Anda di halaman 1dari 9

ETNOMETODOLOGI

ADITYA BAHAR PALILI


A062181017

PROGRAM MAGISTER DAN DOKTOR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
1. Pengertian Etnometodologi

Teori etnometodologi ialah suatu teori dalam ilmu sosiologi yang berisikan
sekumpulan pengetahuan, serangkaian prodser dan sejumlah pertimbangan atau metode
tentang kehidupan alamiah masyarakat sehari-hari, yang ditandai dengan bahasa yang
digunakan, dimana masalah-masalah kemasyarakatan ini diartikan sebagai masalah yang
diselesaikan secara rutin, praktis dan kontinyu tanpa banyak menggunakan pikiran.
Dalam kehidupan sehari-hari, dengan teori etnometodologi, anggota masyarakat
menggunakan penalaran praktis, logika sendiri dan sifatnya abstrak teoretis, hidup dan
berkembang dalam suatu tatanan masyarakat alamiahyan merupakan produk
masyarakat setempat.
Etnometodologi dikembangkan oleh Harold Garfinkel (1967) yang selama 20 tahun
melaksanakan penelitian di Harvard di bawah arahan Talcott Parsons. Bidang inimuncul
pada akhir 1960-an sebagai reaksi terhadap prespektif-prespektif sosiologi sebelumnya,
terutama fungsionalisme struktural yang menganggap bahwa segala realitas merupakan
akibat yang telah ditentukan oleh faktor struktur sosial dan sebaliknya, etnometodologi
menekankan bahwa realitas sosial dan organisasi sosial merupakan hasil dari agen-agen
yang telah ada sebelumnya yang mengarahkan tindakan mereka dengan menggunakan
alasan-alasan pengetahuan umum yang ada.

Aliran etnometodologi mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :


a. Mengkaji kegiatan dan lingkungan praktis.
b. Menganalisis kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, cara menusia berkomunikasi,
mengambil keputusan, dan berpenalaran.
c. Memakai penalaran praktis.
d. Menggunakan penelitian empiris.
e. Berpegang pada pengalaman.
f. Menggunakan bahasa awam, bukan bahasa ilmiah.
g. Berpendapat bahwa akitivitas dari aktor yang terus-menerus membentuk realitas
masyarakat, bukan sebaliknya.
h. Berasumsi bahwa fenomena sehari-hari menjadi kacau, jika dianalisis dengan jalan
deskripsi ilmiah.
i. Berasumsi bahwa norma, aturan hukum, struktur, semua tidak stabil, tetapi berubah-
rubah karena tindakan aktor yang terus-menerus berubah.

2. Teori Etnometodologi dalam Masyarakat

Dari objek telaahan teori etnometodologi ini, penulis ingin soroti dan mengaitkan
dengan eksistensi kehidupan masyarakat. Yang menjadi objek atau cara telaahan dari
paham etnometodologi, antara lain sebagai berikut :

A. Menelaah Praktik Cerdas Masyarakat dalam Kehidupan Sehari-hari

Dari segi praktik cerdas masyarakat, misalnya sesorang yang merasa dirinya diinjak-
injak oleh orang lain, maka orang ini akan berfikir bagaimana caranya agar hak tidak
diinjak-injak oleh orang lain dan hak tersebut akan diperoleh kembali. Lalu ia
memutuskan kalau demikian, ia harus mengajukan tuntutan hak melalui pengadilan.
Setelah sampai pengadilan, ia harus mempelajari bagaimana mekanisme / proses
peradilan yang ia harus lalui setelah memahami mekanisme yang ia harus lalui, maka ia
akan mendapatkan kesempatan untuk membela haknya di persidangan. Dalam proses
persidangan, ia harus cerdas mengemukakan argumentasi dalam mengajukan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan hakim. Setelah perkaranya diputus, ia harus mampu
mengetahui apakah ia sebagai pihak yang menang atau pihak yang kalah dalam
berpekara. Apabila ia kalah, maka ia harus cerdas lagi melakukan upaya hukum, biasanya
akan melakukan upaya hukum kasasi ataupun peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

