Anda di halaman 1dari 291

STUDI ETNOMETODOLOGI ATAS STRATEGI MEMPRAKTIKKAN

AKUNTABILITAS UNTUK MENJAGA KEBERLANJUTAN


LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

DISERTASI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Doktor

SHULAMITE DAMAYANTI
137020300111019

PROGRAM DOKTOR ILMU AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Shulamite Damayanti lahir di Malang pada 20 Agustus 1981 sebagai anak

keempat dari ayah Matias Ramelan dan ibu Trifoza Chrismawati. Pendidikan

dasar dan menengah diselesaikan di Malang, yaitu SDK Kolese Santo Yusup III

(1993), SMPK Kolese Santo Yusup II (1996), dan SMUK Kolese Santo Yusup

(1999). Pendidikan tinggi diselesaikan di Universitas Brawijaya, Malang, yaitu

dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi lulus tahun 2003 dengan gelar SE.,

Ak. dan Program Magister Ilmu Akuntansi lulus tahun 2007 dengan gelar MSA

(HumBis). Pengalaman kerja akademik sebagai dosen luar biasa di Universitas

Kristen Petra, Surabaya pada semester ganjil tahun 2003 dan dosen tetap di

Universitas Ma Chung, Malang dari tahun 2008 sampai 2013.

Malang, 5 Februari 2017

Shulamite Damayanti

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia

dan rahmat-Nya sehingga penulisan disertasi di Program Doktor Ilmu Akuntansi

Universitas Brawijaya ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Rektor, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Ketua Program Doktor Ilmu Akuntansi

Universtitas Brawijaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menyerap ilmu akuntansi di program doktor yang multiparadigma.

Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M. Si., Ak., Dr. Rosidi, SE., MM., Ak., dan Dr.

Zaki Baridwan, SE., M.Si., Ak. selaku tim promotor yang telah memberikan

bimbingan dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan disertasi

ini. Nilai-nilai dan motivasi yang sangat berharga juga penulis dapatkan dari

diskusi dengan tim promotor untuk proses pembelajaran menjalani kehidupan.

Prof. Iwan Triyuwono, SE., M.Ec., Ak., Ph. D, Bpk. Nurkholis, SE., M.

Buss., Ak., Ph.D, dan Dr. Bambang Hariadi, SE., M.Ec., Ak. sebagai tim penguji

yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dan membangun dalam

penulisan disertasi ini. Prof. Dr. Andreas Lako dan Prof. Dr. Indra Bastian

sebagai dosen penguji dari luar yang di tengah kesibukannya telah memberikan

waktu dan pemikiran yang berharga untuk penyelesaian penulisan disertasi ini.

Bpk. Rosek Nursahid dan Ibu Made Astuti sebagai pendiri LSM

PROFAUNA, jajaran PROFAUNA kantor pusat Malang, representatif Jawa

Barat, beserta segenap supporter PROFAUNA yang telah meluangkan waktu

vi
dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada penulis untuk melakukan

berbagai tahapan penelitian di LSM PROFAUNA dari awal hingga akhir.

Semua mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya

yang dalam berbagai kesempatan perbincangan dan diskusi, baik disadari

maupun tidak, telah memberikan pencerahan dan menimbulkan semangat juang

dalam diri penulis, juga untuk Pak Putu Indrajaya atas semua referensi bukunya.

Terutama untuk teman-teman angkatan 2013 yang telah bersama-sama dalam

suka maupun duka sebagai teman seperjuangan dari awal hingga akhir.

Terima kasih sedalam-dalamnya penulis tujukan untuk ayahanda Matias

Ramelan dan ibunda Trifoza Chrismawati atas segala kasih sayang, doa,

dukungan mendalam, dan semua pengorbanan waktu yang sudah diberikan

bagi penulis. Juga kepada keluarga Ko De, Cik Ngah, Bili, Papa dan Mama

Daud Yasin, Pdt. Widjaja Hendra dan Ibu, teman-teman GPT Kristus Kasih yang

senantiasa mendukung dalam doa untuk kelancaran studi penulis dan penulisan

disertasi ini. Kiranya Tuhan sendiri yang akan memberkati dengan kesehatan,

berkat jasmani dan rohani, dan kebahagiaan berlimpah.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada Mardiono, suami penulis, yang

selalu menemani dan mendukung dengan segala cinta, doa, dan usaha dalam

penyelesaian studi penulis dan penulisan disertasi ini. Penulis sangat menyadari

bahwa studi dan penulisan disertasi ini tidak akan terselesaikan tanpa motivasi

dan dukungan penuh dan tanpa batas yang sudah diberikan, kiranya Tuhan

selalu melimpahkan semua hal yang baik bahkan yang terbaik.

Penulis tidak dapat membalas semua jasa dan kebaikan yang telah

diberikan, hanya doa yang penulis panjatkan supaya Tuhan sendiri yang selalu

memberkati. Amin.
vii
ABSTRAK

Shulamite Damayanti, Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan


Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Studi Etnometodologi Atas Strategi
Mempraktikkan Akuntabilitas Untuk Menjaga Keberlanjutan Lembaga
Swadaya Masyarakat. Promotor, Unti Ludigdo. Ko-Promotor 1, Rosidi. Ko-
Promotor 2, Zaki Baridwan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan pola strategi dalam


mempraktikkan akuntabilitas untuk menjaga keberlanjutan LSM PROFAUNA.
Penelitian ini menggunakan etnometodologi untuk memahami praktik
akuntabilitas LSM dalam dunia keseharian. Tahapan analisis penelitian adalah
reduksi data dan tematisasi, penyajian data, indeksikalitas, refleksivitas, dan
penarikan kesimpulan.

Penelitian ini menemukan empat strategi berakuntabilitas pada LSM. Strategi


mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu pintu digunakan dalam
penerimaan dan pengeluaran uang. Strategi menjaga alam merupakan konsep
akuntabilitas LSM sesuai dengan visi dan misinya, sementara strategi
berswadaya dengan sistem supporter dan saweran digunakan untuk mendapat
dukungan dari pihak orang dalam dengan kegotongroyongan dan strategi
menggunakan program besar sebagai payung dalam melakukan kegiatan
digunakan dalam operasional LSM. Keempat strategi tersebut mengandung
nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, kekonsistenan, kegotongroyongan,
kepedulian, kemandirian, dan ke-Tuhan-an yang pada akhirnya akan menjaga
keberlanjutan LSM.

Kata-kata kunci: akuntabilitas, Lembaga Swadaya Masyarakat, strategi, nilai,


keberlanjutan.

viii
ABSTRACT

Shulamite Damayanti, Doctoral Program of Accounting, Faculty of Economics


and Business, Universitas Brawijaya. An Ethnomethodological Study on the
Strategy of Practicing Accountability to Maintain Sustainability in Non-
Governmental Organization. Promoter, Unti Ludigdo. Co-Promoter 1, Rosidi.
Co-Promoter 2, Zaki Baridwan.

This study aims at finding the strategy patterns in practicing accountability to


maintain the sustainability in a Non-Governmental Organization, PROFAUNA.
Ethnomethodology was used to observe how a Non-Governmental Organization
usually put accountability into practice. The data analysis was done through data
reduction, data classification, data presentation, indexing, reflexivity, and
conclusion drawing.

The research findings show that there are four strategies in practicing
accountability in Non-Governmental Organization. Controlling funds with a one-
gate system is the strategy to practice accountability in cash receipt and
expenditure. Environmental conservation is the strategy used to maintain the
organization vision and mission. Meanwhile, supporter and saweran systems are
employed to obtain support from its stakeholders through cooperative works.
Finally, using big programs that serve as an umbrella for other activities is a
strategy for practicing accountability in operating the NGO. The four strategies
embody several values such as honesty, simplicity, consistency,
cooperativeness, caring, independence, and spirituality, all of which will maintain
the sustainability of the Non-Governmental Organization.

Keywords: accountability, Non-Governmental Organization, strategy, value,


sustainability.

ix
KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas terselesaikannya disertasi

yang berjudul Studi Etnometodologi Atas Strategi Berakuntabilitas dan

Bersustainabilitas Lembaga Swadaya Masyarakat.

Disertasi ini dipaparkan dalam pokok-pokok bahasan yang disajikan

sebagai berikut. Bab I menyajikan latar belakang, motivasi penelitian, fokus

penelitian dan rumusan masalah, serta tujuan penelitian dan kontribusi

penelitian. Bab II menyajikan tentang etnometodologi. Bab III menyajikan LSM

PROFAUNA sebagai situs penelitian. Baba IV, V, VI, VII, VIII menyajikan

deskripsi temuan praktik strategi berakuntabilitas LSM. Bab IX berisi sintesis

nilai-nilai strategi berakuntabilitas untuk menjaga sustainabilitas LSM. Bab X

menyajikan selayang pandang akuntabilitas LSM hasil temuan penelitian dengan

konsep yang telah ada sebelumnya. Bab XI merupakan penutup yang berisi

simpulan, implikasi hasil penelitian, dan keterbatasan penelitian.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih mengandung

ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima saran dan masukan bagi pengembangan untuk perbaikan.

Malang, 23 Januari 2017

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… ii
LEMBAR IDENTITAS TIM PROMOTOR DAN PENGUJI………………….. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI……………………………….. iv
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………. v
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………….. vi
ABSTRAK………………………………………………………………………... viii
ABSTRACT……………………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang …………………………………………………………….. 1
1.1.1 Akuntabilitas LSM……...……………………...………………..…..….. 3
1.1.2 Akuntabilitas dan Strategi Organisasi..……..………………………… 15
1.2 Motivasi Penelitian ……………………………………..………………… 23
1.3 Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah ……..………………………. 25
1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 25
1.5 Kontribusi Penelitian ……………………………………………………… 26

BAB II METODOLOGI PENELITIAN UNTUK MENGUAK STRATEGI


MEMPRAKTIKKAN AKUNTABILITAS LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT
2.1 Pengantar ………………………………………………………………….. 28
2.2 Paradigma Interpretif untuk Memahami Fenomena ……..……………. 30
2.3 Etnometodologi untuk Pemahaman Dunia Kehidupan Sehari- Hari….. 35
2.3.1 Sekilas Sejarah Etnometodologi…………..…………………………... 35
2.3.2 Pengertian dan Konsep Kunci Etnometodologi ……………………… 38
2.3.3 Etnometodologi dalam Ilmu Akuntansi ..……………………............... 42
2.4 Etnometodologi untuk Memahami Praktik Akuntabilitas di Situs 45
Penelitian ……………………………………………………………………
xi
2.5 Teknik Pengumpulan Data…………………………………….………….. 47
2.6 Analisis Data …………………….…………………………………..…….. 55

BAB III LSM PROFAUNA SEBAGAI SITUS PENELITIAN


3.1 Pengantar ………………………………………………….…..…………... 59
3.2 Tidak Muluk-muluk dalam Aksi Grassroot …………………….………… 60
3.3 Latar Belakang Berdirinya PROFAUNA ….………………….………….. 66
3.4 Kegiatan PROFAUNA ……………………………………….................... 71
3.5 Ikhtisar ………………………………………………..…………………..… 74

BAB IV BERSWADAYA DENGAN SISTEM SUPPORTER DAN


SAWERAN
4.1 Pengantar …………………………………………………………..…….... 76
4.2 Sistem Supporter sebagai Jaringan Orang Dalam dan Saweran …… 76
4.3 Bergerak Sesuai Passion dan Memegang Teguh Prinsip……………... 84
4.4 Ikhtisar ………………………………………………………………………. 90

BAB V MENJAGA ALAM


5.1 Pengantar …………………………………………………………………... 92
5.2 Menjaga Alam sebagai Ibadah ….……………………………………….. 92
5.3 Prioritas Fokus pada Dua Isu, Bukan Organisasi Supermarket………. 96
5.4 Turun Tangan untuk Perubahan, Tidak Diam ………………………….. 101
5.5 Sistem yang Sakleg sebagai Konsistensi ………………………..……… 105
5.6 Ikhtisar ………………………….……………………………………..……. 111

BAB VI KEJUJURAN DAN INDEPENDENSI SEBAGAI FONDASI


AKUNTABILITAS LSM
6.1 Pengantar ……………………………………….………………..………... 113
6.2 Kejujuran Sebagai Fondasi Akuntabilitas LSM ….…………………..…. 113
6.3 Independensi Sebagai Fondasi Akuntabilitas LSM .……..……...…….. 118
6.4 Kemandirian dan Efisiensi sebagai Dampak Independensi…………… 128
6.5 Ikhtisar ……………………………….……………………………………… 137

BAB VII MENGGUNAKAN PROGRAM BESAR SEBAGAI PAYUNG


DALAM MELAKUKAN KEGIATAN
7.1 Pengantar ……………………….………………………………………….. 139
7.2 Tanggung Jawab dalam Setiap Tugas………………………………….. 139

xii
7.3 Strategi Payung Besar dalam Pelaksanaan Program………………….. 145
7.4 Komunikasi dan Koordinasi untuk Berakuntabilitas…………………….. 152
7.5 Laporan Kegiatan…………………………...……………………………… 162
7.6 Ikhtisar…………………………..…………………………………………... 166

BAB VIII MENGENDALIKAN PENGELOLAAN DANA DENGAN SISTEM


SATU PINTU
8.1 Pengantar …………………………….…………………………………….. 168
8.2 Penerimaan dan Pengeluaran Uang ………………………………….…. 168
8.3 Dinamika dalam Keharusan Pembuatan Laporan ……………………... 179
8.4 Pemberian Informasi ...………………………………..………………...… 191
8.5 Ikhtisar …………………………..………..………………………………… 196

BAB IX SINTESIS: NILAI-NILAI STRATEGI BERAKUNTABILITAS


UNTUK MENJAGA KEBERLANJUTAN LSM
9.1 Pengantar ………………………………..…………………………………. 198
9.2 Konstruksi Akuntabilitas LSM…………….……………………………….. 198
9.3 Strategi Mempraktikkan Akuntabilitas LSM………….……………….... 201
9.4 Akuntabilitas Menjaga Keberlanjutan LSM ………………………….… 208
9.5 Ikhtisar ………………………………………………….…………………… 216

BAB X SELAYANG PANDANG AKUNTABILITAS LSM


10.1 Pengantar …………………………………..………..……….…………... 218
10.2 Pemahaman tentang Akuntabilitas LSM……………………………….. 220
10.3 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Teori 222
Keagenan…………………………………………………………………..
10.4 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Teori 226
Stakeholders……………………………………………………………….
10.5 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Strategi 231
Mempraktikkan Akuntabilitas yang Mengandung Nilai-Nilai
Kemanusiaan dan Ke-Tuhan-an …..…………….…………………
10.6 Ikhtisar……………………………………………………………………… 234
BAB XI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN
11.1 Pengantar ……………………………..……………………….…………. 235
11.2 Simpulan……………………………..……………………………………. 235

xiii
11.3 Implikasi Hasil Penelitian ………………………………………………. 237
11.4 Keterbatasan Penelitian…………………………………………………. 239

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 241


GLOSARIUM……………………………………………………………………. 249
Lampiran Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Infoman Penelitian…………………………………. 53

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 9.1 Konstruksi Akuntabilitas LSM……………………… 200


Gambar 10.1 Kerangka Konseptual Akuntabilitas NGO………… 228

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi 255


Berswadaya dengan Sistem Suporter dan Saweran
Lampiran 2 Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi 257
Menjaga Alam
Lampiran 3 Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Fondasi 262
Kejujuran dan Independensi
Lampiran 4 Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi 267
Menggunakan Program Besar sebagai Payung
dalam Melakukan Kegiatan
Lampiran 5 Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi 271
Mengendalikan Pengelolaan Dana dengan Sistem
Satu Pintu

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia bisnis sejak awal telah melibatkan akuntansi sebagai alat

pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan. Akuntansi pun tidak lagi

hanya menjadi alat pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan, namun

menjadi suatu alat untuk menyediakan informasi. Akuntansi menjadi the

language of business (Heath, 2011). Akuntansi menyajikan informasi

keuangan dan non keuangan, hal yang begitu penting dalam kehidupan

manusia pada umumnya dan perekonomian pada khususnya.

Akuntansi juga sarat dengan nilai yang berkaitan dengan masyarakat

dalam kehidupan sosial, keagamaan,dan budaya, serta hal-hal lain yang

membuatnya sebagai ilmu yang value-laden. Akuntansi tidak lagi hanya

memuat informasi bisnis, tetapi juga nilai-nilai sosial yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, akuntansi yang sarat

dengan nilai sudah menjadi bahasa sosial dalam kehidupan masyarakat.

Informasi yang dihasilkan oleh akuntansi menjadi dasar dalam

pengambilan keputusan (Alam, 2004) oleh pihak-pihak yang berkepentingan

dalam suatu organisasi. Hal ini dapat dengan mudah dipahami dalam

perspektif ekonomi, yaitu akuntansi menghasilkan informasi ekonomi bagi

pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan seperti manajer,

investor, kreditor, karyawan, pemerintah, dan pihak lainnya. Masing- masing

pihak tersebut memangku kepentingannya masing-masing untuk mengambil

keputusan ekonomi sehingga mereka membutuhkan informasi ekonomi yang

1
menjadi dasar pengambilan keputusannya.

Pihak yang membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan

tentunya mensyaratkan akuntansi menyediakan informasi yang reliabel,

akurat dan bebas bias. Angka-angka yang dicatat, diikhtisarkan, dan

dilaporkan akuntansi memang bukanlah sekedar angka karena mengandung

informasi, namun hal itu tidaklah cukup untuk menjelaskan keterkaitan

hubungan antara pihak yang berkewajiban untuk memberikan

pertanggungjawaban dan pihak lain yang berhak meminta

pertanggungjawaban tersebut. Akuntansi menjadi suatu sarana untuk

memuat makna akuntabilitas pada setiap pihak yang berkepentingan

sehingga akuntabilitas menjadi suatu fase lebih dari akuntansi.

Sinclair (1995) menyatakan akuntabilitas sebagai perilaku individu atau

organisasi untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka

melalui pemberian alasan mengapa tindakan dilakukan. Pelaku dikatakan

akuntabel jika ia memberikan janji untuk melakukan sesuatu dan

melaksanakannya sehingga secara hukum dan moral dapat

dipertanggungjawabkan.

Akuntabilitas sesungguhnya bisa ditelusuri sejak tahun 2000 SM di

jaman Hamurabi, raja Babylonia yang membuat undang-undang yang

berkaitan dengan akuntabilitas yang dipercayakan pada pihak lain (Saerang,

2003). Sejarah akuntabilitas dimulai bersamaan dengan keberadaan

masyarakat (Gray dan Jenkis, 1993) dan konsep akuntabilitas sudah menjadi

hal yang penting dalam berbagai disiplin ilmu seperti akuntansi, administrasi

sektor publik, keperilakuan, pendidikan, dan politik sekarang ini (Fikri, 2010).

Jika melihat perkembangan ilmu akuntansi dari masa ke masa,

2
akuntabilitas menjadi suatu hal yang begitu penting bagi perusahaan untuk

terus dapat melangsungkan operasinya. Hal ini terjadi karena organisasi

semacam ini melibatkan banyak stakeholders yang mengusung

kepentingannya masing-masing dalam kelangsungan operasi organisasi

bisnis tersebut.

Akuntabilitas memang menjadi hal yang sangat penting bagi sebuah

entitas bisnis. Namun tidak hanya perusahaan saja yang perlu mempunyai

akuntabilitas. Setiap organisasi yang melakukan kegiatannya, baik profit-

oriented ataupun non profit-oriented, memiliki kaitan dengan akuntabilitas

entah itu diikat oleh peraturan atau tidak.

1.1.1 Akuntabilitas LSM

Masyarakat yang berkembang dalam kompleksitas aspek

kehidupannya telah menimbulkan lahirnya banyak sekali Non Governmental

Organization (NGO). NGO di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah (ORNOP).

Kelahiran LSM-LSM tersebut dilatarbelakangi oleh beragamnya masalah-

masalah sosial yang dialami masyarakat Indonesia seperti perusakan

lingkungan hidup, timbulnya korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan

sebagainya. LSM muncul karena issue sosial tertentu yang dirasa masyarakat

tidak tersentuh oleh pemerintah.

Munculnya LSM di Indonesia secara umum diatur dalam UUD 1945

Pasal 28 yang berbunyi ―Kebebasan berkumpul dan berserikat untuk

mengeluarkan pendapat dan pikiran.‖ Secara khusus, hal yang berkaitan

dengan LSM diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang

3
―Organisasi Kemasyarakatan‖. Selanjutnya, terjadilah era reformasi yang

mengakibatkan terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia

untuk menyuarakan kepentingannya secara luas dalam bentuk LSM.

Akibatnya adalah jumlah LSM di Indonesia meningkat. Jika pada tahun 1997

ditaksir ada sekitar 4000-7000 LSM, maka pada tahun 2002 jumlah LSM

menurut Departemen Dalam Negeri menjadi sekitar 13,500 LSM1.

Selanjutnya, muncullah Undang-Undang No. 16 tahun 2001 mengenai

―Yayasan‖ dan Undang Undang No. 17 Tahun 2013 mengenai ―Organisasi

Kemasyarakatan‖ sebagai dasar hukum berdirinya LSM di Indonesia.

LSM merupakan salah satu lembaga publik sebagaimana dikatakan

Mardiasmo (2002: 2) bahwa secara kelembagaan, domain publik antara lain

meliputi badan-badan pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah serta unit

kerja pemerintah), perusahaan milik Negara (BUMN dan BUMD), yayasan,

organisasi politik dan organisasi massa, LSM, universitas, dan organisasi

nirlaba lainnya. LSM merupakan salah satu organisasi sektor publik yang

tidak bertujuan mencari laba. Ini yang merupakan pembeda antara LSM

dengan organisasi lain (Teegan et al., 2004)

Mardiasmo (2002: 2) juga menyatakan bahwa jika dilihat dari variabel

lingkungan, sektor publik dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak hanya

faktor ekonomi semata, tetapi juga faktor politik, sosial, budaya, dan historis.

Sektor publik sangat heterogen dan sektor publik bertujuan untuk

memberikan pelayanan publik dan bertanggung jawab kepada masyarakat.

Karena LSM merupakan salah satu dari organisasi sektor publik, maka LSM

lahir sebagai suatu lembaga yang memberikan pelayanan publik dan

1
Kompas 13 Januari 2003 dalam “NGO di tengah Kepungan Kepentingan Global”

4
bertanggung jawab kepada masyarakat, bukan kepada anggota atau para

aktivisnya sendiri seperti yang dilakukan oleh koperasi atau asosiasi profesi.

LSM sebagai salah satu organisasi nirlaba memiliki tiga karakteristik

seperti dinyatakan dalam PSAK 45 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2011).

Pertama, sumber dayanya berasal dari pihak yang tidak mengharap

pengembalian sumber daya itu atau manfaat ekonomi yang sebanding

dengan nilai dari sumber daya yang telah diserahkan. Kedua, entitas nirlaba

menghasilkan barang dan atau jasa dengan tidak bertujuan untuk

memperoleh laba dan jika ada laba yang dihasilkan maka laba tersebut

tidaklah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas nirlaba itu. Ketiga,

tidak ada kepemilikan seperti pada entitas bisnis sehingga kepemilikan dalam

entitas nirlaba tidak bisa dijual, dialihkan, atau ditebus lagi. Hal ini juga berarti

bahwa kepemilikan dalam entitas nirlaba tidak mencerminkan proporsi

pembagian sumber daya jika terjadi pembubaran entitas nirlaba itu.

Pihak yang tidak mengharap pengembalian sumber daya atau biasa

disebut pendonor memberikan donasi dengan harapan pengelola LSM dapat

menggunakan dana yang telah diterima itu untuk menjalankan aktivitasnya

sesuai dengan visi dan misi yang telah dijanjikan. Setiap pendonor, baik

secara eksplisit atau tidak, berharap entitas nirlaba yang mereka beri sumber

daya adalah entitas yang bertanggung jawab sehingga pendonor akan

melakukan tindakan untuk memastikan akuntabilitas entitas nirlaba tersebut.

Hal yang dapat dilakukan pendonor adalah memantau aktivitas entitas

nirlaba, melakukan kunjungan ke lokasi kegiatan (site visit), mensyaratkan

entitas nirlaba penerima dana untuk pembuatan laporan keuangan dan

laporan kegiatan, melakukan pembandingan anggaran dengan realisasinya

5
untuk melakukan evaluasi penggunaan dana, dan mewajibkan entitas nirlaba

untuk menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik,

serta mengirim auditor untuk melakukan audit laporan keuangan entitas

penerima dana (Setiawati, 2011).

Organisasi sektor publik telah mengalami reformasi di dalam dirinya

yang meliputi segala hal yang berkaitan dengan kelangsungan aktivitasnya,

termasuk salah satunya adalah bidang akuntansinya. Perubahan dalam

akuntansi sektor publik tersebut dimotivasi oleh kebutuhan untuk

meningkatkan akuntabilitasnya (Carnegie dan West, 2005).

Tidak hanya dunia bisnis yang dituntut memiliki akuntabilitas. LSM juga

mendapat tuntutan akan akuntabilitasnya. Isu mengenai akuntabilitas LSM di

Indonesia mencuat sejak bergulirnya isu good governance di era reformasi.

Akuntabilitas menjadi suatu kata yang semakin sering dipakai dan dikonsumsi

masyarakat di Indonesia.

Akuntabilitas memiliki hubungan yang erat dengan responsibilitas,

namun terdapat perbedaan di antara keduanya. Responsibilitas berkaitan

dengan wewenang yang diberikan seseorang, sedangkan akuntabilitas

berkaitan dengan cara menjelaskan tanggung jawab atau wewenang itu (Fikri,

2010). Inti dari akuntabilitas adalah kewajiban untuk menjelaskan tanggung

jawab kepada pihak yang mempercayakan tanggung jawab itu.

Hal ini berarti bahwa akuntabilitas selalu memiliki kaitan dengan pihak

pengelola, yaitu orang yang diberi tanggung jawab, dan pengelola merupakan

jantung dari hubungan akuntabilitas (Gray dan Jenkis, 1993). Demikian

halnya dengan pengelola organisasi non bisnis atau (LSM) sebagai jantung

hubungan akuntabilitas LSM itu sendiri.

6
Akuntabilitas menjadi hal yang serius dalam LSM karena pendonor

adalah pihak yang berbeda dengan stakeholder atau pihak yang merasakan

keuntungan dari operasi LSM. Dengan demikian, akuntabilitas dalam LSM

tidak hanya harus diberikan kepada pendonor, tetapi juga kepada

stakeholder.

Ada empat kelompok yang berkepentingan dengan informasi yang

disajikan oleh pelaporan keuangan organisasi non bisnis (FASB mengenai

objective of financial reporting by non business organization). Pertama adalah

penyedia sumber daya, yaitu peminjam, pemasok, karyawan, pembayar

pajak, anggota, dan kontributor. Kedua adalah elemen penyusun yang

menggunakan dan memperoleh keuntungan dari jasa yang diberikan

organisasi. Ketiga yaitu badan penyelenggara dan pengawas yang

bertanggung jawab untuk membuat kebijakan dan mengawasi serta menilai

para manajer dari organisasi non bisnis. Keempat, manajer organisasi non

bisnis. Informasi akan sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan

mengenai alokasi sumber daya.

Akuntabilitas menjadi sesuatu hal yang sangat penting dalam sebuah

LSM mengingat bahwa LSM adalah organisasi yang lahir dengan tujuan

untuk memberikan pelayanan publik dan bertanggung jawab kepada

masyarakat. Akuntabilitas bahkan menjadi kunci penting bagi organisasi

sektor publik untuk bertahan dan memaksimalkan perannya pada domain

sosial budaya di tempat entitas tersebut berada (Anzar dan Mukhtar, 2010),

walaupun organisasi sektor publik tidak berorientasi pada laba. Namun,

berbagai kritik di media massa muncul berkaitan dengan akuntabilitas LSM

dalam penyaluran dana untuk menjalankan aktivitasnya. Kritik atas

7
akuntabilitas LSM berkembang sehubungan dengan isu aktivitas LSM dan

penyaluran dananya.

Ada tiga alasan yang mendasari munculnya permasalahan atas

akuntabilitas LSM (Gray et al., 2006; Dixon et al., 2006). Pertama, tujuan LSM

adalah untuk membantu sesama dan mengatasi persoalan sosial masyarakat

yang berhubungan dengan penurunan kualitas lingkungan. Kedua,

karakteristik organisasi dari LSM tidaklah bertujuan untuk mencari

keuntungan seperti halnya organisasi bisnis. Ketiga, hubungan antara LSM,

pendonor, dan masyarakat umumnya bukan merupakan hubungan yang

bersifat ekonomi, tetapi lebih ke hubungan moral dan non formal; berbeda

dengan organisasi komersial. Kesulitan dapat timbul karena seringkali

terdapat perbedaan tujuan di antara pendonor dan stakeholders. Sementara

itu, pengukuran akuntabilitas LSM menjadi hal yang sulit karena tujuan LSM

bukanlah untuk mencari laba seperti organisasi bisnis sehingga pengukuran

moneter tidak menjadi hal yang utama.

Munculnya permasalahan akuntabilitas LSM disebabkan karena

sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas operasi LSM

umumnya mengatasnamakan kepentingan masyarakat dan tidak ada

mekanisme yang mewajibkan LSM untuk melaporkan akuntabilitasnya

kepada masyarakat (Gray et al., 2006). LSM hanya diwajibkan untuk

melaporkan aktivitas operasi kepada pihak pendonor (Ebrahim, 2003a)

sementara pihak pendonor pun pada umumnya tidak melakukan kontrol yang

efektif karena mereka tidak mengharapkan imbalan dari sumber daya yang

mereka berikan (Fikri dan Isnaini, 2013). Gibelman dan Gelman (2001)

8
mengemukakan tentang skandal dan penyalahgunaan wewenang LSM tahun

1998 – 2000 di Amerika.

Lehman (1999, 2005) menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan hak

dan kewajiban organisasi, namun dalam praktiknya di Non Governmental

Organization (NGO) masih sangat lemah sesuai pernyataan Brown dan

Moore (2001) dan Fries (2003). Bagaimana seharusnya akuntabilitas LSM

masih merupakan pertanyaan dan menjadi perdebatan (Ebrahim, 2003a dan

Grey et al., 2006). Selain itu, diskursus akuntabilitas di sektor publik tetap

berat sebelah dan tidak lengkap (Carnegie dan West, 2005). Dengan

demikian, tantangan atas akuntabilitas LSM masih cukup besar (Charnovitz,

2005).

Fakta menggemparkan tentang akuntabilitas LSM di Indonesia juga

muncul beberapa tahun terakhir ini. Seorang mantan aktivis sebuah LSM di

Jakarta mengungkap keburukan LSM itu adalah hal pengelolaan dana yang

diterima dari pendonor2. Dana yang diterima dari pendonor dipotong hingga

tinggal sepertiganya, sementara dua pertiganya masuk ke kantong para

pengurus LSM tersebut. Sumber lainnya3 juga telah menyebutkan

kebobrokan LSM di Indonesia. Artikel itu menyatakan bahwa LSM di

Yogyakarta hanya muncul ketika ada bencana saja, contohnya adalah saat

bencana alam berupa meletusnya Gunung Merapi yang melanda Yogyakarta

dan sekitarnya pada tahun 2006 silam. LSM juga saling bersaing guna

memperoleh dana dari para pendonor yang berniat menolong para korban

bencana alam tersebut.

2
Lihat :http://hukum.kompasiana.com/2011/04/16/saksi-kejahatan-aktivis-lsm-356150.html diakses tanggal 10
Oktober 2013
3
Lihat : http://www.tempo.co/read/news/2013/01/31/058458067/NGO-Cenderung-Berebut-Dana-Donatur-
Bencana diakses tanggal 10 Oktober 2013

9
Saidi (2006) menyatakan bahwa akuntabilitas LSM yang didorong oleh

misi ditujukan kepada orang-orang penerima manfaat yang dituju, yang

memiliki sedikit pengaruh bahkan umumnya tanpa kekuasaan terhadap

organisasi, sementara akuntabilitas kontraktual adalah di pusat kekuasaan

berada, yaitu para pendonor. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan dua

hal. Pertama, ada dua jenis akuntabilitas LSM, yaitu kepada para pendonor

dan kepada masyarakat. LSM berkembang dan menjalankan aktivitasnya

dengan menggunakan dana atau sumber daya dari pendonor.

Pertanggungjawaban atau akuntabilitas LSM diperlukan dalam pengelolaan

sumber daya yang diterima dari pendonor. Dana tersebut dikeluarkan untuk

melakukan berbagai aktivitas untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Jadi LSM bertanggung jawab kepada pendonor sekaligus

kepada masyarakat. Kedua, ada suatu kontradiksi yang menunjukkan suatu

permasalahan akan kurangnya akuntabilitas LSM.

Inisiatif untuk membangun akuntabilitas LSM muncul dari Konsorsium

Pengembangan Masyarakat Madani (KPPM) di Sumatra Barat yang

mengembangkan Pedoman Perilaku LSM melalui pendekatan pengaturan

secara mandiri (self regulation) pada tahun 1999. LP3ES menginisiasi

jaringan LSM untuk kode etik di beberapa propinsi pada tahun 2002. LSM

SMERU bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES) Jakarta dan

Universitas Duta Wacana, Yogyakarta menyelenggarakan seminar

akuntabilitas ORNOP (Organisasi Non Pemerintah). Kesimpulan yang didapat

dari seminar itu adalah bahwa akuntabilitas kepada stakeholders menjadi

kebutuhan bagi setiap ORNOP jika ingin tetap mendapat kepercayaan dari

mitranya (Sadaly, 2002).

10
Lembaga TIFA dan Satu Nama menghasilkan instrumen untuk

penilaian transparansi dan akuntabilitas NGO, yaitu TANGO pada tahun

2004. Organisasi Masyarakat Sipil membuat Kelompok Kerja Untuk

Akuntabilitas pada tahun 2006 dan kemudian bersama dengan 93 LSM dari

13 propinsi melahirkan Konsil LSM Indonesia (Indonesian NGO Council) pada

tahun 2010. Salah satu misi utamanya adalah meningkatkan kesadaran dan

kemampuan praktik akuntabilitas LSM Indonesia. Penilaian awal atas

penerapan kode etik Konsil LSM dilakukan pada 96 anggotanya pada Juli

2011 hingga Maret 2012 dan hasilnya dipublikasikan secara internal pada

para anggotanya. Kesimpulan yang didapatkan adalah penerapan kode etik

sulit diukur karena konsepnya yang kompleks dan praktek yang berbeda di

setiap lembaga anggota hingga kemudian dilakukan revisi kode etik tersebut.

Pada tahun 2014 muncul Standar Dasar Akuntabilitas sebagai panduan untuk

LSM anggota Konsil LSM Indonesia.

Fenomena yang telah terjadi tersebut dapat memberikan gambaran

bahwa sesungguhnya manajemen LSM telah mengetahui pentingnya

akuntabilitas dalam organisasi mereka. Entitas bisnis dan organisasi

pemerintahan tertentu begitu sarat dengan regulasi yang mengatur tentang

akuntabilitas, namun tidak demikian halnya dengan LSM yang hanya memiliki

kerangka regulasi umum. Saidi (2006) menyatakan banyak pihak yang

berargumentasi bahwa kerangka regulasi yang umum, digabung dengan

keharusan melapor pada pendonor dan akuntabilitas yang didorong oleh

perhatian publik sudah lebih dari cukup sebagai perwujudan akuntabilitas

LSM. Akibatnya, akuntabilitas laporan keuangan NGO memiliki relevansi lebih

11
rendah dibandingkan dengan organisasi komersial (Gray et al., 2006; Dixon et

al., 2006).

Selain dari pihak LSM sendiri, Ikatan Akuntan Indonesia (2011) telah

mengatur laporan keuangan untuk organisasi nirlaba (LSM) dalam PSAK 45

tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. Laporan keuangan tersebut

terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan

catatan atas laporan keuangan. Tujuan utama laporan keuangan adalah

untuk menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan

para pemangku kepentingan seperti donatur, anggota, kreditur, dan pihak-

pihak lain.

Pulu (2014) menyatakan bahwa LSM yang akuntabel juga akan

transparan di dalam pelaporannya. Akuntabilitas berkaitan dengan

transparansi. Transparansi yang dimaksud adalah berupa akses publik atas

laporannya serta proses pertanggungjawaban atau pelaporan kepada board.

UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik juga

menyatakan bahwa setiap badan publik, termasuk LSM, memiliki kewajiban

untuk membuka akses informasi bagi masyarakat luas (Kumara, 2014). Hal

ini berarti bahwa LSM juga didorong untuk siap membuka diri untuk diakses

oleh publik karena transparansi berkaitan dengan seberapa jauh informasi

tentang kegiatan LSM dapat diakses publik (Masduki, 2012). Hal tersebut

sesuai dengan apa yang dikemukakan Gray et al. (2006) bahwa akuntabilitas

dapat diukur secara umum melalui transparansi, yaitu penjelasan berkaitan

dengan bentuk, kegiatan, dan pendanaan organisasi, serta apakah dana yang

diterima digunakan sesuai tujuan.

12
Akuntabilitas perlu dipunyai oleh LSM sebagai hal yang penting untuk

kontinuitas aktivitas LSM dalam pelayanannya kepada publik. Penelitian

mengenai akuntabilitas LSM telah dilakukan oleh beberapa peneliti walaupun

tidaklah mudah mengakses informasi mengenai LSM, yaitu kegiatannya dan

hasil atau dampak program kerjanya (Tarissa, 2012).

Beberapa peneliti memberikan perhatian atas aspek-aspek

akuntabilitas NGO seperti stakeholders (Edwards dan Hulme, 1995; Naja,

1996), pentingnya struktur dewan direksi (Tandon, 1995), dan perbedaan

antara akuntabilitas fungsional dan strategis (Avina, 1993). Gray et al. (2006)

yang melakukan penelitian dengan desain variabel konsepsi teoritis

akuntabilitas yang literature-based ditambah dengan data sekunder

menunjukkan hasil bahwa pentingnya akuntabilitas terletak pada hubungan

antara organisasi dan masyarakat dan/atau kepentingan stakeholders. Hasil

penelitian Lewis (2001) menyatakan bahwa kepedulian terhadap kinerja dan

akuntabilitas NGO dapat menjadi kunci atas kelangsungan pergerakan NGO.

Penelitian lain adalah tentang permasalahan yang dihadapi LSM yang

sebagian besar berasal dari internal organisasi akibat adanya

penyalahgunaan dana dari pendonor (Gibelman dan Gelman, 2001).

Penyalahgunaan dana ini menyebabkan keengganan LSM untuk memberikan

pelaporan sehingga tidak ada akuntabilitas. Hal ini senada dengan Kovach et

al. (2003) yang meneliti akuntabilitas tiga bentuk organisasi, yaitu IGO (Inter

Governmental Organization), TNC (Transnational Corporation), dan NGO

(Non Governmental Organization) dengan pendekatan jumlah anggota yang

ikut menentukan kebijakan dan akses informasi. Hasilnya menyatakan

minimnya penyajian informasi aktivitas organisasi kepada masyarakat.

13
Akuntabilitas penyaluran dana bergulir LSM pemberdayaan kaum

miskin di Zambia diteliti oleh Dixon et al. (2006). Penelitian tersebut

menemukan kurangnya pengawasan distribusi dana, bahkan adanya bukti

fiktif untuk manipulasi data. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan

kantor cabang oleh kantor pusat.

Studi interpretif empiris berkaitan dengan akuntansi NGO dilakukan

oleh Westerdahl (2001). Penelitian itu mendapatkan hasil bahwa akuntansi

NGO secara erat terikat dengan identitas organisasional. Akuntansi NGO juga

merupakan sebuah paksaan sentral dalam membangun legitimasi di dalam

dan melampaui organisasi.

Penelitian untuk menganalisis peranan akuntansi dalam perwujudan

akuntabilitas NGO juga dilakukan oleh Goddard dan Assad (2006). Penelitian

yang dilakukan pada NGO di Tanzania dengan metode grounded research itu

menunjukkan adanya fenomena mekanisme regulator karena akuntansi

menjadi mekanisme pelaporan hanya sebagai legitimasi kepada pendonor

saja, tidak kepada masyarakat. Laporan keuangan tidak menampilkan

kegiatan organisasi secara menyeluruh dan tidak dipertimbangkan oleh

organisasi yang bersangkutan dalam pengambilan keputusan.

Penelitian mengenai akuntabilitas NGO di Indonesia telah dilakukan

oleh Fikri (2010) di kantor lapangan WWF (World Wide Fund for Nature) Nusa

Tenggara di Mataram. Studi ini menggunakan fenomenologi untuk

mendapatkan pemahaman atas akuntabilitas dari fenomena atau kejadian

dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang didapat adalah kantor lapangan

organisasi WWF tidak memublikasikan pelaporan keuangan (formal), tetapi

telah memberikan akuntabilitas tindakan (non formal) secara tidak langsung

14
kepada masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa akuntabilitas tindakan

lebih penting dari akuntabilitas pelaporan walau sebagian dari mereka tetap

mempertanyakan laporan penggunaan dana.

Fikri dan Isnaini (2013) juga melakukan penelitian dengan desain yang

menggunakan perspektif kritis untuk mengungkap fenomena sosial

masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah naturalistic dan qualitative

approach untuk menyelidiki kejadian atau fenomena sensitif yang

memengaruhi sistem organisasi. Wawancara dan observasi dilakukan

terhadap 20 responden karyawan dan pengelola salah satu NGO di Nusa

Tenggara Barat. Hasilnya, laporan aktivitas hanya diberikan kepada pihak

pendonor sebagai penyedia sumber dana. Hal ini terjadi karena tidak ada

kewajiban yang mengharuskan NGO untuk memberikan laporan aktivitas

kepada masyarakat dan tidak ada umpan balik dari masyarakat kepada NGO.

Artinya, masyarakat hanya menjadi obyek. Masyarakat tidak diberi laporan

aktivitas dengan alasan untuk menghemat biaya dan waktu serta menghindari

gejolak yang bisa muncul menyangkut penyaluran dana pendonor yang

didistribusikan kepada masyarakat.

1.1.2 Akuntabilitas dan Strategi Organisasi

Setiap organisasi mempunyai visi dan misi yang ingin dicapai. Mulyadi

dan Setyawan (1999: 285) menyatakan misi sebagai jalan yang dipilih (the

chosen track) oleh organisasi yang dirumuskan sebagai usaha untuk

membuat suatu peta perjalanan organisasi tersebut. Suatu organisasi akan

dapat melangsungkan operasinya serta mencapai kesuksesan dengan

adanya peta perjalanan yang tepat. Visi organisasi juga perlu ditetapkan

15
sebagai gambaran kondisi yang akan diwujudkan di masa depan yang belum

ada sebelumnya atau kondisi yang melampaui kenyataan yang ada sekarang

(Mulyadi dan Setyawan, 1999: 285).

Strategi adalah suatu kumpulan tindakan yang terintegrasi dan

konsisten dengan visi organisasi yang akan membuat organisasi dapat

mencapai keunggulan hasil secara berkesinambungan (Gaspersz, 2003: 8).

Organisasi harus mengumpulkan dan mengarahkan seluruh sumber daya

yang dimilikinya agar secara efektif dapat mewujudkan visi dan misinya.

Strategi merupakan pola atas tindakan-tindakan dasar yang dipilih organisasi

untuk mewujudkan visi misi tersebut dan strategi akan membentuk pola-pola

dalam pengambilan keputusan (Mulyadi, 2001: 72). Pengkomunikasian

strategi pada anggota sangat penting dilakukan agar masing-masing anggota

dapat mengerti dan mengimplementasikan strategi dengan baik dan visi

organisasi dapat dicapai (Melinda, 2003).

Organisasi sektor publik juga memiliki visi dan misinya masing-masing.

Niven (2003: 32) menyatakan bahwa organisasi sektor publik perlu

memformulasikan-strategi-strategi dalam rangka pencapaian visi dan misinya.

LSM sebagai salah satu organisasi sektor publik memiliki tujuan utama untuk

menciptakan keseimbangan pertanggungjawaban anggaran atau

keuangannya melalui pelayanan pada stakeholders atau pihak-pihak yang

berkepentingan sesuai dengan visi dan misinya (Gaspersz, 2003:210).

Pilihan strategi organisasi dalam LSM adalah sebuah persetujuan

dengan stakeholders yang kepadanya LSM harus memberikan akuntabilitas

sehingga akuntabilitas merupakan suatu hal yang penting untuk diberikan

kepada stakeholders, namun klaim berbagai stakeholders tidak selalu selaras

16
satu sama lain dan bahkan mungkin tidaklah selaras dengan tujuan pemimpin

dan staf organisasi (Brown dan Moore, 2001). Akibatnya, pemimpin LSM

dihadapkan pada pilihan untuk menjalankan atau menolak permintaan

stakeholders tertentu dan keputusan yang diambil dapat memiliki dampak

atas misi, strategi, dan operasi LSM karena permintaan akan adanya

akuntabilitas merupakan pemicu yang penting atas perilaku suatu organisasi.

Permintaan akuntabilitas dari stakeholders tidak akan mengurangi otonomi

atau mengubah tujuan LSM jika struktur dan sistem akuntabilitas LSM selaras

dengan misinya yang dimengerti oleh pemimpinnya, namun LSM mungkin

menolak permintaan akan akuntabilitas apabila permintaan akan akuntabilitas

itu tidak selaras dengan tujuan LSM dan penolakan tersebut akan

menimbulkan lemahnya dukungan dari stakeholders itu. Implikasinya adalah

akuntabilitas dan strategi LSM berhubungan erat dalam segitiga strategi

(Brown dan Moore, 2001).

Weinberg dan Lewis (2009) mengatakan bahwa segitiga strategi

tersebut menyediakan framework yang paling komprehensif untuk

manajemen strategis di sektor publik dan organisasi non profit. Ketiga titik itu

artinya adalah fokus perhatian atas tiga kalkulasi penting yang harus dibuat

para pemimpin LSM jika ingin organisasinya survive, dapat menghasilkan

sesuatu yang berharga secara sosial, dan sukses beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan.

Titik pertama adalah value. Ini berkaitan dengan eksisnya LSM untuk

memenuhi beberapa tujuan publik yang jelas atau spesifik (Bromell, 2012).

Hal ini merupakan positioning dari suatu LSM. Contoh tujuan publik tersebut

adalah meningkatkan kehidupan anak-anak miskin, membangun organisasi

17
self-help, mengurangi polusi lingkungan, dan memerangi pelanggaran hak

asasi manusia (Brown dan Moore, 2001). Hal ini berkaitan erat dengan visi

misi berdirinya suatu LSM.

Titik kedua adalah support dan legitimacy yang berkaitan dengan

dukungan keuangan, hukum, dan politis yang perlu dikerahkan pemimpin

untuk mencapai tujuan LSM (Brown dan Moore, 2001). Support atau

dukungan untuk LSM adalah berupa aliran uang dan sumber daya yang

memungkinkan organisasi untuk terus beroperasi. Sumber daya keuangan

sebagian besar berasal dari para pendonor, baik dari individu, lembaga, atau

pemerintah, yang bersedia membayar agar LSM memberikan pelayanan atau

jasa pada pihak lain yang tidak dapat membayarnya sendiri dan sedikit sekali

dukungan sumber daya keuangan yang berasal dari penjualan produk.

Ketergantungan atas dukungan keuangan dari para pendonor itu

menciptakan beberapa dilema akuntabilitas bagi LSM (Brown dan Moore,

2001), yaitu adanya kemungkinan timbulnya perbedaan antara preferensi

pendonor dan klien serta LSM menghadapi pertanyaan strategis, legal, dan

etis tentang pada siapa LSM itu harus akuntabel (ke pendonor atau ke klien)

sebagai kelanjutan dari munculnya perbedaan itu.

Support dan legitimacy juga meliputi aliran sumber daya yang

dibutuhkan selain uang karena LSM bergantung pada waktu dan usaha yang

dikontribusikan secara sukarela oleh para sukarelawan dan anggota staf yang

dibayar kurang dari tarif di pasaran yang selevel dengan kemampuan mereka,

bahkan beberapa LSM juga mendapat manfaat dari kontribusi makanan,

obat-obatan, peralatan, dan barang sejenisnya (Brown dan Moore, 2001),

juga berfokus pada pengakuan sosial dan politis atas hak organisasi untuk

18
tetap eksis dan beroperasi guna memenuhi tujuannya. Hal ini bisa didapatkan

LSM dengan menciptakan persekutuan dengan pihak atau aktor lain dalam

pelaksanaan program mereka (Brown dan Moore, 2001). Hal ini juga

dinyatakan oleh Kaban dan Ginting (2010) bahwa akuntabilitas adalah

sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi,

dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam

rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas

kinerja secara periodik.

Titik ketiga adalah operational capacity yang berfokus pada

kemampuan pemimpin-pemimpin LSM untuk menggunakan dan menyiapkan

sumber daya di dalam dan di luar organisasi untuk mengimplementasikan

kebijakan dan menghasilkan hasil atau value yang diinginkan (Bromell, 2012).

Operational capacity berfokus pada kemampuan pemimpin-pemimpin LSM

untuk memberikan hasil-hasil program sebagai alat LSM untuk mencapai

value yang dipunyainya atau nilai dan tujuan LSM tersebut. Kapasitas untuk

dapat memberikan hasil dari program-program LSM ini dinamai kapasitas

operasional, bukan kapasitas organisasi karena yang diperlukan adalah

kapasitas yang tidak dibatasi oleh organisasi (Brown dan Moore, 2001).

Tantangan yang timbul adalah mengintegrasikan ketiga hal tersebut

secara bersama-sama dan kebutuhan untuk mengintegrasikan ketiga hal itu

membawa isu akuntabilitas karena masing-masing dari ketiga hal itu

dipandang membawa permintaan atau kebutuhan akan akuntabilitas (Brown

dan Moore, 2001). Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Gray et al. (2006)

bahwa akuntabilitas merupakan hak masyarakat atau kelompok dalam

masyarakat yang timbul karena adanya hubungan antara organisasi dan

19
masyarakat. Akuntabilitas juga merupakan hak dan kewajiban organisasi

(Lehman, 1999, 2005).

Kesimpulan yang didapatkan mengenai tiga titik strategi dalam

mempraktikkan akuntabilitas (Brown dan Moore, 2001) dapat dipaparkan

sebagaimana berikut. Titik strategi value mensyaratkan akuntabilitas kepada

masyarakat publik atau klien LSM. LSM dikatakan akuntabel bila berhasil

mencapai tujuan yang bernilai sesuai dengan misi yang bisa datang dari

komitmen asli dan tradisi organisasi, komitmen moral para pemimpinnya

sekarang, dan pentingnya masalah yang dihadapi organisasi yang

membutuhkan pemecahan. Titik strategi support dan legitimacy

mensyaratkan akuntabilitas, terutama kepada pendonor. Akuntabilitas juga

harus diberikan kepada pihak-pihak yang menyediakan sumber daya serta

pihak-pihak lain yang mengotorisasi keberadaan LSM atau mengijinkannya

berbicara atas nama mereka. Titik strategi operational capacity mensyaratkan

akuntabilitas kepada para staf LSM. LSM harus akuntabel kepada anggota

staf dan patner yang melaksanakan program-programnya.

Kesimpulan lain yang dapat diambil dari tiga titik strategi dalam

mempraktikkan akuntabilitas (Brown dan Moore, 2001) adalah bahwa strategi

yang berhasil adalah suatu hal yang selaras dengan jenis-jenis akuntabilitas

yang berbeda tersebut karena masing-masing stakeholders yang berkaitan

dengan strategi organisasi memiliki permintaan akuntabilitas sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perumus strategi LSM harus memutuskan peranan-

peranan organisasional sebelum membangun struktur akuntabilitas. Ini juga

berarti bahwa LSM yang mengubah strategi mereka mungkin harus

20
mempertimbangkan juga perubahan sistem akuntabilitas mereka (Brown dan

Moore, 2001).

Strategi dalam suatu LSM akan menentukan survive atau tidaknya

LSM tersebut. Salah satu LSM di Kota Malang yang survive adalah

PROFAUNA, yaitu LSM yang bergerak dalam bidang pelestarian satwa liar

dan perlindungan hutan. LSM ini berdiri di Malang pada tahun 1994. Strategi

yang diusung oleh pengelola suatu organisasi akan sangat menentukan

apakah organisasi tersebut dapat terus eksis dalam operasinya.

Value dari LSM PROFAUNA tampak dalam visi dan misinya untuk

perlindungan satwa liar dan pelestarian hutan dengan melibatkan masyarakat

lokal sebagai klien. LSM ini berprinsip bahwa satwa liar akan mempunyai arti

lebih bagi alam serta kehidupan manusia apabila satwa tersebut dibiarkan

untuk terus hidup di alam bebas, bukan dikurung dengan tujuan apa pun.

PROFAUNA juga mengusung visi misi perlindungan hutan dengan partisipasi

aktif dari masyarakat lokal. Hutan bukan hanya sekedar kayu untuk industri,

namun ada kehidupan di dalamnya. Hutan menjadi tempat tinggal satwa liar

dan beragam spesies binatang yang unik, sekaligus berfungsi secara ekologi

dan sosial.

Titik strategi support dan legitimacy LSM PROFAUNA melibatkan

pendonor dari berbagai kalangan dan instansi baik di dalam maupun di luar

negeri yang menopang LSM ini dari sejak berdirinya hingga sekarang.

PROFAUNA juga aktif menggalang dana sendiri dengan melakukan berbagai

kegiatan sebagai kampanye sekaligus untuk menggalang dana berbagai hal

seperti menjual merchandise yang berhubungan dengan aktivitas perlestarian

satwa liar dan perlindungan hutan.

21
Operational capacity LSM PROFAUNA tampak dalam aktivitasnya

yang secara berkesinambungan melakukan berbagai kampanye, edukasi

kepada masyarakat, dan aksi nyata perlindungan satwa liar dan pelestarian

hutan di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai aktivitas dalam program

kerja PROFAUNA tersebut melibatkan staf, supporter dari berbagai kalangan,

dan instansi lain yang bekerja sama dengan PROFAUNA. Laporan aktivitas

program kerja tersebut secara rutin dipasang dalam website PROFAUNA.

Masing-masing titik strategi dalam LSM PROFAUNA melibatkan

banyak stakeholders. Akuntabilitas menjadi suatu syarat yang terkandung di

dalamnya atau sebaliknya, akuntabilitas menjadi sebuah strategi untuk

pencapaian tujuan LSM. Hal inilah yang dinilai penulis menarik untuk diteliti,

yaitu muatan praktik akuntabilitas LSM PROFAUNA yang dikaitkan dengan

strategi. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai akuntabilitas LSM tidak

mengusung isu strategi di dalamnya sehingga hal ini menjadi pembeda

penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, di samping perbedaan

metodologi dan situs penelitian yang digunakan.

PROFAUNA adalah LSM yang sudah berdiri lebih dari 20 tahun dan

tetap konsisten dengan komitmennya untuk melindungi satwa liar dan hutan

Indonesia. LSM ini didukung oleh ratusan ribu supporter dari banyak daerah

di Indonesia sekaligus dari luar negeri. LSM ini berpusat di Malang, namun

memiliki representatif di banyak daerah di Indonesia, untuk menjalankan

program-program pelestarian satwa liar dan hutan. Dapat dikatakan bahwa

PROFAUNA merupakan LSM lingkungan yang unik karena eksis selama

bertahun-tahun dengan menggunakan sistem keanggotaan.

22
1.2 Motivasi Penelitian

Isu akuntabilitas LSM sudah berhembus cukup lama ditambah dengan

isu transparansi, namun tidaklah mudah mengakses informasi mengenai hal

tersebut. Penelitian mengenai akuntabilitas LSM menunjukkan hasil serupa,

yaitu akuntabilitas LSM ditujukan hanya kepada pendonor. Hal ini

menunjukkan lemahnya akuntabilitas LSM. Berbagai penelitian mengenai

akuntabilitas LSM yang telah dikemukakan di atas tidaklah mengangkat isu

strategi organisasi, padahal akuntabilitas dan strategi organisasi mempunyai

kaitan yang sangat erat, bahkan dapat dikatakan bahwa akuntabilitas adalah

hal yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi suatu LSM.

Masing-masing titik dalam segitiga strategi, yaitu value, support dan

legitimacy, dan operational capacity, mempunyai kaitan dengan akuntabilitas.

Hal ini terjadi karena pilihan strategi organisasi adalah sebuah persetujuan

yang dinegosiasikan dengan stakeholders yang kepadanya LSM harus

memberikan akuntabilitas (Brown dan Moore, 2001). Hal inilah yang menjadi

motivasi penelitian ini, sesuai dengan pernyataan Ferlie dan Ongaro (2015,

116) bahwa isu segitiga strategi itu bernilai atau berharga untuk diperiksa

dengan mendalam.

Seseorang dapat menilai bahwa sebuah LSM akuntabel karena

adanya nilai (value) dari LSM itu beserta laporan pertanggungjawaban

keuangan (berkaitan dengan support dan legitimacy), namun LSM yang sama

tersebut dapat dikatakan tidak akuntabel karena tidak memberikan laporan

pertanggungjawaban programnya (berkaitan dengan operational capacity).

Adanya value dan operational capacity, tetapi tanpa support dan legitimacy

menyatakan kegagalan LSM karena tidak adanya sumber daya dan legitimasi

23
untuk tetap beroperasi. Adanya operational capacity serta support dan

legitimacy tetapi tanpa atau hanya sedikit value mengindikasikan bahwa LSM

akan tetap bertahan hidup, tetapi dengan pemborosan sumber daya. Masing-

masing strategi LSM tersebut mensyaratkan adanya akuntabilitas.

Brown dan Moore (2001) memang menyatakan kaitan akuntabilitas

LSM dengan strategi dalam tiga titik seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, namun hal tersebut bisa menjadi berbeda dalam setiap

organisasi. Sangat dimungkinkan bahwa strategi LSM memiliki suatu hal yang

berbeda dengan segitiga strategi yang sudah ada. Perbedaan tersebut dapat

terjadi dalam hal implementasi strateginya atau adanya perkembangan titik

strategi yang lain. Selain itu, nilai-nilai lain yang tidak berkaitan langsung

dengan visi dan misi LSM dapat sangat mempengaruhi akuntabilitas LSM.

Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai kemanusiaan dan nilai yang berke-

Tuhan-an.

Hal selanjutnya yang memotivasi penelitian ini adalah pemikiran bahwa

sesungguhnya akuntabilitas bisa menjadi strategi bagi LSM untuk

kelangsungan operasionalnya. Akuntabilitas suatu LSM dapat menjadi salah

satu faktor pendorong para pendonor untuk terus mengucurkan dananya.

Para pendonor akan merasa bahwa sumber daya yang mereka berikan pada

LSM telah digunakan dengan baik untuk memenuhi misi mereka jika LSM

mempunyai akuntabilitas. Akuntabilitas LSM sejauh ini dipandang masih

lemah berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas. Dapat

disimpulkan bahwa LSM belum menyadari bahwa akuntabilitas berkaitan erat

dengan atau dapat menjadi suatu strategi, bahkan akuntabilitas adalah suatu

bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi suatu LSM.

24
Akuntabilitas sebagai isu yang sudah cukup lama berhembus di dunia

LSM Indonesia perlu dipahami dalam praktiknya yang tidak bisa dipisahkan

dengan strategi organisasi. Pemahaman yang mendalam akan hal tersebut

akan dapat dilakukan di sebuah LSM yang eksis dalam operasionalnya dari

awal berdirinya. Penelitian ini akan dilakukan PROFAUNA, sebuah LSM yang

bergerak dalam perlindungan hutan dan satwa liar yang berdiri sejak tahun

1994 dan beroperasi secara konsisten hingga sekarang dengan banyak pihak

sebagai stakeholder yang terlibat dalamnya.

1.3 Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan motivasi penelitian di atas maka fokus

dalam penelitian ini adalah strategi akuntabilitas LSM untuk menjaga

keberlanjutan. Pemahaman akan akuntabilitas yang dilakukan oleh para aktor

LSM itu tidak hanya meliputi tindakan dalam suatu proses, tetapi termasuk di

dalamnya pikiran, perkataan, dan pandangan manusia yaitu semua pihak

yang mengambil bagian di dalamnya dengan atribut yang melekat padanya.

Pertanyaan penelitian yang diturunkan dari fokus penelitian adalah

bagaimana strategi LSM PROFAUNA dalam mempraktikkan akuntabilitas

untuk menjaga keberlanjutan?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat disimpulkan berdasarkan latar belakang,

motivasi, dan fokus penelitian yang telah dikemukakan di bagian sebelumnya.

Tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi dalam mempraktikkan

akuntabilitas untuk menjaga keberlanjutan LSM PROFAUNA.

25
1.5 Kontribusi Penelitian

Kontribusi hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang akuntansi sektor publik.

Akuntabilitas sudah dipraktikkan dengan sangat rapi di organisasi bisnis dan

beberapa lembaga sektor publik, khususnya yang berkaitan dengan

pemerintahan, namun tidak demikian dengan LSM. Penelitian mengenai

akuntabilitas LSM sebagai salah satu organisasi sektor publik masih terbilang

jarang dilakukan. Penelitian ini akan memberikan pengayaan konsep dan

teori akuntabilitas di lingkup organisasi sektor publik non-pemerintah, yaitu

LSM, dengan berbagai strategi mempraktikkan akuntabilitas yang

mengandung nilai-nilai kehidupan manusia di dalamnya seperti kejujuran,

konsistensi, kegotongroyongan, kepedulian untuk menjaga lingkungan, dan

kemandirian, serta nilai ke-Tuhan-an.

Kontribusi praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan

gambaran atas praktik akuntabilitas LSM dalam hubungannya dengan strategi

organisasi. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan wawasan atau

pemikiran tentang strategi mempraktikkan akuntabilitas bagi para pengelola

LSM dan stakeholders lain untuk lebih berperan serta dalam praktik

akuntabilitas LSM dalam menjaga keberlanjutan LSM. Peran serta dalam

praktik akuntabilitas LSM didasarkan pada strategi mempraktikkan

akuntabilitas yang mengandung nilai kejujuran, konsistensi,

kegotongroyongan, kepedulian untuk menjaga lingkungan, dan kemandirian,

serta nilai ke-Tuhan-an.

Hasil penelitian ini juga memberikan kontribusi yang berkaitan dengan

kebijakan. Hal ini berkaitan dengan perumusan kebijakan pemerintah untuk

26
penertiban LSM yang berkaitan dengan akuntabilitasnya mengingat bahwa

aturan mengenai akuntabilitas LSM telah ada tetapi tidak banyak LSM yang

menerapkannya.

27
BAB II

METODOLOGI PENELITIAN UNTUK MENGUAK STRATEGI


MEMPRAKTIKKAN AKUNTABILITAS LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT

2.1 Pengantar

Salah satu kekuatan riset kualitatif adalah kemampuannya untuk

menilai secara langsung apa yang terjadi di dunia, yaitu untuk memeriksa apa

yang orang-orang lakukan secara nyata di dunia nyata (Silverman, 2006:

113). Selain penelitian kualitatif, dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini

merupakan studi kasus, yaitu pengujian yang mendalam dan merinci dari satu

konteks, satu subyek, satu kumpulan dokumen, atau satu kejadian khusus

(Muhadjir, 2000). Penelitian ini dilakukan di LSM PROFAUNA dengan

menggunakan single case study.

Isu yang berkaitan dengan penelitian ilmu sosial beberapa dekade

terakhir ini adalah mengenai paradigma, yaitu mainstream dan

nonmainstream. Paradigma dapat diartikan sebagai suatu cara pandang atas

suatu hal. Mainstream dapat diartikan sebagai aliran yang mendominasi yaitu

positivism, sedangkan nonmainstream dapat diartikan sebagai aliran

postpositivism yang muncul di samping aliran yang mendominasi tersebut.

Penelitian yang menganut paradigma positivism mendapat cukup

banyak kritik sehingga muncullah paradigma postpositivism. Salah satu kritik

terbesar terhadap paradigma positivism adalah mengenai obyektifitas dan

fokus yang berat terhadap data empiris. Artinya, sesuatu diakui sebagai

kebenaran hanya jika dapat dibuktikan secara empiris, dan jika tidak, maka

sesuatu itu dianggap salah. Di sisi lain, paradigma postpositivism mengakui

kebenaran yang lebih dari sekedar benar atau salah secara empiris

28
menggunakan nilai moral tunggal, tetapi ada sesuatu di balik itu, yaitu nilai

moral ganda yang bisa berupa nilai moral agama, ilmu, individual, fisik, politik,

budaya, pendidikan, hak asasi manusia, dan ekonomi (Muhadjir, 2000).

Berkaitan dengan paradigma tersebut, banyak ahli mengemukakan

pendapat mengenai jenis-jenis dan karakteristiknya masing-masing dengan

menggunakan istilah mereka masing-masing. Burrell dan Morgan (1979)

mengemukakan empat paradigma, yaitu the functionalist paradigm, the

interpretive paradigm, the radical humanis paradigm, dan the radical

structuralist paradigm. Miles dan Huberman (1994) dalam Berg (2004)

menyatakan ada tiga pendekatan utama untuk analisis data kualitatif, yaitu

interpretative approaches, social anthropological approaches, dan

collaborative social research approaches. Bourdieu dan Wacquant (1992)

sebagaimana dikutip oleh Alvesson dan Scoldberg (2000: 7-8)

mengemukakan paradigma ethnometodological ethnography as text, social

scientific studies of sciences, postmodern sociology, critical phenomenology,

dan double hermeneutics. Semua paradigma, positivistik dan postpositivistik

tersebut eksis dan tidak dapat meniadakan satu sama lain, sehingga disebut

sebagai multiparadigma (Triyuwono, 2013).

Secara umum, paradigma postpositivism dapat dikelompokkan atas

paradigma interpretif, kritis, postmodernism, dan spiritualis. Bab ini

memaparkan tentang paradigma interpretif yang digunakan untuk memahami

fenomena serta desain penelitian etnometodologi yang digunakan untuk

memahami praktik akuntabilitas yang dilakukan oleh para aktor dalam LSM.

Peneliti juga memaparkan situs penelitian, teknik pengumpulan data, dan

analisis data dalam bab ini.

29
2.2 Paradigma Interpretif untuk Memahami Fenomena

Peneliti dalam penelitian ini berupaya untuk secara mendalam

memaknai strategi LSM dalam mempraktikkan akuntabilitas dari sudut

pandang para informan yang berkaitan di dalamnya dan melaporkannya

secara utuh. Upaya memahami atau memaknai sesuatu secara mendalam itu

akan didapatkan dengan menggunakan pendekatan interpretif sebagaimana

dijelaskan dengan penggunaan istilah ‗to understand and explain‟ oleh Burrell

dan Morgan (1979: 227) sebagai berikut.

“The interpretive paradigm embraces a wide range of philosophical and


sociological thought which shares the common characteristic of
attempting to understand and explain the social world primarily from
the point of view of the actors directly involved in the social process.”

Paradigma interpretif berupaya memahami dunia sebagaimana adanya

(Burrell dan Morgan, 1979: 28). Hal ini tidak berarti sekedar mendapat

pemahaman atau pengertian yang tampak dari luar saja, tetapi riset dengan

paradigma interpretif menghasilkan penjelasan dan interpretasi yang

bermakna atas suatu proses sosial. Penjelasan yang didapatkan itu adalah

tentang bagaimana suatu kondisi tertentu itu ada dan tetap ada. Inti dari

paradigma ini adalah bahwa ada suatu konstruksi sosial atas realitas (Willis et

al., 2007: 97).

Pendekatan interpretif ini digunakan untuk menyusun bangunan ilmu

ideografik, yaitu upaya memberikan deskripsi, tidak ada pretensi untuk

mencari generalisasi (Muhadjir, 2000: 26). Hal ini berarti pendekatan

interpretif berkaitan dengan penjelasan atau deskripsi atas suatu hal tertentu

untuk mendapatkan maknanya. Kata kunci dari interpretif adalah maksud atau

arti.

30
Paradigma interpretif berada pada area yang dicakup oleh pendekatan

deskriptif dan atomistic sebagaimana dikemukakan oleh Roslender (1992: 10)

yang menjelaskan tentang berbagai macam perspektif sosiologis. Pendekatan

deskriptif berupaya menjelaskan masyarakat sosial sebagaimana adanya.

Pendekatan atomistik berarti upaya untuk memahami masyarakat berasal dari

bottom-up. Artinya perspektif atas suatu isu sosial tertentu berasal dari

individu partisipan dalam penelitian, bukan secara holistik.

Karakteristik riset interpretif (Denzin, 1989: 19) adalah eksistensial

yang berarti berkaitan dengan sesuatu yang ada dan interaksional atau

berkaitan dengan hal-hal yang ada saat individu berada pada suatu situasi

sosial, naturalistik karena ditempatkan dalam dunia natural dari interaksi

sosial sehari-hari dan berdasarkan ketepatan logis , murni dan dapat

diterapkan untuk membangun pemahaman yang bermakna atas suatu

permasalahan sosial. Paradigma interpretif adalah postpositivist dan

membangun kritik feminis atas positivism (Denzin, 1989: 19) sehingga

penelitian interpretif tidak dapat digeneralisasi seperti penelitian positivistic

karena berkaitan dengan pengalaman hidup manusia yang dideskripsikan

atau diulas secara mendalam dan sarat makna. Pemahaman atas kehidupan

sehari-hari harus mempertimbangkan ciri-ciri yang struktural, praktis,

berkaitan dengan gender dan situasi tertentu (Denzin, 1989: 19) dan prroses

tersebut dibentuk oleh sejarah, kekuasaan, emosi, dan kepercayaan yang

berhubungan dengan pengetahuan.

Tujuan riset interpretif adalah untuk membuat segala sesuatu dari

pengalaman hidup dapat dipahami dan dideskripsikan atau diulas secara

mendalam dan sarat makna (Denzin, 1989: 83). Deskripsi yang dimaksudkan

31
di sin adalah menjelaskan atau memberi pertanggungjawaban atas sesuatu

dengan kata-kata secara mendalam, tebal, dan detil. Artinya, tidak hanya

sekedar mencatat apa yang dilakukan seseorang tapi melampaui kenyataan

dan penampilan yang ada di permukaan. Deskripsi secara mendalam atau

tebal tersebut akan menciptakan verisimilitude, yaitu pernyataan yang

menampilkan sesuatu seperti aslinya yang menghasilkan suatu perasaan

seperti yang dialami atas suatu kejadian yang dideskripsikan agar dapat

dikonfirmasi dengan cukup kuat dan dibuktikan kebenarannya (Denzin, 1989:

84).

