Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

PEMBAHASAN

A. POPULASI

Fraenkel dan Wallen dalam Purwanto (2013) menjelaskan bahwa tugas


pertama peneliti dalam pemilihan sampel adalah menegaskan batasan populasi
(defining the population) yang hendak diselidikinya. Peneliti dituntut menentukan
secara jelas tentang siapa yang akan dikenakan kesimpulan hasil penelitian. Sebelum
mengerti bagaimana menentukan sempel dan kita akan membahas terlebih dahulu
tentang pupulasi sebagai berikut:

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang


mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemuadian ditarik kesimpuulannya. Jadi populasi bukan
hanya orag, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
sekedar jumlaj yang ada pada obejek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh sibjek atau objek itu. (Sugiyono, 2010). Menurut
Purwanto (2013) populasi merupakan sebuah kelompok yang kepada mereka hasil-
hasil sebuah penelitian yang dilakukanhendak digeneralisasikan. Sebagai anggota
populasi bisa berupa orang, benda, ataupun peristiwa. Sesuai dengan pengertian
tersebut dapat diartikan bahwa populasi merupakan sekelompok wilayah generalisasi
yang dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan hasil-hasil penelitian oleh peneliti.

Untuk memahami sampling (cara pengambilan sampel), pertama perlu


memahami perbedaan antara populasi target (the target population) dan populasi
terjangkau (accessible population). Populasi target menunjuk pada populasi dimana
peneliti sangat ingin menggeneralisasikan hasil penelitian kepadanya, atau biasa
disebut sebagai pilihan ideal, biasanya jarang tersedia Populasi terjangkau adalah
populasi di mana peneliti mampu mambuat generalisisasi, atau disebut sebagai
pilihan realistik, Sabagai langkah selanjutnya, peneliti secara cermat membuat daftar
yang memuat nama semua anggota populasi atau biasa disebut kerangka populasi.
Tentang populasi target dan populasi terjangkau, Fraenkel & Wallen (Purwanto,
2013) memberi gambaran sebagai berikut:

1) Problem penelitian yang diselidiki adalah: "Pengaruh pengajaran berbantuan


komputer terhadap pretasi membaca siswa kelas satu dan dua sekolah dasar di
Jawa Tengah.

2) Populasi target: Semua anak Kelas satu dan dua sekolah dasar di Propinsi
Jawa Tengah.

3) Populasi terjangkau: Semua siswa kelas satu dan dua di sekolah dasar Kota
Semarang, propinsi Jawa Tengah.

4) Sampel: Sepuluh persen siswa kelas satu dan dua sekolah dasar di kabupaten
Semarang Propinsi Jawa Tengah.

Semakin sempit peneliti membatasi populasinya, maka semakin banyak


waktu, usaha (tenaga), dan mungkin uang yang bisa dihemat, namun juga semakin
terbatas generabilitasnya. Adalah sangat penting bagi seorang peneliti untuk
mendeskripsikan secara detail tentang populasi dan sampel penelitiannya,
sehingga seseorang yang berminat terhadap hasil penelitian tersebut dapat
menentukan sejauh mana temuan penelitian tersebut dapat diapilikasikan terhadap
situasi mereka. Kegagalan dalam menentukan secara detail populasi yang menjadi
minatnya, dan dilakukan penyelidikan pada sampel, merupakan salah satu kelemahan
umum berbagai laporan publikasi penelitian.

Menurut Heppner (2008) Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan


karakteristik yang berbeda dalam definisi ini, karena pada akhirnya karakteristik ini
menentukan kelompok mana hasil studi tersebut akan digeneralisasi. Karakteristik
mendefinisikan mungkin termasuk kategori diagnostik, jenis kelamin, etnis, usia,
menghadirkan masalah, status perkawinan, dan status sosial ekonomi, antara lain.

