Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe II

1. Definisi Diabetes Mellitus Tipe II

Penyakit diabetes melitus tipe 2 yang sering disebut sebagai penyakit


kencing manis. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang
berlangsung kronik dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi
insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan
insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah,
dan termasuk penyakit silent killer karena tidak disadari oleh penderitanya
saat diketahui sudah terjadi komplikasi, seperti gagal ginjal kronis,
kerusakan retina mata yang menyebabkan kebutaan, kerusakan saraf,
impotensi dan ganggren.
American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa penyakit
diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang kompilkasinya
sangat tinggi yang disebabkan oleh defisiensi insulin sehingga muncul
tanda hiperglikemia (ADA, 2014). Menurut WHO (2017), diabetes melitus
adalah penyakit kronis yang terjadi baik saat pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkannya. Hormon yang mengatur gula darah adalah
insulin. Efek umum diabetes yang tidak terkontrol dan seiring berjalannya
waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama
saraf dan pembuluh darah merupakan Hiperglikemia atau peningkatan
kadar gula darah.
Diabetes tipe 2 ( non insulis dependen / adult onset diabetes )
a. Penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh.
b. Sekitar 90% - 95% pasien menderita diabetes tipe 2
c. Disebabkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat menurunan jumlah insulin yang diproduksi.
d. Diabetes tipe 2 dapat dicegah dengan olahraga dan agens hipoglemik
oral sesuai kebutuhan.
e. Diabetes tipe 2 sering dialami sekitar 30 tahun keatas dan pasien yang
obesitas.
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor risiko
merupakan penyebab DM tipe 2. Faktor genetik diabetes mellitus tipe 2
terdapat beberapa varian genetik yang diasosiasikan dengan terjadinya
disfungsi sel-sel β pankreas dan resistensi insulin. Sekitar 2-5% orang
dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki efek gen yang bersifat autosom
dominan. Faktor lingkungan yang berpengaruh seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, stres, dan pertambahan umur (KAKU, 2010).
Gaya hidup dengan asupan karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik
yang in-adekuat dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2.
Faktor risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2 klien
berusia ≥ 40 tahun, memiliki riwayat prediabetes ( A1C 6,0 % - 6,4 % ),
klien dengan Obesitas: >80% , timbulnya kerusakan organ karena adanya
komplikasi, adanya riwayat diabetes mellitus tipe 2 dari keluarga, dengan
penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan gagal jantung, metabolisme
asam amino yang tinggi dalam darah.

2. Etiologi Gangguan Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe 2

DM tipe II atau sering disebut dengan insulin requirement


(membutuhkan insulin) jenis DM yang pankreasnya tidak menghasilkan
insulin yang cukup sehingga membuat kadar gula darah menjadi tinggi
yang disebabkan oleh tubuh yang tidak dapat merespon insulin (Hasdinah,
2012). Faktor utama yang berperan pada timbulnya hambatan mobilitas
fisik pada diabetes melitus tipe II adalah adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma dan mengalami kelemahan kekuatan otot.
3. Definisi Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe 2

Hambatan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu atau


lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma.
H, 2015). Hambatan mobilitas fisik pada DM tipe 2 merupakan keadaan
dimana seseorang mengalami ketidakmampuan atau tidak dapat bergerak
bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas), misalnya
mengalami luka (gangren) pada kaki kiri, dan sebagainya. Latihan rentang
gerak sendi atau range of motion (ROM) termasuk dalam latihan jasmani
pada penderita DM yang berfungsi melancarkan peredaran darah sehingga
memudahkan nutrien masuk kedalam sel. Latihan jasmani secara langsung
dapat membantu meningkatkan sensivitas reseptor insulin sehingga kadar
gula darah menjadi stabil. Kerusakan sel saraf lebih jauh dapat dihindari
serta memperbaiki fungsi endotel vaskular sehingga ulkus kaki diabetik
dapat dihindari(Yuni & Soebardi, 2009).