Apa yang dimaksudkan oleh dunia atas seseorang atau suatu

kelompok yang dipelajari adalah penting bagi interpretivists dalam melakukan

penelitian atas suatu pengetahuan sosial (Willis, et al., 2007:6). Penelitian

seperti ini dalam bidang ilmu akuntansi bertujuan untuk memahami

pengalaman subyektif individual yang terlibat dalam mempersiapkan,

mengomunikasikan, dan memverifikasi, atau menggunakan informasi

akuntansi (Belkaoui, 1996: 11). Hal inilah yang diperlukan untuk memahami

akuntabilitas dalam LSM yang berkaitan dengan strategi LSM yang

didapatkan dari sudut pandang para informan yang berkaitan di dalamnya

secara tebal dan mendalam.

Secara umum, tahapan penelitian interpretif dapat dibagi menjadi tiga.

Pertama, tahap pendahuluan berupa penentuan latar belakang, fokus, ruang

lingkup, dan tujuan penelitian. Latar belakang merupakan informasi awal yang

menjelaskan mengapa penelitian dilakukan beserta keunikan dan posisi

penelitian tersebut sebagai dasar menentukan fokus penelitian. Keunikan di

sini berarti adanya suatu temuan baru atau yang bermanfaat untuk ilmu

32
pengetahuan atau solusi atas suatu hal problematis dalam masyarakat yang

memungkinkan untuk diteliti. Fokus penelitian adalah kekhususan yang

dibahas peneliti berkaitan dengan latar belakang penelitian. Hal ini berbeda

dengan rumusan masalah karena permasalahan baru muncul pada tahapan

berikutnya, saat peneliti telah memasuki lapangan dan terlibat dalam

komunitas yang diteliti. Ruang lingkup penelitian perlu dibuat untuk

membatasi penelitian pada aspek tertentu dari fenomena sosial yang ada.

Tujuan penelitian adalah untuk memahami fenomena sosial tertentu tersebut.

Berkaitan dengan tahap ini, teori digunakan sebagai perspektif dasar untuk

memahami, menganalisis, dan menjelaskan fenomena.

Tahap kedua adalah tahap penelitian yang terdiri dari pengumpulan

data, penentuan keabsahan data, serta analisis dan interpretasi data.

Pengumpulan data meliputi penentuan sampel dan informan, proses

memasuki lapangan, dan pengumpulan data. Penentuan sampel tidaklah

untuk mendapatkan data untuk generalisasi temuan, tetapi untuk menjelaskan

suatu fenomena secara mendalam. Hal ini dilakukan dengan menemukan

informan kunci. Proses memasuki lapangan sangat tergantung pada keahlian

dan kepekaan peneliti untuk menempatkan diri sebagai rekan yang penuh

simpati dan empati. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pendiri,

beserta staf, beberapa pendonor dan masyarakat yang berkaitan dengan

LSM. Data didapat dengan melakukan pengamatan berperan serta,

dokumentasi, dan wawancara.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dan interpretasi data

yang membutuhkan kreativitas peneliti untuk mendapatkan kedalaman

analisis dan interpretasi (Alvesson dan Skoldberg, 2000: 251). Kreativitas di

33
sini artinya peneliti tidak membiarkan dirinya dikontrol oleh teori tetapi

mengontrol teori tersebut untuk menjadi kaya dengan banyak teori dan cara

berpikir yang inovatif dan selain itu dapat dicoba pula untuk kekosongan

mental (tabula rasa), yaitu menutup pikiran dari konsepsi awal (Alvesson dan

Skoldberg, 2000: 251) dalam menelaah dan mengorganisasikan data yang

telah terkumpul serta mereduksinya pada suatu kategori tertentu.

Selanjutnya, bahasa menyusun struktur dan menciptakan proses pengertian

dan interpretasi dan sebagai suatu proses linguistik, interpretasi melibatkan

pembelajaran atas bahasa yang akan diinterpretasikan dan pembelajaran

atas interpretasinya (Denzin, 1989: 76). Tahap ini sangat dipengaruhi oleh

nilai-nilai diri yang dimiliki peneliti.

Ketiga, tahap penyajian. Penyajian penelitian adalah dalam bentuk

tulisan naratif. Data banyak disajikan sebagai kutipan langsung perkataan

informan dengan deskripsi tebal, mendalam, dan detil. Dengan demikian,

penamaan dan jumlah bab tergantung hal-hal yang ingin dimunculkan oleh

peneliti atas fenomena yang ditelitinya. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan

naratif yang disajikan perlu menunjukkan suatu refleksi, yaitu ada perhatian

pada sesuatu di dalam diri peneliti, komunitas penelitian yang relevan,

masyarakat secara keseluruhan, tradisi kultural dan intelektual, kepentingan

sentral, dan narasi serta bahasa dalam konteks penelitian (Alvesson dan

Skoldberg, 2000: 5).

Para interpretivists menganggap bahwa pengumpulan dan interpretasi

data kualitatif adalah bersifat subyektif dan bagaimanapun peneliti berupaya

mendekati standar teknis riset yang mendetil, hasilnya tetaplah laporan yang

tidak obyektif atas kebenaran suatu hal (Willis et al., 2007: 160). Ini berkaitan

34
dengan interpretasi atas suatu interpretasi dan peneliti secara aktif

menginterpretasi serta secara berkesinambungan menciptakan suatu

gambaran yang mencerminkan dalam dirinya sendiri, orang lain, dan

pertimbangan lingkungan kultural dan politis, perseptual, kognitif, teoretis,

linguistik, dan tekstual yang membentuk latar belakang interpretasi (Alvesson

dan Skoldberg, 2000: 6).

Ada beberapa desain penelitian interpretif dengan karakteristik dan

tujuannya masing-masing. Di antaranya adalah interpretive interactionism,

fenomenologi, etnometodologi, grounded theory, dan hermeneutika.

Penelitian ini menggunakan etnometodologi, yaitu studi tentang praktik

kehidupan sehari-hari secara mendetil, untuk mendapatkan pemahaman yang

mendalam dari apa yang para anggota LSM percakapkan dan lakukan

berkaitan dengan akuntabilitas LSM dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2.3 Etnometodologi untuk Pemahaman Dunia Kehidupan Sehari-hari

2.3.1 Sekilas Sejarah Etnometodologi

Istilah etnometodologi berasal dari beberapa kata Yunani, yaitu etnos

yang berarti orang, methodos yang berarti metode; dan logos yang berarti

ilmu. Arti etnometodologi berdasarkan asal katanya ini adalah ilmu atau studi

mengenai metode yang digunakan oleh masyarakat biasa untuk berinteraksi

secara teratur atau seimbang dalam kehidupan mereka (Amal, 2010: 205).

Etnometodologi berawal dari karya-karya sosiolog Harold Garfinkel

yang dikemukakannya dalam berbagai seminar. Karya Garfinkel bersumber

dari karya Talcott Parsons dan Alfred Schutz, dua orang sosiolog dengan

latar belakang berbeda (Coulon, 2008: 1). Parsons menyatakan teori

35
tindakan, yaitu aturan kehidupan masyarakat yang dibatinkan oleh manusia

dan membentuk super ego (semacam pengadilan batin) yang mengatur

perilaku dan pikiran kita sementara Schutz mengembangkan makna pertama

Verstehen dengan mengkaji prosedur interpretasi dalam kehidupan sehari-

hari untuk memberi makna dalam tindakan kita dan orang lain (Coulon, 2008:

3-4).

Sumber lain dari etnometodologi di samping teori tindakan yang

dikemukakan oleh Parsons dan interpretasi kehidupan sehari-hari oleh Schutz

adalah interaksionisme simbolik (Coulon, 2008: 8). Interaksionisme simbolik

dikembangkan oleh aliran Sosiologi Chicago (Ecole Chicago), Robert Park,

Ernest Burgest, William Thomas sebagai observasi partisipan sebagai

metode yang tepat untuk mempelajari realitas sosial dengan menekankan

peran kreatif para aktor dalam mengkontruksi kehidupan sehari-hari mereka.

Bagian dari interaksionisme simbolik adalah teori label (labeling theory) yaitu

―memberi cap‖ pada seseorang dan menganggap dunia sosial bukan begitu

adanya, tetapi dibentuk ―di sini dan sekarang‖ (Coulon, 2008: 11).

Karya pertama Garfinkel dipublikasikan pada tahun 1949, yaitu

Kejahatan Antar Ras dan Definisi Situasi tentang pembunuhan antar dan intra

ras, proses, dan hukumannya (Coulon, 2008: 15). Etnometodologi yang

dikemukakan oleh Garfinkel memandang bahwa realitas obyektif fakta-fakta

sosial terdapat di dalam setiap masyarakat (secara persis) yang

menghasilkannya secara lokal dan endogen secara terus menerus,

mengorganisasinya secara alami, dan dapat dipertanggungjawabkan secara

refleksif (Ritzer, 2012: 668). Etnometodologi mencoba memahami bagaimana

36
manusia melihat, menggambarkan, dan menawarkan secara bersama suatu

definisi situasi.

Seperti dinyatakan Coulon (2008, 17-24), Garfinkel mengajar di Ohio

setelah bergelar doktor,dan tahun 1954 ia mengajar di Universitas California

Los Angeles (UCLA). Pada 1962-1963, Harvey Sacks membentuk suatu

kelompok di Berkeley yang mengkaji tulisan-tulisan Garfinkel dan membentuk

suatu jaringan dengan sosiolog yang menyebar di beberapa Universitas

California bersama Aaron Cicourel. Kemudian di akhir 1960-an terjadi

perpisahan etnometodologi dan sosiologi. Cicourel melakukan penelitian

dengan John Gumperz, seorang etnolinguist, atas pemerolehan bahasa dan

kemampuan interpretasi anak-anak. Sacks memulai penelitian analisis

percakapan (conversation-analytic). Garfinkel menerbitkan sejumlah artikel

penting dan disatukan dalam buku berjudul ―Studies in Ethnometodology‖

pada 1967. Etnometodologi mulai menyebar di luar California pada 1972.

Dalam etnometodologi, metode dokumen interpretasi diterapkan di mana

orang saling memahami dan mencari keterangan mengenai dunia sehari-hari

mereka. Selain itu, diterapkan pula analisis percakapan, yaitu suatu penelitian

tentang struktur dan ciri khas formal bahasa yang dilihat dalam

penggunaannya dari sisi sosial. Perkembangan terus terjadi dan

etnometodologi terpecah dua, yaitu studi-studi etnometodologi mengenai

latar-latar kelembagaan dan analisis percakapan.

Studi-studi etnometodologi mengenai latar-latar kelembagaan

bertujuan untuk memahami cara orang melaksanakan tugas-tugas resminya,

dan dalam proses itu, membentuk lembaga tempat pelaksanaan tugas-tugas

itu (Ritzer, 2012: 673) dengan fokus studi pada strukturnya, aturan-aturan

37
formal, dan prosedur-prosedur resmi untuk menjelaskan apa yang dilakukan

orang di dalamnya. Etnometodologi yang berjenis analisis percakapan

bertujuan untuk memberikan pengertian rinci atas struktur-struktur

fundamental interaksi percakapan dalam situasi-situasi yang terjadi secara

alamiah (Ritzer, 2012: 674-675) dengan fokus studi berupa analisis atas

percakapan secara detil yang berurutan dan tertata rapi.

2.3.2 Pengertian dan Konsep Kunci Etnometodologi

Etnometodologi menganalisa aktivitas sehari-hari sebagai metode-

metode para anggota untuk membuat aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilihat

secara rasional dan dilaporkan untuk tujuan praktis (Garfinkel, 1967: vii). Hal

ini berarti berkaitan dengan tatanan dunia sehari-hari para anggota tersebut

seperti yang dikemukakan oleh Ritzer (2012, 371) bahwa etnometodologi

pada dasarnya adalah suatu studi mengenai metode-metode, himpunan

prosedur dan pertimbangan atau sekumpulan pengetahuan yang berdasarkan

pada akal sehat yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk memaknai

dan bertindak pada kondisi-kondisi yang mereka hadapi dalam kehidupan

sehari-hari.

Apa yang dilakukan dan dipercakapkan orang dalam organisasi

kehidupan sehari-hari menjadi hal utama yang diperhatikan oleh

etnometodolog. Etnometodolog berhubungan dengan bagaimana anggota-

anggota masyarakat melakukan tugas, melihat, menggambarkan, dan

menjelaskan tatanan dunia mana mereka hidup, sehingga etnometodolog

lebih menekankan pemahamannya atas perspektif aktor terhadap dunianya

tersebut (Ludigdo, 2007: 70). Hal ini berdasarkan keseharian yang digunakan

38
orang-orang untuk merealisasikan atau menyempurnakan kehidupan mereka

sehari-hari.

Etnometodologi yang dicetuskan oleh Garfinkel sebagai studi atas

praktik kehidupan sehari-hari itu memiliki beberapa konsep kunci. Konsep-

konsep kunci etnometodologi tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Amal

(2010: 206) adalah praktik atau pelaksanaan tindakan dalam kehidupan

sehari-hari, indeksikalitas, refleksivitas, accountability, dan konsep anggota.

Indeksikalitas dan refleksivitas memegang peranan penting dalam analisis

etnometodologi (Burrell dan Morgan, 1979: 248). Konsep-konsep kunci

tersebut akan dibahas satu per satu sebegai berikut.

Etnometodologi selalu dan akan berhubungan dengan praktik atau

pelaksanaan tindakan dalam kehidupan sehari-hari (Garfinkel, 1967: 11). Hal

ini terjadi karena realitas sosial selalu diciptakan oleh anggota atau aktor di

dalam tindakannya. Etnometodologi memperhatikan secara cermat

bagaimana pengambilan keputusan dibuat oleh para aktor dan metode-

metode yang dipakai oleh para aktor tersebut untuk mengaktualisasikan

aturan-aturan (Coulon, 2008: 30). Praktik tindakan yang dilakukan para aktor

akan memuat pengungkapan aturan dan prosedur untuk memahami realitas

sosial.

Indeksikalitas berarti semua pengujaran membangun suatu kata dan

mengacu pada orang, waktu, atau tempat tertentu, dengan penyebutan atas

suatu hal yang bisa berbeda dengan apa yang dimaknai oleh dunia luar

(Garfinkel, 1967: 5). Hal ini terjadi karena makna adalah hal yang relatif

bergantung pada orang yang mengujarkannya. Pengumpulan data dalam

etnometodologi untuk melakukan deskripsi dan interpretasi realitas sosial

39
adalah dengan menggunakan sumber bahasa orang biasa atau bahasa

umum (Coulon, 2008: 31). Bahasa kehidupan sehari-hari itulah yang

membentuk kehidupan sosial. Namun demikian, indeksikalitas tidak melulu

berkaitan dengan ujaran tetapi juga dengan tindakan.

Indeksikalitas merupakan semua penentuan yang melekat pada suatu

kata dan suatu situasi (Coulon, 2008: 32) berarti bahwa kata, ujaran, gerakan,

aturan, tindakan hanya bermakna lengkap jika diindekskan dalam

konteksnya. Suatu kata, karena kondisi pengujarannya dan keberadaannya,

hanya bisa dianalisis jika seseorang mengacu pada situasi pada saat kata

tersebut dipakai atau diucapkan. Upaya untuk memahami hal itu memerlukan

pemahaman di balik informasi (Coulon, 2008: 32) yang diberikan karena

signifikansi bahasa sehari-hari bergantung pada konteks kemunculannya.

Indeksikalitas belum tentu muncul secara eksplisit, tetapi bisa muncul dari

ekspresi para anggota dalam tindakan melakukan aktivitas kesehariannya

(Burrell dan Morgan, 1979: 248).

Refleksivitas baru dapat diterapkan jika peneliti telah menerapkan

konsep indeksikalitas karena refleksivitas menuntut peneliti untuk memahami

konteks atau setting kejadian yang sedang terjadi (Garfinkel, 1967: 8).

Refleksivitas berarti hubungan dua arah antara peneliti dan obyek yang diteliti

yang berlangsung secara mutualis di mana peneliti dan obyek yang diteliti

terlibat dalam konteks yang sama (Ludigdo, 2007: 73). Hal ini dalam

penelitian dapat terjadi dalam berbagai cara, tetapi intinya adalah perhatian

yang terbuka dan teratur kepada konteks yang mengijinkan kita untuk

mengorganisasikan, mengubah, dan mereformulasikan persepsi,

kepercayaan, dan praktik-praktik (Willis, 2007: 204).

40
Hal ini merupakan suatu sifat khas kegiatan sosial yang mensyaratkan

kehadiran sesuatu yang dapat diamati dalam waktu bersamaan, seperti

membangun makna, tatanan, dan rasionalitas yang sedang kita kerjakan

pada waktu bersamaan saat kita berbicara (Coulon, 2008: 43). Kegiatan yang

dilakukan oleh para anggota dalam membangun pergerakan situasi

kehidupan mereka setiap harinya adalah suatu hal yang sama dengan cara-

cara yang mereka gunakan untuk mendeskripsikan situasi-situasi tersebut.

Accountability berkaitan dengan apa yang dikemukakan Garfinkel

(1967: vii) bahwa penelitian etnometodologi menganalisis kegiatan-kegiatan

keseharian para anggota sebagai metode yang menjadikan kegiatan-kegiatan

tersebut terlihat rasional dan terlaporkan untuk semua tujuan praktik, yakni

dapat terdeskripsikan (accountable) sebagai organisasi biasa kehidupan

sehari-hari. Dua sifat penting dari accountability adalah refleksif, yaitu

menekankan bahwa accountability suatu kegiatan dan keadaannya adalah

suatu unsur utama dari kegiatan tersebut; dan rasional, yaitu etnometodologi

secara metodik dihasilkan dalam situasi yang kegiatannya dapat dipahami,

dideskripsi, dan dievaluasi dengan aspek rasionalitasnya (Coulon, 2008: 45).

Konsep anggota dalam etnometodologi tidak saja mengacu pada

keanggotan sosial, tetapi pada penguasaan bahasa natural (Coulon, 2008:

50) karena menjadi anggota berarti menggabungkan diri dengan suatu

kelompok atau lembaga yang mensyaratkan adanya penguasaan secara

bertahap atas bahasa kelembagaan bersama. Para anggota mengenal hal-

hal yang tersirat dari perilaku mereka dan menerima rutinitas yang dilakukan

dalam praktik sosial serta selalu mencoba menggunakan pengalamannya

dalam berinteraksi dengan anggota lain untuk mempertahankan aktivitas

41
dalam rutinitas kehidupan sehari-hari (Burrell dan Morgan, 1979: 248) atau

melakukan penyesuaian agar tindakannya tidak menyimpang dari rutinitas

kehidupan sehari-hari dalam kelompoknya.

Kelima konsep kunci tersebut membangun pengertian etnometodologi

secara rinci sebagai suatu studi atas metode yang digunakan anggota untuk

memaknai dan melakukan tindakan kesehariannya. Kekuatan etnometodologi

sebagai desain penelitian akan memampukan peneliti untuk menangkap

dunia keseharian para aktor.

2.3.3 Etnometodologi dalam Ilmu Akuntansi

Etnometodologi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,

merupakan suatu studi mengenai metode-metode berdasarkan pada akal

sehat yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk memaknai dan

bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Subyek etnometodologi dalam hal ini

bukanlah warga dari suku-suku primitif, tetapi para aktor dari berbagai situasi

dalam masyarakat di sekitar kita (Amaliah, 2014).

Fokus kajian etnometodologi adalah praktik tindakan atau perilaku dan

kehidupan sehari-hari yang sangat beragam, sehingga etnometodologi juga

menghasilkan kajian yang sangat beragam dan tidak terbatas digunakan

pada disiplin ilmu tertentu walaupun awalnya memang etnometodologi

digunakan dalam disiplin ilmu sosiologi karena eksistensi etnometodologi

telah meluas dan dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu hingga sekarang

(Atkinson, 1988 dan Salim, 2006: 200). Etnometodologi juga digunakan untuk

menjelaskan kehidupan akuntansi di dalam interaksi sosial (Tomkins dan

Groves, 1983).

42
Ilmu Akuntansi telah berkembang sedemikian pesat pada ranah

interpretif, kritis, postmodernisme, dan spiritualisme. Berbagai penelitian ilmu

akuntansi muncul dengan paradigma yang berbeda-beda. Beberapa peneliti

juga telah memberikan perhatian pada penelitian ilmu akuntansi

menggunakan etnometodologi, di antara nya adalah Ludigdo (2007), Bukh

dan Jensen (2008), Akroyd dan Maguire (2011), Amaliah (2014), dan Rahayu

(2015).

Penelitian Ludigdo (2007) dilakukan untuk memberikan pemahaman

atas praktik etika pada sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP). Hasil yang

didapat adalah adanya hal selain kode etik yang mempengaruhi praktik etika

di kantor akuntan publik. Hal yang lain itu adalah pandangan moral dari sosok

pemimpin KAP yang berkaitan dengan dimensi spiritual yang meyakini bahwa

profesionalitas perkerjaan tidaklah semata-mata untuk mencapai kekayaan

secara jasmani. Pandangan moral pemimpin tersebut menular kepada para

staf dan membentuk suatu praktik etika di KAP tersebut. Sesuatu hal yang

lain inilah yang telah diungkapkan dalam penelitian ini dengan menggunakan

etnometodologi.

Bukh dan Jensen (2008) melakukan penelitian tentang adopsi laporan

modal intelektual dalam pengelolaan manajemen. Hasil penelitian

menyatakan bahwa laporan modal intelektual dapat berfungsi sebagai

kerangka kerja konseptual dalam perusahaan dan diperlukan aktor yang

memiliki posisi yang kuat agar laporan modal intelektual tersebut bisa menjadi

suatu bagian dalam praktik manajemen.

Penelitian tentang peran cara-cara pengendalian manajemen dalam

pengembangan produk dilakukan oleh Akroyd dan Maguire (2011). Hasilnya

43
adalah peran pengendalian manajemen dalam pengaturan pengembangan

produk terutama berfokus pada pengurangan ketidakpastian pada setiap

tahapannya dan keselarasan yang ada dalam pengambilan keputusan.

Pengendalian manajemen memiliki peran secara positif di dalam pengaturan

pengembangan produk.

Penelitian yang dilakukan Amaliah (2014) adalah mengenai konsep

penetapan harga jual Papalele dalam lingkup nilai-nilai budaya masyarakat

Maluku. Peneliti terjun ke dalam dunia keseharian Papalele di sebuah pasar

di daerah Maluku untuk mendapatkan konsep penetapan harga jual.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ada tiga nilai budaya yang

melingkupi papalele dalam menetapkan harga jual, yaitu nilai budaya pela

[gandong] meliputi nilai kejujuran, keadilan, cinta kasih, dan kepercayaan;

nilai masohi yaitu solidaritas, altruism, dan kejujuran; serta nilai sukei matau‟u

kepada sang Pencipta berupa silaturrahim dan keikhlasan. Nilai-nilai yang

hadir tersebut merefleksikan bahwa tidak hanya nilai materi semata yang

menjadi dasar dalam penetapan harga jual.

Penganggaran dana bantuan operasional sekolah diteliti oleh Rahayu

(2015) dengan menggunakan etnometodologi dalam kajian perspekstif New

Institusional Sociology. Penelitian ini menemukan tiga pola dominasi, yaitu

tunggal kepala sekolah, kelompok khusus, dan sekolah dalam penganggaran

dana bantuan operasional sekolah. Makna penganggaran dana bantuan

operasional sekolah hanyalah seremonial administratif secara formal untuk

stabilitas dan legitimasi kepentingan individu dan organisasi, sehingga perlu

dilakukan reinstitusionalisasi dengan menggunakan nilai-nilai humanis dan

gotong-royong.

44
Penelitian-penelitian dengan desain etnometodologi ini telah

memperkaya pengembangan ilmu akuntansi dalam interaksinya di kehidupan

masyarakat. Hal tersebut juga memberikan gambaran perkembangan yang

dialami etnometodologi seiring dengan semakin kompleksnya praktik

kehidupan manusia dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Etnometodologi

terus berkembang pula seiring dengan kebutuhan peneliti (Amaliah, 2014).

2.4 Etnometodologi untuk Memahami Praktik Akuntabilitas di Situs


Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Protection of Forest and Fauna

(PROFAUNA), yaitu lembaga independen non profit berjaringan internasional

yang bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar. LSM ini

merupakan lembaga yang didirikan tahun 1994 oleh orang lokal dengan

semangat lokal untuk pelestarian satwa liar dan hutan di Indonesia. Lembaga

ini didirikan oleh orang Indonesia, dan memiliki kantor pusat di Indonesia,

tepatnya kota Malang. Beberapa perwakilan telah dimiliki LSM ini yang

tersebar di banyak kota di Indonesia, termasuk di luar negeri.

Sebagai sebuah LSM atau organisasi yang tidak berorientasi laba,

PROFAUNA melakukan kegiatannya dengan mendapatkan sumber daya dari

para pendonor, baik individu maupun organisasi atau LSM lainnya. Beberapa

LSM di luar negeri yang pernah memberikan grants kepada PROFAUNA

adalah Animal Defence Trust, Born Free Foundation, Compassion in World

Farm, Humane Society International (HIS) Australia, International Fund for

Animal Welfare (IFAW), Save of Sea turtle (SOS) Meeresschildkroten, World

Society for the Protection of Animals (WSPA), dan World Animal Net (WAN).

PROFAUNA juga melakukan penjualan merchandise dalam penggalangan

45
dananya. Selain itu, PROFAUNA juga menjalin kerja sama beberapa

perusahaan (MBOYs Holidays- perusahaan di bidang jasa tur wisata, the

Body Shop-perusahaan kosmetik, Faure-butik di Bandung, Petungsewu

Adventure-operator kegiatan outbound dan petualangan yang ramah

terhadap lingkungan) dalam penggalangan dana, yaitu dengan penyisihan

beberapa persen keuntungan dari penjualan produk atau jasa yang diberikan

perusahaan itu kepada konsumennya untuk kegiatan pelestarian satwa liar

dan hutan.

Dengan demikian, konsep akuntabilitas menjadi sebuah hal yang

penting bagi PROFAUNA. Ada cukup banyak pihak yang menjadi

stakeholders PROFAUNA selain masyarakat lokal dalam gerakan pelestarian

satwa liar dan hutan. Kegiatan operasional PROFAUNA tidak akan dapat

berjalan dengan baik dalam jangka waktu yang cukup lama sejak berdirinya

hingga sekarang tanpa dukungan dari stakeholders. Hal ini secara langsung

atau tidak langsung akan mensyaratkan konsep akuntabilitas di dalam LSM

PROFAUNA, terutama yang dikaitkan dengan isu strategi organisasi. Setiap

titik strategi dalam pelestarian hutan dan satwa liar yang dilakukan oleh

PROFAUNA akan mensyaratkan akuntabilitasnya masing-masing pada

stakeholders yang bersangkutan. Di lain pihak, akuntabilitas dapat menjadi

sebuah kunci penting dalam strategi PROFAUNA untuk terus menggalang

dana guna kegiatan operasionalnya untuk pelestarian hutan dan satwa liar.

Strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM PROFAUNA diteliti peneliti

dengan menggunakan etnometodologi sebagai desain penelitian.

Etnometodologi merupakan studi mengenai metode-metode berdasarkan

pada akal sehat yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk memaknai

46
dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti etnometodologi

digunakan untuk memahami bagaimana anggota masyarakat mempraktikkan

sesuatu. Strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM mengacu pada cara atau

praktik tindakan para personil LSM dalam mempraktikkan akuntabilitas, maka

etnometodologi merupakan desain yang tepat digunakan dalam penelitian ini.

Pemahaman akan strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM akan didapatkan

peneliti dengan melakukan studi mengenai dunia keseharian LSM dalam

mempraktekkan akuntabilitas.

2.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan

berperan serta, dokumentasi, dan wawancara untuk mendapatkan

pemahaman atas bagaimana LSM melakukan strategi dalam mempraktikkan

akuntabilitas LSM. Pengumpulan data tersebut dilakukan peneliti kurang lebih

selama empat bulan dari tanggal 8 September 2015 hingga 7 Januari 2016 di

LSM PROFAUNA yang berkantor pusat di jalan Raya Candi Gang II Nomor

179, daerah Klaseman, Karangbesuki, di kota Malang.

Pengamatan digunakan secara metodologis dalam penelitian kualitatif

karena pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,

kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya yang

memungkinkan pengamat untuk melihat dunia dan menangkap arti fenomena

sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian pada saat itu (Moleong,

2005: 175). Dengan pengamatan berperanserta, peneliti berusaha untuk

berpartisipasi secara langsung dalam keseluruhan aktivitas yang membentuk

dunia suatu subyek dan melihat dunia tersebut sebagaimana yang dilihat oleh

47
subyek itu. Pengamat sebagai pemeranserta mempunyai peranan yang

secara terbuka diketahui oleh umum. Karena itu maka segala macam

informasi termasuk rahasia sekalipun dapat diperolehnya.

Pengamatan seperti inilah yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan

pemahaman akan akuntabilitas berkaitan dengan strategi di dalam LSM

PROFAUNA. Partisipasi yang dilakukan peneliti di LSM PROFAUNA adalah

dalam keseharian kegiatan operasional di kantor pusat bersama para staf,

yaitu Tiara sebagai Front Officer, Niar selaku Supporter Officer, Asti yang

memegang jabatan International Affairs and Campaign Officer, dan Nikita

yang bertugas sebagai Campaign Material Officer.

Peneliti mengamati Front Officer yang bertugas memberikan informasi

mengenai PROFAUNA secara kepada orang-orang yang datang ke kantor

pusat ataupun melalui telepon sekaligus mengurus proses pendaftaran

supporter berupa petunjuk pengisian formulir beserta pemberian kuitansi

tanda bukti pembayaran pendaftaran. Front Officer juga bertugas membuat

kliping tentang isu hutan dan satwa liar untuk dipasang di majalah dinding,

mengurus administrasi telepon masuk dan surat masuk dan keluar, serta

penjualan suvenir. Hal yang berkaitan dengan penjualan suvenir adalah

pembuatan nota pembelian, laporan penjualan kepada bendahara sekaligus

laporan persediaan fisik suvenir. Stock opname dilakukan bendahara secara

rutin setiap minggunya.

Tugas Supporter Officer adalah menangani segala hal yang

berhubungan dengan supporter, mulai dari pendaftaran dan pendataan

supporter lewat formulir dan komputer, pembuatan Kartu Tanda Supporter,

serta pemberian informasi kepada supporter mengenai keanggotaan dan

48
kegiatan PROFAUNA baik yang rutin maupun yang insidentil. Membina

hubungan dengan supporter serta masyarakat lewa email, Facebook, WA,

dan sms juga merupakan tugas Supporter Officer. Supporter Officer juga

bertugas mengelola administrasi dan kas kecil untuk keperluan sehari-hari di

kantor pusat PROFAUNA dan melayani penjualan suvenir kepada supporter

atau masyarakat umum yang memesan lewat Facebook, sms center, dan

WA.

Asti yang memegang jabatan International Affairs and Campaign

Officer bertugas mempersiapkan bahan kampanye dan materi edukasi

mengenai isu tertentu sekaligus mengurus program volunteer dari luar negeri,

yaitu program rutin PROFAUNA berkaitan dengan kedatangan sukarelawan

dari luar negeri yang telah mendaftar ke Indonesia untuk bekerja bersama

PROFAUNA. Tugas International Affairs and Campaign Officer yang lain

adalah menerjemahkan artikel website PROFAUNA ke dalam bahasa Inggris.

Campaign Material Officer bertugas membuat desain bahan-bahan

seperti poster atau media lainnya yang diperlukan PROFAUNA untuk

melakukan kampanye dan edukasi, termasuk kaos dan suvenir. Campaign

Material Officer juga bertugas membuat dokumentasi berbagai kegiatan yang

dilakukan PROFAUNA, yaitu video untuk diupload di youtube berupa film

pendek seperti liputan berita PROFAUNA TV ataupun untuk publikasi

PROFAUNA di website.

Peneliti dapat mengamati kegiatan operasional para staf tersebut

dalam keseharian mereka bersama dengan ketua dan bendahara di kantor

pusat PROFAUNA. Partisipasi juga dilakukan peneliti dalam beberapa

program PROFAUNA yang terjadi dalam periode pengumpulan data, yaitu

49
diskusi bersama atau GreenDay kampanye di Balai Kota Malang, dan Back

To Nature (BTN) di kota Bandung. Hal ini dapat dilakukan peneliti karena

peneliti juga berkapasitas sebagai supporter PROFAUNA setelah melakukan

pendaftaran sebagai supporter di awal masuknya peneliti ke situs penelitian,

yaitu LSM PROFAUNA ini. Kapasitas peneliti sebagai supporter secara

langsung memudahkan partisipasi peneliti sekaligus interaksi dengan banyak

pihak dalam LSM PROFAUNA.

Green day adalah forum pertemuan antar supporter yang dilakukan

sebulan sekali. Forum pertemuan ini diselenggarakan untuk diskusi bersama

mengenai isu hutan atau satwa liar tertentu. Forum ini juga diselenggarakan

secara rutin untuk menjalin keakraban di antara para supporter sekaligus

menumbuhkan semangat para supporter untuk terus melakukan berbagai hal

untuk pelestarian hutan dan satwa liar. Pemaparan berbagai kegiatan

PROFAUNA yang telah dan akan dilakukan juga dilakukan dalam forum ini,

sekaligus pengedaran kotak donasi untuk diisi secara sukarela oleh para

supporter yang hadir.

Peneliti juga berpartisipasi dalam kampanye di Balai Kota Malang

tanggal 19 September 2015 yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat mengenai pelestarian hutan. Hal ini dilakukan menggunakan

konsep teatrikal di area yang dilalui cukup banyak orang untuk menarik

perhatian untuk menerima pesan yang terkandung dalam kampanye itu, yaitu

kesadaran akan pelestarian hutan. Konsep ini juga digunakan untuk menarik

perhatian para wartawan sehingga mereka dapat mengungkapkan pesan

dalam kampanye tersebut kepada masyarakat luas lewat artikel yang mereka

tulis di media massa.

50
Briefing untuk koordinasi acara kampanye dilakukan pada siang dan

sore 18 September 2015 bersama dengan program GreenDay dan di pagi

hari pada tanggal 19 September 2015 sebelum keberangkatan ke lokasi

kampanye. Peneliti berpartisipasi dalam kampanye tersebut mulai dari

pembuatan material yang dipakai untuk pelaksanaan kampanye, briefing,

hingga pelaksanaan kampanye tersebut bersama dengan para supporter

PROFAUNA, sampai evaluasi setelah pelaksanaan kampanye. Ketua

PROFAUNA memberikan kemudahan kepada peneliti untuk menjalankan

tugas sebagai peneliti dengan menyatakan di depan para supporter yang

mengikuti briefing bahwa peneliti bertugas untuk mendokumentasikan aksi

kampanye tersebut. Hal ini tentunya memudahkan gerak peneliti dalam

kampanye tersebut tanpa disadari oleh para supporter yang lain bahwa

peneliti sedang menjalankan peran sebagai peneliti dalam aksi kampanye

tersebut. Para supporter yang terlibat dalam acara kampanye tetap

menjalankan aksi apa adanya tanpa terganggu kehadiran peneliti di tengah-

tengah mereka.

Peneliti berpartisipasi dalam program BTN di Bandung pada tanggal 24

dan 25 Oktober 2015 di daerah konservasi Mesigit Kareumbi, Jawa Barat.

BTN merupakan program perjalanan menikmati alam sekaligus gathering

para supporter. BTN dapat terselenggara dengan adanya koordinasi antar

kantor pusat PROFAUNA dengan representatif Jawa Barat mengenai

anggaran, pendaftaran, acara, publikasi, dan berbagai hal lainnya karena

peserta datang tidak hanya dari daerah Jawa Barat, tetapi juga dari kota dan

pulau lain.

51
Peneliti tiba di Bandung pada tanggal 24 oktober 2016 di bandara

udara Bandung dan menuju ke tempat berkumpul yang telah direncanakan

sebelumnya dengan pihak PROFAUNA Jawa Barat, lalu berangkat ke

Mesigit Kareumbi dengan menggunakan mobil. Jarak perjalanan darat yang

ditempuh untuk menuju ke lokasi hutan dan konservasi tersebut cukup jauh

dengan jalan yang menanjak cukup tinggi dan sinyal telepon genggam yang

perlahan-lahan mulai menghilang. Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam

program ini adalah diskusi pelestarian hutan, pengamatan burung di hutan,

dan peninjauan ke lokasi kebakaran hutan bersama dengan peserta lainnya.

Untuk menggali informasi tentang pemahaman informan terhadap

akuntabilitas LSM, peneliti menggunakan pengetahuannya secara umum dan

khusus mengenai hal tersebut yang dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan

wawancara. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan open-ended

interviewing yang mengijinkan orang yang diwawancarai untuk berbicara

dengan bebas untuk menjelaskan meaning (makna) di dalam pikirannya

(Silverman, 2006: 110). Jadi, penanya haruslah ahli dalam mengajukan

pertanyaan dan mendengarkan dalam situasi yang tidak formal dan tidak

hanya satu kali saja (active listening). Peneliti berfokus pada siapa yang

melakukan apa, dengan siapa, kapan, dan di mana.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah para pendiri, pengelola, dan

staf operasional, dan pendonor LSM. Para pendiri LSM adalah aktor kunci

dalam LSM yang merumuskan visi dan misi LSM dari awal berdirinya. Hal ini

berarti pemahaman akan konsep akuntabilitas LSM akan dapat digali

sedalam-dalamnya dari para pendiri LSM. Pengelola juga menjadi informan

penting dalam penelitian ini sebagai pihak yang menentukan kebijakan dan

52
arah pergerakan kegiatan LSM. Hal ini terutama berkaitan dengan isu strategi

LSM yang akan diulas dalam penelitian ini. Staf operasional adalah pihak

yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program operasional LSM.

Mereka adalah pendukung terciptanya akuntabilitas LSM dan pemilihan

strategi LSM sekaligus menjadi pihak yang mewujudkan kebijakan-kebijakan

di dalam LSM yang salah satunya adalah mengenai konsep akuntabilitas.

Pendonor juga akan menjadi informan dalam penelitian ini sebab konsep

akuntabilitas dalam LSM berkaitan langsung dengan pendonor, mengingat

bahwa operasi dan penyediaan sumber daya LSM sebagai organisasi non-

profit juga bergantung pada pihak pendonor. Daftar informan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Nomor Nama Keterangan


1 Rosek Pendiri dan Ketua
2 Made Pendiri dan penanggung jawab keuangan
3 Niar Supporter Officer
4 Asti Campaign Officer & International Affairs
5 Nikita Campaign Material Officer
6 Tiara Front Officer
7 Daniel Advisory Board
8 Titin Advisory Board
9 Rinda Representatif Jawa Barat
10 Rouf Supporter
11 Lukman Supporter
12 Samsul Supporter
13 Rabita Supporter
Tabel 2.1 Daftar Informan Penelitian
Sumber: data diolah

Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data melalui koleksi

dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis data penelitian. Hal ini

juga biasanya dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang

memperkuat temuan dalam penelitian (Tandirerung, 2006) mengingat bahwa

53
sejumlah besar fakta dan data tersimpan di dalam dokumentasi berbentuk

surat-surat dan laporan (Bungin, 2011: 124).

Catatan perlu dibuat sesudah mengadakan observasi dan wawancara.

Muhadjir (2000: 139) menyatakan ada dua jenis catatan, yaitu yang deskriptif

dan yang reflektif. Catatan deskriptif lebih menyajikan rinci kejadian daripada

ringkasan, bukan evaluasi; mengutip pernyataan orang, bukan meringkaskan

apa yang dikatakan sedangkan catatan yang reflektif lebih mengetengahkan

kerangka pikiran, ide, dan perhatian beserta komentar peneliti (Muhadjir,

2000: 139-140). Catatan ini sangat perlu mengingat hal yang akan diteliti

melibatkan manusia dengan perilaku dan perkataan yang sarat dengan nilai-

nilai tertentu. Semua data yang didapat harus segera dicatat dalam transkrip

atau catatan lapangan mengingat bahwa daya ingat manusia terbatas dan

sekaligus sebagai bukti keabsahan data.

Keabsahan data akan bisa didapat dengan melakukan teknik

pemeriksaan yang mengandung empat kriteria (Moleong, 2005: 324).

Pertama, kriteria derajat kepercayaan atau kredibilitas data berarti hasil

penemuan dapat dibuktikan kesesuaiannya dengan kenyataan. Hal ini

didapatkan peneliti dengan melakukan pengamatan yang tekun dan

triangulasi atau mendapatkan sumber data dari banyak pihak.

Kredibilitas data dalam desain penelitian etnometodologi dapat

digantikan dengan konsep indeksikalitas dan refleksikalitas (Muhadjir, 2000:

145). Mengacu pada konsep penting etnometodologi (Coulon, 2008),

indeksikalitas merupakan semua penentuan yang melekat pada suatu kata

dan suatu situasi. Kata, ujaran, gerakan, aturan, tindakan hanya bermakna

lengkap jika diindeksikan tergantung konteksnya. Suatu kata, karena kondisi

54
pengujarannya dan keberadaannya hanya bisa dianalisis jika seseorang

mengacu pada situasi pada saat kata tersebut dipakai atau diucapkan. Upaya

untuk memahaminya memerlukan pemahaman di balik informasi yang

diberikan. Refleksikalitas berkaitan dengan upaya menata hubungan antar

peristiwa dengan peristiwa lainnya (Ludigdo, 2007: 104). Hal ini berkaitan

dengan kemampuan untuk melihat kembali apa yang telah berlangsung

sebelumnya (Burrell dan Morgan, 1979: 248).

Kedua, kriteria keteralihan berarti kesesuaian atau kesamaan antara

konteks pengirim dan penerima. Kriteria ini dapat ditentukan dengan

melakukan uraian rinci (thick description). Ketiga, kriteria kebergantungan

menyatakan bahwa jika penelitian diulang, maka hasil yang didapatkan akan

sama. Keempat, kriteria kepastian berarti sesuatu yang dapat dipercaya dan

faktual itu dapat dipastikan. Keabsahan data riset interpretif perlu selalu

dikonfirmasikan ke obyeknya. Inti dalam hal ini adalah kejujuran di diri peneliti

untuk menampilkan data apa adanya seperti yang ditunjukkan oleh obyeknya.

2.6 Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan

pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai

temuan bagi orang lain (Muhadjir, 2000: 142). Analisis data tidak hanya

dilakukan setelah pengumpulan data selesai dilakukan. Analisis data juga

dilakukan pada saat pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan

dokumentasi dilakukan. Hal demikian dapat dilakukan dalam penelitian

kualitatif (Ludigdo, 2007: 108).

55
Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada tahap analisis data

model interaktif dalam penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan

Huberman (1992, 20). Model interaktif berarti bahwa ketiga tahap dalam

analisis data tersebut dilakukan secara kontinyu dan berulang serta bisa

dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Tiga tahap analisis data ini

adalah reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan

verifikasi.

Tahap reduksi data dilakukan dengan melakukan penyederhanaan dan

transformasi data yang ada di catatan lapangan yang bagaikan sekeranjang

temuan yang harus diuraikan kesalingtergantungannya dengan berbagai

sumber dan peristiwa (Ludigdo, 2007: 109). Muhadjir (2000, 145) menyatakan

bahwa analisis data setelah meninggalkan lapangan adalah dengan membuat

kategorisasi temuan dan menata urutan penelaahannya. Pada tahapan ini

peneliti melakukan peringkasan yang menghasilkan penentuan ide atau tema.

Keterkaitan antara tema-tema tersebut disajikan informasinya dalam

tahap penyajian data. Temuan-temuan dari berbagai bagian catatan yang

didapat peneliti saat berinteraksi dengan pendiri, staf, beberapa pendonor,

dan masyarakat pengamatan berpartisipasi dan wawancara dikumpulkan,

kemudian diuraikan keterkaitannya satu per satu dari berbagai sumber dan

peristiwa yang ada.

Peneliti mengambil kesimpulan sementara dan melakukan verifikasi

pada tahap analisis data ketiga. Peneliti melakukan interpretasi atas informasi

yang telah dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya sehingga muncul suatu

kesimpulan sementara. Informasi yang telah didapat itu harus diuji kembali,

salah satu caranya adalah dengan peninjauan ulang terhadap catatan-catatan

56
lapangan (Miles dan Huberman, 1992: 16-19). Verifikasi dilakukan dengan

mengkonfirmasikan hasil penelitian kepada para informan untuk menghindari

makna atau praktik yang tidak berasal dari lapangan. Proses verifikasi

dilakukan secara berulang dan dinamis dalam berbagai situasi praktis di

lapangan, lalu proses refleksi dilakukan untuk mendapatkan pemahaman

yang benar dan lengkap atas fenomena dalam realitas sosial, yaitu praktik

akuntabilitas yang berkaitan dengan strategi dalam LSM tersebut.

Refleksivitas dan indeksikalitas merupakan hal yang penting bagi

peneliti untuk mendapatkan pemahaman atas dimensi internal pelaku sesuai

dengan etnometodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Makna dari

suatu kata yang diujarkan oleh aktor atau agen untuk mendeskripsikan

interaksi mereka dalam situasi tertentu (indeksikalitas dan reflektivitas) harus

selalu dikaitkan dengan konteksnya. Pemahaman yang benar dan utuh atas

ucapan dan di balik kata, ujaran, gerakan, aturan, dan tindakan tersebut

adalah bagian yang penting dalam proses penelitian kualitatif ini untuk

mendapatkan pemahaman yang benar akan praktik strategi mempraktikkan

akuntabilitas LSM.

57
Praktik Akuntabilitas LSM

Paradigma Interpretif dengan


Desain Etnometodologi

Pengumpulan Data

Indeksikalitas
Reduksi Data dan
Tematisasi
Analisis
Penyajian Data
Data
Penarikan Kesimpulan
Refleksivitas

Sintesis makna akuntabilitas dan strategi mempraktikkan


akuntabilitas untuk menjaga keberlanjutan LSM

Praktik strategi mempraktikkan akuntabilitas


untuk menjaga keberlanjutan LSM

58
BAB III

LSM PROFAUNA SEBAGAI SITUS PENELITIAN

3.1 Pengantar

Masyarakat di daerah mana saja selalu menginginkan kehidupan yang

sejahtera. Mereka mempercayakan pengaturan berbagai hal dalam

kehidupan sosial kepada pemerintah, namun berbagai issue sosial tertentu

seperti masalah-masalah/pelanggaran-pelanggaran sosial yang muncul

dirasa masyarakat tidak ―tersentuh‖ oleh pemerintah. Sebagai tindak

lanjutnya, masyarakat membentuk suatu lembaga sendiri yang dirasa mampu

menampung aspirasi mereka berkaitan dengan masalah atau pelanggaran

sosial tersebut.

Hal itu terjadi pula di Indonesia. Beragam masalah atau pelanggaran

sosial yang dialami masyarakat Indonesia adalah seperti perusakan

lingkungan hidup, timbulnya korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan

sebagainya. Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk menampung

aspirasi mereka berkaitan dengan issue sosial tertentu tersebut di Indonesia

biasa disebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM.

Peraturan umum di Indonesia mengenai LSM ada di dalam UUD 1945

Pasal 28 yang berbunyi ―Kebebasan berkumpul dan berserikat untuk

mengeluarkan pendapat dan pikiran.‖ Secara khusus, hal yang berkaitan

dengan LSM diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang

―Organisasi Kemasyarakatan‖. Reformasi kemudian muncul dan

mengakibatkan terjadinya berbagai macam perubahan, termasuk salah

satunya adalah munculnya peningkatan jumlah LSM. Dasar hukum berdirinya

59
LSM di Indonesia adalah dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2001

mengenai ―Yayasan‖ dan Undang Undang No 17 Tahun 2013 mengenai

―Organisasi Kemasyarakatan‖.

Salah satu LSM yang ada di Indonesia adalah PROFAUNA. Bab ini

secara khusus mengulas keberadaan situs penelitian, yaitu LSM

PROFAUNA, mulai dari karakteristik kesederhanaan yang dipunyainya, latar

belakang berdirinya, dan kegiatannya.

3.2 Tidak Muluk-muluk dalam Aksi Grassroot

LSM PROFAUNA memiliki kantor pusat di Jalan Raya Candi Gang II

Nomor 179, daerah Klaseman, Karangbesuki, kota Malang. Tidak sulit untuk

menemukan lokasi kantor tersebut. Perjalanan dari pusat kota dapat

ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dari berbagai arah.

Peneliti menempuh perjalanan pertama kali menuju ke lokasi kantor LSM

PROFAUNA dari rumah dengan menggunakan mobil menuju ke jalan

Bendungan Sutami dan berhasil menemukan sebuah gapura dengan ada

penunjuk bertuliskan Jl. Raya Candi II Karangbesuki-Sukun. Peneliti

memasuki jalan tersebut dan menyusurinya dengan mobil sambil melihat ke

sekeliling. Daerah ini merupakan daerah pusat industri sanitair atau benda-

benda hasil kerajinan dari batu alam. Peneliti dapat melihat hasil industri

sanitair itu di halaman rumah warga di sepanjang jalan yang peneliti lalui.

Jalanan semakin menyempit dan membuat peneliti bertanya-tanya ―benarkah

jalan ini menuju ke lokasi kantor pusat LSM PROFAUNA?‖

Peneliti akhirnya melihat ada papan bertuliskan PROFAUNA Protection

of Forest and Fauna di depan sebuah gang di dekat masjid. Peneliti pun

60
memutuskan untuk berhenti di dekat masjid itu untuk melanjutkan perjalanan

dengan berjalan kaki karena tidak mungkin masuk ke dalam gang itu.

Suasana di dalam gang cukup lengang. Jalanan di dalam gang menjadi

pemisah antara rumah-rumah di sebelah kiri dengan rumah-rumah di sebelah

kanan. Beberapa poster PROFAUNA yang peneliti lihat di sebelah kanan

memberikan keyakinan kepada peneliti bahwa sebentar lagi peneliti akan

menemukan lokasi kantor LSM PROFAUNA. Sambil berjalan, peneliti melihat

seorang Ibu berusia cukup tua dalam balutan kebaya sedang duduk di

halaman rumah pertama di sebelah kiri. Ibu tersebut berkata ―mlebu ae Nak…

onok kok wong e‖ saat melihat peneliti mencari-cari lokasi alamat. Rupanya

Ibu tersebut adalah penghuni rumah di hadapan kantor LSM PROFAUNA dan

sudah terbiasa melihat ada banyak orang yang berbeda mendatangi kantor di

depan rumahnya itu setiap harinya.

Peneliti pun memberanikan diri untuk menggeser pintu pagar hitam di

rumah pertama dalam gang itu di sebelah kiri yang ternyata adalah kantor

pusat LSM PROFAUNA. Pemandangan yang peneliti lihat saat membuka

pintu pagar hitam tersebut adalah empat buah sepeda motor yang berjajar di

dalam sebuah ruangan kecil di samping halaman rumah. Lalu seorang wanita

muda keluar dari rumah itu setelah mendengar suara pintu pagar yang

bergeser. Wanita itu adalah Tiara, Front Officer LSM PROFAUNA.

Kesederhanaan, itulah satu kata yang tepat untuk menjelaskan situasi

kantor pusat LSM PROFAUNA. Ruang tunggu berukuran kurang lebih sama

dengan ruang garasi di sebelahnya, yaitu persegi berukuran 2 meter x 2

meter. Ada tiga buah kursi, dua buah kursi berjajar berhadapan dengan satu

kursi agak panjang dan satu meja berada di antaranya. Ruang Front Officer

61
berada dalam ruangan yang sama dengan ruang tunggu itu. Perpustakaan

sekaligus ruang pertemuan berada di sebelah dalam beserta 1 kamar mandi,

1 dapur kecil, dan tangga untuk menuju ke lantai dua. Supporter Officer,

campaign and international officer, dan Campaign Material Officer menempati

satu ruangan di lantai dua, terpisah dengan ruangan ketua dan penanggung

jawab keuangan di lantai yang sama.

Kantor pusat LSM PROFAUNA menempati bangunan rumah

sederhana di sebuah gang yang tidak tampak seperti sebuah kantor. Suara

―tok… tok… tok…‖ dari pukulan pedagang bakso atau pedagang lain lewat

menjajakan dagangannya, ―brem…brem…brem…‖ dari motor pengendara

sepeda motor, dan obrolan Ibu penghuni rumah depan dengan tetangga

kerap terdengar dari dalam bangunan yang tidak besar ini. Kantor ini dulunya

memang merupakan rumah salah seorang pendiri, yaitu Made Astuti. Daniel,

seorang Advisory Board, mengatakan

―Ya kayak gini, mulai dari dulu dari kecil ya begini, dari kampung masih
KSBK sampai sekarang tetap di sini, jalan Raya Candi II. Kalok
dibandingkan kawan-kawan lain yang kapasitasnya di bawah kita yang
baru berdiri, mereka nempati bukan ruko lagi, tapi perkantoran dengan
mobil mewah.‖

Penampilan para personilnya juga sederhana. Penampilan yang biasa

saja dengan kemeja atau kaos. Kesederhanaan tampak pula dari pandangan

hidup Rosek, Ketua LSM PROFAUNA

―Melakukan sesuatu itu kan tidak harus selalu heboh gitu kan… Tidak
selalu harus kita terjun ke lapangan, demo misalkan. Kan tidak harus.
Tapi kepedulian itu banyak caranya.‖

Kesederhanaan itu dilakukan dalam aksi, bukan dalam perkataan saja. Itulah

yang ditanamkan oleh Rosek pada para supporter, yaitu melakukan sesuatu

yang sederhana yang bisa dilakukan.

62
―Anda harus melakukan sesuatu. Itu harus… Cumak apa yang harus
Anda lakukan ya itu terserah Anda, sesuai dengan kemampuan.
Jangan hanya tidak melakukan sesuatu karena merasa kita tidak
mampu melakukan sesuatu, padahal kita bisa. Hanya… apa? Kita itu
terlalu muluk-muluk. Yang kecil aja bisa gitu kan. Saya mendidik anak
saya sejak kecil untuk tidak buang sampah sembarangan. Itu kayak
terpatri di otak mereka dan malu sekali kalok mereka buang sampah
sembarangan. Jadi jangan heran kalok di tas anak saya itu isinya
sampah‖

Dicontohkannya bahwa kepedulian dapat dilakukan dengan membuat tulisan

di Surat Pembaca atau dengan melakukan edukasi ke anak jika yang

bersangkutan memliki anak, atau juga ke teman. Kepedulian juga dapat

dilakukan dengan memberikan donasi jika yang bersangkutan memiliki rejeki

lebih seperti dikatakan Daniel ―Enak jadi, nggak muluk-muluk Bu, ―ya wes, ini

onoke aku iso nggowo‖, gitu Bu..‖

Berbagai prinsip sederhana dapat dilakukan supporter PROFAUNA

dalam keseharian mereka seperti dengan melakukan penghematan kertas.

Hal sederhana ini menjadi suatu aksi sederhana untuk pelestarian hutan

karena sebagian besar deforestasi terjadi diperuntukkan pembukaan

perkebunan industri kertas. Demand kertas yang tinggi akan membuat

perusahaan memperluas area perkebunannya dengan membuka hutan yang

mengakibatkan tergerusnya hutan alami di Indonesia. Pemakaian kertas tidak

bisa dihilangkan, tetapi bisa diminimalkan dengan berbagai cara. Kampanye

terhadap masyarakat ini dirasa sangat penting oleh PROFAUNA karena jika

konsumsi kertas ditekan, maka kebutuhan perusahaan untuk membuka hutan

semakin kecil.

―Hukum Ekonomi. Ada demand, ada supply. Kalok demand tinggi,


masyarakat pengguna kertas tinggi, sementara hutan produksinya
tidak memenuhi kapasitasnya, dia pasti akan mengajukan ke
pemerintah untuk membuka hutan baru untuk memperluas
perkebunannya untuk industri kertas. Tapi kemudian kalau dia ternyata
permintaannya kecil, orang bisnis pasti bisnis untuk cari untung, gak

63
akan berani berspekulasi buka hutan. Kalok buka hutan cost-nya juga
tinggi‖ (Rosek).

Berbagai hal sederhana untuk penghematan penggunaan kertas

dikemukakan dalam acara Green Day, yaitu menggunakan kertas bolak-balik,

penghematan penggunaan kertas untuk makalah dan buku catatan di acara

seminar atau pelatihan dengan penggunaan soft file. Tips penghematan

penggunaan kertas tersebut juga tersedia di website PROFUNA sehingga

masyarakat dapat memahami dan melakukannya. Hal ini merupakan suatu

tindakan kecil yang dapat dilakukan untuk menunjukkan kepedulian terhadap

lingkungan sementara ada banyak orang yang melakukan pemborosan kertas

dan energi yang secara langsung atau tidak langsung telah mengurangi hutan

di Indonesia.

―Nah itu kan cara yang tidak mengurangi biaya. Anda tidak perlu ikut
demo PROFAUNA tapi Anda telah membantu PROFAUNA dengan
melakukan prinsip-prinsip PROFAUNA dalam keseharian‖ (Rosek).

Hal sederhana lain yang dapat dilakukan adalah meminimalkan

penggunaan kertas bungkus dan keresek karena kertas bungkus dan keresek

menjadi sampah lingkungan, padahal hanya dipakai sekali dan sebentar saja.

Langkah kecil ini dipraktekkan oleh para staf di kantor PROFAUNA, bahkan

telah menjadi suatu perarturan bahwa setiap orang yang datang ke kantor

PROFAUNA tidak boleh membawa kertas bungkus. Konsekuensinya adalah

para staf yang tidak membawa bekal makan siang dan hendak membeli

makanan di tempat lain harus membawa piring atau wadah sendiri, bahkan

hal ini diterapkan pula di rumah.

―Saya di rumah juga gitu. Mau beli krupuk ya bawa toplesnya anak
saya. Pertama ya mualu ―Apa, tertawa semua, bawa toples.‖ ―Ya wes
gakpopo, ngapain tertawa, wong nggak nyuri.‖ Ya sebetulnya kan

64
penjualnya seneng mestinya, karena berkurang ongkos untuk
ngeluarin beli kresek― (Rosek).

Aksi sederhana juga dapat dilakukan untuk melestarikan satwa liar,

yaitu dengan tidak membeli satwa liar yang diperdagangkan. Rosek

menyatakan bahwa hal ini didasarkan pemikiran bahwa satwa liar akan

semakin banyak ditangkap dari alam jika masyarakat yang membeli semakin

banyak ―karena binatang itu semuanya hasil tangkapan dari hutan. Jadi ya

kalok hukum ekonomi kalok permintaannya tinggi maka ya perburuan akan

tinggi, lalu ya dijual. Cara sederhana untuk menyadarkan masyarakat ya

―Don‟t buy!‖ Satwa liar seharusnya tinggal di habitatnya, yaitu di hutan, bukan

di dalam sangkar.

PROFAUNA memiliki keyakinan bahwa setiap orang dapat melakukan

sesuatu sebagai aktivis PROFAUNA karena seseorang dapat menjadi aktivis

ketika menerapkan prinsip-prinsip yang diyakininya dalam kehidupan sehari-

hari. Aktivis itu bukan suatu seremoni atau gelar yang diperoleh dengan studi

S1, S2, karena tidak ada pendidikan untuk jadi aktivis. Aktivis melakukan

sesuatu karna ada kepedulian yang tertanam di dalam hati.

―Nah apa itu aktivis PROFAUNA? Ketika kita mengimplementasikan


prinsip-prinsip, visi, misi di PROFAUNA itu sendiri. Kita di PROFAUNA
itu mendorong bahwa setiap individu harus melakukan sesuatu sesuai
dengan kemampuan dan kapasitasnya. Kalo kita bicara menjadi aktivis
tapi perilaku kita jauh dari prinsip-prinsip itu ya kita harus malu‖
(Rosek).

Pengimplementasian prinsip-prinsip, visi, dan misi PROFAUNA dapat

dilakukan para supporter dalam kehidupan sehari-hari dalam aksi yang

sederhana yang tidak muluk-muluk.

Berbagai informasi tersebut secara rutin disampaikan kepada

masyarakat sebagai aksi sederhana pelestarian satwa liar yang dapat mereka

65
lakukan. Made mengatakan bahwa berbagai informasi mengenai pelestarian

satwa liar dan hutan akan bisa disebarluaskan kepada masyarakat, dimulai

dari satu orang untuk akhirnya bisa diterapkan banyak orang.

‖Di PROFAUNA kita tekankan kalok 1 orang saja berpikir ‗alaaahh,


yang saya pelihara itu hanya 1.‘ Tapi kalok ada 100 orang yang
berpikir ‗alaaahh, satuu…‘ ya jadinya banyak. Ya itu sih yang kita
tekankan juga. Karena kalok dari 1 kita tidak memelihara satwa liar,
kalok ada 1000 orang yang tidak memelihara satwa liar berarti kan kita
bisa tularkan yang baik-baik‖ (Made).

Inilah secara garis besar yang dinamakan aksi grassroot movement dari LSM,

yaitu pergerakan masyarakat di level bawah yang bisa dilakukan.

3.3 Latar Belakang Berdirinya PROFAUNA

Latar belakang pendirian PROFAUNA adalah fakta bahwa Indonesia

merupakan salah satu negara dengan kekayaan satwa liar yang tertinggi di

dunia. Satwa-satwa endemik juga berhabitat di Indonesia. Satwa -satwa

endemik adalah satwa-satwa yang hanya ditemukan di daerah tertentu saja.

Mamalia endemik di Indonesia tercatat sejumlah 259 jenis, burung endemik

384 jenis dan ampibi endemik 173 jenis berdasarkan data dari International

Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2013. Satwa-satwa endemik

di Indonesia ini sangat penting keberadaannya karena jika mereka punah di

Indonesia, maka hal itu berarti bahwa mereka juga punah di dunia.

Kekayaan alam berupa banyaknya jenis satwa liar itu sayangnya tidak

diikuti dengan pelestarian satwa liar tersebut. Tidak adanya pelestarian satwa

liar dapat mengakibatkan kepunahan jenis satwa liar tersebut. Satwa

Indonesia yang terancam punah menurut IUCN (2013) dengan kategori kritis

(critically endangered) sejumlah 69 spesies, dengan kategori berbahaya

(endangered) sejumlah 197 spesies, dan dengan kategori rentan (vulnerable)

66
sejumlah 539 jenis. Satwa-satwa itu akan tersebut benar-benar punah dari

alam kita jika tidak dilakukan tindakan apa pun untuk menyelamatkannya.

Kerusakan dan berkurangnya habitat menjadi penyebab utama

ancaman kepunahan satwa liar di Indonesia. Deforestasi terjadi begitu cepat

di Indonesia. Luas hutan yang semakin berkurang di Indonesia menjadi faktor

penting yang menyebabkan satwa liar Indonesia terancam punah karena

hutan merupakan habitat utama sebagai tempat tinggal satwa liar itu. Hutan

diubah menjadi perkebunan sawit atau tanaman industri lain dan

pertambangan, sehingga habitat satwa-satwa liar berkurang dan mereka

terancam punah. Perburuan satwa-satwa liar terjadi juga seiring dengan

pembukaan hutan alami. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap

satwa-satwa liar sebagai hama untuk tanaman industri perkebunan, sehingga

mereka memusnahkan satwa-satwa liar di banyak tempat.

Eksploitasi satwa liar dan lingkungan yang berlebihan sehingga

kuantitas dan kualitas habitat menyusut ini diperburuk dengan adanya

perdagangan satwa liar. Kesadaran masyarakat Indonesia mengenai

pentingnya melakukan pelestarian atas satwa liar dan hutan masih sangat

lemah. Tidak sedikit satwa liar yang diperdagangkan itu mati akibat proses

penangkapannya yang menyakitkan serta cara pengangkutan, kandang, dan

makanan yang tidak memadai. Semakin langka jenis satwa tersebut, maka

harganya akan menjadi semakin mahal pula. Perdagangan satwa liar bahkan

terjadi secara online sekarang di berbagai situs.

Sebenarnya, satwa-satwa langka di Indonesia telah dilindungi undang-

undang, seperti UU RI No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP RI No. 13 Tahun 1994 tentang

67
Perburuan Satwa Buru. Perdagangan satwa liar secara bebas adalah sesuatu

hal yang dilarang. Perdagangan satwa dilindungi adalah tindakan criminal.

Pelakunya, baik penjual maupun pembeli, terancam hukuman penjara selama

lima tahun dan denda sebesar seratus juta rupiah. Undang-undang lain yang

mengatur tentang perlindungan terhadap satwa lliar adalah PP RI No. 68

Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam,

dan PP RI No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan

Satwa Liar, dan Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 104/KPTS-II/2000.

Keprihatinan akan berkembang bebasnya perdagangan satwa langka

yang dapat menyebabkan punahnya jenis satwa langka itulah yang

mendorong dua orang yang aktiv dalam bidang lingkungan untuk mendirikan

LSM PROFAUNA, yang semula bernama Konservasi Satwa Bagi Kehidupan

(KSBK) pada tahun 1994 di Malang, Jawa Timur, Indonesia. Kedua aktivis

lingkungan itu adalah Rosek Nursahid dan Made Astuti. Mereka adalah biolog

yang sejak muda gemar mengunjungi tempat-tempat yang menjadi habitat

satwa liar. Mereka berkenalan dengan pendiri PPLH (Pusat Pendidikan

Lingkungan Hidup) di Trawas pada tahun 1990 yang memberi kesempatan

pada mahasiswa-mahasiswa (termasuk Rosek dan Made) untuk belajar

banyak hal di tempat itu. Made mengatakan bahwa salah satu guru mereka

adalah pendiri PPLH tersebut yang telah berhasil mendidik banyak orang

menjadi pendiri LSM yang kuat juga.

Rosek dan Made diperkenalkan dengan banyak relawan dari luar

negeri di PPLH itu untuk membuka wawasan. Rosek pun mengadakan survey

satwa ke seluruh Indonesia karena memang memiliki passion di bidang

satwa. Ide untuk mendirikan KSBK muncul setelah Rosek berkeliling ke

68
Taman Nasional dan pasar-pasar burung dan mendapati bahwa ada banyak

permasalahan mengenai satwa di Indonesia. Ada banyak perburuan di

Taman Nasional walaupun itu terlarang. Di pasar Pramuka di Jakarta ada

banyak satwa langka yang diperjualbelikan dengan bebas, yaitu seperti

orangutan, siamang, kakatua, beruang madu, cendrawasih, dan lain lain,

padahal pasar tersebut adalah pasar burung.

Berdirinya KSBK juga diawali dari perkenalan dengan pendiri lembaga

IPPL (International Primate Protection League) yang memiliki kepedulian

mengenai masalah primata di Indonesia. IPPL terus mendukung pergerakan

KSBK. Pendiri IPPL inilah yang menekankan pada Rosek untuk mengerjakan

sendiri penanganan masalah satwa di Indonesia tanpa bergantung pada

lembaga lain. Made mengatakan ―itu awal mulanya di situ, ya memang kita

perjuangan dari nol. Sejak sebelum lulus saya mendirikan pertama KSBK,

saya masih kuliah semester 8.‖

KSBK berdiri dengan visi terjaganya kelestarian satwa liar; dan misi

menyelamatkan satwa liar dari kepunahan; serta ada beberapa tujuan KSBK

(KSBK, 2000). Pertama, menciptakan kesadaran masyarakat mengenai

pentingnya melakukan pelestarian satwa liar di alam. Kedua, memastikan

kelestarian jenis-jenis satwa yang diperdagangkan. Ketiga, melindungi satwa

liar dari kegiatan eksploitasi dan perlakuan yang tidak layak. Keempat,

mengumpulkan informasi tentang status keberadaan satwa liar di alam.

KSBK berkembang di berbagai daerah Indonesia dan luar negeri dan

pada tahun 2002 berubah nama menjadi PROFAUNA Indonesia. Perubahan

nama yang dipelopori oleh Rosek sebagai salah satu pendiri sempat

mendapat complain dari beberapa supporter, namun pada kenyataannya

69
sekarang membawa hasil yang manis setelah dijalani hingga sekarang. Made

mengatakan

―Dulu KSBK…., banyak orang bingung dengan KBS, BKKBN, orang


luar negeri juga sulit sekali (melafalkannya) Ki… Is… Bi… Ki… atau
melafalkan Konservasi Satwa in English itu juga susah mereka. Orang
Indonesia aja kebalik-balik karena pemerintah juga pakai singkatan-
singkatan gitu. Jadi diganti, cari nama yang kira-kira orang Indonesia
bisa, orang luar juga bisa, orang langsung tau PROFAUNA.‖

Tujuan PROFAUNA adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa

pelestarian hutan dan satwa liar adalah hal yang penting, melindungi satwa

liar dari kegiatan eksploitasi dan perlakuan yang tidak sepantasnya, dan

meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan pelestarian alam,

khususnya pelestarian satwa liar dan hutan.

PROFAUNA memperbesar kampanye yang dilakukan untuk

perlindungan hutan Indonesia pada tahun 2014, sambil tetap melakukan

kampanye pula untuk berjuang dalam pelestarian satwa liar. Peningkatan

perhatian dan kampanye PROFAUNA akan isu perlindungan hutan tersebut

ditandai dengan pergantian logo PROFAUNA dari logo bergambar seekor

binatang, yaitu lutung, menjadi logo bergambar hutan dan primata, yang

dipakai sampai sekarang ini.

PROFAUNA meyakini bahwa setiap jenis satwa liar memiliki nilai bagi

kelestarian alam. Karena itu satwa liar harus dilepas untuk hidup bebas di

alam dan manusialah yang memikul tanggung jawab untuk mewujudkan hal

itu. Rosek mengatakan bahwa Tuhan menciptakan setiap spesies itu ada

fungsinya. Jika spesies itu diambil dari rumah mereka di alam, dia tidak bisa

menjalankan fungsinya di alam, hanya menjalankan fungsi ego manusia,

untuk pemuas ego manusia.

70
PROFAUNA juga meyakini bahwa hutan bukanlah sekedar kayu untuk

industri tetapi ada kehidupan satwa liar di dalamnya. Hutan memiliki fungsi

secara ekologi dan sosial. Upaya pelestarian satwa liar secara langsung dan

tidak langsung akan berhubungan dengan habitat satwa liar, yaitu hutan.