B. Melakukan Kajian Studi tentang Sebuah Instansi

Orang yang bekerja pada sebuah instansi, ia harus mampu mengetahui dan
memahami mekanisme birokrasi yang berlaku di instansi berbeda dalam hal pola
kebijakan yang diberlakukan, baik karena di instansi itu lebih menggunakan dan
memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) maupun instansi itu belum menggunakan
dan memiliki SOS.
Semua pengadilan yang dibawah Mahkamah Agung baik pengadilan tingkat pertama
maupun pengadilan tingkat banding, mempunyai dua kegiatan yang harus dibina dan
dibangun, yaitu bidang kepaniteraan dan bidang kesekretaritan. Idealnya, kedua bidang
ini harus dibangun secara terpadu dan terkoordinasi, agar wajah pengadilan ini benar-
benar menjadi peradilan yang court of law. Anehnya, ada beberapa pengadilan di
Indonesia, yang menonjol pembinaannya dan yang dibangun hanya bidang
kesekretariatan, sedangkan bidang kepaniteraan sedikit agak lambat dan ketinggalan
pembinaannya. Padahal, di satu sisi, saat ini Mahkamah Agung mengeluarkan kebijakan
bahwa kegiatan pembinaan dan pengawasan sepenuhnya diserahkan kepada pengadilan
tingkat banding setempat. Seharusnya pada waktu membahas rencana kegiatan kerja,
kedua bidang ini harus telah siap dengan program-rogram andalannya, yang sudah
barang tentu akan dilakukan penyesuaian-penyesuaian dan dengan skala prioritas.
Prinsip yang harus dianut dalam dunia peradilan kita, tidak boleh ada yang diutamakan
dan ada pula yang diabaikan. Semuanya harus berjalan seiring dan seimbang sesuai
tingkat kebutuhan lembaga peradilan yang bersangkutan. Di sinilah diperlukan
kreativitas dan kecepatan aktor / etugas yang bersangkutan untuk menawarkan
program-program yang aktual dan rasional.

C. Mendapatkan Kejelasan yang Subtantif dari Aktor / Petugas

Ketika orang berurusan dangan suatu instansi, maka orang yang berurusan itu harus
mendapatkan kejelasan dari petugas yang ditunjuk, apa saja yang ia harus lakukan di
instasi tersebut. Kewajiban-kewajiban apa saja yang harus ia penuhi. Salah satu contoh
yang bisa dikemukakan, penulis mengapresiasi dan kagum melihat sistem pelayanan
yang disajikan di rumah sakit swasta bandung. Mulai dari petugas parkir, perawat,
petugas administrasi sampai pada dokter yang menangani pasien, kelihatan dan tampak
sekali kerja sama dan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan berupa
penjelasan kepada pasien ataupun keluarganya. Penulis beikan contoh, pada saat masuk
area parkir. Petugas parkir sudah menyiapkan lebih awal, “ Maaf Pak, area parkir sudah
penuh, hati-hati Pak! Kalau bisa mobil di off persenelengnya”. Ketika masuk ruang UGD
(Unit Gawat Darurat), petugas menyambut dengan senyum dan dengan bahasa yang
santun,”Maaf Pak, apakah pasien ini pernah dirawat di RS ini?”, rupanya akan didicari
data dan riwayat pengobatan asien yang bersangkutan. Setelah mendapatkan perawatan
dari dokter ahli penyakit yang bersangkutan. Petugas kembali bertanya,”Apakah Bapak
akan menggunakan jasa ASKES (Asransi Kesehatan)?”. Rupanya di RS ini, ada dokter yang
menerima ASKES dan ad pula yang tidak menerima ASKES. Tentu saja kalau pasiennya
adalah pegawai negeri, maka petugas menunjukkan dokter yang menerima ASKES tadi.
Setelah dokter sudah diketahui, petugas kembali memberikan penjelasan bahwa untuk
penggunaan kamar di RS ini, ada klasifikasi dan tergantung pada status pegawai negeri
sipil selaku pasien yang dirawat. Diserakanlah daftar selisih harga yang harus
ditanggulangi oleh pasien yang bersangkutan. Hampir tiga kali sehari, perawat datang
memberikan pelayanan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter. Dokter sendiri
hampir dua kali sehari rata-rata datang memeriksa pasien yang bersangkutan dan selalu
memberikan semacam sugesti kepada pasien. Sampai pasien pulang ke rumah, pelayanan
admisnistrasi sungguh cepat dan uang yang harus dibayarkan sudah tersedia di berbagai
ATM bank indonesia yang ada di dalam rumah sakit.