4. Patofisiologis Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe 2


Terjadinya DM tipe 2 utamanya disebabkan oleh resistensi insulin
(Raju dan Raju, 2010 dalam Ozougwu et al., 2013). Selain itu, terjadi
karena resistensi insulin dan defisiensi insulin (Holt, 2004 dalam Ozougwu
et al., 2013). Dipengaruhi disfungsi sel β pankreas sehingga menyebabkan
defisiensi insulin yang terjadi melalui 3 jalur (Hakim et al., 2010 dalam
Fatimah, 2015), terjadinya peningkatan glukosa hepatik yang tidak disertai
kerusakan sel β pankreas, terjadinya lipolisis dan peningkatan glukosa
hepatik merupakan karakteristik dari resistensi insulin (Dipiro et al.,
2015). Sehingga terjadi gangguan fungsi organ dan menyebabkan
pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran
darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang
menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan
mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya
kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan hambatan
mobilitas fisik pada DM tipe 2.
5. Manifestasi Klinis Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe 2

Dampak dari hambatan mobilisasi fisik adalah hilangnya kekuatan


otot, penurunan massa tulang, penurunan area potong lintang otot,
resistensi insulin (intoleransi glukosa), serta penurunan absorpsi dan
metabolisme vitamin/mineral. Masalah hambatan mobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis.
Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi,
kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, perasaan tidak
berharga perubahan konsep diri, dan apatis. Sedangkan dari segi fisik,
imobilisasi dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada
metabolisme, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
pengubahan zat gizi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan system
pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system musculoskeletal,
perubahan system integumen, perubahan eliminasi, dan perubahan
perilaku.

6. Penatalaksanaan Hambatan Mobilitas Fisik pada DM tipe 2

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas


hidup penyandang diabetes (PERKENI,2015) meliputi: menghilangkan
keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi risiko komplikasi
akut, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati
dan makroangiopati. Latihan mobilisasi adalah salah satu bentuk latihan
yang mengalami keterbatasan gerak yang tidak mampu melakukan
beberapa atau semua latihan rentang gerak.
Range of Motion (ROM) aktif kaki adalah salah satu bentuk latihan
jasmani yang dapat dilakukan oleh pasien DM. Latihan ROM merupakan
salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh pasien
maupun keluarga secara mandiri setelah memperoleh pendidikan
kesehatan sebelumnya. Saat melakukan latihan ROM aktif kaki, otot-otot
kaki berkontraksi secara terus menerus dan terjadi kompresi pembuluh
darah sehingga dapat mengaktifkan pompa vena. Latihan ROM Pasif
(dilakukan secara bantuan oleh orang lain) dan ROM Aktif (latihan yang
dilakukan sendiri). Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan
tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi, kelemahan
otot dan kemampuan fungsional serta meningkatkan rentang gerak sendi
(Lukita,2018). Penelitian lagi oleh Konzier, Erb, Berman, dan Synder
(2016) menyatakan bahwa latihan ROM aktif dapat meningkatkan tonus,
massa, dan kekuatan otot serta mempertahankan fleksibilitas sendi dan
sirkulasi, dan dilakukan penelitian lagi oleh Ratnasari (2018) menunjukan
adanya pengaruh latihan ROM ekstermitas bawah terhadap perbaikan
ulkus diabetik. Dengan melakukan latihan ROM peredaran darah akan
lancar sehingga dapat memperbaiki jaringan pada ulkus kaki akan menjadi
tahap pertama dalam proses penyembuhan ulkus. Latihan yang dilakukan
termasuk latihan rentang gerak fleksi, ekstensi, adduksi abduksi, rotasi,
dorsofleksi, inversi, eversi, dan hiperekstensi.

