebab.
2. Gejala klasik diabetes mellitus + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl
(7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8
jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP 200 mg/dl (11.1 mmol/L) TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes
mellitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP
tergantung dari hasil yang diperoleh: TGT (glukosa darah plasma 2 jam
setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L), GDPT (glukosa
darah puasa antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L).
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa dalam sewaktu
2. Kadar glukosa dalam puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis
diabetes mellitus (mg/dl).
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 kg karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl
(Padila, 2012 dalam Ridha Hidayat, 2017).

2.1.10 Penatalaksanaan
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe 2, dan
sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM
tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan
kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan
DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya
edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan
motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat
masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang
diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan
glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan,
berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan
kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisimakanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (Suzanna Ndraha, 2014).

2.2 Konsep Teori Senam Diabetes Melitus


2.2.1 Definisi Senam Diabetes
Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan
status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus tipe 2.
Penggunaan olah raga dalam pengobatan diabetes mellitus tipe 2 sudah bukan
hal yang baru, dan justru dipergunakan sebelum ditemukannya insulin pada
tahun 1921. PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006 dalam
laporannya mengenai mellitus mengatakan bahwa aktivitas fisik yang
dirancang menurut usia dan status fisik merupakan bagian penting dalam
pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Senam mempunyai efek menaikkan aksi
insulin di jaringan, sehingga kebutuhan akan insulin menurun (Soegondo,
2015 dalam Ridha Hidayat 2017).

2.2.2 Manfaat Senam Diabetes


Adapun manfaat senam diabetes antara lain:
1. Mengontrol gula darah, untuk diabetes mellitus tipe 2 senam yang teratur
dapat menurunkan resistensi insulin meningkatkan sensitivitas insulin di
otot-otot dan jaringan lain sehingga kadar gula darah mengalami
perbaikan.
2. Meningkatkan kadar kolesterol baik HDL, senam teratur dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL yang dapat menyumbat arteri koroner
sedangkan HDL mengumpulkan kolesterol untuk dikirimnya ke hati
selanjutnya di buang.
3. Menurunkan berat badan, untuk diabetis yang memiliki kelebihan berat
badan dengan olahraga dapat memperbaiki resistensi insulin, mengontol
gula darah dan menghindari risiko penyakit jantung koroner.
4. Memperbaiki gejala-gejala musuloskeletal, yang dimaksud dengan
gejala-gejala tersebut adalah kesemutan, gatal-gatal, linu diujung jari
tangan atau persendian lainnya. Dengan senam diabetes diharapkan dapat
mengurangi gejala-gejala tersebut karena semua anggota badan pada saat
senam bergerak.
5. Memperbaiki kualitas hidup, selain meningkatkan kesegaran jasmani
karena terkontrolnya sistem kardiovaskular, respirasi, gula darah. Senam
diabetes pun dapat menjadi solusi menghilangkan perasaan cemas dan
depresi (Novitasari, 2012 dalam Ridha Hidayat, 2017).
Disamping memberikan manfaat untuk menurunkan glukosa darah dan
perbaikan profil lipid, senam juga memberi manfaat untuk mencegah
komplikasi mikroangiopati dan makroangiopati. Pemilihan jenis latihan bagi
pasien diabetes mellitus pada dasarnya tidak berbeda dengan orang sehat.
Memilih latihan yang disenangi, akan bisa menjamin keberlangsungan latihan
yang teratur. Jogging, bersepeda, jalan, berenang, mendayung dan senam bisa
dijadikan latihan pilihan. Macam latihan diatas mampu menjamin
keberlangsungan CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance training). Latihan yang terus menerus dan ritmis memang
mempunyai berbagai kelebihan, antara lain mudah dilakukan, mudah
dipantau intensitasnya dan memberi efek besar terhadap kebugaran dan
kesehatan seseorang.Hal lain yang perlu diperkatikan dalam pemilihan jenis
latihan adalah keadaan penderita. Pada penderita dengan berat badan
berlebih, lebih dianjurkan untuk memilih renang atau bersepeda agar beban
pada lutut terkurangi. Sementara penderita dengan kaki yang tidak sensitif
harus menghindari latihan berlarilari atau jogging dan memilih bersepeda
atau berenang. Penderita retinopati proliferatif harus menghindari latihan
yang berkaitan dengan valsava meneuver yang menyebabkan gangguan dan
sentaka pada kepala, dan latihan dengan posisi kepala lebih rendah.
Sedangkan bagi penderita dengan hipertensi harus menghindari latihan
valsava dengan maneuver: latihan yang berat pada tubuh dan lengan (latihan
ekstremitas bawah) lebih dianjurkan (Soegondo, 2015 dalam Ridha Hidayat,
2017).

