Anda di halaman 1dari 40

HASIB SA`DULLAH 2008039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2021

i
MAKALAH DESAIN INOVATIF KEPERAWATAN GERONTIK
STUDI KASUS : PENERAPAN SENAM KAKI TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA DARAH DAN NEUROPATI PERIFER PADA TN. A DENGAN
MASALAH DIABETES MELLITUS

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :

HASIB SA’DULLAH

2008039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2021

ii
STUDI KASUS : PENERAPAN SENAM KAKI TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA DARAH DAN NEUROPATI PERIFER PADA TN. A DENGAN
MASALAH DIABETES MELLITUS

Hasib Sa’dullah

ABSTRAK

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala pada seseorang yang ditandai


dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hioerglikemia) akibat tubuh
kekurangan insuin baik absolute maupun relative. Berdasarkan riset yang dilakukan
oleh international diabetic federation (IDF) tahun 2013 diperkirakan lebih dari 382 juta
orang mengidap diabetes. Diperkirakan angka tersebut terus meningkat hingga 592 juta
pada tahun 2035. Data riskesdas 2018 menunjukan adanya peningkatan prevelensi
diabetes dari tahun 2013 sebanyak 6.9% menjadi 8.5% pada tahun 2018. Kemenkes RI
menekankan bahwa indonseia perlu melakukan pencegahan dan pengendalian diabetes
mellitus dengan mengubah perilaku terkait dengan diet yang seharusnya dikonsumsi
dengan seimbang, melakukan aktivitas fisik serta menghindari alcohol dan asap rokok.
Salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah
adalah dengan melakukan senam kaki. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
efek senam kaki diabetic terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus.
Sampel yang digunakan adalah lima artikel penelitian berupa teks penuh, terpublikasi
lima tahun terakhir, dan membahas tentang pengaruh senam kaki terhadap kadar gula
darah pada penderita diabetes mellitus. Sumber database jurnal yang digunakan yaitu
Google Scholar, Garuda, dan OneSearch. Berdasarkan hasil kajian literatur, didapatkan
hasil bahwa senam kaki efektif menurunkan kadar gula dalam darah pada pasien
diabetes mellitus type 2 dan menurunkan keluhan neuropati perifer. Mekanisme yang
terjadi adalah pergerakan otot-otot karena senam membantu menurunkan retensi insulin
dan meningkatkan permeabilitas sehingga gula dalam darah dapat masuk kedalam sel.
Senam kaki diabetic dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 15-30 menit dan
maksimal tidak melakukan adalah dua hari berturut-turut.

Kata Kunci :Diabetes mellitus, Senam kaki, Kadar gula darah, neuropati perifer

iii
FOOT GYMNASTICS TO REDUCE BLOOD SUGAR LEVELS AND REDUCE
COMPLAINTS OF PERIPHERAL NEUROPATHY
IN MELLITUS DIABETES PATIENT

Hasib Sa’dullah

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a symptoms of a person characterized by blood glucose levels


that high values (hyperglycemia) due to absolute or relative insufficiency deficiency.
Based on research conducted by the international diabetic federation (IDF) in 2013, it is
estimated that more than 382 million people have diabetes. It is estimated that this
number will continue to increase to 592 million in 2035. Riskesdas 2018 data shows an
increase in diabetes prevalence from 2013 by 6.9% to 8.5% in 2018. The Indonesian
Ministry of Health emphasizes that Indonesia needs to prevent and control diabetes
mellitus by changing behaviors related to diabetes mellitus. a diet that should be
consumed in a balanced manner, doing physical activity and avoiding alcohol and
cigarette smoke. One of the physical activities that can be done to control blood sugar
levels is by doing leg exercises. The purpose of this study was to analyze the effect of
diabetic foot exercise on blood sugar levels in people with diabetes mellitus. The sample
used was five research articles in the form of full text, published in the last five years,
and discussed the effect of foot exercise on blood sugar levels in diabetes mellitus
sufferers. The source of the journal database used is Google Scholar, Garuda, and
OneSearch. Based on the results of a literature review, it was found that foot exercise
was effective in reducing blood sugar levels in type 2 diabetes mellitus patients and
reduce complaints of peripheral neuropathy.The mechanism that occurs is the
movement of the muscles because exercise helps reduce insulin retention and increase
permeability so that blood sugar can enter the cells. Diabetic foot exercise is done 3-5
times a week with a duration of 15-30 minutes and the maximum not to do is two days
in a row.

Keyword : Diabetes mellitus, food exercise, blood sugar level, peripheral neuropathy

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala pada seseorang yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hioerglikemia)
akibat tubuh kekurangan insuin baik absolute maupun relative. Permasalahan
yang besar pada penderita diabetes adalah munculnya permasalahan pada kaku
yaitu neuropati. Gejala neuropati yang sering dijumpai yaitu kesemutan, kebas
pada tungkai bawah dan kaki sebelah kanan dan kiri. Neuropati dimulai sejak
plasma darah penderita diabet tidak terkontrol sehingga aliran darah menjadi
melambat. Akibatnya nutrisi dan oksigen jaringan tidak mencukupi sehingga
akan mengakibatkan munculnya gangren atau ulkus diabetic (smeltzer and bare).
Tahun 2018 kementrian Kesehatan republik Indonesia menyatakan
bahwa 70% beban penyakit dan kematian didunia diakibatkan oleh DM. dimana
90-95 % dari angka tersebut didiagnosa sebagai DM type II yang disebabkan
oleh gaya hidup yang tidak sehat dan konsumsi makanan yang kurang baik.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh international diabetic federation (IDF)
tahun 2013 diperkirakan lebih dari 382 juta orang mengidap diabetes, dimana
175 juta diantaranya belum terdiagnosis. Diperkirakan angka tersebut terus
meningkat hingga menjadi sekitar 592 juta pada tahun 2035. Data riskesdas
2018 menunjukan adanya peningkatan prevelensi diabetes dari tahun 2013
sebanyak 6.9% menjadi 8.5% pada tahun 2018.
Nyeri neuropati (rasa nyeri akibat kerusakan saraf) merupakan
manifestasi klinik tersering pada penderita DM dengan komplikasi neuropati
diabetik, diperkirakan diderita oleh 10% dari total populasi, dan 1/3 diantaranya
neuropati diabetik. Dari total penderita diabetes, 7,5% diantaranya menderita
nyeri neuropati. Penderita DM yang mengalami nyeri neuropati diabetik akan
merasa sangat terganggu. Nyeri yang dirasakan pada tungkai dan menjalar ke
arah proksimal sesuai patologis DM akan bertambah berat ketika istirahat atau
setelah melakukan aktifitas. Karakteristik nyeri neuropati diabetik sangat kuat

