BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
2.1.1 Definisi Penuaan
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang
diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik dan struktural, yang
disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes
melitus, dan kanker) (Swatriani, 2012).
2.1.2 Penyebab Penuaan
Berbagai faktor penyebab penuaan dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ialah radikal bebas,
hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan
yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak
sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan
(Pangkahila, 2011).
adanya
peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030
(ADA, 2014).
2.2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus
Gula dalam darah disebut sebagai glukosa, berasal dari dua sumber, yaitu
dari makanan dan hasil produksi di hati. Setiap kali kita makan, pankreas
memberikan respon dengan mengeluarkan insulin ke dalam darah. Insulin
berperan sebagai kunci yang membuka pintu sel agar glukosa bisa masuk, dengan
demikian kadar glukosa dalam darah menjadi turun. Hati merupakan tempat
Keluhan lain dapat berupa: lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (ADA, 2014).
Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, seperti
Tabel 2.1
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2014)
1. Gejala klasik DM+ glukosa plasma sewaktu 200 mg/ dL (11,1
mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
2. Gejala klasik DM+ kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0
mmol/L).
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
reseptor- reseptornya yang ada di jaringan perifer, sebagian jaringan lemak dan
jaringan otot. Pada penderita diabetes tipe 2, terjadi resistensi dari aktivitas
insulin, sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor- reseptornya di jaringan
perifer, lemak maupun pada jaringan otot, sehingga tidak dapat digunakan (Chew
dan Leslie, 2006). Tipe ini mencakup lebih dari 90 % dari semua populasi
diabetes.
Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 bisa didominasi resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif, atau dominasi defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin (Perkeni, 2011).
Resistensi insulin adalah kondisi dimana sel- sel jaringan tubuh dan otototot pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin (resistensi insulin). Ini
terjadi pada pasien yang gemuk/ obesitas. Sedangkan pada penderita yang non
obesitas, kelainan primernya berupa kerusakan sel beta dan kelainan sekundernya
di jaringan perifer (Foster, 2000).
Etiologi dan progresivitas diabetes melitus tipe 2 disajikan dalam gambar
berikut ini.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2 (Perkeni, 2011).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran jug dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobic, seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani
(Perkeni, 2011).
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan (Perkeni, 2011).
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (Insulin secretagouge): Sulfonilurea dan Glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis: Metformin
D. Penghambat absorbsi glukosa: Penghambat Glukosidase Apha
E. DPP-IV Inhibitor
2) Suntikan
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/ DM Gestasional yangtidak terkendali
dengan perencanaan makanan.
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasarkan lama kerja insulin terbagi menjadi 4 jenis:
a. Insulin kerja cepat (Rapid acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (Short acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
d. Insulin kerja panjang (Long acting insulin)
B. Agonis GLP-1
Pengobatan
dengan
dasar
peningkatan
GLP-1
merupakan
10
11
2.3
Hormon Insulin
2.3.1
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
12
dalam
proses
sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan
tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) terdapat dalam sel beta pankreas. Proses
pengangkutan ini penting untuk tahap selanjutnya. Tahap dua yakni molekul
glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam sel, kemudian
membebaskan molekul ATP.
13
2.3.2
tubuh normal oleh sel beta pankreas, dalam 2 fase, sehingga sekresinya berbentuk
biphasic (Manaf, 2006).
1) Sekresi Fase 1 (Acute Insulin Secretion Response= AIR)
Adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap
sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya
mempunyai pincak yang relatif tinggi, karena hal tersebut memang diperlukan
14
untuk mengantisipasi kadar gula darah yang biasanya meningkat tajam, segera
setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi
regulasi glukosa yang normal, karena berkontribusi besar dalam pengendalian
kadar glukosa darah postpandrial. Dengan demikian AIR yang normal
diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme
glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam
mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan, atau lonjakan glukosa
darah postpandrial (postpandrial spike) dengan segala akibat yang
ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif (Manaf, 2006).
2) Sekresi Fase 2 (Sustained Phase/ Latent Phase)
Yaitu kondisi dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan
bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Seberapa tinggi puncaknya (secara
kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah dia akhir
fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila
sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut, pada hakikatnya dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah tetap dalam batas
normal. Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti dengan peningkatan
kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan
gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap
dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa
15
Terganggu (TGT) atau disebut juga prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme
kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang
mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa darah post prandial.
Pada TGT didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban
larutan glukosa 75 g, berkisar 140 200 mg/dl. Bila kadar glukosa darah puasa
antara 100 126 mg/dl, dinamakan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT),
atau juga dapat disebut prediabetes (Manaf, 2006).
2.3.3
Aksi Insulin
Insulin memiliki peran penting pada berbagai metabolisme dalam tubuh,
GLUT-4
(glucose
transporter-4)
dan
selanjutnya
mendorong
penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah
yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra sel ke intra sel. Untuk selanjutnya
mengalami metabolisme (Manaf, 2006).
Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi
16
Herba
Herba merupakan seluruh bagian tanaman obat mulai dari akar, batang,
daun, bunga dan buah yang berasal dari tanaman yang bersifat herbaceus.
Contohnya pegagan.
b.
Daun (folium)
Daun adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam pembuatan
ramuan herbal. Bisa berupa daun segar, atau kering dan dapat berupa pucuk
aun seperti daun teh atau daun tua seperti daun salam.
17
c.
Bunga (flos)
Dapat berupa bunga tunggal atau majemuk.
d.
Buah (fructus)
Biasanya dikumpulkan setelah masak
e.
f.
Biji (semen)
Biji dikumpulkan dari buah yang sudah masak.
g.
h.
Kayu (lignum)
Kayu yang biasa digunakan sebagai simplisia adalah kayu tanpa kulit.
Pemotongan kayu biasanya dilakukan miring sehingga permukaan menjadi
lebar. Kadangkala berupa serutan kayu.
i.
Akar (radix)
Akar untuk simplisia biasa dari tanaman rumput, perdu, atau tanaman
berkayu keras. Simplisia akar dikumpulkan ketika proses pertumbuhannya
terhenti.
j.
Umbi (tuber)
Dibedakan menjadi umbi batang dan umbi akar. Untuk menjadi simplisia,
umbi dipotong miring agar permukaan menjadi lebar. Bila umbi bersifat
toksik, sebelum digunakan, umbi perlu diproses terlebih dahulu dengan
cara perendaman atau pengukusan.
18
k.
Rimpang (rhizome)
Merupakan batang dan daun yang terdapat di dalam tanah, bercabangcabang dan tumbuh mendatar. Dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang
muncul keatas tanah dan menjadi tumbuhan baru. Kunyit merupakan salah
satu contoh jenis rimpang yang biasa dijadikan simplisia.
l.
19
20
21
(Lopez et
aloin (10-glucopyranosil-1,8-
22
badan, dan memiliki sifat antiradang, serta melancarkan buang air besar (laksatif)
karena merelaksasi usus besar, serta bersifat paratiside (membunuh parasit)
(Wirya, 2012; Chang et al., 2013)
Kandungan lidah buaya bersifat laksatif dan purgative, yaitu merangsang
peristaltik colon (pencahar), sehingga bermanfaat untuk mengobati konstipasi
(Patel dan Patel, 2013). Komponen yang bersifat purgative adalah Aloin A dan
Aloin B (Patel dan Patel, 2013). Penelitian efek laksatif lidah buaya pada tikus
putih oleh Pudjiastuti (2010) menghasilkan bahwa, pada pemberian daging daun
lidah buaya dengan dosis 10 ml/ 200 g BB tikus, mampu meningkatkan transit
intestinal secara bermakna dibandingkan kelompok aquades (kadar lidah buaya
pada penelitian Pudjiastuti ini 0,5 g/ml atau 500 mg/ml).
23
: plantae
Divisi
: spermatophytae
Subdivisi
: angiospermae
Kelas
: monocotyledoneae
Bangsa
: liliflorae
Suku
: liliaceae
Genus
: aloe
Spesies
: aloe vera
2.6.2
24
25
1. Analisis
dengan
Imunopresipitasi
dan
Immunoblot
menunjukkan
26
27
28
bahwa
pemberian Processed Aloe vera Gel (PAG) menurunkan kadar glukosa darah
puasa dan secara signifikan menurunkan kadar insulin plasma. PAG
meningkatkan sensitivitas insulin melalui penurunan kadar glukosa darah dan
penurunan kadar insulin plasma.