D. Mengetahui Cara atau Metode Menerima Penjelasan dari Orang Lain

Memahami penjelasan orang lain, baik dengan tatap muka, maupun dengan cara
tulisan (surat kabar, karya ilmiah), dperlukan suatu metode yang tepat untuk mau
menerima penjelasan atau pendapat orang lain. Tentu saja sebelum memahami
penjelasan itu, terlebih dahulu harus disingkirkan pikiran-pikirna yang apriori terhadap
orang atau pihak yanng memberikan penjelasan, dan bagi pihak-pihak yang terkena atau
fokus tulisan harus berfikir lebih jernih dan dengan menggunakan kepala dingin untuk
memahami subtansi permasalahan yang ada. Tidak perlu terlalu berlebihan membela diri
atau protes yang berlebihan. Yang terpenting bagi kita yang menerima penjelasan
melukan langkah-langkah konkrit yang riil dan tampakkan ke publik bahwa apa yang
anda soroti itu tidak benardan sesungguhnya inilah yang sebenarnya dan ini pula lah
hasil kerja keras yang dilakukan dalam melakukan embinaan yang diperbaikan.
Terhadap tulisan-tulisan yang dianggap tidak tepat, cara yang paling jitu adalah bahwa
pihak yang disorot atau ihak yang merasa sorotan tersebut tidak tepat, tidak etik atau
kurang sopan, maka ia harus mampu menulis pula dengan tulisan yang sama dengan
melakukan tanggapan-tanggapan yang balance atau seimbang yang tepat sasaran.
Sorotan-sorotan sepintas yang rofesional yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
tertentu dalam ilmu sosiologi disebut etnometodologi.

E. Menganalisis Percakapan Sehari-hari

Manusia dalam berkomnukasi hampir selalu menggunakan percakapan sehari-hari.


Di dalam percakapan sehari-hari itu, terkadang orang menggunakan “bahasa pasar”,
bahkan mungkin ada orang yang menggunakan dialek pengaruh bahasa daerah. Sebagai
contoh pada masa lalu banyak menteri berpidato dengan menggunakan bahasa
indonesia, akan tetapi kental dengan penagaruh bahasa asal daerah menteri yang
bersangkutan, misalnya mantan Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI,
Jenderal (Purn) M. Yusuf. Pengaruh beliau selalu tegas dan singkat serta mudah dipahami,
tetapi kalimat-kalimatnya tidak lepas dari dialek orang bugis (Sulawesi Selatan). Kaliamt-
kalimat beliau harus dianalisis lebih teliti, agar maksud pembicaraannya dapat dipahami
dengan baik dan tepat.