2.2.3 Pedoman Program Latihan Bagi Penderita Diabetes Melitus


Pedoman program latihan bagi penderita diabetes melitus (Soegondo,
2015 dalm Ridha Hidayat, 2017) adalah:
1. Jenis senam, aerobik
2. Durasi; 30-60 menit (pemanasan, inti, dan pendinginan)
Tahapan senam: masing-masing tahap senam meliputi:
a. 5-10 menit pemanasan peregangan tungkai
b. 20-30 menit latihan aerobik dengan denyut jantung pada zona target
(75-80% denyut jantung maksimal)
c. 15-20 menit latihan ringan dan peregangan untuk pendinginan
Hal-hal yang perlu di perhatikan adalah setiap program latihan,
apapun macamnya harus mengandung unsur pemanasan, latihan inti dan
pendinginan. Pemanasan dimaksudkan untuk mempersiapkan organ-
organ tubuh beserta perangkatnya (termasuk enzim) agar mampu
melakukan gerakan-gerakan dengan baik dan terhindar dari cedera. Lebih
dari itu pemanasan juga dimaksudkan untuk mempersiapkan menghadapi
latihan. Latihan inti disesuaikan dengan kemampuan, kemauan,
keharusan dan keadaan. Latihan ini sangat spesifik, setiap kasus berbeda
dan pada kasus yang sama pun satu orang dengan orang lain akan berbeda.
Pendinginan dilakukan dengan cara mengurangi gerakan secara bertahap
sebelum berhenti sama sekali. Merupakan suatu keharusan untuk
melakukan pendinginan setelah latihan, sebab tanpa pendinginan dapat
timbul rasa pusing, mual, muntah, bahkan bisa sampai pingsan.
Pendinginan juga bermanfaat untuk mempercepat hilangnya rasa capai
setelah latihan, sebab zat pelelah (asam laktat) akan segera kembali ke
peredaran darah.
Tahap-tahap dalam melakukan senam (Soegondo, 2015 dalam Ridha
Hidayat 2017) adalah sebagai berikut:
a. Peregangan (streching). Latihan ini bertujuan untuk mencegah cedera
otot. Lakukan gerakan peregangan pada semua otot tubuh selama
lebih kurang 5 menit.
b. Pemanasaan (warming up). Pemanasan sebaiknya dilakukan dalam
gerakan lambat selama lima sampai 10 menit sehingga kecepatan
jantung meningkat secara bertahap.
c. Latihan inti dengan kecepatan penuh (full speed). Lakukan gerakan
olahraga dengan irama lebih cepat selama 20-30 menit. Ini bertujuan
untuk meninglatkan kerja jantung dan paru.
d. Pendinginan (cooling down). Lakukan gerakan pendinginan dalam
tempo lambat selama 5-10 menit. Regangkan semua otot untuk
mencegah nyeri atau cidera.
Variasi gerakan dalam senam diabetes cukup banyak. Senam tersebut
bisa mengolah semua organ tubuh manusia, mulai dari otak hingga ujung
kaki. Sebab, dampak penyakit diabetes melitus menyerang seluruh tubuh.
Dampak yang paling ringan adalah kesemutan, sedangkan yang terparah
adalah menderita stroke. Senam dapat memperbaiki sirkulasi darah
memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk
kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot paha, betis dan juga
mengatasi keterbatasan gerak sendi. Latihan senam kaki dapat dilakukan
dengan posisi tidur, duduk dan berdiri dengan cara menggerakkan kaki
dan sendi-sendi kaki.
3. Frekuensi senam: tiga sampai lima kali seminggu
4. Intensitas senam: menyesuaikan usia, kapasitas oksigen maksimal dan
tingkat keparahan penyakit.
Intensitas latihan dan beratnya latihan paling tepat ditentukan dengan
presentase kapasitas oksigen maksimal, namun karena pengukuran
kapasitas oksigen maksimal secara langsung tidak mudah, maka
digunakan jumlah denyut nadi per menit sebagai penunjuk intensitas
latihan. Denyut nadi maksimal yang boleh dicapai adalah 220 di kurangi
umur. Untuk menentukan denyut nadi latihan di kemukakan berbagai
cara, antara lain presentase langsung dari denyut nadi maksimal, misal
50% dari 200-umur.
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013).
Dengan demikian kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independent:

1. Kadar gula darah


Variabel Dependent:
pada penderita
diabetes melitus tipe 1. Pengaruh senam
2 sebelum dilakukan diabetes terhadap
senam diabetes. kadar gula darah
2. Kadar gula darah pada penderita
pada penderita diabetes melitus
diabetes melitus tipe tipe 2.
2 sesudah dilakukan
senam diabetes.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian quasi
eksperimen dan menggunakan desain penelitian secara pre test and post test group
design tanpa kelompok kontrol.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dimana
setiap subjek yang telah memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel populasi sesuai yang dikehendaki (tujuan
atau masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan memperhatikan kriteria inklusi
dan ekslusi. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang akan diteliti.

3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran


Variabel merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan
sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran atau manipulasi suatu penelitian. Konsep
yang dituju dalam suatu penelitian dapat diukur secara konkret dan langsung (Nita
Rachmawati, 2015).
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan cara
menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi
operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti yang
ingin menggunakan variabel yang sama (Nita Rachmawati, 2015).
Variabel yang telah didefinisikan perlu didefinisikan secara operasional, sebab
istilah variabel dapat diartikan secara berbeda - beda oleh orang yang berlainan.
Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan
replikasi (Nita Rachmawati, 2015).

3.5 Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Lembar observasi berupa tabel yang berisi nama pasien, usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan pasien DM. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan
sebelum dan sesudah dilakukan senam diabetes.
b. Sistem pengolahan data menggunakan perangkat lunak (software) statistik
untuk mempermudah dalam pengolahan data.
c. Pemeriksaan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2 dilakukan oleh
peneliti saat dilakukan penelitian. Pemeriksaan kadar gula darah sebelum
dan sesudah dilakukan senam diabetes melitus tipe 2 menggunakan darah
kapiler.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Mengurus perijinan ke bagian Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura untuk dilakukan studi pendahuluan ke Rumah Sakit yang ada
di Pontianak.
b. Mengambil data pravelensi jumlah pasien Diabetes melitus tipe 2 yang
berobat ke Rumah Sakit yang akan dilakukan penelitian.
c. Mengambil 10 sampel data rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2
mengenai kadar gula darah kemudian dijadikan sebagai data awal
penelitian.
d. Setelah laporan disetujui oleh dosen pembimbing 1 dan dosen pembimbing
2, peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Direktur Rumah