7. Faktor yang mempengaruhi hambatan mobilitas fisik pada DM tipe 2

Faktor yang mempengaruhi hambatan mobilitas fisik pada DM tipe 2


dapat terjadi oleh gaya hidup yang berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari, proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas karena fungsi sistem tubuh yang tidak baik, kebudayaan juga
dapat mempengaruhi kemampuan dalam melakukan mobilitas fisik,
tingkat energy yang cukup agar seseorang dapat melakukan mobilitas
dengan baik, faktor usia dan status perkembangan berpengaruh terhadap
terjadinya hambatan mobilitas fisik dikarenakan kemampuan atau
kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. Lebih
dari 60% ulkus kaki diabetik adalah hasil dari neuropati yang mendasari,
kadar glukosa darah tidak terkendali pada DM tipe 2 akan menyebabkan
komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik yang akan
menyebabkan hilangnya sensasi proteksi, sensori motorik yang
mengakibatkan penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki
berubah sehingga menimbulkan terbatasnya mobilisasi.

B. Jenis Aktivitas (Mobilitas)

1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak


secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan kegiatan secara baik
dalam kesehariannya.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.

C. Pengkajian motorik

Pengkajian motorik antara lain pada kaki kanan dan kaki kiri untuk
menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
a. Pemeriksaan luang lingkup gerak sendi (LGS)
Adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui luas jarak yang
bisa di capai oleh suatu persendian saat sendi tersebut bergerak baik
secara aktif maupun pasif. Pemeriksaan ini menggunakan Goniometri
yang diartikan sebagai alat pengukuran sudut yang dihasilkan dari
sendi melalui tulang – tulang bagian tubuh manusia.
b. Kekuatan otot
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot


Skala Persentase karakteristik
Kekuatan
Normal (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

c. Kemampuan mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah
sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas Tingkat


Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
0 Mampu merawat sendiri secara penuh.
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain.
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan.
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan.

d. Pengkajian rentang gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada
daerah seperti bau, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tabel 2.3 Rentang Gerak (Range Of Motion-ROM)
Derajat
Gerak Sendi Rentang
Normal
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral 180
dari posisi sampiong ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan 70-90
ke arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan 0-20
ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas
Adduksi: tekuk pergelangan tangan 30-50
ke arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan 30
ke belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan 20
dari posisi abduksi
Kaki dan jari – Inversi : memutar telapak kaki ke 10
samping dalam (medial)
jari kaki
Eversi: memutar telapak kaki ke 10
samping luar (lateral)
Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki 30 – 60
ke bawah
Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki 30 – 60
Abduksi : merenggangkan jari-jari 15
kaki satu dengan yang lain
Adduksi : merapatkan kembali 15
bersama-sama.

D. Pathway
Diabetes Mellitus

Usia, keturunan, gaya hidup, obesitas

Sel β pancreas rusak/ terganggu

Produksi insulin terganggu

Suplai O2 dan nutrisi kurang

Iskemia

Terjadi Ulkus Diabetikum

Penyempitan Pembuluh Darah menuju Otak

Penurunan / Kehilangan Kekuatan Otot

Imobilisasi Hambatan Mobilitas


Fisik

Mengajarkan Latihan ROM


aktif dan Pasif.

E. Konsep Asuhan Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik pada DM Tipe 2


Asuhan keperawatan adalah salah satu metoda efektif pemecahan
masalah yang dilakukan perawat terhadap klien dengan pendekatan
metodologi ilmiah. Asuhan keperawatan dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan substansi ilmiah yaitu logis, sistimatis, dinamis dan terstruktur
(Muhlisin, 2011).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dengan


pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut
Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012). Pengkajian pada hambatan
mobilitas fisik adalah sebagai berikut :
a. Identitas
1) Identitas pasien meliputi: nama, umur, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajjian, diagnosa medis, nomor
registrasi.
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan pendidikan, agama, alamat.
b. Keluhan utama.
Keluhan utama ditulis singkat jelas, dua atau tiga kata yang
merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan
pelayanan kesehatan, pada klien diabetes mellitus keluhan utama
badan terasa lemas disertai penglihatan kabur, disertai banyak
kencing atau polyuria. Pada mobilitas dan intoleransi aktivitas
klien menyatakan selama ativitas lemas dan setelah beraktivitas
merasa letih.
c. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian riwayat pasien sudah berapa lama menderita DM,
bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
meminum obat secara rutin atau tidak. Biasanya yang masuk RS
dengan keluhan nyeri, kelemahan otot, mengeluh polidipsi,
poliurea, mual/ muntah, bb menurun, kram otot, gangguan
tidur/istirahat, pusing/sakit kepala, dan kesulitan orgasme pada
wanita dan masalah impoten pada pria (Purwanto,2016).
d. Riwayat keperawatan penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu menanyakan pasien sudah
menderita DM sebelumnya, adanya riwayat penyakit
hipoglikemia/hiperglikemia, adakah riwayat penyakit vaskuler,
riwayat penyakit sitem pernafasan (penyakit paru obstruksi
menahun, peneumonia, dan lain-lain) riwayat pemakaian obat,
seperti sedative, hipnotik depresan system saraf pusat.
e. Riwayat penyakit keluarga dan genogram
Riwayat keluarga diabetes mellitus atau penyakit keturunan
yang menyebabkan terjadinya difesiensi insulin misal, hipertensi,
jantung.
f. Riwayat psikososial.
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita berhubungan dengan penyakitnya yang
diderita dan serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
g. Pola fungsional kesehatan.
1) Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien / keluarga
terhadap pengetahuan dan penatalaksanaan pada penderita
diabetes mellitus dengan hambatan mobilitas fisik.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pola nutrisi dan metabolisme berisi kebiasaan klien dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai dengan sakit
saat ini, meliputi jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi, frekuensi makan, porsi makan yang dihabiskan,
makanan yang disukai, alergi makanan, dan pantangan
makanan. (Nikmatur & Saiful, 2012). Penderita diabetes
mellitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat badannya
turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel dan
terjadi penurunan massa sel (Tarwoto, 2012).
3) Pola eliminasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien
diabetes mellitus tidak ada perubahan yang mencolok.
Sedangkan pada eliminasi buang air kecil (BAK) akan
dijumpai jumlah urin yang banyak baik secara frekuensi
maupun volumenya.
4) Pola tidur dan istirahat
Berisi kualitas dan kuantitas istirahat tidur pasien sebelum
sakit sampai sakit saat ini. Sering muncul perasaan tidak enak
efek dari gangguan yang berdampak pada gangguan tidur
(insomnia).
5) Pola aktivitas dan latihan
Pola klien dengan diabetes mellitus gejala yang
ditimbulkan antara lain kelemahan, keletihan, kelelahan saat
aktivitas, dan seringnya mengantuk pada pagi hari. Pengkajian
pola aktivitas sehari- hari meliputi jenis aktivitas yang
dilakukan dan lamanya latihan fisik yang sering dilakukan
selama menderita penyakit Diabetes Mellitus.
6) Pola peran dan hubungan
Pola peran dan hubungan pada pasien DM tipe 2
mengalami gangguan yang disebabkan karena merasa tidak
berguna dan menarik diri.