1
yaitu rasa nyeri seperti rasa terbakar, rasa ditikam, tersengat listrik, disobek,
tegang, diikat serta tidak hilang hanya dengan merubah posisi sendi
Sehubungan dengan data diatas maka kemenkes RI menekankan bahwa
indonseia perlu melakukan pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus.
Diantaranya adalah dengan mengubah perilaku terkait dengan diet yang
seharusnya dikonsumsi dengan seimbang, melakukan aktivitas fisik serta
menghindari alcohol dan asap rokok.
Keluarga merupakan sekelompok individu yang hidup bersama,
berinteraksi dan saling bergantung satu sama lain dan terikat secara perkawinan,
garis keturunan, maupun adopsi yang memiliki suatu tujuan bersama. Apabila
ada satu individu dalam keluarga sakit maka berdampak pada keluarga lainnya
karena keluarga adalah suatu system yang saling terhubung antara satu individu
dengan individu lainnya (Komang, 2015). Oleh karena itu peran keluarga
sangatlah penting dalam penyakit DM, mengingat gen DNA keturunan serta
pola hidup yang diterapkan pada keluarga sangatlah membantu sekali dalam
penanganan DM. Penerapan diet yang tepat sehari-hari dan pola hidup yang
sehat sangatlah berperan dalam menekan gula dalam darah sehingga pasien
tersebut dalam kedaan stabil.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi neuropati pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 diperlukan penatalaksanaan yang tepat. Menurut
PERKENI 2019, penatalaksanaan Diabates Melitus secara khusus meliputi :
edukasi, Terapi Nutrisi Medis (TNM), latihan jasmani dan terapi farmakologi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Silva E. Q. (2020) bahwa
booklet adalah media yang di tepat untuk perawatan Diabetic Polyneuropathy
(DPN) , yang bisa digunakan secara mandiri. Pasien bisa memilih cara dan
tempat untuk melakukan latihannya. Metode ini memungkinkan pasien secara
teratur dan kontinyu latihannya, yang mana hal itu merupakan elemen penting
dalam pengelolaan kaki diabetik.
Salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
kadar glukosa dalam darah yang tidak terkontrol dan mengurangi nyeri yang
timbul akibat adanya neuropati diabetik adalah senam kaki diabetik yang
berfungsi untuk memperbaiki sirkulasi perifer akibat adanya gangguan

2
vaskularisasi dan gangguan metabolisme glukosa pada penderita DM. Senam
kaki diabetik merupakan jenis olahraga sederhana yang cocok untuk penderita
DM dan menunjukkan efektifitas jika dilakukan secara rutin. Senam kaki
dilakukan 3-4 kali seminggu untuk mendapatkan hasil yang efektif. Peran kita
sebagai perawat adalah membimbing klien untuk melakukan senam kaki agar
klien dapat melakukan senam kaki secara mandiri.
Senam adalah serangkaian gerak yang teratur, terarah, serta terencana
yang dilakukan secara sendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan
kemampuan fungsional raga (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Senam kaki
adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk
mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian
kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat
otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu
dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi
keterbatasan pergerakan sendi (Widianti & Proverawati, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menerapkan suatu terapi
komplementer berdasarkan evidance based nursing practice (EBNP) dalam
asuhan keperawatan gerontik yang dilakukan dengan judul Studi Kasus :
Penerapan Senam Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Tn. A
Dengan Masalah Diabetes Mellitus.

B. Tujuan
Untuk mengetahui manfaat senam kaki dalam menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes mellitus type II dan mencegah terjadinya luka
akibat neuropati perifer dan membantu memperlancar peredaran darah bagian
kaki

C. Manfaat
1. Bagi Klien
Diharapkan setelah dilakukan penerapan terapi komplementer senam
kaki diabetes dapat menyelesaikan masalah tidak terkontrolnya kadar

3
glukosa dalam darah dan neuropati perifer pada penderita Diabetes Melitus
sesuai dengan evidence based practice nusing.
2. Bagi Pelayan Kesehatan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan
mengenai inovasi terapi komplementer senam kaki diabetes yang dapat
dilakukan oleh perawat dalam mengatasi keluhan tidak terkontrolnya kadar
glukosa dalam darah dan neuropati perifer pada pasien diabetes mellitus.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Desain inovatif ini diharapkan dapat bermanfaat untuk institusi
pendidikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan
terapi komplemen ter atau penatalaksanaan non farmakologi pada pasien
diabetes mellitus yang mengalami kondisi tidak terkontrolnya kadar glukosa
dalam darah dan gangguan neuropati perifer.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELLITUS
1. Pengertian
a. Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan
berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neurologis (Barbara C. Long, 1995).
b. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner dan Sudarta, 1999).
c. Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).

2. Etiologi
Etiologi dari Diabetes mellitus sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa
Diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan
kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab
yaitu:
a. Dibetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
1) Faktor genetic
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan

5
ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu
pada individu tertentu
2) Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan
tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal
3) Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal
yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan
yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu
yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
c. Faktor non genetic
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
2) Nutrisi
 Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
 Malnutrisi protein
 Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi
biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4) Hormonal

6
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma
karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma
karena kadar katekolamin meningkat

3. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD),
penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak
dengan obesitas.
c. Diabetes mellitus type lain
1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik
3) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon

7
chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk
mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

4. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari
tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan
penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler
yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan
tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes
mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita
Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi
glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah
bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa
meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.