PROFAUNA melibatkan masyarakat dalam upaya pelestarian hutan sebab

upaya pelestarian hutan akan menjadi lebih efektif jika masyarakat lokal

dilibatkan dengan partisipasi aktif mereka walaupun dengan cara yang

sederhana seperti penghematan energi, penghematan kertas untuk

mengurangi perluasan perkebunan untuk produksi kertas yang menggerus

hutan alami.

3.4 Kegiatan PROFAUNA

LSM ini memang didirikan dan memiliki kantor pusat di Malang, tetapi

telah memiliki beberapa perwakilan di berbagai daerah lain di Indonesia untuk

dapat mencakup kegiatan mereka di seluruh wilayah Indonesia. PROFAUNA

juga memiliki perwakilan di luar negeri.

Kegiatan utama PROFAUNA adalah di bidang kampanye, edukasi,

investigasi, advokasi dan pendampingan masyarakat. Kampanye dilakukan

untuk menyadarkan ataupun meningkatkan kesadaran masyarakat atas isu

tertentu dalam pelestarian satwa liar dan hutan. Kampanye sering dilakukan

secara teatrikal untuk menarik perhatian masyarakat sekitar dan pihak media.

Edukasi biasa dilakukan di sekolah-sekolah dengan menggunakan berbagai

sarana, baik buku, film, atau sarana lainnya. Edukasi juga dilakukan secara

langsung di daerah suaka margasatwa berupa briefing kepada para pendaki

mengenai hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di kawasan

71
tersebut. Investigasi dilakukan dengan secara langsung datang ke pasar

binatang untuk mengecek apakah ada jenis satwa liar yang diperdagangkan

atau tidak. Advokasi dan pendampingan masyarakat biasa dilakukan pada

masyarakat lokal untuk terus melestarikan satwa liar dan hutan di sekitar

mereka, termasuk membantu masyarakat sekitar untuk mendapatkan

pendapatan secara berkelanjutan tanpa merusak hutan.

Kebijakan dan kegiatan (PROFAUNA) di Indonesia berfokus pada

enam isu. Enam isu tersebut yaitu membasmi perdagangan satwa liar,

melindungi dan melestarikan hutan, memerangi eksploitasi satwa liar seperti

untuk pertunjukan dan perburuan karena mereka seharusnya tetap berada di

alam bebas untuk tetap melakukan fungsinya untuk menjadi bagian dari

ekosistem yang seimbang, membentuk tim relawan (ranger) guna menjaga

hutan serta mencegah terjadinya perburuan satwa liar di daerah konservasi

alam, mendorong keterlibatan masyarakat lokal dan mendukungnya melalui

pendanaan, pelatihan dan pendampingan, serta memberikan kesempatan

kepada masyarakat yang peduli akan terjaganya kelestarian hutan dan satwa

liar untuk mendaftarkan diri menjadi supporter PROFAUNA sekaligus

mendukung gerakan masyarakat yang melaksanakan pelestarian hutan dan

satwa liar Indonesia secara pribadi atau kelompok. Kegiatan PROFAUNA

dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan banyak pihak. Yang utama

adalah dengan masyarakat lokal sebagai supporter PROFAUNA secara

individu yang sukarela dalam kegiatan pelestarian satwa liar dan hutan.

PROFAUNA juga menjalankan kegiatannya dengan menjalin

hubungan erat dengan organisasi internasional IPPL (International Primate

Protection League) di Summerville USA yang khusus bergerak di bidang

72
perlindungan primata. PROFAUNA juga masuk dalam SSN (Species Survival

Network) sejak Oktober 1999. SSN merupakan sebuah lembaga

internasional yang berdiri pada tahun 1992 dan berkedudukan di Washington

USA. SSN memiliki anggota lebih dari tujuh puluh NGO (Non Governmental

Organization) internasional dengan tujuan untuk mendorong penegakan

peraturan CITES, yaitu sebuah kovensi internasional mengenai perdagangan

spesies yang terancam punah). PROFAUNA juga menjadi anggotalembaga

World Society for the Protection of Animal atau WSPA, yaitu sebuah

organisasi internasional yang berkantor pusat di London, Inggris, yang

bergerak dalam bidang animal welfare serta perlindungan satwa.

PROFAUNA juga menjalin kerja sama beberapa perusahaan (MBOYs

Holidays-perusahaan di bidang jasa tur wisata, the Body Shop-perusahaan

kosmetik, Faure-butik di Bandung, Petungsewu Adventure-operator kegiatan

outbound dan petualangan yang ramah terhadap lingkungan) dalam

penggalangan dana, yaitu dengan penyisihan beberapa persen keuntungan

dari penjualan produk atau jasa yang diberikan perusahaan itu kepada

konsumennya untuk kegiatan pelestarian satwa liar dan hutan. Ada pula

beberapa lembaga di luar negeri yang memberikan grants kepada

PROFAUNA, di antaranya adalah Animal Defence Trust, Born Free

Foundation, Compassion in World Farm, Humane Society International (HIS)

Australia, International Fund for Animal Welfare (IFAW), Save of Sea turtle

(SOS) Meeresschildkroten, World Society for the Protection of Animals

(WSPA), dan World Animal Net (WAN). PROFAUNA juga melakukan

penjualan merchandise dalam penggalangan dananya.

73
3.5 Ikhtisar

PROFAUNA merupakan LSM yang berdiri karena dilatarbelakangi

kurangnya pelestarian kekayaan satwa liar dan hutan di Indonesia yang jika

dilanjutkan akan menyebabkan kepunahan berbagai satwa liar dan semakin

tergerusnya area hutan. Berkaitan dengan latar belakang tersebut, ada

beberapa tujuan PROFAUNA. Pertama, menciptakan kesadaran masyarakat

bahwa pelestarian satwa liar di alam adalah hal yang sangat penting untuk

dilakukan. Kedua, memastikan kelestarian jenis-jenis satwa yang

diperdagangkan. Ketiga, melindungi satwa liar dari kegiatan eksploitasi dan

perlakuan yang tidak layak. Keempat, mengumpulkan informasi tentang

status keberadaan satwa liar di alam.

Kegiatan utama PROFAUNA adalah di bidang kampanye, edukasi,

investigasi, advokasi dan pendampingan masyarakat. Kampanye dilakukan

untuk menyadarkan ataupun meningkatkan kesadaran masyarakat atas isu

tertentu dalam pelestarian satwa liar dan hutan. Kebijakan dan kegiatan

PROFAUNA di Indonesia berfokus pada enam isu. Enam isu tersebut yaitu

membasmi perdagangan satwa liar, melindungi dan melestarikan hutan,

memerangi eksploitasi satwa liar seperti untuk pertunjukan dan perburuan

karena mereka seharusnya tetap berada di alam bebas untuk tetap

melakukan fungsinya untuk menjadi bagian dari ekosistem yang seimbang,

membentuk tim relawan (ranger) guna menjaga hutan serta mencegah

terjadinya perburuan satwa liar di daerah konservasi alam, mendorong

keterlibatan masyarakat lokal dan mendukungnya melalui pendanaan,

pelatihan dan pendampingan, serta memberi kesempatan kepada masyarakat

yang peduli terhadap pelestarian hutan serta satwa liar untuk mendaftarkan

74
diri menjadi supporter PROFAUNA sekaligus mendukung gerakan

masyarakat, baik secara individu atau kelompok, untuk melaksanakan

tindakan pelestarian hutan dan satwa liar Indonesia. Berbagai kegiatan

PROFAUNA tersebut dilakukan secara sederhana sebagai grassroot

movement dengan menjalin kerja sama dengan banyak pihak.

75
BAB IV

BERSWADAYA DENGAN SISTEM SUPPORTER DAN SAWERAN

4.1 Pengantar

Bebagai aksi dilakukan PROFAUNA dengan menggandeng

masyarakat lokal sebagai supporter PROFAUNA secara individu yang

sukarela dalam kegiatan pelestarian satwa liar dan hutan. PROFAUNA

memang merupakan sebuah LSM yang cukup unik karena berbasis

keanggotaan, bukan berupa yayasan. LSM ini didukung oleh ratusan ribu

supporter dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan di luar negeri. Para

supporter bersama-sama memberikan sumbangsih mereka untuk berbagai

kegiatan yang dilakukan PROFAUNA di berbagai daerah. Sumbangsih dan

gerakan mereka itu dilakukan secara fleksibel asal tetap berpegang teguh

pada prinsip PROFAUNA. Bab ini membahas sistem supporter dan saweran

dalam LSM PROFAUNA tersebut.

4.2 Sistem Supporter sebagai Jaringan Orang Dalam dan Saweran

PROFAUNA merupakan sebuah LSM yang cukup unik karena

didukung oleh ratusan ribu supporter dari berbagai daerah di Indonesia,

bahkan di luar negeri. Banyak LSM yang berbentuk yayasan, berbeda dengan

PROFAUNA, LSM yang bergerak di bidang lingkungan yang mempunyai

basic anggota. Ide mengenai sistem supporter atau keanggotaan ini muncul

dari awal berdirinya. Made berkata ―karena kita nggak bisa kerja cuman

berdua, kan harus ada yang bantu...‖ Para supporter PROFAUNA banyak

76
terlibat di alam saat awal-awal berdirinya lembaga ini. Mereka dilatih untuk

membantu program-program PROFAUNA di lapangan tanpa digaji.

―Ya itu kita punya jaringan orang-orang dalam itu yang sangat
membantu PROFAUNA. PROFAUNA nggak punya dana tapi kita
punya orang-orang hebat, supporter itu. Misalnya dengan Bu Susi
[Mentri Perikanan], kita punya Rouf. Saya ngadernya 10 tahun lalu
sejak dia jadi mahasiswa. Dia sudah jadi asistennya Bu Susi, tangan
kanan. Dan jalan kita untuk masalah penyu terbuka lebar. Jauh lebih
mudah. Sebenarnya kita mungkin bisa aja, tapi jauh lebih sulit kalok
kita nggak punyak orang dalem. Penyu dilindungi, tapi banyak
perdagangan telur penyu di mana-mana‖ (Made).

Contoh lainnya adalah kegiatan PROFAUNA di Kalimantan. Hanya ada

2 orang staf di sana. Seorang mengurus pulau tempat pendaratan penyu dan

yang seorang lagi mengurus 2 hutan secara bergantian selang 3 minggu

sekali. Wilayah kerja seluas itu hanya diurus oleh 2 orang staf PROFAUNA.

Mereka tidak akan bisa bekerja tanpa dukungan masyarakat lokal, yaitu

masyarakat adat di sana.

―orang-orang masyarakat adat di sana ada yang akhirnya jadi


supporter. Kalok dibayangin ya agak-agak nggak masuk akal. Ya sama
dibantu dari sini, mereka perlu apa, edukasi, kampanye, nggak usah
mikir, nanti dibikin dari sini, mereka tinggal pakek. Tinggal jalan…‖
(Asti).

Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang mengetahui kiprah

PROFAUNA dalam pelestarian satwa liar dan hutan. Banyak orang yang ingin

melakukan sesuatu untuk PROFAUNA dan menjadi anggota atau supporter

PROFAUNA. Ada pergeseran dari yang awalnya penerimaan supporter

adalah untuk orang-orang yang benar-benar berniat terjun di lapangan.

Penerimaan supporter sekarang adalah bagi semua orang yang berniat untuk

melakukan sesuatu sebagai wujud kepeduliannya pada satwa liar dan hutan,

baik dengan terjun di lapangan ataupun tidak. Para supporter dapat

77
membantu PROFAUNA dengan cara apapun, dari profesi apapun tanpa

bergantung umur, ekonomi, atau status.

Sistem keanggotaan atau supporter diatur dengan administrasi yang

baik untuk database PROFAUNA dengan adanya pengisian formulir

pendaftaran dan pembayaran dana keanggotaan. Supporter mengisi formulir

pendaftaran yang berisi mengenai data-data pribadi. Salah satu item data

isian adalah mengenai keahlian supporter. Data isian ini memungkinkan

PROFAUNA mengetahui potensi masing-masing supporternya, sehingga

dapat digunakan jika suatu saat dibutuhkan. Tiara mencontohkan mengenai

keahlian bahasa Inggris supporter yang dipergunakan untuk melakukan

counterpart atau ambil bagian dalam program PROFAUNA ―Kapan hari itu

ada 4 orang dari Prancis, sebagian guide-nya itu dari supporter. Jadi di form

kan ditanya keahliannya, salah satunya Bahasa Inggris.‖

Formulir itu juga memuat isian besaran uang donasi yang akan

diberikan calon supporter kepada PROFAUNA. PROFAUNA memang

memiliki besaran minimal yang harus calon supporter bayarkan pertama kali

untuk secara resmi menjadi supporter, namun calon supporter tersebut dapat

memberikan sejumlah uang melebihi persyaratan minimum tersebut sebagai

donasi. Pembayaran dana keanggotaan tersebut adalah sekaligus donasi

supporter bagi PROFAUNA. Hal dikatakan oleh Rosek sebagai penyaring

apakah orang-orang tersebut benar-benar memiliki kepedulian terhadap

satwa liar dan hutan ―Dana supporter untuk filter kepedulian karena orang

Indonesia kalok gratis kan pasti maunya.‖

Sistem kekeluargaan sangat mewarnai kehidupan para supporter saat

ada isu tertentu yang akan dikerjakan PROFAUNA. Para supporter seperti

78
berada dalam sebuah keluarga besar dan ingin melakukan sesuatu bagi

keluarga besar tersebut. Prinsip relawan sangat kuat terlihat di sini. Berbagai

kegiatan yang dilakukan PROFAUNA diadakan bukan karena ada dana

terlebih dahulu tetapi karena kegiatan itu memang perlu untuk dilakukan.

Rosek mengatakan ―jadi mau ada apa kita ngomong ke supporter, kita share.

Istilahnya tu saweran kita, patungan. Jadi Anda bisa bantu apa? Terserah gitu

kan‖ Daniel mengatakan ―Enak jadi, nggak muluk-muluk Bu, ―ya wes, ini

onoke aku iso nggowo‖, gitu Bu...‖

Para supporter dapat memberikan sumbangsih mereka jika mereka

mengetahui aksi apa yang akan dilakukan PROFAUNA. Komunikasi menjadi

hal yang sangat penting di PROFAUNA karena para supporter tidak akan

dapat mengetahui informasi mengenai berbagai kegiatan PROFAUNA jika

tidak ada sistem komunikasi yang baik. Hal ini cukup sulit dilakukan

mengingat ada begitu banyak supporter yang tersebar di berbagai penjuru

daerah di Indonesia, maka dibentuklah representatif untuk membagi wilayah

kerja PROFAUNA di Indonesia. Kantor pusat berada di Malang, Jawa Timur

dan ada 5 representatif di daerah lain, yaitu representatif Jakarta, Jawa Barat,

Bali, Borneo atau Kalimantan, dan Maluku Utara. Masing-masing representatif

memiliki seorang koordinator yang akan selalu berkomunikasi secara intens

dengan kantor pusat mengenai berbagai kegiatan pelestarian hutan dan

satwa liar di daerah yang bersangkutan. Koordinator representatif tersebut

yang akan meneruskan informasi detil pelaksanaan kegiatan kepada para

supporter di daerah mereka masing-masing.

PROFAUNA juga memiliki seorang staf yang bertanggung jawab untuk

mengurus segala hal yang berkaitan dengan supporter mengingat peran

79
penting supporter di PROFAUNA, organisasi yang berbasis relawan atau

berbasis anggota. Staf tersebut adalah Niar, Supporter Officer, yang

bertanggung jawab untuk membina hubungan yang baik dengan supporter

dan terus mengomunikasikan berbagai hal mengenai PROFAUNA kepada

supporter. Salah satu program rutin PROFAUNA setiap bulannya, yaitu

Green Day atau diskusi bersama para supporter, juga menjadi salah satu

sarana untuk terus membina komunikasi dengan para supporter seperti yang

dikatakan Niar ―Green Day jadi pertemuan dengan supporter biar nggak lepas

kontak.‖

Database sangat diperlukan untuk terus menjalin komunikasi dengan

supporter yang tersebar ke berbagai penjuru tanah air, bahkan di luar negeri.

Supporter Officer akan menginformasikan kegiatan yang akan dilakukan

PROFAUNA kepada supporter. Informasi diberikan berupa sms ke masing-

masing supporter yang berada di Jawa Timur dan informasi lewat Whatsapp,

Facebook, dan milis supporter untuk semua supporter. Cara seperti ini

membuat informasi tersebar ke semua supporter.

‖Iinfo ke supporter, pengumpulan masa kalok ada kampanye, email,


sms, posting ke WA, milis supporter, FB. Jadi kayak humas ke
supporter. Misalkan yang konfirmasi masih 10 orang gitu aku inbox
pribadilah. Mungkin lupa ato apa gitu, kan karakternya temen-temen
kan biasanya ndadak gitu kan. Jadi harus dideketin satu-satu. Kalok
nganggur ya cuman say hello aja, tanya ―apa kabar?‖ gitu aja. Biar
tetep kontaklah, apalagi sama supporter yang di luar-luar‖ (Niar).

Total supporter di Malang berjumlah 500-an yang kebanyakan adalah

mahasiswa. Total supporter dari seluruh Indonesia berjumlah 500.000 an dan

kebanyakan adalah orang yang sudah bekerja. Karakter supporter di Malang

yang kebanyakan adalah mahasiswa membuat Supporter Officer mudah

untuk mengumpulkan relawan untuk suatu kegiatan tertentu seperti dikatakan

80
Niar ―kalok di Malang mahasiswa, mangkanya lebih gampang untuk menarik

masa. Misalkan kita butuh minta bantuan seperti untuk kampanye, edukasi,

ato kegiatan lain, kebanyakan memang mahasiswa sih yang ikut, soalnya kan

waktunya lebih enak.‖ Rosek mengatakan ‖supporter kita beragam sekali,

makanya kita selalu informasikan ini, siapa yang bisa ikut. Karena memang

kita tidak mengikat kan. Siapa yang bisa pas tanggal itu ya silakan. Infonya

bisa lewat milis, grup FB, grup WA.‖

Rosek mencontohkan Kampanye keliling Sumatera. Rosek dan

beberapa orang membawa motor masing-masing secara swadaya untuk

melakukan perjalanan keliling Sumatera. Sponsor diberikan oleh sebuah

perusahaan perlengkapan tracking berupa tas dan sepatu sementara

selebihnya berasal dari supporter yang menyumbang secara sukarela saat

informasi mengenai kegiatan kampanye keliling Sumatera beserta apa saja

yang dibutuhkan tersebut disebarkan lewat website, email, dan sarana

komunikasi yang lain. Sumbangan berupa barang dan uang datang dari

banyak supporter hingga semua kebutuhan dapat terpenuhi, bahkan SLANK

menyumbang uang tunai 20 juta rupiah saat rombongan tiba di Jakarta.

Rombongan pun berangkat ke Sumatera. Hampir semua penginapan untuk

rombongan di Sumatera ditanggung oleh supporter PROFAUNA di sana,

bahkan mereka juga menginap di rumah Bupati Jambi. Kampanye keliling

Sumatera selama satu bulan pun berhasil dilakukan dengan gotong royong

para supporter.

Daniel juga menambahkan ―jadi nggak pernah Bu PROFAUNA minta

dana. Kita cuma cerita aja ―kita mau ke sini, butuhnya ini ini ini, silakan

menyumbang.‖ Gruduugggg…‖ untuk menjelaskan bagaimana

81
kegotongroyongan di antara para supporter. Contoh lain tentang bagaimana

PROFAUNA memobilisasi supporter untuk bekerja, yang dapat peneliti

saksikan sendiri di saat peneliti melakukan penelitian, adalah mengenai

sumbangan LCD proyektor untuk program edukasi di Sumatera Barat.

―Kita buat seruan lewat grup WA dan FB kita bahwa PROFAUNA butuh
LCD proyektor untuk program edukasi di Sumatra Barat, silakan Anda
sumbang kami berapa pun. Tidak sampai 2 jam ada supporter yang
berkata ―Saya sumbang membelikan dari Jakarta.‖ Dan ini baru dikirim,
mungkin besok nyampe. Kayak gitu kadang-kadang kalok nggak
masuk di PROFAUNA nggak akan bisa paham. ―O… masak seh kayak
gitu?‖ Padahal memang gitu‖ (Rosek).

Peneliti menyaksikan sendiri LCD proyektor tersebut tiba di kantor pusat

PROFAUNA saat peneliti berada di sana.

PROFAUNA dapat eksis hingga saat ini karena didukung oleh banyak

supporter dari berbagai daerah dengan beragam potensinya. Hal ini dikatakan

oleh Made sebagai berikut

―PROFAUNA besar karena didukung supporter-supporter yang hebat


dari
mana-mana, bukan karena uangnya. Kita nggak punya uang gitu. Kita
ke masyarakat Dayak pun pertama kali mereka minta bantuan ke kita,
kita bilang ―PROFAUNA bukan LSM yang kaya. Kita nggak punya
uang, tapi kita bisa bantu perlunya apa gitu karena kita punya banyak
supporter yang hebat.‖ Bisa advokasi, misalnya dokter hewan. Mau
yang kayak apa, Insyaallah kita punya orang untuk membantu. Gitu aja
sih.‖

Sistem supporter yang diwarnai kekeluargaan dan gotong royong dalam

melakukan saweran atau patungan menjadi salah satu nilai lebih yang

dipunyai PROFAUNA hingga mampu berkiprah dalam bidang pelestarian

satwa liar dan hutan di Indonesia hingga saat ini.

Aksi kepedulian tidak harus dilakukan di lapangan. Itulah yang

ditekankan oleh LSM PROFAUNA. Aktivis yang ingin bergerak langsung di

lapangan dapat melakukan hal tersebut dalam wadah Ranger PROFAUNA,

82
namun yang lain, yang tidak bergerak langsung di lapangan juga dapat

melakukan konservasi atau aksi untuk pelestarian secara tidak langsung

lewat bidang masing-masing. Rosek menekankan bahwa membantu

PROFAUNA tidak harus dengan secara aktif terlibat secara fisik dalam

kegiatan-kegiatan PROFAUNA. Ada banyak hal yang bisa dilakukan

supporter, salah satunya adalah dengan melakukan prinsip-prinsip

PROFAUNA dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu prinsip PROFAUNA

untuk melestarikan satwa liar, maka supporter dapat menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari seperti tidak memelihara satwa liar dengan tujuan dan

alasan apapun serta melaporkan kepada PROFAUNA jika mengetahui ada

perdagangan satwa liar di pasar atau via online.

Prinsip PROFAUNA yang lain adalah dalam pelestarian hutan

Indonesia yang semakin menipis akibat penebangan, kebakaran hutan, dan

pencurian kayu. Supporter PROFAUNA dapat menerapkan prinsip itu dalam

keseharian mereka dengan cara melakukan penghematan kertas karena

sebagian besar deforestasi terjadi karena alasan pembukaan perkebunan

industri kertas. Demand kertas yang tinggi akan membuat perusahaan

memperluas area perkebunannya dengan membuka hutan. Rosek

mengatakan kepada para supporter dalam acara Green Day bahwa memang

pemakaian kertas tidak bisa dihilangkan, tetapi harus diminimalkan seperti

dengan cara menggunakan kertas bolak-balik. Penggunaan kertas untuk

makalah dan buku catatan dalam seminar atau pelatihan juga dapat dihemat

dengan penggunaan soft file atau tanpa perlu dicetak dengan tidak

mengurangi esensi materinya. Berbagai tips penghematan penggunaan

kertas telah disediakan di website PROFUNA.

83
Supporter dapat melakukan prinsip-prinsip PROFAUNA tersebut setiap

hari, tidak hanya terbatas pada hari-hari tertentu seperti Hari Bumi, Hari

Lingkungan Hidup, dan Hari Primata. ―Earth day is every day. Selama Anda

masih hidup jadi penghuni bumi, Anda harus menyayangi bumi ini. Kalok

Anda sudah gak sayang, gak peduli, silakan pindah ke planet lain.‖ Itulah

yang dikatakan Rosek kepada para supporter untuk memberikan pemahaman

bahwa supporter dapat membantu PROFAUNA tanpa perlu ikut demo atau

menjadi ranger penjaga hutan.

4.3 Bergerak Sesuai Passion dan Memegang Teguh Prinsip

Fleksibilitas sangat terasa dalam aktivitas para supporter PROFAUNA.

Supporter dari berbagai kalangan dan daerah bisa bergerak sesuai dengan

passion-nya masing-masing. Made mengatakan ―Akan jauh lebih bagus kalok

mereka itu bergerak sesuai dengan apa yang mereka mampu, bukan kita

yang membentuk…gitu… Kita hanya memberikan wadah saja, tetapi mereka

akan bergerak sendiri.‖ Made mencontohkan supporter LSM PROFAUNA

yang bergerak di bidang komunikasi dapat bergerak di jalur komunikasi untuk

publikasi pelestarian satwa liar dan hutan lewat media massa. Supporter yang

berprofesi sebagai guru dapat mengajar muridnya dengan materi konservasi

satwa liar dan hutan, demikian pula dengan supporter dari kalangan

pesantren dapat bergerak dari segi keagamaan.

―PROFAUNA juga kepingin masyarakat juga langsung terlibat. Kan kita


punya program grassroot movement, harus support local community
untuk yang masyarakat lokalnya dan juga menggerakkan generasi
muda supaya bergerak sesuai dengan kemampuan mereka gitu‖
(Made).

84
Rosek juga mencontohkan hal yang mendasar seperti yang dilakukan

seorang supporter yang merupakan ibu rumah tangga yang berkata padanya

―Pak Rosek, saya senang sekali menjadi anggota PROFAUNA karena selama

ini saya selalu dapat info dan meneruskan info itu kepada dua anak saya.‖

Apa yang dilakukan ibu tersebut adalah menjalankan kewajibannya sebagai

seorang ibu. Semua orang bisa melakukan sesuatu bagi pelestarian hutan

dan satwa liar.

Made mengungkapkan bahwa dulu di awal-awal PROFAUNA berdiri di

tahun 1994, 1995 keadaannya masih masih seperti pecinta alam dan bahwa

supporter PROFAUNA harus bisa hidup di lapangan. Made yang merupakan

lulusan Jurusan Biologi di universitas sering melakukan penelitian di alam dan

seringkali juga beberapa program PROFAUNA seperti survey elang jawa dan

owa lebih mengarah ke penelitian, hanya mengambil data di lapangan. Hal ini

sebenarnya bukan langsung ke masyarakat. Jadi supporter PROFAUNA

dulunya diwajibkan untuk bisa melakukan pengamatan burung atau satwa,

tapi seiring berkembangnya waktu, hal itu menjadi tidak dipentingkan karena

PROFAUNA memang tidak bergerak di bidang penelitian, tetapi di bidang

konservasi.

―Semuanya mendukung untuk konservasi itu sendiri meskipun kita


nggak bergerak langsung di lapangan. Yang di lapangan sudah ada
kan. Mas Bayu di Kalimantan, Bu Sedar di Wehea, yang di hutan
sudah ada. Tapi kan tidak cukup di hutan saja, di kota juga harus ada
yang menggerakkan yang lain. Jadi bergerak sesuai dengan ininya
masing-masing. Itu yang kita sekarang lakukan. Jadi ada pergeseran
dulu dan sekarang memang beda karena kita tidak bisa memaksa
seseorang untuk seperti itu kan. Bukan ininya, bukan passion-nya‖
(Made).

Peneliti dapat melihat dengan jelas bagaimana supporter mendukung

PROFAUNA dengan cara yang fleksibel sesuai passion-nya pada saat

85
peneliti terlibat dalam acara kampanye pelestarian hutan di balai kota Malang.

Konsep kampanye tersebut dibuat teatrikal. Lima orang supporter yang

sengaja dipilih karena wajah cantiknya berperan sebagai pohon dengan

menggunakan baju poster berdesain batang pohon dengan atribut mahkota

dan gelang dari dedaunan. Tiga orang supporter berperan sebagai penebang

pohon untuk keperluan industri, salah satunya membawa gergaji mesin yang

sudah diambil mata gergajinya sedangkan dua orang lainnya membawa tali.

Cerita dimulai dengan lima wanita berperan sebagai pohon yang hidup

dan bergerak-gerak dengan bebas dan indah di alam. Lalu terdengar suara

keras gergaji mesin yang dibawa seorang logger beserta dua temannya yang

membawa tali. Tali diikatkan dan gergaji diarahkan ke badan wanita atau

analogi dari batang pohon untuk memotongnya. Wanita itu berakting

kesakitan sambil memiringkan badannya seperti pohon yang hendak tumbang

sampai akhirnya benar-benar rebah di tanah. Supporter lain yang tidak

menjadi aktor utama dalam kampanye itu berada di belakang dan samping

area tempat teater dilakonkan. Mereka menjalankan perannya sebagai

pemegang sebuah poster besar bertuliskan AYO BANTU MELESTARIKAN

HUTAN INDONESIA dan beberapa buah poster kecil berisi gambar dan

tulisan yang memuat pesan untuk menghentikan deforestasi.

Kampanye teatrikal ini bertujuan menyadarkan masyarakat akan isu

deforestasi yang mengancam kelestarian hutan. Kampanye ini diharapkan

dapat dimuat oleh media untuk bisa dibaca atau diketahui masyarakat. Rosek

mengatakan ―Ini isu hutan untuk pelestarian. Info diharap disebar oleh media,

maka diharap info itu dengan cara yang unik, asik dari PROFAUNA sehingga

media mau menyebarluaskan pesan yang kita sampaikan.‖ Para pemeran

86
utama telah di-briefing sebelum acara dilangsungkan, yaitu bahwa mereka

dapat melakukan aksi rebah ke tanah pada posisi yang bagus untuk

mengekspresikan ‗kematian‘ pohon akibat penebangan yang dapat

diabadikan oleh kamera fotografer media atau para wartawan.

Total supporter yang mengikuti kampanye tersebut tidak lebih dari 25

orang, padahal jumlah supporter di kota Malang adalah lima ratusan. Rosek

mengatakan

―Kita tidak pernah mengajarkan bahwa supporter PROFAUNA, aktivis


PROFAUNA itu harus selalu aktif secara fisik. Tidak… Karena
seandainya mereka semua aktif secara fisik, kita juga yang repot.
Dikapakne?... Tempatnya di mana?...‖

Supporter PROFAUNA tidak diharuskan untuk terjun ke hutan atau mengikuti

semua acara PROFAUNA untuk aktif secara fisik di lapangan.

Hal serupa dikatakan Made ―kita nggak akan memaksa itu karena tidak

setiap orang bisa ke lapangan…, bukan passion-nya.‖ Supporter yang

memang mau bergerak di kota dapat melakukan dukungannya, misalnya para

supporter yang cantik memang akan dihubungi pada saat kampanye karena

Made beranggapan ―kan nggak mungkin yang sangar-sangar ditampilkan di

publik, orang lari… Bukan kita pilih kasih maksudnya, tapi semua punya

peran. Pemerannya memang kita pilih karena wartawan kan milih juga

masalahnya…‖ Hal ini dikatakannya sebagai rahasia sukses aktivitas

PROFAUNA untuk menampilkan orang-orang yang sesuai dengan

kepentingan yang sedang diusung, apakah itu untuk tampil di depan publik

atau untuk menjadi ranger di lapangan sesuai passion masing-masing.

Fleksibilitas yang tampak dalam aktivitas supporter dan kegiatan di

masing-masing daerah representatif PROFAUNA tersebut tetap disertai

dengan memegang teguh prinsipnya. Salah satu prinsip bagi supporter

87
adalah supporter tidak boleh memelihara satwa liar. Prinsip ini harus tetap

dipegang teguh walaupun mengakibatkan berbagai kalangan tidak jadi masuk

sebagai supporter PROFAUNA. Contohnya adalah para pecinta binatang

yang gemar mengoleksi satwa dan kalangan artis atau pemimpin daerah

yang ingin menjadi duta PROFAUNA untuk tujuan-tujuan tertentu seperti

mendapatkan award untuk kepedulian lingkungan atau sebagai sensasi

sebagai public figure.

―Ya kita nggak bisa berubah. Mau masuk kami anda kayak gitu ya
nggak bisa. Kita disuruh merubah, dispensasi, nggak bisa. Itu harga
mati sudah. Satwa liar nggak boleh dipelihara di rumah atas nama hobi
dan kita sangat teguh memegang seperti itu. Itu garis imannya. Karena
iman kita percaya (akidah). Kalok sudah iman nggak bisa diganggu
gugat. Kalok Anda seiman silakan gabung, kalok nggak seiman ya
sudah, jangan ganggu. Imanmu … imanmu, imanku … imanku.
Agamamu … agamamu, agamaku ... agamaku. Kira-kira begitu Bu,
saya selalu kasih pengandaian.‖ (Rosek).

Hal ini bukan berarti bahwa PROFAUNA tidak memiliki supporter dari

kalangan artis. PROFAUNA didukung oleh beberapa artis, di antaranya

SLANK, Mathias Mucus, Anggun C. Sasmi, Melani Subono, bahkan Leonardo

Di Caprio pun menjadi supporter dan pernah berkampanye bersama

PROFAUNA mengenai isu harimau. Rosek mengatakan ―cumak kita nggak

mau sekedar artis trus kita terima, saya audisi dulu, saya ajak ngobrol dulu,

passion mereka seperti apa.‖

Supporter PROFAUNA bisa bergerak fleksibel sesuai passion-nya

dengan tetap memegang teguh prinsip PROFAUNA. Artinya akan ada

konsekuensi yang harus diberikan oleh PROFAUNA kepada mereka yang

tidak memegang teguh prinsip tersebut. Beberapa orang telah dikeluarkan

dari PROFAUNA karena menerima dana atas nama PROFAUNA untuk

88
keperluan pribadi. Hal ini menjadi pengalaman berharga bagi PROFAUNA

sekaligus bukti tegasnya pendirian atas visi, misi, dan prinsip-prinsipnya.

Hal yang sama berlaku untuk koordinator representatif. Persyaratan

nomor satu bagi orang yang bisa menjadi koordinator representatif

PROFAUNA di daerah adalah harus mempunyai pekerjaan yang tetap.

Aturan ini muncul karena ada pengalaman PROFAUNA sebelumnya

mengenai hal ini seperti yang dikatakan Made bahwa ada beberapa orang

yang menjadi representatif PROFAUNA sementara mereka tidak mempunyai

pekerjaan. Mereka aktif di PROFAUNA dengan tujuan untuk mendapatkan

uang bagi pribadi mereka atas nama PROFAUNA.

―Karena dulu ya ada beberapa sih. Karena mereka tidak punya


pekerjaan, mereka aktif di PROFAUNA tujuannya untuk dapat uang.
Dulu kan ya ada di Padang, karena PROFAUNA punya nama besar,
mereka sering diundang-undang berbagai pihak. Ada juga yang
mengajukan proposal atas nama PROFAUNA, tapi mereka ndak
pernah laporan. Akhirnya bingung kita Lhoo…hh, uang apa wong kita
nggak pernah dapet.‖ Nah mereka itu mengajukan proposal, mereka
dapat dana atas nama PROFAUNA, nggak tau uangnya lari ke mana.
Itu sempet terjadi yang kayak gitu. Kita ―lhoo… ini…bahaya!‖ akhirnya
dikeluarkan, black list dia. Kalok orangnya tanggung jawab ya nggak
masalah, tapi pas lari itu kan susah saya ini. Untungnya cuman satu
kali di Padang dulu. Jadi pelajaran. Ya gimana lagi, sudah kadung ya‖
(Made).

Orang yang sudah mapan saja yang bisa mengemban tugas sebagai

koordinator representatif PROFAUNA untuk bisa tetap menjaga nama baik

PROFAUNA. Hal ini terjadi untuk menjaga agar jangan sampai pengalaman

buruk di masa lalu bahwa PROFAUNA dijadikan ajang bisnis itu terulang.

Made tetap menarik hikmah di balik pengalaman buruk tersebut untuk

kebaikan PROFAUNA di masa mendatang.

―Tapi ya kalok bagi saya sih itu ya pengalaman penting. Ya itu


pengalaman kan, pengalaman yang sangat berharga juga untuk kita.
Jalannya harus seperti itu supaya kita bisa lebih baik di tempat lain.
Cobak kita lengah, kan bisa seluruh Indonesia… Waaah…kacau kita,
89
ancur ininya. Ya mungkin harus…. Allah memberikan ilmunya kan dikit-
dikit, nggak langsung BREKKKK, kan kaget nanti [sambil tersenyum].
Jadi ini ya seiring waktu.‖

Yang disebut mapan di sini tidak hanya mengenai pekerjaan tetapnya

saja, tetapi juga mengenai besaran gaji yang diperolehnya setiap bulan dari

pekerjaan tetap itu. Rosek akan melakukan wawancara secara pribadi

berkenaan hal tersebut sekaligus untuk mengetahui passion dari calon

koordinator representatif ―pekerjaannya tetap, tapi gajinya menurut saya

terlalu rendah sehingga berisikio, itu nggak jadi. Dan penolakan itu tanpa

alasan, saya tidak boleh menyebutkan alasannya. Itu hak prerogatifnya

presiden, kira-kira gitu.‖

4.4 Ikhtisar

Berbagai aksi LSM ini dilakukan dalam kesederhanaan. Sistem

supporter membedakan PROFAUNA dengan organisasi lingkungan lain yang

kebanyakan berbentuk foundation atau yayasan, tanpa member. Supporter

memberikan sumbangsih berupa material atau uang dalam kegiatan

pelestarian hutan dan satwa liar secara sukarela dalam sistem saweran atau

patungan. Supporter dari berbagai kalangan dan daerah juga bisa

memberikan sumbangsih mereka dengan bergerak sesuai dengan passion-

nya masing-masing.

Supporter dapat mendukung PROFAUNA dengan cara yang fleksibel

sesuai passion-nya, namun fleksibilitas yang tampak dalam aktivitas

supporter dan kegiatan di masing-masing daerah representatif PROFAUNA

tersebut tetap disertai dengan memegang teguh prinsipnya. Para supporter

itu menjadi suatu jaringan orang dalam yang memberikan dukungan kepada

90
PROFAUNA dengan melakukan saweran dalam suasana kekeluargaan dan

kegotongroyongan.

91
BAB V

MENJAGA ALAM

5.1 Pengantar

Kepedulian tidak hanya disuarakan, tetapi dilakukan. Berbagai aksi

dapat dilakukan untuk memenuhi visi dan misi dalam kepedulian terhadap

pelestarian satwa liar dan hutan di Indonesia. LSM PROFAUNA memiliki

konsistensi dalam aksi tersebut sebagai fokus kerja mereka. Hal inilah yang

akan dibahas dalam bab ini.

5.2 Menjaga Alam sebagai Ibadah

Pelestarian satwa liar dan hutan dilakukan PROFAUNA sebagai

akuntabilitas kepada lingkungan karena menyadari bahwa semua ciptaan

Tuhan di alam adalah baik dan perlu dijaga. Made menyatakan ‖di

PROFAUNA kita menekankan Allah menciptakan apapun yang ada di muka

bumi ini untuk kepentingan umat manusia, pasti bermanfaat. Cuman mungkin

kadang-kadang kita belum tahu manfaatnya apa seperti itu.‖ Setiap binatang

diyakininya memiliki manfaat ―baik yang terkecil dari cacing atau semut

apalagi yang jelas kelihatan seperti burung gitu, misalnya jenis-jenis primata.‖

Terlebih lagi mengenai satwa liar yang berfungsi menjaga ekologi dan hutan.

‖Satwa liar itu harus hidup di alam karena mereka akan menjaga fungsi
ekologi dan akan mejaga hutan itu sendiri. Sebenarnya kita nggak
perlu ikut campur mengurus hutan, itu mereka sama Allah sudah
diciptakan untuk mengurus hutan itu. Seperti itu…. Tinggal kita
menjaga kawasan itu karena terlalu banyak campur tangan manusia.‖

Rouf, salah seorang supporter, mengatakan bahwa ruh PROFAUNA

adalah ―satwa liar lebih baik di alam.‖ Hal ini sesuai dengan The Five

92
Freedom yang merupakan konsep yang dapat digunakan untuk mengevaluasi

kesejahteraan hewan dalam lingkungan yang berbeda secara sistematis

(Wahyudi, 2003), yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari panas dan

rasa tidak nyaman; bebas dari luka, penyakit dan sakit; bebas

mengekspresikan perilaku normal dan alami; dan bebas dari rasa takut dan

penderitaan. Satwa liar akan bisa mendapatkan hal ini hanya jika berada di

habitatnya sendiri di alam bebas.

―Mahatma Gandhi pernah berkata bahwa peradaban sebuah bangsa


itu dilihat dari bagaimana bangsa itu memperlakukan binatang. Bukan
memperlakukan manusia, tapi memperlakukan binatang. Karena kalok
udah memperlakukan binatang dengan baik, ya dengan manusia itu
pasti baik. Karena kalok Islam, tingkatan spiritualnya jauh lebih tinggi
dari binatang karena butuh pemahaman dan perasaan yang lebih kan‖
(Rosek).

Filosofi yang dipahami oleh Rosek adalah selama manusia berada di

bumi, manusia harus berbuat sesuatu untuk alam karena hidup manusia

adalah dengan memanfaatkan alam ‖hanya akan hidup kalok ada oksigen

dan akan ada oksigen kalok ada alam, ada hutan dan sebagainya. Jadi kita

harus bertanggungjawab, for our life, gitu kan. Kita nggak boleh berdiam diri,

harus melakukan sesuatu.― Made juga mengungkapkan bahwa manusia

hidup di bumi dan harus bertanggung jawab menjaganya supaya tidak rusak.

―Kita juga menggerakkan generasi muda untuk bertanggung jawab.


Kita kan hidup di bumi yang satu nih. Kalok nggak mau jaga ya
sana….pergilah, pindah ke bumi yang lain, kali ada planet yang lain.
Nah seperti itu. Kalok di sini rusak, kita mau pindah ke mana? Kita
nggak bisa…. Jadi gimana caranya generasi muda itu kita bener-bener
jaga seperti itu‖ (Made).

―Alam dan seisinya bukan tanggung jawab gunung, jin, malaikat,

ataupun yang lain, tapi alam dan seisinya ini adalah tanggung jawab nenek

moyang kita. Tapi, bagaimanapun kita sebagai anak cucu wajib ikut

93
bertanggung jawab.‖ (PROFAUNA, 2009). PROFAUNA meyakini bahwa alam

adalah tanggung jawab manusia karena alam dan manusia selalu

berhubungan. Made menyatakan bahwa PROFAUNA menginginkan

keterlibatan masyarakat dalam pelestarian hutan dan satwa liar, terutama di

Kalimantan. Ada banyak hal yang harus diselesaikan secara berkelanjutan,

tidak bisa sekaligus, karena berhubungan langsung dengan masyarakat lokal.

―PROFAUNA juga kepingin masyarakat juga langsung terlibat. Kan kita


punya program grassroot movement, harus support local community
untuk yang masyarakat lokalnya dan juga menggerakkan generasi
muda supaya bergerak sesuai dengan kemampuan mereka gitu‖
(Made).

Rouf juga mengatakan ‖yang menarik itu sebetulnya alam bisa menjaga

dirinya sendiri. Yang penting kita jaga aja. Kita jaga aja.‖ Dia memiliki

pandangan bahwa sudah menjadi tugas atau tanggung jawab manusia untuk

menjaga alam walaupun alam sebenarnya bisa menjaga dirinya sendiri.

Hasilnya pun akan dirasakan oleh manusia itu sendiri seperti yang dikatakan

Titin ‖kalok alamnya terlindungi, sebetulnya manfaat untuk orangnya juga

lebih banyak.‖

Samsul, salah seorang supporter, mengungkapkan kehidupan manusia

yang selalu berhubungan dengan alam. Hal ini ditinjaunya dari sisi budaya

sebagai orang Jawa.

―Kenapa seh orang Jawa itu kalok berdoa kok pake bunga, pake ini,
pake itu. Kok nggak pake yang mudah-mudah, baca ayat ini sekian
kali, baca surat itu sekian kali. Umpamanya kita mau selamatan,
peringatan keluarga yang sudah meninggal, atau peringatan apalah
kegiatan di rumah, kita kan mesti menyediakan ―O..nanti bunga,
o..nanti ada airnya, nanti ada kopi yang tanpa gula.‖ Kita ini di Jawa
tidak lepas dari alam, apapun kita ambil dari alam.‖

Pertanggungjawaban kepada lingkungan atau alam dianalogikannya seperti

membayar pajak, yaitu sebagai suatu kewajiban untuk mengembalikan apa

94
yang telah diambil dari alam bagi kehidupan manusia. Hal itu dianggap

sebagai sesuatu yang seharusnya sudah melekat dalam kehidupan manusia

walaupun mungkin dianggap tidak biasa oleh banyak orang yang lain.

―Kalok sebagai warga negara, kita menyebutnya sebagai pajak.


Mungkin sebagian Anda di sini sebagai orang yang peduli dengan
kegiatan PROFAUNA, cobalah kita anggap itu sebagai pajak kita.
Dalam 1 hari 1 malam kita bernafas sudah berapa kibik oksigen,
naaah… Kita minum, kita mandi, kita berjemur, aktivitas segala
macam. Ayolah coba kita sadari bahwa yang kita lakukan ini adalah
pajak. Kalok dalam Tata Negara kan rakyat yang baik adalah rakyat
yang taat pajak. Ya anggaplah ini lagi bayar pajak karena ini adalah
kewajiban kita. Sekecil apapun ketika kita sadari kegiatan itu akan
mbalung sumsum. Artinya itu akan mendarah daging Mungkin kita
tidak akan dianggap sebagai orang hebat atau orang istimewa.
Sebutan itu apa? Orang lain yang menentukan. Tapi yang kita rasakan
adalah ya ini tadi, bahwa kita sudah menunaikan kewajiban kita. Dulu
dianggap orang aneh ―opo iku?‖

Lukman, seorang supporter yang kerap kali mengikuti aksi

PROFAUNA menyatakan bahwa aksi PROFAUNA yang diikutinya

kebanyakan adalah aksi damai, bukan aksi anarkis. Aksi teatrikal atas isu

tertentu yang banyak diikutinya. Aksi-aksi demikian lebih ke arah ekspos

media. Hal itu dilakukannya sebagai salah satu bentuk

pertanggungjawabannya kepada lingkungan ―Media kan seneng kayak

menarik-menarik gitu diberitakan. Paling nggak, ikut aksi gini ikut bertanggung

jawab ke lingkungan ya, tanggung jawab kita semua warga bumi.‖

Pertanggungjawaban kepada lingkungan juga dilakukan oleh staf.

Rosek mengatakan bahwa PROFAUNA tidak punya humas secara khusus.

PROFAUNA hanya memiliki Campaign Officer (juru kampanye) sementara

setiap staf adalah humas ―Kita semua humas karena salah satu prinsip di

PROFAUNA bahwa setiap individu harus punya tanggung jawab untuk

pelestarian alam dan setiap individu itu adalah juru kampanye.‖

95
Akuntabilitas ke lingkungan dilakukan sebagai sebuah ibadah. Hal ini

berarti segala sesuatu dilakukan tanpa bergantung pada tersedianya uang

karena adanya penyadaran diri sendiri bahwa tindakan itu memang perlu dan

harus dilakukan.

―Ya seperti ibadah gitu. Jadi Mas Rosek nggak pernah ribut ini carik
uang dulu, kalok nggak ada uang nggak jalan. Itu nggak…Sudah..
jalankan aja programnya, nantik uang ya datanglah…. Insyaallah uang
itu ada aja, nggak tahu gimana caranya. Karna saya yakin ya Tuhan
nggak tutup mata gitu. Selaaaalu saja ya‖ (Made).

Tindakan tersebut juga dilakukan tanpa mengharap imbalan karena adanya

kesadaran pribadi akan nilai–nilai yang terkandung dalam segala tindakan itu.

―Pelajaran yang saya ambil dari mertua saya yang sudah meninggal.
Beliau punya kebiasaan ketika makan, beliau buka tempat nasi,
diambil entah dua atau tiga entong kalok bahasa Jawa, setelah itu
dikembalikan sebagian. Ketika saya bertanya ―Abah, kok emboh kados
ngaten, kok mboten mendet mawon rong entong setengah utawa sak
entong setengah, kok dikembalikan?‖ beliau cerita kita harus sadar
dulu apa yang kita ambil, baru kemudian sebagian kita kembalikan.
Istilahnya kalok bahasa saudara-saudara muslim namanya zakat. Jadi
niat kita di sini adalah berzakat, ibadah, sedakoh‖ (Samsul).

Kampanye, edukasi, dan segala kegiatan yang dilakukan di PROFAUNA

dilakukan sebagai perwujudan akuntabilitas kepada lingkungan dan hal ini

dianggap sebagai suatu ibadah sehingga sebelum melakukan kampanye,

para supporter berdoa terlebih dahulu dengan dipimpin oleh Rosek ―sebelum

berangkat mari berdoa sesuai keyakinan masing-masing, semoga yang kita

lakukan ini menjadi sebuah ibadah untuk pelestarian hutan Indonesia….

PROFAUNA Maju…. PROFAUNA Maju…. Ok, selamat berjuang.‖

5.3 Prioritas Fokus pada Dua Isu, Bukan Organisasi Supermarket

PROFAUNA bekerja di dua isu besar yang saling terkait, yaitu hutan

dan satwa liar. Melestarikan satwa liar berarti pula melestarikan rumahnya,
96
yaitu hutan. Pelestarian hutan akan selalu melibatkan masyarakat lokal,

sehingga ada tiga komponen yang selalu berkaitan, yaitu masyarakat, hutan,

dan satwa liar. Berbagai program kegiatan dilakukan oleh PROFAUNA

melakukan pelestarian hutan dan satwa liar baik secara insidentil jika terjadi

kasus tertentu maupun secara rutin lewat kampanye untuk menyadarkan

masyarakat mengenai pentingnya pelestarian hutan dan satwa liar.

Di awal berdirinya, PROFAUNA melakukan kegiatan pelestarian satwa

liar dengan benar- benar merawat satwa liar yang berhasil diamankan dari

pihak-pihak yang memeliharanya untuk tujuan kesenangan pribadi ataupun

komersial. Satwa liar tersebut telah mengalami berbagai perlakuan dari

manusia yang tidak seharusnya mereka dapatkan, baik secara fisik maupun

secara mental. Saat mereka telah diamankan, mereka harus dirawat sampai

siap untuk dilepas ke alam atau habitat mereka yang sesungguhnya. Pusat

pelestarian satwa itu dikenal dengan sebutan PPS. Biaya yang sangat mahal

disertai waktu yang lama untuk merawat satwa yang sangat banyak

jumlahnya sampai melepaskannya kembali ke hutan membuat adanya

pergeseran kegiatan PROFAUNA. PROFAUNA tidak lagi mempunyai PPS

sekarang, namun berkonsentrasi untuk menangani bagaimana satwa yang di

hutan tidak keluar. PROFAUNA bekerja sama dengan masyarakat adat atau

masyarakat lokal hutan untuk mengedukasi mereka dan membantu secara

langsung agar satwa di dalam hutan tidak keluar. PROFAUNA membentuk

ranger untuk menjaga hutan lindung Wehea di Kalimantan sambil melakukan

kampanye untuk pelestarian satwa liar dan hutan.

Kampanye untuk isu yang pertama, yaitu mengenai pelestarian hutan,

dapat dipecah dalam tiga komponen. Pertama, kampanye ke masyarakat

97
sebagai user atau pengguna hutan. Hutan alami sangat sering ditebang untuk

dijadikan hutan produksi pembuatan kertas. Hal ini tentu saja mengancam

kelestarian hutan sebagai rumah satwa liar. Kampanye yang digencarkan

oleh PROFAUNA kepada masyarakat adalah mengenai meminimalkan

penggunaan kertas.

Kedua, kampanye yang lebih ke arah policy, yaitu ke pemerintah

sebagai pembuat kebijakan. Kebijakan menjadi suatu hal yang penting karena

pelestarian hutan dan satwa liar tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Hal

ini seperti yang dikatakan Rosek ―pemerintah di sisi lain kenapa masih

mengeluarkan ijin perkebunan sawit. Itu kan kebijakan. Kalok gak ada ijin ya

gak mungkin.‖

Ketiga, kampanye dengan aksi secara langsung ke perusak hutannya.

PROFAUNA pernah melakukan kampanye untuk melawan Unilever di United

Kingdom karena Unilever ditengarai dalam pembukaan kebun sawit sehingga

mengancam kelestarian orang utan. Kampanye dilakukan untuk memboikot

Unilever, yaitu ―Don‟t buy any product from Unilever.‖ Rosek mengatakan

―Kalok kita kampanye untuk melawan company ya kita harus menyinggung

tentang produk mereka. Company hanya akan peduli ketika produk mereka

tidak laku, produk mereka dijauhi masyarakat. Itu baru mereka peduli.‖

Kampanye seperti itu di Indonesia mungkin tidaklah efektif karena pilihan

orang Indonesia dalam membeli sesuatu biasanya adalah pada barang yang

harganya termurah, bukan soal kualitas dan lingkungannya apakah produk itu

merusak hutan atau tidak. Masyarakat United Kingdom tidak demikian karena

mereka akan terpengaruh besar dengan isu lingkungan, yaitu mereka akan

memilih membeli produk yang mereka yakini tidak merusak lingkungan dan

98
sebaliknya mereka tidak akan membeli produk yang mereka ketahui tidak

ramah lingkungan karena mereka sangat peduli lingkungan. Tidak semua

demonstrasi yang dilakukan PROFAUNA melawan perusakan hutan

membuahkan keberhasilan. Rosek mencontohkan kampanye pada tahun

1995 untuk pelestarian hutan kota Malang sebab hutan kota tersebut akan

diubah menjadi kawasan perumahan Ijen Nirwana. Hasilnya adalah tetap

hutan tersebut berubah menjadi perumahan, namun hal itu tetap dianggap

sebagai suatu aksi yang berhasil karena PROFAUNA telah berbuat sesuatu

untuk menyadarkan masyarakat umum akan pentingnya pelestarian hutan.

―Jadi contoh kalok dari konteks itu kan kita kalah. Ya tapi kalok dalam
konteks manajemen kampanye itu tidak gagal. Karna kalok kita
kampanye tentang alam, kita tidak boleh berbicara indikator
keberhasilan itu adalah ABCD. Yang harus kita lakukan adalah proses.
Jadi kalok itungan matematisnya saya katakan kita kalah, tapi
sebenernya kita menang. Menangnya apa? Mampu menggugah dan
menggerakkan masyarakat untuk peduli. Itu proses yang kami anggap
berhasil. Kepedulian itu ternyata ditularkan kepada lingkungan
sekitarnya, termasuk anak-anaknya gitu lho. Itu kan nilai-nilai yang kita
tanamkan yang tidak bisa kita hitung. Tolok ukurnya itu tidak kuantitatif,
kalok nilai-nilai seperti itu gitu lho.‖

Efek edukasi yang dilakukan lewat kampanye memang tidak akan

langsung terasa efeknya. Efek tersebut dapat dirasakan setelah sekitar

sepuluh tahun. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh fokus aksi PROFAUNA

atau konsistensinya di Indonesia.

―Edukasi, kampanye tahun 1995 baru kerasa setelah 10 tahun. Pas


saya kemarin ke Kalimantan, kita kunjungan di masyarakat Dayak.
Masyarakat Dayak percaya PROFAUNA karena dari sekian itu banyak
yang kenal PROFAUNA bilang ―PROFAUNA sudah bekerja sejak
tahun….‖ Dan ―dulu sejak saya mahasiswa ikut…, saya mahasiswanya
Pak Rosek dulu {dosen di IPM Malang, fakultas kehutanan}.‖ Nah ini,
info itu langsung dari yang bersangkutan. Mereka tahu kita bekerja dari
tahun berapa. Jadi bener-bener membuka jalan kita untuk ke local
community karena mereka percaya. Dan setelah itu banyak beberapa
LSM yang lain itu juga ditanya juga tau bahwa PROFAUNA eksis dan
tetep bekerja di situ‖ (Made).

99
Isu yang kedua adalah mengenai satwa liar. Satwa liar di Indonesia

dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu jenis primata seperti

orangutan, lutung, dan kukang, jenis penyu, jenis burung paruh bengkok, dan

jenis kucing seperti harimau dan macan. Kampanye yang dilakukan

PROFAUNA berhubungan dengan isu satwa liar ini adalah kepada user atau

pengguna, yaitu agar masyarakat tidak membeli binatang yang dilindungi

karena jika masyarakat gemar membeli satwa liar, perdagangan satwa liar

akan secara otomatis meningkat. Ada atau meningkatnya permintaan akan

suatu barang akan menyebabkan ada dan meningkatnya penawaran akan

barang tersebut.

PROFAUNA telah menangani isu satwa liar sejak berdirinya hingga

sekarang. Rosek sebagai pendiri menyaksikan bahwa perdagangan satwa liar

di Indonesia semakin berkembang karena adanya permintaan dari

masyarakat. Pedagang satwa dulunya menjadi profesi yang benar-benar

disertai tempat bejualan secara fisik, namun sekarang telah bergeser menjadi

perdagangan online dan banyak anak muda atau mahasiswa di Malang dan

Bandung yang menjadi reseller. Dunia yang menjadi tanpa batas dengan

kemajuan teknologi informasi membuat semua orang dapat mengetahui apa

yang terjadi di manapun dan kemudian melakukan resposting penjualan

satwa itu kembali. Mahasiswa yang melakukan hal ini sebagai profesi

sambilan kemudian menjadikannya pekerjaan serius karena besarnya

keuntungan yang diperoleh dan ketidaktahuan bahwa apa yang dilakukannya

itu melanggar hukum.

PROFAUNA melakukan kegiatannya dengan berfokus pada dua isu

yang telah disebutkan di atas sejak dari berdiri hingga sekarang, bukan

100
sekedar LSM lingkungan. Ini dimaksudkan sebagai konsistensi dalam arah

pergerakannya ke depan sebagai organisasi terus maju dengan jati dirinya

yang semakin kuat.

‖Berarti kalok di luar payung itu ya kita nggak bisa. Itu untuk
membatasi gitu lho, supaya PROFAUNA jadi organisasi yang terarah,
bukan organisasi supermarket. Kalok kita ke supermarket kan beli
apapun kan ada. Memang PROFAUNA organisasi lingkungan, tapi isu
kan hanya 2: hutan sama satwa liar. Maaf kalok Anda mungkin ngajak
kami bersih-bersih sungai. Bukannya nggak penting. Itu penting, tapi
itu bukan mainannya PROFAUNA. Kami pasti nggak mau. Kadang
orang kan ―kita melakukan apapun biar kelihatan peduli, hebat.‖ Maaf,
kalok menurut saya manajemen organisasi seperti itu salah.
Organisasi harus punya fokus, dan fokus itu yang membuat akan
bertahan dan berkembang. Tapi kalok apapun dilakukan ya susah‖
(Rosek).

Hasilnya, PROFAUNA berada pada posisi atas sebagai yang bergerak di

lingkungan ketika sekarang kebanyakan orang Indonesia membicarakan

satwa liar,. Begitu pula dengan isu hutan karena masyarakat sudah

mengetahui track record PROFAUNA dengan jelas.

―Coba kalok kita macam-macam, atas nama kepedulian kita ikut


kampanye jender, anti tembakau, AIDS, kan ada kan yang seperti itu,
waduuuhhh di mana-mana ada orangnya. Bagi orang yang nggak
paham manajemen organisasi seakan-akan itu dianggap hebat. Kalok
menurut saya itu bukan hebat, justru itu salah. Kehilangan jati diri,
nggak punya fokus akhirnya kan. Wong fokus tangan satu aja belum
tentu berhasil kita, apalagi menangani banyak hal‖(Rosek).

Fokus ini dikatakan Rosek sebagai suatu prioritas ―kita sih maunya

PROFAUNA membantu apapun sesuai isu hutan, satwa liar. Cumak kan kita

kan ada keterbatasan, PROFAUNA selalu harus memilih. Ada prioritas isu

yang harus kita tangani.‖

5.4 Turun Tangan untuk Perubahan, Tidak Diam

Berfokus pada dua isu tersebut, PROFAUNA menganut nilai atau spirit

bahwa harus ada sesuatu yang dilakukan untuk melestarikan satwa liar dan

101
hutan, tidak hanya diam atau mengumbar kata-kata belaka. Rosek

mengatakan ―ada LSM lain yang sukanya protes tapi tidak pernah melakukan

apa-apa. Kalok cuman protes ngomong semua bisa, tapi apa yang telah Anda

lakukan untuk masyarakat?‖ Melakukan aksi nyata selalu diupayakan oleh

PROFAUNA, tidak hanya melakukan demonstrasi sekaligus suatu garis yang

jelas supaya PROFAUNA tidak hanya eksis, tetapi memiliki arti bagi

lingkungan dan masyarakat, yaitu suatu perubahan sosial.

―Kalok nggak punya garis yang jelas ya susah. Kalok sekedar


mendirikan mudah sekali. Sekarang mendirikan NGO mudah
sekali….500 ribu jadi… Cuman bagaimana membuat itu punya
dampak. Kalok perusahaan kan dampaknya profit niih…, saya harus
dapat untung ya kan. Kalok di non profit kan dampaknya lain, bukan
untung, tapi ada perubahan yang ingin dicapai, social transformation‖
(Rosek).

Perubahan dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam

manajemen kampanye. Perubahan di level kasus yang ditangani dan di

masyarakat itulah yang diinginkan LSM seperti yang dikatakan Rosek ―tapi

kemudian kalau tidak ada sebuah perubahan berarti gagal dong.‖ Daniel juga

mengatakan ―kalau belum ada perubahan berarti perjuangan belum selesai.

Apalagi kalau perubahannya menjadi lebih buruk, berarti kita harus kerja lebih

keras lagi. Itu yang dibangun di sini, bukan dalam rangka apa.‖

Sebagai contoh adalah perubahan yang diinginkan terjadi di

Kalimantan, yaitu hutan menjadi semakin luas dengan melibatkan

masyarakat. Hal ini telah terjadi, bahkan dikukuhkan oleh masyarakat adat

bahwa hutan yang semula hanya 38.000 hektar sekarang menjadi 300.000

hektar dengan masuknya aksi PROFAUNA yang kurang lebih selama

setahun lebih 2 bulan.

―Sampe organisasi internasional yang uangnya besar itu mereka


heran-heran. ―Pake ilmu apa?‖ kata mereka. Mereka itu bertahun-
102
tahun bayar orang digaji mahal konsultannya itu nggak pernah
sanggup mengukuhkan hutan seluas itu. Nah mereka ketemu saya,
mereka itu heran pake sihir apa membuat masyarakat itu tergerak.
Mereka hanya datang 3 bulan 1x buat pelatihan 2-3 hari diundang di
hotel. Nah tim saya setiap hari mereka tinggal di sana. Contoh Mas
Bayu tinggalnya setiap hari di rumah kepala adat Dayak Tiap hari
bicara tentang itu. Itu yang mereka nggak paham, nilai-nilai gimana kita
bekerja.‖(Rosek)

Contoh lain seperti dituturkan Daniel adalah saat ada terjadi letusan Gunung

Kelud yang mengakibatkan penduduk meninggalkan ternak sapi mereka.

PROFAUNA masuk ke daerah tersebut dan memberi makan ke ternak sapi

yang ditinggal tersebut sampai selama 7 hari saat para penduduk dapat

kembali ke tempat tinggal mereka. Tercatat saat itu sejumlah 2 ton makanan

telah diberikan untuk 700 ekor sapi. Seminggu pertama kehadiran

PROFAUNA di tempat itu adalah suatu hal yang penting karena jika tidak,

para penduduk daerah itu akan terkena bencana kedua setelah terkena

bencana alam yang menghancurkan rumah mereka, yaitu bencana ekonomi

kehilangan mata pencaharian karena kematian ternak sapi mereka. Daniael

mengatakan ―kalok PROFAUNA protes, juga turun tangan ―butuhmu apa?‖

lalu kita kasi.‖

Selain membentuk ranger untuk langsung menjaga hutan dan

melakukan kampanye, PROFAUNA selalu memberikan edukasi kepada para

supporter untuk berbuat sesuatu dalam pelestarian satwa liar dan hutan di

tengah modernitas dengan era teknologi yang seringkali membuat manusia

menjadi individualis. Hal inilah yang disampaikan Rosek di forum Greenday

untuk mengajak para supporter memanfaatkan kesempatan hidup yang

hanya sekali untuk melakukan sesuatu yang baik ―Kita seharusnya punya

semangat untuk bisa berbagi untuk alam, untuk menjadi relawan untuk

melakukan sesuatu ketika kita masih hidup.‖

103
Berbagai informasi mengenai pelestarian satwa liar dan hutan yang

disampaikan dalam berbagai kegiatan PROFAUNA menjadi value menjadi

melekat pula pada staf. Contohnya adalah pada Nikita yang bertugas

membuat desain kaos, poster, dan suvenir, serta video (dokumentasi).

―Sebenarnya awalnya aku nggak tahu ya Mbak, tapi ya mau nggak


mau ya karena ikut acaranya, trus kayak ikut Greenday, denger-
dengerin, ya paling nggak tahulah, jadi paham gitu lho peraturannya. O
ternyata emang nggak boleh to, ini itu gini gini. Walaupun nggak
sengerti Mbak Asti, Mbak Niar, ya paling nggak ikut tahulah.
Ngaruhlah, padahal sebenarnya desain ya, bukan yang ngurusin. Tapi
ada temen-ku jualan [satwa liar]. ―Eh nggak boleh lho.‖ Jadinya
kebawak kan, sebenarnya karna tahu gitu lho. Walaupun ya wes mek
sekedar ngasik tau‖ (Nikita [sambil membuat desain poster]).

Contoh lainnya adalah Tiara, Front Officer PROFAUNA. Peneliti yang

kebetulan mendengar ada suara burung di dekat ruangan front office otomatis

bertanya kepada Tiara, ―itu suara burung kah? Apa di sini?‖ Tiara langsung

menjawab ―ya enggaklah Bu, kan lebih indah di alam, masak malah kita

melihara…, itu punyak tetangga.‖

Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, PROFAUNA juga

melakukan aksi nyata di lapangan untuk pelestarian satwa liar dan hutan

mulai dari awal berdirinya hingga sekarang. Berbagai aksi telah dilakukan di

luar Jawa dan isu terbaru yang diinformasikan dalam forum Greenday kepada

para supporter adalah mengenai Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang di

Jawa Timur. Suaka Margasatwa ini sangatlah luas dan menjadi habitat

penting berbagai jenis satwa dengan ekosistem yang bagus sebagai hutan

hujan tropis, savana, swarm (rawa), namun hanya ada 2 orang polisi hutan

yang menjaganya.

―PROFAUNA sebagai organisasi yang didedikasikan untuk hutan dan


satwa liar, kita tidak hanya diam. Kita memutuskan untuk membantu
menjaga suaka margasatwa tersebut‖ (Rosek).

104
Hal yang dapat dilakukan PROFAUNA adalah menyediakan ranger atau

penjaga hutan untuk membantu mereka menjaga hutan. Para ranger itu

semuanya adalah relawan. PROFAUNA juga membantu dalam melakukan

dalam edukasi pada masyarakat sekitar, di sekolah-sekolah, dan pada para

pendaki. Para pendaki kebanyakan hanya membayar tiket, lalu naik ke

kawasan tanpa ada briefing mengenai hal yang harus dilakukan dan tidak

boleh dilakukan. PROFAUNA juga membantu masyarakat sekitar mendapat

income ke depannya tanpa merusak hutan.

―Lah ini akan kita lakukan dan sudah kita lakukan tapi akan lebih
kontinyu dan ini memberi tantangan buat Anda. Anda nggak bisa jadi
ranger-nya masuk hutan, Anda bisa jadi guru, di desa-desa kecil. Anda
kemudian nggak bisa mengajar? Anda masih bisa melakukan lain,
apa? Jaga tiket, edukasi ke pendaki. ―Anda mau mendaki?
Peraturannya, satu dilarang membuang sampah sembarangan, dua
bla bla bla.‖ Itu kan sederhana juga misalnya. Ada banyak hal yang
bisa kita lakukan. Apalagi yang biologi, kehutanan, mau penelitian, itu
laboratorium terbesar‖ (Rosek).

5.5 Sistem yang Sakleg sebagai Konsistensi

Purnama (2006) menyatakan konsistensi PROFAUNA sejak awal

berdirinya.

―Konsisten, sangatlah perlu dalam mengaktualisasikan sebuah


gerakan seperti halnya yang dilakukan PROFAUNA Indonesia selama
ini. Program PROFAUNA tidak pernah terbawa arus yang sedang
trend namun tetap pada isu yang sama yaitu kampanye anti
perdagangan satwa liar dengan didukung data investigasi yang akurat
dan terbaru.‖

PROFAUNA telah berumur 21 tahun pada akhir Desember 2015, usia yang

cukup matang bagi sebuah LSM yang bergerak di bidang pelestarian satwa

liar dan hutan. Daniel menganalogikan usia matang PROFAUNA ini seperti

bara yang nyala apinya stabil dan lama ―Nggak kayak yang lainnya yang

pyurrrrr….. kayak kembang api yang hidup sebentar lalu mati. Kita pinginnya

105
kayak bara. Bara kan panasnya nggak kelihatan, tapi lama, untuk jangka

panjang dan untuk masak …..lebih mateng.‖ Hal ini dikatakannya sambil

memberikan contoh beberapa LSM lingkungan yang pernah muncul namun

kemudian tidak ada beritanya.

Rosek mengakui bahwa PROFAUNA bisa bertahan sampai sekarang

salah satunya adalah karena sebagai pendiri dia memegang teguh prinsip

dan sistem PROFAUNA ―PROFAUNA juga bisa bertahan karena saya sakleg

kita punya sistem seperti ini. Anda setuju? Masuk…. Nggak? Out...‖ Rosek

juga mengungkapkan bahwa mendirikan LSM itu adalah sesuatu yang

mudah, tetapi menjaga dan mengembangkannya adalah sesuatu hal yang

susah ―Jadi kami tetap menjaga, yang lain itu soal waktu.‖

Upaya menjaga dalam hal ini adalah dengan selalu menerapkan

kebijakan yang telah diambil sebagai suatu konsistensi. Nursahid (2006)

meyatakan bahwa konsistensi atau idealisme dan perjuangan dibutuhkan

LSM konservasi untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik dan

perjuangan itu akan akrab dengan pengorbanan. Prinsip ini dilakukan sejak

awal berdirinya PROFAUNA.