Selanjutnya pada tahun 2013, Youssef et al., melakukan penelitian in vivo
dan in vitro mengenai efek ekstrak Aloe vera pada terapi diabetes. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa Aloe vera secara signifikan menurunkan kadar
glukosa darah puasa, dan secara signifikan pula menaikkan kadar insulin plasma,
jika dibandingkan kelompok kontrol.
29
Streptozotocin
(2-deoxy-2[3-methyl-3-nitrosureido]-D-glucopyranose)
adalah suatu analog nitosurea yang sering digunakan untuk menginduksi diabetes
pada hewan percobaan (Szkudelski, 2012).
Induksi percobaan diabetes menggunakan streptozotocin sangat mudah
untuk dilakukan. Penyuntikan streptozotocin untuk menyebabkan degradasi dari
pulau Langerhans sel beta pankreas (Abeeleh et al., 2009). Transportasi
Streptozotocin ke dalam sel beta pankreas melalui glucose transporter GLUT 2,
dimana sebagian nitrosamide dari Streptozotocin (methylnitrosurea) berperan
toksik . Paparan Streptozotocin pada sel beta pankreas menyebabkan kerusakan
DNA.
Banyak
penelitian
in
vitro
membuktikan
bahwa
Streptozotocin
30
tergantung ATP. Tetapi penurunan ATP ini tidak hanya ditimbulkan karena
menurunnya NAD+, melainkan karena adanya disfungsi mitokondria. Telah
diteliti bahwa paparan Streptozotocin dalam jangka pendek mengurangi aktivitas
aconitase mitokondria sel islet, menurunkan konsumsi oksigen mitokondria, dan
menurunkan ptensial membrane mitokondria (Szkudelski, 2012).
Beberapa data menyebutkan bahwa nitric oxide (NO) juga berperan
penting dalam aksi sitotoksik Streptozotocin pada sel beta pankreas. Disamping
itu
Streptozotocin
31
Secara klinis, gejala dari diabetes pada tikus akan terlihat jelas dalam 2- 4
hari setelah penyuntikan intraperitoneal dengan dosis tunggal streptozotocin
(Abeleeh et al., 2009).
2.8 Mekanisme Nicotinamide Melindungi Sel Beta Pankreas
Nicotinamide (pyridine-3-carboxamide) adalah amida dari vitamin B3
(Niacin). Efek protektif Nicotinamide dalam melindungi sel beta pankreas, telah
dibuktikan. Banyak penelitian in vitro dan in vivo menyimpulkan bahwa
Nicotinamide dapat melindungi sel beta pankreas terhadap efek toksik
Streptozotocin (Szkudelski, 2012).
2.8.1
32
dari
literature
menyimpulkan
bahwa
mekanisme
proteksi
33
34
2.9.1
Tikus galur Wistar adalah keturunan yang outbread dari tikus- tikus albino yang
termasuk dalam spesies Rattus novergicus. Galur ini dikembangkan di Wistar
Institute pada tahun 1906 untuk digunakan dalam penelitian biologi dan
kesehatan. Dan secara khusus dikembangkan untuk menjadi organisme model
disaat mereka masih menggunakan mencit (Mus musculus), atau tikus rumah
kebanyakan.
Tikus galur wistar adalah salah satu dari sekian banyak tikus yang paling
dikenal saat ini untuk digunakan sebagai penelitan di laboratorium. Tikus galur
ini memiliki karakter kepala yang lebar, telinga- telinga yang panjang, dan
memiliki panjang ekor yang panjangnya tidak melebihi dari panjang badannya
(Wirya, 2012).
2.9.2
sampai 135 mg/dL (Carvalho et al., 2003) . Seperti mamalia lainnya, kadar
glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan
terakhir (Swatriani, 2012). Kadar glukosa darah pada tikus dapat dikatakan
diabetes jika di atas 135 mg/dL (Carvalho et al., 2003; Swatriani, 2012). Tikus
dengan kadar gula darah