Sakit yang akan dilakukan penelitian.
e. Meminta ijin ke bagian rekam medis ke Rumah Sakit yang akan dilakukan
penelitian untuk mengambil data rekam medis pasien diabetes melitus tipe
2.
f. Melakukan penyeleksian rekam medis yang sesuai dengan kriteria inklusi
yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan dibantu oleh petugas rekam
medis.
g. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit pada pagi hari dimana pagi hari adalah
waktu yang tepat untuk dilakukan senam diabetes.
3.6 Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Ada beberapa langkah untuk melakukan pengolahan data, yaitu:
a. Pemeriksaan data (Editing)
Editing dilakukan dengan cara memeriksa dan mengecek data yang
dikumpulkan yaitu data rekam medis pasien DM yang sesuai dengan
kriteria inklusi. Pengecekan satu per satu ini bertujuan untuk memisahkan
rekam medis pasien dengan diagnosa penyakit DM dari diagnosa penyakit
lain yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
b. Pengkodean (Coding)
Setelah data terkumpul dan diseleksi, tahap berikutnya adalah melakukan
pengkodean agar mempermudah dalam pengolahan data. Dalam penelitian
ini peneliti memberikan kode pada hasil pengukuran variabel penelitian dan
karakteristik pasien DM. Pemberian kode meliputi usia, jenis kelamin dan
tingkat pendidikan pasien DM. Selain itu, peneliti juga memberikan kode
terhadap keteraturan pelaksanaan pemeriksaan gula darah yang dilakukan
pasien DM berupa hasil teratur dan tidak teratur. Data pengkodean telah
tercantum pada tabel definisi operasioanal.
Contoh:
Pada kategori usia pada karakteristik demografi:
Coding 1 = Dewasa awal (26-35 tahun)
Coding 2 = Dewasa akhir (36-45 tahun)
Coding 3 = Lansia awal (46-55 tahun)
Coding 4 = Lansia akhir (56-65 tahun)
Coding 5 = Manula (>65 tahun)
c. Proses data (Processing)
Pada tahap ini data atau informasi pasien DM terkait dengan karakteristik
demografi, pemeriksaan kontrol, dan kadar gula dimasukkan ke dalam
perangkat lunak (software) statistik.
d. Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel yang tersedia,
kemudian dilakukan pengukuran pada masing-masing variabel.
e. Pembersihan data (Cleaning)
Pada tahap ini, dilakukan pengecekan ulang pada data-data yang telah
dimasukkan, hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan (Nita
Rachmawati, 2015).
2. Analisis Data
Analisis data harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan prosedur yang ada.
Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah
dirumuskan dalam tujuan penelitian. Bentuk analisis data yang dilakukan pada
penelitian ini adalah analisis univariat. Teknik ini berlaku pada setiap variabel
tunggal serta berfungsi untuk memberikan gambaran populasi dan penyajian
hasil deskriptif melalui distribusi frekuensi dalam bentuk tabel dan diagram
batang sehingga memudahkan orang lain dalam menginterpretasikan hasil
penelitian (Nita Rachmawati, 2015).
Rumus sederhana yang digunakan adalah:

X = f : n x 100%

Keterangan:
X : hasil persentase
F : frekuensi hasil penelitian
N : total seluruh observasi
3.7 Etika Penelitian
1. Memberikan Manfaat / Beneficience
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pemberi pelayanan
kesehatan di daerah khususnya Rumah Sakit untuk peningkatan pelayanan
kepada kelompok masyarakat dengan penyakit diabetes melitus tipe 2.
Teridentifikasi faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes
melitus dalam melakukan diet, maka dapat dijadikan pedoman untuk
melaksanaan program penyuluhan kesehatan terkait perilaku diet dalam upaya
penanggulangan masalah DM di masyarakat.
Penelitian ini membawa manfaat bagi bagi pihak-pihak tertentu, manfaatnya
antara lain:
a. Bagi Pasien Diabetes Melitus
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai
Diabetes Melitus, kepatuhan diet dan pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2
sehingga tidak menimbulkan penyakit degeneratif lain.
b. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dalam pengembangan
ilmu kesehatan khususnya mengenai Diabetes Melitus tipe 2.
c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Melitus agar dapat mencapai
keberhasilan pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2.
d. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan
diet Diabetes Mellitus yang nantinya diharapkan dapat di aplikasikan
dimasyarakat.
2. Menghargai Harkat dan Martabat / Respect For Human Dignity
Pada penelitian ini, responden yang menjadi subyek penelitian diberi informasi
tentang maksud dan tujuan penelitian sebelum menyatakan kesediaan menjadi
responden. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak
menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent (terlampir).
Pada penelitian ini, informed concernt telah diberikan sebelum menjadi
responden. Setelah membaca dan memahami isi informed concernt, sebanyak
responden menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan
menandatangani informed concernt yang diberikan.
3. Keadilan / Justice
Dalam penelitian ini peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan
responden dengan tidak menampilkan nama dan alamat asal responden dalam
kuesioner, peneliti hanya menggunakan kode responden.
Peneliti juga memperlakukan semua responden sama, yaitu semua responden
diberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan, dan prosedur penelitian. Peneliti
juga menetapkan responden berdasarkan proporsi untuk setiap kelurahan yang
telah ditentukan atau dihitung sebelumnya, dengan tujuan responden
mempunyai hak yang sama untuk diikutkan dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta,
EGC.

Fatimah Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J MAJORITY. Volume 4


Nomor 5, Februari 2015.

Hidayat Ridha. (2017). Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Puri Husada Tembilahan Tahun 2016.
Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Vol 1, No 1, April 2017.

Ndraha Suzanna. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.


MEDICINUS. Vol. 27, No.2, Agustus 2014.

Rahcmawati Nita. (2015). Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Daibetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Skripsi. Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang, Agustus 2015.

Rumahorbo Hhotma. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu.

Widodo F. Y. (2014). Pemantauan Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Ilmiah


Kedokteran. Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober 2014, hal. 55-69.
LAMPIRAN 1 (Instrumen Penelitian)
LEMBAR OBSERVASI

Glukosa pre Glukosa Post


No. No. RM Usia J. Kelamin Pendidikan test Test
Waktu Hasil Waktu Hasil
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
LAMPIRAN 2 (Informed Concernt)
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian:
Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2
Peneliti:
Nama : Destura
No. Telepon : 08991548557
NIM : I1032141030
Alamat : Jalan Siaga, Gang Siaga Mulia, Rumah Nomor 5.

Salam,

Nama saya Destura, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura, bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui
tentang Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2.

Peneliti mengharapkan penderita diabetes melitus tipe 2 ikut berpartisipasi menjadi


responden pada penelitian ini. Hasil dari penelitian yang dilakukan akan dipakai
sebagai bahan acuan atau landasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
masyarakat sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang profesional dan
berkualitas.

Mengingat hasil penelitian ini penting bagi kemajuan keilmuan keperawatan,


khususnya keperawatan komunitas maka peneliti sangat mengharapkan jawaban yang
sejur-jujurnya demi keabsahan data yang diperoleh. Peneliti menjamin bahwa
penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak yang negatif bagi siapapun. Peneliti
akan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat responden, mempertahankan
kerahasiaan data yang diperoleh mulai dari proses pengumpulan, pengolahan, sampai
penyajian data.
Peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kesediaannya menjadi
responden penelitian.

Pontianak , Desember 2017

Peneliti

Destura
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PENELITIAN

Tandatangan Saudara pada lembar persetujuan ini mempunyai makna bahwa Saudara
setuju untuk berpartisipasi pada penelitian ini dan Saudara telah membaca lembar
penjelasan penelitian serta memahami isinya.

Setelah membaca penjelasan penelitian, saya mengetahui tujuan dan manfaat dari
penelitian yang berjudul Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
saya sebagai responden. Saya telah memahami bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Dengan ini saya bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Persetujuan ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan
dari siapapun dan saya menyatakan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Pontianak, Desember 2012

Saksi Responden
(.) (................................ )

Peneliti
()

Anda mungkin juga menyukai