B. SAMPLE

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan penliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti
dapat dipelajari dari sempel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi . untuk itu sempel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representative (mewakili) (Sugiyono, 2010). Menurut Purwanto (2013) sampel
merujuk pada sebuah kelompok yang dari padanya peneliti memperoleh informasi
yang pada gilirannya akan digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih besar.
Dari pengertian di atas kami menyimpulkan bahwa sampel adalah begian dari jumlah
kelompok yang dimiliki oleh populasi dan daripadanya peneliti memperoleh
informasi yang pada gilirannya akan digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih
besar.

Purwanto (2013) menegaskan bahwa tugas penting yang harus dikerjakan


peneliti terkait dengan keputusan untuk melakukan penelitian pada sampel adalah
bagaimana mendapatkan sampel yang representatif terhadap populasi. Yang disebut
sampling tidak lain adalah pengambilan sampel atau pemiiihan sejumlah subyek dari
suatu populasi yang menjadi representasi populasi. Peneliti harus menempuh
prosedur yang menjamin bahwa sampel yang diambilnya merupakan representasi dari
populasi. Hal ini sungguh berbeda dengan kegiatan orang awam yang melakukan
"pengamatan" pada sampel, lalu tanpa menghiraukan apakah sampel itu
representatif atau tidak terhadap populasi, hasil pengamatan pada sampel
digeneralisasikan kepada seluruh anggota populasi. Teknik smpling merupakan
teknik pengambilan sample. Untuk menentukan sample akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan (Sugiyono, 2010).

Dalam sebuah penelitian, pemilihan sampel memainkan peranan sangat


penting dalam keseluruhan proses penelitian. Borg & Gall dalam Purwanto (2013)
menjelaskan jika temuan sebuah penelitian tidak dapat digeneralisasikan kepada
subyek yang berada di luar sampel yang digunakan dalam penelitian, maka riset tidak
dapat memberikan kepada kita pengetahuan baru, dan buang waktu. Lebih dari itu,
jika peneliti gagal memperoleh sampel yang representative terhadap populasi maka
generalisasi yang dibuat akan menyesatkan. Dibutuhkan dalam suatu penelitian
adalah diperolehnya sampel yang representatif terhadap populasi, bukan sampel yang
identik dengan populasi. Sampel yang identik dengan populasi tidak akan pernah
diperoleh kecuali dipenuhi salah satu dari dua kondisi: pertama tidak terdapat variasi
dari para anggota populasi alias homogen sempurna, atau kedua, seluruh anggota
populasi dijadikan sampel.

Dalam penelitian kuantitatif, pengambilan sampel mengacu pada proses


memilih sampel dari populasi tertentu dengan maksud bahwa sampel akurat mewakili
populasi itu. Di dalam konteks penelitian, istllah sampel menunjuk pada sebuah
kelompok yang dari padanya peneliti memperoleh informasi yang pada gilirannya
akan digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih besar. Populasi adalah sebuah
kelompok yang kepada mereka hasil-hasil sebuah penelitian yang dilakukan
hendak digeneralisasikan. Sebagai anggota populasi bisa berupa orang, benda,
ataupun peristiwa.

Jika seorang peneliti memperoleh sampel yang tidak represntatif terhadap


populasi, maka akan berakibat bahwa karakteristik tentang sampel akan berbeda
dengan karakteristik populasi (seandainya dilakukan penyelidikan kepada sampel dan
juga kepada populasi). Perbedaan karakteristik sampel dengan karakteristik populasi
dikenal dengan sebutan kesalahan sampling atau (sampling error). Borg dan Gall
menunjukkan bahwa kesalahan sampling berbanding terbalik dengan besarnya
sampel yang diambil. Artinya semakin kecil sampel yang diambil maka kesalahan
sampling semakin besar, dan sebaliknya semakin besar sampel yang diambil maka
kesalahan sampling semakin kecil.

C. TEKNIK SAMPLING DAN METODE

Menurut Sugiyono (2010) teknik smpling merupakan teknik pengambilan


sample. Untuk menentukan sample akan digunakan dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang digunakan. Jenis teknik sampling pada dasarnya di
bagi mnejadi dua tenik yaitu problablitas dan non probabilitas. Di bawah ini akan
dibahas lebih lanjut apa yang dimaksud dengan teknik sampling dan bagaimana
metode untuk setiap teknik sampling.