F. Menganalisis Pengejekan dan Pelecehan Orang Lain


Dalam kehidupan sosial sering ditemukan pengejekan dan pelecehan orang lain. Ada
beberapa kemungkinan timbulnya pengejekan dan pelecehan seseorang terhadap orang
lain. Pertama; pengejekan dan pelecehan itu muncul, karena akibat adanya kecemburan
sosial, mungkin saja pihak yang diejek atau dilecehkan itu memiliki kelebihan-kelebihan
yang tidak memilki oleh sang pengejek dan sang peleceh. Kedua; pengejekan dan
pelecehan muncul karena kepentingan sesaat, mungkin saja pihak yang pengejek dan
sang peleceh memiliki sesuatu target kepentingan, sehingga yang diejek atau dilecehkan
itu bisa menjadi gagal dalam suatu urusan atau kegiatan, katakanlah kaitan dengan bisnis,
karier, dan sebagainya. Ketiga; pengejekan dan pelecehan muncul karena kepentingan
politik. Mungkin bisa diberikan contoh konkret, dari kacamata etnometodologi. Baru-
baru ini berdasarkan hasil survei litbang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
disebutkan ada tiga kementrian yang memiliki peringkat tiga besar terkorup di
indonesia, yaitu; Kementerian Agama, Kemeneterian Olahraga, serta Kementerian BUMN.
KPK, Melihat Berbagai indikator dari hasil Surveinya tersebut. Tampak di media televisi,
Menteri Agama serius memeberikan penjelasan kepada masyakat luas, apa
sesungguhnya yang telah dicapai oleh Kementrian Agama dewasa ini. Cara Menteri
Agama inilah, beliau menggunakan teori etnometodologi.

G. Menganalisis Antara Kalimat yang Dipakai dengan Narasi Resoning

Kalimat yang dipakai dengan menggunakan narasi reasoning, sering ditemukan dalam
putusan pengadilan dengan menggunakan penalarn ilmiah. Adapun yang dimaksud
dengan penalaran ilmiah adalah penalaran yang dilakukan sesuai dengan alur atau pola
penalaran deduktif yang rasional dan penalaran induktif yang empiris. Sebuah penalaran
ilmiah harus didukung dengan penemuan dan perumusan masalah,
penyusunan/perumusan hipotesis, pengumpulan data, verifikasi, dan penarikan
kesimpulan.
Hambatan yang sering ditentukan hakim dalam membuat putusan, karena ada di
antara mereka yang tidak mampu membuat reasoning yang tepat, padahal di dalam
pikirannya sudah tergambar apa yang harus ia harus tulis dan tuangkan dalam konsep
putusan. Sebenarnya, untuk mengatasi kelemahan itu mudah sekali caranya, yaitu
membuat konsep putusan dengan banyak membaca referensi yang terkait serta rajin
membaca dan menganalisis yurisprudensi yang ada. Hanya saja cara ini tidak banyak
dilakukan oleh hakim-hakim muda, apalagi bagu mereka yang sudah senior, karna secara
fisik mereka sudah tidak bisa berbuat banyak lagi, bila kesehatan mereka ikut
mengganggu dalam pelaksanaan tugas. Bagi pencari keadilan yang perkaranya telah
diputus oleh pengadilan, tentu saja harus mampu menganalisis materi putusan, minimal
akan dijadikan dasar untuk mengajukan upaya hukum banding atau kasasi. Cara yang
dilakukan itu, berarti yang bersangkutan telah menggunakan teori etnometodologi.

H. Mengontrol Diri dengan Sikap Rasa Malu atau Rasa Percaya Diri

Sorotan tajam yang dilakukan oleh berbagi pihak, termasuk KPK dan terhadap
kementrian terkorup, harus dijadikan sebagai suatu bahan masukan untuk dapat
mengontrol diri dan dengan sikap rasa malu dan atau rasa percaya diri. Caranya
sederhana, kementrian yang bersangkutan harus melkukan pembinaan terpadu dengan
berbagai cara metode yang tepat dan sudah barang tentu arah penelitian dilakukan
terhadap poin-poin pos yang rawan korupsi dari kementrian yang bersangkutan,
sebagaimana yang telah dipaparkan oleh KPK. Konon KPK di dalam melakukan penelitian
terhadap suatu korupsi terkadang ada yang ikut di dalamnya sebagai pihak yang terlibat
langsung. Sebagai contoh dugaan bahwa terdapat korupsi di Kementrian Agama, ternyata
dalam penyelenggaraan ibadah haji, ada pihak KPK yang ikut melaksanakan ibadah haji,
yang bertugas melakukan kajian dan pemantauan terhadap apa yang ditemukan di
lapangan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Sorotan yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap suatu masalah, pasti di
dalamnya mengandung dua hal, yaitu positif dan negatif. Dalam teori etnometodologi,
bahwa untuk mencapai hal positif, diperlukan sorotan yang negatif. Itu salah satu cara
yang cukup ampuh dan cepat akan mendapat tanggapan dari pihak yang bersangkutan,
sehingga pada saatnya akan berubah dari hal negatif menajadi hal positif. Hanya sangat
disayangkan, sorotan-sorotan yang diangkat atau dipermasalhkan oleh seseorng ataupun
lembaga, terkadang orang hanya berpaku pada hal yang negatif saja, tanpa mau melihat
sisi positifnya. Cara seperti ini bukan cara seperti yang dikehendaki dalam teori
etnometodologi.