5. Gambaran Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic

8
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih
banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini
disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain
yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6. Komplikasi
a. Akut
1) Hypoglikemia
2) Ketoasidosis
3) Diabetik
b. Kronik
1) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik,
nefropati diabetic.
3) Neuropati diabetic.

9
B. Neuropati
1. Pengertian
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi kronik pada pasien
diabetes mellitus yang disebabkan oleh gangguan mikroangiopati. Neuropati
perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf ekstremitas
bawah. Gejala yang timbul pada pasien neuropati perifer adalah parestesia
(rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan), rasa terbakar
(khusus pada malam hari), kaki terasa baal (patirasa), penurunan fungsi
proprioseptif, penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan, penurunan
sensibilitas nyeri dan suhu yang membuat penderita neuropati berisiko untuk
mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui (Smeltzer & Bare,
2008).
Neuropati Diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance
glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi
protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada
kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf berkurang dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah kerusakan fungsi saraf.

2. Patofisiologi
Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi
terjadinya kerusakan/disfungsi saraf perifer akibat DM, namun semuanya
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian terbaru
menjelaskan mekanisme terjadinya disfungsi atau kematian saraf perifer akibat
DM secara mendalam, diataranya: teori vaskular, metabolik, advanced
glycation end products (AGEs), penurunan konsentrasi nerve growth factor
(NGF), teori laminin, dan teori autoimun (Llewelyn, 2003; Duby et al. 2004;
Callaghan et al. 2012).
Hiperglikemi akan menyebabkan Glikasi protein non enzimatik
ekstraseluler meningkat sehingga terjadi pembentukan formasi AGEs.
Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil interaksi glukosa dengan
kelompok amino pada protein. Proses ini pada awalnya membentuk produk

10
glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya membentuk AGEs yang
irreversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita DM. Pada endotel
mikrovaskular, AGEs menghambat produksi prostasiklin dan menginduksi
PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan akibatnya terjadi agregasi
trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis. Mikrotrombus yang
dirangsang oleh AGEs berakibat hipoksia lokal dan meningkatkan
angiogenesis dan akhirnya mikroangiopati.
Peningkatan glukosa intraseluler pada jaringan saraf dan vaskular juga
mengaktivasi aldose reduktase. Aldose reduktase secara normal mempunyai
fungsi mengurangi aldehid beracun di dalam sel ke dalam alkohol non aktif,
tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose
reduktase juga mengurangi glukosa kedalam jalur sorbitol, kemudian
dioksidasi menjadi fruktosa. Dalam proses mengurangi glukosa intraseluler
tinggi ke sorbitol, aldose reduktase mengkonsumsi kofaktor NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah ko-
faktor yang penting untuk memperbaharui intracelluler critical anti oxidant,
dan pengurangan glutathione. Dengan mengurangi glutathion, jalur polyol
meningkatkan kepekaan stres oksidatif intraseluler. Stres oksidatif berperan
utama di dalam patogenesis terjadinya kerusakan saraf pada penderita DM.
Berdasarkan teori vaskular, terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium
yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemia,
terjadi penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial,
dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga dapat
menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktivitas Na/K ATP ase yang
akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
Aktivasi protein kinase C pathway juga berperan dalam patogenesis
diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa
suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating
factor untuk isoforms protein kinase-C,β,α,ð. Protein kinase C juga diaktifkan
oleh oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi protein
kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan sintesa
nitric oxide (NOs), dan perubahan aliran darah (Sjahrir,2006).

11
Faktor neurotropik penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan
regenerasi unsur unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic factor (NF)
sangat penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon
regenerasi. Nerve growth factor berupa protein yang memberi dukungan besar
terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Telah banyak dilakukan
penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu protein yang
berperanan pada ketahananan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron
simpatik sistem saraf perifer. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal,
melibatkan serabut saraf yang kecil.

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis NND terutama pada anggota gerak bawah dapat berupa:
rasa terbakar, seperti ditusuk, alodinia, hiperalgesia, disestesi dan lain-lainnya.
Proses NND yang berlangsung kronis sering membuat frustasi pasien maupun
dokternya, tidak jarang menimbulkan gangguan tidur, kecemasan, dan depresi,
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Usunoff et al. 2005; Daousi et al.
2006; Aslam et al. 2014).
Hiperglikemia kronis akibat DM yang tidak terkontrol akan menyebabkan
disfungsi saraf perifer dan distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi
gangguan sensoris, motorik, maupun otonom (Soliman, 2004). Distribusinya
menyerupai gambaran kaos kaki dan sarung tangan (stocking and gloves) atau
disebut juga Distal Symetrical Polyneuropathy (Dyck, 2009)

C. SENAM KAKI DIABETIK


1. Definisi
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarakan
peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki
terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot
betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi
(Proverawati & Widianti, 2010). Senam kaki diabetik yang dilakukan pada
telapak kaki terutama diarea organ yang bermasalah akan memberikan

12
rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pankreas agar
menjadi aktif sehingga menghasilkan insulin melalui titik-titik saraf yang
berada di telapak kaki.
Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan
penyakit diabetes mellitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik teratur
(3-4 kali seminggu lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes. Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan, bersepeda
santai, jogging, senam dan berenang. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan
dengan unsur dan status kesegaran jasmani (Perkeni,2002 dalam Priyanto,
2012).

2. Tujuan
Tujuan dari senam kaki adalah:
a. Membantu melancarkan peredaran darah
b. Memperkuat otot-otot
c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi

3. Indikasi dan kontra indikasi


Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
Diabetes melitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak
pasien didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai tindakan pencegahan
dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasi pada klien yang mengalami
perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea atau sesak . Orang yang depresi,
khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan seperti hal iniperlu diperhatikan
sebelum dilakukan tindakan senam kaki.

