Anda di halaman 1dari 15

Makalah kepemimpinan otoriter

BAB I

PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan hal yang amat dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari. Karena pada hakikatnya setiap organisasi, kelompok maupun
komunitas pasti memiliki sistem kepemimpinan. Baik yang secara formal tertulis
berikut dengan struktur organisasi maupun kepemimpinan yang sifatnya tidak
formal. Setap organisasi, kelompok maupun komunitas membutuhkan seorang
pemimpin (leader) sebagai panutan kehidupan mereka skaligus sebagai penengan
(problem solver) dari setiap masalah yang ada , juga sebagai pengambil
keputusan. Sayangnya banyak orang yang masih kurang memahami pentingnya
kepemimpinan. Beruntung saat ini ilmu tentang kepemimpinan mulai
diperhatikan sehingga muncullah berbagai training-training kepemimpinan
bahkan muncul pula diklat-diklat kepemimpinan di tingkat kampus dan sekolah.
Tipe kepemimpinan menurut G.R. Terry dapat kita bagi menjadi 4
(empat), yaitu :

1. Tipe Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)


 Tipe kepemimpinan seperti ini merupakan tipe kepemimpinan biasa dan
umum, biasanya diterapkan dalam perusahaan skala kecil.

2. Tipe Kepemimpinan non pribadi (Non personal leadership)


 Pada tipe kepemimpinan seperti ini terdapat pendelegasian wewenang
dari atasan kepada bawahan.

3. Tipe Kepemimpinan otoriter (Autoritarium leadership)


 Tipe kepemimpinan Otoriter identik dengan sistem yang keras dan
ketat. Dan biasanya ada sanksi-sanksi tegas untuk setiap pelanggaran peraturan.
 Ciri lainnya yaitu:
1. Kecenderungan menyamakan bawahan dengan alat perusahaan (robpt)
2. Berorientasi pada produksi
3. Mengabaikan peranan bawahan
4. Menuntut bawahan untuk menuruti setiap perintah
5. Pelaksanaan kebijakan dengan tegas dan kaku

4. Tipe kepemimpinan Demokratis (Democtratic Leadership)


 Pada tipe kepemimpinan ini terdapat kerjasama antara pihak atasan dan
bawahan. Dan biasanya setiap individu mendapat pembagian kerja yang
nantinya akan dipertanggungjawabkan dalam musyawarah atau rapat penutupan
kegiatan.
5. Tipe kepemimpinan Paternalistik (Paternalistic Leadership)
 Tipe kepemimpinan seperti ini bertindak layaknya seorang Bapak kepada
anaknya dengan cara memberi pengayoman kepada anak buahnya.

6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (Indogenius leadership)


 Dalam tipe kepemimpinan seperti ini biasanya orang yang paling unggul
dalam suatu bakat tertentu sesuai kelompok bakat tersebut akan menjadi
pemimpin. Contohnya dalam kelompok belajar matematika, umumnya orang
yang dinilai paling menguasai ilmu matematikalah yang ditunjuk sebagai ketua
kelompok.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang cenderung


memakai tipe kepemimpinan Demokratis dan tipe kepemimpinan otoriter.
Maraknya diklat-diklat kepemimpinan tersebut sebenarnya sangatlah
lumrah. Pasalnya, setiap manusia sebenarnya memang terlahir untuk menjadi
seorang pemimpin. Sayangnya dibutuhkan dana yang lumayan besar untuk
mengikuti training-training kepemimpinan bahkan sekedar untuk konsultasi saja
biaya yang dikeluarkan tidak bisa dibilang sedikit. Dengan kata lain pelatihan
kepemimpinan ini hanya bisa dinikmati oleh golongan menengah keatas. Tapi
ada juga hal yang ironi misalnya dalam pelatihan kepemimpinan ditingkat
sekolah. Kebanyakan remaja enggan mengikuti pelatihan kepemimpinan dengan
alasan malas. Menyikapi hal tersebut makalah ini hadir dengan maksud unuk
mempelajari lebih jauh mengenai kepemimpinan.
Setelah kita mengetahui tentang tipe kepemimpinan, maka dalam
makalah ini hal-hal yang akan dibahas hanyalah hal-hal yang berkaitan dengan
kepemimpinan otoriter. Hal ini dikarenakan luasnya ruang lingkup
kepemimpinan dan kompleksitasnya hal-hal yang berkenaan dengan
kepemimpinan. Oleh karena itu permasalahan khusu dalam ruang lingkup
kepemimpinan lainnya tidak akan dibahas.

BAB II

KEPEMIMPINAN OTORITER
Kajian Teori
Secara teori, kepemimpinan adalah kegiatan pokok dalam suatu
organisasi karena tanpa adanya kepemimpinan, Maka, organisasi itu akan
mengalami kemandegan (stagnan) bahkan kehilangan kontrol terhadap apa-apa
yang harus dilakukan dan apa-apa yang tidak boleh dilakukan. Sehingga batas-
batas kekuasaan (wewenang) dalam pengalihan keputusan menjadi kabur. Dan
memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan serta timbulny permasalahan-
permasalahan yang jika tidak segera diselesaikan akan mengganggu
kelangsungan perusahaan tersebut atau dapat pula mencemarkan nama baik
perusahaan. Disinlah sosok pemimpin sangat diperlukan. Ini berarti bahwa
pemimpin merupakan figur sentral dari keberhasilan suatu organisasi
Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad Mubjir (1997) menjelaskan bahwa
setiap manusia adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban tentang
yang dipimpinnya. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang memiliki
kecakapan dalam memimpin. Oleh sebab itu diperlukan pembelajaran dan latihan
yang efektif untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan (leadership).
Kepemimpinan dalam sebuah perusahaan biasa dipegang oleh seorang direktur,
direksi, komisaris, manajer dan sebagainya.

Faktor-faktor yang menentukan kecakapan dalam kepemimpinan,


yaitu:
1. Kondisi kematangan pemimpin (leadership Maturity Condition)
Tingkat kematangan pemimpin akan dipengaruhi oleh:
a. Nilai-nilai dan sikap pribadi
b. Pengetahuan yang dimiliki
c. Tingkat kecerdasannya
d. Keterampilannya
e. Komunikasi dan ekologi yang memperhatikan adanya interaksi antara
lingkungan dan manusia baik itu lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Ada banyak indikator yang dapat menunjukkan tingkat kematangan seorang
pemimpin. Dimana Seorang pemimpin dianggap sudah matang jika
memilikinya. Indikator tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. memiliki pandangan yang terarah terhadap persoalan yang dihadapi
2. Percaya diri dan antusias
3. Bertanggungjawab
4. Memiliki dasar pertimbangan yang obyektif dan tidak meragukan
5. memiliki wibawa
Kecakapan kepemimpinan biasanya akan memunculkan berbagai hal positif
sebagai indikator kesuksesan. Adapun dasar kepemimpinan yang baik akan
menunjukkan indikator sebagai berikut:
1. Adanya kepuasan dalam bekerja
2. Menciptakan kepuasan kerja bagi bawahannya
3. Orang – orang ingin memikul tanggungjawab (ingin ikut berpartisipasi)

2. Hubungan antar pergaulan pemimpin (Leadership Human Relationship)


Semakin luas pergaulan seorang pemimpin, semakin banyak ilmu,
pengalaman yang didapatnya serta semakin luwes pula dalam bertindak.

3. Tugas kewajiban kepemimpinan (Function of Leader)


Kepemimpinan memiliki 3 fungsi utama sebagai disiplin ilmu layaknya
disiplin ilmu lainnya yakni: fungsi menjelaskan, fungsi memprediksi, dan
fungsi mengontrol.
Fungsi-fungsi ini berlaku pula bagi para pemimpin (manajer). Fungsi
menjelaskan dalam sebuah perusahaan berarti seorang manajer harus mampu
menjelaskan mengapa suatu fenomena bisa terjadi dalam perusahaan yang
dipimpinnya? Apa yang menjadi penyebab sebenarnya? Yakni tidak hanya
sekedar penyebab yang tampak tetapi juga penyebab yang sesungguhnya baik
berkenaan dengan fenomena alam maupun fenomena sosial. Fenomena alam bisa
berupa banjir, gempa bumi dan berbagai peristiwa alam lainnya yang
mempengaruhi produktivitas perusahaan.sedangkan fenomena pasar dapat
berupa perubahan pasar dan selera konsumen atau hal-hal lain yang dapat
mempengaruhi permintaan dan penawaran tehadap suatu produk.

Point kedua, fungsi memprediksi (meramalkan) yaitu seorang manajer


harus memiliki kemampuan untuk dapat menunjukkan sesuatu yang akan terjadi
apabila sejumlah fenomena, indikator maupun data tertentu tampak dan
sebaliknya jika data, fenomena dan indikator tertentu tidak tampak. Dalam hal ini
seorang manajer dituntut untuk peka terhadap fluktuasi pasar sehingga dalam
perencanaan target-target perusahaan, target tersebut bisa dicapai secara riil.
jangan sampai membuat rencana (target) berlebihan karena akan membebani
semua pihak dan jangan membuat target yang kecil karena akan membuat
perusahaan tidak berkembang (stagnan). Jadi, usahakan untuk membuat target
yang proporsional dan berjenjang sesuai dengan perkembangan perusahaan.

Terakhir Fungsi mengontrol. Fungsi mengontrol adalah fungsi yang


berkaitan dengan kegiatan memeriksa, dan menguji apakah suatu kegiatan dalam
prakteknya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dan
intruksi-intruksi yang telah diberikan sehingga tidak menyalahi aturan yang ada
terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelimpahan wewenang dan alokasi
dana.
Unsur kepemimpinan sendiri merupakan bagian yang vital dari setiap
perilaku seorang manajer. Hal ini disebabkan para manajer dalam pekerjaannya
membawahi sekelompok orang-orang yang bekerja sama dalam melaksanakan
tugas dan membawanya ke suatu tujuan. Seorang manajer mungkin memimpin
kelompok kecil daripada orang-orang atau bisa saja memimpin suatu organisasi
berskala besar. Oleh karenanya, setiap manajer harus mau dan mampu untuk
mempelajari ilmu kepemimpinan serta mampu menerapkan ilmu tersebut dalam
dunia nyata untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang dipimpinnya. Pendek
kata, manajer adalah orang yang mengatur, membimbing dan memimpin
perusahaan dalam usaha kerjasama dengan menggunakan sgala sumber daya
yang ada (man, machine, methode,money, market,material and time). Adapun
sifat kepemimpinan dalam sebuah perusahaan tidak bersandar pada otonomi
pribadinya melainkan didesentralisasikan dengan mengadakan pembagian tugas
kepemimpinan dan kewenangan menurut hierarki organisasi.
Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan. Kata itu mungkin sering kita dengar. Tapi terkadang
kita bingung untuk mendefinisikannya secara tepat. Bahkan ada beberapa orang
yang belum tahu arti dari kepemimpinan itu sendiri. Berikut ada beberapa
pendapat yang berkenaan dengan definisi kepemimpinan menurut pendapat para
ahli:
1) Menurut Ralf Stogdil (1974)
Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi kelompok yang
terorganisir dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Menurut James H. Donelly
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, kegiatan yang merupakan
fungsi dari karakter pribadi peimpin dan pengikut serta sifat-sifat situasi yang
spesifik
3) Menurut Bedeian & Gullect Management (1983)
Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi kegiatan kelompok atau individu
menuju pencapaian tujuan perusahaan.
4) Menurut John A. Pearce dan Richard B. Robinson
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi yang lain untuk bekerja menuju
pencapaian tertentu.
5) Menurut Manual F. M
Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang-orang
sedemikian rupa sehingga memperoleh kesediaan, kepatuhan, kepercayaan
dan kerjasama yang loyal dengan maksud menyelesaikan tugas.
6) Menurut John Maxwell
Kepemimpinan adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi orang lain.
7) Menurut Gibson at.al (1997)
Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan
tugasnya dalam mencapai suatu tujuan.
8) Menurut Panji Anoraga (2000)
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain
melalui komunikasi baik individual maupun kelompok kearah percapaian
tujuan.
9) Menurut Komaruddin (1990)
Kepemimpinan merupakan seni koordinasi dan memotivasi orang-orang atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dapat mempengaruhi orang lain (Power –ability to
influence).
2. Orang-orang yang dapat pengaruh (Follower)
3. Adanya maksud-maksud dan tujuan yang hendak dicapai (Appropiate).
4. Adanya serangkaian tindakan tertentu untuk mempengaruhi dalam mencapai
maksud dan tujuan tertentu.
Pengaruh adalah hakikat kepemimpinan karena dalam
kepemimpinan, pengaruh sangat inheren dan merupakan kunci (key) untuk
melakukan tindakan nyata pada orang lain. Dengan demikian hendaknya setiap
pemimpin memiliki sifat, kualitas untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar
melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan, seorang
pemimpin melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia lakukan merupakan
pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (bentuk) kepemimpinan yang
dijalankannya.
Kepemimpinan Otoriter (autoritotian leadership)
Setiap mendengar kata otoriter, kita pasti akan terbayang dengan
seorang pimpinan yang mengharuskan segala kehendaknya terlaksana oleh
bawahannya. Otoriter juga terkadang dinisbatkan kepada seseorang yang berjiwa
‘pemaksa’, sampai-sampai orang lain dibuatnya tidak memiliki pilihan lain
kecuali pilihan yang ia sodorkan. Orang-orang seperti ini banyak disekitar
kita. Kita terkadang menyebutnya sebagai ayah atau ibu, manajer, atasan, lurah,
gubernur, bahkan presiden.
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai
diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah
menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus
dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah
sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman
dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter
hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
Tipe pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh,
teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat
dan instruksi-instruksinya harus ditaati.

Dalam Oxford Dictionary, otoriter (authority) didefinisikan


sebagai power to give orders; expert. Dalam dunia politik atau pemerintahan dan
bisnis, definisi pertama yang sering digunakan. Authority menunjukkan sifatnya
sedangkan otoriter merupakan pelakunya. Kira-kira seperti itu. Power to give
orders bisa berarti kekuasaan tak terbatas (unlimited power) yang membuat orang
yang berkuasa tersebut bisa seenaknya saja memberikan (to give) perintah
(orders). Singkatnya, seperti yang sudah didefinisikan sebelumnya, memerintah
orang lain seenaknya.

Beberapa negara menerapkan konsep otoriter ini dengan sangat baik.


Beberapa yang lain cukup kerepotan dan kebanyakan malah hancur berantakan.
Dalam jangka pendek, otoriter memang sangat bermanfaat dan memegang
peranan penting untuk memotong jalur birokrasi dan perintah yang berbelit-belit;
di sisi lain, otoriter menanamkan benih-benih pemberontakan karena, sama
seperti halnya kita, semua manusia memiliki pilihannya sendiri.
Lain halnya dengan kehidupan militer yang memang dekat dengan
sistem otoriter, masyarakat sipil dan bisnis tidak terbiasa dengan sistem ini. Anda
bisa tahu mengapa? Dalam militer, otoriter dapat berhasil dengan baik karena
para komandan mereka memberikan contoh yang sama persis dengan apa yang
mereka perintahkan. Perintah itu pun hanya terbatas pada perintah yang bersifat
umum, bukan pribadi. Kalaupun pribadi, saya berani bertaruh bahwa para
komandan mereka telah melakukannya terlebih dahulu.

Dunia sipil dan bisnis tidak dibangun dengan cara bagaimana dunia
militer dibangun. Sipil dan bisnis memiliki banyak sekali kemungkinan
pemecahan yang kreatif. Jika memang ingin menerapkan konsep otoriter dalam
dunia ini, sipil dan bisnis, Anda harus mampu memberikan contoh signifikan
yang sama persis dengan apa yang Anda perintahkan. Militer memiliki apa yang
tidak, atau belum, dimiliki oleh dunia sipil dan bisnis yaitu: kepemimpinan dan
keteladanan.

Anda dapat mencari contoh pemimpin otoriter dunia yang berhasil.


Mereka pasti memiliki kapasitas minimal dua hal diatas. Lainnya akan jatuh
berantakan dalam waktu dekat. Dan memang, hampir di manapun di permukaan
bumi ini, sistem otoriter tak akan bertahan dalam waktu yang sangat lama. Kini
kita kembali kepada dunia kecil kita dimana kita hidup dan beraktifitas. Apapun
jabatan Anda, entah sebagai bawahan atau atasan, Anda dapat menemui sikap
otoriter ini dimana-mana. Bila Anda sebagai bawahan, Anda mungkin merasakan
kejamnya otoriter. Namun bila Anda berada di ‘atas’, Anda tahu betapa
nikmatnya menjadi otoriter.

Pepatah mengatakan, “intolerance is the last defence of


insecure.” Inilah biasanya yang dilakukan para otoritarianisme ketika mereka
melihat tanda-tanda kejatuhan mereka. Mereka bersikap intoleransi. Mereka
menjadi uring-uringan. Kalap. Menghalalkan segala cara. Menindas dengan
kekuasaan. Membungkus perilaku jahatnya dengan kebohongan. Membentengi
dirinya dengan jabatan. Mencari aman. Lebih jauh lagi, sikap intoleransi ini
terlihat pada bagaimana mereka memperlakukan orang-orang yang menentang
mereka. Intimidasi. Ancaman. Perang urat syaraf. Penyerangan secara fisik.
Pemboikotan. Pemfitnahan. Pemecatan. Hingga rencana pembunuhan yang
tersusun rapi. Semuanya hanya karena sikap egoisme pribadi yang disebut dengan
otoriter.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dapat mempengaruhi orang lain (Power-ability to
influence).
2. Orang-orang yang dapat pengaruh (Follower)
3. Adanya maksud-maksud dan tujuan yang hendak dicapai (Appropiate).
4. Adanya serangkaian tindakan tertentu untuk mempengaruhi dalam
mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak
sebagai diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin
adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Pepatah mengatakan,
“intolerance is the last defence of insecure.” Inilah biasanya yang dilakukan
para otoritarianisme ketika mereka melihat tanda-tanda kejatuhan mereka.
Mereka bersikap intoleransi dan mencari aman. Lebih jauh lagi, sikap
intoleransi ini terlihat pada bagaimana mereka memperlakukan orang-orang
yang menentang mereka. Intimidasi. Ancaman. Perang urat syaraf.
Penyerangan secara fisik. Pemboikotan. Pemfitnahan. Pemecatan. Hingga
rencana pembunuhan yang tersusun rapi. Semuanya hanya karena sikap
egoisme pribadi yang disebut dengan otoriter.
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah :
Jika Anda sebagai korban otoriterianisme(aliran otoriter), pesan
saya bersabarlah. Jika Anda mampu, ajukan keberatan tentang sikap tersebut.
Diskusikan dan temukan jalan keluarnya. Jika Anda tidak mampu, bersabar
dengan tekanan mungkin tidak lebih baik, namun berjuang setengah-setengah
pun sama buruknya. Jika dapat, hindarilah dan keluarlah secepat mungkin.
Jika Anda adalah seorang otoritarianisme, saya sarankan untuk
menjalankannya dengan sangat baik. Bila perlu jalankan dengan sempurna.
Maksud saya, jalankan dengan penuh ‘keteladanan’ dan ‘kepemimpinan’ yang
‘berkualitas’. Jika Anda memaksa bawahan atau anak buah Anda untuk
melakukan sesuatu sekarang juga dengan sesempurna mungkin, lakukan hal
tersebut terlebih dahulu oleh Anda di depan mereka semua. Sama seperti
seorang komandan yang berlari terlebih dahulu sebelum menyuruh anak
buahnya berlari. Saya yakin Anda tidak akan bisa (atau tidak akan mau)
kecuali Anda seorang komandan militer. Jika Anda tidak dapat melakukan
keteladanan dengan ‘sempurna’, maka sebaiknya tinggalkan
sikap otoritarianisme Anda.
MAKALAH TEORI DAN GAYA KEPEMIMPINA

BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Studi Unieversitas Michigan
Setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas kepemimpinannya, manusia sebagai pemimpin minimal mampu memimpin
dirinya sendiri dan mempunyai kelebihan dibandingkan yang lainnya. Begitu pula setiap
organisasi harus memiliki pemimpin, tanpa pemimpin akan kacau karena harus ada orang
yang memerintah dan mengarahkan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisin.

Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan berarti


kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi,
mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa
orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang
dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu (Tim Dosen Administrasi Pendidikan
UPI,2009,125). Menurut Sindang P.Siagian (2003) kepemimpinan merupakan motor atau
daya penggerak dari semua sumber-sumber bagi suatu organisasi. Pembahasan tentang
kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok,
yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.
Tugas kepemimpinan, meliputi dua bidang utama, pekerjaan yang harus diselesaikan
dan kekompakan orang yang dipimpinannya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan
disebut task function. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perlu agar pekerjaan
kelompok dapat diselesaikan dan kelompokm mencapai tujuannya. Tugas yang berhubungan
dengan kekompakan kelompok dibutuhkan agar hubungan antar orang yang bekerjasama
menyelesaikan kerja itu lancar dan enak jalannya.
Kepemimpinan merupakan salah satu topik terpenting didalam mempelajari dan
mempraktekkan manajemen. Studi tentang kepemimpinan ini sejak dulu telah banyak
menarik perhatian para ahli. Sepanjang sejarah dikenal adanya kepemimpinan yang berhasil
dan tidak berhasil selain itu kepemimpinan banyak mempengaruhi cara kerja dan prilaku
banyak orang. Sebagian sebabnya sudah ada yang diketahui, sebagian belum terungkap. Oleh
karena itu kepemimpinan banyak menarik perhatian para ahli untuk mempelajari. Di Amerika
Serikat terdapat banyak serangkaian penelitian tentang kepemimpinan mulai dari yang klasik
sampai yang modern. Pada makalah ini akan diuraikan kembali tentang studi klasik dari
kepemimpinan tersebut, dalam hal ini kami memfokuskan kajian tentang studi kepemimpinan
Universitas Michigan.
Selama kurun waktu tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian
mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek
dari perilaku. Teori perilaku adalah teori kepemimpinan yang menjelaskan ciri-ciri perilaku
seorang pemimpin dan ciri-ciri perilaku seorang bukan pemimpin. Kebanyakan studi
mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk
mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan.
Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan
dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan.
Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk
menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan.
Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini
adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang
puas. (massofa.wordpress.com) Ada berbagai aliran dan teori perilaku diantaranya: Ohio
State University, University of Michigan, The Managerial Grid. Namun dalam makalah ini
kami akan memfokuskan pembahasan tentang studi kepemimpinan University of Michigan.
Studi kepemimpinan Universitas Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich,
mengidentitikasi dua bentuk perilaku pemimpin yaitu : Perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada pekerjaan/tugas (The Job Centered) dan bentuk Perilaku kepemimpinan
terpusat pada pegawai/bawahan (The Employee centered).
Menurut Robbins (2003) studi kepemimpinan yang dilakukan oleh Pusat Riset dan
Survei Universitas Michigan pada waktu yang kira-kira bersamaan dengan yang dilakukan di
Ohio, mempunyai sasaran penelitian yang serupa: mencari karakteristik perilaku pemimpin
yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Kelompok Michigan juga
sampai pada dua dimensi perilaku kepimipinan yang mereka sebut beroriantasi bawahan dan
berorientasi produksi. Pemimpin yang berorientasi-bawahan dideskripsikan sebagai
menekankan hubungan antarpribadi; mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan
bawahan mereka dan menerima perbedaan individual di antara anggota-anggota. Sebaliknya
pemimpin yang berorientasi-produksi, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari
pekerjaan – perhatian utama mereka aalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan
anggota-anggota kelompok adalah alat untuk tujuan akhir itu.
Pusat Riset Micihigan University melakukan suatu penelitian. Penelitian ini
mengidentifikasikan dua konsep yakni orientasi produksi (production orientastion) dan
orientasi bawahan (employee orientation). Pemimpin yang menekankan pada orientasi
bawahan sangat memperhatikan bawahan, di mana mereka merasa bahwa setiap karyawan itu
penting, dan menerima karyawan sebagai pribadi. Sedangkan pemimpin yang berorientasi
pada produksi sangat memperhatikan hasil dan aspek-aspek kerja untuk kepentingan
organisasi, dengan tanpa menghiraukan apakah bawahan senang atau tidak. Kedua ini hampir
sama dengan tipe otoriter dan tipe demokrtatis. (Wahjo Sumidjo, Kepemimpinan dan
Motivasi, Jakarta: Ghalia, 1987:66.)
Dalam mengadakan penelitian pusat riset survei universitas Michigan bekerjasama
dengan riset angkatan laut yang tujannya untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas
kelompok, dan kepuasan anggota kelompokyang diperoleh dari partisipasi mereka. Untuk
mencapai tujuan ini maka pada tahun 1947, dilakukan penelitian di Newark, new Jersey, pada
perusahaan asuransi Prudental. Pada penelitian Newark, New Jersey tersebut pengukuran
yang sistematis dibuat berdasarkan persepsi dan sikap para pekerja. Variabel-variabel ini
kemudian dihubungkan dengan pengukuran-pengukuran pelaksanaan kerja.
Hasil menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih
menyukai:
1. Menerima pengawasan dari pengawas-pengawas mereka yang bersifat terbuka di
banding yang terlalu ketat.
2. Menyukai sejumlah otoritas dan tanggungjawab yang ada pada pekerjaan mereka
3. Menggunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan
4. Memberikan pengawasan terbuka kepada bawahannya dari pada pengawasan yang ketat
5. Berorientasi pada pekerja dari pada berorientasi pada produksi.
Menurut Fred Luthans pengawasan seksi produksi rendah memiliki karakteristik dan
teknik-teknik yang berlawananan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan-pengawasan yang
ketat yang berorientasi pada produksi. Penemuan lain yang penting tapi kadang-kadang di
abaikan adalah bahwa kepuasan karyawan tidak secara langsung berhubungan dengan
produktivitas.
Pada umumnya orientasi pengawasan karyawan seperti yang diuraikan di atas telah
memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan seacra tradisional bagi
kepemimpinan. Hasil-hasil dari penemuan prudential diatas telah banyak dikutib untk
membuktikan teori-teori dalam hubungan kemanusiaan. Penemuan ini kemudian banyak
diikuti oleh ratusan penemuan-penemuan berikutnya dibidang yang luas pada pemerintahan,
industri, rumah sakit dan organisasi lainnya. Sebagai bukti pada tahun 1961, Rensis Likert,
direktur dari penelitian ilmu-ilmu sosial, Universitas Michigan, mengeluarkan hasil penelitan
tahunannya yang berjudul New Pattern of Management, walaupun dalam penelitian tersebut
banyak terdapat variasi dan penyempurnaan dari hasil penemuan yang lalu namun dalam
New Pattern tersebut secara esensial masih banyak dijumpai kesamaan dengan penelitian
diperusahaan Prudential diatas (Miftah Toha, 2001,21)
Berdasarkan penelitian universitas michigan tersebut ada dua macam tipe perilaku
kepemimpinan yang telah kami sebutkan diatas. Rensis leinkert memberikan uraian
karaktesitik dari masing-masing tipe kepemimpinan tersebut. Dalam tipe kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
2. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
3. Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai
dengan keinginannya.
4. Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan
pengembangan bawahan.
Sedangkan tipe kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan ditandai
dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada
bawahan.
2. Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
3. Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.
Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan
adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat system
tersebut terdiri dari:
1. Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para
bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku
ditetapkan oleh pemimpin. Manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman; komunikasi
atas ke bawah dengan kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan bawahan memiliki
jarak yang jauh.
2. Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk
memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan. Manajemen menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke atas dibatasi
untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan sementara datang dari
atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan ke tingkat yang lebih rendah,
atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
3. Sistem 3, konsultatif:
pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu
didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan
mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman. Manajemen menawarkan hadiah, kadang-
kadang hukuman; keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa yang lebih luas
keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke atas
sementara komunikasi penting hati-hati.
4. Sistem 4, partisipatif:
adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya
berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila
pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi
bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi
juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
Manajemen kelompok mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan
kinerja yang tinggi dengan beberapa penghargaan ekonomi; komunikasi mengalir ke segala
arah dan terbuka dan jujur dengan pengambilan keputusan melalui proses kelompok dengan
masing-masing kelompok terkait dengan orang lain dengan orang-orang yang menjadi
anggota lebih dari satu kelompok yang disebut menghubungkan pin; dan bawahan dan atasan
dekat. Hasilnya adalah produktivitas yang tinggi dan lebih baik hubungan industrial.