I. Menganalisis Metode Pelanggaran Sistem dan Metode Pemulihan Sistem yang Ada
Gagalnya suatu lembaga dalam mencapai program kerja yang telah dicanangkan
karena adanya pelanggaran sistem dan tidak mempunyai pihak penyelenggaraan
kebijakan aktor/petugas menggunakan metode untuk memulihkan sistem yang ada.
Penulis ingin memberikan contoh bermaksud mengejek dan melecehkan. Manajemen
Lion Air dan juga perusahaan-perusahaan penerbangan lainnya, pasti telah
memprogramkan bagaimana memberi pelayanan terbaik kepada konsumennya dan
lebih penting bagi keselamatan seluruh penumpang yang ada. Sistem navigasi akan
terganggu, bila ada penumpang yang tetap menggunakan handphone di atas pesawat,
padahal pramugari sudah mengumumkan, akan tetapi ada pula penumpang yang tega
dan tidak mempedulikan himbauan pramugari itu. Sebagai contoh, ada seseorang duduk
sebagai penumpang yang masih asyik menggunakan telepom genggamnya. Pramugari
sudah berkali kali mengingatkan kepada penumpang yang bersangkutan, tetapi ia tetap
tidak menggubrisnya. Akhirnya, penumpang lain menegur penumpang tersebut dengan
kalimat yang halus dan sopan, bahwa apa benar kalau kita memakai handphone seperti
ini di pesawat akan mengganggu sistem navigasi pesawat ini? Langsung dijawab oleh
yang bersangkutan, itu tidak benar dan belebihan. Pikiran penulis jangan sampai benar
sistem navigasi pesawat akan terganggu, menyebabkan pesawat akan mengalami
kecelakaan. Ada lagi penumpang yang duduk paling ujung didekat jendela pesawat,
penumpang itu ikat pinggangnya tidak diikat/dipasang, padahal pramugari telah
mengumumkannya. Ketika ditanya, kenapa dia tidak menggunakan ikat pinggang selama
penerbangan tadi? Diajawab oleh penumpang tersebut bahwa saya sudah berapa kali
terbang, bahkan menggunakan pesawat hercules dan helikopter, saya tidak pernah
mengunakan ikat pinggang, rupanya beliau ini salah seorang anggota militer yang sering
menggunakan pesawat militer. Sayang sekali beliau tidak pernah berfikir bahwa saat ini
sedang mengguanakan pesawat sipil atau reguler, yang tentu saja aturan mainnya
berbeda, dan bila pesawat mengalami kecelakaan, maka orang lain pasti ikut menjadi
korban kecelakaan.

J. Menganalisis Terhadap Negosiasi yang Dilakukan Para Eksekutif


Negosiasi yang dilakukan oleh para eksekutif, tentu saja hal ini di luar jangkauan
masyarakat luas, akan tetapi hal itu menjadi lahan di kalangan pers atau LSM yang terkait.
Ketika negosiasi sedang berlangsung antara para eksekutif, orang dibolehkan melakukan
analisis, baik terhadap pelaksanaan uji kelayakan, nuansa pasar, mekanisme penggunaan
dan pemanfaatan sampai kepada masalah maintenence yang ikut dinegosiasi boleh saja
dianalisis. Sebagai contoh konkret, diadakannya negosiasi antara pihak Lion Air dengan
menejemen Boeing di AS yang disaksikan oleh Presiden AS Obama di Bali menejemen
Boeing dengan berbagai tipe sebanyak 230 buah. Apa yang harus dianalisis, tentu saja
anatara lain isi dari negosiasi itu, bagaimana sistem dan mekanisme pembayaran antara
Lion Air selaku pembeli dan Boeing selaku penjual. Terus, dari mana dananya, bagaimana
sistem pembayarannya bila menggunakan jasa perbankan? Cara menganalisis seperti ini
dengan menggunakan teori metodologi.