4. Alat dan bahan


Alat dan bahan yang perlu disiapkan adalah:
a. Kertas koran
b. Kursi apabila tindakan dilakukan sambal duduk

13
5. Prosedur
a. Posisikan klien duduk tegak dengan nyaman, tinggi kursi memungkinkan
telapak kaki klien menyentuh lantai secara keseluruhan. Atau jika posisi
klien berbaring maka dengan meluruskan kaki.

b. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan


keatas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak
10kali. Pada posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

c. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke
atas.Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit
kakidiangkatkan ke atas. Dilakukan pada kaki kiri dan kanan secara
bergantiandan diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, menggerakkan
jari dan tumit kaki secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan
sebanyak 10 kali.

14
d. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan
buatgerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, kaki lurus ke atas dan buat gerakan
memutardengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

e. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan


memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Pada posisitidur kaki harus diangkat sedikit agar dapat melakukan gerakan
memutarpada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

f. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan
kaki,tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan
secarabergantian . Gerakan ini sama dengan posisi tidur.

g. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti


boladengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran
seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan
sekalisaja, lalu robek Koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian
Koran.Sebagian Koran di sobek- sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua
kaki. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki,

15
lalu letakkan sobekan kertas pada bagian kertas yang utuh. Bungkus semua
dengan kedua kaki membentuk bola.

16
BAB III
RANCANGAN SOLUSI

A. Rumusan PICOT
Problem : anggota keluarga dengan diabetes mellitus
Intervention : penerapan senam kaki
Comparison : Pasien neuropati perifer yang diberi intervensi senam kaki
diabetes
Outcome : penurunan kadar gula darah dan diharapkan keluhan neuropati
perifernya berkurang
Time : 3 x 24 jam dan sebanyak 2 kali sehari

B. Pencarian Bukti Penelitian


Pencarian literatur melalui database jurnal dengan rentang publikasi lima
tahun terakhir (2016-2021). Sampel yang digunakan merupakan artikel yang
berhubungan dengan pengaruh senam kaki diabetes terhadap kadar glukosa dalam
darah dan neuropati perifer pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Peneliti
menggunakan beberapa sumber yaitu Google Scholar, ProQuest, dan PubMed. Kata
kunci yang digunakan adalah : senam kaki,kadar glukosa darah, neuropati, dan
diabetes mellitus. Setelah menganalisis artikel yang ditemukan, peneliti
menemukan beberapa tema bahasan utama. Peneliti menyajikan data dalam table
berikut :
Bagan seleksi artikel

209 judul atau abstrak


ProQuest : 8
PubMed : 23
Google Scholar : 178 Batas 10 tahun terakhir
(2011-2020)
Dihapus : 113
96 artikel terskrining
Relevansi
Dihapus : 49
47 artikel terskrining
Review
Dihapus : 83
19 artikel lengkap dikaji sesuai
kriteria inklusi dan kualitas
17
Kriteria inklusi dan
assessmen kualitas
Diekslusi : 4
15 artikel

18
C. Analisis Artikel
Berdasarkan hasil analisis sebanyak 15 artikel, dapat ditarik kesimpulkan bahwa Senam Kaki Diabetik efektif dalam menurunkan
kadar glukosa dalam darah dan mencegah terjadinya luka dan membantu memperlancar peredaran darah bagian kaki pada klien
diabetes melitus. adapun ringkasan artikel yang telah dianalisis tercantum dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Analisis Artikel

No Penulis Judul Tahun Desain Sampel Hasil


1 Trisna, E., & Pengaruh 2018 Quasy 32 orang Hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon pada
Musiana, M. Senam Kaki Experimental kelompok tai chi didapatkan nilai p = 0,000 < α=0,05 dan hasil

terhadap Kadar method with uji t-test paired sample test pada senam diabetes mellitus
Pretest- didapatkan nilai p=0,000 < α=0,05. Simpulan, senam tai chi dan
Glukosa Darah
Posttest Group senam DM sama-sama berpengaruh dalam menurun kan kadar
dan Nilai ABI
Design gula darah pasien diabetes mellitus tipe II, namun dilihat dari
Penderita DM.
selisih penurunan kadar gula darah senam Diabetes Mellitus
lebih efektif dari senam Tai Chi. Senam dilakukan 3 kali dalam
seminggu.
2 Rita Fitri Yulita, Pengaruh 2019 Quasi 16 Ada perbedaan yang signifikan skor neuropati setelah diberikan
Agung Waluyo, Senam Kaki experiment responde senam kaki pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Rohman Azzam terhadap n Ada perbedaan yang signifikan kadar gula darah setelah
Penurunan Skor diberikan senam kaki pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
Neuropati dan
Kadar Gula
Darah pada

1
Pasien DM
Tipe 2 di
Persadia RS
3 Camalia Suhertini, Senam Kaki 2016 Quasi 33 orang Senam kaki pada kelompok intervensi berpengaruh secara
Subandi Subandi Efektif experimental signifikan dalam menurunkan nilai sensasi kaki penderita
Mengobati pre-post test neuropati diabetik. Senam kaki pada kelompok intervensi
Neuropati with control berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan nilai
group pengkajian fisik kaki penderita neuropati diabetik. Maka
Diabetik pada
disimpulkan, senam kaki efektif terhadap pengobatan neuropati
Penderita
diabetik pada penderita Diabetes mellitus.
Diabetes
Mellitus
4 Rika Yulendasari, Pengaruh 2020 Pre 21 orang Terdapat pengaruh senam kaki terhadap neuropati perifer
Usastiawaty Cik Senam Kaki experimental penderita diabetes mellitus menggunakan skor IpTT dengan
Ayu Saadiah terhadap rancangan one selisih rata-rata antara sebelum dan sesudah perlakuan sebesar
Isnainy, Herlinda Neuropati group pretest- 0,810±0,602;
Herlinda posttest. p-value 0,000 (p<±0,05)
Perifer
Penderita
Diabetes
Malitus
Menggunakan
Skort IpTT
(IPSWICH
TOUCH TEST)
di Wilayah
Kerja Metro
Pusat