1) Jenis Teknik Sampling Probabilitas

Menurut Sugiyono (2010) teknik probabily sampling adalah teknik


pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sample. Gall (2003) membagi teknik ini
menjadi: (1) Simple Random Sampling, (2) Systematic Sampling, (3) Stratified
Sampling, dan (4) Cluster Sampling.

a) Simple Random Sampling (Sampling Random Sederhana)

Tipe yang paling umum dari prosedur sampling probabilitas adalah sampling
random sederhana. Sampel random sederhana merupakan sampel yang dalam
prosedur pengambilannya setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama dan
independen untuk dipilih menjadi anggota populasi. Sebagai contoh, jika peneliti
ingin memperoleh sampel sebesar 100 dari populasi sebesar 1000 maka peluang tiap
anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel adalah 1 per 1000. Semakin
besar ukuran sampel random, semakin besar kemungkinan untuk representatif
terhadap populasi.
Ada hal penting terkait pengambilan sampel yang perlu disadari oleh peneliti
yaitu bahwa meskipun tidak ada jaminan bahwa sampel yang diambil itu representatif
terhadap populasi, namun kemungkinan untuk memperoleh sampel yang representatif
lebih besar jika peneliti menggunakan metode sampling random ketimbang ketika
menggunakan metode non-random. Dengan metode sampling random, perbedaan
yang ada antara sampel dan populasi kecil dan tidak sistematis. Kalau toh terdapat
perbedaan, hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor kebetulan ketimbang karena bias
peneliti (peneliti berbuat berat sebelah).

Kunci untuk memperoleh sampel random adalah dengan memastikan bahwa


semua anggota populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Jika jumlah anggota populasi tidak besar, pemiiihan sampel
random cukup dilakukan dengan cara undian dengan menggunakan lintingan kertas
seperti biasa dilakukan dalam kegiatan arisan. Jika jumlah anggota populasi besar,
pemiiihan sampel random dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan menggunakan
tabel bilangan random. Keuntungan metode sampling random adalah bahwa memberi
peluang terbesar untuk diperoleh sampel yang representatif. Sedang kerugian terbesar
adalah bahwa cara tersebut tidak mudah dilakukan, sebab setiap anggota populasi
harus teridentifikasi.

Teknik sampling random sederhana tidak bisa digunakan jika peneliti


menghendaki bahwa sub-kelompok tertentu yang ada pada populasi terwakili secara
proporsional pada sampel yang diambil. Dalam kondisi demikian. peneliti sebaiknya
menggunakan sampling berstrata.

b) Systematic Sampling (Sampling Sistematik)


Prinsip kerja pemilhan sampel sistematik adalah bahwa individu-individu
yang terdapat dalam daftar populasi (kerangka populasi) dipilih berdasar posisinya
dalam urutan tertentu. Sebagai contoh, sebuah populasi terdiri atas 1000 anak, akan
diambil 100 anak sebagai sampel. Peneliti membuat kertas lintingan undian bernomor
1 sampai 10, kemudian mengambil acak 1 buah. Jika diperoleh angka 2 maka subyek
yang berada pada urutan dua dalam daftar populasi menjadi anggota sampel pertama,
dilanjutkan dengan memilih subyek nomor 12, 22, 32, dst sampai diperoleh 100
subyek.

Cara pengambilan sampel seperti itu dinamai sampling sistematik dengan


random awal (Systematic sampling with random start). Ada dua istilah yang biasa
digunakan dalam sampling sistematik. Pertama adalah interval sampling yaitu jarak
antara satu subyek dengan subyek berikutnya dalam daftar populasi yang diambil
sebagai sampel. Dalam contoh di atas, interval samplingnya adalah 10. Rumus untuk
menghitung interval sampling adalah :

Ukuran Populasi

Ukuran Sampel

Istilah kedua adalah ratio sampling, yaitu proporsi individu-individu dalam


populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dalam contoh di atas, ratio samplingnya
adalah 0.1 atau 10 persen. Rumus untuk menghitung ratio sampling adalah :

Ukuran Populasi
Meskipun sampling sistematik menyediakan cara pengambilan anggota sampel
Ukuran Sampel
yang tidak pilih-pilih alias dilakukan secara random, namun terbuka peluang bagi
peneliti untuk melakukan bias.