7) Pola persepsi sensori kognitif


Pasien dengan DM tipe 2 mengalami pola persepsi sensori
nyeri pada luka dan kerusakan integritas kulit, sedangkan pola
kognitif mengalami gangguan tidak bisa melakukan aktivitas
secara mandiri.
8) Pola persepsi diri
Pasien DM tipe 2 akan mengalami gangguan karena telah
terjadi kerusakan integritas kulit dan tidak berguna bagi orang
lain.
9) Pola seksual
Pasien dengan DM tipe 2 tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena menjalani rawat inap dengan keterbatasan
gerak. Status perkawinan perlu dikaji juga.
10) Pola mekanisme koping
Pasien DM tipe 2 timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya yang terdapat kecacatan dan fungsi tubuhnya menurun.
11) Nilai dan keyakinan
Gambaran klien diabetes mellitus tentang penyakit yang
dideritanya menurut agama dan kepercayaannya, kecemasan
akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.
h. Pemeriksan fisik
1) Status kesehatan umum: meliputi keadaan penderita, kesadaran,
suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital
2) Neurosensori: dikaji pasien mengalami disorientasi, gangguan
memori, koma, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler: takikardia/ nadi menurun atau tidak, hipertensi
dysritmi, krekel dan perubahan TD postural.
4) Pernafasan: takipnea pada keadaan istirahat/ dengan aktivitas,
batuk dengan sputum atau tidak, dan nafas bau aseton.
5) Gastrointestinal: mual/muntah, penurunan BB,wajah meringis,
bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi: urine berwarna pucat, kuning, poliuria, urine
berkabut, bau busuk, diare.
7) Genetalia: Tujuan untuk mengetahui organ dalam kondisi
normal atau tidak normal dalam genetalia.
8) Muskuluskeletal: Penderita dengan diabetes melitus akan
mengalami penurunan gerak kelemahan fisik, kram otot, dan
penurunan tonus otot. Yang didapatkan pada pengkajian terjadi
penurunan skor kekuatan otot pada ekstermitas. Range of
motion (ROM) dari rentang persendian juga mengalami
penurunan derajat sudutnya. Penderita juga dapat mudah jatuh
karena penurunan glukosa pada otak akan berakibat penurunan
kerja pusat keseimbangan.
9) Integumen: Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah
sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
10) Pemeriksaan penunjang/ diagnostik.
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/ dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/ dl 7,8 mmol/ L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2
jam post prandial (pp) >200 mg/dl).
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti
tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan
atau diubah melalui tindakan keperawatan menurut Gordon (1982, dalam
Dermawan, 2012). Hambatan Mobilitas Fisik adalah Keterbatasan dalam
pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih
ekstremitas. Suatu kondisi dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan bergeraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktivitas. Termasuk dalam domain 4 (aktivitas//istirahat) kelas 2
(aktivitas/latihan). Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan adalah
hambatan mobilitas fisik bila ditemukan batasan karakteristik sebagai
berikut: adanya gangguan berjalan, penurunan rentang gerak, kesulitan
untuk membolak – balikan posisi, tremor dalam bergerak, gerakan lambat
dan gerakan tidak terkoordinasi (NANDA Internasional,2018).
Masalah keperawatan yang sering di temukan pada pasien DM tipe 2
yaitu: Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
3. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
a. Tujuan : mencapai mobilitas ditempat tidur yang dibuktikan oleh
pegaturan posisi dan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas
fisik secara mandiri setiap hari.
b. kriteria evaluasi yang hendak di capai yaitu pasien mampu melakukan
rentang gerak seluruh sendi, menunjukan peningkatan mobilitas fisik
dan kekuatan otot.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hambatan mobilitas fisik meliputi :

Label NIC : Perawatan Tirah Baring


a. Tempatkan pasien pada posisi yang sesuai
b. Pasang side rail ( pembatas bed )
c. Ubah posisi klien setidaknya 2 jam
d. Observasi kondisi kulit
e. Bantu pemenuhan ADL
Label NIC : Terapi Latihan: Ambulasi: Mobilitas Sendi
f. Lakukan pengkajian mengenai keterbatasan pergerakan sendi
g. Anjurkan pasien melakukan ROM ( range of motion ) secara aktif
maupun pasif
h. Lindungi pasien dari trauma selama melakukan latihan
i. Berikan penghargaan selama latihan ROM
Kolaboratif
j. Kolaborasikan dengan fisioterapi dalam mengembangkan latihan bagi
pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi dari hasil tindakan
keperawatan pada klien DM tipe 2 dengan hambatan bobilitas fisik
berdasarkan Nursing outcame Classification [NOC] (2015) yaitu
menunjukan adanya peningkatan nilai kekuatan otot dan pertahanan
keseimbangan.

Anda mungkin juga menyukai