2
5 Graceistin Ruben, Pengaruh 2016 Pra 98 orang Hasil uji t-test paired samples test didapatkan nilai p = 0,000 < á
Julia Villy Rottie, Senam Kaki experimental = 0,05. Hal ini menunjukkan ada pengaruh senam kaki dalam
dan Michael Y Diabetes with One menurunkan kadar gula darah. Senam direkomendasikan
Karudeng Terhadap group pre post dilakukan dengan intensitas moderat (60-70 maksimum heart
test rate), durasi 30-60 menit, dengan frekuensi 3-5 kali per minggu
Perubahan
dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam.
Kadar Gula
Darah Pada
Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
6 E. Q. Silva, E. Y. Effect of an 2020 Randomised, 86 pasien Booklet adalah media yang di pilih untuk perawatan DPN, yaitu
Suda, D. P. Santos educational controlled trial dengan bagaimana dan dimana cara melakukan latihannya. Penelitian ini
, J. L. Veríssimo, booklet for Diabetik mengijinkan pasien/partisipan melakukan latihan secara teratur
J. S. S. P. Ferreira, prevention and Polineuro sesuai kebiasaannya dalam melakukan perawatan kaki dan
R. H. Cruvinel pati kesehatannya. Booklet berfokus pada kaki dan pergelangan kaki.
treatment of
Júnior, R. L. Peneliti berasumsi bahwa cara ini akan meningkatkan aspek
foot
Monteiro, C. D. klinis Diabetk Polineuropati dan meningkatkan keuntungan
Sartor and I. C. N. musculoskeleta biomekanik yang berubah selama berberjalan dan menjadi media
Sacco l dysfunctions yang sangat bagus dalam perawatan mandiri pasien yang dapat
in people with dilakukan dengan mudah untuk meningkatkan aktifitas sehari-
diabetic harinya.
neuropathy: the
FOotCAre
(FOCA) trial II,
a study
protocol of a
randomized
controlled trial
7 Sartor; et al Effects of 2019 Pra 132 Hasil uji t-test paired samples test didapatkan nilai p = 0,000 < á

3
strengthening, experimental orang = 0,05. Hal ini menunjukkan ada pengaruh senam kaki dalam
stretching and with One menurunkan kadar gula darah. Senam direkomendasikan

functional group pre post dilakukan dengan intensitas moderat (60-70 maksimum heart
test rate), durasi 30-60 menit, dengan frekuensi 3-5 kali per minggu
training on foot
dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam.
function in
patients with
diabetic
neuropathy:
results of a
randomized
controlled trial
8 Alessandro P Early diagnosis 2018 Quasi 212 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil nilai p secara
Burlina, of peripheral experiment orang berturut turut mulai dari intervensi ke-1 sampai dengan ke-4
Katherine B nervous system Pretest- yaitu 0,008; 0,002; 0,000; dan 0,000. Hasil uji t (t-test) nilai
Sims, Juan M involvement in
Posttest signifikansi (2-tailed) yang dihasilkan <0,05 (α) maka Ho
Politei , Gary J Fabry disease
Bennett , Ralf and treatment Control Group ditolak, yang berarti ada perbedaan antara kadar glukosa darah
Baron , Claudia of neuropathic Design sebelum dan sesudah intervensi.
Sommer , Anette pain: the report
Torvin Møller of an expert
and Max J Hilz panel
9 James W. Albers Diabetic 2019 Quasi 184 Hasil penelitian pada kelompok intervensi terjadi penurunan
Neuropathy: experiment orang bermakna skor neuropati dan kadar gula darah (p=0,001).
Mechanisms,

4
Emerging Pretest- Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan secara
Treatments, Posttest bermakna skor neuropati (p=0,069) dan kadar gula darah
and Subtypes Control Group (p=0,184). Berdasarkan hasil uji mann-withney menunjukkan
Design. bahwa ada perbedaan yang signifikan penurunan skor neuropati
dan kadar gula darah antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol (p=0,003; p=0,042).
10 Piergiorgio Diabetic Foot 2018 one group 138 Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata kadar gula darah
Francia, and Exercise pretest- orang sebelum melakukan senam kaki 202.67mg/dl, setelah senam kaki
Massimo Therapy: Step posttest design menurun menjadi 173.07mg/dl. Hasil analisis menunjukkan
Gulisano , by Step The
adanya perbedaan kadar gula darah yang signifikan pada pasien
Roberto Role of Rigid
Anichini and Posture and diabetes mellitus tipe II sebelum dan setelah melakukan senam
Giuseppe Biomechanics kaki diabetes (p<0.01). senam kaki dilakukan sebanyak 3 kali.
Seghieri Treatment
11 Ronaldo H. Foot-ankle 2020 Randomised, 822 In 24 weeks, of the 822 patients in the database, 192 were
Cruvinel Júnior , functional controlled trial contacted, 65 were assessed for eligibility, and 20 were
Jane S. S. P. outcomes of considered eligible. The recruitment rate was 0.83
Ferreira , Raquel using the participants per week. Fourteen out of the 20 eligible
I. Beteli , Érica Diabetic Foot participants agreed to participate, resulting in recruitment
Q. Silva , Jady Guidance success of 70%. Adherence to the program was 66.7%, and
L. Veríssimo , System there was no dropout. Participants’ median level of
Renan L. (SOPeD) for satisfaction was 5.0 (IQR: 4.5–5.0) and perceived safety
Monteiro, people with was 5.0 (IQR: 5.0–5.0).
Eneida Y. diabetic
Suda1, and neuropathy: a
Isabel C. N. feasibility study

5
Sacco1 for the single-
blind
randomized
Dorresteijn
JAN,
Kriegsman
DMW,
Assendel! WJJ,
Valk GD
controlled
FOotCAre
(FOCA) trial I
12 Dorresteijn JAN, Patient 2019 Randomised, 634 Of the 12 RCTs included, the eAect of patient education on
Kriegsman education for controlled trial primary end points was reported in only five. Pooling of
DMW, preventing outcome data was precluded by marked, mainly clinical,
Assendel! WJJ, diabetic foot heterogeneity.One ofthe RCTs showed reduced incidence
Valk GD ulceration of foot ulceration (risk ratio (RR) 0.31, 95% confidence
interval (CI) 0.14 to 0.66) and amputation (RR 0.33, 95%
CI 0.15 to 0.76) during one-year follow-up of diabetes
patients at high risk of foot ulceration a!er a one-hour group
education session. However, one similar study, with lower
risk of bias, did not confirm this finding (RR amputation
0.98, 95% CI 0.41 to 2.34; RR ulceration 1.00, 95% CI 0.70
to 1.44). Three other studies, also did not demonstrate any
eAect of education on the primary end points, but were
most likely underpowered. Patients' foot care knowledge