Jika daftar populasi bisa dipastikan disusun secara random, maka cara
pengambilan sampel dengan cara sampling sistematik akan menghasilkan sampel
random, dan jika demikian maka teknik sampling sistematik itu bukan lagi berada
pada kategori teknik sampling non-random melainkan teknik sampling random.

c) Stratified Sampling (Sampling Random Berstrata)

Teknik sampling random berstrata digunakan jika populasi terdiri dan


sejumlah strata ataupun sub-sub kelompok, yang berpotensi membawa perbedaan
pada variabel yang sedang diamati. Dalam situasi seperti itu peneliti harus mengambil
sampel dari tiap-tiap strata ataupun sub-kelompok dalam proporsi yang sama seperti
yang terdapat pada populasi. Jadi, meskipun nama teknik sampling ini adalah
sampling berstrata (strata berarti tingkatan), namun sub-sub kelompok dalam populasi
tidak harus menunjukkan perbedaan dalam tingkatan atau strata melainkan bisa juga
perbedaan antar sub kelompok itu berbeda secara nominal.

Singkatnya, dalam pengambilan sampel berstrata, peneliti membagi populasi


berdasar karakteristik khusus seperti jenis kelamin, tingkat kelas, (dan semua
perbedaan atribut lain yang berdasar kajian teori, perbedaan atribut tersebut
berpengaruh pada variable terikat atau variable dependen). Selanjutnya peneliti
menerapkan prosedur simple random sampling, mengambil sampel untuk masing-
masing sub-kelompok tersebut. Prosedur pemiiihan sampel Stratifed Random Sample
terdiri atas: (1) membagi populasi berdasar strata (misalnya Laki dan Perempuan;
atau penghasilan tinggi, menengah, dan bawah), dan (2) Memilih sampel untuk
masing-masing kelompok sampel sehingga anggota sampel yang terpilih
merepresentasikan masing-masing sub-kelompok pada populasi secara proporsional.

Contoh pengambilan sampel pada populasi dengan sub-sub kelompok yang


bervariasi secara berstrata: seorang peneliti ingin mendapat data tentang regulasi-diri
siswa sekolah menegah di salah satu kota. Peneliti yakin bahwa siswa dari kelas yang
lebih tinggi cenderung lebih bagus regulasi dirinya. Oleh karenanya, sampel yang
diambil peneliti harus terdiri atas siswa kelas I, II, dan III, dalam proporsi yang sama
seperti ada pada populasi. Contoh pengambilan sampel pada populasi dengan sub-sub
kelompok yang bervariasi secara kategorik: seorang peneliti ingin mengetahui respon
siswa kelas X terhadap penggunaan buku paket mata pelajaran Sain di kota
Semarang. Oleh karena tinjauan pustaka yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa
jender mempengaruhi perbedaan prestasi mata pelajaran sain, maka sampel yang
diambil peneliti harus meliputi siswa pria dan wanita dalam proporsi yang sama
seperti ada pada populasi. Langkah kerja pengambilan sampel random berstrata
(untuk contoh ke dua) sebagai bertkut:

(1) Peneliti mengidentifikasi populasi target: terdapat 365 siswa, mereka tersebar
di sejumlah sekolah.

(2) Ia menemukan bahwa pada populasi terdapat 219 siswa perempuan (60
persen) dan 146 siswa pria (40 persen). la memutuskan untuk mengambil
sampel sebesar 30 persen dari populasi.

(3) Dengan menggunakan tabel bilangan random, ia mengambil 30 persen dari


setiap strata pada populasi untuk sampel, di mana ia memperoleh 66 siswa
perempuan (30 persen dari 219) dan 44 siswa pria (30 persen dari 146} dari
sub-sub kelompok pada populasi. Proporsi pria dan perempuan pada sampel
sama seperti proporsi pria dan perempuan pada populasi yaitu 40 dan 60
persen.