3. Teori Etnometodologi dengan Hukum

Etnometodologi bila dikaitkan dengan masalah hukum, merupakan salah satu aliran
terkenal dalam ilmu sosiologi. Tokoh aliran etnometodologi ini adalah Harold Garfinkel,
seorang profesor pada Universitas Harvard, warga negara AS yang lahir di New Jersey
tahun 1917, dia adalah murid dari Talcott Parsons dan mengajar di Ohio (AS) dan
Universitas California di Los Angeles (AS).
Jika teori Talcott Parsons lebih menekankan kepada kategori generalisasi dan
abstrak, maka Garfinkel lebih tertarik pada deskripsi yang lebih detail dan terinci.
Tampaknya teori etnometodologi ini masing dianggap asing dan belum dapat dikatakan
sempurna, baik ke dalam teori mikro maupun ke dalam teori makro dalam masyarakat.
Garfinkel dalam berbagai kuliah dan artikelnya, sejak semula sudah menggunakan
etnometodologi dalam teorinya, yang kemudian teori ini dikembangkan ke seluruh
wilayah negara Amerika Serikat, sampai ke negara-negara Eropa, seperti Jerman, Inggris,
dan Perancis, selanjutnya keseluruh penjuru dunia dan pada akhirnya teori ini
dikenal pula di Indonesia, hanya saja eori nii belum dkembangkan dengan baik di
perguruan tinggi di Indonesia.
Beberapa konsep kunci dari ajaran etnometodologi ini, dapat dikemukakan sebagai
berikut :
- Indeksikalitas (indexicalite)
- Refleksivitas (reflexivite)
- Akuntabilitas
- Konsep member
- Kategorisasi anggota
Indeksikalitas menurut aham etnometodologi, merupakan istilah teknis yang sering di
gunakan dalam ilmu bahasa, khusunya bahasa awam (bahasa pasar) yang biasa
digunakan dalam suata analisis objek-objek sosiologi. Jadi yang dianalsis adalah bahasa
“alamiah”, dan bukan bahasa “ilmiah”. Bahasa alamiah adalah bahasa pasar atau bahasa
umum yang biasa di gunakan banyak orang di tempat-tempat umum, bahasa melalui SMS,
bahasa memberi isyarat perintah, bahasa proses belajar mengajar dan bahasa
wawancara. Beberapa contoh penggunaan bahasa alamiah yang sering digunakan sehari-
hari, antara lain seperti berikut :
- Bahasa umum, contohnya: ”Ada berita buruk, bahwa mereka akan datang dari jakarta
untuk mengahadiri acara pelantikan hakim agung”.
- Bahasa melalui telepon, contohnya: “Ada atau tidaknya waktu Anda untuk bersidang,
beritahu saya, kalau Anda sudah di kantor”.
- Bahasa SMS, contohnya : “Kita harus mengucapkan selamat atas promosi itu”.
- Bahasa yang memberi isyarat perintah, contohnya: “kalian kalau tidak keberatan,
sebaiknya ikut rapat pad hari Senin”.
- Bahasa proses belajar mengajar, contohnya: “Memang kuliah di S3 itu, mahasiswa harus
aktif membaca referensi dan buku-buku lainnya dan rajin mengikuti berbagai seminar”.
- Bahasa wawancara, contohnya: “Mengapa Anda tidak menggunakan hakim, tersebut
dalam perkara perceraian?”.
Bahasa alamiah ini, konsepnya tidak lengkap, sehingga tidak tergambar secara
lengkap dari apa yang hendak diungkapkan oleh si penutur kata atau si penulis bahasa.
Karena itu, dalam konsep bahasa muncul konsep indeksikalitas, yang dengan sebuah kata
atau frasa kata, tersimpul makna tertentu di mana harus diramu sendiri oleh pembicara
atau si pendengar. Kata-kata “dan sebagainya” atau ”dan lain-lain”, merupakan kaa
indeksitas yang jelas-jelas menunjukkan keterbatasan maksud dalam kalimat itu,
sehingga dengan kata “dan sebagainya” atau dengan kata “dan lain-lain”. Pembeca atau
pendengar harus meramu sendiri kemana kata ini bermakna secara kontekstual,
karenanya pendekatan dengan cara ini hasilnya akan subjektif. Kata-kata yang bersifat
indeksikalitas lainnya, misalnya: mereka, Anda, bebagai, kalian, ini, itu, kita, dan tersebut.
Mari kita kaji contoh-contoh kalimat tersebut di atas sebagai berikut :
- Bahasa umum, contohnya: “Ada berita buruk, bahwa mereka pada persidangan
berikutnya“. Pertanyaan yang akan lahir, mereka itu siapa-siapa saja, divonis dalam
perkara apa, kapan persidangannya?
- Bahasa melalui telepon, contohnya: “Ada atau tidaknya waktu Anda untuk bersidang,
beritahu saya, kalau anda sudah dikantor”. Pertanyaan akan lahir, anda itu siapa dan di
kantor mana?
- Bahasa SMS, contohnya: “kita mengucapkan selamat atas promosi itu”. Ertanyaan akan
lahir, kita itu siapa dan apa yang di promosi?
- Bahasa yang memberi isyarat perintah, contohnya: “kalian kalau tidak keberatan,
sebaiknya ikut rapat teknis pada hari senin”. Pertanyaan akan lahir, kalian itu siapa, rapat
teknis apa dan senin kapan?
- Bahasa proses belajar mengajar, contohnya: “memang hakim itu, hari aktif membuka
wawasannya dan rajin membaca referensi dan buku-buku lainyya”. Ertanyaan akan lahir,
hakim siapa. Wawasan apa saja, referensi dan buku-buku apa saja?
- Bahasa wawancara, contohnya: “mengapa anda tidak menggunakan hakim tersebut
dalam perkara perceraian?”. Pertanyaan akan lahir, anda itu siapa dan siapa hakim itu?
Semua kalimat tersebut diatas masih memerlukan uraian lebih lanjut. Tanpa kalimat
itu diramu dengan baik, seorang tidak akan menemukan kejelasan secara tepat maksud
kalimat tersebut. Penganut paham etnometodologi, bahkan berkesimpulan bahwa
hakiakt indeksitas tersebut, juga berada pada bahasa gerak tubuh, dalam bentuk simbol-
simbol, gerakan-gerakan dalam berbagai aktifitas manusia, yang sesungguhnya tidak
dapat di reduksi menjadi pemaknaan yang objektif, misalnya seorang pemimpin dalm
berkomunikasi dengan anak buahnya atau dengan kawannya yang sering tertutup atau
hanya dengan mangguk-mangguk dan senyum-senyum serta enggan mengeluarkan
pernyataan setuju ata tidak , maka orang yang berkepentingan harus dapat menggunakan
bahasa isyarat tubuh. Tanpa memahami bahasa isyarat tubuh, maka orang tersebut
akan mengalami kesuliatan. Contoh lain, ketika orang menelpon orang lain atau SMS
lewat Handphone, tetapi orang yang ditelpon itu tidak mengangkat handphone-nya atau
tidak memberi jawaban melalui SMS, padahal apa yang disampaikan itu ada tertera dan
tercantum dalam memori handphone, maka berarti apa yang diharapkan oleh seseorang
itu tidak direspons, atau tidak di setujui apa yang diharapkannya. Teori etnometodologi
ini, dapat mengambil kesimpulan dan sikap bahwa yang bersangkutan tidak setuju apa
yang diharapkannya. Teori etnometodologi ini sangat berguna dalam proses komunikasi,
terutama dalam hubungannya dengan upaya seseorang untuk menacapai atau
mendapatkan sesuatu dari orang lain.
Jadi menurut kaum etnometodologi, refleksifitas itu merupakan salah satu inti dan
kondisi utama yang harus di amati, karna hal itu sudah merupakan sifat khas dari suatu
kegiatan sosial. Dalam sistem remunerasi, terhadap pegawai yang masih toleran akan
