NPM : 130810265
FAKULTAS EKONOMI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Kepemimpinan dan organisasi merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan antara atu
dengan yang lainnya. Istilah kepemimpinan sesungguhnya telah lama menjadi bahan
perbincangan oleh banyak orang ilmuam dan praktisi. Kepemimpinan acapkali diasosiasikan
dengan orang-orang yang dinamis dan kuat yang memimpin bala tentara, mrngendalikan
perusahaan besar, atau menentukan arah suatu bangsa dan masyarakat.
Untuk menunjukan berapa pentingnya kepemimpinan dan betapa manusia
membutuhkannya, sampai ada pendapat yang keras mengatakan bahwa dunia atau umat manusia
di dunia ini pada hakekatnya hanya ditentukan oleh beberapa orang saja, yakni berstatus sebagai
pemimpin. Dalam organisasi kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk memeberikan pengarahan
terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa Pemimpin
atau bimbingan, hubungan antara tujuan perserangan atau tujuan organisasi mungkin menjadi
renggang.
Oleh karena itu, Kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses.
Terlebih lagi pekerja-pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang
dalam pencapaian tujuan organisas, dan paling tidak gairah para pekerja memerlukan
kpemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan mereka tetap
harmonis dengan tujuan organisasi. Ciri dan sifat kepemimpinan adalh Kpemimpinan yang
efektif yaitu kemampuan seseorang pemimpin untuk mempengaruho atau memotivasi (bawahan)
untuk bisa bekerja dengan benar dan baik, sehingga tujuan bisa dicapai sesuai dengan
perencanaan.
Untuk memahami beberapa hal tentang kepemimpinan dalam makalah ini dibahas
beberapa hakekat kpemimpinan, teori kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin sejati, dan
hubungan pemimpin dalam kearifan lokal.
IV METODE PENULISAN
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. . Penulis
banyak menggunakan buku – buku dan teori yang berkaitan dengan kepemimpinan sebagai
bahan refrensi.
V. RUANG LINGKUP
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka ruang lingkup hanya
membahas tentang kepemimpinan dan sifat-sifat yang haris dimiliki untuk menjadi pemimpin
yang baik serta hubungan dengan kearifan lokal.
PEMBAHASAN
BAB 1
DEFENISI PEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan selalu menjadi objek pembicaraan yang menarik sepanjang sejarah manusia di
manapun. Hal ini antara lain disebabkan betapa besarnya pengaruh seorang pemimpin baik
dalam satu kelompok masyarakat, dalam sebuah organisasi atau negara bahkan dunia. Betapa
besarnya pengaruh seorang pemimpin, lihat saja misalnya Presiden Amerika Serikat George
Bush, disebabkan keputusannya, ribuan nyawa manusia hilang dengan sia-sia di Irak. Kita
pernah mendengar kisah pemimpin yang arif bijaksana, otoriter sampai pemimpin yang kejam.
Selanjutnya, untuk memberikan pemahaman secara mendalam tentang pengertian kepemimpinan
berikut ditulis berbagai pendapat sebagai berikut:
1. James J Cribin mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan memperolrh konsensus dan
keikatan pada sasaran bersama, melampoi syara-syarat organisasi, yang dicacpai ddengan
pengalaman sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja.
2. Miftah Thoha mendefinisikan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang
lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangn maupun kelompok.
3. James A.F Stoner mengatakan bahwa kepemimpinan manajerial adalah suatu proses
pengarahan dan pemberian pengaruh kepada kegiatan – kegiatan dari sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugassnya.
4. Chung dan Megginson mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah kesanggupan
mempengaruhi perilaku orang lain dalam suatu arah tertentu.
Dewasa ini manusia sering beranggapan bahwa pemimpin haruslah menjadi orang yang
dihormati dan dilayani oleh para pengikutnya. Tanpa hak-hak spesial seperti itu, maka seorang
dirasakan tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Akan tetapi, hal di atas tidak
sesuai dengan konsep modern kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang melayani, sebab
pemimpin yang melayani adalah seorang yang menggerakkan dan mentransformasi orang secara
khas.
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah
jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang
seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan
bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa
dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari
hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya, kemudian menciptakan kondisi
yang membuat komunitas atau organisasinya bergerak menuju visi tadi. Sementara ia dan
pengikutnya bergerak mereka mengalami perubahan atau transformasi. Kemampuan untuk
menimbulkan gerak dan transformasi terjadi karena berakar dari kepercayaan, baik yang berasal
dari pencipta dan manusia lainnya.
Teori tentang kepemimpinan yang melayani mulai muncul sejak tahun 1977 ketika R.K. Green
Leaf menulis buku " Servant Leadership : A Journey Into the Nature of Legitamate Power and
Greatness".
Seorang pemimpin yang melayani hanya dapat melakukan hal itu bila ia menghayati makna
peran sebagai orang yang melayani. Ia melakukan hal itu karena ingin melayani orang-orang, ia
terdorong untuk membuka kesempatan agar orang-orang disekitanya memiliki kebebasan lebih
luas untuk berkembang atau mengalami transformasi. Dengan bahasa sederhana ia dapat menjadi
pemimpin yang melayani bila memiliki hati yang melayani.
Secara definisi seorang yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat peduli atas
pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya, karena itu ia
mendahulukan hal-hal tersebut daripada pencapaian ambisi pribadi (personal ambitious) dan
kesukaannya saja. Impiannya ialah agar orang yang dilayaninya tadi akan menjadi pemimpin
yang melayani juga.
Seorang pemimpin yang matang akan menyadari bahwa pola atau gaya dan paradigmanya
memang baik untuk masa dimana ia melayani, namun di masa depan corak lingkungan kerja,
dinamika organisasi dan komunitasnya akan berbeda sehingga dibutuhkan suatu pendekatan,
pola dan gaya kepemimpinan yang baru. Pemimpin yang berhasil juga memiliki kesadaran
tentang life cycle atau daur hidup komunitas yang dipimpinnya. Ada masa lahir, masa
pertumbuhan, ada masa puncak dan ada masa penurunan serta uzur. Pada setiap masa dibutuhkan
corak kepemimpinan yang berbeda-beda. Kematangan seorang pemimpin juga akan terlihat
dalam kesediaanya menerima fakta bahwa orang yang dipersiapkannya mungkin akan
menentangnya, mengkritik kebijakannya dan mengubah banyak hal.
Kepemimpinan Sejati
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan
karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau
gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika
seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace)
dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai
memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from
the inside out ).
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan
seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi
lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. ” I don’t think
you have to be waering stars on your shoulders or a title to be leadar. Anybody who want to raise
his hand can be a leader any time”,dikatakan dengan lugas oleh General Ronal
Fogleman,Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak berpikir anda
menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin. Orang lainnya yang ingin
mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain waktu.
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang
dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan
mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang
pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para
pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor & praise)
dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa
dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan
pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup
Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari
negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun
penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau
menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya
menderita selam bertahun – tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan
dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan
karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam,
tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan
menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah
menjadi pemimpin sejati.
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan
sejati, yaitu :
· Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ
berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang
pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
· Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner
maupun aspek manajerial.
· Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin
yang berarti kehidupan).
· Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang
sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya
(self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan
bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang
lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna
kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting
yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).
2. Visi yang jelas (clear vision).
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh,
belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal,
kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan).Seperti yang dikatakan
oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to keep growing. The the day I
stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya
cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya
berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tsb.
Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan pengetahuan,
kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan
berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang
dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang
dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh didiamkan.
Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan,
seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.
Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang muncul
dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat. Contohnya adalah masalah
banjir yang di alami masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali, seringkali terjadi banjir
di wilayah Kuta. Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat tidak
menguntungkan. Masalah ini haruslah segera ditangani. Dalam hal pembuatan drainase dan
infrastruktur lainnya, diperlukan kematangan rencana agar pembangunan yang dilaksanakan
tidak berdampak buruk. Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong
bisa menurunkan debit air yang meluber ke jalan.
BAB 2
PEMIMPIN FORMAL, INFORMAL DAN ETIKA PROFESI PEMIMPIN
Pengertian Pemimpin Formal adalah orang yang oleh organisasi atau lembaga tertentu ditunjuk
sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu
jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya,
untuk mencapai sasaran organisasi.
Pengertian Pemimpin Informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal
sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan
sebagai orang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau
masyarakat.
Berikut Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada beberapa kriteria diantaranya adalah
sebagai:
1. Kemampuan “memikat” hati orang lain.
2. Kemampuan dalam membina hubungan yang serasi dengan orang lain.
3. Penguasaan atas makna tujuan organisasi yang hendak dicapai.
4. Penguasaan tentang implikasi-implikasi pencapaian dalam kegiatan-kegiatan operasional.
5. Pemilihan atas keahlian tertentu yang tidak dimili ki oleh orang lain.
Telah dikemukakan bahwa tidak ada pemimpin tanpa adanya pihak yang dipimpin. Pemimpin
timbul sebagai hasil dari persetujuan anggota organisasi yang secara sukarela menjadi pengikut.
Pemimpin sejati mencapai status mereka karena pengakuan sukarela dari pihak yang dipimpin.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa baik pemimpin formal, maupun pemimpin informal dapat
menduduki jabatan kepemimpinannya disebabkan oleh factor berikut :
1. Penunjukan dan penetapan dari atasan.
2. Karena warisan kedudukan yang berlangsung turun-temurun.
3. Karena dipilih oleh pengikut dan pendukungnya.
4. Karena pengakuan yang tidak resmi dari bawahan.
5. Karena kelebihannya memiliki kualitas pribadi.
6. Karena tuntutan situasi – kondisi atau kebutuhan zaman.
BAB 3
TEORI KEPEMIMPINAN
Berdasarkan pengalaman kajian empirik dan analisa para ahlia ada tiga teori tentang timbulnya
kepemimpinan yaitu:
1. Teori Genetik, dimana seseorang telah ditakdirkan untuk memiliki bakat-bakat
kepemimpinan sejak ia dilahirkan sebagai suatu keturunan menurut kodrat alam.
2. Teori Sosial, yaitu seseorang bisa menjadi pemimpin apabila ia dididik dan diberi
pengalaman tentang kepemimpinan.
3. Teori Ekologis, teori ini lahir sebagai respon terhadap kedua teori diatas dimana seseorang
akan menjadipemimpin yang baik, apabila sejak lahirnya dikaruniai bakat kepemimpinan yang
dikembangkan secara teratur dan pengalaman-pengalaman kerja sehingga bakatnya berkembang
menjadi kepribadiannya.
Sebenarnya untuk lahirnya seorang pemimpin yang jitu, dapat memenuhi seluruh persyaratan
yang diharapkan sukar sekali. Juga untuk memperoleh seorang pemimpin itu tidak mudah, begitu
saja dicetak atau diproduksi dibangku sekoloah/pendidikan tetapi kematangan seorang pemimpin
itu akan dipengaruhi oleh :
Nilai-nilai dan sikap pribadi.
Pengetahuannya.
Kecerdasannya.
Komunisakasi dan ekologi yang memperhatikan adanya interaksi antara
lingkungan dan manusia itu baik lingkungan biologis, sosial maupun fisik.
Ukuran sejati seorang pemimpin ialah kesangguapannya dalam mendapatkan orang-orang
lain bertindak, untuk membantu hasil-hasil yang akan dituju. Dasar pemimpin yang baik ada tiga
3 Dugaan yang menjadi faktor utama dalam kemajuan yaitu :
1. Seseorang bisa mendapatkan salah satu sumber kepuasan yang tak terhingga
misalnya didalam pekerjaannya yang dilakukannya.
2. Dapat menciptakan syarat-syarat yang akan membantu bawahannya mendapatkan
kepuasan dalam pekerjaan.
3. Orang-orang ingin memikul tanggung jawab. Efektifitas pemimpin akan langsung
berhubungan dengan mutu keputusan-keputusan yang diambilnya.
Dengan cepat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, tanpa adanya penghamburan baik biaya
maupun teknis-teknis penyelenggaraan. Kecakapan kepemimpinan seseorang itu menurut banyak
ditentukan oleh :
Kondisi kemasakan kepemimpinan (Leadhership Maturity Conditions).
Hbungan antar pergaulan pemimpin (Leadership Human Relationship).
Tugas kewajiban kepemimpinan (Function Of Leader). (Wiyono Hadikusumo :
1973).
B. Teori Kepemimpinan
Ada beberapa teori kepemimpinan yang dikemukakan anatara lain:
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut
timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh
kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang
dengan berbagai sifat. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian
(1994:75-76) adalah:
a. pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan.
b. sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan,
ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas
integratif.
c. kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara
efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif,
tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan)
dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan
akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai
pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip
keteladanan.[3]
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu
ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal
ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah
tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada
hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta
menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku
pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis
pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.[4]
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada
dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah
fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443).
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan
dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P.
Siagian (1994:129) adalah:
1. Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2. Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3. Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
4. Norma yang dianut kelompok
5. Rentang kendali
6. Ancaman dari luar organisasi
7. Tingkat stress
8. Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca" situasi yang
dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi
tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan
menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar
biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar
jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap
memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman,
yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik
memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas
kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun
sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem
perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2)
menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-
upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang
keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-
kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
(3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri,
(5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang
akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas
pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut,
(9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan
bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya
dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam
kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya
sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak
mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi
kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin
biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena
itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak
mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini
mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan
penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan
sugesti bawahan.
BAB 5
KOORDINASI
a. Pengertian Koordinasi
Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinareyang berarti to regulate. Dari
pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan
yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank
or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal
tertentu[5].
Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenanganuntuk menggerakkan,
menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau
berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangngkan secara fungsional,
koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan
mengefektifkan pembagian kerja5.
Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatanbersama secara mengikat
berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu
semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan
di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain[6].
Koordinasi menurut Awaluddin Djamin dalam Hasibuan (2011:86) diartikan sebagai suatu
usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu,
sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. Dengan demikian
koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan
tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.
Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena
koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang
efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapain ya koordinasi.
Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah
tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan
efisien). Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-
satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat
guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kordinasi adalah proses
kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam
proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan
kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua
belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain
keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.
b. Macam-Macam Koordinasi
Koordinasi dapat dibedakan menjadi :
1. Koordinasi hierarkis (vertikal), yang dilakukan oleh pejabat pimpinan dalam suatu
instasi terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.
2. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat
atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas-asas fungsional.
Koordinasi ini dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, diagonal, dan teritorial.
a. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh seorang atau suatu instansi lain yang
setingkat. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh pejabat atau instansi terhadap
pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.
b. Koordinasi fungsional teritorial dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi ter hadap
pejabat atau instansi lainnya yang berada didalam suatu wilayah tertentu dimana semua
urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi tanggung jawabnya.
c. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Prinsip koordinasi disingkat menjadi KOORDINASI.
1. Kesamaan
Sama dalam visi, misi, dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of
purpose).
2. Orientasikan
Titik pusatnya pada sekolah (sebagai kordinator) yang simpul-simpulnya stakeholder
sekolah.
3. Organisasikan
Atur orang-orang yang berkoordinasi untuk membina sekolah, yaitu harus berada dalam satu
payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
4. Rumuskan
Menyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab, dan tugas masing-masing agar tidak
tumpang-tindih.
5. Diskusikan
Mencari cara yang efektif, efesien, dan komunikatif dalam berkoordinasi.
6. Informasikan
Semua hasil diskusi dan keputusan mengalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem
jaringan koordinasi (coordination network system).
7. Negosiasikan
Dalam perundingan mencari kesepakatan harus saling menghormati (team spirit) dan
usahakan menang-menang, jangan sampai pihak sekolah sebagai koordinator justru
dirugikan.
8. Atur jadwal
Rencana koordinasi harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
9. Solusikan
Satu masalah dalam simpul jaringan harus dirasakan dan dipecahkan semua stakeholders
dengan sebaik-baiknya.
10. Insafkan
Setiap stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap dan siap
menginformasikannya sesuai kebutuhan koordinasi.
d. Jenis-Jenis Koordinasi
1. Koordinasi Vertikal
Koordinasi vertikal ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada atasannya
dan kepada bawahannya. Misalnya, koordinasi Kepala Sekolah dengan Kepala Dinas
Pendidikan dan atau bawahannya.
2. Koordinasi Fungsional
Koordinasi Fungsional ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala
Sekolah lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi.
Koordinasi Fungsional dibedakan atas :
a. Koordinasi fungsional horizontal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan
Kepala Sekolah lainnya yang setingkat. Misalnya, Kepala SMPN1 dengan Kepala SMPN2.
b. Koordinasi fungsional diagonal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan
Kepala Sekolah lain yang lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, Kepala
SMPN1 dengan Kepala SDN57 atau dengan staffnya.
c. Koordinasi fungsional teritorial, koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan pejabat
atau Kepala Sekolah lain yang berada dalam wilayah tertentu dimana semua urusan yang ada
dalam wilayah tersebut menjadi kewenangan dan tanggung jawab Kepala Sekolah
bersangkutan selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal. Misalnya, Kepala SMP
Percobaa dengan Kepaa-Kepala SMP Target di Kabupaten X.
3. Koordinasi Institusional
Koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan beberapa instansi yang menangani sat
urusan tertentu yang bersangkutan. Misalnya, untuk urusan kepegawaian, Kepala Sekolah
melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Badan Diklat
Daerah.
1. Fungsi informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya,seluruh anggota dalam
suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik,dan lebih
tepat.
2. Fungsi regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
a. Ada dua hal yang berpengaru terhadap fungsi regulatif
b. Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka
memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.
c. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message,pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja.
3. Fungsi persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil
sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka
memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah
4. Fungsi integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.
D. Gaya Komunikasi Kepemimpinan
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah dari gaya komunikasi
pemimpin pada perusahaan, dan intensitas komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku orang lain,
agar melakukan kegiatan/pekerjaan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai seorang pemimpin.
Konsep hubungan atasan-bawahan bersandar kuat pada perbedaan dalam otoritas, yang
diterjemahkan menjadi perbedaan dalam status, hak, dan pengawasan. Kualitas komunikasi
antara bawahan dengan atasan merupakan fungsi dari hubungan antar personal yang dibangun di
antara mereka dan bagaimana hubungan ini memenuhi bawahan.
Gaya komunikasi mengendalikan (dalam bahasa Inggris: The Controlling Style) ditandai dengan
adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan
nama komunikator satu arah atau one-way communications. Gaya komunikasi ini dapat dibagi
atas beberapa bagian antara lain :
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of
communication merupakan gaya komunikasi yang ideal.
3. Hambatan-hambatan dalam komunikasi kepemimpinan
a. Hambatan dalam proses komunikasi pada umumnya
· Hambatan yang bersifat geografis
Proses komunikasi yang terjadi antar dua individu atau lebih akan mudah berlangsung jika kedu-
duanya berada dalam tempat yang tidak berjauhan. Tetapi bila berjauhan maka aka nada
kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi.
· Hambatan yang bersifat biologis
Yaitu dikarenakan perbedaan biologis manusia contohnya panca indra, tidak semua punya panca
indra lengkap/normal.
· Hambatan yang bersifat teknis
Didapati pada alat-alat komunikasi massa yang tidak selamanya bekerja dengan
normal/sempurna
· Hambatan yang bersifat sosil-budaya
Ada pertentangan paham/ideology di antara golongan dalam masyarakat sehingga sulit
dipertemukan.
Menurut Sondang P. Siagian, terdapat lima fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki,
yaitu:
Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan
Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak diluar organisasi
Pimpinan selaku komunikator yang efektiff
Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan kedalam, terutama dalam menggatasi
konfliik
Pimpinan selaku integrator yang efektif,rasional, objektif dan netral.
Peran Pemimpin
Peranan Staf
Definisi dari staf itu sendiri adalah Seorang yang memberikan saran dan pelayanan kepada
fungsi lini dalam suatu organisasi .Telah dikemukakan bahwa dalam organisasi bentuk lini dan
staf ada dua kelompok tenaga kerja. Kelompok pertama adalah mereka yang tugas utamanya
bersifat menterjemahkan tugas pokok menjadi aktivitas, sedang di pihak lain terdapat mereka
yang tugasnya melakukan kegiatan-kegiatan penunjang demi lancarnya roda organisasi dan
mekanisme kerjasama yang harmonise baik secara kwantitatif maupun kualitatif kedua
kelompok ini mempunyai peranan penting dalam merealisasi tujuan organisasi.Secara efektif
dan efisien. Sepintas lalu kelihatan seolah-olah karyawan lini lebih penting karena tugas meraka
yang utama melaksanakan aktivitas penting untuk moraalisasi tujuan. Malah dianggap kadang-
kadang bahwa tanpa karyawan. Staf tujuan dapat juga direalisasi, pandangan ini terutama dalam
organisasi modern kurang tepat, walaupun sifat aktivitas karyawan staf nya penunjang kegiatan
yang dilakukan olah karyawan lini akan tetapi peranan mereka dalam menciptakan efektivitas
dan efisiensi sangat penting. Dengan bantuan karyawan staf organisasi dapat mendayagunakan
resources yang dimiliki perusahaan secara optimum karena mereka dapat melihat berbagai
kemungkinan, pendidikan dan pengalaman mereka memungkinkan memilih kesempatan yang
terbaik.