Keuntungan mengambil sampel dengan teknik sampling random berstrata


adalah besarnya peluang memperoleh sampel yang representatif terhadap populasi,
khususnya pada populasi yang tidak terlalu besar. Teknik sampling ini menjamin
bahwa setiap karakteristik penting individu-individu pada populasi akan terwakili
dengan proporsi yang sama pada sampel. Teknik penghitungan suara cepat (quick
count) pada saat pemiiihan presiden ataupun pemilikan kepala daerah, merupakan
contoh penerapan teknik sampling random berstrata yang mampu mendapatkan
sampel yang representatif, terbukti penyelidikan pada sampel mampu mempredik
populasi dengan akurasi yang tinggi. Coba anda pikirkan bagaimana prosedur
penarikan sampel yang dilakukan dalam penghitungan suara cepat tersebut sehingga
diperoleh sampel yang representatif.

d) Cluster Sampling (Sampling Cluster)

Sampling random sederhana dan sampling random berstrata pada dasarnya


memiliki tujuan sama yaitu berusaha menjamin bahwa karakteristik individu-indwidu
pada populasi tercakup pada sampel. Namun ada kalanya, peneliti memiliki
keterbatasan untuk dapat memilih sampel individu-individu dari suatu populasi
lantaran individu-individu pada populasi tersebar dalam banyak kelompok atau
Master yang berada dalam wilayah geografis yang luas.

Pada dasarnya, teknik sampling random klaster pada dasarnya serupa dengan
teknik sampling random sederhana hanya saja yang dipilih secara random adalah
kelompok-kelompok atau klaster, bukan individu-individu. Keuntungan teknik
sampling random klaster adalah ia dapat digunakan ketika peneliti menghadapi
kesulitan atau bahkan mustahil untuk memilih individu-individu secara random.
Sedang kelemahannya adalah terdapat peluang besar untuk diperoleh sampel yang
tidak representatif terhadap populasi.

2) Jenis Tekhnik Sampling Probabilitas

Metode lain dari pemilihan sampel melibatkan non-probability sampling.


Individu yang dipilih tidak secara kebetulan, tapi dengan cara lain. Kami menjelaskan
dua jenis non-probability sampel: (1) Convenience Sampling dan (2) Purposeful
Sampling

a) Sampling Konvenien (convenience Sampling)


Adakalanya peneliti menghadapi kesulitan (bahkan kadang boleh dikata
mustahil) untuk bisa memperoleh sampel random ataupun non-random sistematik.
Dalam kondisi seperti itu peneliti akan memilih sampel konvenien. Sampel konvenien
adalah sekelompok individu yang tersedia "di hadapan" peneliti untuk dijadikan
sampel penelitian dan diambil datanya saat itu juga. Contoh pengambilan sampel
konvenien sebagai berikut:
(1) Untuk menemukan pendapat mahasiswa tentang menu makanan dan kualitas
pelayanan kantin di salah satu kampus, peneliti mendatangi lokasi kantin
tempat para mahasiswa membeli makan. Peneliti mewawancarai 50
mahasiswa pelanggan pertama yang datang dan makan di kantin tersebut saat
mereka hendak pergi meninggalkan kantin.
(2) Peneliti yang sekaligus ia konselor di suatu sekolah, mewawancarai siswa-
siswa yang datang berkonsultasi kepadanya.
Singkatnya, dalam sampling konvenien peneliti memilih sekelompok orang
untuk diteliti oleh karena mereka para subyek penelitin tersedia. Keuntungan
sampling konvenien sudah barang tentu adalah kemudahannya. Tetapi ada kelemahan
yang utama yaitu besar kemungkinan terjadi bias dalam pemiiihan sampel sehingga
tidak reprentatif terhadap populasi.

b) Purposeful Sampling (Sampling Purposif)