B. GAYA KEPEMIMPINAN
1. Teori Kontingensi
1.1 Teori Fiedler.
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena
teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi.
Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada
kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi
menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi
dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yang spesifik.
Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh
karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau
pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami
bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi
lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.
Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan
kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan
dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap
efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.

Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization


context). Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader
Orientation dan Situation Favorability.
1. Leader Orinetation :
apakah pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi padarelationship atau beorintasi
pada task. Leader Orientation diketahui dari Skala semantic differential dari rekan yang
paling tidak disenangi dalam organisasi (Least preffered coworker = LPC) .
LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah
menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang
tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC
yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler memprediksi
bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada
tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang
mengutamakan orientasi kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol
situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC
akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. Situation favorability adalah : sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendailikan suatu
situasi, yang ditentukan oeh 3 variabel situasi, yaitu :
1. Leader-Member Orintation: hubungan pribadi antara pemimpin dengan para anggotanya.
2. Task Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan
oleh anggota organisasi.
3. Position Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena
kedudukan.
Situation favorability tinggi jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation
Favoribility rendah jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit.

1.2 Teori Path Goal.


Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan
kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin
memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya.
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan.
Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam
pencapaian tujuan-tujuan bernilai mereka.
Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan
mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para
bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik
tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Path Goal Theory menekankan pada cara-cara pemimpin memfasilitasi kinerja kerja
dengan menunjukkan pada bawahan bagamana kinerja diperoleh melalaui
pencapaian rewards yang diinginkan. Path Goal theory juga mengatakan bahwa kepuasan
kerja dan kinerja kerja tergantung pada expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan
bergantung pada ciri-ciri bawahan dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan. Kepuasan
dan kinerja kerja bawahan bergantung pada leadership behavior dan leadership style.
Ada 4 macam leadership style :
1. Supportive Leadership: Gaya kepemimpinan ini menunjukkan perhatian pada kebutuhan
pribadi karyawannya. Pemimpin jenis ini berusaha mengembangkan kepuasan hubungan
interpersonal diantara para karyawan dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat
di dalam organisasi.
2. Directive Leadership: Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada
Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja kerja dan meminta
karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.
3. Achievement Oriented Leadership: Pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang
pada bawahannya dan meminta bawahan untuk mencapai level performens yang tinggi.
4. Participative Leadership: Pemimpin yang menerima saran-saran dan nasihat-nasihat
bawahan dan menggunakan informasi dari bawahan dalam pengambilan keputusan
organisasi.
Hal yang menentukan keberhasilan dari setiap jenis kepemimpinan tersebut
adalah subordinate characteristics (contohnya: Karyawan yang internal l locus of control
atau external locus of control, karyawan yang mempunyai need achievement yang tinggi atau
need affiliation yang tinggi, dll.) dan environmental factors (system kewenangan dalam
organisasi).
1.3 Teori Vroom dan Yetton.
Leader-Participation Model ditulis oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat
teori kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan
jumlah peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom
mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada
gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan dan faktor lingkungan.
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan yang dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan
mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan
mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang bersangkutan
melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam
jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan
baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya.
Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan
produktivitas.
Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang
menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Dalam hal
ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :

1. A-I : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada


padanya saat itu.
2. A-II : pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil
keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya
memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
3. C-I : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan
secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua
bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
4. C-II : pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu
menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil
keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
5. G-II : pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara
berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil
keputusan yang disetujui oleh semua pihak.

contoh kasusnya, dalam sebuah took kue, pemimpin took akan membicarakan masalah
yang terjadi, misalnya cara menarik minat pembeli agar menjadi pelanggan tetap tokonya.
Pemilik took akan mengumpulkan semua karyawannya dan menanyakan pendapat mereka.
pemilik akan menampung semua gagasan mereka, lalu memilih gagasan yang dianggap
paling menarik dan disetujui oleh semua karyawannya.
Contoh kasus diatas, itu sesuai dengan cirri pengambilan keputusan G-II yang
dikemukakan oleh vroom & yetton. Dan menurut saya, ciri G-II adalah yang paling layak
digunakan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan dan
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar
menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu
tercapainya suatu tujuan tertentu (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,2009,125).
Menurut Sindang P.Siagian (2003)
kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber-sumber
bagi suatu organisasi. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya
kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan
seseorang.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization
context). Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader
Orientation dan Situation Favorability.

DAFTAR PUSTAKA
1. havidzulloh.blogspot.com/2010/08/studi-kepemimpinan-michigan.html
2. http://inet.detik.com/read/2012/04/19/092110/1896016/398/bersih-bersih-yahoo-buang-
50-produk
3. http://www.shvoong.com/business-management/human-resource-managementdouglas-
theory-management/
4. http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/
5. http://www.envisionsoftware.com//TheoryX
6. http://www.accel-team.com/human_relations/mcgregor
7. Vroom, VH dan Yetton, PW (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
Pittsburg: University of Pittsburg
8. Munandar, Ashar Sunyoto . 2001 , Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta.
Universitas Indonesia
9. Edgar, H Schein. 1991, Psikologi Organisasi, Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo

Anda mungkin juga menyukai