Anda di halaman 1dari 13

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan
dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas
Luckmann.  Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach,
New York, Sementara Thomas Luckman  adalah sosiolog dari University of Frankfurt.
Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian
teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan. Diskursus mengenai
konstruksi sosial, dewasa ini, tampaknya ditanggapi secara lebih serius oleh kalangan
akademisi di berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia. Di Indonesia, wacana ini
muncul ke permukaan secara massif semenjak runtuhnya rezim orde baru
perkembangan selanjutnya di era reformasi memiliki ciri yang berbeda.
Konstruksi sosial, sederhananya, berupaya memahami askpek-aspek yang selama ini
dianggap kaku dan rigit oleh para akademisi di bidang ilmu sosial. Bagi para
akademisi tua tersebut, aturan dan norma dalam sebuah pranata sosial di tengah
masyarakat terlahir sui generis (begitu adanya). Sebaliknya, para teoritisi konstruksi
sosial memandang aspek-aspek pemaknaan tersebut sebagai sesuatu yang fluid,
dinamis dan berkembang dari waktu ke waktu. Artinya, pemaknaan, termasuk
memaknai pengetahuan, bergantung erat jika tidak sepenuhnya pada selera
masyarakat dalam kurun waktu tertentu. 
 Gagasan mengenai konstruksi sosial berasal dari pandangan
yang di kemukakan oleh Berger dan Luckmann (1971).
Mereka mengatakan bahwa dalam kehidupan sosial, sebagai
kebalikan dari alami, realitas dipandang sebagai suatu
pemahaman yang yang memandu prilaku kita akan tetapi kita
sendiri memiliki pandangan yang berbeda-beda atas
pemahaman tersebut. Konstruksi sosial pada masa dulu
memberikan sumbangsih yang cukup mengagetkan, dengan
hadirnya istilah konstruksi dalam ilmu sosial memberikan
dampak yang signifikan, Nampak terlihat dari para filosofi
perancang lahirnya teori konstruksi sosial memberikan
sumbangsih yang sangat membantu penelitian selanjutnya.
A. Sejarah Munculnya Teori Konstruksi Sosial
Istilah teori konstruksi sosial (social construction) berakar pada paradigma
konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan
oleh individu yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam
dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak
hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata
sosialnya. Dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas
sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, mereka menggambarkan bahwa,
konstruksi sosial merupakan proses sosial melalui tindakan dan interaksi, dimana
individu-individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas atau keyataan
yang dimiliki dan dialaminya. Meskipun istilah konstruksi sosial berkaitan dengan
sosiologi pengetahuan, ada beragam pendapat yang seharusnya dimaksud
dengan “pengetahuan” dalam konteks ini, Peter Berger dan Thomas Luckmann
secara jelas menunjukkan teks klasik mereka the construction of reality 1967
sebagai suatu sumbangan terhadap sosiologi pengetahuan, tetapi pengetahuan
yang akan mereka analisis, mengikuti Alfred Schutz, adalah pengetahuan umum
(commonsense knowledge) yang dimiliki oleh anggota masyarakat bukan
pengetahaun yang valid secara filosofis atau ilmiah. 
Asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari
gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian
konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri,
sebenarnya gagasan-gagasan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah
dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah
cikal bakal Konstruktivisme.
Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak
Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan
akal budi dan id.  Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah
Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi,
esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk
sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci
pengetahuan adalah fakta. Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan
ucapannya ‘Cogito ergo sum’ yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada”.
Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi
perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum
Sapientia’, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata
‘Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah
tuan dari ciptaan’. Dia menjelaskan bahwa ‘mengetahui’
berarti ‘mengetahui bagaimana membuat sesuatu ’ini berarti
seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan
unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut
Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam
raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana
membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu
orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah
dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga macam
Konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realisme
hipotesis;  dan konstruktivisme biasa.
1. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita.
Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal
mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu
kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas
ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman
seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individdu yang mengetahui
dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus
dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah
saran terjadinya konstruksi itu.
2. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas
yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
3. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan
individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam
dirinya sendiri.
B. Perkembangan Terkini Teori Konstruksi Sosial
Konstruksi sosial adalah suatu istilah yang digunakan oleh Berger dan
Luckman untuk mengembangkan proses dimana melalui tindakan dan
interaksinya menciptakan terus menerus suatu kenyataan yang dimiliki
bersama yang dialami secara factual obyektif dan penuh arti secara
subyektif. Terdapat tiga pokok dalam teori konstruksi realitas Peter L
Berger dan Luckman tentang realitas dan pengetahuan yaitu
eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.
1. Eksternalisasi yaitu suatu usaha untuk pencurahan atau ekspresi
manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik.
2. Obyektivasi yaitu hasil yang dicapai, baik mental maupun fisik dari
kegiatan
3. eksternalisasi. Internalisasi yaitu proses ini lebih menerapkan,
penerapan kembali dunia obyektif kedalam kesadaran sedemikian
rupa sehingga subyektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia
sosial.
Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan
dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja
kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang
ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan
lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian
membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang
dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang
telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan
Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.
Realitas iklan televisi membentuk pengetahuan pemirsa tentang citra
sebuah produk. Keputusan konsumen memilih atau tidak terhadap suatu
produk,semata – mata bukan karna spesifik yang telah terjadi, namun
sebenarnya keputusan itu terjadi karna konstruksi sosial.media massa
yang diskenario oleh pencipta iklan televisi.
Pada kenyataannya konstruksi sosial atas realitas berlangsung lamban,
membutuhkan waktu yang lama, bersifat spasial, dan berlangsung secara
hierarkis-vertikal, di mana konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan ke
bawahannya, pimpinan kepada massanya, kyai kepada santrinya, guru
kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, dan sebagainya. Ketika
masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman ini memiliki kemandulan
dan ketajaman atau dengan kata lain mampu menjawab perubahan
zaman, karena masyarakat transisi-modern di Amerika Serikat telah habis
dan berubah menjadi masyarakat modern.
Realitas Peter L. Berger dan Luckmann ini memiliki kelemahan, dengan
kata lain tidak mampu menjawab perubahan zaman, karena masyarakat
berubah menjadi masyarakat modern dan postmodern. Dengan demikian
hubungan sosial antara individu dengan kelompoknya, pimpinan dengan
kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi sekunder-
rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan semisekunder hampir
tidak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern.
Dengan demikian, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas
Peter L. Berger dan Luckmann menjadi tidak bermakna lagi. Walaupun
sekarang teori ini menjadi kurang relevan karena mengabaikan media
massa yang memiliki peran semakin substantive, namun sebagai
pemikiran yang berakar pada tradisi fenomenologi, Berger dan
Luckmann telah menyumbangkan gagasan yang signifikan dalam upaya
membangun teori-teori sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge)
yang juga dapat dirujuk oleh bidang ilmu Desain.
C. Pengaruh Teori Konstruksi Sosial Terhadap Organisasi

Teori konstruksi sosial ada teori yang mempunyai pengaruh yang besar
terhadap masyarakat maupun organisasi, Teori ini termasuk tradisi atau
metateori sosiokultural (sociocultural). Sociocultural Theories tidak menekankan
pada struktur atau bentuk pengawasan terhadap individu. Teori ini lebih fokus
terhadap makna dan penafsiran bersama yang dikonstruksi dalam jaringan
masyarakat dan implikasinya pada konstruksi kehidupan organisasi (aturan,
norma, nilai, perbuatan yang diterima dalam organisasi (lihat, Littlejohn, 2011).
Littlejohn menjelaskan bahwa teori sosiokultur kurang memberikan perhatian
kepada struktur dan bentuk tetapi lebih fokus
kepada makna dan penafsiran bersama yang dikonstruksi dalam satu jaringan
(organisasi, komunitas, kelompok) dan implikasi dari hasil konstruksi ini
terhadap kehidupan organisasi. Inilah yang sering disebut sebagai budaya, yang
mencakup nilai bersama, norma, nilai-nilai dan praktik yang lazimnya digunakan
dan diterima dalam satu organisasi (lihat, Littlejohn, 2011). Teori konstruksi
sosial ini termasuk teori yang amat berpengaruh dalam tradisi sosiokultur.
 
The End

Anda mungkin juga menyukai