―Dari awal ketat kita. Aturannya jalan, kita tegakkan betul. Itu prinsip
yang saya tanamkan dan itu juga saya pakek di perusahaan saya. Kita
harus punya sebuah kebijakan yang konsisten, yang harus kita patuhi,
jangan dirubah-rubah, dibengkok-bengkok-in karena itu‖ (Rosek).

Daniel sebagai dosen sebuah universitas swasta di Malang membuka

kesempatan bagi para mahasiwa untuk melakukan penelitian di PROFAUNA

untuk kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus ingin menunjukkan value bahwa

tidak hanya perusahaan yang profit oriented yang butuh ketaatan karena

malah sebenarnya value dan aturan (SOP) non-profit organization lebih berat

dari profit organization.


106
Rosek menyatakan bahwa aturan-aturan itu dibuat berdasarkan ada

pengalaman atau kejadian tertentu yang tidak baik yang perlu diperbaiki dan

ini berlangsung secara kontinyu.

―Kan begitu kan. Ada kejadian, baru ada peraturan. Itu pasti wes, di
peraturan apa pun.Gitu lho. Di kitab juga gitu. Kitab suci apapun selalu
ada sejarahnya kan, kenapa keluar surat ini karena ada peristiwa ini.
Kan begitu. Ya kira-kira di PROFAUNA ya begitu. Jadi akhirnya
PROFAUNA semakin lama semakin tahun semakin ketat aturannya
karena gitu. Uda ketat, ada celah….., kita perbaiki lagi aturannya. Jadi
ya semakin tahun ya semakin baik akhirnya.‖

Aturan yang dibuat memang bertambah-tambah, namun memang diperlukan

agar segala sesuatu dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya

sehingga organisasi dapat eksis dan berkembang.

‖Ada banyak aturanlah….. Aturan itu kan perlu ya, untuk mengerjakan
sesuatu sesuai dengan relnya. Tapi di situlah yang membuat
PROFAUNA bisa terus berkembang, bahkan banyak teman-teman lain
yang dari pemerintah juga mengundang saya dan ya bertanya tentang
manajemen organisasi karena manajemen organisasi itu kan sama,
mau di perusahaan atau NGO atau kampus prinsipnya sama, hanya
orientasinya apa? Karena saya kan nggak punya background teoritis
tentang manajemen, naluriah saja. Itu yang banyak tidak dipunyai
teman-teman NGO di Indonesia. Mereka tidak punya garis kebijakan
yang jelas, akhirnya ya hanya seperti kembang api, sebentar tau-tau
mati. Padahal kan seharusnya tidak seperti itu‖ (Rosek).

Kebijakan yang dipegang teguh itu dinyatakan Rosek memiliki efek

positif dan negatif. Efek negatif terjadi karena adanya pihak-pihak yang kontra

atau tidak setuju, namun PROFAUNA tetap menerapkan kebijakannya

dengan teguh,

―Ya peraturan apapun tidak bisa memuaskan banyak pihak. Nggak


semua setuju. Nggak mungkin aturan membuat orang setuju semua
walaupun itu baik. Kalau mereka mau bicara apapun, faktanya
memang demikian. Dan kita jelas ada aturan main. Ya mungkin kalok
di pemerintahan saya sepakat dengan gaya kepemimpinan Ahok.
Banyak yang nggak suka, tapi yang nggak suka itu yang bermasalah
dengan kebijakan itu. Kalok bener pasti setuju.‖

107
Upaya tersebut bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan karena ada

pengorbanan yang harus dialami sebagai konsekuensi. Salah satunya adalah

mengeluarkan staf yang melanggar peraturan PROFAUNA.

―Membangun kepercayaan kayak gitu nggak gampang. Kalo ditanya


dengan satu kata apa rahasianya? Konsisten…….. Konsisten itu butuh
pengorbanan, termasuk mengorbankan orang yang kita anggap bagus
secara pengetahuan, skill, tapi nggak cocok dengan kebijakan ―ya
Anda harus keluar…‖ Kita nggak mungkin ―ini ada gini…. tapi nggak
cocok‖ ya kita nggak bisa… Tapi itu yang membuat kita jadi kuat
sampe 21 tahun‖ (Rosek).

Konsekuensi juga dirasakan oleh supporter. Berbagai kegiatan yang diadakan

oleh PROFAUNA memiliki berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh

supporter yang ingin mengikutinya. Supporter tidak akan diijinkan mengikuti

suatu kegiatan jika ada salah satu persyaratan yang tidak dipenuhi.

Contohnya adalah supporter untuk kegiatan PROFAUNA yang memakai

sandal akan disuruh pulang, bahkan supporter yang melakukan kampanye di

pinggir jalan sebagai pemegang spanduk sudah pasti harus memakai sepatu

dan mengenakan baju produk PROFAUNA.

―Udah…, itu wajib. Kalok nggak, ya pulang…. Kalok acara conference


datang pakek sandal, katokan pendek, disuruh keluar… Wajib pakek
sepatu. Kalok kita mau jalan, ini sepatu saya sepatu trek [nunjuk
sepatu], tapi tidak menutup sampek ke mata kaki, kalok kita naik
gunung nggak boleh ini, ini pulang ini, ini hanya untuk di trek datar,
bukan untuk mendaki. Apalagi kalok seperti anak sekarang hanya
pakek sandal gunung. Itu bukan sandal gunung, itu sandal sungai
sebenarnya. Itu SOP untuk supporter berkegiatan sedetil itu‖ (Daniel).

―Bulan Agustus kemarin PROFAUNA Camp, udah jelas itu di syarat


ada bersepatu lapangan. Ada dari Jakarta, saya kasik waktu 30 menit
untuk beli sepatu, kalok nggak…, pulang ke Jakarta. Nggak tahu beli
apa nggak, pokoknya dapet sepatu akhirnya‖ (Rosek).

Orang-orang dekat juga merasakan konsekuensi atas penegakan aturan

tersebut.

―Contoh kasus PROFAUNA Camp syarat 18 tahun. Pak Dan itu


anaknya pingin ikut, si Nana, Pak Dan Advisory Board, tapi kita aturan

108
sudah jelas, di bawah 18 tahun nggak boleh ikut. Yo wes…., gak iso
ngomong opo-opo. Yok opo wes…. Karena aturan khusus acara itu
gitu. Anak saya itu puinginn ikut, pas liburan. ―Haduhh, nggak boleh
peraturannya.‖ ―Kan Bapak yang buat peraturannya?‖ [jawab sang
anak] ―Lha ya justru karena saya yang buat peraturannya itu nggak
boleh, kan malu….‖ Padahal dia sudah SMA, uda hampir, kurang
setahun, tapi kan belum‖ (Rosek).

Rosek mengakui bahwa sebenarnya ada rasa kasihan yang timbul

dalam dirinya ―jadi bisa aja kasihan, tapi kita nggak bisa bikin sesuatu

dispensasi karena kasihan. Itu malah nanti akan merusak.‖ Rosek tidak ingin

merusak konsistensi yang telah dibangun sekian lama karena rasa

kasihannya. Daniel memiliki sudut pandang tambahan yang lain, bahwa

konsistensi itu adalah berdasar karena aturan dibuat dengan ada suatu

alasan. Artinya, akan ada akibat jika aturan dilanggar.

―Satu…merusak konsistensi, dua… nanti ngganggu kalok nanti ada


apa-apa. kepleset aja, kecekluk aja, itu nanti kan ngrepoti yang lain.
Kalok seperti di Sempu, ya wes, harus berlengan panjang, jaket, dan
sebagainya. Gak bawak jaket…, suruh balik. Kalok nggak ketauan,
katakanlah jaketnya tipis, trus di atas kademen? Diturunkan langsung
Buk…‖ (Daniel).

Penerapan aturan yang sakleg oleh pemimpin mau tidak mau

dilakukan pula oleh bawahan. Niar, Supporter Officer, akan menolak

permintaan supporter untuk memberikan surat rekomendasi jika supporter

yang bersangkutan tidak bisa memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Contohnya adalah surat rekomendasi yang berisi keaktifan dalam

berorganisasi yang dibutuhkan oleh supporter mahasiswa untuk mengajukan

beasiswa ke luar negeri. Supporter tersebut akan meminta kepada Niar untuk

membuatkan surat rekomendasi tersebut. Surat tersebut akan dikeluarkan

PROFAUNA jika supporter tersebut memang aktif dalam kegiatan supporter

PROFAUNA. Data keaktifan supporter bukan dinyatakan oleh Niar

109
berdasarkan pengamatannya semata, tapi disertai dengan data-data yaitu

daftar presensi sebagai bukti pendukungnya.

―Kalok misalkan ada si A yang nggak pernah ikut gitu ya kita masih
nggak bisa ngasihkan. Ngomong gitu, kalok aku sih jujur aja. ―Mbak,
bisa minta surat rekomendasi?‖ Tapi saya amati hampir nggak pernah
ikut gitu ya ―Ya maaf, kamu nggak pernah ikut ini, hampir nggak
pernah ikut acara PROFAUNA, ya kita nggak bisa, belum bisa ngasik
rekomendasi, ikut dulu aja kegiatannya supporter, baru kita bisa
mengeluarkan itu.‖ Soalnya kan yang bikin bukan aku Mbak, tapi
langsung ke Pak Roseknya. Jadi pak Rosek pasti tanya ke aku dia aktif
apa nggak. Nggak pernah…., ya wes lah, selalu berdasarkan data
yang ada. Kan tiap ada kegiatan kan kita selalu ada presensinya kayak
kemaren itu, briefing dan pelaksanaan diabsen‖ (Niar).

Efek positif didapat PROFAUNA berupa hasil yang sangat baik, yaitu

kepercayaan dari banyak pihak. Konsistensi PROFAUNA membuahkan

kepercayaan dari masyarakat. Hal ini tentu saja merupakan buah yang manis

sekaligus memberi semangat baru bagi PROFAUNA untuk berbuat sesuatu

yang lebih baik lagi di masa mendatang karena ternyata sumber daya

manusia untuk mengurus persoalan dalam pelestarian satwa liar dan hutan

kuranglah memadai seperti yang dikatakan Rosek.

‖Di sisi lain kita keteteran. Keberhasilan kami di Kaltim membuat iri
kelompok-kelompok lain di Kalbar. Masyarakat Kalbar email kami
―Tolong PROFAUNA datang di Kalbar, kami butuh PROFAUNA seperti
di Kaltim‖, tapi sumber daya manusia kami nggak memungkinkan.‖

Rosek dalam perbincangan dengan Rinda menyatakan menyesal karena

melewatkan kesempatan mengukuti pertemuan mengenai lingkungan hidup di

Bogor ―baru dikabari malam, nyesel nggak share di grup. Kadang-kadang kita

itu ingin melakukan banyak hal tapi kita resources-nya lho…‖

Upaya untuk menjaga konsistensi aksi dalam pelestarian satwa liar

dan hutan juga dilakukan dengan mengubah nama, yang semula KSBK

menjadi PROFAUNA. Hal ini terjadi karena walaupun sejak awal berdirinya

KSBK sudah mengurus pelestarian satwa liar dan hutan juga, namun
110
publikasi di media massa sebagian besar berkaitan dengan isu satwa liar

sebab harus memenuhi kaidah jurnalistik mengenai kontroversi sisi

menariknya. Hal ini diakui Rosek bahwa media massa turut membentuk opini

masyarakat, yaitu KSBK hanya bergerak dalam pelestarian satwa liar saja.

Akhirnya nama KSBK diubah menjadi PROFAUNA dengan kepanjangan

Protection for Forest and Fauna untuk memunculkan opini masyarakat

tentang pelestarian hutan yang dilakukan oleh PROFAUNA. Made mengakui

bahwa keputusan merubah nama ini awalnya adalah sesuatu hal yang sulit

diterima banyak orang.

―PROFAUNA ruhnya di Mas Rosek. Leadernya. Maksudnya bisa


melihat ke depan itu seperti apa. Dia itu pikirannya jauh ke depan.
Kadang orang yang di sekitarnya itu sulit, sulit untuk menerima kenapa
seperti itu gitu… Kebijakan-kebijakannya dia itu ternyata sangat
berguna di masa 2 atau 3 tahun ke depan gitu, sementara orang-orang
sering merasa ―kok gitu seh‖‖ [Made mencontohkan tentang perubahan
nama KSBK menjadi PROFAUNA].

Namun pada akhirnya keputusan perubahan nama ini menjadi sesuatu hal

yang berguna bagi kemantapan perkembangan PROFAUNA sendiri.

―Ternyata strategi itu berdampak. Banyak orang dan kelompok yang


bekerja tentang hutan mulai merapat ke kami. Dulu basis kami rata-
rata orang yang cinta satwa. Setelah kita merilis yang baru, mulai
banyak kelompok-kelompok masyarakat daerah yang kerja di hutan
mulai menghubungi PROFAUNA.‖

5.6 Ikhtisar

LSM PROFAUNA berfokus pada dua isu, yaitu satwa liar dan hutan.

Hutan tidak bisa dipisahkan dari satwa liar karena hutan adalah tempat

tinggal atau habitat satwa liar. Pelestarian satwa liar dan hutan juga harus

dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai orang-orang yang

selalu berdekatan dengan hutan dan satwa liar tersebut. Namun demikian,

111
masyarakat yang di kota pun dapat melakukan sesuatu untuk pelestarian

satwa liar dan hutan tersebut. Tidak dengan kata-kata atau kebungkaman,

tapi dengan perbuatan untuk suatu perubahan sosial. Banyak hal yang dapat

dilakukan anggota PROFAUNA untuk melestarikan satwa liar dan hutan di

Indonesia.

Pelestarian satwa liar dan hutan menjadi suatu hal yang harus

dilakukan semua orang sebagai suatu pertanggungjawaban kepada

lingkungan. Akuntabilitas kepada lingkungan itu harus dilakukan mengingat

bahwa semua manusia hidup di bumi dengan memanfaatkan segala sesuatu

dari alam, sehingga manusia bertanggung jawab menjaganya, bahkan hal ini

dilakukan sebagai suatu ibadah.

PROFAUNA sebagai LSM lingkungan memang konsisten dalam dua

isu tersebut agar ada fokus kerja karena adanya kesadaran bahwa tidaklah

mungkin untuk mengurus semua isu lingkungan dengan baik. Perlu ada suatu

prioritas. Konsistensi dalam pelestarian satwa liar dan hutan di Indonesia

tersebut dipegang teguh oleh pendiri dan ditularkan kepada para anggota

dalam setiap kesempatan.

112
BAB VI

KEJUJURAN DAN INDEPENDENSI


SEBAGAI FONDASI AKUNTABILITAS LSM

6.1 Pengantar

Akuntabilitas adalah hal yang penting bahkan harus dipunyai oleh

organisasi non-profit, termasuk LSM PROFAUNA. Nilai-nilai akuntabilitas

tidak terbangun begitu saja, tetapi melewati sebuah proses mulai dari dasar

yang kuat. Hal inilah yang dibahas dalam bab ini.

6.2 Kejujuran Sebagai Fondasi Akuntabilitas LSM

LSM adalah sebuah lembaga dengan orang-orang di dalamnya yang

akan sangat berperan dalam arah pergerakan LSM itu. Personil di dalam LSM

pula yang akan berperan penting dalam hal akuntabilitas LSM. Sifat kejujuran

pendiri LSM membawa dampak pada kebijakan yang diambil berkaitan

dengan akuntabilitasnya. Akuntabilitas PROFAUNA sangat ditentukan oleh

kejujuran para personil kuncinya.

―Sebenarnya tergantung manajemen sih ya. Kalok kita jujur ya


semuanya ikut jujur aja, yang bawah-bawah. Tapi kalok uda dari
atasan sudah.ini yang 20% untuk kita‖ waduuuhhh ini…, mangkanya
kita nggak mau dana dari pemerintah karena ituuu [gemas], dan disetir
yang pasti, harus begini begini begini‖ (Made).

Prinsip kejujuran juga dipegang oleh Rosek, salah satu pendiri

PROFAUNA. Hal ini tampak dalam ujarannya terhadap korupsi yang sudah

menjadi budaya di masyarakat. Rosek menceritakan kehidupan adiknya

sebagai PNS yang dibenci teman-temannya karena tidak mau melakukan

mark up atau korupsi karena jika satu orang tidak ikut korupsi, maka korupsi

orang yang lain akan terbongkar.

113
―Butuh revolusi untuk memberantas korupsi karena itu sistem. Mark up,
korupsi kecil-kecil, tapi itu kan tetep korupsi, sudah budaya. Jadi
gini…korupsi jadi bukan hal yang memalukan akhirnya, jadi sesuatu
yang biasa. Adik saya kuat. Akhirnya lama-lama setelah pimpinannya
terjerat KPK, baru Adik saya sempat mau mundur, bilang sama saya.
Saya bilang cari kerja itu nggak gampang, wes tutupo mata ae, gak
punya temen nggak papa daripada punya temen brengsek, ya
mending nggak punya temen kalok saya [sambil tertawa]. Di DPR
apalagi, banyak temen saya yang udah jadi DPR, dia memang kaya.
Jadi sebelum jadi DPR itu dia memang kuaya raya, menjadi anggota
dewan itu betul-betul memang menyalurkan pengabdian dia, gitu.
Setahun mundur dia dari DPR, nggak kuat hatinya dan dia itu hampir
semua benci ke dia, tatapan matanya, nada ngomongnya sisnis.
Munduuuurrr. Waktu nyalonkan itu saya sudah tak tertawain ―ngapain
kamu?‖ ―Mau membuat perubahan.‖ Itu birokrasi. Saya juga punya
banyak temen saya polisi, jadi kayak misalnya ada kapolda datang ke
mana gitu, misalnya nginep di hotel. Kayak nginep di hotel itu semua
dibebankan kepada polisi sini, nggak mau tau gimana caranya. Nah,
untuk mendapatkan dana itu kan dia harus mencari, ya kan? Lewat
tilang, yang tidak resmi, lewat mintak pengusaha. Apalagi kalok
kemudian suka wanita, plus mintak temen wanitanya. Dan itu kan
nggak mungkin dibayar oleh negara. Masak laporan booking PSK
gitu?‖

Sifat jujur yang dipegang teguh pendiri PROFAUNA ini bukannya tidak

membawa akibat yang tidak mengenakkan. Hal ini terjadi karena PROFAUNA

sering terlibat dengan banyak pihak dalam melakukan aktivitasnya, bahkan

tidak jarang dengan aparat pemerintahan, yang tidak memiliki sifat jujur

tersebut.

―Dulu kita sempat pertama kali tahun 90-an dimarahi dari kehutanan itu
―kalian ini mempermalukan bangsa, gini gini, gini…‖, karena kita jujur.
Terus ―lho, saya ini membela bangsa Indonesia yang bener kan kita
harus jujur.‖Ya memang risikonya berat juga kalok kita pas bener-
bener fight sama pemerintah. Tapi sekarang udah mulai lumayan sih,
nggak separah dulu. Ya mereka mungkin hati-hati betul. Kita kan juga
bongkar yang di Medan, Lampung. Bongkar-bongkar kasus korupsi,
kan mereka main belakang. Jadi misalnya ada satwa dilindungi nih….,
kepegang gitu ya…, e…..ternyata sama petugas BKSDA itu dijual lagi,
kan mahal. Mangkanya kita bongkar, jual apa, jual apa, kita investigasi.
Ada filmnya investigasi penyu, parrot di Medan‖ (Made).

Perbenturan sifat jujur dan tidak jujur disertai dengan adanya kepentingan

pribadi untuk mencari keuntungan menyebabkan beberapa pihak mencela


114
PROFAUNA, bahkan marah. Hal ini dikatakan Rabita ―membongkar aib

beberapa pihak, karena dia merasa terbongkar, dia marah.‖

Banyak LSM yang melakukan korupsi atas dana besar yang telah

diterimanya dari donor. Hal seperti inilah yang menjadi rumor di masyarakat

Indonesia, bahkan menjadi berita di berbagai media massa karena beberapa

LSM tidak bisa mempertanggungjawabkan dana yang diterimanya.

PROFAUNA juga pernah dianggap sebagai LSM yang kaya. Hal ini terjadi

saat ada bencana tsunami di Aceh dan tim PROFAUNA datang ke sana.

Kepala dinas pertanian menolak masuknya PROFAUNA, kecuali jika tim

PROFAUNA bersedia membangun rumah untuknya.

―Ngamuuukkk saya…. Langsung saya telpon menteri Pertanian di


Jakarta, saya nggak berangkat duluan, saya ngurus di Jakarta. Kita itu
mau membantu, mau menolong, tapi diperas, ya itulah…. Yang bikin
marah ya begitu itu. Kita ke sana sudah nggak dibayar,
relawan….karena terpanggil hatinya, tapi diperas. Ya itu hati manusia
itu, siapa yang nggak marah? Karena dia berpikir bahwa kita ke sana
itu mbawak uang banyak gitu kan karena berita di luar dapat dana
besar, padahal nggak lewat kita karena memang lain.‖ (Rosek)

Kejujuran menjadi dasar pijakan PROFAUNA sebagai untuk

mempraktikkan akuntabilitas, walaupun karena hal itu PROFAUNA akan

menolak dana dari pendonor. Dana dari pendonor akan ditolak jika pendonor

mensyaratkan PROFAUNA untuk melangkah keluar dari dasar pijakan

kejujurannya. US AID pernah menawari PROFAUNA dalam program untuk

penanganan Wildlife Crime untuk mengungkap praktek kejahatan satwa antar

negara dengan dana yang sangat besar, yaitu 10 juta dolar Amerika yang di

dalamnya termasuk dana untuk gaji sesuai dengan standar yang mereka

tetapkan untuk masing-masing personil sesuai level jabatannya. Kemudian

US AID Indonesia mendapat mandat dari US AID di Amerika untuk memilih

organisasi PROFAUNA sebagai pelaksananya karena pihak di Amerika telah


115
mengetahui kinerja PROFAUNA di Indonesia untuk mengungkapkan praktek-

praktek kejahatan terhadap satwa. PROFAUNA dianggap memiliki track

record yang baik dalam melakukan undercover investigation. Akhirnya

PROFAUNA menolak pemberian dana tersebut karena adanya birokrasi yang

akan menciptakan ketidakjujuran dalam mempraktikkan akuntabilitas. Salah

satu contohnya adalah untuk pengadaan bukti pengeluaran uang di lapangan.

―Kalok kita investigasi mau mengungkap perdagangan jaringan Filipina


Indonesia, kita kan harus mendirikan tim…tim yang punya
pengalaman. Kadang saya juga di lapangan. Nah itu akan banyak
mengeluarkan uang dan uang itu tidak akan bisa
dipertanggungjawabkan. Karena apa? Misalnya contoh kalok kita
masuk ke pedagang satwa. Kita…, untuk melihat satwa, kita harus
bayar dulu. Kalok mereka udah mafia besar, nggak mau…, mesti uang
muka, nggak kecil lho. Waktu saya ke Filipin, waktu itu mereka minta
5000 dolar untuk melihat kalok mereka memang punya stok satwa.
Nah 5000 dolar itu 50 juta nih, kan nggak mungkin saya minta tanda
tangan mafianya. ―Iya pak, nggak apa-apa 50 juta, tapi tolong
tandatangan.‖ Itu lhooo kita. Itu…yang nggak dipahami oleh orang-
orang yang donor gitu lho. Mereka hanya megang teguh semua harus
ada bukti. Kalok investigasi kan begitu… Seharusnya, waktu itu saya
sarankan, tolok ukurnya kalok kegiatan di lapangan jangan sekitar soal
uang, tapi soal hasil. Misalnya, indikator keberhasilannya adalah anda
mendapatkan bukti film tentang perdagangan satwa itu. Itulah yang
dipakek gitu kan. Kalok kemudian indicator keberhasilannya kita
dibebankan dengan bukti uang, susaaahh...‖ (Rosek).

Tidak semua pengeluaran uang di lapangan disertai dengan bukti

transaksi untuk kepentingan akuntabilitas. Hal itu membuat PROFAUNA

diminta membuat nota berstempel secara fiktif yang tentu saja tidak sesuai

dengan fondasi kejujuran yang menjadi pijakan dalam mempraktikkan

akuntabilitas.

―Mereka masuk, ketemu saya, gini gini gini, akhirnya nggak jadi.
Sangat birokratis dan tim saya akan lebih banyak ngurusi itu dibanding
ngurusi program lapangannya. Misalnya kalok kita di lapangan ya…,
tidak semua pengeluaran itu bisa ada notanya. Nota mereka
standarnya ada stempel. Kemudian saya diajari bikin stempel aja…,
perusahaan fiktif. Contoh pakan satwa harus dari perusahaan, harus

116
dari supplier pakan itu. Padahal satwa makannya rumput. Di mana sih
ada perusahaan khusus jual rumput? Tapi itu diajari sama mereka
kalok bikin perusahaan gitu, yang penting pelaporan keuangan
memenuhi standar, ada perusahaan, ada stempelnya. Standar mereka
seperti itu. Lha ini menurut saya penipuan, lha sekarang di lapangan
ya nggak semua harus ada ya kan. Masak saya harus buat
perusahaan fiktif, UD, CV ada stempel. Saya nggak mau, saya nggak
bisa. Kuatirku nanti saya terbiasa seperti itu. Ternyata di mana-mana
biasa seperti itu, diarahkan seperti itu. Saya nggak bisa seperti itu.
Nggak lucu aja saya punya banyak UD. Satu dodolan suket, satu
dodolan ATK, gitu lho... [dengan gemas]. Ya maaf…, PROFAUNA
tidak bisa terima dananya. Mereka bingung lagi, mau kasik 10 juta
dolar, tinggal tanda tangan, malah nggak jadi, nggak mau saya,
hahaha…(Rosek).

PROFAUNA menolak dana dari pendonor jika harus melakukan

ketidakjujuran walaupun pendonor mensyaratkan hal itu dengan alasan untuk

akuntabilitas.

―Sampek saya kritik ―sekarang sebetulnya kan Anda membuat sistem


keuangan itu kan untuk mempermudah, ya kan…, supaya kita juga
bisa mempertanggungjawabkan dengan baik. Nah ini menurut saya
prinsip dari pertanggungjawaban sudah nggak ada karena Anda sudah
mengajari orang untuk jadi penipu, Itu sudah menyalahi kodrat.‖ Saya
bilang begitu, itu aturannya menurut saya salah. Seharusnya Anda
memikirkan, kalau itu tidak memungkinkan ada perusahaan supplier
apa ya seharusnya ada modifikasi apa ya saya nggak ngerti, tapi
jangan orang diajari untuk membuat sesuatu yang fiktif.‖ Itu mentalnya
yang akan rusak. Orang yang mentalnya nggak kuat, temen-temen
yang awalnya tulus saja bisa berubah karena terbiasa wes. Orang itu
kan kalok terbiasa bohong kan akhirnya mudah kan… Hati kita
pertama bohong pasti ―Aduuuhh…‖ Ada bersalah gitu kan. Tapi kalok
sudah terbiasa wes….. nggak rasa apa-apa wes…. Gitu lho‖ (Rosek).

Hal serupa dinyatakan oleh Daniel, seorang Advisory Board PROFAUNA,

berikut ini.

―Kalok yang lembaga-lembaga pemerintah gitu, susah,,,, sifatnya gitu


harus detil. Kalok lembaga-lembaga donor sifatnya foundation enak,
karena mereka apa adanya. Laporan dan sebagainya betul formatnya
jelas, terus teraudit, tapi bukti-bukti itu menyesuaikan kondisi. Jadi
saya ke mana-mana bawa nota aja apa adanya. Kalok orangnya nggak
bisa tulis ya silakan… nanti orangnya yang tinggal kasi nama sapa gitu

117
Bu Sunari…, trus desanya Rejo Tangan… Asal ada bukti. Ato ya
sudah bungkus rokok itu ditulisi nggak apa-apa.‖

Kejujuran yang dipegang teguh oleh PROFAUNA juga menyebabkan

tindakan tegas harus dilakukan untuk menindaklanjuti praktek tidak jujur yang

dilakukan oleh personilnya. Personil yang tidak jujur pasti diberhentikan dari

PROFAUNA.

―Berapa banyak teman kita yang kita keluarkan karena main-main di


situ. Indra di Makasar kita keluarkan langsung. Pak Rosek itu dulu
banyak diprotes orang karena ngumuminnya gila-gilaan, ditulis, disebar
gitu ―Ini…telah menerima…‖ Langsung dipotoooong semuanya. Saya
setuju orang gitu berarti main-main. Walaupun itu teman akrab dan ikut
kita sudah lama, tapi main-main proyek. Ya teman…teman…., tapi
kalok pekerjaan kan ini idealis. Value-value kayak gitu itu. Banyak
orang tanya ―kok kerasan di PROFAUNA?‖ (Daniel).

6.3 Independensi Sebagai Fondasi Akuntabilitas LSM

LSM merupakan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Operasi

LSM tidak ditujukan untuk mendapatkan laba, tetapi untuk kepentingan publik.

Dana yang digunakan LSM untuk beroperasi sehari-hari untuk kepentingan

publik tersebut didapatkan dari para pendonor yang tidak mengharapkan

imbalan berupa laba sebagai capaian kinerja LSM tersebut.

Ada dua hal negatif yang dapat terjadi dalam keseharian kehidupan

LSM berkaitan dengan hal tersebut. Pertama, LSM berupaya mendapatkan

dana sebanyak-banyaknya dari pendonor karena menyadari bahwa pendonor

memberikan dana tersebut secara sukarela untuk operasi LSM. Hal kedua

adalah pendonor yang tidak mengharapkan imbalan berupa laba akan

bersedia memberikan dana untuk operasi LSM dengan adanya maksud

tertentu.

118
Berkaitan dengan hal pertama, ada banyak LSM beroperasi dengan

disusupi kepentingan-kepentingan lain untuk mendapatkan keuntungan

pribadi berupa uang. Tentu saja hal ini sudah menyimpang dari tujuan

berdirinya LSM yang semula, yaitu untuk kepentingan publik. Hal ini membuat

citra buruk LSM di mata masyarakat Indonesia.

―Ini…, karena seringkali kan LSM yang memprovokasi masyarakat


untuk demo, mereka itu mengambil keuntungan dari perusahaan-
perusahaan itu, mereka dibayar….. jadi LSM itu dibayar, berhenti
mereka, dibayarnya bisa milyaran. Setelah itu demonya berhenti,
masyarakatnya ditinggal. Tetap masyarakatnya yang rugi, gak ada
hasilnya. Beberapa LSM itu oportunis, pura-puranya membela
masyarakat. Misalnya konflik dengan perusahaan sawit. Akhirnya
sama perusahaan sawit… LSM-nya di-kasik uang supaya diem.
Dieemmmm..., kan udah dapet uangnya. Sudah…, jadi gitu lho kenapa
banyak perusahaan mencibir LSM itu, karena banyak LSM yang
seperti itu. Tutup saja dengan uang…, selesai…― (Made).

Tidak demikian halnya dengan PROFAUNA. PROFAUNA tidak

beroperasi dengan tujuan untuk mencari dana sebanyak-banyaknya, apalagi

dengan cara yang tidak jujur, seperti yang dikatakan Rosek ―terus harus

dituntut harus resmi, gini gitu, kan jadi kita malah disuruh korupsi, kan fiktif

kan. Jadi nggak pernah selama ini bikin gimana carane supaya dapat dana

dari donor. Gak pernah.‖ PROFAUNA tidak bisa menerima dana dari

pemerintah, perusahaan tambang, dan perusahaan sawit atau perusahaan

yang merusak lingkungan ataupun merusak kesehatan seperti pabrik rokok.

Laporan keuangan juga dibuat tidak dengan tujuan untuk menarik banyak

pihak memberikan dana pada PROFAUNA.

‖Kalok di PROFAUNA saya nggak ada tendensi apa pun dengan


laporan keuangan karena kan kita kan nggak bisa cari dana sebanyak-
banyaknya juga. Kalok LSM lain kan mereka mau menerima dana dari
manapun, masalahnya, kalok PROFAUNA nggak bisa terima dana,
pokoknya yang ngerusak lingkungan nggak bisa. Gitu…‖ (Made)

119
Citra buruk LSM di mata masyarakat bahwa LSM kebanyakan bisa

disuap sempat pula dirasakan sendiri oleh PROFAUNA saat mengadakan

demo di Kalimantan Barat, Kapuas itu. Ada beberapa perusahaan di sana

yang menanyakan mengenai jumlah uang yang diinginkan oleh PROFAUNA

untuk dapat menghentikan aksinya seperti yang dituturkan oleh Made ―Bisa

dibayar berapa sih supaya mereka berhenti? Ini kita harus bayar berapa sih

sebenarnya.‖ Kalok yang ini nggak bisaaaa (SAMBIL TERSENYUM).

Beberapa sudah tahu betul bahwa PROFAUNA nggak bisa disuap.‖

Independensi adalah hal yang sangat dijunjung tinggi PROFAUNA. Hal

ini membuat adanya aturan di PROFAUNA bahwa PROFAUNA tidak boleh

menerima dana dari pemerintah. Hal ini terjadi karena PROFAUNA sebagai

LSM banyak menyuarakan hal-hal untuk memberikan kritik atas berbagai

kebijakan pemerintah yang dirasa tidak bisa menyentuh sisi lain dalam

kehidupan. Pendiri PROFAUNA berkeyakinan bahwa PROFAUNA harus

independen agar bisa bersuara dengan baik sesuai dengan visi dan misinya.

―Karena sekarang begini lho kalok pemerintah kasik kita uang kalok
saya mau kritik dia lho saya pasti sungkan karena sudah terima. Masio
sak independen-independennya, saya pasti mikir ―waduuhh saya habis
di-kasik uang.‖ Padahal sebetulnya lembaga seperti PROFAUNA ada
untuk keseimbangan, lha bagaimana kita jadi seimbang saat kaki kita
juga berada di tempat yang tidak seimbang, kayak dicancang‖ (Rosek).

‖Kalok dari pemerintah, kita memang nggak mau. Karena independensi


ya…, maksudnya kuatirnya kita disetir-setir sama yang korup-korup itu,
ya susah kita. Itu aja sih sebenernya. Jadi nggak dapat dana, ya uda,
daripada kita ditekan-tekan. Itu aja sih sebenarnya.‖ (Made)

Titin, salah satu Advisory Board PROFAUNA, juga menyatakan bahwa

keinginan untuk mendapatkan dana dari pendonor akan berhubungan dengan

independensi LSM ―kalo kita terus menerus minta bantuan donor, ya kitanya

sendiri jadi nggak independen sih.‖

120
Daniel memberikan analogi mengenai independensi LSM itu adalah

seperti plat mobil di Indonesia. Plat merah dipakai oleh mobil-mobil para

apparatur pemerintah yang dipakai dalam operasional kegiatan mereka

sehari-hari. Plat kuning digunakan oleh mobil-mobil angkutan umum yang

digunakan untuk mencari para penumpang yang akan membayar sejumlah

uang setelah mereka diantar ke suatu tempat.

―Plat merah itu…banyak NGO yang dibentuk pemerintah untuk


melancarkan proyek-proyek mereka. Itu didanai, dan itu kaya-kaya.
Kalok saya mau Buk, ditawari saktipruk Buk, karena pengalaman saya
di PROFAUNA lama, posisi saya Advisory Board, itu kan bagi banyak
orang menarik, belum lagi pengalaman di tempat lain. Itu nawari
―sudah pak, ayo jadi direktur.‖ Itu sudah bayaran, padahal jadi
direkturnya nggak kerja karena operasional dari pemerintah. Itu plat
merah… Kalok kita plat hitam, karena milik-milik kita kok, sa‟enake
kita. Nggak cukup bensin-e dicampur suruh gakpopo. Ada lagi plat
kuning… NGO yang kerjaannya cari donor, keliling ke mana cari duit,
yah kayak angkot. Ada isu ini trus buat proposal nanti garap isu ini,
pokoknya main gitu. Kita nyebutnya plat kuning, tapi juga makelar
proyek.‖

Analogi yang dinyatakan Daniel itu memberikan suatu pemahaman bahwa

LSM harus independen seperti mobil yang berplat hitam di Indonesia adalah

mobil pribadi yang bebas digunakan pemiliknya dengan tetap mematuhi

rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Berkaitan dengan hal kedua, yaitu pendonor bersedia memberikan

dana untuk operasi LSM dengan adanya maksud tertentu, pendonor menjadi

tidak murni lagi. Hal ini seperti yang dikatakan Rabita ―ada tujuannya jugak

sih mereka mau ngasik itu, makanya mereka cari PROFAUNA mau kasik.‖

Beberapa perusahaan membutuhkan pernyataan dari lembaga lain mengenai

operasional perusahaan yang aman terhadap lingkungan dengan

memberikan imbalan uang kepada lembaga itu.

―Kita nggak akan mau…. Kalau kita mau, paling gampang seperti BLH
(Badan Lingkungan Hidup) itu. Setiap ada AMDAL, perusahaan kan

121
pasti butuh sertifikasi. Dia ikut menandatangani bahwa perusahaaan ini
aman. Tanda tangan itu nggak ada Buk yang di bawah 100
[maksudnya juta]. Gak ada… PROFAUNA kalok mau kayak begitu ya
wes luar biasa‖ (Daniel).

PROFAUNA menjaga independensi terhadap perusahaan-perusahaan, selain

terhadap pemerintah. Prinsip yang dipegang teguh oleh PROFAUNA adalah

tidak menerima dana dari perusahaan tambang, perusahaan yang melakukan

perusakan hutan, dan perusahaan yang mengeksploitasi satwa seperti untuk

farmasi atau kosmetik.

Pendonor juga menjadi tidak murni karena pendonor juga menerima

dana dari lembaga lain untuk disalurkan pada LSM. Dana yang diterima

tersebut hanya disalurkan sebagian ke LSM sementara sisanya diambil

sendiri oleh pendonor tersebut. Hal ini menimbulkan adanya permintaan dari

pendonor agar LSM melakukan manipulasi dalam sistem pelaporan

keuangannya.

―Kalo pendonor nggak murni, pernah diajari untuk buat nota. Padahal
beli rumput mana ada notanya. Beli buah-buah itu ya susah, harus di-
tender-kan dulu. Kita beli pisang kan ya di masyarakat sekitar, nyuwun
gitu, mana ada yang bawa stempel? Ya gak ada. Dan seringkali
mereka minta fee duluan. Yang 20% diminta dulu, kita yang dapat
dana sisanya gimana caranya dananya habis. Jadi otomatis kan
dinaikkan harganya, karena yang 20% uda diambil mereka, tapi kita
laporannya harus 100%. Kita beli rumput 2.000 ya 2.000, mana ada
rumput 100.000? Itu yang kita nggak suka juga, kan susah. Kalok NGO
murni yang donor ya enak. Parkir 2.000 ya parkir 2.000 gitu‖ (Made).

Keadaan seperti itulah yang menyebabkan rawannya tindakan korupsi dalam

LSM.

Rosek menceritakan bahwa PROFAUNA pernah ditipu oleh lembaga

pendonor dari luar negeri. Ada sebuah lembaga donor di Australia yang

bekerja sama dengan PROFAUNA di tahun 2000 untuk melakukan survey

kebun binatang di seluruh Indonesia, dengan kesimpulan 99% kebun

122
binatang di Indonesia buruk. Hal tersebut disiarkan oleh TV Australia dan

mendapat respon besar dari masyarakat Australia. Mereka protes karena

kasihan dengan perlakuan jelek yang didapat oleh satwa di Indonesia.

Kemudian lembaga donor di Australia itu melakukan kampanye untuk fund

raising dengan mengatakan bahwa dana itu nanti akan dipakai PROFAUNA

untuk memperbaiki kebun binatang di Indonesia, tapi tanpa sepengetahuan

PROFAUNA sendiri. Rosek baru mendengar kabar tentang suksesnya fund

raising tersebut dari pihak lain.

―Tapi awalnya saya nggak tahu bahwa mereka fund raising itu saya
nggak tahu. Suatu ketika itu saya ketemu teman-teman PROFAUNA
yang di Australia yang cerita ―Gimana kemarin kan sukses ya? Itu di
TV Australia gencar sekali kampanye PROFAUNA untuk fund raising.‖
Saya bilang ―sampe sekarang 1% pun kita nggak terima.‖ Trus
kemudian saya baru tahu.‖

Rosek mengatakan bahwa PROFAUNA memang mendapat dana dari

lembaga pendonor tersebut saat kegiatan survey dilakukan, yaitu dana yang

tidak besar untuk untuk transportasi dan survey, bukan dana untuk

memperbaiki. Lembaga pendonor tersebut mendapatkan dana yang lebih

besar setelah melakukan fund raising dan kemudian mereka menghubungi

PROFAUNA untuk memberikan dana hasil fund raising untuk memperbaiki

kebun binatang di Indonesia. Lembaga pendonor tersebut mengatakan

bahwa dana yang didapat tidak banyak dan sejumlah 100.000 dolar akan

diberikan kepada PROFAUNA, namun dana tersebut akhirnya tidak diterima

oleh PROFAUNA karena tidak ada kejelasan dari pihak pendonor tersebut.

―Bagaimana? Saya nggak mau, karena saya mau minta sekarang


transparan dulu berapa sebetulnya dana yang diperoleh, baru kita
berfikir. Karena idealnya yang dapat terbanyak itu kami, karena kita
yang melaksanakan di Indonesia, bukan mereka yang di Australia.
Akhirnya nggak pernah nunjukin. Uangnya nggak jelas. Saya nggak
mau tau wes. Nah itu lho contoh. Jadi begitu pola-pola donor itu,
mereka itu tetep cari donor lagi gitu lho.‖

123
Hal tersebut terjadi karena pendonor juga dapat disusupi keinginan

untuk mendapatkan uang dari pendonor yang lebih besar lagi. ―Yang cari

uang nggak cuman LSM, tapi juga pendonornya. Muter aja sebenarnya.‖

Itulah yang dikatakan oleh Made setelah sekian tahun berkiprah sebagai

pendiri LSM PROFAUNA. Ada banyak pendonor yang menghubungi

PROFAUNA lewat telepon atau email guna menawarkan untuk memberikan

dana kepada PROFAUNA.

―Gak boleh, karena kan sebetulnya kan donor itu juga dapat dana dari
pihak lain dan mereka kan salah satu tolok ukurnya kan keberhasilan
program, proyeknya kan. Artinya kan mereka mencari organisasi yang
bagus. Kalok mereka programnya sukses berarti mereka bisa dapat
dana yang lebih besar lagi. Ceritanya tu begitu‖ (Rosek).

LSM yang menerima dana dari pendonor yang demikian menjadi sebuah alat

sebagaimana dikatakan Rosek ―Jadi kayak alat untuk dapat uang,

mangkanya mereka selalu mencari lembaga yang trusted, yang

kegagalannya kecil gitu kan, supaya nanti mereka nggak ribet kalo laporan ke

donornya lebih.‖

Hal lain yang sering terjadi di beberapa LSM yang berlomba-lomba

menyusun proposal kegiatan atau program tertentu untuk mendapatkan dana

dari pendonor. Hal ini tidaklah salah jika apa yang tertulis di proposal dengan

tepat dilaksanakan di lapangan, namun Made mengatakan bahwa program-

program itu ternyata menjadi sarana bagi LSM untuk mendapatkan uang

dengan cara tidak dengan segera menyelesaikan pelaksanaan program-

program tersebut di lapangan ―akhirnya jadi ajang carik duit jugak. Karena

kalok nggak selesai-selesai dengan dana yang saaaangat besar kan biar

dapat lagi…dapat lagi…. Kalok diselesaikan masalahnya ya uda nggak dapat

uang lagi… Gitu.‖

124
PROFAUNA pernah memiliki program di Bali untuk pelestarian penyu

di Kuta. Tim PROFAUNA mendampingi satgas di tempat itu. Program

tersebut diselesaikan atau tidak dilanjutkan kembali di saat satgas di daerah

tersebut sudah bisa melakukan tugasnya dengan mandiri tanpa perlu

didampingi lagi.

―Nah satgasnya sudah bisa kan sudah cukup, sudah 10 tahun kita
ndampingin di sana dan satgasnya sudah pinter, sudah bisa, ndak
perlu lagi didampingi. Kan itu kasarannya kayak cari-cari dana aja, ya
sama kayak LSM yang lainnya itu. orang masyarakatnya sudah isa,
ngapain? Itu sih kalok Mas Rosek itu mikirnya di sana. Pendampingan
masyarakat itu ya kalok bisa ndak selamanya, berarti kan nggak pinter-
pinter orangnya (KALAU SELAMANYA) (Made).

Penyelesaian suatu program berarti penghentian pengumpulan dana untuk

program tersebut, namun bagi PROFAUNA hal ini berarti suatu capaian

sukses programnya bagi kepentingan publik.

PROFAUNA sendiri tidak menyusun proposal dengan tujuan untuk

mendapatkan dana dari pendonor.

―Memang kita nggak pernah kirim proposal. Misalnya kalok NGO


Internasional itu biasanya mereka ngasik. Jadi ―saya punya dana
sekian gitu ya… tolong dong kampanye tentang primata….‖ Tapi kita
tahu betul ya NGO- nya seperti apa. Jadi kita liat dulu siapa yang mau
kasik dana, tapi kita nggak mintak. Biasanya mereka yang
menawarkan. Karena sudah lama, kita tahu mana yang bersih.
Biasanya yang bersih itu ngak kaya-kaya amat, soalnya jugak sama
kayak PROFAUNA organisasinya. Setelah ngasik nggak harus gini gini
gini, tapi memang bener-bener ngasik-nya tahu, kan kita harus laporan
juga to ini seberapa dana yang kita keluarkan. Dana itu bukan untuk
menggaji orang, cuman untuk program waktu itu keluar untuk apa aja.
Kalok dari Bank Dunia ato apa itu kan waaah…., sudah proposalnya
njelimet, memang gajinya beeesar beeesar kalok organisasinya gede-
gede itu. Ya itu… gajinya paling nggak sebulan bisa 15 juta per
orangnya‖ (Made).

Jadi PROFAUNA memegang teguh prinsip independensi dengan tidak

meminta-minta dana dari pendonor.

125
Rosek mengatakan ―jadi nggak pernah selama ini bikin gimana carane

supaya dapat dana dari donor. Gak pernah…. Malah yang mau kasi dana

diseleksi dulu.‖ Ada banyak lembaga yang berniat memberikan dana untuk

PROFAUNA namun PROFAUNA selalu menomorsatukan independensinya.

―Saya tanya programnya apa dulu? Punya duit berapa dan tentang
apa? Jadi selama ini seperti itu karena saya juga tidak mau terjebak
aktivitas saya itu hanya sibuuuk 90% menulis proposal. Dan itu yang
banyak terjebak di situ teman-teman NGO yang lain. Hari-harinya itu
hanya bingung bikin proposal, mengaudit proposalnya, mengaudit
keuangan mereka, permintaan donor… Itu menghabiskan energi… biar
bisa dapat kucuran dana terus. Dan itu saya tau persis susahnya minta
ampun… waktunya itu… Dan saya nggak mau itu. PROFAUNA itu
organisasi grassroot, di lapangan‖ (Rosek).

―Buanyak sebenarnya yang nawari dana, tapi kita nggak mau memang,
soalnya selalu ada embel-embel di belakang itu. Itu yang kita nggak
mau. Dan Mas Rosek sendiri bilang ―wes lebih baik ndak punya uang
daripada nggak independen. Mau gini nggak enak karena udah di-
kasik.‖ Gitu aja sih sebenarnya‖ (Made).

Ini tidak berarti bahwa PROFAUNA tidak pernah menerima dana dari

pihak lain. PROFAUNA beberapa kali menerima grants dari beberapa

lembaga di luar negeri. Ada pula beberapa perusahaan yang menjadi

pendonor rutin PROFAUNA. Pertama, P-WEC (Petungsewu Wildlife

Education Center), sebuah perusahaan operator kegiatan outbond dan

petualangan yang ramah terhadap lingkungan. Perusahaan ini didirikan oleh

Rosek sebagai organisasi bisnis. Background Rosek yang berkecimpung di

dunia bisnis membuatnya berkeinginan membangun bisnis yang bisa

memberi kontribusi untuk PROFAUNA, yaitu sebagai penyandang dana,

karena kepedulian sosial yang difokuskan kepada isu lingkungan. Pandangan

Rosek dalam hal ini adalah sebagai suatu kewajiban dan keinginan itu

terealisasi pada tahun 2003.

―Salah satu dana utama PROFAUNA kan ya dari PWEC sekarang. Itu
rutin, saya nggak bicara CSR. Nggak wes itu. Kalok menurut saya
126
nggak perlu kita gemborkan CSR ato nggak. Sudah sejalur. P-WEC
perusahaan bisnis tapi edukasi, misi sosial tetap kuat. PROFAUNA kan
nggak mungkin cari uang. Kita kan memang non-profit. Kita
mengharapkan donasi.‖

PROFAUNA memang mengharapkan donasi dari pihak lain tanpa

meninggalkan independensi dan integritasnya dalam usaha pelestarian satwa

liar dan hutan. PROFAUNA bisa menerima dana dari pihak lain yang tidak

bertentangan dengan visi misi PROFAUNA dan tetap menjaga independensi

dalam melakukan aktivitasnya di lapangan. Hal itu yang selalu ditekankan.

―Jadi memang kita mau menerima dana, pertama dari perusahaan


yang tidak merusak lingkungan, yang kedua tidak ada ikatan, jadi
mereka itu ikhlas. Kasarannya gitu ya…, kita nggak mau terikat. Itu.. itu
yang terpenting di kita [dengan wajah serius]. Kita nggak mau misalnya
―Ini tak kasik dana tapi kamu harus begini begini begini, kamu harus
begini‖ Nggak mau, nggak jadi…‖ (Made).

Berbagai hal dapat menimbulkan gangguan atas independensi LSM,

bahkan membuat LSM menjadi tidak independen lagi. Hal inilah yang

PROFAUNA upayakan untuk tidak terjadi karena PROFAUNA menyadari

bahwa independensi adalah dasar yang kuat bagi LSM untuk mampu

menjalankan fungsinya dalam masyarakat.

Independensi juga dipraktikkan di dalam PROFANA sendiri, tidak

hanya independensi terhadap pihak luar saja. Independensi di dalam ini

maksudnya adalah independensi para koordinator representatif dalam hal

keuangan terhadap PROFAUNA. PROFAUNA tidak sembarangan memilih

orang yang dapat menempati posisi sebagai koordinator representatif. Hanya

orang yang sudah bekerja dengan pekerjaan yang tidak sembarangan yang

bisa menjadi koordinator representatif. Artinya adalah orang-orang yang

sudah mapan secara finansial, sehingga tidak ada keinginan untuk

127
menjadikan PROFAUNA sebagai alat untuk mendapatkan uang, seperti yang

dikatakan Made sebagai berikut.

―Nah pada saat mereka mapan dan mereka peduli, itu jadi hal sangat
luar biasa karena mereka kan nggak menggantungkan ke
PROFAUNA. Nggak bakal jadi lahan untuk cari uang. Jadi bukan
mahasiswa atau mantan mahasiswa yang nganggur.‖

6.4 Kemandirian dan Efisiensi sebagai Dampak Independensi

Independensi yang dipegang kuat oleh PROFAUNA ini tentunya

membawa berbagai dampak. Pertama, PROFAUNA tidak memprioritaskan

uang dari pendonor tetapi berupaya menciptakan kemandirian dalam

melakukan berbagai aktivitasnya. Rosek mencontohkan keberhasilan aktivitas

PROFAUNA di Kaltim untuk memperluas area hutan bersama-sama dengan

masyarakat adat setempat. Kegiatan itu dilakukan karena dianggap krusial

dan dilakukan tanpa ada dana khusus dari donor. Rosek mengatakan

―Sebenarnya di Kaltim itu nggak ada dana. Yang dikirimkan ke sana ya hanya

untuk hidup, berangkat aja naik motor. Tapi berhasil…1 tahun 2 bulan.‖

Rosek juga memberikan contoh lain, yaitu saat kampanye keliling Sumatera

―Jadi kampanye itu kita adakan bukan kita ada sponsor lalu bingung bikin

proyek kita adakan. Kami mengadakan karena itu perlu diadakan. Dana

belakangan wes, kita cari.., selalu ada…‖

Hal senada dikatakan oleh Made ―Prinsip kita itu ‗kita kerjakan sendiri

saja, nanti uang itu ada.‘ Jadi kita nggak cari uang dulu baru kerja. Jadi ya

kadang kita keluarkan uang pribadi dulu. Tapi seiring waktu ya kita kerjakan

ajalah, uang itu ada sendiri kok.‖ Artinya akitivitas yang perlu dilakukan akan

128
direncanakan dengan baik tanpa mengetahui berapa uang akan dapat

dikumpulkan sebelum pelaksanaannya. Hal ini sangat berbeda dengan dunia

bisnis yang melakukan perencanaan dalam segala sesuatu yang

berhubungan dengan keuangannya secara mendetil.

―Untuk kegiatan lebih banyak supporter-supporter itu, yang dadakan-


dadakan itu modelnya. Kita umumkan. Kayak kemarin kita butuh LCD
proyektor di Sumatra, kita umumkan, 2 jam uda dapat. Langsung
kontak. Kadang-kadang kalok nggak masuk di PROFAUNA nggak
akan bisa paham‖ (Rosek).

Hal ini sangat dapat dipahami dengan jelas mengingat PROFAUNA

adalah LSM lingkungan yang berbasis supporter yang kental dengan sistem

kekeluargaan dan kegotongroyongannya. Aktivitas yang telah direncanakan

akan diinformasikan kepada para supporter, baik informasi mengenai tanggal

dan tempat pelaksanaan dan hal-hal apa yang dapat dilakukan supporter

untuk mendukung keberhasilan aktivitas tersebut seperti yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya.

―LSM lingkungan yang punya basic anggota kan hanya PROFAUNA,


lainnya kan nggak ada, rata-rata bentuknya kan yayasan, nggak
member. Nah mereka mau dapat uang dari mana kalok nggak dari
donor? Kalok kita kan punya member yang variasi orangnya, yang
ekonominya juga beragam. Beda dengan lembaga keagamaan, surga
neraka…., gampang kumpul uang dari jamaah― (Rosek).

―Untuk pendanaan, by request ke pendukung-pendukung kami,


individu-individu. Contoh kalok kami punya program kami biasanya
mengumumkan ―kami butuh bantuan ini… ini… ini…‖ nah mereka
nyumbang, yang tunai, yang transfer…, bukan hanya barang‖ (Rosek).

Semakin banyak supporter yang rutin menyumbang setiap bulan by transfer,

bahkan auto debet karena rekening PROFAUNA mendapat jumlah transfer

tetap setiap bulannya pada tanggal yang sama. Para supporter bergotong

royong untuk memberikan dana tunai atau barang-barang yang dibutuhkan

129
PROFAUNA atau bahkan turut terjun sendiri sebagai relawan dalam

pelaksanaan aktivitas tertentu.

Kantor pusat PROFAUNA yang berupaya mencari dana untuk

melakukan berbagai kegiatan pelestarian satwa liar dan hutan. Hal ini

dikatakan Rosek ―kita yang cari dananya ke pendukung-pendukung kita, jadi

di lapangan ya bekerja di lapangan agar yang terjun di lapangan tidak

terbebani mencari dana.‖

Kemandirian juga diupayakan PROFAUNA lewat penjualan suvenir

kepada orang luar maupun kepada supporter. Hal ini dilakukan PROFAUNA

sejak awal berdirinya sebagai upaya penggalangan dana sendiri. Beberapa

suvenir yang dijual PROFAUNA adalah kaos, jaket, stiker, pin, gantungan

kunci, sandal gunung, dan emblem. Hasil penjualan suvenir-suvenir tersebut

tentu saja menjadi pemasukan kas bagi PROFAUNA untuk dapat terus

menjalankan aktivitas operasionalnya secara rutin.

Penjualan suvenir-suvenir itu juga menjadi media untuk

memperkenalkan PROFAUNA ke masyarakat. Masing-masing suvenir

memuat logo PROFAUNA sehingga dapat dilihat dan dibaca oleh orang lain

sehingga mereka dapat mengetahui keberadaan PROFAUNA sebagai LSM

yang bergerak di bidang peletarian satwa liar dan hutan. Suvenir-suvenir

tersebut juga menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai keberlanjutan

lingkungan sesuai dengan visi dan misi PROFAUNA.

Kaos, stiker, pin, dan gantungan kunci PROFAUNA memuat gambar

dan tulisan tema-tema tertentu yang mengandung pesan-pesan bagi

masyarakat untuk melestarikan hutan. Contohnya adalah kaos bertuliskan

―Selamatkan Hutan Kami‖, ―Stop Deforestasi‖, ―Lawan Deforestasi‖, dan

130
―Save Our Forest‖ serta stiker dan gantungan kunci bertulis ―Save Our Forest‖

dengan background gambar hutan. Suvenir PROFAUNA juga memuat

gambar dan tulisan tema-tema tertentu yang mengandung pesan-pesan bagi

masyarakat untuk melestarikan satwa liar. Contohnya adalah kaos bertuliskan

―Satwa Liar Lebih Indah Di Alam‖ dan bergambar burung paruh bengkok serta

stiker dan gantungan kunci yang bergambar satwa-satwa liar yang dilindungi

seperti orang utan, harimau, gajah, dan penyu. Setiap orang yang melihat

suvenir-suvenir tersebut diharapkan dapat membaca pesan yang terkandung

di dalamnya dan dapat turut melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kemandirian juga dilekatkan dalam diri masing-masing supporter.

Supporter membayar sendiri biaya kegiatan yang akan diikuti dengan cara

mentransfer ke rekening PROFAUNA ataupun membayar tunai di kantor

pusat PROFAUNA jika kegiatan yang akan diikuti tersebut membutuhkan

biaya. Jika kegiatan tersebut diadakan oleh PROFAUNA di daerah lain, itu

berarti supporter juga harus membayar sendiri biaya transportasi untuk

menuju ke daerah tersebut. Rouf sebagai salah satu supporter mengatakan

bahwa hal ini membuat supporter menjadi pemilik organisasi dengan ada atau

tidak adanya dana yang diterima.

‖Itu bener-bener swadaya, kita semuanya apa-apa pakai dana sendiri,


kita kalok ada camp, conference, dari Papua, dari mana, dia tiket beli
sendiri-sendiri. Tapi justru itu yang menimbulkan jadi apa…,
militansinya di situ. Dia merasa mempunyai, memiliki, dan harus
menjaga itu. Kalok kita semuanya serba minta, nanti kalo pas nggak
ada, kita nggak mau, cuman sekedar SPJ aja kan, mari…, selesai…,
uda pulangan, nggak ada rasa memiliki.‖

Representatif juga secara otomatis mengikuti pola kemandirian yang

diterapkan oleh kantor pusat PROFAUNA. Rinda, representatif PROFAUNA

Jawa Barat menyatakan ―kami sebenarnya menyesuaikan diri dengan sistem

131
pusat ya. kami menerima, bentuk penyesuaian diri aja. Karena nggak ada

dana dari pusat kan, nggak ada support dari pusat.‖ Representatif Jawa Barat

juga mengupayakan kemandirian karena tidak ingin selalu bergantung pada

orang-orang tertentu, yaitu dengan cara membuat uang kas walaupun belum

bisa rutin.

―Saya sempet mikir mentalnya kita jadi nggak bagus. Kita jadi
ngandalin orang-orang itu juga buat ngebiayain. Trus sampe
kapaaaan? Trus akhirnya ini ide Nadia ―sudah pakek uang kas aja.‖
Sistemnya gitu. Belum bisa kita rutin buat uang kas karna kami
khawatir kalok seperti itu nanti memberatkan supporter yang lain
seolah-olah ada beban baru gitu lho, kayak iuran. Yah kami harus
evaluasi diri, kami nggak banyak di Bandung, supporter nggak banyak‖
(Rinda).

Kedua, PROFAUNA dapat dikatakan bukan LSM yang punya banyak

uang karena sangat selektif dalam menerima dana dari pihak lain. Rinda

menyatakan bahwa independensi memiliki nilai plus dan minus. Nilai plus

pertama menurut Rinda adalah PROFAUNA menjadi lembaga yang dihargai

di komunitasnya dan yang kedua adalah nilai plus bagi PROFAUNA sendiri

―yang kedua buat kitanya sendiri gitu, itu juga enak kan, mau bersikap macam

apapun gitu, selama itu buat konservasi nggak ada masalah karena nggak

berhutang budi kan Mbak, nggak terikat.‖ Nilai minus yang dikatakan Rinda

―Tapi yang agak sulit ya itu, kita menjadi secara finansial terbatas. Mau
menggandeng pihak ketiga untuk edukasi aja kita mikiiiir banyak gitu
kan. Perusahaan ini terkait dengan ini nggak, perusahaan ini….
Pokoknya yang sesuai dengan SOP dari kantor pusat deh. SOP itu
sangat jelas, bahkan relatif detil. Do, don‟t-nya ada gitu. Nah itu
ngerasa kayak kita nggak punya uang.‖

Made juga mengakui bahwa PROFAUNA memang bukanlah organisasi yang

memiliki banyak uang sebagai berikut.

―PROFAUNA bukan organisasi yang kaya memang, karena kita nggak


mau, PROFAUNA nggak pernah mintak. Kita harus independen, gitu
aja sih. Banyak perusahaan itu mau ngasik, padahal kita nggak pernah

132
mintak, tapi kita nggak mau. Pas beberapa ada bulan yang paceklik
juga. Ya berat memang menjaga independensi‖

Menjaga independensi diakui sebagai sesuatu yang berat. Pasang surut

dalam hal keuangan menjadi hal yang biasa dialami oleh PROFAUNA

sebagai konsekuensi atas prinsip menjaga independensi tersebut.

Hal inilah yang membuat PROFAUNA berhati-hati dalam mengelola

keuangan supaya kegiatan operasional dapat terus berlangsung. Efisiensi

terus diupayakan oleh PROFAUNA berupa memangkas pos-pos pengeluaran

yang tidak begitu penting. Contohnya adalah perampingan jumlah staf

dengan tujuan untuk mengurangi beban gaji yang harus ditanggung

PROFAUNA karena memang para relawan tidak mendapat gaji tetapi para

staf digaji seperti layaknya pegawai kantor. Niar mengatakan ―prinsipnya

efisiensi, jadi staf rangkep-rangkep karena LSM beda dengan bisnis. Tapi ya

enjoy aja sih, ya bisa.‖

Niar adalah salah satu staf yang bekerja di PROFAUNA paling lama

dibandingkan staf lainnya. Niar awalnya menempati posisi Front Officer,

namun kemudian dipercaya menjadi Supporter Officer karena kegiatan-

kegiatan bersama supporter banyak diikutinya sehingga akhirnya terciptalah

kedekatan dengan para supporter. Niar mengatakan bahwa dulu ada banyak

staf di masa awal dia bekerja, yaitu 2 orang Campaigner, 1 orang untuk

urusan Internasional, 1 orang Campaign Material Officer, dan 1 orang staf

untuk urusan Supporter 1, sehingga total berjumlah 5 orang. Namun

kemudian ada staf yang keluar dan tidak ada penambahan staf untuk efisiensi

dan staf yang ada tetap dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik.

―Karena ada yang keluar terus ya di-ringkes, buat efisiensi, tapi ya


jalan sih, dengan 3 orang ini aman-aman saja. Cuman pas ada acara
semua ribut, spaneng-spaneng bareng, haha… tapi nggak sering

133
lembur, paling ya cuman Sabtu, Minggu masuk itu kalok ada acara,
dan nggak ada uang lembur, sosial soale. Kalok mau nambah staf lagi
nggak tau Pak Rosek, tapi kalok kita nggak ada keluhan. Yang kerja di
sini multitasking semua.‖

Asti yang semula hanya menjabat sebagai International Affairs Officer

bertambah pekerjaannya sebagai Campaign Officer karena tidak adanya

penambahan staf baru untuk posisi tersebut. Walaupun semula ada keluhan

atas rangkapnya jabatan yang harus diembannya, pada akhirnya Asti dapat

menikmati jabatan barunya dengan senang hati.

‖Aduh rangkep-rangkep rek, International Affairs trus ditambai


Campaign Officer, tapi ya bisa kalok uda dikerjakan. Kalok
International Affairs kan kerjanya sama orang yang sudah jauh-jauh,
nggak bener-bener kenal gitu lho, trus cuma di kantor tok. kadang ya
jenuh. Kalo ngrangkep sama Campaign Officer itu enaknya bisa ke
mana-mana, trus ketemu orang banyak, jadi ya enak sih. Kalok dulu ya
di awal-awal cuma di kantor. Paling keluar ya cuma ngecek lokasi
volunteer, gitu aja. Kalok Campaign Officer, ya nggak tau bulan depan
bisa ke mana, ke mana, mendadak gitu, tergantung isu. Kalok ada
kasus tertentu mesti siap.‖

Cukup mengherankan bahwa LSM yang sudah berumur lebih dari 20

tahun dengan supporter yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia

dengan cakupan kegiatan yang cukup luas dan bahkan melibatkan pihak

pendonor dari luar negeri ini hanya memiliki beberapa staf saja dan terus

beroperasi tanpa berniat menambah jumlah staf.

―ya banyak yang kaget. Kapan hari ada temen dari Jakarta. Dulu tau-
tau nanya ―Mbak, di PROFAUNA ga ada lowongan ta?‖ Nggak ada
e…, kita lagi nggak butuh tambahan, belum perlu tambahan staf. Trus
dia pokoknya tanya-tanya, trus ujung-ujungnya ―lho memangnya di
PROFAUNA berapa sih stafnya?‖ Ya tak bilang. Di pusat dikiranya
banyak orangnya. Soalnya LSM lain kan sering rekrutmen. Kayak
WWF, terus Greenpeace kan sering ada lowongan kan. ―Kok
PROFAUNA gak ada lowongan sih mbak?‖ Ya memang belum, kita
masih ini sih, masih bisa. Yang ada itu masih ngatasi, yang kita belum
perlu sih memang. Nanti kalok ada ya biasanya di-posting gitu aja.
Nggak percaya dia ―Cuman segitu orangnya?‖ Iya, cuman segitu‖
(Asti).

134
Nikita sebagai Campaign Material Officer bertugas mendesain grafis

sekaligus membuat media berupa film, video PROFAUNA TV di You Tube,

termasuk video edukasi. Hal ini juga merupakan salah satu efisiensi yang

dilakukan PROFAUNA agar tidak mengeluarkan uang untuk menggaji banyak

orang.

―Jadi kita memang efisien di kita itu. Jadi kalok di tempat lain bagian
gitu aja beberapa orang, ini 1 orang. Ya di lapangan ngambil film, nanti
dia editornya, gitu. Kalok bisa kita kerjakan, kenapa harus banyak
orang, kalok saya sih begitu. Kalo di lainnya kan ada sekretaris, untuk
apa? wong saya bisa ngetik sendiri, bikin surat sendiri yan bisa. Kalok
hanya sekretaris untuk ngetik-ngetik aja ya wasting money menurut
saya. Contoh itu kita efisiensinya kayak apa‖ (Rosek).

Efisiensi juga dilakukan dengan menutup kantor representatif yang

sebenarnya tidak benar-benar memerlukan gedung kantor sebagai tempat

menjalankan kegiatan operasional. Hal ini terjadi karena biaya sewa gedung

kantor dan gaji staf operasional cukup besar di daerah-daerah tertentu dan

tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan. Tidak jarang pula kantor

tidak berfungsi sebagai tempat berkumpul para supporter karena situasi di

kota besar yang sering dilanda macet menyebabkan jatuhnya pilihan tempat

berkumpul di lokasi lain yang dapat dijangkau banyak pihak. Contoh kantor

cabang yang ditutup untuk efisiensi adalah kantor di Jakarta.

―Karena nggak efektif juga ada kantor, karena di kantor berarti harus
ada orang, nggaji….. harus ada front office, harus ada yang nunggu
telpon kayak gitu. Sekarang kan ada café, nggak perlu kantor. Dulu di
Jakarta kita kan punya kantor tuh. Biaya operasionalnya terlalu besar.
Padahal orangnya pinginnya ketemunya di café atau di apa. jadi nggak
di kantor karena terutama jarak, macet, seperti itu. Dulu tahun 2002-
2006 buka di Jakarta itu per tahunnya biaya sewanya aja 50juta, belum
biaya operasionalnya. Yang nanggung ya dari Malang sini, itu
programnya Gibbon juga. Cuman saya pikir nggak efektif. Orangnya
misalnya kepingin ketemu PROFAUNA itu di tempat A, kita di tempat
B, dia ke sini terlalu jauh, jadi akhirnya ketemu di sini [dengan gerakan
tangan menunjuk ke arah lain]. Jadi kantornya nggak guna. Jadi
akhirnya kita ―sudah ditutup aja‖, perwakilan aja yang penting,
representatifnya ada‖ (Made).
135
Penutupan kantor ini tidak berarti menutup aktivitas PROFAUNA di daerah

tersebut. Aktivitas tetap berlangsung. Informasi tetap dapat disebarkan dan

tempat untuk berkumpul ditentukan bersama, seperti di rumah salah satu

supporter, di taman, atau di cafe. Kantor cabang di Bali juga telah ditutup

karena program yang sudah selesai, sehingga tidak diperlukan lagi adanya

kantor cabang di sana, cukup representatif saja.

Hanya ada satu kantor cabang PROFAUNA saat ini, yaitu di

Kalimantan, sementara di daerah lain hanya ada perwakilan atau

representatif saja, tanpa ada kantor fisik. Made menjelaskan ‖cabang cumak

1, lainnya adalah representatif atau perwakilan, biasanya baru muncul kalok

ada acara. Tidak ada kantornya, cumak ada orangnya.‖ Asti mengatakan pula

bahwa staf di kantor cabang Kalimantan juga hanya ada 2 orang ―jadi

wilayahnya besar tapi orangnya cuman 2 itu aja dari PROFAUNA, tapi di sana

nanti banyak yang bantu, masyarakat lokal.‖

Efisiensi dilakukan pula dengan mengubah media komunikasi dengan

para supporter. Media komunikasi PROFAUNA semula adalah majalah Suara

Satwa yang memuat berbagai informasi mengenai isu satwa liar dan hutan

serta berbagai kegiatan yang telah dan akan dilakukan PROFAUNA.

Supporter secara otomatis berlangganan majalah ini saat pertama kali

medaftar menjadi supporter. Masyarakat umum juga dapat berlangganan

majalah Suara Satwa dengan membayar biaya berlangganannya. Peneliti

dapat melihat tumpukan majalah Suara Satwa dari seri ke seri setiap

tahunnya di perpustakaan di kantor PROFAUNA hanya sampai tahun 2010.

‖Suara Satwa itu cuman sampek tahun berapa trus berhenti karena
biayanya terlalu banyak untuk nyetak, pertama. Belum lagi ngirim-nya
masih perlu perangko, amplop, dan lain-lain sudah merembetnya

136
panjang padahal orang bacanya cuma sekali ya. Kertas-kertas juga,
kan kita berusaha meminimalkan kertas untuk konservasi, karena itu
kan dari kayu. Nah kalok kita sudah kampanye tentang meminimalkan
penggunaan kertas, kita tetep menggunakan kertas itu kan sama jugak
bohong, gitu…., jadi kita alihkan ke website. Untuk jaman sekarang
kayak-nya lebih efektif. Email, facebook‖ (Made).

Media komunikasi PROFAUNA sekarang tidak lagi berbasis hard-copy

yang perlu dicetak terlebih dahulu lalu dikemas dan dikirim lewat pos untuk

sampai ke daerah lain mengingat bahwa setiap proses tersebut

membutuhkan biaya yang ternyata tidak sedikit dan waktu yang tidak cepat.

Komunikasi dengan para supporter PROFAUNA tetap dilakukan, namun

terjadi perubahan media, yaitu dengan menggunakan teknologi informasi

berbasis internet lewat website, email, Whatsapp, dan facebook yang cepat

sampai tujuan dan tidak memakan biaya banyak.

6.5 Ikhtisar

Personil LSM memegang peran kunci dalam pergerakan LSM,

termasuk dalam hal akuntabilitas. Akuntabilitas adalah memberikan

pertanggungjawaban kepada pihak yang bisa jadi tidak memahami

operasional internal LSM. Dengan demikian, nilai kejujuran yang dipegang

para personil LSM adalah dasar dalam mempraktikkan akuntabilitas walau

dengan bersifat jujur mungkin ada akibat yang harus ditanggung LSM.

Independensi juga merupakan nilai yang krusial dalam LSM sebagai

organisasi yang menyuarakan kepentingan publik. Tanpa independensi, LSM

tidak akan dapat mencapai visi dan misinya dengan baik karena terikat oleh

pihak-pihak lain, seperti pemerintah atau perusahaan. Independensi dipegang

teguh oleh PROFAUNA, baik ke dalam maupun ke luar, karena PROFAUNA

tidak ingin terganggu dalam melakukan aksinya untuk melestarikan hutan dan
137
satwa liar di Indonesia. Gangguan dapat terjadi jika ada kepentingan pribadi

yang termuat dalam donasi yang diberikan oleh pihak lain. PROFAUNA

menjaga independensinya dengan tidak mau menerima dana dari pemerintah

dan perusahaan yang merusak lingkungan ataupun pihak lain yang ingin

mendapat keuntungan pribadi dari PROFAUNA.

Tentu saja ada dampak dari kejujuran dan independensi yang menjadi

dasar dalam mempraktikkan akuntabilitas. PROFAUNA harus selektif dalam

menerima dana dari pihak lain. Kemandirian selalu diupayakan agar kegiatan

operasional LSM tidak bergantung dari pihak lain. Efisiensi pun dilakukan

untuk memangkas berbagai pengeluaran yang tidak penting.

138
BAB VII

MENGGUNAKAN PROGRAM BESAR SEBAGAI PAYUNG


DALAM MELAKUKAN KEGIATAN

7.1 Pengantar

Setiap organisasi memiliki personil di dalamnya yang melakukan

kegiatan operasional. Ketua dan staf LSM PROFAUNA melakukan kegiatan

operasional yang telah diprogramkan dan yang insidentil. Bab ini akan

membahas mengenai akuntabiitas yang dipraktikkan PROFAUNA di berbagai

proses yang dilakukan dalam kegiatan operasional.

7.2 Tanggung Jawab dalam Setiap Tugas

Pendiri PROFAUNA adalah Made dan Rosek. Roseklah yang menjadi

ketua sementara Made menjadi penanggung jawab keuangan PROFAUNA

saat ini. Kegiatan operasional PROFAUNA di kantor pusat, yaitu di Malang,

dilakukan bersama dengan empat orang staf. Keempat orang staf itu adalah

Tiara sebagai Front Officer, Niar selaku Supporter Officer, Asti yang

memegang jabatan International Affairs and Campaign Officer, dan Nikita

yang bertugas sebagai Campaign Material Officer.

Front Officer bertugas untuk memberikan informasi mengenai

PROFAUNA secara kepada orang-orang yang datang ke kantor pusat

ataupun melalui telepon. Proses pendaftaran supporter diurus oleh Front

Officer pula. Supporter mengisi formulir pendaftaran yang berisi mengenai

data-data pribadi beserta isian mengenai keahlian supporter untuk dapat

digunakan jika suatu saat dibutuhkan oleh PROFAUNA dalam melakukan

kegiatannya. Formulir itu juga memuat isian besaran uang donasi yang akan

139
diberikan calon supporter di luar besaran minimum uang pendaftaran.

Supporter menerima kuitansi pembayaran sebagai bukti pendaftaran.

Formulir beserta uang tersebut diberikan kepada Niar selaku Supporter

Officer yang akan mencatat data supporter tersebut. Uang pendaftaran

diserahkan oleh Supporter Officer ke penanggung jawab keuangan

PROFAUNA. Konsep akuntabilitas dapat terlihat dalam proses ini.

Penjualan suvenir adalah juga merupakan tanggung jawab Front

Officer. Front Officer membuat nota pembelian sebagai bukti transaksi.

Laporan penjualan suvenir dibuat oleh Front Officer seminggu sekali secara

tertulis. Laporan itu memuat saldo awal persediaan tiap jenis suvenir, jumlah

barang yang masuk, jumlah barang yang terjual beserta harga per satuannya,

total pemasukan uang, dan saldo akhir persediaan tiap jenis suvenir. Stock

opname dilakukan oleh bendahara setiap hari Selasa. Bendahara melakukan

perhitungan secara fisik dan mencocokkannya dengan laporan tertulis yang

dibuat Front Officer. Konsep akuntabilitas juga dapat terlihat dalam proses ini.

‖Waktu stock opname saya hitung fisiknya, saya masih sempet


menghitung, satu jam cukup. Karena itu memang harus saya lakukan.
Karena saya kan tidak setiap hari Selasa ada juga gitu lho. Bisa jadi
nanti mbleset kan susah saya‖ (Made).

Kliping tentang isu hutan dan pelestarian satwa liar juga rutin dibuat

oleh Front Officer untuk dipasang di majalah dinding di kantor PROFAUNA

setiap minggu. Daftar kliping apa saja yang ditayangkan juga dibuat tertulis

setiap tanggal 10 setiap bulannya oleh Front Officer. Administrasi telepon

masuk dan surat masuk dan keluar ditangani oleh Front Officer. Laporan

mengenai hal itu diberikan secara tertulis setiap tanggal 10 setiap bulan

kepada kepada Ketua. Laporan pertanggungjawaban dari kantor perwakilan

PROFAUNA yang rutin diterima oleh kantor pusat hanyalah satu, yaitu dari
140
Kalimantan. Ini adalah efek dari efisiensi sebab membuka kantor cabang

berarti harus membayar kontrak atau sewa, listrik, kendaraaan operasional,

bensin, dan staf rutin per bulannya, sehingga beberapa kantor cabang tidak

dibuka lagi. Contoh yang diberikan Tiara adalah kantor cabang di Jakarta ―

Jakarta kan macet, jadi kebanyakan minta ketemuan-ketemuan di mana di

mana gitu. Jadi nggak fungsi kantornya. Yang kantor fungsi cuman di sini dan

Kalimantan. Yang di tempat lain cuman perwakilan.‖

Niar adalah salah satu staf yang bekerja di PROFAUNA paling lama

dibandingkan staf lainnya, yaitu 8 tahun. Niar mendapat tawaran untuk

bekerja di PROFAUNA dari teman kakaknya di saat PROFAUNA mencari

seseorang untuk menempati posisi Front Officer pada tahun 2008. Niar pun

melamar pekerjaan tersebut dan diterima.sebagai Front Officer. Kegiatan-

kegiatan bersama supporter banyak diikutinya sehingga akhirnya terciptalah

kedekatan dengan para supporter sehingga kemudian Niar merangkap

sebagai Front Officer dan Supporter Officer pada 2010. Pemisahan antara

Supporter Officer dan Front Officer terjadi pada tahun 2014 dan Niar

menempati posisi sebagai Supporter Officer.

Tugas Supporter Officer adalah menangani segala hal yang

berhubungan dengan supporter, mulai dari pendaftaran dan pendataan

supporter, pembuatan Kartu Tanda Supporter, dan pemberian informasi

kepada supporter mengenai kegiatan PROFAUNA baik yang rutin maupun

yang insidentil. Data supporter dalam formulir pendaftaran akan diinput oleh

Supporter Officer ke computer dan buku/binder besar sebagai database

supporter. Tanggung jawab dirasakan oleh Niar ―Data supporter itu penting,

mangkanya selalu tak backup di FD setiap kali ada yang daftar. Harus

141
tanggung jawab mbak…tiap ada yang daftar supporter, di database (excel)

sama backup di Buku Besar dan di Flaskdisk.‖

Pembuatan Kartu Tanda Supporter (KTS) menjadi tugas Supporter

Officer. Diakui Niar ‖awalnya yang bikin ini CMO (Campaign Material Officer),

Nikita, trus karena Nikita banyak kerjaan, jadi aku yang handle langsung

karena berkaitan dengan datanya supporter, biar nggak saling nunggu-lah,

daripada telat-telat kartu-ne nggak jadi-jadi.‖ (SAMBIL MEMBUAT KARTU,

SAMBIL SESEKALI MELIHAT EMAIL YANG MASUK DAN MENGECEK

FACEBOOK PROFAUNA). KTS adalah bukti otentik bahwa seorang benar-

benar adalah supporter PROFAUNA sekaligus bisa mendapat fasilitas

supporter seperti diskon saat pembelian suvenir. KTS juga diperlukan sebagai

suatu sistem pengendalian seiring dengan perkembangan atau semakin

bertambahnya jumlah supporter PROFAUNA.

―Dulu itu ada sistem supporter itu 250 ribu per orang. Itu cuma
beberapa orang yang daftar soalnya kemahalen kan, cumak kan
fasilitasnya banyak. Itu kemahalen, trus diubah lagi, jadi 50 ribu,
terjangkau. Untuk mahasiswa juga. Semakin murah, semakin banyak
yang daftar, kita juga butuh kontrol. Misalnya kan banyak orang ―Aku
supporter PROFAUNA‖ ngaku-ngaku gitu, mana buktinya?‖ (Niar).

KTS yang sudah jadi diberikan kepada supporter yang bersangkutan sembari

Niar memberikan beberapa penjelasan mengenai keanggotaan PROFAUNA.

Supporter Officer juga melayani penjualan suvenir kepada supporter

atau masyarakat umum yang memesan lewat Facebook, sms center, dan

WA. Front Officer akan mengepak suvenir sesuai pesanan Supporter Officer.

Suvenir yang sudah dipak itu selanjutnya dikirimkan oleh Supporter Officer ke

tempat pembeli. Tugas Supporter Officer yang lain adalah mengelola

administrasi dan kas kecil untuk keperluan sehari-hari di kantor pusat

PROFAUNA.

142
Jabatan International Affairs and Campaign Officer dipegang oleh Asti

yang mulai bekerja pada April tahun 2013. Tugas yang diemban adalah

mempersiapkan bahan kampanye dan edukasi atas isu tertentu dan segala

sesuatu yang diperlukan sampai kegiatan tersebut selesai dilakukan. Asti

mengatakan bahwa hal yang harus dipenuhinya adalah ―Ngikuti isu-isu yang

sekarang lagi rame apa tentang satwa, update tiap hari biar tau mikir materi

edukasi, bahan-bahan apa, persiapan kampanye cari bahan.‖ Tugas

International Affairs Officer adalah mengurus volunteer dari luar negeri, yaitu

program rutin PROFAUNA untuk mengurus kedatangan sukarelawan dari luar

negeri yang telah mendaftar ke Indonesia untuk bekerja bersama

PROFAUNA.

Asti menyatakan adanya unsur tanggung jawab dalam tugas yang

diembannya itu ―sebagai staf ikut merasa bertanggung jawab kalok ada isu,

soalnya kan dari negaranya sampek sini kan aku yang memastikan. Gak tau

gimana caranya pokoknya nyampe sini dengan selamat, pas gitu.― Tanggung

jawab itu tetap dirasakannya saat tidak ada tugas untuk pelaksanaan suatu

kegiatan tertentu, yaitu dirinya merasa resah dengan situasi menganggur

yang harus dihadapinya saat itu.

―jarang sih yang nggak ngapa-ngapain kayak gitu, paling sebulan


sekali atau 2 kali, baca-baca apa gitu kayak kepikiran ―kayaknya aku
harus mengerjakan sesuatu, tapi apa ya, gak lapo-lapo‖ nggak enak,
kadang iseng akhirnya bikin apa, baca buku apa. Buka email itu ―kok
nggak ada email ya, server-e rusak ta iki?‖ Kadang email itu nggak
cuma pengaduan, kadang tanyak-tanyak, ya dijawab panjang gitu.
Kalok nggak ada yang ngadu jadi aneh.‖

Asti menyatakan bahwa dirinya tetap bekerja saat tidak ada tugas untuk

pelaksanaan suatu kegiatan tertentu, yaitu menerjemahkan artikel website

PROFAUNA ke dalam bahasa Inggris ―kalok nggak ada apa-apa Pak Rosek

143
bikin artikel. Website kita kan 2 versi, bahasa Indonesia, bahasa Inggris.

Bahasa Inggris itu content-nya aku yang terjemahin dari pak Rosek.‖

Nikita mulai bekerja pada Juli tahun 2014 bertugas sebagai Campaign

Material Officer yaitu membuat desain berbagai material yang diperlukan

untuk kampanye dan edukasi seperti poster atau media lainnya yang

dibutuhkan PROFAUNA, termasuk kaos dan suvenir. Campaign Material

Officer juga bertugas membuat dokumentasi berbagai kegiatan yang

dilakukan PROFAUNA, yaitu video untuk diupload di youtube berupa film

pendek seperti liputan berita PROFAUNA TV ataupun untuk publikasi

PROFAUNA di website. Nikita menjelaskan ―Jadi kita bikin kayak

dokumentasi gitu, nggak film panjang sih, paling 5 menit, yang lama proses

bikin-nya.‖

Nikita merasa bahwa tanggung jawab yang diembannya sebagai juru

desain PROFAUNA tidak hanya sekedar mendesain saja, tetapi juga

memahami isi atau hal yang ditampilkan dalam desainnya agar selalu update

dan dapat mengikuti isu yang akan diangkat oleh PROFAUNA.

―Ya sama belajar sih jadinya. Walaupun sebenernya nggak berkaitan


sama aku, desainku, kan aku desain. Tapi kan jadinya tahu gitu.
Sekarang desain kan pasti ada content-nya. Content kan pasti secara
nggak langsung baca, baca kan secara nggak langsung jadi tau. Kan
kita mau bikin posternya kayak gini, terus yang sesuai gambar apa,
trus ini kayak gimana. Jadi pastinya jadi tahu, kayak gitu jadinya.‖

Tugas juga tetap diembannya saat PROFAUNA tidak sedang akan

mengadakan suatu kegiatan tertentu.

―pas lagi nggak ada apa-apa kalok aku tetep bikin medianya. Karna
walo gak ada kampanye tapi ada isu apa aku tetep bikin poster, update
apa, walaupun nggak isu tertentu, tapi kita tetep lewat medsos. Aku
bikin poster, nggak dicetak, tapi di-share, fun page gitu-gitu.‖

144
7.3 Strategi Payung Besar dalam Pelaksanaan Program

Ada 2 jenis program PROFAUNA. Pertama, program tahunan yang

bersifat terprogram. Program ini disusun pada bulan Desember untuk satu

tahun mendatang. Kedua, program yang bersifat insidentil. PROFAUNA

memegang teguh visi, misi, dan tujuannya untuk kelestarian satwa liar dan

hutan yang dimunculkan dalam isu strategis lima tahunan. Rencana strategis

ini bersifat global dan disusun bersama para representatif dan Advisory Board

setiap lima tahun. Program insidentil akan mengacu pada rencana strategis

lima tahunan tersebut. ―Ketika kita melakukan kegiatan insidentil, kegiatan

insidentil tidak boleh keluar dari payung rencana strategis yang lima tahunan

itu.‖ demikian yang dikatakan Rosek.

Rencana strategis ini menjadi pijakan atau rel bagi kegiatan

PROFAUNA ataupun anggotanya di mana saja mereka berada. Itu berarti

segala kegiatan PROFAUNA tidak boleh terlepas dari rencana strategis

tersebut. Rencana strategis tersebut akan dijabarkan lebih lanjut dalam

program kerja tahunan yang disusun oleh kantor pusat PROFAUNA.

―Ada setiap akhir tahun sebelum Januari kita uda punya program.
Program besar…, payung. Tapi seringkali juga ada yang insidentil,
kecil-kecil masuk, tetep kita jalankan. Tapi kita punyak payungnya, itu
aja yang pasti. Apa yang harus kita lakukan itu kita tahu nanti, ada
panduannya. Kita juga punya setiap 5 tahun sekali kita mau melakukan
apa itu pada 5 tahun ke depan kita mau apa, ada… Staf dan
representatif kumpul. Tapi kalo representatif kita nggak membebani
program biasanya. Tapi mereka tahu. Biasanya mereka nggak sampek
merencanakan, nggak… Kita nggak minta mereka. Seringnya
representatif orangnya juga sudah kerja lain, bukan staf, hanya
perwakilan‖ (Made).

Sebagai contoh, salah satu isu PROFAUNA adalah mengenai wildlife

crime atau kejahatan berkaitan dengan satwa liar. Hal ini diterjemahkan

dalam program tahunan, yaitu PROFAUNA mendukung upaya penegakan

145
hukum penanganan perdagangan satwa. Inilah yang dinamakan sebagai

payung itu. Jika kemudian tiba-tiba ada berita bahwa pemerintah akan

menyita satwa yang dilindungi dari tangan para pedagang dan membutuhkan

bantuan PROFAUNA, maka PROFAUNA akan membantu karena hal ini

termasuk dalam payung itu. Jadi program PROFAUNA sangatlah dinamis

atau lebih banyak insidentil daripada yang tersusun, terutama untuk program-

program kampanye dan rescue di lapangan. ―Gak mungkin kita programkan

tanggal sekian kita bantu penyitaan, lha iya kalau ada yang disita? Aktivitas

kebencanaan atau protection hutan, seperti sekarang ada kondisi kebakaran

hutan, itu kan nggak bisa diramalkan‖ demikian kata Rosek. Program yang

tersusun biasanya berupa edukasi ke sekolah-sekolah dan taman nasional,

program pengamatan binatang liar di alam, camp, dan conference.

Beberapa program yang dilakukan secara rutin, yaitu Green Day, Back

To Nature (BTN), Wild Animal Watching (WAW), Hari Primata, dan camp.

Green day adalah forum diskusi atau pertemuan antar supporter yang

dilakukan sebulan sekali baik di dalam maupun di luar ruangan. BTN

merupakan program gathering para supporter sekaligus perjalanan menikmati

alam yang dilakukan satu tahun satu kali. WAW merupakan kegiatan

pengamatan satwa liar di alam yang dilakukan setahun sekali. Hari Primata

diperingati setahun sekali di berbagai daerah dengan melakukan kegiatan

masing-masing yang bertema primata. Conference adalah seminar yang

diadakan dua tahun sekali. Berbagai materi mengenai konservasi diberikan

kepada supporter dalam seminar ini dengan mendatangkan beberapa

pembicara. Camp juga diadakan dua tahun sekali berseling dengan

conference. Beda antara camp dengan conference adalah camp lebih ke

146
pelatihan di outdoor sebagai praktek beberapa materi yang diberikan di dalam

ruangan.

Program yang lainnya adalah pengaturan Volunteer, Rangers, dan

Warrior. Volunteer adalah supporter, yang menjadi sukarelawan untuk

membantu PROFAUNA dalam hal tertentu sesuai kebutuhan PROFAUNA.

Ranger adalah supporter yang menjadi relawan untuk terjun ke kawasan

konservasi, baik di cagar alam, Taman nasional, atau tempat-tempat lain

yang masih ada hutan dan satwa liarnya. Ranger melakukan patroli secara

rutin satu bulan satu kali. Ranger akan mengingatkan pemburu atau

penebang kayu yang mereka temui di hutan. Warrior merupakan tim yang

direkrut khusus untuk melakukan kampanye.

Program kerja akan dilaksanakan sebagai acuan, namun pelaksanaan

kegiatan bisa fleksibel. Seperti yang dikatakan Niar berikut ini.

―Kalok uda diprogram, harus jalan. Tapi kalok ada sesuatu ya bisa
batal. Tergantung sih… pokoknya itu kan uda nyusun, nanti di tengah
jalan ada apa gitu… ya wes… Ganti. Jadi program kerja cuma acuan
aja, kita mau ngapain taon depan, yang di program pasti jalan, tapi
faktanya kebanyakan ya lebih dari itu. Aku kan ada program kerja
Wildlife Adventure ke Alas Purwo, tapi kita kan keseringan ke Alas
Purwo, akhirnya diganti, nggantinya ndadak gitu, ke Baluran, kawah
Ijen. Jadi Cuma acuan aja sih. Banyak yang surprise… [sambil
tertawa].‖

Asti sebagai Campaign Officer juga mengatakan hal yang sama.

―Kan kalok tiap tahun kita bikin program kerja tahunan untuk 2015. Nah
itu sebetulnya nanti di pelaksanaannya banyak yang beda gitu. Jadi ya
garis besarnya sama, tapi….kayak kemarin-kemarin kita tau-tau ada
kerja sama sama BKSDA yang di suaka margasatwa Yang. Dulu kan
kita nggak tau kalok bakal ada kerja sama ini. Tau-tau ada…..ya uda,
dikerjakan. Kayak yang di Borneo itu kan juga pertengahan 2014 kita
baru punya. Di program kerja nggak ada memang, tapi akhirnya jadi
program besar, ya menyesuaikan. Trus di Baluran. Kampanye di
Baluran itu kita awalnya nggak tahu, trus tau-tau di tengah tahun
muncul isu itu.Tapi yang di program itu harus tetap ada itu.‖

147
Penetapan PIC (person in charge) suatu program kerja fleksibel sesuai

kondisi yang terjadi yang sering berubah karena isu lingkungan sebagai

cakupan kerja mereka adalah suatu hal yang tidak bisa diprediksikan. Asti

mengatakan ―kadang misalnya kan di program kerja ada misalnya isu satwa

liar programnya apa, kampanye apa, penanggung jawabnya siapa, nah itu

juga bisa ganti-ganti PIC-nya.‖ Asti mencontohkan sebuah kampanye dalam

proram kerja dengan penanggung jawab A lalu pada saat kampanye ternyata

A harus ke Kalimantan karena di Kalimantan ada suatu hal yang terjadi, maka

penanggung jawab berganti berganti ke orang lain. Contoh lain berhubungan

dengan perampingan jumlah staf sehingga ada perubahan pada penanggung

jawab program.

―Dulu sebetulnya Campaign Officer ada 2. Aku yang khusus untuk isu
satwa liar, yang lain lagi 1 khusus untuk isu hutan. Cuman trus dia
resign, jadi ya sekarang masih sendirian. Besok yang kampanye hutan
itu sebetulnya nggak masuk di programku kalok diliat dari job desk-
nya. Cuman ya udah, gakpapa bareng-bareng.‖

Anggota PROFAUNA di daerah dapat tetap melakukan kegiatannya

secara mandiri, terlepas dari program kerja kantor pusat, asalkan tetap

mengacu dan berpijak pada rencana strategis PROFAUNA (Suara Satwa,

2000). Rencana strategis PROFAUNA ini dijelaskan Rosek dengan analogi

payung ―kegiatan di pusat dan di cabang beda, tapi payungnya sama. Anda

boleh melakukan kegiatan tapi payungnya ini. Di luar payung itu, NO….‖

Tampak adanya suatu fleksibilitas.

Hal demikian terjadi karena representatif PROFAUNA di berbagai

daerah memiliki isu lokal masing-masing. Apa yang terjadi di daerah yang

satu bisa berbeda dengan daerah yang lain, demikian pula apa yang terjadi di

kantor pusat berbeda dengan di cabang. Hal ini terjadi karena setiap daerah

148
memiliki isu lokalnya sendiri yang berbeda dengan isu lokal di daerah lain.

Ekspresi masing-masing daerah akan berbeda-beda. Kegiatan di masing-

masing daerah akan menjadi berbeda dengan daerah lain karena

menyesuaikan dengan isu lokal masing-masing. Rinda, representatif Jawa

Barat menyatakan ―gayanya di HQ kan ada program, sosialisasi, ayok kerjain

di daerahnya kayak gimana. Dari tema itu kita turunin ke topik kita yang lokal

gitu. Payung HQ, Jawa Barat mau jabarkan ke lokalnya.‖

Cara kerja PROFAUNA di Jawa Barat berbeda dengan di daerah

kantor pusat, yaitu di Jawa Timur. Hal ini dikatakan Rinda ―mungkin karena

PROFAUNA besar di Jawa Timur sehingga dia bisa kayak single fighter gitu

ya, yang lain merujuk ke PROFAUNA. Di Jawa Barat, PROFAUNA itu kan

bertahun-tahun hilang, baru muncul lagi sekitar 3, 4 tahun-an ini.‖ Akibatnya

adalah PROFAUNA di Jawa Barat berusaha mengembalikan memori orang

melalui cara berjaringan dengan lembaga-lembaga aktivis lingkungan lokal.

Berjaringan di sini yang dimaksudkan Rinda adalah memberikan dukungan

atas nama PROFAUNA terhadap kegiatan pelestarian lingkungan yang

diadakan berbagai lembaga lain dengan meminta persetujuan dari kantor

pusat terlebih dahulu

―Tapi sebelumnya, sebelum ada kegiatan itu saya ngobrol sama Mas
Rosek. Saya cerita bahwa di Jawa Barat posisinya begini dan
PROFAUNA sebagai orang baru lagi. Jadi kami berusaha me-lobi, jadi
kami ikut aja, tapi bawa bendera PROFAUNA. Atas persetujuan Mas
Rosek karena kami tidak paham peta, bisa peta isu lingkungan, bisa
peta NGO, arah mainnya ke mana. Sebenarnya kami sowan sih,
karena kami bukan orang biologi, orang kehutanan yang paham.
Selalu HQ yang ngasik tau. Dapet lampu ijo aja dulu. Kalok nggak
dapet lampu ijo juga kami nggak berani.‖

PROFAUNA Jawa Barat juga membina hubungan yang baik dengan para

149
seniman dan lembaga lainnya untuk mengusung isu pelestarian hutan dan

satwa liar.

Cara seperti ini dilakukan PROFAUNA di Jawa Barat karena

masyarakat Jawa Barat memang belum mengenal nama dan kiprah

PROFAUNA sebagai salah satu LSM lingkungan. PROFAUNA Jawa Barat

melakukan sinergi dengan para seniman, seperti Rahmat Jabaril, pelukis,

dengan Wanggi yang merupakan artis pantomime dan Botol Smoker yang

merupakan pemusik elektro musik di kalangan anak-anak muda. Sinergi ini

dilakukan untuk menjaring anak-anak muda karena Jawa Barat, khususnya

Bandung, merupakan tempat anak-anak gaul. PROFAUNA Jawa Barat juga

melakukan jaringan dengan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan IJTI (Ikatan

Jurnalis Televisi Indonesia) karena para aktivis mula-mula PROFAUNA Jawa

Barat kebanyakan berprofesi sebagai dosen jurusan Ilmu Komunikasi dan

banyak berhubungan dengan dunia berita.

―Itu lebih ke temen-temen lama saya ―saya bawa bendera PROFAUNA


ya.‖ Jadi AJI bikin diskusi kami dateng. Yang di Jawa Barat
berjaringannya seperti itu karena 2, 3 tahun yang lalu kami main
sendiri gitu loh dan itu dianggap aneh buat orang Jawa Barat.
Aneeehh, ya karena ―kamu siapa?‖ Trus ya kesannya gini ―kamu
siapa? Kamu orang mana?‖ (Rinda).

Rinda mengatakan bahwa cara yang telah dilakukan tersebut membuahkan

hasil yang dapat dipetik sekarang.

―AJI itu sekarang sudah mulai kalok ada urusan soal lingkungan, soal
satwa, PROFAUNA gitu…. Kan itu lumayan ya, menanamkan itu di
kepala mereka. Trus media itu kayak kemarin Tempo Jabar bicara
satwa, akhirnya langsung ke kami gitu, wartawan Tempo di Jawa Barat
langsung telfon saya. Jadi kalok dari situ sih saya liat oh itu yah upaya
pembentukan brand itu mulai ada hasilnya yah.‖

150
Upaya pembentukan brand ini dilanjutkan hingga kini PROFAUNA di Jawa

Barat menjalin hubungan secara intensif dengan BKSDA Jawa Barat serta

Pemprov Jawa Barat.

―Bukan untuk jadi ininya Pemprov, tapi biar dilirik bahwa ada
PROFAUNA-nya, itu jadi kunci. Jadi kami itu terinspirasi dari Pemprov
Jawa Barat yang membuat satgas lingkungan Jawa Barat. Jadi lintas
instansi nih, lintas lembaga, bahkan melibatkan NGO kecuali
PROFAUNA. Awalnya nggak ngerti saya ―kok nggak diini ya?‖ Tapi
pas saya ngobrol sama temen saya yang memang ada di Pemprov,
humas, asistennya Wagub, mereka nggak kenal, mereka nggak tahu
ada PROFAUNA. Nah karena itulah kami mau menargetkan begitu.
Kalo media massa mah udah dilahaplah. Maksudnya ya memang itu
sudah dunianya‖ (Rinda).

Karakter lokal daerah yang berbeda menyebabkan munculnya isu atau

kegiatan untuk pelestarian hutan dan satwa liar yang berbeda antara daerah

satu dengan yang lain. Berbagai kegiatan dapat dilakukan daerah dengan

tetap mengacu pada payung besar yang dipunyai PROFAUNA. Isu yang

sama pun dapat dilakukan dengan cara yang berbeda di PROFAUNA.

Contohnya adalah peringatan Hari Primata untuk menyadarkan masyarakat

atas isu pelestarian primata karena masih banyak orang yang memelihara

kukang dan jenis primata lain yang dilindungi. Momen hari primata setiap 30

Januari menjadi hari kampanye dan edukasi tentang primata di seluruh

daerah. Masing-masing daerah membuat kegiatan secara mandiri. Kantor

pusat menyediakan material kampanye dan edukasi berupa artikel singkat

tentang primata, desain poster, desain stiker yang dapat didownload untuk

dicetak sendiri untuk melakukan kegiatan di tempat masing-masing. Jika

edukasi yang akan dilakukan, PROFAUNA pusat menyediakan CD film

tentang primata yang akan dikirimkan ke daerah yang membutuhkan.

Asti sebagai koordinator kegiatan hari primata menyatakan bahwa

supporter yang berprofesi sebagai guru dapat melakukan kampanye primata


151
di sekolahnya. Supporter yang bekerja di kantor dapat membuat foto bersama

dengan tema pelestarian primata. Supporter dari kalangan mahasiswa bisa

membuat kampanye di jalan atau mall mengenai pelestarian primata ―jadi

dalam satu hari buareng… se-Indonesia gitu soal primata, tapi koordinatornya

dari sini.‖

Komunikasi dan koordinasi dari masing-masing daerah dilakukan

sebelum kegiatan dilakukan, berupa jenis kegiatan dan persiapan serta

material apa saja yang dibutuhkan sampai hari pelaksanaan. Monitor di

tempat lain dilakukan oleh pusat sementara pusat juga melakukan kegiatan

untuk hari primata juga. Berbagai tempat yang melakukan kegiatan Hari

Primata tersebut akan memberikan laporan ke pusat, minimal berupa foto,

video, atau berita atau liputan acara oleh media. Rinda sebagai representatif

Jawa Barat menyatakan bahwa laporan tersebut dibuatnya sebagai

pertanggungjawaban kepada supporter.

―Pas hari H nya hari primata kayak berlomba-lomba orang membuat


aksinya sendiri-sendiri dan itu bukan narsis, bukan apa, tapi untuk
menunjukkan bahwa program itu kami dukung banget dan kami
ngelaporin itu kayak ngepoin daerah lain ya, nyari tau daerah lain, di
Jakarta gimana? Di Jogja gimana? Cari keunikannya di sana. Kan itu
berarti kita mempertanggungjawabkannya ke supporter.‖

7.4 Komunikasi dan Koordinasi untuk Mempraktikkan akuntabilitas

PROFAUNA menggunakan internet sebagai sarana komunikasi dan

publikasi. Website PROFAUNA muncul pada tahun 2000-an saat sudah

bernama PROFAUNA, yaitu www.profauna.org. Sekarang website menjadi

www.profauna.net walaupun yang .org tetap digunakan. Alasan perubahan itu

adalah untuk memudahkan pemahaman masyarakat karena melafalkan net

jauh lebih mudah daripada .org. Staf khusus yang mengelola email

152
PROFAUNA adalah Supporter Officer. Hal ini dilakukan Supporter Officer

sebagai usaha untuk mendapatkan partisipasi supporter dalam berbagai

kegiatan PROFAUNA sekaligus melaksanakan tanggung jawabnya kepada

supporter seperti diungkapkan Niar ‖karena itu salah satu fasilitasnya

supporter juga sih, jadi tiap ada kegiatan harus diinfokan. Memang itu sudah

job desk nya dan biar mereka datang berpartisipasilah.‖

―Kita harus maintenance. Setidaknya say hello lah, nanya kabarnya


gimana biar bisa tetep deketlah sama kita. Jadi nanti kita minta donasi
apa-apa kan jadi enak. Biar kita kalok ngomong biar nggak sungkan
gitu lho mbak. Jadi ya wes kayak temen biasa. Itu inisiatif dari akunya
sendiri, bukan perintah Pak Rosek, untuk kedekatan dengan supporter,
biar nggak putus gitu. Jadi sadar sendiri, yak apa aku isa menjalankan
tugas dengan baik nek aku nggak deket ke mereka. Jadi kita kan kalo
butuh apa-apa biar enak gitu lho mbak, nggak sungkan-sungkan kalok
ngomong. Padahal Pak Rosek ya nggak nyuruh‖ (Niar).

Supporter Officer selalu berupaya berkomunikasi secara aktif dengan

para supporter, termasuk mengingatkan supporter jika saat memperpanjang

masa keanggotaan hampir tiba. Niar mengatakan ―Biasanya lewat sms,

remindernya tiap 3 bulan sebelum habis saya sms. Tiap ganti tahun, aku

harus liat yang bikin KTS bulan Januari, awal Januari uda tak sms. Jadi liat

database satu-satu sapa yang mau habis.‖ Pemberian informasi juga

dilakukan mengenai hangusnya fasilitas supporter jika tidak memperpanjang

keanggotaan, walau tidak ada paksaan untuk itu. Masa keanggotaan yang

dibuktikan dengan KTS berlaku satu tahun dan KTS yang sudah tidak berlaku

akan dipotong. Saat supporter memperpanjang masa keanggotaan akan

dimanfaatkan oleh Supporter Officer untuk melakukan pendataan ulang guna

mendapat informasi pribadi supporter terbaru, seperti alamat dan nomor

telepon genggam yang mungkin berubah.

153
Teknologi internet dengan peralatan pendukungnya membuat

komunikasi antara PROFAUNA dengan supporter dapat terjalin dengan baik.

Rosek menyatakan hal tersebut sebagai sebuah tuntutan dalam operasional

PROFAUNA.

‖Akhirnya kita menyesuaikan dengan teknologi akhirnya. Semua pakek


smartphone, WA… Saya pribadi sebenarnya nggak ngikuti gini-gini,
tapi ya tuntutan karena hemat waktu, efisien, akhirnya ya wes okelah
wong itu positif. Akhirnya ya mau nggak mau. Kalok nggak, kita
ketinggalan karena lingkungan gitu.‖

Kemudahan komunikasi tersebut membuat supporter dapat mengetahui

segala informasi yang berkaitan dengan kegiatan PROFAUNA dan isu-isu

peletarian hutan dan satwa liar secara up to date. Beberapa orang yang

memiliki akses untuk posting berita kepada supporter adalah ketua,

Campaign Officer, dan Supporter Officer. Supporter tidak hanya mendapat

informasi yang up to date mengenai kegiatan PROFAUNA dan isu pelestarian

satwa liar dan hutan, tetapi juga bisa menyampaikan berbagai hal yang

berkaitan. Diskusi antar supporter mengenai isu tertentu dapat dilakukan

lewat forum discuss di Facebook, grup di Whatsapp, twitter, dan grup milis

email secara terbuka.

PROFAUNA juga membuka akses komunikasi dengan masyarakat

lewat email dan sms center sebagai wadah masyarakat untuk bersuara. Email

dan sms yang masuk akan dicek untuk ditindaklanjuti jika memang isinya

perlu ditindaklanjuti. Email yang masuk akan dibalas tergantung dari isinya

seperti dikatakan Asti ―Kalok tentang supporter, Mbak Niar. Kalok ada orang

tanya, dari luar negeri, aku biasanya. Kalok minta kerja sama ato apa ke Pak

Rosek.‖

154
Rapat rutin diadakan setiap hari Senin untuk koordinasi kegiatan yang

akan dilakukan selama 1 minggu ke depan. Rapat ini bisa dilangsungkan di

berbagai lokasi sesuai arahan ketua sebagai forum para staf dan pendiri

untuk membicarakan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan yang akan

dilakukan PROFAUNA. Evaluasi diadakan setelah acara selesai dilakukan

sekaligus koordinasi untuk kegiatan selanjutnya.

Koordinasi sebenarnya selalu dilakukan oleh staf PROFAUNA setiap

saat ada ide yang terbersit dalam benak mereka. Hal ini sangat mungkin

terjadi karena situasi di ruangan staf di lantai dua yang berupa ruang terbuka

menciptakan kesempatan mengobrol seluas-luasnya bagi mereka.

Pembicaraan ide di antara para staf mengenai kegiatan PROFAUNA

seringkali tidak perlu menunggu adanya rapat koordinasi setiap hari Senin.

Contohnya adalah saat-saat dilakukannya persiapan untuk acara

Green Day yang akan diadakan sehari sebelum kampanye di Balai Kota

dilangsungkan. Niar menginformasikan kegiatan Green Day sebagai forum

diskusi rutin para supporter sekaligus briefing untuk pelaksanaan kampanye.

Asti sebagai Campaign Officer bertugas untuk memastikan segala

sesuatunya dalam pelaksanaan kampanye. Rosek menjadi pembicara untuk

menyampaikan materi diskusi dalam Green Day dan Nikita yang

mempersiapkan material untuk publikasi informasi dan pelaksanaan Green

Day sekaligus kampanye di Balai Kota. Nikita bertanya kepada Niar tentang

tulisan yang akan ditampilkan di poster, yaitu mengenai supporter yg

diundang, tema diskusi, waktu, tempat, narasumber, dan staf yang bertugas

untuk memberikan informasi lebih lanjut lebih lanjut. Niar menjawab ―iya lah

wes koyok sing wingi-wingine wes ya.‖ Nikita bertanya ke Asti tentang jumlah

155
poster yang akan dicetak. Semua pembicaraan ini terjadi tanpa ada satu

orang pun yang meninggalkan kursi masing-masing di ruangan mereka.

Ketua pun tidak jarang membicarakan berbagai hal dengan para staf

tanpa menunggu rapat koordinasi hari Senin. Rosek sebagai ketua

menanyakan kesiapan untuk kampanye ke Asti ―gimana perkembanganmu?

Persiapan udah semua?‖ Rosek juga bertanya tentang kesiapan material

kampanye kepada Nikita ―Nik, yang untuk kampanye itu uda jadi to? Uda

cetak?‖ Hal seperti ini dapat terjadi karena setiap harinya Ketua akan

melewati ruangan para staf terlebih dahulu untuk dapat sampai di ruangannya

sendiri. Pada kesempatan berikutnya Rosek mengecek kostum untuk

kampanye dan Asti bertanya mengenai volunteer kepadanya.

Koordinasi juga dilakukan dengan para supporter yang terlibat dalam

acara kampanye. Koordinasi ini dilakukan bersamaan dengan acara Green

Day, yaitu setelah diskusi selesai dilaksanakan. Campaign Officer bertugas

untuk memulai koordinasi atau briefing tentang tatacara penyelenggaraan

kampanye dengan menyampaikan konten dan tujuan kampanye itu.

―Selama ini orang-orang banyak yang mengira PROFAUNA tentang


faunanya aja yang diurus, padahal sebetulnya dari jaman dulu ya kita
uda bekerja untuk isu-isu hutan. Mungkin nggak terbatas di kota
Malang. Ini sebagai pendahuluan untuk penyadaran masyarakat yang
dekat di rumah kita sendiri di Malang. Karna di Malang masih ada
dekat-dekat sini hutan, di daerah gunung-gunung, Semeru, Kawi‖
(Asti).

Asti menggambar denah posisi aktor dan menjelaskan jalan cerita dari

kampanye teatrikal. Beberapa orang akan memegang poster besar

bertuliskan materi kampanye, yaitu untuk pelestarian hutan Indonesia sebagai

background dan beberapa orang lainnya memegang poster dengan ukuran

lebih kecil di sekelilingnya. Poster-poster kecil berisi macam-macam gambar

156
hasil karya lomba poster hutan yang diadakan Februari tahun 2015. Ada lima

orang wanita yang mengenakan kostum pohon di bagian depan untuk

berperan sebagai pohon yang ceria dengan kehidupannya di hutan. Tiga

orang laki-laki berperan sebagai logger menggunakan kostum serba hitam

dan bertopeng bergambar tengkorak, dan seorang di antaranya memegang

gergaji mesin yang akan benar-benar dihidupkan namun mata pisaunya

sudah dilepas terlebih dahulu. Gergaji diarahkan ke para pohon dan pohon itu

satu per satu tumbang rebah ke tanah. Rosek menambahkan ―ini sebetulnya

itu simbol bahwa ketika kita menebang kayu di hutan itu sebenarnya akan

membunuh manusia secara bertahap.‖ Adegan tersebut dilakukan berulang

sebagaimana dikatakan Asti, di balai kota Malang, lokasi yang sengaja dipilih

di tempat yang banyak dilewati orang karena target kampanye ini adalah lebih

ke media masa dan wartawan. Pendataan supporter yang ikut kampanye

dilakukan pula pada kesempatan koordinasi itu.

Ketua juga menyatakan aturan main untuk kampanye dalam briefing

tersebut. Pertama, setiap orang yang melakukan kampanye tidak boleh

berbicara karena yang boleh berbicara hanyalah Campaign Officer atau juru

kampanye. Hal ini berarti bahwa orang yang lain tidak boleh memberikan

komentar ataupun menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan ―jadi

tidak boleh berbicara sendiri memberi komentar karena ingin masuk koran

dan sebagainya. Nggak boleh ya…., jadi dilempar ke Mbak Asti.‖ Rosek

menambahkan bahwa para peserta kampanye dapat mengikuti arahan para

wartawan yang mungkin akan mengatur posisi mereka untuk keperluan

fotografi, namun tetap tidak memberikan komentar apapun ―fotografer akan

157
mengatur posisi untuk angle yang bagus itu dituruti gakpapa, tapi kalok

mereka tanya, komentar tetap Mbak Asti.‖

Kedua, setiap orang harus melakukan kampanye dengan serius,

namun tidak tegang dan berlebihan.

―Jadi memegang spanduk ya biasa, santai tapi nggak lebay. Misalnya


lebay itu apa? Anda di-shooting kemudian dada dada, itu lebay. Jadi
nggak boleh, norak… Tetep pada tupoksinya, tugas, pokok, dan fungsi
masing-masing. Pegang spanduk ya sudah, pegang spanduk itu,
pastikan spanduk tidak melengkung, jadi harus terbaca dengan bagus
karena itu akan jadi background kalok foto, terutama film‖ (Rosek).

Ketua meyakinkan peserta bahwa kampanye yang akan dilakukan itu

merupakan kampanye yang damai, bukan kampanye untuk blockade

melawan perusahaan secara langsung yang rawan menimbulkan kerusuhan.

Kampanye dilakukan lebih untuk menciptakan kesadaran masyarakat akan

pentingnya pelestarian hutan dan satwa liar atau public campaign awareness.

Kemungkinan terjadinya kerusuhan dikatakan Rosek sangatlah kecil ―jadi

kemungkinan itu nggak akan ada. Seandainya ada, tapi itu sangat kecil,

nggak mungkin, besok jangan panik, jangan terlihat ketakutan yang

berlebihan, biasa aja karena ini kampanye yang sangat peaceful.‖

Ketiga, setiap orang yang melakukan kampanye tidak boleh merokok,

makan, minum, dan mengobrol dengan sesama teman. Hal ini dikatakan

sebagai upaya serius dalam menyuarakan suatu hal yang serius.

―Karena ketika kita ingin menyuarakan sesuatu yang serius, maka


Anda seharusnya juga terlihat serius melakukannya. Jadi tidak
cengengesan, tidak bercanda. Karena kalok itu masuk dalam kamera
itu jelek sekali. Anda kalok misalnya pernah melihat televisi, syuting
berita, yang disampaikan sebetulnya isinya sangat serius tapi Anda
menangkap di kamera itu wajah-wajah mereka itu cengengesan,
bercanda, jadi kontradiksi gitu. Ini apa sih maksudnya? Nah itu kita
nggak boleh gitu di PROFAUNA. Jadi pake konsep ini Anda akan
mengikuti alur yang ada‖ (Rosek).

158
Keseriusan itu juga diwujudkan dengan memakai kaos logo PROFAUNA

terbaru, sepatu, dan celana yang tidak sobek-sobek sebagai dresscode

dalam kampanye. Setiap orang yang tampil dalam kampanye ini juga harus

mematikan semua telepon genggam dan tidak membawa barang-barang

yang tidak diperlukan sebagai upaya untuk berkonsentrasi.

―SOP dalam kampanye, pastikan semua mobile phone off, jadi kami
tidak mau Anda tampil bingung sms, itu jelek sekali. Jadi matikan,
nggak usah bingung selfie. Konsentrasi! Be focus untuk acara ini,
jangan fokus terhadap dirinya sendiri. Ke sana tas dititipkan di kantor,
bawa dompet saja, hp untuk darurat, tapi nggak usah dihidupkan‖
(Rosek).

Sangat jelas terlihat bahwa koordinasi menjadi suatu hal yang penting

dalam setiap pelaksanaan program PROFAUNA, bahkan sebagai sebuah

keharusan. Hal ini tidak berarti bahwa setiap kegiatan yang dilakukan

PROFAUNA pasti melewati tahap koordinasi terlebih dahulu sebagai

persiapannya. Rosek mencontohkan kegiatan yang dilakukan tanpa

persiapan yang terencana.

‖Persiapan tergantung. Kalok isu mendesak ya persiapannya sehari.


Misalnya dulu kita pernah menghadang Menteri Kehutanan yang
datang di kampus UMM, ada seminar. Sementara Menteri itu
seharusnya mengeluarkan sebuah kebijakan untuk perlindungan
hutan, kita dapat kabar dari wartawan ―nanti datang.‖ Kapan? ―Besok.‖
Ya langsung kita blokade jalannya itu. Menteri turun dari mobil nggak
bisa masuk, akhirnya ketemu sama kita kemudian menyampaikan
statement dia akan mendukung itu. Jadi nggak mesti. Tapi
supporternya banyak‖ (Rosek).

Persiapan akan dilakukan menyesuaikan dengan kondisi, namun koordinasi

tetap harus dilakukan. Hal ini dilatarbelakangi adanya pengalaman di masa

lalu tentang suatu komunitas lain yang ikut melakukan kampanye

PROFAUNA tanpa ada koordinasi terlebih dahulu. Akibatnya, komunitas lain

itu langsung datang ke lokasi tanpa ke kantor PROFAUNA terlebih dahulu

159
sehingga hanya menerima briefing secara mendadak saja dan hal itu kurang

mendukung kelancaran kegiatan tersebut.

―Briefing-nya itu ndadak pas di sana tapi mereka juga ada yang kayak
nggak ngerti ―sakjane ngapain‖, yo wes, akhire mereka kayak bingung
gitu, trus ya harus dikasi tau terus-terusan gitu ―kamu ginio-ginio.‖ Lha
kalok supporter sudah di-briefing gitu maksudnya kan tau mreka harus
ngapain. Kemarin itu sebetulnya ada yang mau ikut, ya komunitas
yang itu lagi. Cuman mungkin orangnya kan sudah ganti, tapi nek
mereka susah untuk diajak ketemuan, mau briefing gitu mereka
banyak nggak bisanya, ya wes mending nggak usah‖ (Asti).

Pentingnya koordinasi dengan supporter membuat dilakukannya

briefing untuk kedua kalinya. Briefing kedua untuk kegiatan kampanye di balai

kota dilakukan sebelum kegiatan kampanye itu dilakukan. Para supporter

diminta untuk berkumpul di kantor PROFAUNA pada hari pelaksanaan

kampanye, yaitu jam 8.30 maksimal jam 9 karena akan diadakan briefing

ulang sebelum keberangkatan ke lokasi kampanye pada pukul 9.30. Briefing

ulang diadakan dengan isi yang sama dengan briefing pertama. Rosek

kembali menekankan ―juru bicara Mbak Asti, ada orang yang tanya siapapun,

apapun, dilempar ke mbak Asti ya, jangan ikut komen!‖

Koordinasi tidak hanya dilakukan di antara para staf, antara staf dan

ketua PROFAUNA, dan antara staf dan ketua dengan para supporter

PROFAUNA saja, tetapi juga antara PROFAUNA dengan pihak kepolisian.

Campaign Officer mendatangi kantor polisi dan memberikan informasi

mengenai kegiatan kampanye yang akan dilakukan. Pihak kepolisian

memberikan suatu tanda bukti bahwa PROAUNA telah melaporkan kegiatan

kampanye tersebut. Hal ini selalu dilakukan PROFAUNA jika kegiatan yang

akan dilakukan berkaitan dengan massa seperti disampaikan oleh Asti dan

apa yang penulis amati saat kampanye pelestarian hutan diadakan di balai

kota Malang.
160
―Biasanya kalok pas acara hari H ada orang dari polisi yang ke lokasi
ya cuman liat aja, minta dokumentasi. Uda… Kalok di Malang kan uda
sering kan, polisinya uda tau PROFAUNA, ya gakpapa. Kalok
demonya ruang lingkupnya lebih dari 1 propinsi kita ke Polri, kalok
antar kota ke Polda.‖ Orang-orang itu mikirnya kampanye itu demo,
ada polisi trus gepuk-gepuk-an. Nggak…‖

Berbagai hal yang berkaitan dengan komunikasi dan koordinasi baik dengan

pihak di dalam PROFAUNA maupun dengan pihak di luar dilakukan untuk

memastikan bahwa kegiatan itu dapat dilakukan dengan cara yang baik dan

membuahkan hasil yang diinginkan, seperti yang dikatakan Nikita ‖kita

kampanyenya nyante, bukan demo gitu kok mbak, gak gontok-gontokan.

Paling banyak eksisnya, foto-foto, tapi itu bantu PROFAUNA nyebarin‖

[informasi untuk mengajak masyarakat melakukan pelestarian hutan dan

satwa liar]

Koordinasi juga dilakukan saat ada acara di luar kota Malang yang

menuntut kehadiran wakil dari PROFAUNA. Tidak semua acara diwakili oleh

orang-orang PROFAUNA dari Malang. Koordinasi antara kantor pusat dan

representatif di daerah-daerah akan sangat diperlukan. Made mencontohkan

bahwa orang PROFAUNA di Jakarta yang dikirimkan untuk acara

PROFAUNA yang diadakan di Jakarta, juga orang PROFAUNA di Bandung

yang dikirimkan saat ada pertemuan dengan TRANS TV untuk membahas

tayangan-tanyangan satwa yang kurang bagus di Bandung karena memang

aktivis PROFAUNA di Bandung banyak berkecimpung di dunia media.

‖Bu Rinda atau Bu Titin yang akan mewakili PROFAUNA karna mereka
memang bergerak di bidang jurnalis, kan mereka dosen jurusan
komunikasi. Bu Nadya, Bu Titin, Bu Rinda, mereka dosen di Unpad
dan suaminya Bu Titin itu ketua KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Jadi
makanya untuk tayangan-tayangan misalnya kayak Jejak Petualang
ato apa kalok ada masalah kita akan langsung ke Bu Titin, Bu Titin ke
suaminya‖ (Made).

161
Made mengakui bahwa PROFAUNA bukan LSM yang memiliki banyak dana,

tetapi banyak supporter yang menjadi jaringan PROFAUNA untuk

melancarkan jalan PROFAUNA dalam melakukan berbagai hal sesuai visi

dan misinya dalam pelestarian hutan dan satwa liar.

―Ya itu kita punya jaringan orang-orang dalam itu yang sangat
membantu PROFAUNA. PROFAUNA nggak punya dana tapi kita
punya orang-orang hebat, supporter itu. Misalnya dengan Bu Susi
[Mentri Perikanan], kita punya Rouf. Saya ngadernya 10 tahun lalu
sejak dia jadi mahasiswa. Dia sudah jadi asistennya Bu Susi, tangan
kanan. Dan jalan kita untuk masalah penyu terbuka lebar. Jauh lebih
mudah. Sebenarnya kita mungkin bisa aja, tapi jauh lebih sulit kalok
kita nggak punyak orang dalem. Penyu dilindungi, tapi banyak
perdagangan telur penyu di mana-mana‖ (Made).

7.5 Laporan Kegiatan

Selain laporan yang diberikan setelah ada suatu program yang

dilakukan, para staf rutin membuat laporan kegiatan kerja sesuai jabatan

masing-masing pada tanggal 10 setiap bulannya sebagai laporan rutin.

Laporan tersebut diberikan oleh staf kepada ketua via email. Laporan yang

dibuat oleh Front Officer adalah catatan penjualan suvenir, catatan surat

keluar-masuk, catatan telepon masuk, daftar buku tamu, daftar kliping koran,

daftar artikel madding, Catatan penjualan suvenir berisi jumlah penjualan

suvenir setiap minggunya dan totalnya selama sebulan. Catatan surat keluar-

masuk memuat rincian tanggal keluar dan masuk, nama pengirim dan orang

yang dituju semua surat yang keluar dan masuk kantor. Catatan telepon

masuk berisi rincian tanggal danjam telepon masuk, nama dan asal instansi

penelepon, serta keperluannya. Daftar buku tamu berisi tanggal bertamu,

nama, nomor telepon, dan asal instansi tamu yang datang ke kantor

PROFAUNA beserta keperluan kedatangannya. Daftar kliping Koran berisi

162
daftar artikel yang dimuat dalam surat kabar berkaitan dengan hutan dan

satwa liar di Indonesia, yaitu rincian tanggal dimuat, nama media, judul artikel

dan isinya. Daftar artikel mading berisi rincian jenis artikel, flyer, promosi, dan

sebagainya yang ditempel di madding di kantor PROFAUNA, yaitu

keterangan jenis, nama media, judul, dan edisi penayangannya.

Front Officer juga membuat laporan penjualan suvenir seminggu sekali

secara tertulis di sebuah kertas kepada bendahara PROFAUNA. Laporan itu

memuat saldo awal persediaan tiap jenis suvenir, jumlah barang yang masuk,

jumlah barang yang terjual beserta harga per satuannya, total pemasukan

uang, dan saldo akhir persediaan tiap jenis suvenir. Laporan tersebut akan

digunakan bendahara untuk melakukan stock opname setiap hari Selasa.

Bendahara melakukan perhitungan secara fisik dan mencocokkannya dengan

laporan tertulis yang dibuat Front Officer. Front Officer tetap harus membuat

laporan tersebut setiap hari Selasa walaupun mungkin bendahara tidak dapat

melakukan stock opname pada hari tersebut.

―Stock opname tiap Selasa, tapi kadang saya nggak bisa. Tapi dia
wajib bikin tiap hari Selasa. Saya periksa ato nggak, jangan dirubah.
Jadi pada saat saya sempat, saya nggak tahu itu hari Kamis ato hari
apa, ato malah mungkin 3 minggu kemudian. Tapi tiap Selasa itu
sudah harus ini. Jadi, untuk pengecekan itu jauh lebih mudah. Itu aja
sih sebenarnya. Ininya lebih ringkeslah‖ (Made).

Campaign Material Officer, juga membuat laporan rutin berisi rincian

desain yang telah dibuat dalam bentuk poster, spanduk, stiker, atau material

lain. Jumlah, desain gambar dan tulisan, ukuran cetakan, tempat mencetak,

dan kegunaan dari desain itu dijelaskan satu per satu. Hasil desain tersebut

juga dilampirkan.

Konsep akuntabilitas dirasakan oleh Nikita sebagai staf yang harus

bertanggung jawab memberikan laporan kepada Rosek sebagai ketua


163
PROFAUNA yang telah memberikan amanah padanya untuk melakukan

pekerjaannya sebagai Campaign Material Officer. Hal ini membuatnya selalu

berusaha tepat waktu dalam membuat laporan rutin setiap bulannya dan jika

terpaksa akan meminta dispensasi perpanjangan waktu pembuatan laporan.

Jika ada terlalu banyak pekerjaan seperti membuat film, slide show sebelum

kegiatan, dan desain-desain lain seperti saat camp dan conference, Nikita

mengatakan ―kalok udah kayak gitu sih biasanya Pak Rosek dari

persetujuannya nanti laporannya terakhir setelah selesai acara nggak apa-

apa. Tak rekap 2 bulan, tapi itu kalok urgent kayak gitu. Kalok nggak ya

tanggal 10 pas.‖

Keinginan untuk memberikan laporan rutin secara tepat waktu ini

berasal dari rasa tangung jawab pribadinya sendiri, bukan dari tekanan dari

atasan karena ketua jarang memberikan tekanan pada staf mengenai

ketepatan waktu staf dalam bekerja ataupun membuat laporan.

―Pak Rosek bukan orang yang ―deadline-nya tanggal segini lho, ayo!‖
Nggak… Ya kitanya sendiri yang merasa perlu buat tanggal segini. Ya
mau nggak mau, ya tanggung jawab sih.‖ Jarang kok pak Rosek
sampe kayak ―Mana desainnya, ayo cepet, cepet lho ya!‖ Tapi kitanya
yang gimana sama Pak Rosek itu. Kerjaan belum selesai, lembur
pernah, tapi aku jarang. Soalnya tak usahain selesai sebelum hari H,
kecuali lembur ya paling sering ya film itu. Biasanya aku siap 2 hari
sebelum hari H. Ke Pak Rosek dulu, cek, kalok uda deal, setuju, baru
cetak‖ (Nikita).

Campaign Officer juga memberikan laporan acara kampanye yang

telah dilakukan. Laporan khusus atau tersendiri akan dibuat untuk kegiatan

yang besar. Asti mencontohkan laporan kampanye di Balai Kota Malang

diberikan termasuk di dalam laporan yang dibuatnya rutin setiap bulannya

tetapi untuk Hari Primata atau pelatihan selama satu minggu di Jakarta

164
dilaporkan terpisah ―Kan laporannya formatnya terserah, cerita uda ngapain

aja gitu.‖

Supporter Officer melaporkan kegiatan pekerjaan yang dilakukannya

secara rutin berkaitan dengan pendaftaran supporter baru dan pemberian

informasi mengenai kegiatan dan program PROFAUNA. Supporter Officer

juga melaporkan jumlah supporter yang hadir dalam kegiatan atau program

tersebut berdasarkan daftar presensi yang diisi oleh supporter yang hadir,

beserta materi kegiatan, dan jumlah donasi yang berhasil dikumpulkan jika

pada saat itu ada kotak donasi diedarkan.

‘Kegiatan PROFAUNA apapun harus ada presensinya, trus itu


dilaporkan tiap bulan. Berapa totalnya, sapa aja. Waktu Greenday
kemarin bahasnya tentang apa, trus ada donasi yang muter itu juga
dilaporkan, hasilnya berapa, aku setor ke bendahara. Itu masuk donasi
untuk kegiatan-kegiatan PROFAUNA selanjut-selanjutnya.‖

Laporan rutin yang dibuat setiap bulan oleh staf di kantor pusat adalah

dalam bentuk email, sementara laporan rutin dari kantor cabang di Borneo

adalah dalam bentuk hard copy yang dikirim via pos ke kantor pusat di

Malang. Laporan rutin yang lain adalah laporan rutin tahunan yang dibuat

dalam bentuk hard copy dan berupa power point untuk dilakukan evaluasi

pada akhir tahun. Made mengatakan ‖Program hampir 80% jalan sih karena

setiap akhir tahun kan kita kumpul tuh. Kita evaluasi tahun ini kita ada ininya

programnya. Kita evaluasi setahun ini program kita itu sukses berapa, nggak

sukses berapa, untuk tahun depan kita mau melakukan apa.‖

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan

kegiatan atau program PROFAUNA selama satu tahun yang telah berlalu

untuk ditindaklanjuti. Pengalaman menghasilkan suatu perbaikan di dalam diri

PROFAUNA. Contohnya adalah mengenai program Ranger yang dilakukan

165
secara rutin satu bulan satu kali. Program ini awalnya dilakukan berpindah-

pindah tempat. Hal ini ternyata tidak efektif seperti dikatakan Asti ―kita ke

tempat A sekali, trus ke tempat B, trus ke tempat A bisa tahun depannya lagi,

kayak mulai dari baru. Jadi mending fokus di satu lokasi.‖ Sehingga akhirnya

program ranger ini dilakukan rutin di satu lokasi tertentu. Pertemuan rutin di

akhir tahun tidak hanya untuk melakukan evaluasi, tetapi juga untuk

melakukan perencanaan program setahun berikutnya.

7.6 Ikhtisar

Akuntabilitas proses atau internal PROFAUNA dilakukan oleh masing-

masing staf dalam setiap pelaksanaan pekerjaan operasional rutin atau

kegiatan incidental yang menjadi tanggung jawabnya. Berbagai kegiatan

PROFAUNA dilakukan baik di pusat, cabang, atau daerah representatif

dengan mengacu pada rencana strategis yang menjadi suatu panduan. Hal

ini dikatakan sebagai payung besar yang menaungi berbagai jenis kegiatan di

dalamnya.

Komunikasi dan koordinasi menjadi hal yang sangat penting untuk

dilakukan secara rutin untuk kemajuan organisasi. Hal ini juga dilakukan di

PROFAUNA. Rapat koordinasi rutin dilakukan setiap minggu untuk

membahas berbagai hal operasional. Laporan kegiatan operasional rutin

dibuat sebulan sekali dan laporan kegiatan tertentu dibuat setelah kegiatan itu

selesai dilakukan untuk dievaluasi bersama dalam rapat koordinasi

berikutnya. Tidak hanya untuk kegiatan operasional rutin, komunikasi dan

koordinasi juga dilakukan untuk berbagai kegiatan yang telah diprogramkan

166
atau yang insidentil karena berbagai kegiatan yang dilakukan PROFAUNA

melibatkan cukup banyak anggota dari berbagai daerah.

167
BAB VIII

MENGENDALIKAN PENGELOLAAN DANA


DENGAN SISTEM SATU PINTU

8.1 Pengantar

Pelaksanaan setiap kegiatan akan membutuhkan sejumlah dana, baik

itu kegiatan rutin maupun insidentil. Hal ini terjadi pula di LSM PROFAUNA.

Sejumlah dana yang didapat dari pihak lain digunakan untuk melakukan

kegiatan pelestarian hutan dan satwa liar. Unsur akuntabilitas dapat dilihat

dalam proses ini. Bab ini membahas tentang akuntabilitas penerimaan dan

pengeluaran dana LSM PROFAUNA serta akuntabilitas dalam hal pemberian

informasi secara internal dan eksternal.

8.2 Penerimaan dan Pengeluaran Uang

PROFAUNA menerima uang dari para supporter saat pertama kali

mendaftar menjadi supporter sebagai syarat pendaftaran. Proses pendaftaran

ditangani oleh Front Officer. Calon supporter juga dapat memberikan

sejumlah uang melebihi jumlah minimum yang disyaratkan sebagai donasi

mereka kepada PROFAUNA dengan mengisi sendiri jumlah uang yang

mereka berikan secara sukarela di formulir pendaftaran. Kuitansi akan

diberikan oleh Front Officer kepada supporter sebagai bukti penerimaan uang

sekaligus bukti pendaftaran. Konsep akuntabilitas dari staf kepada supporter

dapat terlihat dalam proses ini.

Formulir pendaftaran beserta uangnya diberikan Front Officer kepada

Supporter Officer yang akan mencatat data supporter tersebut. Uang

pendaftaran dan donasi diserahkan oleh Supporter Officer kepada

168
penanggung jawab keuangan PROFAUNA. Donasi para supporter tidak

hanya dilakukan saat mendaftar pertama kali saja, tapi juga saat menghadiri

pertemuan supporter PROFAUNA yang rutin diadakan setiap bulannya.

Supporter Officer juga yang bertanggung jawab atas hal ini ―trus ada donasi

yang muter itu juga dilaporkan, hasilnya berapa, aku setor ke bendahara. Itu

masuk donasi untuk kegiatan-kegiatan PROFAUNA selanjut-selanjutnya.―

Penerimaan uang dari pembelian suvenir juga dicatat oleh Front

Officer untuk dilaporkan kepada bendahara secara langsung. Penjualan

suvenir tidah hanya dilayani oleh Front Officer, tetapi juga oleh Supporter

Officer. Supporter Officer melayani penjualan suvenir kepada orang yang

memesan lewat Facebook, sms center, dan WA.

―Kalok beli merchandise, kita tunggu uangnya ditransfer dulu. Ada


uang, ada barang. Peraturannya gitu mbak dari awal. Ya males-nya
yang nagih-nagih gitu. Iya kalok orangnya tertib, kalok nggak? Susah
kita. Jadi order ke Tiara, Tiara kasi barangnya, aku kasi uang tunai ke
Tiara, Tiara kasi barangnya, aku kasi uang tunai ke Tiara, trus nanti
aku yang laporin ke Bu Made kalok ada yang transfer sekian,
keperluannya untuk ini, itu harus di-catet. Kalok bayar tunai langsung
ke Tiara. Yang transfer kirim bukti transfernya ke aku kan. Kalok yang
liat sudah bener-bener ditransfer itu Bu Made.‖ (Niar)

Made menjelaskan hal itu ―Niar cuma tau orangnya sudah transfer, dia lapor,

saya yang ngecek.‖

Jadi penerimaan uang tidak hanya terjadi secara tunai di kantor

PROFAUNA. Supporter dapat memberikan donasi dan membeli suvenir

dengan melakukan transfer ke rekening PROFAUNA. Ada tiga rekening

PROFAUNA di tiga bank yang berbeda, yaitu BCA, BNI, dan Bank Mandiri

yang dikhususkan untuk suvenir. Penerimaan uang untuk PROFAUNA yang

lewat transfer selalu masuk ke rekening atas nama PROFAUNA seperti

dikatakan bendahara ―dari awal begitu, kan ada rekening untuk PROFAUNA

169
sendiri, jadi semua langsung masuk ke rekening itu supaya gampang aja

pengecekan dan lain-lainnya.‖

Pengeluaran uang untuk pelaksanaan kegiatan PROFAUNA

dianggarkan oleh penanggung jawab kegiatan tersebut untuk diberikan

kepada bendahara. Contohnya adalah saat kampanye di balai kota akan

diadakan. Berbagai material diperlukan untuk pelaksanaan kampanye, berupa

kostum khusus, topeng dari kertas yang didesain dan dicetak sendiri, atau

baju biasa. Persiapan yang dilakukan oleh Asti sebagai Campaign Officer

dinyatakannya ―aku mau bikin gitu-gitu pasti itung-itung dulu, nanti butuhnya

ini, bayar segini. Ada anggarannya buat ini butuh biaya kira-kira segini, trus

di-kasi ke bendaharanya, Bu Made, nanti di-kasi uang di muka.‖ Uang

tersebut dipergunakan untuk berbagai keperluan yang sudah dianggarkan

tersebut dan setelahnya Asti membuat laporan penggunaan uang itu beserta

dengan bukti transaksinya ―Bukti-bukti transaksi lengkap, trima berapa,

dikeluarkan berapa, saldo berapa dikembalikan gitu. Kalok ternyata misalnya

kurang, misalnya uangku ke-pake gitu ya nanti diitung, nanti diganti.‖

Bendahara akan memberikan uang yang diminta oleh para staf hanya

jika anggaran tersebut telah disetujui oleh ketua PROFAUNA. Hal tersebut

dituturkan oleh Made dengan mencontohkan permintaan uang dari Bayu, staf

PROFAUNA di Kalimantan sebagai berikut.