pelanggaran aturan disiplin dikantor, akan mengahsilkan pola-pola refleksi yang
cenderung mengabaikan aturan hukum kepegawaian yang ada. Kibat selanjutkan akan
terbentuk refleksi pelanggaran aturan hukum di instasi yang bersangkutan. Akhirnya ada
waktu ke waktu pola-pola pelanggaran aturan hukum itu, tetapi berjalan seperti biasa
sehingga tujuan diadakannya tunjangan remunirasi dalam rangka meningkatkan kinerja
tidak bisa dicapai dengan baik. Akibatnya tunjangan remunirasi tetap di bayar hanya 70%
hingga saat ini.
Meskipun ada isu yang berkembang bahwa tunjangan remunirasi akan naik menjadi
100%, bahkan berkembang rumor bahwa hakim yang diberikan tunjangan pejabat
negara, namun sampai hari ini rumor itu hanya sekedar angin surga dan pemanis rasa di
kalangan korps hakim di indonesia . sehingga orang tidak mau mengambil pusing.
Kinerjanya biasa biasa saja dan tidak mampu untuk meningkatkan lagi ke arah yang lebih
baik. Mereka berpendapat tugas pokok yang ada biarlah mengalir seperti air hujan
berjalan seperti kodratnya serta apa adanya. Terkadang memang sebuah kebijakan,
hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi secara tidak sadar sesungguhnya sudah
merugikan pihak lain, yang pada gilirannya akan menimbulkan gejolak sosial. Kenapa
gejolak sosial bisa terjadi? Karna disini timbul refleksifitas, akibat adanya ketidakpuasan
pihak pihak tertentu atas kebijakan tadi. Sebagaimana diketahui yang bersifat
etnometodologis berusaha menyelidiki dan menganalisis aktifitas sehari-hari dari
anggota masyarakat, kegiatan mana dapat dinalar (rasional) oleh masyarakat dan dapat
dijelaskan dengan penuh tanggung jawab (accountabilitas). Prinsip akuntabilitas itu
sendiri memiliki unsur reflektif dan rasional.
Selanjutnya, suatu akuntabilitas mengandung makna, memiliki unsur pemberi
informasi dan pembuat struktur, sehingga dunia sosial akuntabel, karena dapat di
deskripsikan, dapat dimengerti, dapat dialporkan dan dapat dianalisis dalam bentuk-
bentuk kegiatan praktik dari seorang aktor. Karena itu menurut kaum etnometodologi,
dunia ini berbentuk tidak sekali jadi, melainkan melalui suatu proses terus menerus yang
direalisasikan melalui praktik-praktik yang dilakukan oleh para aktor. Sebagai contoh,
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menghendaki, agar Mahkamah Agung RI sebagai
lembaga kekuasaan kehakiman beserta jajarannya kebawah memiliki kekuasaan yang
mandiri dan tidak boleh dicampuri oleh lembaga lain, akan tetapi tidak ada salahnya
kalau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai lembaga negara di indonesia dapat
melakukan pemeriksaan audit terhadap keuangan biaya perkara, demi mewujudkan
akuntabilitas. Oleh karena Mahkamah Agung RI telah melakukan langkah akuntabilitas,
ternyata pengawasan BPK terhadap biaya perkara di pengadilan selama ini, secara umum
dapat di katakan tidak ada masalah, meskipun harus diakui ada beberapa hal yang
menimbulkan perbedaan tafsir dan pemahaman antara BPK dan pengadilan dalam soal
pengelolahan biaya perkara, dan semua itu sedang dalam upaya mencari solusi terbaik
dan pada akhirnya akan dapat ditemukan kesepakatan-kesepakatan yang baik dalam
rangka mewujudkan akuntabilitas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai