I. PENULIS
Kartini Kartono di lahirkan di Surabaya tahun1929, adalah seorang dosen tetap di IKIP
Bandung. Sejak 1969 ia juga mengajarkan psikologi umum dan psikologi sosial di
FISIP/SOSPOL UNPAR Bandung. Pendidikan sarjananya diperoleh dari IKIP Sanata Dharma
Yogyakarta pada tahun 1964. Tahun 1972 melengkapi studi post graduate selama 18 bulan di
universiteit Amsterdam untuk Politieke Ontwikkeling, Veranderring-Processen, Modernisatie,
Urbanisatie En Sociologie Van Indonesia. Di samping itu juga menamatkan studi untuk
pekerjaan sosial selama 2 tahun pada Protestantse Voortgezette Opleiding voor Sociale Arbeid di
Amsterdam (dipl. M. Sw.)
1[1] Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan; apakah kepemimpinan abnormal itu?, Jakarta:
Rajawali pers, 2011, hlm. 1-6
5) Menerima kenaikan pangkat formal dan dapat dimutasikan.
6) Apabila melakukan kesalahan akan mendapatkan sangsi.
7) Selama menjabat, memilki wewenag dalam berbagai hal.
Pemimpin informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai
pemimpin, namun hanya karena memilki sejumlah kualitas unggul. Ciri-ciri pemimpin informal,
yaitu:
1) Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimitas sebagai pemimpin.
2) Kelompok atau masyarakat yang menunjuk sebagai pemimpin.
3) Tidak mendapat dukungan dari sebuah organisasi resmi.
4) Tidak dapat dimutasikan.
5) Apabila melakukan kesalahan bisa saja tidak mendapatkan kesalahan. Hanya saja respek orang
terhadap dirinya berkurang.2[2]
Selanjutnya, keuntungan dan kelemahan dari komunikasi dua arah antara lain:
Semua perintah dapat diterima dengan lebih akurat-tepat,
Dapat dikurangi salah paham san salah interpretasi,
Suasananya lebih demokratis.
Beberapa kelemahan dari komunikasi dua arah ialah:
Komunikasi dan kepatuhan berlangsung lebih lambat,
Kemungkinan besar muncul sikap “menyerang” pada pengikut, dan terdapat sikap bertahan pada
diri pemimpin.
Setiap saat bisa timbul masalah-masalah baru yang tidak terduga dengan adanya dialog
terbuka.26[26]
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai dinamisator dan organisator, pemimpin harus
selalu berkomunikasi, baik melalui hubungan formal maupun informal. Sebab suksesnya
KEPEMIMPINAN ABNORMAL
Orang yang gila kekuasaan itu adalah orang yang sakit, yang ingin mengkompensasikan
sifat-sifat bawaannya yang inferior ke dalam bentuk penguasaan terhadap orang lain. Gila
kekuasaan ini erat hubungannya dengan kejahatan, sebab kejahatan itu selalu cenderung
memaksakan keinginan sendiri agar semua orang berbuat seperti apa yang dia
inginkan/perintahkan, tanpa mengindahkan hak-hak dan kebebasan insani orang lain.
Kepemimpinan yang seperti inilah yang disebut dengan kepemimpinan abnormal.43[43]
50[50] Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan Gereja, Jakarta: Suara GKYE Peduli Bangsa,
2008, hlm. 117-118.
51[51] Radesman Sitanggang, Memimpin Sesuai Amanah: Apakah Kepemimpinan Kristiani itu?,
Pematang Siantar: L-SAPA, 2006, hlm. 18-20.
54[54] Yakob Tomatala, Pemimpin Yang Handal; Pengembangan Sumber Daya Kristen Menjadi
Pemimpin Kompeten, Jakarta: YT Leadership Foundation, 1996, hlm. 43.
55[55] Ferdinan Simanjorang, Sang Pemimpin Sejati, Rumah Doa Cawang, Jakarta 2010: hlm.143-146.
56[56] Suharto Prodjowijono, Manajemen Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm.51-52.
di Financial Times, Richard Donkins menyatakan bahwa “dalam memimpin suatu perusahaan
diperlukan suatu perasaan yang mendalam yang mendekati obsesi tentang kualitas”. Jika
perasaan yang mendalam ini dianggap sebagai sebuah obsesi, maka ini menjadi hal yang
bermanfaat bagi organisasi yang memberi perhatian terhadap masa depan.57[57]
Tipe-tipe kepemimpinan
Dalam bukunya, Bob Gordon “Visi seorang Pemimpin” mengambil contoh peran Musa
yang memakai orang-orang cakap untuk memungkinkan visinya, begitu pula Tuhan akan
member setiap visioner yang sejati orang-orang yang mereka perlukan untuk mewujudkan
visinya. Organisatoris mengambil visi dari sumbernya, oleh karena itu menurutnya perlu sekali
menjadi orang yang bertanggung jawab, yang dapat mengerti, mengorganisir, dan
menyampaikan. Pemimpin juga harus memiliki:
a) Persepsi, mempunyai kemampuan untuk mengambil bagian dalam visi itu dan menjadikannya
milik sendiri.
b) Kemampuan untuk mengambil keputusan, pengelola harus mampu mengambil keputusan
yang sejalan dengan visi itu dan yang memungkinkan visi itu digenapi.
c) Tidak bercabang pikiran, pengelola perlu mempunyai komitmen yang kuat terhadap visi, ia
juga adalah orang yang berpengaruh dalam menjalankan visi. Ia perlu menurutinya sampai
mencapai sasaran apapun resikonya.
d) Motivasi, pengelola perlu mempunyai kemampuan untuk menabur apa yang diperlohnya dari
visi itu, ke dalam kehidupan orang-orang lainnya sehingga orang-orang itu dapat dan akan
bertindak secara efektif.
e) Kepemimpinan, pengelola perlu menjadi pemimpin yang tidak hanya memimpin orang-orang
lain, tetapi dapat juga memimpin dan mendukung pemimpin lainnya.58[58]
Essensi kepemimpinan adalah suatu alat, kepemimpinan adalah tujuan. Pemimpin-
pemimpin yang efektif menganggap kepemimpinan sebagai tanggung jawab, bukan pangkat dan
kelebihan. Seorang pemimpin yang efektif tahu bahwa dialah yang pada akhirnya bertanggung
jawab, dia tidak takut akan kekuatan yang ada pada bawahan. Tetapi, dia memberdayakan dan
mempergunakan mereka. Pemimpin yang efektif menyadari kekuatan dan kelemahannya. Dia
tahu bahwa dia tidak dapat bekerja hanya sendiri, dan dia tidak takut akan orang-orangnya lebih
mampu di sekelilingnya. Pemimpin yang demikian tidak mencari kemasyuran atau kemuliaan
diri, tetapi keberhasilan misi.59[59]
Selain itu dalam memahami kriteria pemimpin dan kepemimpinan, perlu menekankan
bahwa semua ajran Alkitabiah tentang pemimpin sebagai pelayan, bertumpu pada
kebenaranfundamental bahwa Yesus adalah Tuhan, asas pengabdian sebagai pelayan adalah ke-
Tuhanan Yesus. Paulus berkata, “ bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2 Korintus 4:5). Jadi,
pemimpin harus betul-betul memahami ke-Tuhanan Yesus Kristus, karena pemahaman yang
57[57] Frances Hesselbein dan Rob Johnston, On Mission And Leadership, Gramedia-Jakarta 2005:
hlm.7-8.
58[58] Bob Gordon, Visi Seorang Pemimpin, Jakarta; Nafiri Gabriel, 2000, hlm. 27-29.
59[59] Walt Kallested dan steve schey, Manajemen Mutu Kiat Peningkatan Mutu Pelayanan, Pearaja
Tarutung: HKBP Kantor Pusat, 1994, hlm. 86.
mendalam akan fakta inilah motivasi yang paling kuat bagi kepemimpinan yang rela
mengabdi.60[60]
Menurut Kenneth O. Gangeel dalam bukunya Membina Pemimpin Pendidikan
Kristen, memberikan contoh bagimana Musa sebagai anak seorang budak yang kemudian
menjadi pemimpin dan hakim, Musa memiliki hampir semua sifat baik yang alami maupun yang
bisa dipelajari, yang sangat diperlukan untuk dapat memimoin secara efektif. Kenneth mengutip
apa yang disampaikan oleh W. S. Lasor yang menunjukkan dengan tepat beberapa sifat
kepemimpinan Musa, dengan menyebutkan hal-hal seperti hanyasatu tujuan, kemampuan
berorganisasi, iman, ketaatan, dan kesetiaan dalam pelayanan. Ia mampu mengumpulkan tua-tua
Israel yang waktu itu telah berada di Mesir bertahun-tahun.... sekalipun begitu Musa
sanggupmembangkitkan semangat bangsa dan tua-tua Israel. Ia sanggup meyakinkan mereka
bahwa Allah hendak membebaskan mereka, dan ia berhasil membuat mereka mengikutinya. Itu
adalah kepemimpinan.61[61]
IV. KESIMPULAN
Pemimpin yang baik dengan kepemimpinannya yang efektif, akan banyak membantu kelancaran
kerja sama yang kooperatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan, khususnya sasaran
pembangunan nasional.
Setiap kekuasaan dan wewenang pemimpin harus dilandasi dengan asas keadilan dan kebaikan
yang diarahkan pada penciptaan syarat-syarat untuk mencapai kebahagiaan, kesejahteraan, dan
keadilan bagi masyarakat luas.
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki
kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan usaha bersama,
gena mencapai satu sasaran tertentu.
Pemimpin selalu dikaitkan dengan tiga hal, yaitu kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan.
Keberhasilan menajemen konflik adalah inti dari menajemen yang sukses.
Konflik itu penting dalam kehidupan, secara eksplisit konflik itu merangsang oposisi, orang
harus mengembangkan manajemen konflik, dan harus bisa memecahkannya dengan bantuan
manajemen konflik, dalam hal ini merupakan tanggungjawab pemimpin dan manajer.
V. SARAN
Sehubungan dengan sulitnya upaya memilih tokoh pemimpin yang baik bagi semua
sektor kehidupan, perlua adanya training kepemimpinan bagi para calon dan pemimpin-
pemimpin yunior. Yang sangat diutamakan dalam training kepemimpinan adalah banyak
melakukan praktik kepemimpinan di bawah supervisi yang ketat. Melalui itu, mereka akan
mendapat cukup banyak kritik-kritik, nasihat dan bimbingan, maka pemimpin-pemimpin yunior
akan belajar melakukan introspeksi untuk menemukan kelemahan-kelemahan sendiri. Lalu dia
akan menyadari pentingnya upaya perbaikan diri dan pembentukan diri untuk menjadi pemimpin
yang baik. Dia bisa meniru tingkah laku pemimpin-pemimpin sukses dan belajar dari tingkat
paling bawah melalui banyak pengalaman.
60[60] Gottfried Osei-Mensah, Di Cari Pemimpin Yang Menjadi Pelayan, Jakarta; Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/ OMF, 2001, hlm. 28.
61[61] Kenneth O. Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, Jawa Timur; Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 2001, hlm. 110-111.
Buku yang ditulis oleh Dr. Kartini Kartono yang berjudul “Pemimpin dan
Kepemimpinan-Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? sangat jelas memaparkan tentang:
Teori tan teknik kepemimpinan
Pemimpin dan sifat-sifatnya
Bagaimana Tipe Kepemimpinan
Asas dan fungsi kepemimpinan
Teknik pengambilan keputusan
Menangani konflik dengan manajemen konflik.
Buku ini tidak sekedar memberikan konsep, teori, ciri, model, tipe dan contoh pemimpin
dan kepemimpinan, tetapi memberikan jalan terang menuju kepemimpinan dan menjadi
pemimpin yang berhasil.