‖Sekarang cabang cuma 1, Kalimantan. Mas Bayu di Kalimantan ya


kasi laporan, modelnya D, K, Saldo. Saya kasik berapa, di-pake buat
apa, saldonya brapa. Saya ngasik-nya sesuai permintaan dia. ―Kamu
butuh apa aja, berapa? Ini saya kasik segini.‖ Trus ―O uangnya kurang
untuk ini ini ini‖, tapi bilangnya bukan ke saya, ke Mas Rosek. Jadi
semua permintaan itu harus ke Mas Rosek dulu. Jadi nanti Mas Rosek
yang memerintahkan saya untuk mengeluarkan uang. Memang sudah
gitu SOP-nya, ndak langsung ke saya. Nggak bisa… Jadi Pak Rosek
yang memutuskan uang itu keluar piro. Jadi saya tinggal
mengeluarkan, tapi biasanya saya mengingatkan. Biasanya gini… staf-

170
staf kan deket-nya sama saya. ―Buk, saya perlu uang untuk ini…‖ Yo
wes ngomongo, gitu lho maksud saya, laporo dulu, acc nggak, nanti
saya siapkan duit-nya. ―Buk, saya mau perlu ini ini ini.‖ ―Yo, lapor
dulu…‖, gitu. Jadi Mas Rosek nanti yang menginformasikan ke saya.
Kadang mereka juga sudah lapor Mas Rosek, mungkin Mas Rosek
lupa bilang ke saya. Jadi mangkanya mereka mesti bilang uda-duanya.
―Bu Made sudah di-kasik tau Pak Rosek a? Saya perlu uang sekian
gitu.‖ ―Lho, belum i…, kok gak ngomong apa-apa ya, sek… tak
tanyakan.‖ Terus saya tanyak. Akhirnya karna tau kita itu kadang-
kadang lupa, jadi mereka dua arah langsung sudah. ―Bu, saya perlu
uang sekian.‖ Jadi saya tau ya. Trus Mas Rosek juga di-kasik tau, jadi
kadang saya tanyak juga ―Bayu sudah mintak uang ta?‖ [ke Rosek] ―O
iya, sudah tadi, kasiono sekian…‖[jawab Rosek] Jadi kita berdua selalu
tau. Harus selalu acc ke Mas Rosek dulu, baru ini… Kalok saya sudah
mau pergi-pergi atau saya mau sibuk di PWEC, temen-temen kan
setiap hari Senin ada briefing tuh, mereka mau pergi ke sini sini sini, itu
saya ingatkan ―jangan lupa anggarannya, soale saya mau pergi.‖
[sambil tertawa] Jadi saya ingatkan biasanya. ―Cepetan lho yo, saya 2
hari ndak ada, saya di Petung Sewu, nantik susah lho mintak
uangnya.‖ Cumak ya kalok saya nggak ketemu ya biasanya saya
transfer ke rekening mereka. Sing penting sudah acc Pak Roseknya
berapa. Acc Pak Rosek, saya nunggu Pak Rosek bilang. Kadang saya
tanyak [ke Rosek], anaknya sudah tanyak ke saya ―Buk uangnya
sudah transfer ke saya?‖ ―Uang apaa?‖ ―Lho, saya sudah mintak,
katanya Pak Rosek sudah acc.‖ Saya telpon [Rosek] ―Katanya ini
sudah ini…‖ ―Oh iya…‖ Nah seperti itu koordinasinya.‖

Bayu adalah staf di Kalimantan, yaitu di Tanjung Redep yang khusus

mengurusi pelestarian penyu di sana, sementara Bu Sedar bertugas di taman

lindung Wehea. Made mengatakan mekanisme ―Bu Sedar di bawah Bayu,

laporannya ke Bayu. Biar 1 pintu.‖

Jadi semua pemasukan lewat transfer dipusatkan di rekening

PROFAUNA yang hanya bisa dikeluarkan oleh bendahara dan ketua saja. Hal

ini dikatakan Made ―Soalnya kan yang selalu ada hanya saya sama Mas

Rosek. Yang lainnya staf itu selalu berganti kan. Ndak bisa selalu bersama-

sama. Kasarannya seperti itu. Jadi kita susah juga kalok mendelegasikan

dana.‖ Semua penerimaan uang masuk ke kantor pusat dan kantor pusat

yang akan akan mentransfer sejumlah uang yang diperlukan cabang atau

representatif.

171
―Kalok nggak dikendalikan kan di lapangan juga nggak jalan, termasuk
kita yang cari dananya, cari ke pendukung-pendukung kita. Jadi di
lapangan tidak terbebankan cari dana. Jadi di lapangan ya bekerja di
lapangan. Dan ternyata pola seperti itu berjalan. Mobil kita disumbang
sama the Body Shop, buat di Kalimantan. Sumbangan semua mobil-
mobil kita yang di lapangan itu‖ (Rosek).

Hal-hal yang berkaitan dengan pengeluaran uang untuk melakukan

berbagai kegiatan PROFAUNA berada dalam tanggung jawab bendahara.

Bendahara juga memberikan wewenang kepada Supporter Officer untuk

mengelola kas kecil. Pengeluaran untuk melakukan berbagai kegiatan

operasional setiap harinya di kantor pusat PROFAUNA diambil dari kas kecil

tersebut. Penerimaan dan pengeluaran kas kecil selalu dicatat oleh Supporter

Officer dengan model laporan seperti buku besar tiga kolom yang memuat

nomor, keterangan transaksi, debit, kredit, dan saldo. Bendahara akan

memberikan sejumlah uang kepada Supporter Officer sesuai dengan

kebutuhan sehari-hari yang diminta oleh Supporter Officer setiap bulannya

seperti yang dikatakan Niar ―misal aku tiap bulan gitu di-kasik modal 1 juta,

trus 1 juta itu habis aku mintak lagi. Terserah aku yang mintak. Kalok aku

mintak 2 juta ya dikasik.‖

Niar menyatakan bahwa dirinya masuk PROFAUNA pertama kali

sebagai Front Officer, dan kemudian dipercaya menjadi Supporter Officer

sekaligus pengelola kas kecil di kantor PROFAUNA. Niar memang adalah

lulusan SMK jurusan akuntansi sehingga sedikit banyak mengerti mengenai

pelaporan kas secara sederhana, namun format laporan bukan Niar yang

membuat karena telah ada sebelumnya seperti dikatakannya ―Laporan itu

sudah ada, diarahin oleh Bu Made ―bikin kayak gini aja mbak‖, ya wes.

172
Sebelumnya nggak ada kas kecil, semua langsung dipegang Bu Made, tapi

karena trus dipercaya di sini, ada kas kecil.‖

Staf dapat meminta dana kas kecil untuk keperluan mereka dalam

pelaksanaan suatu kegiatan tertentu jika bendahara sedang tidak berada di

kantor. Supporter Officer memberikan bukti kas keluar kepada staf yang

berkepentingan dan staf tersebut akan memberikan bukti pengeluaran yang

sudah terjadi kepada Supporter Officer beserta kelebihan uangnya. Supporter

Officer akan memberikan tambahan uang jika ternyata ada kekurangan uang

yang sudah diberikan sebelumnya. Contohnya adalah saat Nikita meminta

uang untuk keperluan mencetak poster.

―Kalok nggak ada Mbak Made, biasanya teman-teman mau cetak,


minta uang 100 gitu, ya kasik, ya pokoknya ada laporannya, ada
buktinya. Selain ada uang mukanya, ada nota kas keluar, ada
formatnya kan. Jadi uang sama kas keluar dikasi ke Nikita, nanti Nikita
kasikan ke aku notanya sama kembaliannya. Kalok uangnya Nikita
kepakek ya aku nambahi. Pokoknya keluar masuk uang itu jelas ya. Itu
harus ditulis di buku harian Mbak, buku kas kecil gitu lho‖ (Niar).

Niar juga menggunakan kas kecil untuk membeli satu dos AQUA gelas untuk

para peserta kampanye di Balai Kota. PROFAUNA memiliki standar untuk

menyediakan minum dalam penyelenggaraan kampanye. Bon pembelian

disimpannya untuk dilaporkan. Niar mengatakan ―Mesti itu, harus itu untuk

beli semuanya. Semua transaksi harus ada bonnya meskipun cuman seribu.‖

Bukti-bukti pengeluaran itu ditempel di kertas untuk diarsip. Penerimaan dan

pengeluaran kas kecil direkapitulasi dan dilaporkan setiap akhir bulan kepada

Made.

Niar mengatakan bahwa aturan mengenai penggunaan uang kas kecil

dan pelaporannya telah ada dan dipraktekkan selama dia bekerja di

PROFAUNA dan tidak pernah ada masalah berkaitan dengan hal tersebut.

173
‖Aturan selama ini uda jalan. Model laporan kas kecil dari dulu sampe
sekarang ya gitu aja. Sederhana. Setiap transaksi kan diisi di buku
langsung, nota-nota diurut tanggal, ditempel, dicek sama Bu Made,
sama itung uangnya. Selama ini nggak pernah ada masalah tentang
uang di kantor. Mesti jelas semua dan Bu Made juga selalu ngecek‖
(Niar).

‖Untuk kas kecil saya cek nota sama uangnya. Saya sudah nggak
sanggup pegang kas kecil sekarang, pekerjaan saya sudah terlalu
banyak. Tapi paling nggak, saya tahu uangnya sekian yang saya
berikan itu untuk apa saja, notanya ada. Jadi juga sangat membantu.
Waktu akhir bulan kan saya tau ―O…ini…ini...ini...ini‖ (Made).

Sistem pencatatan, pelaporan, dan pengawasan seperti itu dikatakan Made

karena pengalamannya semata, bukan karena ilmu akuntansi yang

didapatkannya di bangku kuliah ―Saya juga gak ngerti akuntansi. Cumak D, K,

Saldo, gitu aja. Karna dulu LSM yang lama-lama taunya gitu aja. Ada dana

masuk, dana keluar, gitu aja. Karena situasinya berkembang akhirnya ada

kas kecil, stock opname.‖ Hal yang dilakukan berulang-ulang akhirnya

menciptakan suatu sistem yang dibakukan untuk terus dilanjutkan.

―Karena kebiasaan aja, bukan mahasiswa akuntansi. Pokoknya ada


Debet, Kredit, Saldo, itu aja wes, nggak usah yang lain-lain,
pusiiinggg… [sambil tertawa]. Yang penting pemasukannya berapa,
pengeluarannya jelas gitu ya, saldonya berapa. Kalok kas kecil kan
pasti kan sudah dipegang Niar itu, catatannya ya itu‖ (Made).

Penerimaan dan pengeluaran uang tidak hanya terjadi untuk kegiatan

operasional PROFAUNA di kantor pusat dan cabang Kalimantan saja, tetapi

juga untuk kegiatan yang dilakukan oleh representatif. Kegiatan PROFAUNA

di berbagai daerah tidak selalu diadakan oleh kantor pusat PROFAUNA

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai fleksibilitas aktivitas

PROFAUNA di berbagai daerah. Representatif PROFAUNA di berbagai

daerah dapat melakukan kegiatannya dengan tetap mengacu pada payung

besar program PROFAUNA, namun pengurusannya selalu melalui kantor

174
pusat, baik mengenai pemberian informasi kepada para supporter maupun

mengenai penerimaan uang pendaftarannya.

Ada berbagai kegiatan yang diadakan oleh PROFAUNA mensyaratkan

pembayaran sejumlah uang oleh para supporter yang akan mengikuti

kegiatan itu. Besarnya uang pendaftaran kegiatan itu ditetapkan berdasarkan

diskusi antara staf di kantor pusat dengan representatif di daerah. Kegiatan

BTN di Bandung diadakan oleh representatif Jawa Barat dengan biaya

pendaftaran per peserta sejumlah Rp225.000,00. Jumlah itu didapat dari

perhitungan pihak representatif Jawa Barat untuk pelaksanaan kegiatan BTN,

mulai dari biaya akomodasi, konsumsi, dan transportasi di lokasi kegiatan.

Representatif Jawa Barat mendiskusikan besaran tersebut kepada Supporter

Officer. Supporter Officer memberikan pengumuman akan

diselenggarakannya kegiatan BTN itu beserta persyaratannya lewat email

dan Whatsapp kepada supporter. Para supporter dapat membayarkan uang

pendaftaran secara tunai saat datang ke kantor pusat PROFAUNA atau

dengan cara transfer ke rekening PROFAUNA. Penerimaan pembayaran

uang pendaftaran dari supporter untuk mengikuti berbagai kegiatan tersebut

menjadi tanggung jawab Supporter Officer yang selanjutnya membuat laporan

ke bendahara secara rinci mengenai jumlah peserta yang mendaftar setiap

harinya beserta uang yang diterima tunai atau ditransfer dengan bukti

transfernya.

Uang pendaftaran yang telah diterima kantor pusat, baik tunai maupun

secara transfer akan diberikan kepada representatif penyelenggara acara.

PROFAUNA menggunakan strategi satu pintu dalam penerimaan dan

pengeluaran uang seperti dinyatakan Made ―Memang kita harus satu pintu

175
kalok dapat dana, nggak bisa langsung ke mereka. Harus ke kita dulu baru

kita salurkan ke mereka. Seperti sumbangan ato apapun harus ke

PROFAUNA dulu, baru kita inikan ke mereka. Satu pintu…‖ Asti juga

mengemukakan hal serupa ―Acara di Bandung itu yang tanggung jawab

pihak yang di Bandung, kayak EO-nya gitu. Tapi pendaftaran dan bayar tetep

di sini, di sana tinggal atur acara. Tinggal dari sini transfer ke sana butuhnya

apa. Semua pasti gitu untuk acara-acara.‖ Made mentransfer uang sejumlah

peserta yang mendaftar dikalikan Rp225.000,00.

―Kemarin saya ngirim dananya sih Rp2.475.000,00 untuk 11 orang.


Yang bayar ke PROFAUNA itu kan ada catatannya, misalnya yang
bayar ke rekening PROFAUNA itu ini, ini, ini, nah itu Niar yang
rincikan, saya tinggal ngeluarin uangnya. Supporter daftar, bayar ke
rekening PROFAUNA atau tunai, sama Niar dirinci tanggal sekian ini,
tanggal sekian ini, trus jumlahnya berapa direkap, nanti saya yang
transfer ke penanggung jawabnya yang di Bandung senilai uang yang
masuk itu‖ (Made).

Diakui Rinda bahwa penggalangan dana untuk acara BTN dilakukan

menggunakan rekening dari kantor pusat.

―Peserta kan bayar ke pusat, besarnya berdasarkan perhitungan kami


di lapangan, trus kami lapor ke pusat. Dari pusat langsung ditransferin
ke kami sejumlah peserta yang transfer dan full, nggak dipotong. 225
itu sebenarnya perhitungan dari kami, nggak ada ditambahin mark up.‖

Niar juga menegaskan ―Jadi bayar brapanya masuk sini dulu, pusat

dulu, trus pusat ngirim uangnya ke sana. Jadi kita kan ikut tanggung jawab

kan mbak. Karena kalok nggak dikelola pusat, repot… Jadi dana selalu ke

sini, baru distribusi ke mana-mana.‖ Kantor pusat juga akan menyalurkan

barang atau material yang diperlukan jika daerah mengadakan acara edukasi,

bukan uang yang disalurkan dalam hal ini. Hal ini dilakukan untuk

meminimalkan terjadinya ketidakberesan dalam hal keuangan.

‖Kalok di daerah, kita biasanya dalam bentuk barang, bukan dana.


Kalok dana nanti rancu. Fasilitasnya biasanya dari sini. Misalkan
176
edukasi, ya kita yang kirimkan bahannya ke mereka. Jadi mereka
nggak minta uang ke kita. Kecuali dia donasi sendiri, secara pribadi
gitu ya nggak papa‖ (Niar).

―Urusan LPJ Kantor sini pusatnya. Program-program kami di daerah


semuanya juga tersentral. Di daerah pun kan mereka nggak boleh.
Keputusan mereka boleh terima dana ato tidak tetep dari satu
rekening, keputusan dari pusat. Di daerah boleh saja mereka cari dana
asal tidak melanggar aturan kan, trus deal dananya. Tetep dana harus
yang mengelola pusat terus kami akan kirim sesuai kebutuhan, by
request sesuai dengan yang disepakati. Kan ada proposalnya 10 juta
nih, kita transfer. Itu tersentral, jadi tidak mereka sendiri, supaya
meminimkan rawan terjadi penyelewengan‖ (Rosek).

Penerimaan dan pengeluaran uang dicatat dan dilaporkan dengan

jelas sebagai pertanggungjawaban, tidak hanya oleh staf, tapi juga oleh

semua pihak yang menjadi pelaksana setiap kegiatan PROFAUNA. Data-data

terekam dengan jelas mengenai sumber dana, jumlahnya, dan digunakan

untuk kegiatan apa.

―Ya harus, kalok kita di internal kita sangat ketat. Misal kayak kemarin
kita pergi ke suaka margasatwa iu ada sembilan orang yang
berangkat. Karena kita ada dana sumbangan dari supporter kami,
semua biaya makan dan transportasi kita yang tanggung. Kemudian
uang kan kita kasik ke koordinatornya, tapi mereka harus
mempertanggungjawabkan itu. Semua harus tercatat secara tertulis
dan ada bukti pengeluaran. Dapet berapa dikeluarkan berapa, saldo
berapa. Itu haruuussss [dengan penekanan] (Rosek).

Pertanggungjawaban keuangan setelah kegiatan selesai dilakukan adalah

sesuatu hal yang harus dilakukan.

―Makanya Buk…, kalok ada acara-acara gitu nggak enak kalok terus
kita jadi PIC-nya, nggak hanya koordinator ntar. Buyar itu kita harus
kompilasi foto, laporan tulisan, plus mbuat laporan keuangan. Jadi LPJ
dan Laporan keuangan pasti ada. Wajib pasti. Itu plus kemudian plus
laporan kegiatan, capaian, wajib ada foto dan film sekarang [diakuinya
itu lebih ketat dari di universitas tempat dia bekerja). Berapa yang
setelah kegiatan mbuat laporan walo uda ada SOP? (Daniel)

177
Asti juga mencontohkan mekanisme untuk staf yang diberangkatkan ke

luar kota atau luar negeri untuk mewakili PROFAUNA dalam berbagai

kegiatan. Biaya transportasi ditanggung oleh PROFAUNA dan ada sponsor

juga. Contoh saat staf di Kalimantan menjadi pembicara sebuah konferensi di

Turki mengenai penyu, ada travel grant, namun biaya transportasi yang

terjadi di Indonesia ditanggung oleh PROFAUNA. Pengeluaran apa saja yang

terjadi di tempat acara akan dilaporkan.

Jumlah uang yang sudah dipakai atau dikeluarkan harus dilaporkan

disertai dengan bukti-bukti pengeluaran, namun ada hal yang dikecualikan

dalam hal ini. Pengecualian terjadi saat keadaan di lapangan tidak

memungkinkan untuk dipertanggungjawabkan dengan bukti transaksi. Made

mencontohkan ―beli rumput mana ada notanya. Kita beli pisang kan ya di

masyarakat sekitar, nyuwun gitu, mana ada yang bawa stempel? Ya gak

ada.‖

―Kami bilang ketat, tapi sebetulnya longgar tentang keuangan,


maksudnya gini, karena saya paham betul di lapangan. Contoh kalok
program di Maluku. Saya tau persis bagaimana susahnya transportasi
di Maluku. Antar pulau gitu kan. Jadi kalau menuntut dia bikin laporan
harus ada nota setiap perahu, itu susah sekali. Jadi kita akhirnya ―udah
kamu ke pulau mana saja?‖ Dia akan bikinkan, tanggal sekian ke
pulau-pulau ini, berapa budget total untuk perahu, misalnya 15 juta.
Kita kirim 15 juta, kita hanya perlu nota. ―kamu tanda tangan 15 juta.‖
Gak papa, ya jadi ya dari faktor kepercayaan gitu lho. Karena kalok
saya minta dengan tegas kalian harus gitu per perahu, itu impossible di
sana. Karena saya tau persis, pernah ke sana. Wes bingung
mabuknya, mabuk laut, sek disuruh urus kertas-kertas, wes…aduh…
nah itu contoh. Perahu-perahu harus selalu ada nota itu nggak
mungkin. Akhirnya ya sudah wes, tapi dia tetep harus tanda tangan,
gitu lho, tapi totalnya sudah untuk transportasi sekian-sekian, program
ini sekian juta wes itu contohnya‖ (Rosek).

Hal itu tidak berarti bahwa tidak ada pengendalian. Pengendalian tetap

dilakukan seperti yang dituturkan Daniel.

178
―Ngecek-nya kan enak dari laporan. Kalau laporan kegiatannya ini, ini,
ini, tinggal ngecek fotonya ada nggak? O ya bener fotonya hari ini di
pulau ini, hari ini di pulau ini kan kelihatan. Dan sekali-sekali entah pak
Rosek entah siapa pasti datang ke sana ngecek lagi. Ngecek
sungguhan pasti.‖

Pengendalian tetap dilakukan karena adanya pengalaman PROFAUNA

menerima laporan fiktif berhubungan dengan penggunaan dananya.

―Karena kalok nggak, ada beberapa juga kasus yang ternyata kan
nggak nyampek. Dulu ada laporannya bilang nyampek tapi waktu dicek
nggak ada, berarti fiktif. Jadi ada acara tapi nggak sampek ke sana.
Katakanlah 5 tempat, tapi ternyata cuma 2 atau 3 tempat. Ada juga
yang support orang lokal tapi ‘dimakan‘ sendiri, itu ada. Ngomongnya
―kita ini swadaya ya, nggak ada dana.‖ ―Masak Pak nggak ada dana
sama sekali.‖ (supporter di daerah yang bercerita). Lho ada… Akhirnya
pinter dia. Karna punya pengalaman itu pinter dia buat proposal,
belajar membohongi temannya. Sekarang belajar membohongi donatur
aja, lebih mudah itu karena nggak tau lapangan‖(Daniel).

8.3 Dinamika dalam Keharusan Pembuatan Laporan

Sumber penggunaan uang dikelola secara fleksibel oleh penanggung

jawab disesuaikan dengan kondisi yang ada, apakah dengan uang dari

pendonor, supporter, ataukah dari hasil penjualan suvenir, namun laporan

tetap selalu dibuat.

―Uangnya kalok dari P-WEC ada, ya saya ambil di P-WEC. Trus juga
ada misalnya sumbangan dari supporter itu, yang spesifik tentang itu
waktu kita bilang mau ada ini. Kalok ada keuntungan dari suvenir ya
saya ambil dari suvenir. Saya kan tau kebutuhannya berapa. Ya sudah
ini pakek uang suvenir dulu karena memang keuntungan suvenir pun
juga untuk PROFAUNA. Ya langsung saya pakek uangnya. Itu saya
punya laporannya sendiri. Uangnya saya pakek untuk ini misalnya
kalok memang belum ada dananya. Tapi tetep ada bahwa uang saya
sekian sekian sekian seperti itu, di-pakek untuk apanya itu tetep ada.
Memang nggak rapiii sekali, tapi ada laporannya‖ (Made).

Laporan yang dimaksud adalah laporan penerimaan dan pengeluaran kas,

bukan laporan posisi keuangan ataupun laporan laba rugi.

‖Nggak ada donatur yang tanya asset PROFAUNA. Karena itu harta
pribadi yang disumbangkan. Nggak ada yang nanya. Kayak computer

179
itu kan punya umur ini nya, ya tiap tahun ada sih laporannya ke ini, kita
kan punya NPWP, tapi laporannya ya kira-kira biasa, bukan laporan
laba rugi, itu ndak…, ndak sedetil itu. Jadi pengadaan laptop kantor ya
sesuai kebutuhan. Orang kerja butuh laptop ya dibelikan. Ini rusak ya
beli. Rumah untuk kantor itu kan rumah saya. Jadi nggak ada sewa,
saya juga nggak pernah narik. Jadi kalok kita sih yang penting ada
dana masuk, pengeluarannya berapa, jelas. Kalok yang lain kan slalu
bikin anggaran. Jadi sebenarnya staf-staf itu, kamu mau pergi ke
mana, misalkan ditugaskan ke mana, trus dia sudah bikin anggarannya
ini sekian, jadi nantik saya kasik-kan uangnya. Kadang ya lebih,
kadang ya kurang. Ya kalok kurang ya saya tambahi, asal nggak di
luar budget sampek lebih berapa gitu. Tapi seringkali ya susuk gitu
masihan, dikembalikan.‖

Made mengakui bahwa dirinya mendapatkan pengetahuan yang

menyeluruh mengenai keuangan PROFAUNA dari program yang didanai

Gibbon dengan adanya audit itu ‖Dulu banyak cabang, ke saya smua. Tapi

enaknya pas audit saya jadi tahu semua. Kan setelah 5 tahun baru diaudit.

12x5 bulan.‖ Akan tetapi, audit laporan keuangan tidak lagi dibuat setelah

audit untuk program yang didanai Gibbon itu selesai dilakukan. ―Kalok laporan

rutin nggak diaudit, ya di-file sendiri. Bikin laporan sesuai kebutuhan. Kalok

dana khusus saya sendirikan, bikin laporan khusus untuk program itu. Saya

pilah, supaya donaturnya harus tau dana saya tinggal berapa. Yang lain ya

langsung aja.‖

Made mencontohkan laporan dana khusus untuk suatu program

tertentu yang dibiaya pendonor adalah saat kegiatan Right For Orang Utan

dilakukan dengan mendapat dana dari IPPL dan supporter PROFAUNA

sendiri. IPPL tidak meminta laporan dari PROFAUNA mengenai penggunaan

uang untuk kegiatan tersebut karena IPPL mengetahui bahwa dana yang

mereka berikan hanyalah sebagian dari keseluruhan dana yang diperlukan

untuk menyelesaikan program itu, namun bendahara tetap membuat laporan

penggunaan uang.

180
―Kayak Right For Orang Utan kemarin orang bilang kita habisnya
hampir 300juta. 100 juta aja nggak nyampek padahal kita keliling
Sumatra itu ya. Itu dananya kita kerja sama dengan IPPL. Dia ngasik
sekitar 50 juta. Itu juga gak ada laporan ke IPPL. Mereka nggak
mintak. Karena mereka tahu nggak mungkin 50 juta itu cukup. Kita
banyak didukung oleh supporter. Tapi tetap kita membuat laporannya.
Tetap…, tapi tidak detil sampai per nota kecil-kecil itu nggak. Jadi
untuk transport kita habis sekian, ini sekian, saya kan punya
catatannya sekian, sekian, sekian.

Program tersebut dapat dijalankan dengan baik karena dukungan para

supporter PROFAUNA di berbagai daerah di Sumatera. Misalnya adalah

akomodasi dan konsumsi selama 2 hari yang disediakan oleh supporter di

Lampung. Akomodasi dan konsumsi di rumah dinas juga disediakan oleh

Bupati di Waikanan dan dukungan juga diberikan oleh para polisi di Sumatra

yang memiliki hobi trail. Komunitas trail di Padang dan Palembang juga

memberikan jamuan bagi relawan PROFAUNA yang melakukan kegiatan

keliling Sumatra tersebut. Slank sebagai supporter PROFAUNA juga

menginformasikan kepada Slankers di Sumatra untuk membantu kegiatan

PROFAUNA di sana. Made juga menceritakan bahwa seorang supporter di

Jambi bernama Pak Yusuf juga sudah menyediakan penginapan bagi para

relawan PROFAUNA yang tiba di Jambi dalam perjalanan keliling Sumatra di

saat Pak Yusuf sendiri tidak berada di Jambi karena ada keperluan di Jakarta.

―Jadi kita dapat kekuatan dari sana. Jadi kita selalu dijamin di banyak
tempat (SAMBIL TERTAWA). Itu kelebihannya di situ. Ada yang njamu
makan siang, ada yang makan malam. Jadi bisa dibilang pengeluaran
kita bisa kita irit. Kita mungkin tinggal untuk transport, yang betul-betul
perlu yang kita nggak mungkin mintak. Orang IPPL tahu, perjalanan ke
Sumatra nggak mungkin 50 juta. Sama kayak saya pikiran untuk BTN
2.475.000 itu nggak mungkin sebenarnya. Lebih ke arah sana sih.
PROFAUNA lebih banyak seperti itu. Tapi saya tetep bikin laporan.
Misalnya uang yang masuk untuk BTN sekian ya saya keluarnya
sekian juga. Tapi saya gak ada rincian itu keluarnya untuk apa… gak
ada, ya BTN gitu aja. Untuk semua program lain juga gitu‖ (Made).

181
Laporan keuangan yang dibuat dari dulu sampai sekarang adalah

laporan penerimaan dan pengeluaran kas seperti yang memang disyaratkan

oleh PWC saat audit dana dari Gibbon dan akan diaudit jika pendonor

meminta hal itu seperti dijelaskan Made ―Selama ini selalu begitu. Saya

memang nggak pernah melaporkan di web. Jadi kita keep sendiri. Gak selalu

diaudit. Yang itu pas dana dari Gibbon besar, milyaran. Pendonornya minta

diaudit ya uda. Audit kan harus bayar juga. Kalok nggak, ya nggak.‖

Pelaporan adalah hal yang penting dilakukan di PROFAUNA sebagai

implementasi konsep akuntabilitas, yaitu memberikan penjelasan untuk

mempertanggungjawabkan suatu hal pada pihak yang telah memberikan

wewenang ataupun sumber daya. PROFAUNA secara rutin melaporkan

program dan kegiatan yang telah dilakukan lewat media majalah Suara Satwa

sampai akhirnya beralih ke media online yaitu lewat website PROFAUNA.

Pelaporan tersebut terus dilakukan oleh PROFAUNA sampai sekarang.

LSM harus selalu membuat laporan untuk dipublikasikan ke

masyarakat umum karena tujuan berdirinya LSM adalah pelayanan publik,

bukan untuk mencari profit.

―Pendataan itu wajib karena itu jadi laporan kita. Jangan dibayangkan
LSM itu tanpa laporan. Justru kekuatan kita itu di database.
Konsistensi kinerja kita kelihatan di database itu dan itu yang kemudian
dilihat orang. Publikasi kita jelas semua. Sekarang sudah bukan
majalah karena online. Tapi kita selalu punya laporan. Publikasi tiap
tahun pasti ada yang terkait dengan kondisi kekinian. Kalok LSM,
NGO, tidak punya terbitan dan database lha itu pasti plat kuning. Pasti
itu… kalok plat merah laporannya pasti masih lengkap. Kalok kita
begini, Ibu mau tanya mulai kita berdiri mau database anggota,
database kegiatan, publikasi dan sebagainya ada semua‖ (Daniel).

Daniel telah menganalogikan LSM dengan jenis plat nomor kendaraan di

Indonesia. LSM yang ternyata berupaya mencari profit dalam operasionalnya

182
adalah seperti kendaraan angkutan umum yang memiliki plat nomor berwarna

kuning. LSM yang menjadi alat dari pemerintah dianalogikannya dengan

kendaraan dengan plat nomor berwarna merah yang dikendarai oleh aparat

pemerintahan. Sisanya adalah LSM yang memang bertujuan melayani publik

dengan berlandaskan pada independensi. LSM seperti ini dianalogikannya

dengan kendaraan pribadi yang memiliki plat nomor warna hitam.

PROFAUNA dikatakannya merupakan LSM jenis seperti ini, yaitu LSM yang

memiliki visi dan misi untuk memberikan pelayanan publik dalam bidang

pelestarian hutan dan satwa liar, sehingga pelaporan kepada publik menjadi

suatu hal yang penting bahkan harus dilakukan.

Pelaporan kepada pihak luar dapat dilakukan secara rutin karena

adanya pelaporan internal PROFAUNA mengingat bahwa kegiatan

PROFAUNA tidak selalu diadakan di dan oleh orang-orang dari kantor pusat.

Di mana pun dan siapa pun yang bertugas sebagai panitia suatu kegiatan,

laporan kegiatan pasti akan dibuat dengan rapi untuk diserahkan kepada

ketua PROFAUNA. Daniel menyatakan ‖Setiap ada kegiatan kita pasti

laporan. Anggota pulang seneng-seneng, crita-crita, kita melok motoi, mbuat

laporan dan tertata, terstruktur, tidak asal.‖ Rosek menjelaskan ketatnya

aturan untuk membuat laporan setelah program dilakukan.

‖Setelah program ada ketentuan setelah berapa hari harus ada


laporan. Ada SOP-nya. Jenis kegiatan apa, misal mengikuti workshop,
maka dalam waktu 2 hari setelah berakhirnya workshop sudah harus
ada laporan. Itu ada kita. Itu ketat kita. Jadi semuanya sudah ada
panduannya. Kegiatan demo, kalok demonya hanya satu hari maka
laporan harus selesai setelah sekian… Demonya sampe 3 hari…, itu
sudah ada semua kita.‖

Representatif juga diminta membuat laporan kegiatan mengenai sejauh mana

publikasi muncul dari hasil kegiatan yang dilakukan. Rosek meminta Rinda

183
―artikelnya mana?‖ saat representatif Jawa Barat telah selesai melakukan

kunjungan ke PPS Kamojang.

Pengecualian terjadi saat kegiatan representatif dilakukan dengan

uang pendaftaran yang telah diperhitungkan sebelumnya saat kegiatan

tersebut didonasi oleh supporter dari daerah yang bersangkutan. Seringkali

kegiatan yang diadakan representatif disponsori oleh para panitia atau

supporter di daerah yang bersangkutan sehingga uang pendaftaran yang

menjadi persyaratan kegiatan itu bukanlah jumlah yang sebenarnya

dikeluarkan panitia untuk membiayai masing-masing peserta. Made

memberikan contoh tentang kegiatan BTN.

‖Untuk BTN 225 ribu itu untuk sewa mobil, sewa kamar, terkadang
mereka itu malah tekor sebenarnya. Soalnya untuk rumah pohonnya
itu aja sendiri Rp2.400.000,00 untuk kamarnya. Belum untuk makan,
belum untuk… Ada kadang yang sponsor. Kita memang nggak pernah
laporan detil, kecil-kecil, karena kita tahu sebenarnya uangnya itu
kurang (SAMBIL TERTAWA). Itu supporter kan orang-orang Bandung,
jadi ada 1 sponsornya kasik, cuman saya juga nggak tanya berapa.
Cuma bayangkan aja itu 225ribu, padahal kapasitas rumah pohon
untuk 30 orang, kita kan cuma 16 orang. Padahal kita sewanya harus
semua Rp2.400.000,00. Cumak memang saya nggak pernah mintak
perinciannya karena saya tahu, misalnya nginep di situ aja uda 2,4 juta
sendiri padahal kita masih sewa mobil, bayar sopirnya, trus makan.
Nah...hal-hal seperti itu yang saya nggak mungkin minta periciannya.
Saya pasti malu karena itu pasti kurang. Karena mereka pasti tekor.
Belum kue-kue, mereka pasti sudah keluarkan uang lebih banyak
sebenarnya dari yang didapat itu.

Representatif memberikan laporan kegiatan kepada kantor pusat, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi setelah kegiatan selesai dilakukan,

namun tidak mengenai pendanaan. Rinda mengakui bahwa evaluasi

mengenai pendanaan tidak ditanyakan oleh kantor pusat. Rinda sempat

menanyakan kepada Niar apakah dana yang telah ditransfer dari kantor pusat

itu harus dipertanggungjawabkan atau tidak namun jawaban Niar adalah ―ya

nggak mbak, itu kan dana buat kebutuhannya mbak Rinda.‖

184
―Jadi pertanggungjawabannya lebih pada event yang kami
selenggarakan, ini ceritanya, beresnya tanggal segini udah beres ya…,
jadi yang diminta Head Quarter pada kami adalah sejauh mana
pelaksanaan kegiatan, tingkat keberhasilannya, tantangannya, analisis
SWOT-lah ujung-ujungnya gitu‖ (Rinda).

Akuntabilitas yang dilakukan representatif sebenarnya bukanlah

kepada kantor pusat, tetapi sebagai upaya menjaga kredibilitas diri sendiri di

depan para supporter. Pertanggungjawaban dilakukan kepada sesama

supporter .

―Bukan bagaimana kita melaporkan pada HQ sih sebenernya, tapi


bagaimana kita menjaga kredibilitas kita di depan supporter gitu.
Persepsinya adalah kita punya program bersama yang dilaksanakan di
Jawa Barat seperti ini, ya ini…, kami mempertanggungjawabkannya
pada temen-temen supporter. Mangkanya bentuknya lebih pada
publikasi di web, atau apa sebagai media komunikasi antar supporter.
Jadi spirit-nya kami melaporkan pada temen-temen supporter, sama-
sama menjaga kredibilitas lembaga aja gitu‖ (Rinda).

Pertanggungjawaban ini lebih ke arah keberhasilan program yang telah

dilakukan representatif PROFAUNA di daerah.

―Kredibilitas kalok kami melihatnya di situ. Kuncinya ada di situ sih.


Jadi bukannya mereka mengevaluasi kinerja kami dan kami juga tidak
merasa harus melapor karena mereka atasan kami, nggak… Tapi
karena ya karena supporter itu harus tahu apa yang kami lakukan gitu.
Kami punya program, programnya PROFAUNA gitu, di Jawa Barat
kami melakukan ini‖ (Rinda).

Representatif Jawa Barat menerima dana untuk pelaksanaan BTN dari

dana yang ditransfer dari kantor pusat dan sumbangan dari supporter internal

Jawa Barat. Seorang supporter PROFAUNA dari Jawa Barat yang sedang

berkuliah di Inggris memberikan donasi yang cukup banyak untuk subsidi

penginapan dan makanan. Pertanggungjawaban mengenai penggunaan dana

yang diberikan oleh supporter untak dana kegiatan BTN itu disebutkan Rinda.

―Yang mendonor orang-orang terdekat aja, nggak berharap ada


laporan uang itu dipakai untuk apa-apa aja. Dia sudah tahu ke mana
uang itu karena kami kasi-nya detil. Ini butuh buat penginapan segini,

185
segini orang, segini, segini, segini, trus buat tambahan makan siang di
sini karena nggak sempet gini, gini, gini. Jadi dia sudah tau
sebenarnya peruntukannya. Tapi pada pelaksanaannya bersisa, dan
sisanya nggak saya lapor dia jumlahnya berapa, cuman ―sisanya
masuk uang kas yah‖, via Whatsapp, via grup kami gitu.‖

Akuntabilitas dari kantor pusat kepada para supporter yang menjadi

peserta BTN mengenai biaya pendaftaran tersebut dinyatakan Made hanya

akan diberikan jika supporter meminta ‖untuk akuntabilitas ke supporter, kalok

supporter ada yang tanya tentang dana ya saya jelaskan. 225 ribu itu

itungannya untuk apa, transport sama penginepan. Cumak detilnya saya

nggak ini.‖ Hal ini diperjelas oleh Rosek bahwa dia mencita-citakan organisasi

lingkungan dan sosial di Indonesia seperti di luar negeri yang sangat kuat

karena didukung penuh oleh masyarakat yang memberikan donasi secara

tidak terikat.

―Cita-cita saya PROFAUNA ke depannya seperti itu. Sangat kuat soal


dana tapi dananya dari masyarakat. Grafik seperti itu semakin bagus.
Jadi semakin banyak orang percaya. Sebenarnya kalok orang percaya
itu kan persis kalok kita nyumbang untuk agama. Itu kan ibadah. Saya
peduli, saya sumbang untuk gereja, untuk masjid, kemudian jangan
ditanya gerejanya uangnya kamu apain gitu kan. Saya menyumbang
gereja, tapi saya minta sertifikat. Lha itu menurut saya sudah susah
untuk orang itu membuktikan juga. Sumbangan-sumbangan
masyarakat akan sangat mendukung organisasi-organisasi semacam
itu dan tidak terikat akhirnya. Jadi tidak dilaporkan balik uangmu saya
buat ini...ini…ini…

Rinda juga menyatakan ―kalok temen saya malahan gayanya ―ya udahh…,

maksudnya udah dikasih, ya udah terserah, pakek aja.‖ Jadi bener-bener

sukarela, saya pikir begitu.‖ Jadi tidak ada akuntabilitas PROFAUNA kepada

supporter yang telah memberikan donasi kecuali jika supporter tersebut yang

memintanya.

―Kecuali dia menuntut. Kalok biasanya gitu, tapi juarang sekali. Kalok
ada yang nyumbang dalam jumlah besar, pernah kita waktu kita

186
program pelepasan satwa yang di Ireng-Ireng itu kan kita butuh dana
total itu 400 juta, harus pakek helicopter. Kemudian ada supporter kita
yang Inggris, itu dia nyumbang cukup besar, 200 juta berapa gitu. Dia
bilang saya ―tolong nanti bikin laporan, dana itu untuk apa saja.‖ Ya
buat… Tapi kalok ada orang nyumbang 100 ribu, 50 ribu nuntut
laporan kan habis waktu untuk buat, ya bukannya mengecilkan
sumbangan itu. Kita lihat kepantasannya Anda nyumbang. Tapi kalok
laporan keuangan per tahun tetep ada‖ (Rosek).

Akuntabilitas kepada pendonor akan diberikan PROFAUNA jika

pendonor meminta. Made, yang menjabat sebagai penanggung jawab

keuangan PROFAUNA sejak awal, menceritakan bahwa tidak pernah ada

asisten yan membantunya dalam hal keuangan kecuali pada saat

PROFAUNA menerima dana sangat besar dari Gibbon Foundation ‖Gibbon

yang nyuruh diaudit. Kan Gibbon punya program tidak hanya di PROFAUNA,

tapi di seluruh Indonesia.‖ PROFAUNA memiliki 6 kantor cabang saat itu,

yaitu di Bali, Jakarta, Malang, PPS (Pusat Pelestarian Satwa) Tegal Alur, PPS

Jakarta, dan PPS Petungsewu. Masing-masing kantor cabang membuat

laporan penerimaan dan pengeluaran kas untuk diserahkan kepada

bendahara. Bendahara yang mengecek semua nota dan laporan dari masing-

masing cabang tersebut setiap bulannya sekaligus menggabungkannya. ―Jadi

saya harus buat laporan 6 tiap bulan. Mereka bikin, tapi saya yang ngecek-

ngecek nota sama rekonsiliasinya. Gibbon pertama ndak terlalu ini dia, tapi

saya tetep bikin aja. Ternyata di akhir diaudit juga ternyata.‖

Audit laporan keuangan PROFAUNA tersebut dilakukan oleh kantor

akuntan Price Waterhouse Cooper (PWC).

―Kata PWC, LSM itu sederhana aja. Uang masuk berapa, keluar
berapa, itu aja. LSM itu karena bukan bisnis kan, laporannya seperti ini
aja, gitu kata orangnya. Jadi dananya masuk berapa, dikeluarkan
untuk apa aja, misalnya operasional berapa, program berapa, ini

187
berapa, saldonya berapa. Itu aja sih. Gibbon itu cuman 1x selama 5
tahun (2001-2005) karena memang dananya besar‖ (Made).

Audit pun dilakukan PWC di akhir masa lima tahun program pemberian dana

dari Gibbon. Hasil audit tersebut tidak menunjukkan adanya suatu

permasalahan pada laporan keuangan PROFAUNA, namun pada tata cara

pengajuan kas ke pendonor dan persetujuan pemberian kas dari pendonor

yang sangat cepat.

―Dan hasil auditnya nggak masalah. Yang bermasalah itu harusnya,


yang menurut mereka kurang bagus….kita itu sering gini, ―PROFAUNA
perlu uang untuk untuk ini….‖, gitu yaaa, trus Gibbonnya
―oke….,transfer.‖ Itu yang menurut PWC tidak bagus. Itu aja. Kalok
yang dari Gibbonnya sangat percaya dengan PROFAUNA karena
mereka tau kerja kita. Kurang bagusnya menurut PWC itu kita
harusnya ngajukan seperti proposal ato apa gitu ya. Sebenarnya kita
juga ngajukan sih, nggak tiba-tiba mintak. Cumak yang dari sananya
mereka nggak ada ini. ―O iya transfer.‖ Transfer…. Gitu lho. Jadi
katanya harusnya ada birokrasi yang begitu-begitu itu. Tapi yang dari
pihak Gibbonnya mereka langsung. ―Saya punya program ini….‖ ―OK.‖
Ditransfer…, terserah kita. Pertama kali kerja sama dia yang
menawarkan. Trus PROFAUNA bilang ―saya butuh dana operasional.‖
―Butuhnya berapa?‖ Nah itu yang katanya PWC harusnya gak
segampang itu. Gibbon tanya ―uangmu tinggal berapa?‖ saya jawab
―tinggal 50 ini, tinggal sedikit…‖ jadi langsung dari sana transfer‖
(Made).

Bendahara PROFAUNA mengakui bahwa tata cara pengajuan kas dan

persetujuan pemberiannya tetap seperti yang telah dijalankan sebelumnya

sampai saat ini, yaitu relatif cepat karena disesuaikan dengan kebutuhan

PROFAUNA yang dinamis.

―Niar butuhnya berapa ya uda saya kasik, nggak ada anggaran yang
jelas tiap bulannya itu karena dinamikanya itu berkembangnya cepet.
Kadang-kadang itu tiba-tiba ada kasus apa, kita harus demo. Kan
nggak bisa dianggarkan. Jadi ya sudah, langsung..., kita perlu ini ini ini.
Dulu kan dianggarkan ―Lho ini kan nggak ada anggarannya?‖ menurut
Pak Rosek ―sudah ini lebih penting untuk dikerjakan lebih dulu,‖ Nah itu
sudah, langsung… Jadi kita memang bukan yang harus diprogram
mateng, ini…, soalnya seringkali ada keperluan-keperluan mendadak
yang harus segera diatasi.‖ (Made)

188
Institusi yang sampai sekarang rutin menjadi pendonor bagi

PROFAUNA adalah P-WEC, sebuah pusat pendidikan informal tentang

konservasi alam dan outbond yang berdiri pada tahun 2003 di desa

Petungsewu, Kabupaten Malang. Institusi ini tidak hanya mencari keuntungan

semata karena pendirinya, yaitu Rosek dan Made, berkeinginan membangun

bisnis yang dapat mendukung pelestarian hutan dan satwa liar di

PROFAUNA. Keuntungan yang didapat dari P-WEC secara rutin didonasikan

untuk kegiatan PROFAUNA dalam pelestarian hutan dan satwa liar di

Indonesia. Made selaku penanggung jawab di kedua lembaga yang berbeda

tersebut, yaitu PROFAUNA dan P-WEC, mengemukakan bahwa laporan

keuangan selalu dibuat untuk masing-masing PROFAUNA dan P-WEC, tetapi

PROFAUNA tidak memberikan pertanggungjawaban kepada P-WEC.

―Selama ini pendonor dari P-WEC ya nggak. Karena ini saya donorkan,
kan otomatis saya kelola sendiri dananya. Tapi tiap tahun selalu bikin
laporan untuk PROFAUNA soalnya saya kan juga harus mengingat
kira-kira keperluan berapa, terus dana yang masuk berapa. Trus saya
punya staf berapa kan saya harus ngitung juga ya, dengan
penghasilan sekian, misalkan sumbangannya P-WEC itu biasanya
sekian, jadi saya kan bisa tambah staf atau ndak. Harus dikurangi ato
bagaimana. Saya harus mengelola uang itu harus cukup. Harus tetap
saya bikin laporannya supaya tahu, misalnya ―O.. tahun ini apa aja
programnya, ininya apa‖ itu tetep tahu. Selama ini PROFAUNA terima
dari PWEC berapa selalu ada catatannya.‖

Pihak lain yang rutin memberikan donasi kepada PROFAUNA adalah

Body Shop, perusahaan kosmetik dari luar negeri. Body Shop tidak

mensyaratkan penggunaan dana yang mereka berikan untuk tujuan tertentu.

PROFAUNA dapat dengan bebas menggunakan dana yang yang telah

diberikan Body Shop itu dan PROFAUNA rutin memberikan laporan

penggunaan uang donasi itu.

―Kayak the Body Shop itu mereka nggak pernah minta laporan
keuangan, tapi mereka selalu kasik. Tapi kita selalu kirim laporan,
189
tetep detil. Tapi mereka sebenarnya nggak mintak detil laporan. Tapi
mereka hanya untuk apa uangnya, seperti itu… Dan kita program-
programnya kita masukkan ke youtube. Ini dana-dana ini terserah kita
uangnya itu kita mau beli apa itu, di-kasik. Mau kita belikan mobil, kita
belikan sepeda motor, itu terserah PROFAUNA-lah, sing penting itu
berguna. Kan kayak kita beli jip untuk yang di Kalimantan itu dari the
Body Shop. Tapi mereka nggak ―ini kamu belio mobil gitu‖ ndaakkk…
―ini tak kasi uang, terserah kamu mau beli apa…kan yang tahu
kebutuhan organisasi itu kamu.‖

Laporan keuangan PROFAUNA tidak dipublikasikan lagi di media

sejak tidak banyaknya donator besar yang mendanai suatu kegiatan tertentu

sementara para pendonor juga lebih mempedulikan keberhasilan program

PROFAUNA dengan dana yang mereka berikan untuk pelestarian hutan dan

satwa liar daripada publikasi nama mereka sebagai pendonor.

‖Dulu laporan keuangan masuk website, tapi sekarang nggak. Kalok


pas banyak donatur besar yang kerja sama biasanya kita laporkan.
Untuk kepercayaan mereka, karena dana dari mereka banyak, supaya
mereka tahu jugak. Tapi kalok sekarang tidak banyak donatur, sejak
krisis. Kita lebih banyak di Petungsewu sendiri, jadi akhirnya kita nggak
laporan sudah. Saya pikir nggak terlalu urgent gitu kalok menurut saya
sih. Sing penting itu programnya apakah kita jalan. Mereka lebih
seneng berita tentang itu, program-program kita itu apa, daripada
berita nama mereka dipasang sudah memberi donor.‖

Akuntabilitas PROFAUNA ke pendonor bukanlah dipentingkan untuk hal

keuangan, tetapi keberhasilan program untuk pelestarian hutan dan satwa

liar, begitu pula kepada masyarakat. Penanggung jawab keuangan selalu

berupaya mengelola keuangan PROFAUNA dengan baik agar selalu tersedia

dana operasional setiap harinya yang melibatkan beberapa karyawan yang

harus mendapat gaji tepat waktu sebagai buah kerja keras mereka.

―Kalok ke masyarakat kita nggak pernah woro-woro ―ini programku‖,


biasanya ya program aja… Kalok laporan keuangan juga nggak. Ya
yakin aja. Soalnya kasarannya gini, kalok saya korupsi, kasarannya
ya….., sebenernya ya nggak korupsi wong itu uang-uang saya sendiri,
itu ya saya hancur-hancur sendiri. Itu aja sih. Itu kan sama dengan
menghancurkan diri sendiri, itu aja. Kalok lebih besar pasak daripada
tiang ya hancur sendiri. Karyawan itu kan tanggungan saya gitu. Kalok

190
mereka sampek nggak gajian itu trus anak istrinya gimana. Saya
mikirnya cumak itu aja sih. Cumak ya lebih ke moral aja. Jangan
sampek saya itu terlambat nggaji. Kalok di muslim kan juga nggak
boleh. Jangan sampek keringat itu, belum habis harusnya sudah
dibayar gitu. Jangan sampek telat-telat gitu karna mereka kan juga
punya tanggungan lain, nggak cumak mereka sendiri. Saya nggak
enak kalok sampek terlambat. Kadang kalok saya bepergian, gaji
mereka saya ajukan, daripada mundur. Kadang mereka gajian tanggal
27, 28, padahal SOP-nya kan tanggal 30. Tapi tanggal 29 saya harus
pergi ke mana gitu ya, ya tanggal 28 itu saya gaji sudah…, biasanya
seperti itu‖ (Made).

8.4 Pemberian Informasi

Strategi satu pintu tidak hanya diterapkan untuk penerimaan dan

pengeluaran uang, tetapi juga dalam hal pemberian informasi. Tanggung

jawab mengendalikan administrasi, email, update informasi, dan website juga

dipegang oleh kantor pusat untuk memastikan bahwa segala sesuatu

termasuk kegiatan di lapangan dapat dilakukan dengan baik. Hanya kantor

pusat PROFAUNA yang berhak memberikan informasi kepada supporter

mengenai berbagai isu dan kegiatan PROFAUNA baik yang telah dilakukan

maupun yang akan dilakukan, walaupun kegiatan tersebut diadakan oleh

representatif. Supporter Officer bertanggung jawab untuk selalu memberikan

informasi yang berhubungan dengan kegiatan PROFAUNA kepada para

supporter seperti yang dikatakan Niar ‖kalok aku ke supporter sih kepingin

kasi info terus ke supporter. Kita sering ada kegiatan di daerah, kalo ada

supporter harus berpartisipasi, ditawari supporternya itu mau ikut apa nggak.‖

Contohnya adalah saat kegiatan BTN akan diadakan. Niar mengatakan

―yang ngadain Bandung, tapi yang share info dari sini.‖ Setelah perhitungan

pihak representatif Jawa Barat untuk pelaksanaan kegiatan BTN didiskusikan

dengan Niar, Niar melaporkan pada Rosek ―uda fix itu 225ribu itu Pak.‖ Rosek

191
bertanya ―itu apa fasilitasnya?‖ Niar menjawab ―penginapan di rumah pohon,

trus transportasi dari bandung ke lokasi, trus makannya sendiri.‖ Rosek

menyuruh Niar untuk membuat pengumuman pada supporter dengan

rinciannya ―uda 225 ribu itu, perlu bikin pengumumannya.‖ Informasi tersebut

diumumkan di website PROFAUNA. Peneliti yang telah mendaftar

menjadi supporter juga mendapatkan email dan pesan di Whatsapp berisi

pengumuman kegiatan BTN tersebut yang memuat poster dan informasi

tertulis penyelenggaraannya.

Contoh lain adalah peringatan Hari Primata yang diinisiasi oleh

PROFAUNA mulai tahun 2014 dengan tujuan untuk mempromosikan

perlindungan primata di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk

edukasi atau kampanye publik di masing-masing daerah serentak di sekitar

tanggal 30 Januari. Asti selaku koordinator Hari Primata sudah

mengumumkan hari primata yang akan diperingati pada 30 Januari 2016 di

website PROFAUNA pada tanggal 6 Januari 2016, lengkap dengan latar

belakang adanya peringatan hari primata, cerita dan foto kemeriahan

peringatan hari primata tahun lalu, yaitu tahun 2015, berbagai hal yang dapat

dilakukan guna perlindungan primata, dan material yang disediakan oleh

kantor PROFAUNA dalam momen peringatan hari primata tersebut. Asti

mencantumkan alamat email-nya dan nomor HP miliknya sebagai sarana

komunikasi dengan supporter yang ingin menanyakan informasi mengenai

pelaksanaan kampanye hari primata. Asti mengatakan ―Jadi sebelum

kegiatan kan mereka juga koordinasi ―Mbak, aku mau bikin kegiatan di sini

gitu.‖ ―O iya, nanti butuh apa?‖ Nah itu semuanya masuk ke aku, trus nanti

komunikasi terus sampek hari H.‖ Peneliti juga menerima pesan di Whatsapp

192
pada tanggal 28 Januari 2016 berisi pengumuman peringatan hari primata

yang akan diadakan di Malang pada tanggal 30 Januari 2016. Koordinasi

akan dilakukan pada tanggal 29 Januari 2016 dengan konfirmasi kehadiran

terlebih dahulu ke nomor HP Asti.

Koordinator hari primata akan meminta laporan dari pihak-pihak yang

telah melakukan peringatan hari primata. Dokumentasi dan laporan tersebut

akan dipublikasikan di website PROFAUNA untuk bisa dibaca para supporter

di daerah lain.

―Misalnya biasanya kan ada yang masuk berita atau diliput kayak gitu,
biasanya tak share. Trus foto-foto dari mana-mana itu kita kumpulkan.
Trus ada yang bikin video, nah itu kita share juga di website
PROFAUNA. Jadi semua yang partisipasi itu yang lain itu juga ikut tau.
Jadi saling tahu kayak gitu. Trus ya ada orang misalnya di Jateng
―Mbak di Jateng ada nggak yang bikin acara hari primata?‖ ―O, ada di
kota ini, join aja ke situ.‖ Jadi akhirnya tambah banyak yang tahu‖
(Asti).

Peneliti dapat melihat ulasan mengenai aksi peringatan hari primata di

Kalimantan Timur dan Jawa Barat yang dilakukan pada tanggal 24 Januari

2016 telah diunggah di website PROFAUNA pada tanggal 25 Januari 2016.

Ulasan mengenai aksi peringatan hari primata yang dilakukan oleh para

supporter PROFAUNA di Malang tepat pada tanggal 30 Januari 2016

diunggah pada hari itu juga sedangkan ulasan lengkap mengenai peringatan

hari primata di seluruh Indonesia diunggah di website PROFAUNA pada

tanggal 11 Februari 2016. Jumlah total event peringatan hari primata adalah

60 event yang dilakukan di 30 kota, 15 provinsi.

Informasi-informasi diunggah di website PROFAUNA agar para

supporter dapat mengetahui berbagai isu pelestarian hutan dan satwa liar di

Indonesia beserta kegiatan yang telah dilakukan PROFAUNA.

193
‖Kalo ada posting-an apa, ada komen di bawahnya, saya bales. Di fun
page PROFAUNA cuma admin yang bisa. Di fun page supporter,
semua supporter bisa. Supporter dari Bukit Tinggi yang sering posting
situ, edukasi, ada sesuatu apa gitu posting di situ, buat diskusi‖ (Niar).

Tetapi informasi itu tidak hanya ditujukan kepada para supporter saja, tetapi

juga kepada masyarakat. Hal ini dikatakan Niar ‖misalnya kalo ada kegiatan

PROFAUNA harus di-share biar masyarakat tau kegiatannya PROFAUNA itu

apa aja.‖

Masyarakat juga dapat mengikuti perkembangan kegiatan PROFAUNA

dan isu terbaru mengenai pelestarian satwa liar dan hutan lewat website

PROFAUNA. Ketua dan Campaign Officer biasanya membuat press release,

namun staf dan representatif di daerah juga dapat membuat press relase

untuk dipublikasikan setelah mendapat persetujuan dari ketua PROFAUNA.

‖Humas gak ke satu orang. Semua Campaign Officer punya hak untuk
buat Press Release, kemudian dengan persetujuan dari ketua (acc-
nya). Karena PROFAUNA bekerja di banyak tempat di Indonesia, jadi
misalnya ada isu Kalimantan yang kawan-kawan Borneo yang
mengeluarkan Press Release. Cuman biasanya sebelum kita keluar
publish ke media, itu mereka akan mengirim ke sini dulu, seperti apa,
didiskusikan… OK, fix…, sebarrrr… Trus dipublikasikan lewat web dan
jaringan kita di media‖ (Rosek).

Masyarakat juga dapat mengakses informasi perkembangan PROFAUNA

lewat Facebook, namun tidak dapat dengan mudah memberikan komentar

mengenai hal itu. Hal ini terjadi berdasarkan pengalaman tidak mengenakkan

terkait tercampurnya isu tersebut dengan berbagai hal lain, yaitu banyaknya

komentar yang tidak relevan karena tidak adanya pemahaman akan isi

persoalan sehingga menimbulkan kekacauan karena komentar tersebut

tersebar luas. Tidak semua orang dapat memasang sesuatu sendiri di Wall di

Facebook karena pengalaman sebelumnya bahwa Facebook PROFAUNA

dimanfaatkan orang lain untuk berjualan seperti yang dikatakan Rosek

194
―karena ada yang jualan, akhirnya kita tutup karena kasihan admin-nya. Tim

kita kecil, harus cepat buka karena ada notifikasinya, itu sampah jadinya. Itu

tutup 2011.‖

Hal ini berbeda dengan milis supporter yang terbuka sehingga

supporter dapat dengan mudah memberikan tanggapan atas informasi yang

diberikan oleh PROFAUNA. Supporter dianggap merupakan orang yang

memang berada di dalam PROFAUNA sehingga akan memberikan komentar

yang relevan dengan isu yang dimuat di milis tersebut.

―Karena asumsi kita orang daftar jadi supporter itu sudah melalui
saringan, dia peduli. Kalok orang peduli itu sudah satu hati, jadi pasti
dia kalok komen terkait dengan isu itu. Sama kalok psikologi nonton
musik. Yang nonton musik gratis itu macam-macam, bisa berkelahi,
dan sebagainya. Tapi kalok nontonnya mbayar dan memang semua 1
fans gak mungkin ada berkelahi. Kan mereka datang niatnya untuk
menikmati musik itu. Ada musik rock, yang datang ada musik dangdut,
akhirnya ya gak nyambung, kira-kira begitu‖ (Rosek).

PROFAUNA juga membuka jalur komunikasi dengan masyarakat

dengan menerima pengaduan dari masyarakat melalui berbagai saluran

komunikasi yang ada seperti nomor telepon, Whatssap, email, dan akun

Facebook. Komunikasi dengan masyarakat akan banyak membantu tugas

PROFAUNA di lapangan karena masyarakat adalah pihak yang dapat

langsung bersinggungan dengan isu pelestarian hutan dan satwa liar seperti

yang dikatakan Asti ―Kalo misalnya ada orang yang tau ada perdagangan,

perburuan satwa yang dilindungi gitu bisa kontak PROFAUNA, nanti kita

follow up. Itu masuknya ke mbak Niar, tapi aku yang jawab, diforward ke aku.‖

―Ada orang kirim email ―ini ada orang pelihara ini tolong dicek.‖
Padahal nggak tau itu jenis ular apa, ya harus dicek dulu. Kadang ada
orang email protes-protes gitu ―saya nggak setuju ada orang jual ini,
ini, ini.‖ Ternyata yang dia protes itu yang nggak dilindungi, ya kita
harus njelaskannya gimana gitu, kan kayak musang itu kan masih

195
susah kan. Orang kan masih pro kontra kan, sementara nggak
dilindungi. Ya harus ngasih pengertiannya itu, ya harus hati-hatilah
bahasanya gimana. Jadi mesti update ilmu sama info jadinya. (Asti)

8.5 Ikhtisar

Penerimaan uang dari supporter PROFAUNA dapat terjadi secara

tunai di kantor pusat PROFAUNA maupun lewat transfer yang dipusatkan di

rekening Bank atas nama PROFAUNA. Dana di bank tersebut hanya bisa

dikeluarkan oleh bendahara dan ketua saja. Anggaran untuk melakukan

kegiatan harus mendapat persetujuan ketua terlebih dahulu untuk kemudian

bendahara dapat memberikan dana yang diperlukan kepada staf yang

berwewenang mengatur pelaksanaaan kegiatan tersebut. Berbagai kegiatan

juga dapat diadakan di berbagai daerah, tidak di kantor pusat, namun semua

penerimaan uang selalu masuk ke kantor pusat dan kantor pusat yang akan

mentransfer sejumlah uang yang diperlukan cabang atau representatif.

Akuntabilitas diberikan kepada pendonor berkaitan dengan dana yang

telah diberikan kepada LSM. Hal ini adalah sesuatu yang harus dalam

akuntabilitas eksternal. Namun demikian, ada hal-hal yang ternyata tidak

dapat dipertanggungjawabkan sehingga penerimaan dan pengeluaran uang

dicatat dan dilaporkan oleh LSM yang disesuaikan dengan kondisi. Kondisi

yang dimaksud di sini adalah adanya permintaan dari pendonor untuk diberi

laporan pertanggungjawaban keuangan atau tidak. LSM tidak memberikan

laporan pertanggungjawaban keuangan jika tidak diminta oleh pendonor.

Banyak pendonor yang tidak meminta laporan pertanggungjawaban

penggunaan dana yang mereka berikan karena mereka mengetahui bahwa

jumlah yang mereka donasikan itu sebenarnya tidaklah sebesar pengeluaran

196
PROFAUNA daam melakukan kegiatan pelestarian satwa liar dan hutan.

Mereka lebih mementingkan laporan mengenai keberhasilan program yang

telah dilakukan PROFAUNA. Akuntabulitas LSM dalam hal ini dilakukan lewat

pemberian informasi dengan menggunakan berbagai sarana yang ada.

197
BAB IX

SINTESIS: NILAI-NILAI STRATEGI MEMPRAKTIKKAN AKUNTABILITAS


UNTUK MENJAGA KEBERLANJUTAN LSM

9.1 Pengantar

Bab ini merupakan sintesa dari temuan dalam penelitian ini yang telah

dipaparkan dalam masing-masing bab sebelumnya. Akuntabilitas LSM

digambarkan sebagai sebuah konstruksi yang memiliki dasar akar, batang

yang tumbuh di atasnya, beserta carang-carangnya. Strategi LSM dalam

mempraktikkan akuntabilitas pada akhirnya akan menjaga keberlanjutan

LSM.

9.2 Konstruksi Akuntabilitas LSM

Kejujuran sebagai suatu nilai mendasar merupakan pijakan

PROFAUNA dalam mempraktikkan akuntabilitas. Nilai kejujuran ini membuat

PROFAUNA melakukan segala sesuatu dengan apa adanya, tidak dibuat-

buat atau fiktif. Nilai kejujuran ini pula yang membuat PROFAUNA selalu

mengingat tujuan dasar pembentukannya, yaitu sebagai lembaga swadaya

masyarakat yang mengusung kepentingan publik, tidak untuk mencari laba.

Nilai kejujuran yang dipegang teguh oleh pendiri dari sejak awal berdirinya

PROFAUNA menjadi suatu titik tolak pijakan akuntabilitas secara khusus

dalam hal penerimaan dana dari pihak lain guna pelaksanaan kegiatan rutin

ataupun insidentil.

Hal ini mendasari terciptanya independensi dalam pergerakan atau

operasional PROFAUNA setiap harinya. Independensi dipegang teguh

PROFAUNA dalam melakukan setiap program-programnya sebab adanya

198
suatu kesadaran bahwa visi dan misinya tidak akan dapat terpenuhi tanpa

adanya independensi. PROFAUNA memiliki aturan mengenai pendanaan

yang harus selalu mengedepankan independensi. PROFAUNA tidak boleh

menerima dana dari pemerintah dan perusahaan yang merusak lingkungan.

Hal ini diterapkan baik di dalam organisasi sendiri maupun dalam

hubungannya dengan pihak eksternal, yaitu pemerintah, pendonor, dan

masyarakat umum. PROFAUNA memiliki aturan mengenai pendanaan yang

harus selalu mengedepankan independensi. PROFAUNA tidak boleh

menerima dana dari pemerintah dan perusahaan yang merusak lingkungan.

Seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa kejujuran

dan independensi menjadi fondasi PROFAUNA dalam mempraktikkan

akuntabilitas. Hal ini berarti akuntabilitas tidak akan tumbuh tanpa adanya

kejujuran dan independensi tersebut. Akuntabilitas LSM terbangun dimulai

dari fondasi yang berakar, batang utama sebagai penopang, dan carang

strategi yang tumbuh di atasnya dengan nilai yang terkandung berupa getah

yang mengalir di dalamnya. Ada suatu proses yang terjadi dalam waktu yang

tidak cepat hingga konstruksi tersebut tampak wujudnya seperti sekarang.

Proses membangun akuntabilitas tersebut terus menerus terjadi dengan

fondasi yang sudah ada tersebut. Konstruksi akuntabilitas PROFAUNA

tercipta dengan adanya dasar kejujuran dan independensi tersebut seperti

tampak seperti pohon dengan dasar yang kuat, batang dan carang yang

bertumbuh disertai dedaunan yang lebat berikut ini.

199
Gambar 9.1 Konstruksi Akuntabilitas LSM

Dengan adanya independensi, akuntabilitas dapat bertumbuh terus,

baik di dalam maupun ke luar. Akuntabilitas terjadi di dalam setiap proses

200
kegiatan PROFAUNA sebagai suatu organisasi yang memiliki kantor pusat,

kantor cabang dan representatif di berbagai daerah. Beberapa personil

terlibat dalam setiap rangkaian kegiatan PROFAUNA sehari-hari yang

masing-masing mempraktikkan akuntabilitas, terutama akuntabilitas dalam

proses penerimaan dan pengeluraan uang dalam pelaksanaan setiap

program. Akuntabilitas ke luar juga terjadi karena PROFAUNA bisa

beroperasi dengan adanya dukungan sumber daya dari pihak luar.

Akuntabilitas yang terbangun di atas dasar independensi itu berkaitan

dengan strategi menjaga alam, strategi berswadaya dengan sistem supporter

dan saweran, strategi menggunakan program besar sebagai payung dalam

melakukan kegiatan, dan strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan

sistem satu pintu. Strategi menjaga alam merupakan strategi mempraktikkan

akuntabilitas kepada lingkungan sesuai visi dan misi LSM untuk melestarikan

hutan dan satwa liar. Strategi berswadaya dengan sistem supporter dan

saweran merupakan strategi yang mensyaratkan akuntabilitas PROFAUNA

dalam penggunaan sumber daya yang telah diperoleh dari para anggota.

Strategi menggunakan program besar sebagai payung dalam melakukan

kegiatan merupakan strategi PROFAUNA untuk bertanggung jawab dalam

setiap kegiatan yang telah diprogram bersama staf dan representatif. Strategi

untuk mengendalikan pengelolaan dana dilakukan dengan sistem satu pintu.

9.3 Strategi Mempraktikkan Akuntabilitas LSM

Ada empat strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM PROFAUNA.

Pertama, strategi menjaga alam. Kedua, strategi berswadaya dengan sistem

supporter dan saweran. Strategi ketiga adalah strategi menggunakan

201
program besar sebagai payung dalam melakukan kegiatan dan strategi

keempat adalah strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem

satu pintu. Masing-masing strategi tersebut terbentuk karena adanya

kandungan nilai-nilai tertentu di dalamnya yang akan dijelaskan satu per satu

berikut ini.

Nilai-nilai berupa prioritas pada fokus untuk akuntabilitas ke

lingkungan, kesederhanaan atau tidak muluk-muluk dalam aksi grassroot,

pelaksanaan segala aktivitas pelestarian hutan dan satwa liar sebagai suatu

ibadah, serta sistem yang sakleg atau konsisten sesuai visi dan misi

terkandung dalam strategi menjaga alam. Strategi jaga alam mengandung visi

dan misi PROFAUNA untuk pelestarian hutan dan satwa liar. Hal ini dilakukan

sebagai wujud pertanggungjawaban kepada lingkungan atau alam yang telah

diberikan oleh Tuhan, namun tetap ada prioritas fokus, yaitu isu pelestarian

hutan dan satwa liar. PROFAUNA tidak ingin menjadi organisasi supermarket,

yaitu organisasi yang mengurus semua hal agar tetap eksis di mata publik.

Pelestarian hutan dan satwa liar tersebut tidak harus dilakukan dengan

sesuatu yang rumit atau muluk, namun dengan kesederhanaan dalam

kehidupan sehari-hari untuk menciptakan suatu perubahan. Melestarikan

hutan dan satwa liar tidak hanya dilakukan di kawasan yang berdekatan

dengan hutan, tetapi dapat dilakukan di mana saja, termasuk di perkotaan.

Hal-hal kecil pun akan menjadi berarti jika dilakukan, tidak hanya dikatakan.

Pelestarian hutan dan satwa liar dilaksanakan PROFAUNA dari awal

berdirinya hingga sekarang secara konsisten. Prinsip-prinsip PROFAUNA

dipegang teguh oleh para pendiri dan dituangkan dalam berbagai aturan

untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan pelestarian hutan dan satwa liar

202
yang bentuknya bisa bermacam-macam. Kekonsistenan atau sistem yang

sakleg menjadi suatu nilai berharga yang dimiliki PROFAUNA yang

menjadikannya eksis.

Berbagai hal yang dilakukan dalam kesederhanaan untuk melakukan

akuntabilitas kepada lingkungan berupa pelestarian hutan dan satwa liar

tersebut dianggap sebagai suatu ibadah kepada Tuhan. Tuhan telah

menciptakan alam beserta segala isinya untuk keperluan hidup manusia di

muka bumi dan manusia bertanggung jawab untuk melestarikannya. Berbagai

kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan pada umumnya dan

hutan serta satwa liar pada khususnya dianggap oleh para anggota LSM

sebagai ibadah kepada Sang Pencipta sehingga tidak ada pamrih berupa

keinginan medapatkan ucapan terima kasih atau pengakuan dari orang lain.

Nilai jaringan supporter sebagai orang dalam yang mendukung

PROFAUNA sesuai passion masing-masing disertai sistem saweran atau

kekeluargaan dan kegotongroyongan terkandung dalam strategi berswadaya

dengan sistem supporter dan saweran. Menggunakan sistem keanggotaan

atau supporter merupakan strategi PROFAUNA dalam mempraktikkan

akuntabilitas. Orang-orang yang ingin menjadi anggota diwajibkan membayar

uang pendaftaran sejumlah minimal nominal tertentu sebagai suatu saringan

atas kesungguhan mereka sekaligus donasi mereka. Formulir pendaftaran

diisi dengan biodata masing-masing supporter beserta besarnya donasi yang

diberikan dan keahlian yang mereka punyai. Supporter dengan

karakteristiknya masing-masing menjadi suatu jaringan orang dalam yang

memiliki kekuatan dalam berbagai hal untuk membantu PROFAUNA dalam

pelestarian hutan dan satwa liar.

203
Anggota atau supporter memberikan support kepada PROFAUNA

dalam berbagai bentuk sesuai dengan passion masing-masing. Pelaksanaan

pelestarian hutan dan satwa liar dapat dilakukan sendiri-sendiri ataupun

bersama-sama dalam komunitas kelembagaan. Beberapa pihak dapat

memiliki kesungguhan hati beserta ketersediaan tenaga dan waktu untuk

dapat melakukan berbagai tindakan pelestarian hutan dan satwa liar dengan

cara terjun secara langsung ke kawasan konservasi. Pihak yang tidak bisa

terjun langsung dalam kegiatan pelestarian hutan dan satwa liar di area

konservasi dapat tetap berperan sesuai dengan passion mereka masing-

masing, misalnya dengan giat melakukan kampanye dan edukasi kepada

orang-orang di sekitar mereka.

Supporter juga dapat memberikan donasi atau berbagai material

secara sukarela sebagai bentuk dukungan secara tidak langsung. Tindakan

ini dilakukan secara saweran, yaitu dalam suatu sistem kekeluargaan dan

kegotongroyongan. Masing-masing pihak melakukan sesuatu sesuai

kemampuan dan kerelaannya untuk mendukung aktivitas pelestarian hutan

dan satwa liar karena merasa menjadi anggota suatu keluarga besar LSM

yang bergotong royong untuk mencapai tujuan bersama.

Strategi menggunakan program besar sebagai payung dalam

melakukan kegiatan mengandung nilai pertanggungjawaban dalam

melakukan setiap tugas dengan rutin melakukan komunikasi dan koordinasi

disertai adanya laporan setelah kegiatan selesai dilaksanakan. Operasional

LSM sehari-hari melibatkan aktivitas banyak orang yang harus bekerja

bersama dalam pencapaian tujuan bersama. Komunikasi dan koordinasi antar

pihak menjadi suatu hal yang penting untuk dilakukan agar tujuan organisasi

204
dapat dicapai, baik secara umum atau global maupun secara khusus untuk

pelaksanaan suatu program tertentu.

Komunikasi di dalam jajaran pengurus merupakan hal yang sangat

penting dalam pelaksanaan berbagai program rutin maupun insidentil LSM.

Komunikasi antara jajaran pengurus LSM dan anggota dilakukan secara

kontinyu pula untuk membangun suatu kebersamaan dan membaharui

pengetahuan dan motivasi setiap anggota dalam berbagai isu pelestarian

hutan dan satwa liar yang terjadi di Indonesia. Hal ini sangat penting

dibangun karena LSM beranggotakan orang-orang yang tersebar di berbagai

daerah. Komunikasi dengan masyarakat umum juga dilakukan LSM

mengingat bahwa isu-isu pelestarian hutan dan satwa liar selalu akan

melibatkan masyarakat lokal. Tidak hanya komunikasi langsung berupa

pertemuan rutin sebulan sekali, berbagai media sosial seperti email,

facebook, dan whatssap digunakan sebagai sarana berkomunikasi.

Rapat koordinasi selalu perlu dilakukan secara rutin untuk membahas

berbagai isu dan aktivitas rutin untuk pelestarian hutan dan satwa liar. Rapat

koordinasi juga dilakukan untuk pelaksanaan suatu kegiatan tertentu, yaitu

dari awal saat perencanaan, saat pelaksanaan, maupun setelah kegiatan

diselenggarakan untuk evaluasi bagi perbaikan di masa mendatang. Masing-

masing pihak menyampaikan laporan kegiatan sebagai pertanggungjawaban

dalam setiap tugas yang telah diembannya berkaitan dengan sumber daya

yang digunakan, pelaksanaan aktivitas, masyarakat yang terlibat, dan hasil

yang dicapai. Rapat tahunan juga dilakukan sebagai upaya koordinasi antar

semua bagian dalam LSM.

205
Strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu pintu

dilakukan dalam hal penerimaan dan pengeluaran uang dan pemberian

informasi. Satu pintu dalam hal penerimaan dan pengeluaran uang disertai

dengan keharusan pembuatan laporan, namun dengan ada dinamika tertentu.

Hanya kantor pusat yang dapat menerima dan mengeluarkan uang. Berbagai

kegiatan memang diadakan oleh cabang atau representatif, namun tetap

kantor pusat yang menerima dan mengeluarkan dananya. Bendahara yang

berwenang mengeluarkan uang untuk diberikan kepada staf atau

representatif yang bertugas dalam suatu kegiatan tertentu, namun anggaran

untuk kegiatan tersebut harus sudah disetujui oleh ketua. Sistem satu pintu

dalam penerimaan dan pengeluaran uang ini dilakukan untuk mencegah

penyelewengan uang yang rawan terjadi jika ada banyak tangan yang dapat

memegang uang.

Laporan penerimaan dan pengeluaran uang dibuat sebagai

pertanggungjawaban keuangan, yaitu berkaitan dengan perolehan dan

pemakaian sumber daya dalam setiap pelaksanaan kegiatan pelestarian

hutan dan satwa liar. Setiap penerimaan dan pengeluaran uang disertai

dengan pencatatan dan pelaporan dengan jelas, walaupun terkadang tidak

disertai dengan bukti transaksi jika memang hal tersebut tidak memungkinkan

untuk diperoleh. Bukti transaksi kadang tidak memungkinkan untuk didapat

karena berbagai kegiatan pelestarian hutan dan satwa liar melibatkan

masyarakat lokal dan alam sekitar yang tidak dapat dipastikan dengan

kuitansi atau bukti transaksi tertulis lainnya. Pertanggungjawaban keuangan

dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan faktor kejujuran para staf dan

representatif dalam melakukan berbagai kegiatan dan kepercayaan dari pihak

206
yang memberikan wewenang atas pemakaian sumber daya organisasi yaitu

ketua atau bendahara kepada mereka.

Akuntabilitas juga diberikan pada pendonor yang memberikan sumber

daya pada LSM secara sukarela, namun hanya jika pendonor yang

bersangkutan memintanya. Kebanyakan pendonor mempercayakan sumber

daya mereka kepada LSM dengan tanpa mensyaratkan adanya suatu

pertanggungjawaban keuangan atas pemakaian sumber daya tersebut.

Faktor kejujuran para personil LSM tetap menjadi landasan dalam

akuntabilitas kepada pendonor. Hal ini juga berkaitan erat dengan faktor

kepercayaan dari pendonor karena mereka telah mengetahui kredibilitas LSM

secara umum dan pentingnya pelaksanaan program yang harus didanai

secara khusus sesuai visi dan misi LSM yang bersangkutan. Akuntabilitas

keuangan juga kerap tidak diminta pendonor karena mereka mengetahui

bahwa sesungguhnya dana yang mereka berikan tidaklah cukup dalam

pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.

Akuntabilitas juga diberikan kepada masyarakat umum. Berbagai

kegiatan yang dilakukan LSM sesuai dengan visi dan misinya untuk

pelayanan publik dipublikasikan kepada masyarakat lewat berbagai media.

Hal ini dilakukan sebagai wujud pertanggungjawaban LSM kepada

masyarakat sekaligus legitimasi keberadaan LSM sebagai sebuah lembaga

swadaya masyarakat yang akan terus melakukan berbagai kegiatannya.

Pemberian informasi kepada masyarakat umum tersebut juga dilakukan

dalam sistem satu pintu, yaitu hanya kantor pusat yang dapat melakukan

publikasi lewat berbagai media yang ada. Beberapa staf berwewenang untuk

mengunggah tulisan mengenai kegiatan pelestarian hutan dan satwa liar yang

207
dilakukan oleh PROFAUNA maupun isu terkait di masyarakat lokal, namun

harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari ketua.

Kegiatan dapat dilakukan di kantor cabang atau representatif namun

tetap kantor pusat yang akan menyebarkan informasinya kepada para

supporter atau masyarakat. Publikasi berbagai artikel mengenai isu

pelestarian hutan dan satwa liar yang sedang terjadi di kantor cabang atau

representatif dapat dilakukan juga dengan persetujuan dari kantor pusat.

Kantor pusat, dalam hal ini adalah ketua, harus terlebih dahulu mengetahui isi

tulisan yang dipublikasikan tersebut untuk dapat direvisi terlebih dahulu atau

langsung dapat disebarkan.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah akuntabilitas LSM terbangun

dimulai dari fondasi yang berakar, batang utama sebagai penopang, dan

carang strategi yang tumbuh di atasnya dengan nilai yang terkandung berupa

cairan getah yang mengalir di dalamnya. Proses pertumbuhan terjadi dalam

waktu yang tidak cepat hingga konstruksi tersebut tampak wujudnya seperti

sekarang. Hal ini berarti bahwa proses membangun akuntabilitas tersebut

terus menerus terjadi dengan fondasi yang sudah ada tersebut.

9.4 Akuntabilitas Menjaga Keberlanjutan LSM

PROFAUNA telah berumur 21 tahun. Usia 21 tahun itu merupakan

usia yang cukup dewasa bagi sebuah LSM mengingat cukup banyaknya LSM

yang datang dan pergi di Indonesia. Usia dewasa itu juga dibarengi dengan

kiprah yang nyata dalam bidang pelestarian hutan dan satwa liar di Indonesia.

Kiprah nyata dalam bidang pelestarian hutan dan satwa liar di

Indonesia terbangun di atas fondasi kejujuran dan independensi beserta

208
dengan akuntabilitasnya. Value tersebut merupakan keunikan yang dimiliki

LSM PROFAUNA yang menjadikan LSM ini bertahan hingga sekarang seperti

dinyatakan Daniel berikut ini.

―Karena terkadang profit organization itu kepentingan revenue,


kepentingan earnings itu lebih penting, value diabaiin, karena dia butuh
itu. Kalok kita LSM fondasi value nggak jelas, itu akan ilang, abis…,
tidak sekedar di pagar jalan teriak-teriak. Kalau yang tidak jaga value
ya banyak yang kemarin keluar sekarang hilang se-Indonesia raya. Di
malang aja uda banyak yang gitu, kemarin-kemarin banyak
anggotanya sekarang 2 orang saja.‖

Upaya untuk membangun independensi bukanlah sesuatu hal yang

mudah bahkan membuat gerak PROFAUNA seringkali seperti terbatas,

namun demikian lembaga ini tetap memegang teguh independensi.

―Tapi ya independensi ini memang hal yang bisa dijual banget sih.
Saya ngomongnya orang komunikasi ya. Bisa dijual banget, bisa dijual
banget untuk mencari massa, bisa dijual banget untuk menunjukkan
identitas lembaga, bisa dijual untuk menentukan daya tawar kita. Jadi
saya sepakat banget dengan independensi‖ (Rinda).

Ungkapan yang disampaikan di atas menunjukkan bahwa independensi

merupakan sesuatu hal yang penting dipunyai PROFAUNA untuk menjaga

keberlanjutannya. Massa merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

LSM sebagai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat. Independensi yang

menjadi dasar akuntabilitas akan membuahkan kepercayaan dan dukungan

masyarakat dan hal ini akan membuat sebuah LSM eksis dan dapat

melakukan kegiatannya sesuai dengan visi dan misinya secara berkelanjutan.

Keberlanjutan penerimaan LSM oleh wilayah dan komunitas masyarakat akan

membuahkan keberlanjutan LSM.

Identitas lembaga yang kuat akan semakin memperkuat keberlanjutan

LSM. Strategi mempraktikkan akuntabilitas PROFAUNA dalam hal ini adalah

strategi menjaga alam. Misi yang selalu diusung PROFAUNA adalah menjaga

209
kelestarian hutan dan satwa liar. Ini merupakan suatu bentuk akuntabilitas

terhadap alam serta namun PROFAUNA tetap menjalankannya dengan

memprioritaskan fokusnya pada dua isu, yaitu kelestarian satwa liar dan

hutan. Misi tersebut dijalankan dengan tidak hanya berdiam diri tetapi dengan

suatu tindakan nyata yang mungkin tidak muluk-muluk, namun dapat

menciptakan suatu perubahan. Segala hal untuk melestarikan satwa liar dan

hutan tersebut dilakukan sebagai suatu ibadah kepada Tuhan yang telah

menciptakan alam untuk kepentingan umat manusia di dunia. Nilai-nilai

strategi menjaga alam ini dilakukan secara konsisten dari awal berdiri hingga

saat ini. Hal tersebut membuat PROFAUNA dikenal masyarakat lokal,

pemerintah, dan para supporter sebagai lembaga yang eksis di jalur

pelestarian satwa liar dan hutan hingga sekarang.

Terjaganya keberlanjutan merupakan buah yang manis dari

akuntabilitas karena adanya faktor kepercayaan dari banyak pihak, sekaligus

dari pihak pemerintah sendiri.

―Nggak boleh kita terima dari pemerintah. Sejak awal, sejak 20 tahun
lalu, 1 rupiah pun nggak pernah kita terima. Justru kita yang kasik
pemerintah. Kalok kasik kita nggak papa, menerima nggak boleh.
Misalnya, program terbaru Suaka Margasatwa di JawaTimur, kita kasik
dalam bentuk barang dan kendaraan operasional ke pemerintah. Kita
sumbang…., tapi kita nggak boleh terima. Itu sebabnya pemerintah
yang bekerja di bidang konservasi itu sangat respect kepada kita
karena mereka tau persis kita nggak pernah meminta, malah memberi,
jadi mereka malu. Jadi karena mereka malu, ketika ada sesuatu yang
PROFAUNA protes disambut dengan baik, didengar‖ (Made).

Begitu pula dengan konsistensi PROFAUNA mengenai pendanaan dari

perusahaan, yaitu PROFAUNA tidak menerima dana dari perusahaan yang

merusak lingkungan. PROFAUNA menjalankan prinsip ini secara konsisten

walaupun banyak tawaran yang datang dari berbagai perusahaan besar untuk

210
memberikan sumber daya kepada PROFAUNA. Dana tersebut ditolak

PROFAUNA karena ternyata pihak perusahaan pendonor bergerak di bidang

usaha yang merusak lingkungan.

Hasil yang didapat PROFAUNA dari keteguhan memegang prinsip

tersebut adalah dana datang dengan sendirinya tanpa PROFAUNA meminta

dari perusahaan yang mengetahui konsistensi PROFAUNA dalam

mengerjakan programnya. Contohnya adalah perusahaan kosmetik the Body

Shop yang melakukan penelitian mengenai LSM di Indonesia yang layak

mendapatkan donasi mereka. Rosek mengatakan ―Biasanya 6 bulan sekali

mereka report ke kita, laku sekian, uang sekian, jadi kalok di Body Shop itu

ada logonya PROFAUNA untuk produk tertentu.‖ PROFAUNA menjadi salah

satu LSM yang mendapat donasi dari perusahaan tersebut hingga sekarang.

Cara pemberian donasi adalah dengan membuat sejenis lip balm yang

didonasikan untuk tiga LSM. Pembeli lip balm tersebut diberi koin untuk

dimasukkan ke tempat yang tersedia bagi LSM yang disukai. PROFAUNA

adalah salah satu dari ketiga LSM tersebut sementara dua LSM lainnya

bergerak di bidang kertas dan pendampingan anak. Jadi pembeli dipersilakan

memilih untuk memasukkan koin tersebut ke tempat yang mana sehingga

besaran donasinya tidak dapat dipastikan.

―Gitu… Hasilnya untuk PROFAUNA ya di-kasik-kan ke PROFAUNA.


Jadi kita nggak pernah tau hasilnya itu mau dapat berapa dan kita juga
nggak berharap terlalu banyak. Karena kalok kita berharap terlalu
banyak, iyo lek oleh, lek nggak? Nah itu…, sapa sing tau. Jadi kita
nggak ada pikiran. Sudah, ojok diarep-arep. Ada ya alhamdulilah,
nggak…, ya gimana lagi. Mungkin kan orangnya pinginnya ke tempat
lain. Karena untuk masyarakat Indonesia sendiri kan lebih suka ke
anak yatim piatu, pendampingan anak gitu, lebih ke manusia, ke
binatang belum. Tapi ternyata kita selalu dapat juga, berarti kan ada
jugak.‖

211
The Body Shop memberikan dana kepada PROFAUNA bukan karena

PROFAUNA yang meminta, tetapi karena mereka telah melakukan penelitian

sendiri untuk memilih organisasi yang akan mereka danai. PROFAUNA

sendiri tidak asal menerima donasi dari pihak luar ini. Made juga mengatakan

―Organisasi luar itu bilang ―saya punya uang sekian, kamu ada program apa

yang bisa saya danai dengan uang?‖ Mereka tau PROFAUNA sendiri.

Mereka tahu betul apa yang kita kerjakan sesuai dengan program apa yang

kita uda ajukan.‖ Proses masih berlanjut dengan wawancara dengan pihak

the Body Shop sebagai proses seleksi karena PROFAUNA harus memastikan

bahwa penerimaan dana tersebut akan sejalan dengan independensi dan

integritasnya dalam pelestarian satwa liar dan hutan.

Hasilnya, PROFAUNA menerima dana dari the Body Shop setelah

mengetahui prinsip bisnis the Body Shop yang bagus. Pertama, mereka harus

mempekerjakan secara adil pekerja mereka dengan cara membayar secara

pantas sehingga produk dijual dengan harga yang tidak murah karena juga

untuk menutupi kebutuhan produksi. Kedua, adanya komitmen bahwa proses

pembuatan, bahan dan sebagainya tidak boleh merusak lingkungan dan non-

testing on animal, sehingga mereka sangat selektif sekali dalam penggunaan

bahan-bahan. Mereka mensuplai sendiri bahan-bahan tersebut dengan

melibatkan petani. Petani-petani di Meksiko dan beberapa negara dibina

untuk mensuplai kebutuhan the Body Shop.

―Founder mereka dari Inggris itu. Jadi prinsip bisnis mereka Bagus
sekali perusahaan ini, jadi akhirnya kita mau. Jadi kalok mau jadi
donator diseleksi, gak bisa sembarang kasi, jangan cuma buat cari
nama. Tapi perusahaan ini profit terus tinggi karena dia mengedukasi
konsumen, bahwa memang kita harus membayar tinggi untuk
lingkungan. Konsumen-konsumen yang sudah high class, ekonomi
sudah stabil itu beli itu. Ya mungkin untuk di Indonesia itu beli itu untuk

212
gengsi gitu kan, tapi kalok di luar mereka beli karena mereka peduli
lingkungan‖ (Rosek).

Made menambahkan pula bahwa sebenarnya pendonor tersebut

memberikan dana untuk PROFAUNA tidak dengan tujuan untuk mendapat

laporan penggunaan dana mereka ataupun untuk dipublikasikan namanya.

―Yang sekarang pendonor utama ya PWEC itu dan setiap ada


keuntungan PWEC berapa persennya pasti sudah saya inikan (UNTUK
PROFAUNA). Pendonor lain ya dari supporter. Mereka kasih gak ada
niatan untuk ini (DIBERI LAPORAN). Kadang mereka juga ―tolong saya
tidak dicantumkan.‖ Ada yang tiap bulan nyumbang, tapi mereka nggak
mau disebutkan. Mereka juga tidak ada keinginan untuk tahu uang itu
digunakan untuk apa saja. Mereka percaya. Sebagian yang nyumbang
juga mantan-mantan staf juga. Jadi pada saat mereka ikut suaminya,
mereka tahu betul kerjanya PROFAUNA seperti apa, jadi mereka
menyumbangnya ya iklas betul gitu‖ (Made).

Ungkapan di atas menunjukkan adanya kepercayaan dari para pendonor,

baik dari luar maupun dari dalam, yaitu dari supporter, kepada PROFAUNA

dalam penggunaan dana yang mereka donasikan.

Terjaganya keberlanjutan LSM yang telah dibicarakan pada paragraf

sebelumnya ini berkaitan dengan keberlanjutan sumber daya keuangan yang

didapat oleh LSM dan keberlanjutan pertumbuhan organisasi LSM dari aspek-

aspek finansial seperti asset dan pendapatannya. Strategi mempraktikkan

akuntabilitas dalam hal ini adalah strategi berswadaya dengan menggunakan

sistem supporter atau keanggotaan dan saweran. Berbagai kegiatan

PROFAUNA dilakukan didanai secara swadaya oleh supporter PROFAUNA

sendiri di samping dana yang didapat dari pendonor di luar PROFAUNA. Para

supporter bahu membahu menyumbang secara gotong royong untuk

keberhasilan kegiatan PROFAUNA di berbagai daerah karena mereka

merasa menjadi bagian dari PROFAUNA, sebagai ―orang dalam‖ PROFAUNA

213
sendiri. Sistem supporter disertai saweran atau kegotongroyongan untuk

memberikan sumbangan materi dan non-materi itu dilakukan sesuai passion

masing-masing supporter.

Strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu pintu

adalah sebagai suatu cara untuk mempraktikkan akuntabilitas dalam hal

keuangan, khususnya agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh pihak-

pihak yang ingin mencari keuntungan secara pribadi. Laporan penerimaan

dan pengeluaran kas dibuat setelah berakhirnya suatu kegiatan tertentu

dengan menyertakan nota-nota atau bukti transaksi, namun ada suatu

perkecualian mengenai hal ini jika kondisi di lapangan memang tidak

memungkinkan untuk didapatkannya bukti transaksi tersebut. Laporan

penggunaan dana suatu kegiatan yang didanai oleh pendonor akan

dipublikasikan kepada pendonor jika pendonor tersebut memintanya.

Pada kenyataannya banyak pendonor yang tidak meminta laporan

penggunaan dana. Hal ini terjadi karena mereka mengetahui bahwa dana

yang mereka berikan sesungguhnya tidaklah mencukupi untuk melakukan

kegiatan yang telah direncanakan. Artinya adalah PROFAUNA beserta para

supporter bergotong royong untuk merealisasikan suatu kegiatan yang

mereka danai itu sehingga pada akhirnya laporan yang mereka minta

bukanlah laporan penggunaan dana, tetapi laporan pelaksanaan kegiatan dan

hasil-hasil yang telah dicapai. Faktor kepercayaan atas legitimasi

PROFAUNA sangat tercermin dalam hal ini.

LSM memang muncul dengan tujuan untuk memberikan pelayanan

publik, yaitu kepada masyarakat umum, maka legitimasi yang dimiliki LSM

bernilai penting bagi kelangsungan hidup LSM. Operasi LSM tidak bertujuan

214
untuk mencari laba, maka LSM beroperasi dengan adanya support atau

dukungan sumber daya dari pendonor yang memberikan sumber daya

tersebut secara sukarela. Donasi dari pendonor merupakan sumber dana

utama LSM untuk dapat terus melakukan aktivitas sesuai dengan visi dan

misinya, sehingga kepercayaan para pendonor merupakan sebuah hal yang

sangat krusial sebagai sebuah faktor penting yang dapat menjaga

keberlanjutan LSM. Hal ini terjadi karena jika para pendonor percaya, mereka

akan terus memberikan donasi kepada LSM.

Strategi mempraktikkan akuntabilitas juga dipraktikkan terhadap para

staf dan representatif, yaitu strategi menggunakan program besar sebagai

payung untuk pelaksanaan kegiatan operasional PROFAUNA. Kegiatan yang

akan dilakukan PROFAUNA setahun ke depan akan diprogramkan terlebih

dahulu dalam suatu rapat tahunan dengan mengacu pada suatu payung

besar rencana strategis. Artinya bahwa staf dan representatif merealisasikan

program yang telah direncanakan tersebut namun hal-hal lain yang secara

insidentil muncul tetap dapat dilakukan asalkan tidak keluar dari payung yang

telah ada. Strategi ini dilakukan dengan adanya pertanggungjawaban dalam

melakukan setiap tugas dengan rutin melakukan komunikasi dan koordinasi

yang baik di antara kantor pusat dan representatif serta ketua dan staf

beserta para supporter. Laporan pelaksanaan kegiatan secara detil harus

dibuat setelah kegiatan selesai dilakukan dan evaluasi akan dilakukan

sebagai upaya perbaikan. Strategi ini berdampak pada terjaganya

keberlanjutan LSM karena adanya akuntabilitas dalam operasional LSM oleh

para pengelola, yaitu ketua, bendahara, staf, dan representatif.

215
9.5 Ikhtisar

Sub bab ini menyajikan ulasan strategi berakuntablitas PROFAUNA

yang terdiri dari menjaga alam, berswadaya dengan sistem supporter dan

saweran, menggunakan program besar sebagai payung dalam melakukan

kegiatan, dan mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu pintu.

Berbagai strategi itu dapat dilakukan dengan berdasarkan nilai kejujuran dan

independensi yang dimiliki PROFAUNA. Konstruksi akuntabilitas LSM ini

tercipta melalui suatu proses dan secara keseluruhan telah menjadi suatu hal

yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup LSM ini.

Konstruksi akuntabilitas LSM berupa pohon yang berdiri di atas dasar

atau akar nilai kejujuran dengan independensi sebagai batang utama dengan

carang-carang strategi menjaga alam, berswadaya dengan sistem supporter

dan saweran, menggunakan program besar sebagai payung dalam

melakukan kegiatan, dan mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem

satu pintu. Nilai-nilai berupa prioritas fokus pada isu pelestarian satwa liar dan

hutan, tidak muluk-muluk dalam turun tangan untuk melakukan perubahan,

pelaksanaan segala aktivitas pelestarian hutan dan satwa liar sebagai suatu

ibadah dan sakleg menjalankan prinsip terkandung dalam strategi menjaga

alam. Strategi berswadaya dengan sistem supporter dan saweran

mengandung nilai jaringan orang dalam yang bekerja sesuai passion masing-

masing dalam sistem saweran sementara strategi menggunakan program

besar sebagai payung dalam melakukan kegiatan mengandung nilai

pertanggungjawaban dalam melakukan setiap tugas dengan rutin melakukan

komunikasi dan koordinasi serta adanya laporan setelah pelaksanaan suatu

kegiatan. Strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu pintu

216
digunakan untuk penerimaan dan pengeluaran uang serta satu pintu dalam

pemberian informasi.

Manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya pohon akuntabilitas

tersebut dirasakan oleh LSM sendiri berupa adanya kepercayaan dari

pendonor, pemerintah, dan stakeholders lainnya yang pada akhirnya menjaga

keberlanjutan LSM tersebut. Kepercayaan dari stakeholders menunjukkan

bahwa masyarakat juga telah turut merasakan manfaat keberadaan pohon

akuntabilitas LSM ini bagaikan menciptakan suasana sejuk karena produksi

oksigen dan warna hijau alami yang baik untuk kesehatan manusia. Adanya

akar pohon yang kuat menancap di tanah juga menjadi penahan air atau

angin untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya bencana. Hal ini

menunjukkan manfaat pohon akuntabilitas LSM ini dalam mencegah berbagai

praktik negatif LSM yang mungkin timbul karena tidak adanya pengendalian

dari stakeholders.

217
BAB X

SELAYANG PANDANG AKUNTABILITAS LSM

10.1 Pengantar

Konsep akuntabilitas didefinisikan oleh Sinclair (1995) sebagai perilaku

individu atau organisasi untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas

tindakan mereka melalui pemberian alasan mengapa tindakan dilakukan.

Pelaku dikatakan akuntabel jika ia memberikan janji untuk melakukan sesuatu

dan melaksanakannya sehingga secara hukum dan moral dapat

dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas menyiratkan bahwa organisasi

bertanggung jawab kepada mereka yang terkena dampak putusan dan

kegiatan, serta masyarakat pada umumnya, untuk dampak keseluruhan

terhadap masyarakat dari keputusan dan kegiatan.

Pengertian akuntabilitas menurut Kaban dan Ginting (2010), adalah

sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi,

dalam pengelolaan atas sumber daya yang sudah diberikan dan dikuasai,

dalam rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan

akuntabilitas kinerja secara periodik. Selanjutnya, akuntabilitas publik

merupakan kewajiban pihak agent sebagai pemegang amanah untuk

memberikan pertanggungjawaban, melaporkan serta mengungkapkan segala

aktivitas atau kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya tersebut kepada

pihak yang telah memberikan amanah (principal) yang memiliki hak atau

wewenang untuk meminta atau mendapatkan pertanggungjawaban tersebut

(Mardiasmo, 2002: 20).

218
Istilah akuntabilitas seringkali dikaitkan dengan akuntabilitas keuangan,

yaitu pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan,

dan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Dengan demikian, setiap

pengelola keuangan yang diberi wewenang serta tanggung jawab dalam hal

penerimaan, penyimpanan dan penggunaan uang wajib memberikan laporan

atas pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab tersebut, sekaligus diawasi

dan dikendalikan sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan atas wewenang

tersebut (Kaban dan Ginting, 2010). Hal ini dapat dilakukan oleh entitas

dengan menyajikan laporan keuangan setiap periodenya.

Sebenarnya asal kata atau terminologi akuntabilitas adalah dari

bahasa Latin accomptare yang berarti mempertanggungjawabkan

(LEMSAKTI, 2012). Terminologi akuntabilitas menjadi perdebatan akademik

di antara Friedrich (1940) dan Finner (1941). Hal ini terjadi karena munculnya

perbedaan dalam melihat hubungan akuntabilitas dengan profesionalisme

dan moralitas atau nilai- nilai personal di sisi yang satu dengan adanya

keharusan untuk menuruti perintah dari pihak yang disebut „Political Masters‟

di sisi yang lain. Friedrich menekankan tanggung jawab internal terhadap

standar profesionalisme dan moralitas atau nilai-nilai personal, sedangkan

Finner menekankan tanggung jawab yang utama adalah terhadap perintah

politik pihak eksternal. Adanya perbedaan dua cara pandang terhadap

akuntabilitas itu menyebabkan akuntabilitas telah mengalami apa yang

dikatakan (Mulgan, 2000: 555) sebagai: an ever-expanding concept.

Beberapa pihak di Indonesia telah mencoba menerjemahkan

akuntabilitas sebagai ‗tanggung gugat‘. Namun demikian, istilah akuntabilitas

oleh Dubnick (2002: 2-4) dikaitkan dengan “incommensurability”— istilah

219
geometri– yang menyatakan suatu metafora atas kesenjangan inheren dari

sebuah kata yang tidak dapat dengan mudah diterjemahkan ke dalam kata-

kata, berkaitan dengan lintas konteks dan kultur. Artinya, akan menjadi lebih

mudah untuk memahami akuntabilitas sebagai sebuah konsep daripada suatu

usaha untuk menemukan suatu kata terjemahan yang cocok.

Akuntabilitas memiliki hubungan yang erat dengan responsibilitas,

namun terdapat perbedaan di antara keduanya. Responsibilitas berkaitan

dengan wewenang yang diberikan seseorang, sedangkan akuntabilitas

berkaitan dengan cara menjelaskan tanggung jawab atau wewenang itu (Fikri,

2010). Inti dari akuntabilitas adalah kewajiban untuk menjelaskan tanggung

jawab kepada pihak yang mempercayakan tanggung jawab itu. Hal ini berarti

bahwa akuntabilitas selalu memiliki kaitan dengan pihak pengelola, yaitu

orang yang diberi tanggung jawab; dan pengelola merupakan jantung dari

hubungan akuntabilitas (Gray dan Jenkis, 1993).

10.2 Pemahaman tentang Akuntabilitas LSM

Definisi akuntabilitas tidak hanya dinyatakan oleh individu per individu.

Ada beberapa lembaga Internasional yang juga berusaha untuk menyatakan

definisi akuntabilitas. Salah satunya adalah The World Bank (2004) yang

menyatakan akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban pemegang

kuasa, termasuk di dalamnya untuk organisasi kemasyarakatan atau LSM

sebagai berikut.

“Accountability can be defined as the obligation of power-holders to account


for or take responsibility for their actions. “Power-holders” refers to those who
hold political, financial or other forms of power and include officials in
government, private corporations, international financial institutions and civil
society organizations.”

220
Akuntabilitas LSM dapat diukur secara umum melalui transparansi,

yaitu penjelasan berkaitan dengan bentuk, kegiatan, dan pendanaan

organisasi, serta apakah dana yang diterima digunakan sesuai tujuan (Gray

et al., 2006). Kovach et al. (2003) menyatakan dua dimensi penting dalam

pengukuran akuntabilitas. Pertama, kontrol dari anggota, yaitu anggota dapat

memaksa organisasi untuk melakukan tata kelola (governance) yang lebih

baik dan memiliki dampak langsung terhadap akuntabilitas. Kedua, adanya

akses informasi atau pengumuman kegiatan yang telah dilaksanakan LSM

kepada stakeholder internal dan eksternal. Ini merupakan perwujudan

keterbukaan LSM.

Secara garis besar menurut Ebrahim (2003b) terdapat lima mekanisme

akuntabilitas yang dipraktikkan LSM. Kelima hal itu adalah reports and

disclosure statement, performance assessment and evaluation, participation,

self regulation, dan social audit.

Reports and disclosure statement adalah laporan tentang

pertanggungjawaban dana yang dibuat secara berkala. Sifat dan bentuk dari

laporan ini dapat bervariasi tergantung pada sifat proyek yang didanai.

Keinginan dari pendonor juga mempengaruhi bentuk dan sifat laporan ini.

Performance assessment and evaluation adalah evaluasi untuk

menentukan apakah tujuan program telah tercapai dan penentuan anggaran

dana untuk program selanjutnya. Evaluasi ini juga dipakai guna mengukur

kemajuan staf LSM sesuai dengan tujuan dan misi program. Staf dapat

dibantu untuk menjadi lebih baik dengan adanya pengungkapan kekurangan

atau kelemahan rencana program atau strategi yang dikembangkan.

Participation mengacu pada informasi rencana program yang dibuat

221
untuk masyarakat berupa pertemuan, survey, dan dialog formal dengan

masyarakat. Partisipasi ini biasanya melibatkan konsultasi dengan pemimpin

masyarakat. Masyarakat dapat bernegosiasi dan memberikan kontrol atas

sumber daya berkaitan dengan rencana program LSM.

Self regulation adalah upaya spesifik LSM untuk mengembangkan

standar atas perilaku dan kinerja sekaligus guna memperbaiki citra LSM

sendiri atas skandal publik. Hal ini berkaitan dengan integritas dan proses

pengembangan kode etik dengan penyamaan misi, prinsip, metode, serta

nilai yang ingin dicapai.

Social audit menunjuk pada proses penilaian organisasi, peningkatan

kinerja sosial dan perilaku etis, dan pelaporan, terutama melalui dialog

dengan stakeholder. Ini merupakan proses yang kompleks yang melibatkan

keempat mekanisme yang lain. Audit sosial ini dapat memberikan pandangan

bagi masyarakat dan pendonor untuk perkembangan misi dan tujuan LSM

sekaligus merupakan indikator penilaian kinerja sebagai alat perencanaan

strategis untuk pengambilan keputusan.

Kesulitan dapat timbul karena seringkali terdapat perbedaan tujuan di

antara pendonor dan stakeholder. Sementara itu, pengukuran akuntabilitas

LSM menjadi hal yang sulit karena tujuan LSM bukanlah untuk mencari laba

seperti organisasi bisnis sehingga pengukuran moneter tidak menjadi hal

yang utama.

10.3 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Teori Keagenan

Penelusuran konsep akuntabilitas juga berkaitan dengan sejarah pada

masa William I, seorang raja di Inggris tahun. William I mensyaratkan

222
pembuatan perhitungan semua properti yang dimiliki oleh pemilik properti

tersebut di wilayah kekuasaannya pada tahun 1085. Pendaftaran dan

penaksiran kepemilikan tersebut dicatat oleh para pegawai kerajaan dalam

buku yang disebut ‗Buku Perhitungan‘ (Domesday Books). Buku ini mencatat

benda-benda atau apa saja yang menjadi kekuasaan raja, termasuk sumpah

setia para pemilik lahan kepada raja atau penguasa (Dubnick, 2007: 11-13).

Sejarah tersebut menunjukkan suatu fakta bahwa akuntabilitas adalah suatu

hubungan di antara sovereign, yaitu pemegang kedaulatan dengan pelaksana

(subject) atau di antara forum dan aktor (Bovens, 2008:8). Hal ini dalam

akuntansi sering dikenal sebagai hubungan antara principal dan agent.

Teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa

perusahaan dikelola oleh agen yang disewa principal untuk mendapatkan

keuntungan maksimum. Premis dari teori ini adalah individu, yaitu principal,

berupaya untuk melaksanakan tujuannya dengan menggunakan bantuan

individu lain, yaitu agent (Fikri, 2010). Hal ini sangat jelas terlihat dalam dunia

bisnis. Pihak yang memiliki sumber daya atau principal memberikan tanggung

jawab kepada pihak pengelola atau agent agar pengelola dapat

mengembalikan sumber daya tersebut kepadanya beserta dengan hasil atau

keuntungannya.

Akuntabilitas muncul sebagai suatu hal yang penting dalam dunia

bisnis. Pihak principal menginginkan suatu pelaporan yang jelas memberikan

informasi akan penggunaan sumber daya yang telah mereka berikan dan

semua capaian perusahaan. Hal ini dapat sangat dimengerti karena dunia

bisnis berorientasi pada laba. Principal selalu ingin mengetahui keberhasilan

agent dalam mengelola sumber daya yang mereka berikan yang tercermin

223
dalam aktivitas perusahaan sebagai evaluasi sekaligus pijakan untuk

pengambilan keputusan ekonomi di masa mendatang. Permasalahan muncul

antara agent dan principal saat principal tidak mengetahui secara pasti

apakah yang dilakukan agent sesuai dengan keinginannya atau tidak (Fikri,

2010).

Akuntabilitas dalam LSM dapat didefinisikan sebagai hak principal

untuk memperoleh penjelasan dari agent dan hak memberikan sangsi jika

agent tidak memenuhi keinginan principal. Permasalahan yang berhubungan

dengan akuntabilitas juga muncul saat teori keagenan diterapkan dalam LSM

karena adanya beberapa kerterbatasan sebagai berikut (Fikri, 2010).

Pertama, adanya asimetri atau ketidaksamaan kepentingan agent dan

principal yang tidak semata-mata ditimbulkan dari ketidaktahuan pendonor

sebagai principal tetapi karena tujuan LSM yang tidak mencari keuntungan

(Hewitt dan Brown, 2000). Kedua, apakah akuntabilitas tersebut dilakukan

sebagai bentuk pengawasan atau bentuk proses karena pembuat kebijakan

dalam LSM dan pendonor seringkali hanya memperhatikan sisi eksternal

akuntablitas, seperti pengukuran, pengendalian, dan hubungannya dengan

hukum, tetapi mengabaikan sisi internal akuntabilitas yang berasal dari

organisasi, seperti misi dan integritas individu pengelola.

Ketiga, teori keagenan cenderung berfokus pada perilaku yang

disyaratkan principal pada agent (McDonald, 1997) sesuai dengan kebijakan

yang diciptakan principal karena kekuasaan dan sumber daya yang

dimilikinya untuk mengendalikan LSM (Bendell dan Cox, 2006: 109)

sementara kebijakan tersebut seringkali berbeda jauh dengan kenyataan

yang dihadapi agent di lapangan. Akibatnya, tujuan organisasi seringkali tidak

224
tercapai. Keempat, LSM akuntabel kepada banyak principal seperti

pendonor, klien, dan agen lain yang berhubungan (Bogart, 1995) dan menjadi

lebih kompleks lagi saat LSM memiliki hubungan dengan pendonor dari luar

negeri, pemerintah, dan perusahaan multinasional (Ebrahim, 2003b). Hal ini

dapat menciptakan potensi munculnya konflik karena persepsi principal yang

tidak tepat.

Alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan yang timbul karena

adanya asimetri tujuan antara principal dan agent dikemukakan Fikri (2010).

Pertama, principal meningkatkan kinerja yang berbasis kompensasi. Hal ini

dilakukan dengan cara memberi reward kepada agent agar bekerja secara

maksimal (Jensen dan Meckling, 1976; Eisenhardt, 1989). Kedua, principal

melakukan pengawasan aktivitas agent melalui pemantauan laporan serta

pengungkapan yang telah disyaratkan (Bogart, 1995; O‘Dwyer, 2005).

Bagaimanapun, solusi tersebut membutuhkan biaya ekstra yang harus

dikeluarkan oleh principal untuk melakukan pemonitoran dan tetap tidak

menjamin bahwa agen tidaklah melakukan hal lain yang akan

menguntungkan dirinya sendiri (Fikri, 2010).

Kesimpulan yang dapat diambil adalah akuntabilitas LSM dari sudut

pandang teori keagenan ditekankan kepada principal. Sudut pandang teori

keagenan sangat lemah dan kurang fokus dalam menjelaskan permasalahan

yang berhubungan dengan pihak lain atau stakeholders (Fikri, 2010) padahal

sesungguhnya isu akuntabilitas pada organisasi non profit adalah lebih

kompleks dari perspektif principal-agent karena keberadaan organisasi ini

tidak hanya dipengaruhi banyak principal dan banyak kepentingan, tetapi juga

melibatkan misi dan nilai-nilai (Ebrahim , 2003b; Gray et al., 2006).

225
10.4 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Teori
Stakeholders

Akuntabilitas berkembang tidak lagi hanya sebagai

pertanggungjawaban agent kepada principal saja, tetapi kepada semua

stakeholder organisasi. Akuntabilitas kepada stakeholder memang

merupakan suatu hal yang perlu dan harus dimiliki setiap perusahaan. Hal ini

menjadi sesuatu yang penting bagi setiap organisasi yang ingin tetap

mendapat kepercayaan dari mitranya (Sadaly, 2002). Desakan dari para

stakeholder akan pentingnya pelaksanaan akuntabilitas dengan menjalankan

prinsip-prinsip good governance yang meliputi transparansi dan rasa keadilan

di dalam setiap organisasi merupakan fenonema yang harus dicermati oleh

setiap organisasi agar organisasi tersebut dipercaya oleh para stakeholder.

Hal ini sesuai dengan teori stakeholder, yaitu agent disewa principal

tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada pihak principal saja

tetapi lebih luas meliputi masyarakat yang terlibat (Power, 1991; Goddard

2004). Teori stakeholder menyatakan bahwa agen dituntut untuk tidak hanya

bertanggung jawab pada pihak principal (pendonor), tetapi lebih luas lagi

kepada masyarakat yang terlibat. Semua pihak merupakan bagian dari

kegiatan ekonomik dan menanggung semua aspek kegiatan bersama

sehingga mereka disebut sebagai stakeholder, yaitu manager, karyawan,

pemegang saham, kreditor, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat yang

semuanya merupakan kontributor untuk menciptakan nilai tambah dari

kegiatan bersama tersebut (Suwardjono, 2005: 496).

Pertanggungjawaban dapat diwujudkan dalam bentuk pelaporan.

Pelaporan direkayasa untuk kepentingan pengguna yang memerlukan

berbagai informasi yang relevan dan bermanfaat untuk mengambil keputusan

226
(Suwardjono, 2005: 575). Alam (2004) juga menyatakan bahwa tujuan

laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berkaitan dengan

posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan

yang bermanfaat untuk pihak pengguna dalam pengambilan keputusan

ekonomi dan menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen, atau

pertanggungjawaban atas sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya.

Pengguna informasi laporan keuangan terdiri dari berbagai pihak, yaitu

pihak internal, pemerintah, dan juga masyarakat. Semua pihak yang berkaitan

dengan suatu organisasi dinamakan stakeholders (Fikri, 2010). Organisasi

juga memiliki hubungan dan tanggung jawab sosial. Kegiatan organisasi akan

berdampak kepada stakeholders dalam berbagai bentuk, sehingga organisasi

akan berhadapan dengan pilihan untuk melakukan tanggung jawab pada

stakeholders atau mengacuhkannya (Unerman dan Bennett, 2004).

Demikian halnya dengan LSM atau organisasi non profit. Keberadaan

LSM tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan masyarakat sipil (Chandoke,

2002 dan Gray et al., 2006). LSM sebagai organisasi yang

merepresentasikan komunitas dalam sistem sosial haruslah akuntabel

terhadap seluruh stakeholder (Unerman dan Bennett, 2004; Unerman dan

O‘Dwyer, 2006) karena stakeholders, baik secara langsung maupun tidak

langsung, memberikan kontibusi kepada organisasi. LSM memiliki tanggung

jawab kepada semua pihak yang berhubungan dengannya (Ebrahim, 2003b)

seperti tertera dalam gambar berikut.

227
Pendonor

LSM

Pemerintah Masyarakat

Gambar 10.1 Kerangka Konseptual Akuntabilitas NGO


Sumber: Ebrahim (2003b, 201)

Lebih jelas lagi Nordiawan (2006) menyatakan bahwa kewajiban

entitas untuk melaporkan berbagai upaya yang telah dilakukan dan hasil yang

telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara terstruktur dan sistematis

pada suatu periode pelaporan adalah untuk kepentingan berikut.

1. Akuntabilitas.

Artinya adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya

yang dipercayakan kepada entitas serta pelaksanaan kebijakan secara

periodik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Manajemen.

Artinya adalah membantu para pengguna dalam mengevaluasi

pelaksanaan kegiatan entitas pelaporan untuk memudahkan fungsi

perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian entitas atas seluruh aktiva,

kewajiban, dan ekuitas yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat.

3. Transparansi.

Hal ini berarti memberikan informasi keuangan secara terbuka dan jujur

kepada masyarakat dengan berdasarkan pemikiran bahwa masyarakat

juga memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka serta menyeluruh

228
atas pertanggungjawaban di dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepada entitas serta ketaatan entitas pada peraturan

perundang-undangan.

4. Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity).

Maksudnya adalah membantu para pengguna untuk mengetahui

kecukupan penerimaan guna membiayai pengeluaran pada periode

pelaporan tertentu dan apakah ada asumsi bahwa generasi yang akan

datang akan dapat ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

Sebuah LSM juga dikatakan akuntabel jika LSM itu bersedia menampung

keluhan masyarakat dampingan yang dilayaninya (Konsil, 2014) seperti yang

dinyatakan dalam pernyataan berikut.

“Akuntabilitas bagi LSM adalah kewajiban LSM untuk menjelaskan dasar


pembenaran tindakan yang diambilnya (termasuk oleh stafnya) kepada orang di luar
organisasi dan memberikan kesempatan kepada orang luar untuk memutuskan
pembenaran atas tindakan tersebut, dan bertanggung jawab atas pertanyaan dari
orang luar organisasi, serta memberi respon atas masukan yang diberikan orang luar
kepadanya. Akuntabilitas LSM juga dipahami sebagai kewajiban LSM untuk
menjelaskan dasar pembenaran (sesuai prinsip dan aturan dianut) sikap, prilaku dan
keputusan-keputusan yang diambilnya serta memberi kesempatan kepada publik
menilai dan menyampaikan keluhan.”

Tindakan yang dapat dilakukan oleh LSM untuk membuktikan bahwa

LSM itu akuntabel menjalankan aktivitasnya sesuai dengan yang dijanjikan

antara lain dengan membuat dokumentasi kegiatan, melakukan publikasi

kegiatan yang telah dilakukan melalui website atau koran, membuat catatan

keuangan yang rapi dengan didukung adanya pengarsipan bukti transaksi

keuangan yang rapi, dan menyerahkan laporan ke pendonor tepat waktu

(Setiawati, 2011). Akuntabilitas organisasi non profit secara umum dinyatakan

dengan pelaporan keuangan seperti dinyatakan dalam Financial Accounting

Standards Board (2010: 4) dalam Statement of Financial Accounting

229
Standards No. 117: Financial Statement of Not-for-Profit Organization (FAS

117) sebagai berikut.

“The primary purpose of financial statements is to provide relevant


information to meet the common interests of donors, members, creditors, and
others who provide resources to not-for-profit organizations. Those external
users of financial statements have common interests in assessing (a) the
services an organization provides and it‟s ability to continue to provide those
services and (b) how managers discharge their stewardship responsibilities
and other aspects of their performance.”

Peneliti memberikan penekanan atas hal tersebut pada kata-kata yang

digarisbawahi.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah akuntabilitas LSM dari sudut

pandang teori stakeholder perlu dilaporkan kepada para stakeholders. Ada

empat kelompok yang berkepentingan dengan informasi yang disajikan oleh

pelaporan keuangan organisasi non bisnis (Belkaoui, 2007: 236). Pertama

adalah penyedia sumber daya, yaitu peminjam, pemasok, karyawan,

pembayar pajak, anggota, dan kontributor. Kedua adalah elemen penyusun

yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari jasa yang diberikan

organisasi. Ketiga yaitu badan penyelenggara dan pengawas yang

bertanggung jawab untuk membuat kebijakan dan mengawasi serta menilai

para manajer dari organisasi non bisnis. Keempat, manajer organisasi non

bisnis. Informasi akan sangat bermanfaat untuk mengambil keputusan yang

berkaitan dengan pengalokasian sumber daya.

Namun, pemikiran tersebut seringkali tidak dilaksanakan karena tidak

ada aturan yang mewajibkan pelaporan akuntabilitas LSM kepada

stakeholders (Abidin dan Rukmini, 2004: 6). Begitu juga dengan beberapa

hasil penelitian terdahulu mengenai akuntabilitas LSM yang sulit untuk

diaplikasikan, kecuali keinginan pelaku sendiri untuk memublikasikan

akuntabilitas mereka, bahkan kerangka hak dan tanggung jawab LSM hanya

230
menghasilkan solusi teknis yang sempit dan seringkali tidak mencerminkan

misi dan nilai-nilai yang diperjuangkan (Fikri, 2010).

10.5 Pemahaman Akuntabilitas LSM dari Sudut Pandang Strategi


Mempraktikkan akuntabilitas yang Mengandung Nilai-Nilai
Kemanusiaan dan Ke-Tuhan-an

Akuntabilitas LSM dari sudut pandang strategi mempraktikkan

akuntabilitas yang berke-Tuhan-an dan mengandung nilai-nilai kemanusiaan

mengusung konsep akuntabilitas yang didasari dengan nilai-nilai kehidupan

sesuai dengan visi dan misi yang diperjuangkan LSM. Akuntabilitas LSM

terbangun dengan dasar nilai kehidupan yang berakar semakin kuat dan

bertumbuh dengan kandungan nilai-nilai kemanusiaan dan ke-Tuhan-an di

dalamnya.

Nilai kejujuran dan kemandirian menjadi dasar dalam melakukan

berbagai kegiatan sesuai dengan visi dan misi LSM, termasuk sebagai dasar

atau fondasi dalam mempraktikkan akuntabilitas. Berbagai kegiatan itu

dilakukan dengan strategi menggunakan program besar sebagai payung

untuk mengakomodasi berbagai program yang terencana maupun insidentil

sesuai dengan prioritas fokus LSM. Pelaksanaannya disertai dengan

menggunakan sistem satu pintu sebagai suatu strategi pengendalian

penerimaan dan pengeluaran uang serta dalam hal pemberian informasi ke

pihak lain.

LSM melakukan berbagai kegiatan sesuai visi dan misinya tersebut

sebagai perwujudan akuntabilitas kepada alam atau lingkungan dengan suatu

tindakan nyata untuk menjaga alam sebagai suatu ibadah kepada Tuhan,

Sang Pencipta alam semesta tempat tinggal makhluk hidup. Hal ini

231
menunjukkan nilai ke-Tuhan-an dalam mempraktikkan akuntabilitas.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Silvia dan Ansar (2011)

tentang pertanggungjawaban dilihat dari sifat dan watak manusia yang

meliputi akuntabilitas intern dan ekstern. Akuntabilitas secara intern disebut

juga akuntabilitas secara spiritual karena merupakan pertanggungjawaban

seseorang kepada Tuhannya, sedangkan akuntabilitas secara ekstern adalah

pertanggungjawaban seseorang kepada lingkungannya secara formal

(terhadap atasan) maupun informal (kepada masyarakat). Jadi, akuntabilitas

sebenarnya memiliki cakupan yang luas, bukan hanya secara ekstern, tapi

juga secara intern yang mengandung nilai ke-Tuhan-an.

Goddard dan Rahman (1998) lebih jauh lagi menyatakan bahwa

konteks keagamaan, sejarah, dan sosial yang semakin luas, yang di

dalamnya organisasi ditempatkan bersama dengan proses dan struktur

internal mereka, muncul sebagai hal yang paling penting dalam memahami

budaya dan hubungannya dengan praktik-praktik akuntansi. Bahkan budaya

adalah bersifat sosial dan bertempat di hati dan pikiran masyarakat yang

dapat dilihat sebagai „modes of thought‟ yang jika diasosiasikan dengan

praktik-praktik akuntansi akan membangun suatu „modes of action‟ yang

sangat berkaitan dengan masing-masing stakeholder.

Akuntabilitas LSM dari sudut pandang strategi mempraktikkan

akuntabilitas mengandung pula nilai sosial kemasyarakatan berupa saweran

atau kegotongroyongan para anggota LSM. Berbagai hal dilakukan oleh

anggota LSM untuk berpartisipasi dalam berbagai program LSM sesuai

dengan passion masing-masing. Hal ini dilakukan tidak dengan muluk-muluk

tapi dengan nilai kesederhanaan sebagai suatu organisasi grassroot.

232
Akuntabilitas yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan berke-

Tuhan-an perlu diterapkan oleh setiap LSM mengingat bahwa LSM terkait

dengan banyak pihak, tidak hanya principal. Teori keagenan menyatakan

pentingnya akuntabilitas yang ditekankan kepada pihak principal saja,

sehingga pihak-pihak lain atau stakeholders yang terlibat dengan LSM secara

langsung atau tidak menjadi terabaikan. Sudut pandang terori keagenan

dalam hal ini menjadi kurang tepat karena tujuan LSM adalah untuk

kepentingan publik sehingga keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan

masyarakat (Gray et al., 2006; Lambell et al., 2008; Chalhoub, 2009).

Kelemahan teori keagenan diterangkan oleh teori yang lebih luas

menjelaskan hubungan pendonor, LSM, dan stakeholders. Teori yang lebih

luas ini adalah teori stakeholder yang menganggap organisasi merupakan

suatu institusi sosial yang harus menunjukkan kontribusi ekonomi kepada

masyarakat secara luas karena semua partisipasi mereka adalah sebagai

kontributor dalam menciptakan nilai tambah dari kegiatan bersama

(Donaldson dan Preston, 1995; Suwardjono, 2005: 497; Fikri, 2010), sehingga

agen dituntut untuk tidak hanya bertanggung jawab pada pihak principal

(pendonor), tetapi lebih luas lagi kepada masyarakat yang terlibat.

Tapi seperti halnya teori keagenan, teori stakeholder dianggap

sebuah perilaku oportunistik manajer dalam upaya maksimalisasi nilai

perusahaan, bukannya masksimalisasi utilisasi kelompok stakeholder (Philips,

2003: 20), sehingga tidak ada alasan untuk memercayai bahwa pihak

manajemen mengaplikasikan teori stakeholder tersebut, juga dalam

organisasi non-profit (Fikri, 2010). Pernyataan tersebut didukung oleh

233
beberapa tulisan dan penelitian sebelumnya yang mengindikasikan bahwa

meskipun akuntabilitas LSM secara konseptual mengacu pada teori

stakeholder, namun organisasi hanya berusaha memaksimalisasi

kepentingan pengelola dalam aplikasinya (Dixon et al., 2006, Brown dan

Moore, 2001, Gibelman dan Gelman, 2001) sehingga pada akhirnya teori

keagenan dan teori stakeholder akan memiliki tujuan akhir sama, yaitu

maksimalisasi utilitas pribadi atau kelompok tertentu (Fikri, 2010).

10.6 Ikhtisar

Akuntabilitas dalam LSM dari sudut pandang teori keagenan dapat

didefinisikan sebagai hak principal untuk memperoleh penjelasan dari agent

dan hak memberikan sangsi jika agent tidak memenuhi keinginan principal.

Akuntabilitas LSM dari sudut pandang teori stakeholder perlu dilaporkan

kepada para stakeholders, yaitu semua pihak yang berkepentingan dengan

LSM. Berbagai kelemahan dari sudut pandang keduanya dapat ter-cover

dalam strategi mempraktikkan akuntabilitas yang mengandung nilai-nilai

kemanusiaan dan berke-Tuhan-an. Pada akhirnya dapat didefinisikan bahwa

akuntabilitas LSM adalah perwujudan pertanggungjawaban kepada Tuhan,

lingkungan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan dengan LSM

dengan didasari nilai kejujuran dan kemandirian di dalam LSM tersebut.

234
BAB XI

PENUTUP

11.1 Pengantar

Penelitian ini menggunakan etnometodologi sebagai desain penelitian

untuk memahami akuntabilitas LSM. LSM merupakan organisasi non-profit

yang beraktivitas untuk mencapai visi dan misinya yang berkaitan dengan

kepentingan publik sehingga operasional LSM didanai oleh para pendonor

yang seharusnya tidak mengharapkan imbalan berupa uang atau laba. Ada

banyak hal yang tentunya dilakukan LSM untuk menjaga kelangsungan

aktivitasnya.

Bab ini merupakan bab terakhir dari keseluruhan bab-bab dalam

disertasi ini. Bab ini diawali dengan ulasan mengenai simpulan atau hasil

penelitian secara garis garis besar. Ulasan berikutnya adalah mengenai

implikasi hasil penelitian dan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.

11.2 Simpulan

Penelitian ini telah menjawab pertanyaan bagaimana strategi

mempraktikkan akuntabilitas untuk menjaga keberlanjutan LSM PROFAUNA?

Strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM dilakukan dengan menjaga alam,

berswadaya dengan sistem supporter dan saweran, menggunakan program

besar sebagai payung dalam melakukan kegiatan, dan mengendalikan

pengelolaan dana dengan sistem satu pintu. Masing-masing dari strategi itu

mengandung nilai-nilai tertentu di dalam LSM yang terbangun dalam suatu

proses yang berkelanjutan.

235
Bermula dari strategi menjaga alam, LSM melakukan akuntabilitas ke

lingkungan dengan prioritas pada dua isu, yaitu pelestarian satwa liar dan

hutan dengan prinsip berbuat sesuatu yang mungkin sederhana namun

menghasilkan suatu perubahan. Berbagai aktivitas yang dilakukan sesuai visi

dan misi LSM menjadi suatu ibadah kepada Tuhan dan dilakukan dengan

sakleg berpegang teguh pada prinsip. Strategi berswadaya dengan sistem

supporter dan saweran berkaitan dengan dukungan dari para supporter

sebagai jaringan orang dalam yang berkerja sesuai passion masing-masing.

Nilai kegotongroyongan dalam melakukan saweran juga termasuk dalam

strategi ini.

Strategi menggunakan program besar sebagai payung dalam

melakukan kegiatan mengandung nilai pertanggungjawaban dalam

melakukan setiap tugas dengan rutin melakukan komunikasi dan koordinasi

baik antara staf, pendiri, dan supporter serta antara kantor pusat dan cabang

atau representatif dalam pelaksanaan kegiatan operasional. Hal ini dilakukan

baik untuk kegiatan yang telah diprogramkan sebelumnya ataupun yang

insidentil. Berbagai kegiatan tersebut akan dilaporkan dan dievaluasi

setelahnya. Strategi mengendalikan pengelolaan dana dengan sistem satu

pintu mengandung nilai dalam laporan penerimaan dan pengeluaran uang,

akuntabilitas kepada pendonor, dan publikasi kepada masyarakat.

Strategi akuntabilitas yang dipraktikkan LSM tersebut terbangun di atas

dasar nilai kejujuran dan independensi yang dimiliki oleh LSM. Kejujuran

menjadi dasar akuntabilitas. Tidak akan ada konstruksi akuntabilitas LSM

yang dapat berdiri jika tidak dilandasi oleh kejujuran mengingat bahwa tidak

ada indikator yang jelas atau baku mengenai kinerja atau keberhasilan

236
aktivitas LSM atau organisasi non-profit. Independensi menjadi tiang

akuntabilitas LSM sebab visi dan misi LSM mengusung kepentingan publik,

bukan kepentingan pribadi atau profit secara finansial.

Hasil penelitian ini pada akhirnya melahirkan konstruksi akuntabilitas

LSM seperti pohon dengan batang yang kuat yang bertumbuh di atas dasar

akar kejujuran yang menjadi pijakan tumbuhnya independensi. Independensi

tumbuh tegak di atasnya dan menumbuhkan carang strategi menjaga alam,

berswadaya dengan sistem supporter dan saweran, menggunakan program

besar sebagai payung dalam melakukan kegiatan, dan mengendalikan

pengelolaan dana dengan sistem satu pintu dengan nilai yang terkandung di

dalamnya. Praktik strategi mempraktikkan akuntabilitas tersebut

membuahkan keberlanjutan LSM dalam sejumlah aspek seperti keberlanjutan

penerimaan dana dari pendonor, kerjasama dan kepercayaan dari berbagai

pihak, termasuk pemerintah, diterimanya LSM di berbagai wilayah dan

komunitas masyarakat, serta pertumbuhan organisasi LSM dalam aspek-

aspek finansial. Secara keseluruhan, strategi akuntabilitas LSM yang telah

terbangun mulai dari dasar tersebut menghasilkan terjaganya keberlanjutan

LSM yang sangat bergantung dari stakeholders LSM, yaitu pemerintah,

pendonor, para pengelola, dan masyarakat.

11.3 Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berimplikasi secara teoritis dalam dua hal. Pertama,

hasil penelitian ini menyatakan suatu konsep konstruksi akuntabilitas LSM

yang digali dari dasar nilai kehidupan manusia yang perlu dipelihara.

Akuntabilitas tidak hanya sebatas pertanggungjawaban hitam di atas putih

237
atau angka-angka seperti yang banyak dilakukan selama ini, namun ada

dasar nilai yang terkandung di dalamnya. Konsep konstruksi akuntabilitas

LSM ini memperkaya wawasan dalam pengembangan ilmu akuntansi ke arah

yang lebih berkemanusiaan, yaitu dengan adanya nilai-nilai kejujuran,

kesederhanaan, kekonsistenan, kegotongroyongan, kepedulian, kemandirian,

serta nilai ke-Tuhan-an di dalamnya. Konsep ini berimplikasi secara khusus

dalam pengembangan ilmu akuntansi sektor publik. Kedua, hasil penelitian ini

dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya untuk mengembangkan

konsep akuntabilitas LSM dengan nilai-nilai spesifik lain yang mungkin

terkandung di dalamnya.

Implikasi berikutnya adalah secara praktis, yaitu temuan konsep

konstruksi akuntabilitas LSM secara keseluruhan ini dapat mendorong para

praktisi LSM untuk menerapkan akuntabilitas dalam LSM yang didasari nilai-

nilai kehidupan manusia, yaitu kejujuran, kesederhanaan, kekonsistenan,

kegotongroyongan, kepedulian, kemandirian. Akuntabilitas yang mengandung

nilai ke-Tuhan-an juga perlu diterapkan LSM. Bagaikan pohon rindang yang

didatangi banyak makhluk hidup di sekitarnya karena membawa suasana

sejuk akibat oksigen dan lebatnya daun berwarna hijau alami yang

diproduksinya, LSM mendapatkan kepercayaan dari berbagai pihak seperti

pendonor, pemerintah, dan stakeholders lainnya. Hal ini pada akhirnya

menjadi suatu faktor yang penting dalam menjaga keberlanjutan LSM. Seperti

akar pohon yang kuat menancap di tanah yang dapat menjadi penahan air

atau angin untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya bencana, pohon

akuntabilitas LSM ini juga bermanfaat dalam mencegah berbagai praktik

238
negatif LSM yang mungkin timbul karena tidak adanya pengendalian dari

stakeholders.

Implikasi yang ketiga adalah dalam hal kebijakan. Keberadaan LSM di

Indonesia tidak dapat disangkal merupakan wujud kepedulian masyarakat,

terutama dalam beraspirasi dan berorganisasi, secara swadaya dalam

kehidupan sosial. Hal ini berarti bahwa LSM merupakan aset negara karena

dapat menjadi mitra pemerintah dalam melakukan pelayanan publik. Hasil

penelitian ini telah mengangkat ke permukaan berbagai keunikan LSM

sehingga dapat menciptakan pemikiran dari pemerintah untuk merumuskan

kebijakan yang mendorong perkembangan LSM, khususnya mengenai

penerapan akuntabilitas, untuk menjaga keberlanjutan LSM. Tindakan

selanjutnya dari kebijakan yang telah dibuat tersebut, seperti sosialisasi

secara terus menerus dan pelatihan mengenai akuntabilitas LSM, akan

memberikan arah yang sangat baik dalam pengembangan kehidupan

berorganisasi secara swadaya di masyarakat Indonesia.

11.4 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Berikutnya

Penelitian ini dilakukan dengan desain etnometodologi, yaitu studi

kehidupan sehari-hari bersama para informan kunci di kantor pusat LSM di

Malang beserta salah satu representatif untuk menemukan pola strategi

dalam mempraktikkan akuntabilitas untuk menjaga keberlanjutan LSM.

Informan kunci tersebut adalah para pendiri, staf, dan anggota sekaligus

pendonor. Keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki peneliti

menyebabkan peneliti tidak terlibat dalam semua aktivitas riil LSM.

239
LSM ini memiliki beberapa representatif di berbagai kota dan pulau

yang tentunya memiliki nilai lokal yang berbeda-beda. Keterbatasan waktu

dan tenaga yang dimiliki peneliti juga menyebabkan penelitian tidak dilakukan

di semua representatif yang dimiliki LSM ini, tetapi hanya di satu representatif,

yaitu di Jawa Barat saja. Hal ini mengakibatkan tidak tertutupnya

kemungkinan adanya persitiwa yang tidak dapat peneliti ikuti, khususnya

berkaitan dengan strategi mempraktikkan akuntabilitas LSM tersebut. Saran

untuk peneliti selanjutnya adalah melakukan penelitian di beberapa cabang

atau representatif yang dimiliki LSM sehingga akan dapat memperkaya

konsep konstruksi akuntabilitas LSM.

Keterbatasan penelitian juga muncul karena penelitian ini hanya

berfokus pada satu LSM saja yang telah menerapkan konsep akuntabilitas

dengan cukup baik sehingga keberlanjutan LSM dapat terjaga. Studi

mengenai akuntabilitas LSM berikutnya dapat dilakukan pada lebih dari satu

LSM yang memiliki bidang operasional yang berbeda untuk memperkaya

temuan mengenai konsep praktik dan strategi mempraktikkan akuntabilitas

LSM.

240
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. dan Rukmini, M. 2004. Kritik dan Otokritik LSM: Membongkar


Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia.
Piramedia. Jakarta.

Akroyd, C. dan Maguire, W. 2011. The Roles of Management Control in A


Product Development Setting. Qualitative Research in Accounting &
Management. Vol. 8, No. 3, 212-237.

Alam, S. 2004. Akuntansi SMA untuk Kelas XI. Esis. Jakarta.

Amal, M.K. 2010. Etnometodologi Harold Garfinkel in B. Suyanto dan M.K.


Amal (Eds), Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Aditya Media.
Malang.

Amaliah, T.H. 2014. Konsep Penetapan Harga Jual Papalele Dalam Lingkup
Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Maluku. Disertasi. Program Doktor Ilmu
Akuntansi. Universitas Brawijaya. Malang.

Anzar, D. dan Mukhtar. 2010. Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan di


Masjid. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Alvesson, M. dan Scoldberg, K. 2000. Reflexive Methodology; New Vistas for


Qualitative Research. SAGE Publications Inc. London.

Atkinson, P. 1988. Ethnomethodology: A Critical Review. Journal Annual


Reviews Sociology. Vol. 14, 441-465.

Avina, J. 1993. The evolutionary life cycle on non governmental development


organisations. Public Administratin and Development. Vol. 13, No.5,
453-74.

Belkaoui, A.R. 1996. Accounting, a Multiparadigmatic Science. Quorum


Books. Westport.

Belkaoui, A.R. 2007. Accounting Theory. Salemba Empat. Jakarta.

Bendell, J. dan Cox, P. 2006. The Donor Accountability Agenda. In Jordan, L.


and Van Tuijl, P.(Eds). NGO Accountability Politics, Principles, and
Innovations. Earthscan. London.

Berg, B.L. 2004. Qualitative Research Methods for the Social Sciences (5 th
ed.). Allyn and Bacon. Boston.

Bogart, W.T. 1995. Accountability in Non Profit Organization; an Economic


Perspective. Non Profit Management and Leadership. Vol.6, No.2, 157-
170.

Bourdieu, P. dan Wacquant, L.J.D. 1992. An Invitation to Reflexive Sociology.

241
Polity Press. Cambridge.

Bovens, M. 2008. Two Concepts of Accountability. Utrecht: Utrecht School of


Governance, Utrecht University.

Bromell, D. 2012. Creating Public Value in the Policy Advice Role. Policy
Quarterly. Vol. 8, No. 4 November 2012, 18-22.

Brown, L.D. dan Moore, M.H. 2001. Accountability, a Strategy, and


International Non Government Organization. Working Paper No 7,
Harvard University.

Bukh, P.N. dan Jensen, I.K. 2008. Intellectual Capital Statements In The
Danish Utility Sector: Materialisation And Enactment. Journal of Human
Resource Costing & Accounting. Vol. 12, No. 3, 148-178.

Bungin, H. M. B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,


KebijakanPublik dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Pranada Media
Group. Jakarta.