Ada kalanya, berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang populasi dan
tujuan khusus penelitian, peneliti menggunakan pendapat pribadi (personal
judgement) untuk memilih sampel. Peneliti berasumsi bahwa mereka dapat
menggunakan pengetahuan mereka tentang populasi untuk menilai apakah sampel
tertentu representatif atau tidak. Contoh:
Guru pelajaran IPS memilih 2 murid dengan prestasi terbaik di kelas itu, 2
murid prestasi pertengahan, dan 2 murid dengan prestasi terendah, untuk mencari
tahu tanggapan murid tentang diskusi kejadian-kejadian terkini sebagai aktivitas
regular di kelas.
Pada contoh tersebut peneliti memilih sampel yang menurut penilaian dirinya
mewakili populasi atau representatif terhadap populasi. Ada cara kedua dalam
pemiiihan sampel secara sampling purposif yang tidak ditujukan untuk memperoleh
sampel yang representatif terhadap populasi melainkan diharapkan untuk memiliki
informasi penting tentang populasi.
Sampling purposif berbeda dengan sampling konvenien dalam hal peneliti
tidak sekedar meneliti orang-orang yang tersedia (dijumpai), melainkan peneliti
menggunakan pertimbangan untuk memilih sampel yang menurut keyakinannya,
berdasar pengetahuan yang mereka peroleh sebelumnya, akan memberikan data yang
peneliti butuhkan.

D. RELAWAN DALAM PENELITIAN SAMPEL

Semua studi penelitian membuat tuntutan pada individu yang dipilih untuk
sampel. Misalnya, dalam perencanaan percobaan, peneliti dapat memilih sampel acak
dari guru, tetapi beberapa dari mereka mungkin menolak untuk berpartisipasi karena
mereka tidak suka intervensi mental pengalaman, tidak ingin mengganggu jadwal
normal mereka, atau untuk beberapa area lainnya anak. Beberapa orang mungkin
menolak untuk menyelesaikan bahkan kuesioner singkat karena mereka sangat sibuk
atau tidak suka mengikuti petunjuk rinci. Individu-individu yang tersisa tidak lagi
merupakan sampel acak, karena individu yang setuju untuk berpartisipasi mungkin
akan berbeda dari mereka yang tidak. Ketika individu menolak untuk menjadi
anggota sampel, ada sangat sedikit peneliti dapat lakukan untuk meminta partisipasi
mereka. Standar etika dan informasi persyaratan persetujuan melindungi hak-hak
individu dalam penelitian, termasuk hak untuk menolak berpartisipasi dalam
penelitian atau untuk menghentikan partisipasi pada setiap titik selama penelitian.
Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang bagaimana relawan penelitian
menurut Gall (2003):

1. Karakteristik Penelitian Relawan.


a) Relawan cenderung lebih berpendidikan daripada nonvolunteers, terutama
ketika kontak pribadi antara penyidik dan responden tidak diperlukan.
b) Relawan cenderung memiliki status kelas sosial yang lebih tinggi
dibandingkan nonvolunteers, terutama ketika kelas sosial didefinisikan
berdasarkan status responden sendiri daripada dengan status orangtua.
c) Relawan cenderung lebih cerdas daripada nonvolunteers ketika relawan adalah
untuk penelitian di general, tetapi tidak ketika relawan adalah untuk jenis agak
kurang khas penelitian, seperti hipnosis, senisolasi sory, penelitian seks,
penelitian kelompok kecil, atau penelitian kepribadian.
d) Relawan cenderung lebih tinggi membutuhkan persetujuan sosial daripada
nonvolunteers.
e) Relawan cenderung lebih ramah daripada nonvolunteers.
f) Relawan cenderung lebih gairah-seeking dari nonvolunteers, terutama ketika
relawan adalah untuk studi stres, isolasi sensoris, dan hipnosis.
g) Relawan cenderung lebih konvensional daripada nonvolunteers, terutama
ketika relawan adalah untuk studi perilaku seks.
h) Wanita lebih mungkin dibandingkan laki-laki untuk menjadi sukarelawan
untuk penelitian secara umum, tetapi kurang mungkin dibandingkan laki-laki
untuk menjadi sukarelawan untuk fisik dan emosional penelitian stres
(misalnya, sengatan listrik, suhu tinggi, kurang sensorik, wawancara tentang
perilaku seks).
i) Relawan cenderung kurang otoriter daripada nonvolunteers.
j) Yahudi lebih mungkin untuk menjadi sukarelawan dari Protestan, dan Protestan
lebih mungkin untuk menjadi sukarelawan dari Katolik Roma.
k) Relawan cenderung penurut kurang dari nonvolunteers ketika relawan adalah
untuk penelitian di general, tetapi tidak ketika subjek adalah perempuan dan
tugas relatif "klinis" (misalnya, hipnosis, tidur, atau penelitian konseling)