Tugas-tugas yang dapat diberikan kapada karyawan staf antara lain adalah sebagai berikut :
b) Tugas-tugas yang harus dijalankan belum dapat didelagasikan kepada bawahan karena :
- secara efektif dan efisien lebih tepat wewenang tersebut diberikan kepada spesialist dan
sebagainya.
BAB 7
WEWENANG DAN PENDELEGASIAN WEWENANG
WEWENANG
Pengertian Wewenang adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana
dengan hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau menyuruh untuk
berbuat sesuatu. Wewenang merupakan kekuasaan yang sah.
PENDELEGASIAN
Pendelegasian wewenang adalah proses yang diikuti oleh seorang manajer dalam
pembagian kerja yang ditimpakan padanya, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang lain
untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan.
· Dasar Pendelegasian
Pokok pembahasan tentang dasar pendelegasian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan
"mengapa pendelegasian itu penting?" Atau "mengapa
pendelegasian itu penting dalam hidup dan kerja suatu organisasi?" Pendelegasian itu sangat
penting bagi hidup dan kerja setiap organisasi dengan alasan-alasan mendasar berikut di bawah
ini :
1. Pemimpin hanya dapat bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain, sesuatu yang
hanya dapat diwujudkannya melalui pendelegasian.
2. Melalui pendelegasian, pemimpin memberi tugas, wewenang, hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan demi pemastian tanggung jawab
tugas (agar setiap individu peserta suatu organisasi berfungsi secara normal).
3. Dengan pendelegasian, pekerjaan keorganisasian dapat berjalan dengan baik tanpa
kehadiran pemimpin puncak atau atasan secara langsung.
4. Dalam pendelegasian, pemimpin memercayakan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sekaligus "menuntut" adanya hasil kerja yang
pasti dari bawahan.
5. Dalam pendelegasian, pemimpin memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sepadan bagi pelaksanaan kerja sehingga
bawahan dengan sendirinya dituntut untuk bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan
kerja.
Sifat Delegasi
1. Pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat hierarki organisasi. Besar kecilnya
pendelegasian adalah sesuai dengan tugas, hak, wewenang, kewajiban, tanggung jawab,
dan pertanggungjawaban setiap individu dalam hierarki organisasi.
2. Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari satu tugas ke tugas yang lain dalam suatu
organisasi karena satu pendelegasian berlaku untuk satu tugas saja.
Ada beberapa sikap terhadap delegasi/pendelegasian yang memiliki efek negatif ataupun positif.
Sikap-sikap tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemimpin sering tidak mendelegasikan tugas karena pelbagai alasan, yaitu pemimpin
tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status quo, serta tidak memercayai orang
lain/mencurigai orang lain.
2. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak tahu ataupun ingin
membebaskan diri/meringankan diri dari kewajibannya.
3. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut atau sangat hati-
hati, atau kurang/tidak percaya.
4. Pemimpin dapat dan patut mendelegasikan tugas dengan bertanggung jawab
Pendelegasian hanya akan berfungsi secara efektif apabila pemimpin memahami dan
mengambil sikap yang tepat terhadap pendelegasian itu :
1. Pemimpin tertinggi dan yang setingkat di atas setiap bawahan bertanggung jawab penuh atas
tugas yang didelegasikan dengan memberi dukungan penuh kepada bawahan dengan
memenuhi apa yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas.
2. Pemimpin yang mendelegasikan tugas bertanggung jawab memberi kredit kepada setiap
pelaksana tugas atas hasil kerja yang telah diperlihatkannya.
3. Pemimpin yang mendelegasikan tugas mutlak bertanggung jawab penuh atas sukses atau
gagalnya suatu pelaksanaan kerja serta segala konsekuensi yang ditimbulkan oleh setiap
bawahannya.
Pendelegasian wewenang penting dan mutlak harus dilakukan seorang manajer (pimpinan),
karena :
a. Manajemen baru dikatakan ada, jika ada pembagian wewenang dan pembagian kerja.
b. Adanya keterbatasan (fisik, waktu, perhatian, dan pengetahuan) seorang manajer.
c. Supaya sebagian tugas dan pekerjaan manajer dapat dikerjakan oleh para bawahannya.
d. Merupakan kunci dinamika organisasi.
e. Menciptakan ikatan, hubungan formal, dan kerjasama antara atasan dengan bawahan.
f. Menciptakan terjadinya proses manajemen.
g. Memperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer.
h. Membuktikan adanya pimpinan dan bawahan dalam suatu organisasi.
i. Tanpa pendelegasian tidak akan ada pimpinan dan bawahan.
BAB 8
MOTIVASI DALAM KEPEMIMIPINAN
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki
kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang
lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada
suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat
berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi
tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang
hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika
kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan
tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan,
perlindungan, dan rasa aman.
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya
faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene
memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan
antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya
adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut
teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y : karyawan
dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain. Orang akan
menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. Rata rata
orang akan menerima tanggung jawab. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang
tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari
pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang
ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan
suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi
tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya
menghasilkan kurang dari yang diharapkan
yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang
menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan
manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori
ini sedikit berbeda dengan teori maslow.
BAB 9
KONFLIK DAN PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan
sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian
halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik.
Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak
disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional
sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak
fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu,
tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu.
Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi
individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut
hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.
Komunikasi.
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman antara
pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk
terciptanya konflik.
Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok),
derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah
kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem
imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik.
Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik.
Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang
dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki
keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan
bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari
kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka
muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan
konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara
emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka
konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah
disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-
pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal,
ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI
Ada 5 cara untuk mengelola konflik yaitu :
- Integrating (Problem Solving) yaitu dengan cara dimana pihak-pihak yang berkepentingan
secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, mencari, mempertimbangkan
dan memilih solusi dalam pemecahan suatu konflik. Cara ini sangat tepat untuk konflik yang
disebabkan oleh kesalahpahaman.
- Obliging (Smoothing) yaitu seseorang lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Dan berupaya mengurangi perbedaan dan menekan
pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat.
- Dominating (Forcing) yaitu Orientasi pada diri sendiri yang tinggi dan rendahnya kepedulian
terhadap orang lain. Cara ini juga disebut memaksa karena menggunakan legalitas formal dalam
penyelesaikan konflik.
- Avoiding yaitu suatu taktik menghindar atau hanya untuk menyelesaikan konflik yang
disebabkan karena hal yang sepele. Namun cara ini hanya bersifat sementara dan tidak
menyelesaikan pokok masalah.
- Compromising yaitu menepatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain dan merupakan pendekatan
saling memberi dan menerima dari pihak yang terlibat konflik.
BAB 10
PEMBENTUKAN TIM DAN KADERISASI
Pembentukan Tim
Team Building Adalah
Suatu upaya yang dibuat secara sadar untuk mengembangkan kerja kelompok
dalam suatu organisasi.
Kelompok Adalah
Suatu kumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih yang berinteraksi dengan
stabil dan diantara mereka mempunyai tujuan yang sama serta menganggap
kelompok itu sebagai kelompoknya sendiri.
Karakteristik Kelompok/Tim
1. Terdiri dari dua orang atau lebih dalam interaksi sosial baik secara verbal maupun non
verbal
2. Anggota kelompok harus mempunyai pengaruh satu sama lain supaya dapat diakui
menjadi anggota suatu kelompok
3. Mempunyai struktur hubungan yang stabil sehingga dapat menjaga anggota kelompok
secara bersama dan berfungsi sebagai suatu unit.
4. Anggota kelompok adalah orang yang mempunyai tujuan atau minat yang sama
5. Individu yang tergabung dalam kelompok, saling mengenal satu sama lain serta dapat
membedakan orang-orang yang bukan anggota kelompoknya.
Ada Beberapa Kondisi Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Pelaksanaan Team Building
Antara Lain:
1. Terdapat beberapa individu yang menonjol tapi tidak dapat bekerja sama
2. Kurang pengertian antara sesama anggota kelompok
3. Kurang rasa percaya diri antara sesama anggota tim
4. Adanya ketidaktahuan akan kemungkinan peluang yang dapat dilakukan oleh anggota tim
5. Pucuk pimpinan jarang berpikir dan bertindak sebagai bagian dari kelompok