Burrell, G. dan Morgan, G. 1979. Sociological Paradigms and Organisational


Analysis. Arhenaeum Press. Great Britain.

Carnegie, G.D. dan West, B.P. 2005. Making accounting accountable in the
public sector. Critical Perspective on Accounting. Vol 16, 905-28.

Chalhoub, M.S. 2009. The Effect of Management Practices on Corporate


Performance: An Empirical Study of Non-Governmental Organizations
in the Middle East. International Journal of Management. Vol. 26, No.
1, April 2009.

Chandoke, N. 2002. The Limits of Global Civil Society. Global Civil Society
2002. Oxford University Press. Oxford, 35-53.

Charnovitz,S. 2005. Accountability of Non-Governmental Organizations in


Global Governance. George Washington University Research Paper
No.145.

Coulon, A. 2008. Etnometodologi. Lengge. Nusa Tenggara Barat.

Denzin, N.K. 1989. Interpretive Interactionism. SAGE Publications, Inc. United


States of America.

Dixon, R., Ritchie, J., dan Siwale, J. 2006. Microfinance: Accountability From
the Grassroots. Accounting, Auditing, and Accountability Journal.
Vol.19, No.3, 405-427.

Donaldson, T. dan Preston, L. E. 1995. The Stakeholder Theory of the


Corporation: Concepts, Evidence, and Implications. The Academy of
Management Review. Vol. 20, No. 1 Jan. 1995, 65-91.

242
Dubnick, M. J. 2002. Seeking Salvation for Accountability. Paper presented at
Annual Meeting of the American Political Science Association, Boston.
August 29-September 1, 2002 .

Dubnick, M.J. 2007. Sabanes-Oxley and The Search for Accountable


Corporate Governance, at ERSC/GOVNET Workshop The Dynamics
of Capital Market Governance: Evaluating The Conflicting and Con-
flating Roles of Complience, Regulation, Ethics and Accountability,
Australian National University, Canbera, Australia, 14-15 March 2007.

Ebrahim, A. 2003(a). Accountability in Practice: Mechanism for NGOs. World


Development, Vol. 31, No. 5, 813-29.

Ebrahim, A. 2003(b). Making Sense Accountability; Conceptual Perspectives


for Northern and Southern Non Profits. Non Profit and Management
Leadership. Vol. 14, No.2, 191-211.

Edwards, M. dan Hulme, D. 1995. ―NGO performance and accountability: an


introduction‖ in Edwards, M and Hulme, D. (Eds), Non-Governmental
Organisation Performance and Accountability – Beyond the Magic
Bullet. Earthscan. London.

Eisenhardt, K.M. 1989. An Assessment and Review. The Academy


Management Review. Jan, Vol. 14 No. 1.

Ferlie, E. dan Ongaro, E. 2015. Strategic Management in Public Services


Organizations Concepts, Schools and Contemporary Issues.
Routledge. Oxon, New York.

Fikri, A. 2010. Studi Fenomenologi Akuntabilitas NGO WWF (World Wide


Fund for Nature). Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang

Fikri, A. dan Isnaini, Z. 2013. Akuntabilitas Non Governmental Organization.


Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika. Vol.2, No.2 Juni 2013, 705-14.

Financial Accounting Standards Board. 2010. Statement of Financial


Accounting Standards No. 117 Financial Statement of Not-for-Profit
Organizations. Connecticut: Financial Accounting Foundation.

Finner, H. 1941, ‗Administrative Responsibility and Democratic Government‘,


Public Administration Review 1, 335-50.

Friedrich, C.J. 1940. Public Policy and the Nature of Administrative


Responsibility, Public Policy, Cambride: Havard University Press, 3-24.

Fries, R. 2003. ―The Legal Environmental of Civil Society‖ in Kaldor, M.,


Anheier, H. and Glasius, M. (Eds), Global Civil Society 2003, Oxford
University Press, Oxford, 221-38.

243
Garfinkel, H. 1967. Studies in Ethnomethodology. Prentice-Hall, Inc. New
Jersey.

Gaspersz, V. 2003. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced


Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis Dan
Pemerintah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gibelman, M. dan Gelman, S.R. 2001. Very Public Scandals: Non


Governmental Organizations In Trouble. International Journal of
Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly. Vol. 12, No. 1, 49-66

Goddard, A. 2004. Budgetary Practices and Accountability Habitus: A


Grounded Theory. Accounting, Auditing & Accountability Journal Vol.
17, No. 4, 543-577.

Goddard, A. dan Assad, M.J. 2006. Accounting and Navigating Legitimacy in


Tanzanian NGOs. Accounting, Auditing, and Accountability Journal.
Vol. 19, No.3, 377-404.

Goddard, A. dan Rahman, A.R. 1998. An Interpretive Inquiry of Accounting


Practices in Religious Organisations. Financial Accountability and
Management. Vol. 14, No. 3 August 1998, 183-201.

Gray, A. dan Jenkis, B. 1993. Codes of Accountability in the New Public


Sector. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 6, No.3,
52 - 67.

Gray, R., Bebbington, J., and Collison, D. 2006. NGOs, Civil Society
and Accountability: Making the People Accountable to Capital,
Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol.19, No.3I,319-48.

Heath, T. 2011. Value Added: Accounting is the Language of Business. The


Wahington Post August 20, 2011.

Hewitt, J.A. dan Brown, D. K. 2000. Agency Cost in Environmental Not for
Profit. Public Choice. No 103, 163-183.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


Nomor 45: Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. Jakarta: Dewan
Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.

Jensen, M.C. dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial
Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. October 1976, Vol. 3, No. 4, 305-360.

Kaban, J. dan Ginting, L. 2010. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan


GBKP. Warta Klasis2 Agustus 2010. Jakarta-Bandung.

Kavanagh, S. 2014. Defining and Creating Value for the Public. Government
Finance Review. October 2014, 57-60.

244
Konsil LSM Indonesia. 2014. Standar Dasar Akuntabilitas LSM. Sekretariat
Konsil LSM Indonesia. Jakarta Selatan.
Kovach, H., Neligan C., dan Burall, S. 2003. Power Without Accountability.
Executive Summary of the Global Accountability Report 1. One World
Trust.

KSBK. 2000.Rencana Strategis KSBK. Suara Satwa Tahun IV No 1 / Januari-


Maret 2000. Malang.

Kumara, E. 2014. Akuntabilitas Keuangan: Pengendalian Internal dan


Pengelolaan Keuangan Organisasi Nirlaba. Jurnal Akuntabilitas
Organisasi Masyarakat Sipil, Edisi 2. Februari – Juni 2014, 23-27.

Lambell, R., Ramia, G., Nyland, C.; and Michelotti, M. 2008. NGOs and
International Business Research: Progress, Prospects and Problems.
International Journal of Management Reviews. Vol. 10, No. 1, March
2008, 75-92.

Lehman, G. 1999. Disclosing new world: a Role for social and Enviromental
Accounting and Auditing. Accounting Organizations and Society Vol.
24, No.3, 217-242.

Lehman,G. 2005. A Critical Perspective on the Harmonisation of


Accounting in a Globalising world, Critical perspective on Accounting
Vol. 16, 975-992 .

LEMSAKTI (Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia). 2012.


Akuntabilitas-Prinsip 1 Tanggung Jawab Sosial Organisasi dalam
lemsakti. blogspot.co.id, diakses tanggal 7 Desember 2016.

Lewis, D. 2001. The Management of Non-Governmental Organisations: An


Introduction. Routledge. London.

Ludigdo, U. 2007. Paradoks Etika Akuntan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Masduki, T. 2012. ORNOP Perlu Punya Perangkat Kelembagaan Kolektif


untuk Mengatur Kode Perilaku. Jurnal Akuntabilitas Organisasi
Masyarakat Sipil, Edisi 1 2012, 5-10.

McDonald, C. 1997. The Liability of Non Profit to Donor. Non Profit


Management and Leadership. Vol. 8, No.1, 51-64.

Melinda, T. 2003. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem


Pengukuran Kinerja. Media Mahardika, Vol. 1, No. 2 Januari, 29-33.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif terjemahan T.
R. Rohidi. UI Press. Jakarta.

245
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1994. Qualitative Analysis: An Expanded
Sourcebook (2nd ed.). Sage. Thousand Oaks, CA.
Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.

Muhadjir, H.N. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. Yogyakarta.

Mulgan, R. 2000, „Accountability: An ever expanding Concept?‘ Public


Administration, Blackwell Publishing Ltd: Oxford, UK, 78.

Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer Untuk


Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.

Mulyadi dan Setyawan, J. 1999. Sistem Perencanaan Dan Pengendalian


Manajemen Edisi 1. Aditya Media. Yogyakarta.

Naja, A. 1996. NGO Accountability: a conceptual framework. Development


Policy Review, Vol. 14, 339-53.

Niven, P.R., 2003. Balanced Scorecard Step by Step for Government and
Nonprofit Agencies. John Wiley & Sons Inc. New Jersey.

Nixon, M. 2014. Creating Public Value. Earnst and Young Publication.


Australia.

Nordiawan, D. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta.

Nurdiono. 2007. Penerapan PSAK No. 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat.


Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 12, No. 1. Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nursahid, R. 2006. Panggilan Jiwa. Suara Satwa/Januari-Maret 2006.Malang.

O‘Dwyer, B. 2005. The Construction of a Social Account; a Case Study in an


Overseas Aid Agency. Accounting, Organization, and Society. Vol. 30,
No. 3 April 2005, 279-296.

Philips, R. 2003. Stakeholder Theory and Organizational Ethics. Berrett


Koehler Publisher, Inc. San Fransisco.

Power, M. 1991. Auditing and Environmental Expertise: Between Protest and


Professionalisation. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol.
4, No. 3., 30-42.

Pulu, L. 2014. Potret Praktik Tata Pengurusan Internal dan Prinsip-prinsip Etik
di LSM, Studi Kasus Hasil Assessment 18 Anggota Konsil LSM
Indonesia. Jurnal Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil, Edisi 2.
Februari – Juni 2014, 46-47.

246
PROFAUNA. 2009. Tingkatkan Spiritual Sambil Belajar di Alam. Suara Satwa
Volume XIII/ No 2/ April-June 2009. Malang.

Purnama, A.R. 2006. Loyalitas, Konsistensi dan Spirit. Suara Satwa


Volume X/ No 4/ Oktober-Desember 2006. Malang.

Rahayu, S. 2014. Penganggaran Dana Bantuan Operasi Sekolah (Suatu


Kajian Perspektif New Institutional Sociology). Disertasi. Program
Doktor Ilmu Akuntansi. Universitas Brawijaya. Malang.

Ritzer, G. 2012. Teori Sosiologi (terjemahan). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Roslender, R. 1992. Sociological Perspectives on Modern Accountancy.


Routledge. London.

Sadaly, H. 2002. Laporan Lokakarya Akuntabilitas Publik Ornop: Isu dan


Prakteknya. LSM Smeru dan Friedrich Ebert Stiftung. Yogyakarta.

Saerang,D.P.E, (2003) Accountability and Accounting in a Religious


Organization: An Interpretive Ethnographic Study The Pentacostal
Church Of Indonesia. Dissertation. Wollonggong University.

Saidi, Z. 2006. Peluang dan Tantangan Akuntabilitas LSM: Wacana dan


Pengalaman Mancanegara. Piramedia. Jakarta.

Salim, A. 2006. Teori & Paradigma Penelitian Sosial Edisi kedua. Penerbit
Tiara Wacana. Yogyakarta.

Setiawati, L. 2011. Gampang Menyusun Laporan Keuangan Organisasi


Nirlaba. Elex Media Computindo. Jakarta.

Silverman, D. 2006. Interpreting Qualitative Data 3th edition. SAGE


Publications Ltd. London.

Silvia J. dan Ansar, M. 2011. Akuntabilitas Dalam Perspektif Gereja Protestan


(Studi Fenomenologis Pada Gereja Protestan Indonesia Donggala
Jemaat Manunggal Palu). Simposium Nasional Akuntansi XIV. Aceh.

Sinclair, A. 1995. The Chamelon of Accountability: Forms and Discourses.


Accounting,Organization and Society. Vol. 20, No. 2/3, 219-237.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi; Perekayasaan dan Pelaporan Keuangan.


BPFE. Yogyakarta.

Tandirerung, Y.T. 2006. Kajian Tentang Independensi Auditor dari Aspek


Sistem Penunjukan KAP dan Pembayaran Fee Audit Secara Langsung
Oleh Klien. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Tandon, R. 1995. ―Board Games: Governance and Accountability in NGOs‖ in


Edwards, M and Hulme, D. (Eds), Non-Governmental

247
Organisation Performance and Accountability – Beyond the Magic
Bullet. Earthscan. London.

Tarissa, M. 2012. Tidak Mudah Mengakses Informasi tentang LSM. Jurnal


Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil, Edisi 1 2012, 86-88.

Teegan, H., Doh, J., dan Vachani, S. 2004. The Importance of Non
Governmental Organization (NGOs) in Global Governance and Value
Creation: An International Business Research Agenda. Journal of
International Business Studies, Vol. 35, No. 6, 463-83.

The World Bank. 2004, Social Accountability, An Introduction To The Concept


And Emerging Practice. Social Development Papers.

Tomkins, C. dan Groves, R. 1983. The Everyday Accountant And


Researching His Reality. Accounting, Organizations and Society. Vol.
8, No. 4, 361-374.

Triyuwono, I. 2013. [Makrifat] Metode Penelitian Kualitatif [Dan Kuantitatif]


Untuk Pengembangan Disiplin Akuntansi. Simposium Nasional
Akuntansi XVI. Manado.

Unerman, J. dan Bennett, M. 2004. Increased Stakeholder Dialogue and the


Internet towards Greater Corporate Accountability on Reinforcing
Capitalist Hegemony? Accounting, Organization, and Society. Vol. 29,
No. 7 Oct 2004. 685-707.

Unerman, J. dan O‘Dwyer, B. 2006. On James Bond and the Importance of


NGO Accountability. Accounting, Auditing, and Accountability Journal.
Vol. 19, No. 3, 305-318.

Wahyudi, W. 2003. Mengukur Kesejahteraan Satwa. Suara Satwa / April-Juni


2003. Malang.

Weinberg, M.L. dan Lewis, M.S. 2009. The Public Value Approach to
Strategic Management. Museum Management and Curatorship Vol 24,
No. 3, 253-269.

Westerdahl, S. 2001. Between Business and Community: as Accounting


Practice. Financial Accountability and Management. Vol. 17, No.1, 59-
72.

Willis, J.W., Jost, M., Nilakanta, R. 2007. Foundations of Qualitative Research


Interpretive and Critical Approaches. Sage Publications Inc. California.

http://hukum.kompasiana.com/2011/04/16/saksi-kejahatan-aktivis-lsm-
356150.html diakses tanggal 2 Januari 2015

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/31/058458067/NGO-Cenderung-
Berebut-Dana-Donatur-Bencana diakses tanggal 2 Januari 2015

248
GLOSARIUM

Kata Penjelasan
abis habis
acc persetujuan
ae saja
aja saja
ancur hancur
apain apakan
arep harap
ato atau
bales balas
banget sangat
bareng bersama
bawak, mbawak bawa
belio belilah
bener benar
bersih jujur
bikin buat
buyar selesai, bubar
carane caranya
catet catat
cepet cepat
cepetan cepatlah
cobak, coba seandainya
crita cerita
cumak, cuman, mek hanya, cuma
dadakan mendadak
dalem dalam
dapet dapat
dateng datang
deh istilah untuk menyatakan suatu penekanan
deket dekat
denger dengar
diabaiin diabaikan
diarahin diarahkan
dicancang diikat
diem diam
dikapakne diapakan
dikit sedikit
ditambahin ditambahkan
ditambai ditambahi
ditransferin ditransferkan

249
Kata Penjelasan
dodolan menjual
dong istilah untuk menyatakan suatu penekanan
duit uang
e, ne nya
emang memang
embel-embel hal lain yang menyertai
entong sendok nasi
gakpapa tidak apa-apa
garap kerja, buat
gede besar
gepuk pukul
gimana bagaimana
gini begini
gitu begitu
gontok pukul
habis baru
harusnya seharusnya
ijo hijau
ilang hilang
isa bisa
iso bisa
itungan hitungan
iyo iya
jalan dilakukan
jugak juga
kademen kedinginan
kali mungkin
kalok kalau
kan, ta, to istilah untuk menyatakan suatu penekanan
karna karena
kasarannya singkatnya
kasi, kasik, ngasik beri
kasiono berilah
kayak. Koyok seperti
kebawak terbawa
kecekluk keseleo
kemahalen terlalu mahal
kepakek terpakai
kepegang terpegang
kepingin ingin
kepleset terpeleset
kerasa terasa

250
Kata Penjelasan
kerasan betah
kerjain dikerjakan
keseringan sering
ketemu bertemu
keteteran tidak mampu
kok mengapa, istilah untuk menyatakan suatu penekanan
kontak hubungan, menghubungi
korup korupsi
lagi sedang
lah istilah untuk menyatakan suatu penekanan
lapo berbuat apa
laporin melapor
laporo laporlah
lobi mengusahakan tercapainya tujuan
mah istilah untuk menyatakan suatu penekanan
malah istilah untuk menyatakan suatu penekanan
malahan malah
males malas
mangkanya, makanya jadi
masak betulkah
masio walaupun
mateng matang
mbayar membayar
mbuat membuat
melok ikut
mending lebih baik
mintak minta
mlebu masuk
motoi memfoto
muter mutar
nah, lhoo, lah istilah untuk menyatakan suatu penekanan
nambahi, tambahi menambahkan
nantik nanti
narik menarik
narsis ingin tampil di muka publik
nawari menawarkan
ndadak mendadak
ndak tidak
ndampingin mendampingi
nek kalau
ngadain mengadakan
ngadu mengadu

251
Kata Penjelasan
ngajak mengajak
ngajukan mengajukan
ngaku mengaku
ngambil mengambil
ngandalin mengandalkan
nganggur menganggur
ngapain ada apa
ngaruh berpengaruh
ngasih memberi
ngatasi cukup
ngebiayain membiayai
ngecek mengecek
ngelaporin melaporkan
ngeluarin mengeluarkan
ngepoin ingin tahu
ngerasa merasa
ngerusak merusak
ngetik mengetik
nggaji menggaji
nggak, gak tidak
ngganggu mengganggu
nggantinya menggantinya
nggowo membawa
ngikuti mengikuti
nginep menginap
ngirim mengirim
ngomongnya bicaranya
ngomongo bicaralah
ngrepoti merepotkan
ngurus mengurus
ngurusin mengurusi
niatan maksud
nih istilah untuk menyatakan suatu penekanan
njamu menjamu
njelimet susah dimengerti
ntar nanti
nuntut menuntut
nyampe, sampe sampai
nyante santai
nyesel menyesal
nyetak mencetak
nyumbang menyumbang

252
Kata Penjelasan
nyuruh menyuruh
nyusun menyusun
nyuwun membawa di atas pundak
oleh dapat
onok ada
onoke adanya
opo apa
pakek, pake pakai
papa apa-apa
pas waktu
penginepan penginapan
pinginnya, pingin ingin
pinter pintar
piro berapa
plus tambah
punyak punya
rame ramai
rangkep rangkap
rek istilah untuk menyatakan suatu penekanan
ribet repot
ringkes ringkas
sa'enake seenaknya
sak se
saktipruk banyak sekali
sama dengan, oleh
sapa siapa
sedakoh sedekah
sek sebentar, masih
sempet sempat
seneng senang
sih, seh istilah untuk menyatakan suatu penekanan
sing yang
soalnya, soale karena
sowan bersilaturahmi
spaneng keadaan tertekan
sukanya suka
susuk kembali
ta istilah untuk menekankan suatu pertanyaan
tak saya
tanyak bertanya
taon tahun
tau-tau tiba-tiba

253
Kata Penjelasan
tekor rugi
temen teman
terjemahin menerjemahkan
tertwawain tertawakan
tetep tetap
to istilah untuk menyatakan suatu penekanan
tok saja
trus lalu
tu, tuh itu
tuh istilah untuk menyatakan suatu penekanan
turunin diturunkan
tutupo tutuplah
udah, uda sudah
ujung-ujungnya akhirnya
usahain usahakan
walo walaupun
wes sudah
wingi kemarin
wong orang; istilah untuk menyatakan suatu penekanan
woro-woro mengumumkan
yak apa bagaimana
yo ya

254
Lampiran 1. Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi Berswadaya
dengan Sistem Supporter dan Saweran

No Sumber Indeks Data percakapan Refleksivi-


data tas
1 Made nggak Semuanya mendukung untuk konservasi Aksi tidak
bergerak itu sendiri meskipun kita nggak bergerak harus
langsung di langsung di lapangan. Yang di lapangan dilakukan di
lapangan; sudah ada kan. Mas Bayu di Kalimantan, lapangan
menggerak- Bu Sedar di Wehea, yang di hutan sudah
kan yang lain ada. Tapi kan tidak cukup di hutan saja, di
kota juga harus ada yang menggerakkan
yang lain.
Rosek Tidak selalu Tidak selalu harus kita terjun ke
harus kita lapangan, demo misalkan. Kan tidak
terjun ke harus. Tapi kepedulian itu banyak
lapangan caranya.‖ Karena seandainya mereka
semua aktif secara fisik, kita juga
yang repot. Dikapakne?... Tempatnya
di mana?...
2 Made support local ―PROFAUNA juga kepingin masyarakat Melakukan
community; juga langsung terlibat. Kan kita punya aksi sesuai
menggerakka program grassroot movement, harus passion
n generasi support local community untuk yang masing-
muda supaya masyarakat lokalnya dan juga masing
bergerak menggerakkan generasi muda supaya namun tetap
sesuai dengan bergerak sesuai dengan kemampuan memegang
kemampuan mereka gitu.‖ teguh prinsip
mereka
Made nggak akan kita nggak akan memaksa itu karena tidak
memaksa setiap orang bisa ke lapangan…, bukan
passion-nya.
Rosek melakukan Anda tidak perlu ikut demo PROFAUNA
prinsip-prinsip tapi Anda telah membantu PROFAUNA
PROFAUNA dengan melakukan prinsip-prinsip
dalam PROFAUNA dalam keseharian
keseharian
3 Daniel saweran jadi mau ada apa kita ngomong ke Kegotongro-
supporter, kita share. Istilahnya tu yongan
saweran kita, patungan. Jadi Anda bisa supporter
bantu apa? Terserah gitu kan‖ dalam aksi
Daniel cerita aja jadi nggak pernah Bu PROFAUNA minta
dana. Kita Cuma cerita aja ―kita mau ke
sini, butuhnya ini ini ini, silakang
menyumbang.‖ Gruduugggg…..
Rosek by request, Untuk pendanaan, by request ke
mengumum- pendukung-pendukung kami, individu-
kan individu. Contoh kalok kami punya
program kami biasanya mengumumkan
―kami butuh bantuan ini.. ini.. ini..‖ nah
mereka nyumbang, yang tunai, yang
transfer…, bukan hanya barang.
4 Rosek basic anggota LSM lingkungan yang punya basic Supporter
anggota kan hanya PROFAUNA, lainnya sebagai
kan nggak ada, rata-rata bentuknya kan anggota atau
yayasan, nggak member. Nah mereka jaringan
mau dapat uang dari mana kalok nggak orang dalam
dari donor?

255
Rosek cari ke termasuk kita yang cari dananya, cari ke
pendukung- pendukung-pendukung kita. Jadi di
pendukung lapangan tidak terbebankan cari dana.
kita Jadi di lapangan ya bekerja di lapangan.
Dan ternyata pola seperti itu berjalan.
Made kita punya PROFAUNA bukan LSM yang kaya. Kita
orang untuk nggak punya uang, tapi kita bisa bantu
membantu perlunya apa gitu karena kita punya
banyak supporter yang hebat. Bisa
advokasi, misalnya dokter hewan. Mau
yang kayak apa, Insyaallah kita punya
orang untuk membantu. Gitu aja sih
Made kita punya Ya itu kita punya jaringan orang-orang
jaringan dalam itu yang sangat membantu
orang-orang PROFAUNA. PROFAUNA nggak punya
dalam itu dana tapi kita punya orang-orang hebat,
supporter itu.
5 Nikita denger- sebenarnya awalnya aku nggak tahu ya Prinsip yang
dengerin, ya Mbak, tapi ya mau nggak mau ya karena dipegang
paling nggak ikut acaranya, trus kayak ikut Greenday, teguh pendiri
tahulah, jadi denger-dengerin, ya paling nggak menular ke
paham gitu lho tahulah, jadi paham gitu lho peraturannya. staf dalam
peraturannya keseharian
Tiara ya enggaklah Bu, kan lebih indah di alam,
masak malah kita melihara……, itu
punyak tetangga.‖ (SAAT PENELITI
MENANYAKAN APAKAH ADA BURUNG
YANG DIPELIHARA DI KANTOR
PROFAUNA)
6 Made kita kerjakan Prinsip kita itu ‗kita kerjakan sendiri saja, berswadaya
sendiri saja, nanti uang itu ada.‘ Jadi kita nggak cari
nanti uang itu uang dulu baru kerja. Jadi ya kadang kita
ada keluarkan uang pribadi dulu. Tapi seiring
waktu ya kita kerjakan ajalah, uang itu
ada sendiri kok.‖
Rouf swadaya itu bener-bener swadaya, kita semuanya
apa-apa pakai dana sendiri, kita kalok
ada camp, conference, dari Papua, dari
mana, dia tiket beli sendiri-sendiri.

256
Lampiran 2. Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi Menjaga Alam

No Sumber Indeks Data Percakapan Refleksivitas


data
1 Rouf Yang penting kita juga mengatakan ‖yang menarik itu Menjaga alam
jaga aja sebetulnya alam bisa menjaga
dirinya sendiri. Yang penting kita
jaga aja. Kita jaga aja.‖
Rosek mereka tinggal di Nah tim saya setiap hari mereka
sana tinggal di sana. Contoh Mas Bayu
tinggalnya setiap hari di rumah
kepala adat Dayak Tiap hari bicara
tentang itu. Itu yang mereka nggak
paham, nilai-nilai gimana kita
bekerja.
Rosek membantu ―PROFAUNA sebagai organisasi
menjaga yang didedikasikan untuk hutan
dan satwa liar, kita tidak hanya
diam. Kita memutuskan untuk
membantu menjaga suaka
margasatwa tersebut.
2 Rosek mendorong bahwa Kita di PROFAUNA itu mendorong Tidak diam
setiap individu bahwa setiap individu harus saja, tapi
harus melakukan melakukan sesuatu sesuai dengan melakukan
sesuatu kemampuan dan kapasitasnya. sesuatu untuk
Kalo kita bicara menjadi aktivis tapi menciptakan
perilaku kita jauh dari prinsip- perubahan
prinsip itu ya kita harus malu.‖
Rosek kita tidak hanya ―PROFAUNA sebagai organisasi
diam yang didedikasikan untuk hutan
dan satwa liar, kita tidak hanya
diam. Kita memutuskan untuk
membantu menjaga suaka
margasatwa tersebut.
Daniel turun tangan kalok PROFAUNA protes, juga
turun tangan ―butuhmu apa?‖ lalu
kita kasi
Rosek perubahan yang Kalok di non profit kan dampaknya
ingin dicapai lain, bukan untung, tapi ada
perubahan yang ingin dicapai,
social transformation
3 Rosek kepedulian itu Tidak selalu harus kita terjun ke Melakukan
banyak caranya lapangan, demo misalkan. Kan aksi secara
tidak harus. Tapi kepedulian itu sederhana,
banyak caranya. tidak muluk-
muluk
Rosek tidak harus selalu melakukan sesuatu itu kan tidak
heboh harus selalu heboh gitu kan….
Rosek Yang kecil aja bisa Jangan hanya tidak melakukan
gitu kan sesuatu karena merasa kita tidak
mampu melakukan sesuatu,
padahal kita bisa. Hanya….apa?
Kita itu terlalu muluk-muluk. Yang
kecil aja bisa gitu kan.
4 Rosek menggugah dan Menangnya apa? Mampu Grassroot
menggerakkan menggugah dan menggerakkan movement
masyarakat untuk masyarakat untuk peduli. Itu proses yaitu
peduli yang kami anggap berhasil. melakukan
Kepedulian itu ternyata ditularkan gerakan di

257
kepada lingkungan sekitarnya, level
termasuk anak-anaknya gitu lho. masyarakat
Made kita bisa tularkan di PROFAUNA kita tekankan kalok
yang baik-baik 1 orang saja berpikir ‗alaaahh, yang
saya pelihara itu hanya 1.‘ Tapi
kalok ada 100 orang yang berpikir
‗alaaahh, satuu…‘ ya jadinya
banyak. Ya itu sih yang kita
tekankan juga. Karena kalok dari 1
kita tidak memelihara satwa liar,
kalok ada 1000 orang yang tidak
memelihara satwa liar berarti kan
kita bisa tularkan yang baik-baik.‖
5 Rosek membangun ―membangun kepercayaan kayak Konsistensi
kepercayaan; gitu nggak gampang. Kalo ditanya dalam
Konsisten dengan satu kata apa rahasianya? melakukan
Konsisten…….. Konsisten itu butuh aksi menjaga
pengorbanan, alam
Made edukasi, kampanye tahun 1995
baru kerasa setelah 10 tahun. Pas
saya kemarin ke Kalimantan, kita
kunjungan di masyarakat Dayak.
Masyarakat Dayak percaya
PROFAUNA karena dari sekian itu
banyak yang kenal
Rosek sakleg PROFAUNA juga bisa bertahan
karena saya sakleg kita punya
sistem seperti ini. Anda setuju?
Masuk…. Nggak? Out….‖
Rosek garis yang jelas Kalok nggak punya garis yang jelas
ya susah.
Daniel Kita pinginnya Nggak kayak yang lainnya yang
kayak bara pyurrrrr….. kayak kembang api
yang hidup sebentar lalu mati. Kita
pinginnya kayak bara. Bara kan
panasnya nggak kelihatan, tapi
lama, untuk jangka panjang dan
untuk masak …..lebih mateng.‖
6 Rosek Kita disuruh ya kita nggak bisa berubah. Mau Konsistensi
merubah, masuk kami anda kayak gitu ya dalam
dispensasi, nggak nggak bisa. Kita disuruh merubah, memegang
bisa dispensasi, nggak bisa. Itu harga teguh prinsip
mati sudah…. Satwa liar ngak
boleh dipelihara di rumah atas
nama hobi dan kita sangat teguh
memegang seperti itu. Itu garis
imannya. Karena iman kita percaya
(akidah). Kalok sudah iman nggak
bisa diganggu gugat. Kalok Anda
seiman silakan gabung, kalok
nggak seiman ya sudah, jangan
ganggu. Imanmu …imanmu,
imanku… imanku.
Agamamu…agamamu,
agamaku….agamaku
Rosek Aturannya jalan, Dari awal ketat kita. Aturannya
kita tegakkan betul; jalan, kita tegakkan betul. Itu prinsip
konsisten yang saya tanamkan dan itu juga
saya pakek di perusahaan saya.
Kita harus punya sebuah kebijakan

258
yang konsisten, yang harus kita
patuhi, jangan dirubah-rubah,
dibengkok-bengkok-in karena itu
7 Rosek mengerjakan Aturan itu kan perlu ya, untuk Konsistensi
sesuatu sesuai mengerjakan sesuatu sesuai dalam
dengan relnya dengan relnya. memegang
teguh
peraturan
Rosek Yo wes…., gak iso ngomong opo-
opo. Yok opo wes…. Karena aturan
khusus acara itu gitu. Anak saya itu
puinginn ikut, pas liburan. ―Haduhh,
nggak boleh peraturannya.‖ ―Kan
Bapak yang buat peraturannya?‖
(JAWAB SANG ANAK) ―Lha ya
justru karena saya yang buat
peraturannya itu nggak boleh, kan
malu….‖ Padahal dia sudah SMA,
uda hampir, kurang setahun, tapi
kan belum.‖
Rosek Ada dari Jakarta, saya kasik waktu
30 menit untuk beli sepatu, kalok
nggak…, pulang ke Jakarta.
Niar Soalnya kan yang bikin bukan aku
Mbak, tapi langsung ke Pak
Roseknya. Jadi pak Rosek pasti
tanya ke aku dia aktif apa nggak.
Nggak pernah…., ya wes lah,
selalu berdasarkan data yang ada.
Kan tiap ada kegiatan kan kita
selalu ada presensinya kayak
kemaren itu, briefing dan
pelaksanaan diabsen.
Daniel Kalok seperti di Sempu, ya wes,
harus berlengan panjang, jaket,
dan sebagainya. Gak bawak
jaket…., suruh balik. Kalok nggak
ketauan, katakanlah jaketnya tipis,
trus di atas kademen? Diturunkan
langsung Buk….
Daniel Udah…, itu wajib Udah…, itu wajib. Kalok nggak, ya
pulang…. Kalok acara conference
datang pakek sandal, katokan
pendek, disuruh keluar… Wajib
pakek sepatu. Kalok kita mau jalan,
ini sepatu saya sepatu trek
(NUNJUK SEPATU), tapi tidak
menutup sampek ke mata kaki,
kalok kita naik gunung nggak boleh
ini, ini pulang ini, ini hanya untuk di
trek datar, bukan untuk mendaki.
8 Rosek Ya peraturan apapun tidak bisa Kesadaran
memuaskan banyak pihak. Nggak akan adanya
semua setuju. Nggak mungkin konsekuensi
aturan membuat orang setuju konsisten
semua walaupun itu baik. memegang
teguh
peraturan
Rosek kita perbaiki lagi Jadi akhirnya PROFAUNA semakin Perbaikan
aturannya lama semakin tahun semakin ketat aturan

259
aturannya karena gitu. Uda ketat, berdasarkan
ada celah….., kita perbaiki lagi pengalaman
aturannya. Jadi ya semakin tahun
ya semakin baik akhirnya.‖
9 Rosek Memang Berarti kalok di luar payung itu ya Fokus ke 2 isu,
PROFAUNA kita nggak bisa. Itu untuk yaitu
organisasi membatasi gitu lho, supaya pelestarian
lingkungan, tapi isu PROFAUNA jadi organisasi yang satwa liar dan
kan hanya 2: hutan terarah, bukan organisasi hutan
sama satwa liar supermarket. Kalok kita ke
supermarket kan beli apapun kan
ada. Memang PROFAUNA
organisasi lingkungan, tapi isu kan
hanya 2: hutan sama satwa liar.
Maaf kalok Anda mungkin ngajak
kami bersih-bersih sungai.
Bukannya nggak penting. Itu
penting, tapi itu bukan mainannya
PROFAUNA. Kami pasti nggak
mau. Kadang orang kan ―kita
melakukan apapun biar kelihatan
peduli, hebat.
Rosek prioritas isu Ada prioritas isu yang harus kita
tangani.
10 Rosek bertanggungjawab, hanya akan hidup kalok ada Akuntabilitas
for our life oksigen dan akan ada oksigen ke lingkungan
kalok ada alam, ada hutan dan
sebagainya. Jadi kita harus
bertanggungjawab, for our life, gitu
kan. Kita nggak boleh berdiam diri,
harus melakukan sesuatu.―
Made menggerakkan ‖kita juga menggerakkan generasi
generasi muda muda untuk bertanggung jawab.
untuk bertanggung Kita kan hidup di bumi yang satu
jawab nih. Kalok nggak mau jaga ya
sana….pergilah, pindah ke bumi
yang lain, kali ada planet yang lain.
Samsul Kita ini di Jawa tidak lepas dari
alam, apapun kita ambil dari alam.‖
Samsul kita sadari bahwa Dalam 1 hari 1 malam kita bernafas
yang kita lakukan sudah berapa kibik oksigen,
ini adalah pajak naaah… Kita minum, kita mandi,
kita berjemur, aktivitas segala
macam. Ayolah coba kita sadari
bahwa yang kita lakukan ini adalah
pajak.
Samsul menunaikan Tapi yang kita rasakan adalah ya
kewajiban kita ini tadi, bahwa kita sudah
menunaikan kewajiban kita.
Lukman ikut aksi gini ikut Paling nggak, ikut aksi gini ikut
bertanggung jawab bertanggung jawab ke lingkungan
ke lingkungan ya, tanggung jawab kita semua
warga bumi.‖
11 Samsul berzakat, ibadah, Istilahnya kalok bahasa saudara- Akuntabilitas
sedakoh saudara muslim namanya zakat. ke lingkungan
Jadi niat kita di sini adalah sebagai
berzakat, ibadah, sedakoh sebuah ibadah
Rosek yang kita lakukan sebelum berangkat mari berdoa
ini menjadi sebuah sesuai keyakinan masing-masing,
ibadah semoga yang kita lakukan ini

260
menjadi sebuah ibadah untuk
pelestarian hutan Indonesia
(DIKATAKAN SEBELUM
BERANGKAT KE LOKASI
KAMPANYE)
Made Ya seperti ibadah ―Ya seperti ibadah gitu. Jadi Mas
gitu Rosek nggak pernah ribut ini carik
uang dulu, kalok nggak ada uang
nggak jalan. Itu nggak…Sudah..
jalankan aja programnya, nantik
uang ya datanglah…. Insyaallah
uang itu ada aja, nggak tahu
gimana caranya. Karna saya yakin
ya Tuhan nggak tutup mata gitu.
Selaaaalu saja ya.‖

261
Lampiran 3. Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Fondasi Kejujuran dan
Independensi

No Sumber Indeks Data percakapan Refleksivitas


data
1 Made Kalok kita jujur ―Sebenarnya tergantung manajemen sih Nilai kejujuran
ya semuanya ya. Kalok kita jujur ya semuanya ikut yang dipegang
ikut jujur aja jujur aja, yang bawah-bawah. Tapi kalok teguh pendiri
uda dari atasan sudah.…ini yang 20% LSM
untuk kita‖ waduuuhhh ini…..,
mangkanya kita nggak mau dana dari
pemerintah karena ituuu (gemas), dan
disetir yang pasti, harus begini begini
begini.‖
Made yang bener Dulu kita sempat pertama kali tahun 90-
kan kita harus an dimarahi dari kehutanan itu ―kalian ini
jujur mempermalukan bangsa, gini gini,
gini…‖, karena kita jujur. Terus ―lho, saya
ini membela bangsa Indonesia yang
bener kan kita harus jujur.‖
Made LSM nya dikasik uang supaya diem.
Dieemmmm…., kan udah dapet uangnya
Sudah…., jadi gitu lho kenapa banyak
perusahaan mencibir LSM itu, karena
banyak LSM yang seperti itu. Tutup saja
dengan uang…., selesai…..
Daniel jaga value Kalok kita LSM fondasi value gggak
jelas, itu akan ilang, abis…., tidak
sekedar di pagar jalan teriak-teriak.
Kalau yang tidak jaga value ya banyak
yang kemarin keluar sekarang hilang se-
Indonesia raya. Di malang aja uda
banyak yang gitu, kemarin-kemarin
banyak anggotanya sekarang 2 orang
saja.‖
Rosek wong nggak Ya wes gakpopo, ngapain tertawa, wong
nyuri nggak nyuri
2 Rosek banyak Dan itu yang banyak terjebak di situ Banyak
terjebak di teman-teman NGO yang lain. Hari- personil LSM
situ teman- harinya itu hanya bingung bikin proposal, lain yang
teman NGO mengaudit proposalnya, mengaudit menjadikan
keuangan mereka, permintaan donor… LSM sebagai
yang
Itu menghabiskan energi… biar bisa lahan mencari
lain…biar dapat kucuran dana terus. uang
bisa dapat
kucuran
dana terus

3 Rosek tidak semua Misalnya kalok kita di lapangan ya…, Tidak setuju
pengeluaran tidak semua pengeluaran itu bisa ada atas
itu bisa ada notanya. Nota mereka standarnya ada ketidakjujuran
notanya stempel. Kemudian saya diajari bikin pembuatan
stempel aja…, perusahaan fiktif. nota,
perusahaan
fiktif
Rosek Lha ini menurut saya penipuan, lha
sekarang di lapangan ya nggak semua
harus ada ya kan. Masak saya harus
buat perusahaan fiktif, UD, CV ada

262
stempel. Saya nggak mau, saya nggak
bisa. Kuatirku nanti saya terbiasa seperti
itu.
Made kalo pendonor nggak murni, pernah
diajari untuk buat nota. Padahal beli
rumput mana ada notanya. Beli buah-
buah itu ya susah, harus ditenderkan
dulu. Kita beli pisang kan ya di
masyarakat sekitar, nyuwun gitu, mana
ada yang bawa stempel? Ya gak ada.
Dan seringkali mereka minta fee duluan.
Yang 20% diminta dulu, kita yang dapat
dana sisanya gimana caranya dananya
habis.
Rosek Nah ini menurut saya prinsip dari
pertanggungjawaban sudah nggak ada
karena Anda sudah mengajari orang
untuk jadi penipu, Itu sudah menyalahi
kodrat.‖
4 Made kita nggak jadi memang kita mau menerima dana, Independensi
mau terikat pertama dari perusahaan yang tidak dari
merusak lingkungan, yang kedua tidak perusahaan
ada ikatan, jadi mereka itu ikhlas. yang
Kasarannya gitu ya…, kita nggak mau mengusung
terikat. Itu.. itu yang terpenting di kita kepentingan
(DENGAN WAJAH SERIUS). Kita nggak pribadi dalam
mau misalnya ―Ini tak kasik dana tapi donasinya
kamu harus begini begini begini, kamu
harus begini‖ Nggak mau, nggak jadi…‖
Made kita nggak Buanyak sebenarnya yang nawari dana,
mau memang, tapi kita nggak mau memang, soalnya
soalnya selalu selalu ada embel-embel di belakang itu.
ada embel-
embel di
belakang itu
Rosek kalok mau jadi Jadi kalok mau jadi donator diseleksi,
donator gak bisa sembarang kasi, jangan cuma
diseleksi buat cari nama.
5 Made kalok dari ‖kalok dari pemerintah, kita memang Independensi
pemerintah, nggak mau. Karena independensi ya…, dari pemerintah
kita memang maksudnya kuatirnya kita disetir-setir
nggak mau sama yang korup-korup itu, ya susah
kita. Itu aja sih
Made Nggak boleh Nggak boleh kita terima dari pemerintah.
kita terima dari Sejak awal, sejak 20 tahun lalu, 1 rupiah
pemerintah pun nggak pernah kita terima. Justru kita
yang kasik pemerintah. Kalok kasik kita
nggak papa, menerima nggak boleh.
Rosek bagaimana karena sekarang begini lho kalok
kita jadi pemerintah kasik kita uang kalok saya
seimbang saat mau kritik dia lho saya pasti sungkan
kaki kita juga karena sudah terima. Masio sak
berada di independen-independennya, saya pasti
tempat yang mikir ―waduuhh saya habis dikasik
tidak uang.‖ Padahal sebetulnya lembaga
seimbang, seperti PROFAUNA ada untuk
kayak keseimbangan, lha bagaimana kita jadi
dicancang seimbang saat kaki kita juga berada di
tempat yang tidak seimbang, kayak
dicancang.‖

263
Daniel plat merah plat merah itu…banyak NGO yang
dibentuk pemerintah untuk melancarkan
proyek-proyek mereka. Itu didanai, dan
itu kaya-kaya. Kalok saya mau Buk,
ditawari saktipruk Buk, karena
pengalaman saya di PROFAUNA lama,
posisi saya Advisory Board, itu kan bagi
banyak orang menarik, belum lagi
pengalaman di tempat lain. (DANIEL
TIDAK MAU)
Daniel Kalok kita plat Kalok kita plat hitam, karena milik-milik
hitam kita kok, sa‘enake kita. Nggak cukup
bensine dicampur suruh gakpopo.
6 Made pokoknya Kita kan nggak bisa cari dana sebanyak- Independensi
yang ngerusak banyaknya juga. Kalok LSM lain kan dari
lingkungan mereka mau menerima dana dari perusahaan
nggak bisa manapun, masalahnya, kalok yang tidak
PROFAUNA nggak bisa terima dana, sesuai visi dan
pokoknya yang ngerusak lingkungan misi
nggak bisa. Gitu…‖ PROFAUNA
Made nggak pernah Jadi nggak pernah selama ini bikin
selama ini gimana carane supaya dapat dana dari
bikin gimana donor. Gak pernah.‖
carane supaya
dapat dana
dari donor
Titin ―kalo kita terus menerus minta bantuan
donor, ya kitanya sendiri jadi nggak
independen sih
Daniel plat kuning Ada lagi plat kuning… NGO yang
kerjaannya cari donor, keliling ke mana
cari duit, yah kayak angkot. Ada isu ini
trus buat proposal nanti garap isu ini,
pokoknya main gitu. Kita nyebutnya plat
kuning, tapi juga makelar proyek.
Daniel ―kita nggak akan mau…. Kalau kita mau,
paling gampang seperti BLH (Badan
Lingkungan Hidup) itu. Setiap ada
AMDAL, perusahaan kan pasti butuh
sertifikasi. Dia ikut menandatangani
bahwa perusahaaan ini aman. Tanda
tangan itu nggak ada Buk yang di bawah
100 (MAKSUDNYA JUTA). Gak ada…
PROFAUNA kalok mau kayak begitu ya
wes luar biasa.‖
7 Rosek karena kan sebetulnya kan donor itu Pendonor
juga dapat dana dari pihak lain dan didonori
mereka kan salah satu tolok ukurnya kan pendonor lain
keberhasilan program, proyeknya kan. yang lebih
Artinya kan mereka mencari organisasi besar, hingga
yang bagus. Kalok mereka programnya LSM menjadi
sukses berarti mereka bisa dapat dana sarana untuk
yang lebih besar lagi. Ceritanya tu mendapat uang
begitu.‖
Rosek Jadi kayak alat untuk dapat uang,
mangkanya mereka selalu mencari
lembaga yang trusted, yang
kegagalannya kecil gitu kan, supaya
nanti mereka nggak ribet kalo laporan ke
donornya lebih

264
8 Rosek yang mau kasi ―jadi nggak pernah selama ini bikin Seleksi
dana diseleksi gimana carane supaya dapat dana dari penerimaan
dulu donor. Gak pernah…. Malah yang mau dana dari
kasi dana diseleksi dulu.‖ pendonor
Rosek tetep dari satu Di daerah pun kan mereka nggak boleh.
rekening, Keputusan mereka boleh terima dana
keputusan dari ato tidak tetep dari satu rekening,
pusat keputusan dari pusat.
Made kita tahu mana Biasanya mereka yang menawarkan.
yang bersih Karena sudah lama, kita tahu mana yang
bersih. Biasanya yang bersih itu ngak
kaya-kaya amat, soalnya jugak sama
kayak PROFAUNA
9 Rinda independensi tapi ya independensi ini memang hal Kepercayaan
yang bisa dijual banget sih. Saya dari pihak lain
ngomongnya orang komunikasi ya. Bisa sebagai hasil
dijual banget, bisa dijual banget untuk independensi
mencari massa, bisa dijual banget untuk LSM
menunjukkan identitas lembaga, bisa
dijual untuk menentukan daya tawar kita.
Jadi saya sepakat banget dengan
independensi.‖
Made kita nggak Itu sebabnya pemerintah yang bekerja di
pernah bidang konservasi itu sangat respek
meminta, kepada kita karena mereka tau persis
malah kita nggak pernah meminta, malah
memberi memberi, jadi mereka malu. Jadi karena
mereka malu, ketika ada sesuatu yang
PROFAUNA protes disambut dengan
baik, didengar.
10 Made Nggak bakal Nah pada saat mereka mapan dan Independensi
jadi lahan mereka peduli, itu jadi hal sangat luar di dalam LSM
untuk cari biasa karena mereka kan nggak
uang menggantungkan ke PROFAUNA.
Nggak bakal jadi lahan untuk cari uang.
Jadi bukan mahasiswa atau mantan
mahasiswa yang nganggur‖
Made Nah mereka itu mengajukan proposal,
mereka dapat dana atas nama
PROFAUNA, nggak tau uangnya lari ke
mana. Itu sempet terjadi yang kayak gitu.
Kita ―lhoo… ini….bahaya!‖ akhirnya
dikeluarkan, black list dia… Kalok
orangnya tanggung jawab yang nggak
masalah, tapi pas lari itu kan susah saya
ini. Untungnya cuman satu kali di
Padang dulu. Jadi pelajaran… ya
gimana lagi…, sudah kadung ya.
11 Made menjaga Kita harus independen, gitu aja sih. Efek
independensi Banyak perusahaan itu mau ngasik, independensi
padahal kita nggak pernah mintak, tapi pada keuangan
kita nggak mau. Pas beberapa ada bulan LSM
yang paceklik juga. Ya berat memang
menjaga independensi‖
Rinda Pokoknya yan sesuai dengan SOP dari
kantor pusat deh. SOP itu sangat jelas,
bahkan relatif detil. Do, don‘t nya ada
gitu. Nah itu ngerasa kayak kita nggak
punya uang.‖
12 Made kita kerjakan Prinsip kita itu ‗kita kerjakan sendiri saja, Kemandirian

265
sendiri saja, nanti uang itu ada.‘ Jadi kita nggak cari sebagai
nanti uang itu uang dulu baru kerja. Jadi ya kadang kita dampak dari
ada keluarkan uang pribadi dulu. Tapi seiring independensi
waktu ya kita kerjakan ajalah, uang itu LSM
ada sendiri kok.‖
Rouf swadaya itu bener-bener swadaya, kita semuanya
apa-apa pakai dana sendiri, kita kalok
ada camp, conference, dari Papua, dari
mana, dia tiket beli sendiri-sendiri.
Rinda saya sempet mikir mentalnya kita jadi
nggak bagus. Kita jadi ngandalin orang-
orang itu juga buat ngebiayain. Trus
sampe kapaaaan?
Made Jadi kita nggak pernah tau hasilnya itu
mau dapat berapa dan kita juga nggak
berharap terlalu banyak. Karena kalok
kita berharap terlalu banyak, iyo lek oleh,
lek nggak? Nah itu…, sapa sing tau. Jadi
kita nggak ada pikiran. Sudah, ojok
diarep-arep. Ada ya alhamdulilah,
nggak…, ya gimana lagi.
13 Rosek efisien Jadi kita memang efisien di kita itu. Jadi Efisiensi
kalok di tempat lain bagian gitu aja sebagai
beberapa orang, ini 1 orang. Ya di dampak dari
lapangan ngambil film, nanti dia independensi
editornya, gitu. Kalok bisa kita kerjakan, LSM
kenapa harus banyak orang, kalok saya
sih begitu. Kalo di lainnya kan ada
sekretaris, untuk apa? wong saya bisa
ngetik sendiri, bikin surat sendiri yan
bisa. Kalok hanya sekretaris untuk
ngetik-ngetik aja ya wasting money
menurut saya. Contoh itu kita
efisiensinya kayak apa.‖

266
Lampiran 4. Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi Menggunakan
Program Besar sebagai Payung dalam Melakukan Kegiatan

No Sumber Indeks Data Percakapan Refleksivitas


data
1 Rosek kalok di luar payung Berarti kalok di luar payung itu Program besar
itu ya kita nggak bisa ya kita nggak bisa. Itu untuk sebagai
membatasi gitu lho, supaya payung atau
PROFAUNA jadi organisasi acuan untuk
yang terarah, bukan organisasi melakukan
supermarket. Kalok kita ke kegiatan
supermarket kan beli apapun operasional
kan ada. Memang PROFAUNA
organisasi lingkungan, tapi isu
kan hanya 2: hutan sama satwa
liar. Maaf kalok Anda mungkin
ngajak kami bersih-bersih
sungai. Bukannya nggak
penting. Itu penting, tapi itu
bukan mainannya PROFAUNA.
Kami pasti nggak mau. Kadang
orang kan ―kita melakukan
apapun biar kelihatan peduli,
hebat.
2 Asti kayak kepikiran kayak kepikiran ―kayaknya aku Tanggung
―kayaknya aku harus harus mengerjakan sesuatu, jawab dalam
mengerjakan sesuatu tapi apa ya, gak lapo-lapo‖ pelaksanaan
nggak enak, kadang iseng tugas
akhirnya bikin apa, baca buku
apa.
Nikita aku tetep bikin pas lagi nggak ada apa-apa
medianya kalok aku tetep bikin medianya.
Karna walo gak ada kampanye
tapi ada isu apa aku tetep bikin
poster, up date apa, walaupun
nggak isu tertentu, tapi kita tetep
lewat medsos. Aku bikin poster,
nggak dicetak, tapi dishare, fun
page gitu-gitu
Niar yak apa aku isa Jadi sadar sendiri, yak apa aku
menjalankan tugas isa menjalankan tugas dengan
dengan baik baik nek aku nggak deket ke
mereka. Jadi kita kan kalo butuh
apa-apa biar enak gitu lho
mbak, nggak sungkan-sungkan
kalok ngomong. Padahal Pak
Rosek ya nggak nyuruh.‖
3 Rosek kegiatan insidentil Ketika kita melakukan kegiatan Strategi
tidak boleh keluar insidentil, kegiatan insidentil payung besar
dari payung rencana tidak boleh keluar dari payung dalam
strategis rencana strategis yang lima pelaksanaan
tahunan itu kegiatan
Rosek payungnya sama kegiatan di pusat dan di cabang
beda, tapi payungnya sama.
Anda boleh melakukan kegiatan
tapi payungnya ini. Di luar
payung itu, NO….‖
Rosek Program-program kami di
daerah semuanya juga

267
tersentral.
Made Program besar…, Ada setiap akhir tahun sebelum
payung Januari kita uda punya program.
Program besar…, payung. Tapi
seringkali juga ada yang
insidentil, kecil-kecil masuk,
tetep kita jalankan. Tapi kita
punyak payungnya, itu aja yang
pasti.
Rinda Payung HQ gayanya di HQ kan ada
program, sosialisasi, ayok
kerjain di daerahnya kayak
gimana. Dari tema itu kita
turunin ke topik kita yang lokal
gitu. Payung HQ, Jawa Barat
mau jabarkan ke lokalnya.‖
4 Niar Tergantung sih kalok uda diprogram, harus Program kerja
jalan. Tapi kalok ada sesuatu ya sebagai acuan,
bisa batal. Tergantung sih… namun masih
pokoknya itu kan uda nyusun, memungkinkan
nanti di tengah jalan ada apa adanya
gitu….. ya wes…. Ganti. Jadi kegiatan
program kerja cuma acuan aja, insidentil
kita mau ngapain taon depan,
yang di program pasti jalan, tapi
faktanya kebanyakan ya lebih
dari itu.
Niar Cuma acuan aja sih Jadi Cuma acuan aja sih.
Banyak yang surprise…..
(sambil tertawa).‖
Asti garis besarnya sama Jadi ya garis besarnya sama,
tapi….kayak kemarin-kemarin
kita tau-tau ada kerja sama
sama BKSDA yang di suaka
margasatwa Yang. Dulu kan kita
nggak tau kalok bakal ada kerja
sama ini. Tau-tau ada…..ya
uda, dikerjakan.
Made bukan yang harus Kadang-kadang itu tiba-tiba ada
diprogram mateng kasus apa, kita harus demo.
Kan nggak bisa dianggarkan.
Jadi ya sudah, langsung...., kita
perlu ini ini ini. Dulu kan
dianggarkan ―Lho ini kan nggak
ada anggarannya?‖ menurut
Pak Rosek ―sudah ini lebih
penting untuk dikerjakan lebih
dulu,‖ Nah itu sudah,
langsung….. Jadi kita memang
bukan yang harus diprogram
mateng, ini…, soalnya seringkali
ada keperluan-keperluan
mendadak yang harus segera
diatasi.‖
Rosek Gak mungkin kita programkan
tanggal sekian kita bantu
penyitaan, lha iya kalau ada
yang disita?
5 Niar nggak lepas kontak Greenday jadi pertemuan Komunikasi
dengan supporter biar nggak untuk

268
lepas kontak berakuntabili-
tas dalam
operasional
6 Rinda Dapet lampu ijo aja Selalu HQ yang ngasik tau. Komunikasi
dulu Dapet lampu ijo aja dulu. Kalok antara
nggak dapet lampu ijo juga kami reperesentatif
nggak berani.‖ dan pusat
7 Rinda Pertanggungjawab- jadi pertanggungjawabannya Akuntabilitas
annya lebih pada lebih pada event yang kami representatif ke
event yang kami selenggarakan, ini ceritanya, kantor pusat
selenggarakan beresnya tanggal segini udah
beres ya…., jadi yang diminta
Head Quarter pada kami adalah
sejauh mana pelaksanaan
kegiatan, tingkat
keberhasilannya, tantangannya,
analisis SWOT lah ujung-
ujungnya gitu
8 Rinda menjaga kredibilitas ―bukan bagaimana kita Akuntabilitas
kita di depan melaporkan pada HQ sih ke supporter
supporter gitu sebenernya, tapi bagaimana kita
menjaga kredibilitas kita di
depan supporter gitu.
Persepsinya adalah kita punya
program bersama yang
dilaksanakan di Jawa Barat
seperti ini, ya ini…, kami
mempertanggungjawabkannya
pada temen-temen supporter.
Rinda program itu kami tapi untuk menunjukkan bahwa
dukung banget dan program itu kami dukung banget
kami ngelaporin itu; dan kami ngelaporin itu kayak
mempertanggungjaw ngepoin daerah lain ya, nyari
abkannya ke tau daerah lain, di Jakarta
supporter gimana? Di Jogja gimana? Cari
keunikannya di sana. Kan itu
berarti kita
mempertanggungjawabkannya
ke supporter
9 Asti koordinatornya dari ―jadi dalam satu hari buareng…. Koordinasi
sini se-Indonesia gitu soal primata, dalam
tapi koordinatornya dari sini pelaksanaan
kegiatan
10 Daniel database Kalok kita begini, Ibu mau tanya Laporan
mulai kita berdiri mau database kegiatan
anggota, database kegiatan,
publikasi dan sebagainya ada
semua
Daniel Publikasi kita jelas Pendataan itu wajib karena itu
jadi laporan kita. Jangan
dibayangkan LSM itu tanpa
laporan. Justru kekuatan kita itu
di database. Konsistensi kinerja
kita kelihatan di database itu
dan itu yang kemudian dilihat
orang. Publikasi kita jelas
semua. Sekarang sudah bukan
majalah karena online.
Daniel laporan kegiatan Jadi LPJ dan Laporan keuangan
pasti ada. Wajib pasti. Itu plus

269
kemudian plus laporan kegiatan,
capaian, wajib ada foto dan film
sekarang. (DIAKUINYA ITU
LEBIH KETAT DARI DI
UNIVERSITAS TEMPAT DIA
BEKERJA).
Rosek harus ada laporan setelah program ada ketentuan
setelah berapa hari harus ada
laporan. Ada SOP nya. Jenis
kegiatan apa, misal mengikuti
workshop, maka dalam waktu 2
hari setelah berakhirnya
workshop sudah harus ada
laporan. Itu ada kita. Itu ketat
kita.
Rosek Urusan LPJ Kantor sini
pusatnya.
11 Nikita ya tanggung jawab Ya kitanya sendiri yang merasa Laporan rutin
sih perlu buat tanggal segini. Ya setiap staf
mau nggak mau, ya tanggung
jawab sih.‖
Niar dilaporkan, hasilnya ‘kegiatan PROFAUNA apapun
berapa, aku setor ke harus ada presensinya, trus itu
bendahara dilaporkan tiap bulan. Berapa
totalnya, sapa aja. Waktu
Greenday kemarin bahasnya
tentang apa, trus ada donasi
yang muter itu juga dilaporkan,
hasilnya berapa, aku setor ke
bendahara. Itu masuk donasi
untuk kegiatan-kegiatan
PROFAUNA selanjut-
selanjutnya
12 Nikita Kalok udah kayak gitu sih Disepensasi
biasanya Pak Rosek dari keterlambatan
persetujuannya nanti dengan
laporannya terakhir setelah persetujuan
selesai acara nggak apa-apa. ketua
Tak rekap 2 bulan, tapi itu kalok
urgent kayak gitu. Kalok nggak
ya tanggal 10 pas.‖

270
Lampiran 5. Analisis Indeksikalitas dan Refleksivitas Strategi Mengendalikan
Pengelolaan Dana dengan Sistem Satu Pintu

No Sumber Indeks Data Percakapan Refleksivitas


data
1 Rosek yang mengelola Di daerah boleh saja mereka cari Penerimaan
pusat dana asal tidak melanggar aturan dan
kan, trus deal dananya. Tetep pengeluaran
dana harus yang mengelola pusat uang selalu
terus kami akan kirim sesuai lewat kantor
kebutuhan, by request sesuai pusat
dengan yang disepakati. Kan ada
proposalnya 10 juta nih, kita
transfer. Itu tersentral, jadi tidak
mereka sendiri, supaya
meminimkan rawan terjadi
penyelewengan.‖
Made satu pintu Memang kita harus satu pintu
kalok dapat dana, nggak bisa
langsung ke mereka. Harus ke
kita dulu baru kita salurkan ke
mereka. Seperti sumbangan ato
apapun harus ke PROFAUNA
dulu, baru kita inikan ke mereka.
Satu pintu…
Rosek tetep dari satu Di daerah pun kan mereka nggak
rekening, boleh. Keputusan mereka boleh
keputusan dari terima dana ato tidak tetep dari
pusat satu rekening, keputusan dari
pusat.
Made Jadi semua permintaan itu harus
ke Mas Rosek dulu. Jadi nanti
Mas Rosek yang memerintahkan
saya untuk mengeluarkan uang.
Memang sudah gitu SOP nya,
ndak langsung ke saya. Nggak
bisa… Jadi Pak Rosek yang
memutuskan uang itu keluar piro.
Made acc Sing penting sudah acc Pak
Roseknya berapa. Acc Pak
Rosek, saya nunggu Pak Rosek
bilang. Kadang saya tanyak (KE
ROSEK),
2 Rosek mereka harus Kemudian uang kan kita kasik ke Akuntabilitas
mempertanggungja koordinatornya, tapi mereka harus penerimaan
-wabkan itu mempertanggungjawabkan itu. dan
semua harus tercatat secara pengeluaran
tertulis dan ada bukti uang
pengeluaran. Dapet berapa
dikeluarkan berapa, saldo berapa.
Itu haruuussss (DENGAN
PENEKANAN).
Niar aku yang laporin Jadi order ke Tiara, Tiara kasi
barangnya, aku kasi uang tunai ke
Tiara, Tiara kasi barangnya, aku
kasi uang tunai ke Tiara, trus nanti
aku yang laporin ke Bu Made
kalok ada yang transfer sekian,
keperluannya untuk ini, itu harus

271
dicatet.
Made Pokoknya ada karena kebiasaan aja, bukan
Debet, Kredit, mahasiswa akuntansi. Pokoknya
Saldo, itu aja wes ada Debet, Kredit, Saldo, itu aja
wes, nggak usah yang lain-lain,
pusiiinggg…. (SAMBIL
TERTAWA).
Made Memang nggak Uangnya saya pakek untuk ini
rapiii sekali, tapi misalnya kalok memang belum
ada laporannya ada dananya. Tapi tetep ada
bahwa uang saya sekian sekian
sekian seperti itu. dipakek untuk
apanya itu tetep ada. Memang
nggak rapiii sekali, tapi ada
laporannya.‖
3 Niar Model laporan kas kecil dari dulu Pencatatan
sampe sekarang ya gitu aja. dan pelaporan
Sederhana. Setiap transaksi kan penggunaan
diisi di buku langsung, nota-nota dana kas kecil
diurut tanggal, ditempel, dicek
sama Bu Made, sama itung
uangnya. Slama ini nggak pernah
ada masalah tentang uang di
kantor. Mesti jelas semua dan Bu
Made juga selalu ngecek.‖
Niar ditulis di buku ya pokoknya ada laporannya, ada
harian Mbak, buku buktinya. Slain ada uang
kas kecil gitu lho mukanya, ada nota kas keluar,
ada formatnya kan. Jadi uang
sama kas keluar dikasi ke Nikita,
nanti Nikita kasikan ke aku
notanya sama kembaliannya.
Kalok uangnya Nikita kepakek ya
aku nambahi. Pokoknya keluar
masuk uang itu jelas ya. Itu harus
ditulis di buku harian Mbak, buku
kas kecil gitu lho.‖
Niar Laporan itu sudah ada , diarahin
oleh Bu Made ―bikin kayak gini aja
mbak‖, ya wes.
4 Rosek faktor kepercayaan Gak papa, ya jadi ya dari faktor Tidak semua
kepercayaan gitu lho. Karena ada bukti
kalok saya minta dengan tegas transaksi
kalian harus gitu per perahu, itu
impossible di sana.
Daniel ngecek lagi Dan sekali-sekali entah pak Rosek
entah siapa pasti datang ke sana
ngecek lagi. Ngecek sungguhan
pasti.‖
5 Made Kita memang Kita memang nggak pernah Laporan
nggak pernah laporan detil, kecil-kecil, karena keuangan tidak
laporan detil, kecil- kita tahu sebenarnya uangnya itu detil karena
kecil kurang (SAMBIL TERTAWA). kesadaran
bahwa jumlah
uang yang
diberikan
tidaklah cukup
6 Made Kalok lebih besar Kalok laporan keuangan juga Laporan
pasak daripada nggak. Ya yakin aja. Soalnya keuangan tidak
tiang ya hancur kasarannya gini, kalok saya dipublikasikan

272
sendiri korupsi, kasarannya ya….., ke masyarakat
sebenernya ya nggak korupsi
wong itu uang-uang saya sendiri,
itu ya saya hancur-hancur sendiri.
Itu aja sih. Itu kan sama dengan
menghancurkan diri sendiri, itu
aja. Kalok lebih besar pasak
daripada tiang ya hancur sendiri.
7 Rosek Ya buat Dia bilang saya ―tolong nanti bikin Laporan
laporan, dana itu untuk apa saja.‖ keuangan detil
Ya buat…. Tapi kalok ada orang dibuat jika
nyumbang 100 ribu, 50 ribu nuntut diminta
laporan kan habis waktu untuk pendonor
buat, ya bukannya mengecilkan
sumbangan itu. Kita lihat
kepantasannya Anda nyumbang.
Tapi kalok laporan keuangan per
tahun tetep ada.”
Made Mereka nggak Mereka nggak mintak. Karena
mintak mereka tahu nggak mungkin 50
juta itu cukup. Kita banyak
didukung oleh supporter. Tapi
tetap kita membuat laporannya.
Tetap…, tapi tidak detil
Made laporannya ya kira- Kayak computer itu kan punya
kira biasa, bukan umur ini nya, ya tiap tahun ada sih
laporan laba rugi, laporannya ke ini, kita kan punya
itu ndak NPWP, tapi laporannya ya kira-
kira biasa, bukan laporan laba
rugi, itu ndak…,
8 Made kita selalu kirim Kayak the Body Shop itu mereka Fleksibilitas
laporan nggak pernah minta laporan pembuatan
keuangan, tapi mereka selalu laporan kepada
kasik. Tapi kita selalu kirim donatur
laporan, tetep detil. Tapi mereka
sebenarnya nggak mintak detil
laporan. Tapi mereka hanya untuk
apa uangnya, seperti itu…
Made Bikin laporan Kalok laporan rutin nggak diaudit,
sesuai kebutuhan ya difile sendiri. Bikin laporan
sesuai kebutuhan. Kalok dana
khusus saya sendirikan, bikin
laporan khusus untuk program itu.
Saya pilah, supaya donaturnya
harus tau dana saya tinggal
berapa. Yang lain ya langsung
aja.”
9 Made Mereka percaya Pendonor lain ya dari supporter. Kepercayaan
Mereka kasih gak ada niatan dan keiklasan
untuk ini (DIBERI LAPORAN). dari pendonor
Kadang mereka juga ―tolong saya
tidak dicantumkan.‖ Ada yang tiap
bulan nyumbang, tapi mereka
nggak mau disebutkan. Mereka
juga tidak ada keinginan untuk
tahu uang itu digunakan untuk apa
saja. Mereka percaya. Sebagian
yang nyumbang juga mantan-
mantan staf juga. Jadi pada saat
mereka ikut suaminya, mereka

273
tahu betul kerjanya PROFAUNA
seperti apa, jadi mereka
menyumbangnya ya iklas betul
gitu.”
10 Made nggak pernah Selama ini selalu begitu. Saya Laporan
melaporkan di web memang nggak pernah keuangan
melaporkan di web. Jadi kita keep diaudit jika
sendiri. Gak selalu diaudit. Yang pendonor yang
itu pas dana dari Gibbon besar, dananya besar
milyaran. Pendonornya minta meminta hal itu
diaudit ya uda. Audit kan harus
bayar juga. Kalok nggak, ya
nggak.
11 Made tetep bikin laporan; Lebih ke arah sana sih. Laporan dibuat
Tapi saya gak ada PROFAUNA lebih banyak seperti sebagai
rincian itu itu. Tapi saya tetep bikin laporan. pertanggungja-
keluarnya untuk Misalnya uang yang masuk untuk waban tetapi
apa BTN sekian ya saya keluarnya tidak semua
sekian juga. Tapi saya gak ada dipertanggung-
rincian itu keluarnya untuk apa… jawabkan
gak ada, ya BTN gitu aja. Untuk
semua program lain juga gitu.”
Rosek kan nggak mungkin saya minta
tanda tangan mafianya. “Iya pak,
nggak apa-apa 50 juta, tapi tolong
tandatangan.” Itu lhooo kita.
Itu…yang nggak dipahami oleh
orang-orang yang donor gitu lho.
12 Made Sing penting itu Sing penting itu programnya Akuntabilitas
programnya apakah kita jalan. Mereka lebih lewat
apakah kita jalan seneng berita tentang itu, pemberian
program-program kita itu apa, infromasi
daripada berita nama mereka
dipasang sudah memberi donor.”
Rosek kita keluar publish Cuman biasanya sebelum kita
ke media keluar publish ke media, itu
mereka akan mengirim ke sini
dulu, seperti apa, didiskusikan…
OK, fixed…, sebarrrr…. Trus
dipublikasikan lewat web dan
jaringan kita di media
Rosek acc Humas gak ke satu orang. Semua
Campaign Officer punya hak
untuk buat Press release,
kemudian dengan persetujuan
dari ketua (acc-nya).
13 Made kita nggak pernah kalok ke masyarakat kita nggak Program kerja
woro-woro “ini pernah woro-woro “ini programku‖, detil tidak
programku”, biasanya ya program aja… dipublikasikan
ke masyarakat

274

Anda mungkin juga menyukai