6
was improved in the short term in five of eight RCTs in
which this outcome was assessed, as was patients' self-
reported self-care behaviour in the short term in seven of
nine RCTs. Callus, nail problems and fungal infections
improved in only one of five RCTs. Only one of the
included RCTs was at low risk of bias.
13 Samer I. Risk factors for 2016 A Cross 179 The results shown in Table 1 indicate that diabetic patients
Mohammed, occurrence and Sectional who suffered from DF were significantly older than those
MS, Ehab M. recurrence of without DF. A long history of DM (more than 10 years)
Mikhael, MS, diabetic foot was associated with the development of DF, while the
Fadia T. Ahmed, ulcers among presence of comorbid diseases was not associated with the
MS, Haydar F. Iraqi diabetic development of DF.
Al-Tukmagi, patients
PhD and Ali L.
Jasim, MS
14 Yongwen Zhang Effectiveness 2018 Randomised, 2812 Of 2812 potentially eligible patients, 1004 (35.7%)
and Lanfang of Systematic controlled trial requested to enroll. Among these, 998 (99.4%) completed
Chu Health the enrollment and were randomized to systematic health
Education education model and conventional model groups (498 and
Model for Type 500 patients, resp.) (Figure 1). The two groups studied
2 Diabetes according to the type of health education model were
Patients observed to be homogeneous in terms of age, T2DM
duration, and gender. The baseline clinical characteristics
of the two groups, adherence to medication, distribution of
morbidity, adherence to diet, and chronic complications are
shown in Table 1. Demographic characteristics of
randomized patients were similar between groups;

7
significant differences were not observed between the
groups
15 Cindy Strength and 2018 Randomised, 212 The findings from the reviewed studies provide substantial
Tofthagen, PhD, Balance controlled trial evidence to support the use of strength and balance training
ARNP, AOCNP, Training for for older adults at risk for falls, and detail early evidence to
Constance Adults With support strength and balance training for individuals with
Visovsky, PhD, Peripheral peripheral neuropathy
RN, ACNP, and Neuropathy and
Donna L. Berry, High Risk of
PhD, RN, Fall: Current
AOCN, FAAN Evidence and
Implications for
Future
Research

D. Target dan Luaran


1. Target
Target yang akan mendapatkan intervensi pada deskripsi kasus ini yaitu pasien Diabetes Melitus dengan kadar glukosa
darah tidak terkontrol, neuropati perifer dan diberikan intervensi senam kaki diabetes.
2. Luaran
Luaran dari deskripsi kasus ini untuk mengetahui perlakuan yang dilakukan berdasarkan evidence based practice,
selanjutnya dilakukan observasi dari hasil intervensi senam kaki diabetes terhadap kadar glukosa dalam darah dan neuropati
perifer pada pasien diabetes mellitus .

8
E. SOP
Terlampir

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan dari 15 jurnal yang telah ditelaah, didapatkan hasil bahwa senam
kaki diabetic memiliki pengaruh terhadap kadar gula dalam darah pada pasien
diabetes mellitus dan mencegah terjadinya luka dan membantu memperlancar
peredaran darah bagian kaki.
Pelaksanaan senam kaki

Tanggal Hari ke- Hasil GDS


19 April 2021 1 147
20 April 2021 2 130
21 April 2021 3 123

Intervensi dilakukan pada Tn. A yang menderita diabetes mellitus selama


kurang lebih 8 tahun. Setelah dilakukan intervensi senam kaki diabetes selama 3 x
24 jam yang awalnya ada keluhan rasa tebal, kadang kesemutan, nyeri pada tangan
dan kaki, dan kadar glukosa dalam darah yang tinggi, keluahannya berkurang
setelah dilakukan senam kaki diabetik sebanyak 2 kali dalam sehari. Berdasarkan
hasil review literature yang diambil, ditemukan bahwa senam kaki diabetes
berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah dan
skor/nilai neuropati perifer pada kelompok intervensi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya berkurangnya keluhan rasa tebal, kebas, kesemutan pada kaki setelah
melakukan senam kaki diabetes.
Neuropati pada penderita diabetes melitus dimanifestasikan pada komponen
motorik, autonomik dan sensorik sistem saraf. Kerusakan innervasi sistem saraf
pada otot-otot kaki menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi
kaki. Hal ini mengakibatkan deformitas anatomi kaki dan menimbulkan penonjolan
tulang yang abnormal dan penekanan pada satu titik yang akhirnya menyebabkan
kerusakan kulit dan ulserasi (Tarwoto et al., 2012).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartor; at.al (2014), yaitu
latihan yang diberikan dengan hati-hati akan memperbaiki kelainan kaki
(perubahan bentuk kaki) karena penyakit DM menjadi lebih fisiologis. Dengan

1
distribusi tekanan plantar yang merata dan fungsi pergelangan kaki yang lebih baik.
Monitoring status kaki diabetes secara terus menerus dan edukasi dapat
berkontribusi menjaga integritas otot kaki dan sendi yang rusak karena
polineuropati.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi neuropati pada penderita Diabetes
Melitus tipe 2 diperlukan penatalaksanaan yang tepat. Menurut PERKENI 2019,
penatalaksanaan Diabates Melitus secara khusus meliputi : edukasi, Terapi Nutrisi
Medis (TNM), latihan jasmani dan terapi farmakologi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang di lakukan oleh Silva E. Q. (2020) bahwa booklet adalah media
yang di tepat untuk perawatan Diabetic Polyneuropathy (DPN) , yang bisa
digunakan secara mandiri. Pasien bisa memilih cara dan tempat untuk melakukan
latihannya. Metode ini memungkinkan pasien secara teratur dan kontinyu
latihannya, yang mana hal itu merupakan elemen penting dalam pengelolaan kaki
diabetik.
Senam adalah serangkaian gerak yang teratur, terarah, serta terencana yang
dilakukan secara sendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan
kemampuan fungsional raga (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Senam kaki adalah
kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah
terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam
kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil
kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan
kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi
(Widianti & Proverawati, 2010).
Hasil kajian literatur ini sejalan dengan penelitan yang di lakukan oleh Camalia
Suhertini dan Subandi Subandi (2016), Rika Yulendasari dkk (2020) yaitu senam
kaki diabetes berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan skor/nilai neuropati
perifer pada kelompok intervensi. Menurut Rita Fitri Yulita dkk (2019), senam kaki
diabetes tidak hanya menurunkan skor neuropati saja, tetapi bisa menurunkan kadar
gula darah.
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Enemawira” oleh Graceistin Ruben dan tim (2016) berpendapat

2
bahwa dalam upaya mengendalikan gula darah tidak efektif hanya dengan
pengobatan saja. Perlu adanya dukungan dari factor lain untuk menunjang perna
pancreas yang telah rusak sehingga tidak dapat memproduksi insulin yaitu dengan
diet dan latihan. yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah seperti jalan-
jalan, senam tubuh dan senam kaki sesuai kebutuhan dan kemampuan. saat latihan
(senam) kebutuhan energi meningkat sehingga otot menjadi lebih aktif dan terjadi
peningkatan pemakaian glukosa sehingga terjadi penurunan kadar gula darah, hal
ini juga dilatarbelakangi oleh faktor kontinuitas atau keteraturan pasien dalam
mengikuti senam sehingga terjadi penurunan kadar gula darah.
Sejalan dengan penelitian oleh Bangun Dwi Hardika (2018) dengan judul
“Penurunan Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Melalui Senam Kaki
Diabetes” bahwa senam kaki perlu dilakukan pada penderita diabetes melitus setiap
hari agar gula darah pasien lebih stabil dengan penurunan kadar gula darah sejak
treatment I hingga treatment IV. Penurunan kadar gula darah karena senam kaki
diakibatkan oleh adanya efek peningkatan sensitivitas sel terhadap insulin sehingga
gula dalam darah akan masuk kedalam sel kemudian dimetabolisme. Otot-otot yang
bergerak aktif akan meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap
peningkatan glukosa sehingga retensi insulin akan berkurang dan sensitivitas sel
akan meningkat.
Hal serupa dikemukakan oleh Efa Trisna dan Musiana (2018) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Nilai ABI Penderita DM”. Bahwa saat berolahraga otot otot
menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot
mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan
mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian
glukosa darah. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat saat otot
berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Maka, pada saat
beraktivitas fisik seperti berolahraga, resistensi insulin berkurang.
Penelitian sejenis dengan judul “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan
Skor Neuropati Dan Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe 2” oleh Rita Fitria
dan tim (2019) menyatakan bahwa senam kaki berpengaruh terhadap kadar
glukosa darah penderita diabetes melitus tipe 2 karena senam kaki menggerakkan

3
otot-otot kaki secara aktif. Menggerakan otot kaki dapat meningkatkan kontraksi
otot-otot ekstremitas bawah seperti otot fleksor hip, fleksor ektensor knee, dan yang
paling utama yaitu otot-otot pergerakan ankle (dorsal fleksor, plantar fleksor,
invertor, dan evertor). Peningkatan kontraksi otot-otot ekstremitas bawah dapat
meningkatkan permeabilitas membran, sehingga adanya peningkatan aliran darah.
Apabila aliran darah meningkat maka membran kapiler lebih banyak yang terbuka
dan banyak nya reseptor insulin yang aktif, mengakibatkan peningkatan transfort
glukosa melalui glucose transporter (GLUT)–4 ke dalam membran sel.
Peningkatan transfor glukosa, dapat mengakibatkan terjadinya mekanisme
peningkatan adenosin monofosfat (AMP) otot. Peningkatan AMP ini dapat
mengakibatkan perubahan metabolisme glukosa (glukosa akan di rubah menjadi
ATP sebagai sumber energi). Semakin meningkat transfort glukosa melalui glucose
transporter (GLUT)–4 ke dalam membran sel maka dapat menyebabkan glukosa
dalam darah berkurang.
Manfaat senam kaki menurut artikel yang ditulis oleh Efa Trisna dan Musiana
(2018) adalah Senam kaki dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat
otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha dan juga mengatasi keterbatasan
pergerakan sendi. Senam diabetes dianggap lebih efektif menurunkan kadar gula
dalam darah dibandingkan senam lain seperti pada penelitian oleh Rika
Srywahyuni, Agung Waluyo, dan Rohman Azzam dengan judul “ Perbandingan
Senam Tai Chi Dan Senam Diabetes Mellitus Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II”. Penelitian ini menunjukan bahwa
berdasarkan selisih rata-rata yang di dapat antara kelompok senam tai chi dan
senam diabetes mellitus menunjukkan bahwa selisih penurunan kadar gula darah
senam diabetes lebih besar dibandingkan dengan senam tai chi.
Kadar gula darah dapat menurun apabila gula dalam darah diubah menjadi
energy, sehingga tidak menumpuk dialiran darah yang membuat kadar gula darah
tinggi. Pada penelitian ini kedua senam tersebut sama-sama berpengaruh dalam
menurunkan kadar gula darah pada pasien DM tipe II, tetapi dilihat dari selisih
penurunan kadar gula darah, senam DM lebih besar dari senam tai chi, selisih
senam tai chi antara sebelum senam dan setelah senam yaitu 11,31 mg/dl