Kami menjelaskan bahwa peneliti tidak dapat meminta siswa usia sekolah
(anak di bawah umur) untuk persetujuan mereka untuk berpartisipasi dalam
penelitian. Sebaliknya, persetujuan yang dibutuhkan dari pengurus utama anak, yang
biasanya adalah orang tua atau pengasuh. anak-anak yang memiliki izin orang tua
untuk berpartisipasi dalam studi penelitian adalah:
a) Lebih akademis kompeten.
b) Lebih populer dengan rekan-rekan mereka.
c) Lebih menarik secara fisik.
d) Lebih kecil kemungkinannya untuk merokok dan ganja.
e) Lebih mungkin Kaukasia.
f) Lebih cenderung berasal dari rumah tangga dua-orangtua.
g) Lebih mungkin untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.
h) Cenderung akan ditarik secara sosial.
i) Kurang mungkin aggressive.
Generalisasi ini tidak selalu berlaku untuk semua studi penelitian yang
memerlukan izin orang tua / pengasuh. Kelompok usia tertentu peserta penelitian dan
sifat dari masalah penelitian dapat mempengaruhi apakah anak-anak yang memiliki
izin orang tua memiliki karakteristik yang berbeda dari anak-anak tidak memiliki izin
orang tua.

2. Meningkatkan Tingkat Kesukarelawanan


Gall (2003) memberikan usulan tentang bagaimana meningkatkan
kesukarelaan partisipan sebagai berikut: Dua situasi khas timbul pada peserta
merekrut untuk studi. Dalam satu situasi, Anda memilih sampel awalnya dan
kemudian mengundang setiap anggota untuk berpartisipasi. Dalam situasi lain, Anda
menulis deskripsi penelitian dan beredar atau posting pemberitahuan ini sehingga
direspon oleh banyak orang sebanyak mungkin dalam populasi diakses. Dalam
sintesis penelitian mereka, Rosenthal dan Rosnow mengidentifikasi sebelas
situasional variabel yang cenderung untuk menambah atau mengurangi tingkat
volunteering. Berikut adalah cara untuk meningkatkan tingkat kesukarelawanan untuk
studi Penelitian

a) Membuat daya tarik bagi relawan semenarik mungkin dengan kelompok Anda
mencoba untuk mendaftarkan diri untuk penelitian.
b) Membuat daya tarik bagi relawan sebagai tidak mengancam mungkin.
c) Membuat eksplisit pentingnya teoritis dan praktis dari penelitian.
d) Membuat eksplisit bagaimana kelompok Anda mencoba untuk mendaftar
mewakili populasi target yang sangat relevan dengan penelitian.
e) Tekankan bahwa, dengan sukarela untuk studi, individu memiliki potensi untuk
menguntungkan orang lain.
f) Tawarkan untuk relawan potensial, bila mungkin, tidak hanya pembayaran
untuk berpartisipasi, tetapi hadiah courtesy kecil hanya untuk mengambil
waktu untuk mempertimbangkan apakah mereka ingin berpartisipasi.
g) Memiliki permintaan sukarela yang dibuat oleh seseorang dari status yang
tinggi.
h) Cobalah untuk menghindari tugas-tugas penelitian yang dapat secara
psikologis atau biologis stres.
i) Cobalah untuk mengkomunikasikan gagasan bahwa relawan adalah hal yang
normal yang dapat dilakukan.
j) Dalam situasi di mana relawan dianggap oleh populasi sasaran sebagai hal
yang normal untuk dilakukan, mintalah setiap individu untuk membuat
komitmen publik untuk menjadi sukarelawan . Dimana nonvolunteering
dianggap sebagai hal yang normal untuk dilakukan, menciptakan situasi di
mana setiap individu bisa menjadi sukarelawan secara pribadi. Setelah populasi
target telah ditetapkan, memiliki seseorang yang dikenal penduduk yang
membuat daya tarik bagi relawan.

3. Memilih Sampel Penelitian


Gall (2003) menjelaskan bagaimana memilih sampel dari penelitian sebagai
berikut:
a) Dalam melaporkan sebuah penelitian, menjelaskan secara rinci target dan dapat
diakses populasi, prosedur sampling, kerangka sampling, dan relawan tingkat.
b) Dalam penelitian kuantitatif, memilih sampel acak daripada sampel
kenyamanan bila memungkinkan,
c) Jika sampel kenyamanan dipilih, menggambarkan karakteristiknya secara
cukup rinci untuk memungkinkan orang lain untuk menyimpulkan populasi
yang diwakilinya.
d) Dalam penelitian kuantitatif, pilih ukuran sampel yang memaksimalkan
kemungkinan menolak hipotesis nol pada tingkat yang memuaskan dari
kekuatan statistik dan, jika sesuai, memungkinkan untuk analisis subkelompok
dan sampel gesekan.
e) Dalam penelitian kualitatif, pertimbangkan mana dari berbagai jenis purposive
sampling yang paling tepat untuk mempelajari fenomena yang menarik.
f) Jika ada anggota sampel yang dipilih memilih untuk tidak menjadi
sukarelawan. mengumpulkan data untuk menentukan apakah para relawan
yang mewakili nonvolunteers atau diakses / target populasi pada karakteristik
yang relevan.
g) Gunakan berbagai prosedur untuk memaksimalkan tingkat relawan untuk
sampel yang dipilih.
BAB 3

KESIMPULAN

Populasi merupakan sekelompok wilayah generalisasi yang dipelajari dan


kemudian ditarik kesimpulan hasil-hasil penelitian oleh peneliti. Perlu kehati-hatian
dalam memilih populasi. Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan karakteristik
yang berbeda dalam definisi ini, karena pada akhirnya karakteristik ini menentukan
kelompok mana hasil studi tersebut akan digeneralisasi. Karakteristik mendefinisikan
mungkin termasuk kategori diagnostik, jenis kelamin, etnis, usia, menghadirkan
masalah, status perkawinan, dan status sosial ekonomi, antara lain. Dari populasi
tersebut muncullan sample. Sample merupakan sampel adalah begian dari jumlah
kelompok yang dimiliki oleh populasi dan daripadanya peneliti memperoleh
informasi yang pada gilirannya akan digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih
besar.

Sample dibagi menjadi dua teknik yaitu jenis teknik sampling pada dasarnya
di bagi mnejadi dua tenik yaitu problablitas dan non probabilitas. Setiap teknik
memiliki metode tersendiri. Teknik probabily dibagi teknik ini menjadi: (1) Simple
Random Sampling, (2) Systematic Sampling, (3) Stratified Sampling, dan (4) Cluster
Sampling. Sedangkan jenis non-probability sampel: (1) Convenience Sampling dan
(2) Purposeful Sampling.
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Edy. 2013. Metode Penelitiann Kuantitatif. Semarang: Fakultas Ilmu


Pendidikan Unnes
Gall, M. D., Gall, J.P., dan Borg, W. R. 2003. Educational Research: An Introduction.
New York: Pearson Eduucation, Inc
Sugiyono.2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: Alfabeta
Heppner, Bruce E. Wampold, dan Jr. Dennis M. Kivlighan.2008. Research Design in
Counseling, 3rd Edition. USA: Thomson Brooks/Cole

Anda mungkin juga menyukai