Disusun oleh:
DESTURA/I1032141030
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP KADAR GULA DARAH
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(ADA) 2010 dalam Suzanna Ndraha (2014) , dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipE ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini
terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya
resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas
reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah
terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.
2.1.6 Patofisiologi
Meskipun patofisiologi diabetes mellitus bermuara pada resistensi
insulin, toleransi glukosa akan tetap terjaga normal selama masih dapat
dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin. Jadi sel beta pankreas yang
masih berfungsi normal mampu menduga keparahan resistensi insulin serta
mengatur sekresi insulin untuk mempertahankan kenormalan toleransi
glukosa.
Kelainan utama yang tergambar pada diabetes mellitus tipe 2 berupa
resistensi insulin dan penyusutan fungsi sekretorik sel-sel beta.
Ketidakpekaan insulin dalam merespon lonjakan gula darah menyebabkan
peningkatan produksi glukosa oleh hati seraya penurunan ambilan glukosa
oleh jaringan. Hilangnya respon akut terhadap beban KH yang merupakan
kelainan khas dini pada diabetes mellitus, biasanya terjadi ketika kadar gula
darah puasa mencapai angka 115 mg/dL, yang terdiagnosis sebagai
hiperglisemia postprandial. Fungsi sel-sel beta dipastikan susut sebanyak
75% manakala kadar gula darah puasa telah merapat ke angka 140 mg/dL.
Peningkatan kadar glukosa darah dalam keadaan puasa merupakan
cerminan dari pengurangan ambilan glukosa oleh jaringan. Atau petambahan
glukoneogenesis. Jika kadar glukosa darah meningkat sedimikian tinggi,
ginjal tidak akan mampu lagi menyerap balik glukosa yang tersaring sehingga
glukosa akan tumpah ke dalam urin. Kelimpahan glukosa dalam urin ini
dinamakan glukosuria.
Ketidakpekaan insulin di sel-sel hati dan jaringan tepi, terutama otot
rangka, mengakibatkan produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terbendung,
sementara ambilan dan penggunaan glukosa justru berkurang. Mekanisme
terjadinya boleh jadi terkait dengan defek pengikatan reseptor insulin,
pengurangan jumlah reseptor insulin, atau penurunan kemampuan insulin
post-receptor. Selanjutnya, hiperglisemia ini akan menutup keransekresi
sembari memperpatah ketidakpekaan insulin dengan jalan menciutkan
sistem transportasi glukosa dalam sel-sel beta dan pada jaringan peka-insulin.
Pengaruh tingginya kadar glukosa darah yang berlangsung kronis dikenal
sebagai tosisitas glukosa. Ketidakpekaan insulin semakin diperberat oleh
peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah, dan berdampak lebih
buruk pada kinerja sel-sel beta dalam menyekresikan insulin. Gejala terakhir
ini disebut lipotoksisitas.
Manifestasi diabetes mellitus tipe 2 terbagi menjadi dua bentuk. Bentuk
pertama, sindrom diabetik akut, menampakkan gambar hiperglisemia,
ketoasidosis dan (jika tidak diobati) kematian. Bentuk kedua, diabetik kronik,
ditandai dengan mikroangiopati difus pada jaringan penyusun organ-organ
vital.
Pada prinsipnya, bertambahnya keluaran glukosa hati melatarbelakangi
peningkatan kadar glukosa darah puasa, sementara berkurangnya penggunaan
glukosa perifer mendasari hiperglisemia postprandial (Arisman, 2011 dalam
Ridha Hidayat, 2017).
2.1.7 Komplikasi
1. Hipoglikemia
Serangan hipoglikemia ditandai dengan perasaan pusing, lemas, gemetar,
mata berkunang-kunang, keringat dingin, detak jantung meningkat,
sampai hilang kesadaran. Hipoglikemnia biasanya timbul bila kadar
glukosa darah < 50 mg/dl, dan ini terjadi apabila dosis obat anti diabetes
atau insulin terlalu tinggi, makan terlalu sedikit, olahraga terlalu berat,
minum alkohol atau depresi.
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia yang dimaksud disini adalah suatu keadaan dimana kadar
gula darah tiba-tiba melonjak. Hal ini disebabkan antara lain oleh stress,
infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai
dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan
pandangan kabur. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan
kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada
vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis), yang dapat berakibat fatal dan membawa
kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah
yang ketat.
3. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak,
dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi makrovaskular lebih
sering timbul pada DM tipe 2, yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan, walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1. Kombinasi dari penyakitpenyakit
tersebut dikenal dengan sebutan Sindroma Metabolik. Penyakit jantung
sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan
komplikasi terhadap jantung sangat penting dilakukan, termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita
diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari
130/80 mm Hg. Penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya,
termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang,
berolah raga secara teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress.
4. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi ini terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Komplikasi mikrovaskuler yang timbul antara lain retinopati, nefropati,
dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga
komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Untuk berkembang
kearah komplikasi mikrovaskular, tergantung lamanya (durasi) sakit dan
tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara untuk mencegah atau
memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah
dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian yang
paling intensif ialah dengan menggunakan suntikan insulin. (F. Y.
Widodo, 2014).
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 ditegakkan dengan mengadakan
pemeriksaan kadar glukosa darah untuk penentuan diagnosis diabetes
mellitus tipe 2. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut ADA (2007) dalam Ridha
Hidayat (2017) adalah sebagai berikut:
1. Gejala klasik diabetes mellitus + kadar glukosa darah sewaktu 200
mg/dl (11.1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir. Gejala klasik adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat
badan turun tanpa sebab.
2. Gejala klasik diabetes mellitus + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl
(7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8
jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP 200 mg/dl (11.1 mmol/L) TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes
mellitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP
tergantung dari hasil yang diperoleh: TGT (glukosa darah plasma 2 jam
setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L), GDPT (glukosa
darah puasa antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L).
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa dalam sewaktu
2. Kadar glukosa dalam puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis
diabetes mellitus (mg/dl).
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 kg karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl
(Padila, 2012 dalam Ridha Hidayat, 2017).
2.1.10 Penatalaksanaan
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe 2, dan
sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM
tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan
kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan
DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya
edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan
motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat
masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit
secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang
diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan
glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan,
berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan
kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisimakanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (Suzanna Ndraha, 2014).
Variabel Independent:
X = f : n x 100%
Keterangan:
X : hasil persentase
F : frekuensi hasil penelitian
N : total seluruh observasi
3.7 Etika Penelitian
1. Memberikan Manfaat / Beneficience
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pemberi pelayanan
kesehatan di daerah khususnya Rumah Sakit untuk peningkatan pelayanan
kepada kelompok masyarakat dengan penyakit diabetes melitus tipe 2.
Teridentifikasi faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes
melitus dalam melakukan diet, maka dapat dijadikan pedoman untuk
melaksanaan program penyuluhan kesehatan terkait perilaku diet dalam upaya
penanggulangan masalah DM di masyarakat.
Penelitian ini membawa manfaat bagi bagi pihak-pihak tertentu, manfaatnya
antara lain:
a. Bagi Pasien Diabetes Melitus
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai
Diabetes Melitus, kepatuhan diet dan pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2
sehingga tidak menimbulkan penyakit degeneratif lain.
b. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dalam pengembangan
ilmu kesehatan khususnya mengenai Diabetes Melitus tipe 2.
c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Melitus agar dapat mencapai
keberhasilan pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2.
d. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan
diet Diabetes Mellitus yang nantinya diharapkan dapat di aplikasikan
dimasyarakat.
2. Menghargai Harkat dan Martabat / Respect For Human Dignity
Pada penelitian ini, responden yang menjadi subyek penelitian diberi informasi
tentang maksud dan tujuan penelitian sebelum menyatakan kesediaan menjadi
responden. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak
menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent (terlampir).
Pada penelitian ini, informed concernt telah diberikan sebelum menjadi
responden. Setelah membaca dan memahami isi informed concernt, sebanyak
responden menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan
menandatangani informed concernt yang diberikan.
3. Keadilan / Justice
Dalam penelitian ini peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan
responden dengan tidak menampilkan nama dan alamat asal responden dalam
kuesioner, peneliti hanya menggunakan kode responden.
Peneliti juga memperlakukan semua responden sama, yaitu semua responden
diberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan, dan prosedur penelitian. Peneliti
juga menetapkan responden berdasarkan proporsi untuk setiap kelurahan yang
telah ditentukan atau dihitung sebelumnya, dengan tujuan responden
mempunyai hak yang sama untuk diikutkan dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta,
EGC.
Hidayat Ridha. (2017). Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Puri Husada Tembilahan Tahun 2016.
Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Vol 1, No 1, April 2017.
Rahcmawati Nita. (2015). Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Daibetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Skripsi. Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang, Agustus 2015.
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Salam,
Nama saya Destura, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura, bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui
tentang Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2.
Peneliti
Destura
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PENELITIAN
Tandatangan Saudara pada lembar persetujuan ini mempunyai makna bahwa Saudara
setuju untuk berpartisipasi pada penelitian ini dan Saudara telah membaca lembar
penjelasan penelitian serta memahami isinya.
Setelah membaca penjelasan penelitian, saya mengetahui tujuan dan manfaat dari
penelitian yang berjudul Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
saya sebagai responden. Saya telah memahami bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Dengan ini saya bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Persetujuan ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan
dari siapapun dan saya menyatakan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Saksi Responden
(.) (................................ )
Peneliti
()