4
sedangkan selisih senam DM antara sebelum dan setelah senam yaitu 23,37 mg/dl.
Setelah diberikan senam DM kadar gula darah mengalami penurunan karena
aktivitas olahraga sangat berpengaruh terhadap pengendalian kadar gula
darah.Melakukan olahraga yang teratur dapat membuat peningkatan aliran ke otot
dengan cara pembukaan kapilerpembuluh darah kecil diotot. Menurut Ilyas (2017)
olahraga secara langsung bisa mengakibatkan terjadinya peningkatan pemakaian
glukosa, sehingga reseptor insulin tersedia lebih banyak dan reseptor insulin
menjadi lebih aktif, yang akan berpengaruh terhadap turunnya glukosa darah pada
penderita diabetes sehingga terjadi perubahan pada kadar gula darah.
Kegiatan fisik dinamik yang melibatkan kelompok otot-otot utama akan
meningkatkan ambilan oksigen sebesar 15-20 kali liat karena peningkatan laju
metabolic pada otot yang aktif. Ventilasi pulmoner dapat mencapai 100 L/ menit
dan curah jantung meningkat hingga 20-30 L/menit, untuk memenuhi kebutuhan
otot yang aktif . Terjadi dilatasi arteriol maupun kapiler yang menyebabkan lebih
banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga reseptor insulin lebih banyak dan lebih
aktif/ lebih peka. Kepekaan reseptor insulin berlangsung lama bahkan sampai
latihan telah berakhir. Jaringan otot yang aktif /peka insulin disebut jaringan
nonnsulin dependent dan jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin
untuk menyimpan glukosa, sehingga disebut jaringan insulin dependent, pada fase
pemulihan post-exercise terjadi pengisian kembali cadangan glikogen otot dan
hepar.Aktivitas glikogenik berlangsung terus sampai 12-24 jam post exercise,
menyebabkan glukosa darah kembali normal.

5
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Senam kaki efektif menurunkan kadar gula dalam darah pada pasien
diabetes mellitus type 2 dan menurunkan skor/nilai neuropati diabetes.
Mekanisme yang terjadi adalah pergerakan otot-otot karena senam membantu
menurunkan retensi insulin dan meningkatkan permeabilitas sehingga gula
dalam darah dapat masuk kedalam sel. Senam kaki diabetic dilakukan 3-5 kali
dalam seminggu dengan durasi 15-30.
B. Saran
Dapat menambah informasi tetang salah satu alternative kegiatan untuk
menurunkan kadar gula dalam darah d an menurunkan skor/nilai neuropati
diabetes pada penderita diabetes melitus yang merupakan terapi non
farmakologis dan dapat dilakukan di rumah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Camalia Suhertini, Subandi Subandi (2016). Senam Kaki Efektif Mengobati Neuropati
Diabetik pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Tanjung Karang. Vol 7 No 3.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/232 Diperoleh tanggal
19 April 2021
Hardika, B. D. (2018). Penurunan gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II
melalui senam kaki diabetes. Medisains, 16(2), 60.
https://doi.org/10.30595/medisains.v16i2.2759
jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/download/853/907. Diperoleh
tanggal 19 April 2021
jurnal.poltekkessolo.ac.id/index.php/JKG/article/download/354/316. Diperoleh tanggal
19 April 2021
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.
Kozier B, et.al alih bahasa oleh Karyuni P.E dkk (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik Edisi 7 Volume 1. Jakarta. EGC
Laporan Nasional Riskesdas 2018. (2019). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2019 (online
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan
_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf, diakses 19 April 2021.
Laporan Provin si Papua Riskesdas 2018. (2019). Lembaga Penerbit Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2019 (online
https://drive.google.com/drive/folders/1XYHFQuKucZIwmCADX5ff1aDhfJgqzI-
l, diakses 19 April 2021.
Priyanto, P. (2012) Pengaruh Senam Kaki terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula
Darah pada Anggregat Lansia Diabetes Mellitus di Magelang.
Ratnawati, R., & Insiyah, I. (2015). Pengaruh Senam Kaki terhadap Penurunan Resiko
Neuropati Perifer dengan Skor Diabetik Neuropathy Examination pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Sibera Kota Surakarta.
Rita Fitri Yulita, Agung Waluyo, Rohman Azzam (2019). Pengaruh Senam Kaki
terhadap Penurunan Skor Neuropati dan Kadar Gula Darah pada Pasien DM Tipe

7
2 di Persadia RS. TK. II. Dustira Cimahi. Journal of Telenursing (JOTING)
Volume 1, Nomor 1.
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOTING/article/view/498 Diperoleh
tanggal 19 April 2021
Rika Yulendasari, Usastiawaty Cik Ayu Saadiah Isnainy, Herlinda Herlinda. (2020).
Pengaruh Senam Kaki terhadap Neuropati Perifer Penderita Diabetes Malitus
Menggunakan Skort IpTT (IPSWICH TOUCH TEST) di Wilayah Kerja Metro
Pusat. MANUJU : Malahayati Nursing Journal. Vol 2, No 2.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/manuju/article/view/1648
Diperoleh tanggal 19 April 2021
Ruben, G., Rottie, J., & Karundeng, M. Y. (2016). Pengaruh Senam Kaki Diabetes
Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
EJournal Keperawatan (EKp), 4, 1–5. Diperoleh tanggal 19 April 2021
Soelistijo S.A dkk.(1019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia, Jakarta. PB PERKENI.
Silva E.Q et al (2020). Effect of an educational booklet for prevention and treatment of
foot musculoskeletal dysfunctions in people with diabetic neuropathy: the
FOotCAre (FOCA) trial II, a study protocol of a randomized controlled trial
(2020). BMC Trial 21:180.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7020575/ Diperoleh tanggal 19
April 2021
Sartor; et al. (2019). Effects of strengthening, stretching and functional training on foot
function in patients with diabetic neuropathy: results of a randomized controlled
trial. BMC Musculoskeletal Disorders 2014, 15:137.
https://search.proquest.com/docview/1528158050/fulltextPDF/989F170CBBB84
728PQ/1 Diperoleh tanggal 19 April 2021
Temple J.S, Johnson J.Y (2010). Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan Edisi 5.
Jakarta, EGC
Trisna, E., & Musiana, M. (2018). Pengaruh Senam Kaki terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Nilai ABI Penderita DM. Jurnal Kesehatan, 9(3), 439.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.976
Yulita, rita fitri, Waluyo, A., & Azzam, R. (2019). Pengaruh senam kaki terhadap

8
penurunan skor neuropati dan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai