Anda di halaman 1dari 86

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENGIKUTI PROGRAM PROLANIS

(PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS) DENGAN STABILITAS


GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
DI KLINIK ARYA MEDISTRA

SKRIPSI

Oleh :
SITTA WIDYASARI

NIM 011191103

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis, Diabetes

Mellitus dapat diartikan sebagai salah satu gangguan metabolisme yang

ditandai dengan tingginya kadar gula darah dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein karena adanya resistensi (ketidakmampuan

bekerja dengan baik) dari insulin atau bahkan insulin tidak bekerja sama sekali

(IDF, 2021). Seorang dikatakan mengidap Diabetes Mellitus, bila dalam

pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam

keadaan puasa pagi hari lebih atau sama dengan 126 mg/dL atau glukosa

darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (PERKENI, 2019).

Pada tahun 2021, International Diabetes Federation (IDF) mencatat

537 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun atau 1 dari 10 orang hidup

dengan Diabetes Mellitus di seluruh dunia. Diabetes Mellitus juga

menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1 tiap 5 detik. Tiongkok menjadi negara

dengan jumlah orang dewasa pengidap Diabetes Mellitus terbesar di dunia.

140,87 juta penduduk Tiongkok hidup dengan Diabetes Mellitus pada 2021.

Selanjutnya, India tercatat memiliki 74,19 juta pengidap Diabetes Mellitus,

Pakistan 32,96 juta, dan Amerika Serikat 32,22 juta. Indonesia berada di posisi

kelima dengan jumlah pengidap Diabetes Mellitus sebanyak 19,47 juta.

Dengan jumlah penduduk sebesar 179,72 juta, ini berarti prevalensi Diabetes

Mellitus di Indonesia sebesar 10,6% (IDF, 2021).

1
2

Berdasarkan data bahwa daerah dengan kejadian Diabetes Mellitus

tertinggi adalah DKI dengan 3,4 % dari total jumlah penduduk, sedangkan

Jawa Tengah menempati urutan ke sebelas dengan angka 2,1 % dari total

jumlah penduduk (Litbangkes, 2019). Jumlah Penderita DM di Provinsi Jawa

Tengah setiap tahunnya mengalami peningkatan. Provinsi Jawa Tengah

menyandang kasus DM mencapai 496,181 kasus tahun 2018 mengalami

peningkatan menjadi 652,822 kasus di tahun 2019 (Dinkes Jateng, 2019;

Dinaskes Jateng, 2020). Berdasarkan kabupaten/kota yang terdapat terdapat di

Jawa Tengah, jumlah penderita DM tertinggi terdapat di Kabuaten Pemalang

kemudian diikuti Kab/kota Semarang (Dinkes Jateng, 2019).

Glukosa darah adalah glukosa utama yang dihasilkan oleh tubuh dari

makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah untuk menghasilkan energi bagi sel-sel di dalam tubuh.

Glukosa darah juga merupakan gula sederhana dalam makanan dalam bentuk

disakarida, atau terikat dalam bentuk molekul lain. Glukosa berasal dari

makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohirat yang telah dicerna akan

menghasilkan glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang kemudian diangkut ke

hati melalui vena porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa cepat diubah

menjadi glukosa dalam hati. Glukosa diubah menjadi glikogen didalam hati

dan otot melalui proses glikogenesis. Glikogen dimetabolisme kembali

menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis. Glukosa yang berada di otak

dan darah mengalami proses glikolisis dan glukoneogenesis. Glikolisis adalah

perubahan glukosa menjadi asam piruvat yang akan menjadi asam laktat.
3

Asam laktat yang berlebihan akan dimetabolisme kembali menjadi glukosa

melalui proses yang disebut glukoneogenesis (Tanzil, 2014).

Pengaturan kadar glukosa darah sangat tergantung pada keberadaan

penyimpanan glikogen di hati. Jika kadar glukosa darah rendah, glikogen di

hati akan dipecah menjadi glukosa melalui preses glikogenolisis dan kemudian

mengalir di dalam darah untuk dikirim ke otot rangka dan organ lain yang

dibutuhkan. Jika kadar glukosa darah tinggi, glukosa akan diserap oleh

jaringan dengan bantuan hormon insulin. Kadar glukosa dalam darah diatur

oleh beberapa hormon diantaranya insulin dan glukagon. Hormon insulin

merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, dibentuk oleh sel-

sel beta pulau Langerhans pankreas. Sedangkan hormon glukagon merupakan

hormon yang berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa dan sintesis

glukosa dari asam amino, hormon ini dihasilkan dari sek alfa pancreas

(American Diabetes Association, 2015).

Peran insulin dan glukagon adalah sebagai sistem pengatur umpan

balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah agar normal. Bila

konsentrasi glukosa darah meningkat, maka timbul sekresi insulin.

Selanjutnya insulin akan mengurangi konsentrasi glukosa darah akan kembali

menjadi normal. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan

eksogen. Faktor endogen disebut juga humoral faktor diantaranya hormon

insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor pada otot dan sel hati. Hormon

kortisol sendiri di dalam tubuh dapat menghambat produksi hormon insulin

dan menyebabkan tingginya kadar gula darah. Semakin berat stres yang terjadi
4

di dalam tubuh maka produksi hormon kortisol akan semakin meningkat.

Secara alami, kadar gula darah di dalam tubuh meningkat (Tanzil, 2014).

Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi

serta aktifitas fisik yang dilakukan. Jenis makanan yang dikonsumsi seperti

tingginya jumlah kadar karbohidrat atau kadar gula yang dikonsumsi maka

jumlah kadar dalam pembuluh darah akan meningkat, jumlah glukosa darah

yang tidak dapat diimbangi oleh insulin maka akan menyebabkan peningkatan

kadar glukosa dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia. Aktifitas fisik

mempengaruhi kadar glukosa darah dimana aktifitas fisik membutuhkan

energy (ATP) sehingga glukosa dalam darah dipecah dalam sel dan menjadi

energi, fungsi lain dari aktifitas fisik adalah meningkatkan aktifitas reseptor

insulin dalam tubuh. Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi

akibat asupan makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak

mengandung insulin. Sedangkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)

terjadi akibat kadar insulin dalam tubuh tidak mencukupi, kondisi ini disebut

sebagai diabetes melitus (Tanzil, 2014).

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja

secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau

keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu

pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari

luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah

penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena
5

kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Insulin yang disekresi oleh sel

beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh.

Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk

mengsekresi insulin (Fatimah, 2015).

Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga

berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa

darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti

contoh penyakit autoimun dan idiopatik. Gangguan respons metabolik

terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga

dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan

kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan

glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot

dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan

sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar

glukosa dalam darah tinggi (Fatimah, 2015).

Kadar glukosa darah melebihi batas normal dapat menyebabkan

komplikasi. Komplikasi yang dapat muncul seperti kerusakan saraf

(Neuropati), Stroke Non Haemoragik, Congestive Heart Failure, Hipertensi,

kerusakan ginjal (Nefropati), kerusakan mata (Retinopati), Gangrene

(American Diabetes Association, 2015). Penelitian Roshikoh menunjukan

bahwa kadar glukosa darah yang tinggi secara terus menerus berisiko

menyebabkan gangrene. Berdasarkan hal ini maka penting untuk mencegah


6

komplikasi yang dapat muncul akibat peningkatan glukosa darah (Rosikhoh,

2016).

Secara umum terdapat empat pilar dalam program Diabetes Mellitus

menurut PERKENI (2019), yakni (1) Edukasi, penderita harus paham betul

mengenai riwayat penyakit Diabetes Mellitus. (2) Pembatasan diit makanan,

penderita harus patuh terhadap pola diit yang dijalani dan tidak boleh melebihi

batas diit. (3) Olahraga, gerak badan sangat diperlukan untuk membakar kadar

gula darah dalam tubuh yang berlebih. (4) Terapi farmakologi (PERKENI,

2019).

Salah satu cara pencegahan komplikasi diabetes mellitus adalah

dengan menjaga stabilitas gula darah. Pemerintah melalui BPJS memberikan

pelayanan untuk membantu menjaga stabilitas gula darah dengan membentuk

PROLANIS untuk diabetes melitus. Program PROLANIS dilaksanakan

dengan 4 aktivitas prolanis diantaranya konsultasi medis/edukasi, homevisit,

aktivitas klub dan pemantauan status kesehatan (Fathoni, 2017). Sedangkan

aktivitas yang dikhususkan bagi penderita Diabetes Melitus tipe 2 memiliki 4

pilar penatalaksanaan pengendalian gula darah, antara lain edukasi, Terapi

Nutrisi Medis (TNM), latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Di

PROLANIS ini akan disediakan dokter keluarga yang bertugas sebagai gate

keeper yang tidak hanya memilih pasien untuk dirujuk ke spesialis terkait,

tetapi juga dapat memberikan pelayanan komprehensif dan terfokus dalam

upaya promotif dan preventif (Yunir et al, 2014).


7

Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan

proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta,

fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan

bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai

kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif

dan efisien. Kegiatan Prolanis ini tentunya sangat bermanfaat bagi kesehatan

para pengguna peserta BPJS. Prolanis ini adalah mendorong peserta

penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal pada

pemeriksaan spesifik terhadap penyakit Diabetes Melitus sesuai panduan

klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (BPJS,

2015). Tujuan PROLANIS adalah Mendorong peserta penyandang penyakit

kronis mencapai kualitas hidup optimal pada pemeriksaan spesifik terhadap

penyakit DM Tipe 2 sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah

timbulnya komplikasi (BPJS, 2015).

Penerapan Prolanis sudah dilakukan secara rutin setiap satu bulan

sekali di Wilayah Kabupaten Semarang. Berdasarkan data kunjungan peserta

Prolanis pada tahun 2017 di bulan Agustus sampai Desember persentase

kunjungan peserta Prolanis berturut-turut 55,07%, 47,66%, 61%, 58,83%, dan

59,59%. Berdasarkan data kunjungan peserta Prolanis pada tahun 2017,

persentase kunjungan peserta Prolanis pada bulan Agustus sampai Desember

belum memenuhi indikator yang telah ditentukan yaitu 75% peserta terdaftar

yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama (BPJS, 2015; RISKESDAS,

2019).
8

Keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh kepatuhan penderita DM

dalam melaksanakan terapi. Kepatuhan merupakan kemampuan seseorang

untuk tetap melaksanakan tindakan terapi yang telah diberikan oleh penyedia

layanan kesehatan (Niven, 2013). Kepatuhan (compliance) dalam pengobatan

dapat diartikan sebagai perilaku penderita yang menaati semua nasihat dan

petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, mengenai segala

sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, seperti

kepatuhan dalam minum obat, kepatuhan kontrol glukosa darah, kepatuhan

olahraga, kepatuhan diit.

Menurut Kozier kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum

obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran

terapi dan kesehatan (Kozier and Dkk, 2016). Tingkat kepatuhan dapat

dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi

rencana. Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang

tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoadmojo,

2015). Penelitian Handayani menunjukan bahwa dengan mengikuti kegiatan

Prolanis secara rutin selama 3 bulan menunjukan kadar HbA1c sebagai tolak

ukur kepatuhan penderita Diabetes Mellitus dalam diit dan pengobatan

menunjukan <9,5% yang artinya diit dan pengobatan diabetes yang dilakukan

tergolong baik (Handayani, R., Febriyantika, R., dan Adriani, 2021).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Klinik Arya

Medistra terdapat 65 Penderita Diabetes Melitus yang terdaftar dalam kegiatan

Prolanis, pada ulan September 2022 baru 63% yang mengikuti rutin. Peneliti
9

melakukan pengukuran glukosa darah pada 10 orang 6 diantaranya rutin

mengikuti Prolanis tapi dari hasil pemeriksaan 4 menunjukan GDS > 200

mg/dL. Sedangkan 4 orang yang tidak rutin mengikut Prolanis 3 orang kadar

GDS > 200 mg/dL. Berdasarkan masalah ini peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan Antara Kepatuhan Mengikuti Program Prolanis

(Program Pengelolaan Penyakit Kronis) Dengan Stabilitas Gula Darah Pada

Penderita Diabetes Melitus

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan Antara Kepatuhan Mengikuti Program Prolanis

(Program Pengelolaan Penyakit Kronis) Dengan Stabilitas Gula Darah Pada

Penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mendeskripsikan Hubungan Antara Kepatuhan Mengikuti

Program Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) Dengan

Stabilitas Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus di Klinik Arya

Medistra

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan gambaran karakteristik responden berdasarkan Jenis

kelamin, Usia di Klinik Arya Medistra

b. Mendeskripsikan gambaran Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus

yang mengikuti Prolanis di Klinik Arya Medistra

c. Mendeskripsikan gambaran Kepatuhan Diet Penderita Diabetes

Melitus yang mengikuti Prolanis di Klinik Arya Medistra


10

d. Mendeskripsikan gambaran Kepatuhan Aktifitas Fisik Penderita

Diabetes Melitus yang mengikuti Prolanis di Klinik Arya Medistra

e. Mendeksripsikan Kepatuhan Minum Oaat Penderita Diabetes Melitus

yang mengikuti Prolanis di Klinik Arya Medistra

f. Mendeskripsikan gambaran kepatuhan mengikuti Prolanis (Program

Pengelolaan Penyakit Kronis) di Klinik Arya Medistra

g. Mendeskripsikan gambaran Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus

di Klinik Arya Medistra

h. Menganalisis hubungan Kepatuhan mengikuti Program Prolanis

dengan Stabilitas Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di

Klinik Arya Medistra

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Menjadi data acuan terhadap masyarakat khususnya penderita

Diabetes Melitus untuk mengikuti kegiatan Prolanis secara rutin.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Menyelenggrakan kegiatan Prolanis secara baik, dan meningkatkan

motivasi masyarakat serta melakukan penyuluhan secara optimal tentag

pengenalan program Prolanis

3. Bagi Instansi Pendidikan

Menjadi acuan dalam proses pembelajaran dan menjadi bahan

rujukan dalam proses belajar dalam instansi pendidikan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stabilisasi Glukosa Darah

1. Definisi Glukosa Darah

Glukosa darah berasal dari makanan, glukoneogenesis, dan

glikogenolisis. Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh yang

berfungsi sebagai bahan bakar metabolik utama, sebagai perkursor untuk

sintesis karbohidrat lain, dan merupakan produk akhir terbanyak dari

proses metabolisme karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorbsi ke

dalam darah dalam bentuk glukosa, untuk pengubahan glukosa yang

berasal dari bentuk monosakarida lain seperti fruktosa, galaktosa terjadi di

dalam hati. Oleh karena itu, glukosa merupakan monosakarida terbanyak

di dalam darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel

manusia. Glukosa dibentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui

makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan otot. Glukosa darah

adalah glukosa utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan yang

dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah

untuk menghasilkan energi bagi sel-sel di dalam tubuh (Kee, 2014).

2. Klasifikasi Glukosa darah (PERKENI, 2019)

a. Glukosa darah puasa

1) Normal : dibawah 100 mg/dL

2) Prediabetes : 100-125 mg/dL

3) Diabetes : > 126 mg/dL

11
12

b. HbA1C

1) Normal : < 5,7 %

2) Prediabetes : 5,7 – 6,4 %

3) Diabetes : > 65 %

c. Glukosa darah sewaktu

1) Normal : < 200 mg/dL

2) Diabetes : ≥ 200 mg/dL

d. TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)

1) Normal : < 140 mg/dL

2) Prediabetes : 140 – 199 mg/dL

3) Diabetes : ≥ 200 mg/dL

3. Stabilisasi Glukosa Darah

Stabilitas gula darah adalah suatu keadaan dimana kadar nilai gula

darah selalu dalam batas normal setiap di periksa 1 bulan sekali (Nita,

2017).

Kadar gula darah dikatakan terlalu tinggi jika melebihi angka 200

mg/dL. Dalam ilmu medis, kadar gula darah terlalu tinggi disebut

hiperglikemia. kadar gula darah terlalu tinggi, terutama yang tidak pernah

mendapat pengobatan, juga bisa menyebabkan bahaya serius seperti

ketoasidosis diabetik atau sindrom diabetes hiperosmolar (Smeltzer &

Bare, 2013).

Gula darah terlalu rendah atau hipoglikemia terjadi ketika kadar

gula darah Anda berada di bawah 50 mg/dL. Kondisi ini juga umum
13

terjadi pada penderita diabetes. Efek samping dari obat-obatan yang

digunakan untuk mengobati diabetes bisa menurunkan kadar gula darah

secara berlebihan. Jika kadar gula darah rendah, tubuh akan lemas dan

tidak bertenaga. Tanda-tanda yang bisa dirasakan adalah kulit berubah

pucat, berkeringat, kelaparan, kelelahan,jantung berdebar, kesemutan di

area mulut, gelisah sampai bisa menyebabkan tidak sadarkan diri

(Smeltzer & Bare, 2013).

4. Proses Stabilisasi Glukosa Darah

Glukosa darah adalah glukosa utama yang dihasilkan oleh tubuh

dari makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah untuk menghasilkan energi bagi sel-sel di dalam tubuh.

Glukosa darah juga merupakan gula sederhana dalam makanan dalam

bentuk disakarida, atau terikat dalam bentuk molekul lain. Glukosa berasal

dari makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohirat yang telah

dicerna akan menghasilkan glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang

kemudian diangkut ke hati melalui vena porta hepatika. Galaktosa dan

fruktosa cepat diubah menjadi glukosa dalam hati. Glukosa diubah

menjadi glikogen didalam hati dan otot melalui proses glikogenesis.

Glikogen dimetabolisme kembali menjadi glukosa melalui proses

glikogenolisis. Glukosa yang berada di otak dan darah mengalami proses

glikolisis dan glukoneogenesis. Glikolisis adalah perubahan glukosa

menjadi asam piruvat yang akan menjadi asam laktat. Asam laktat yang
14

berlebihan akan dimetabolisme kembali menjadi glukosa melalui proses

yang disebut glukoneogenesis (Tanzil, 2014).

Pengaturan kadar glukosa darah sangat tergantung pada keberadaan

penyimpanan glikogen di hati. Jika kadar glukosa darah rendah, glikogen

di hati akan dipecah menjadi glukosa melalui preses glikogenolisis dan

kemudian mengalir di dalam darah untuk dikirim ke otot rangka dan organ

lain yang dibutuhkan. Jika kadar glukosa darah tinggi, glukosa akan

diserap oleh jaringan dengan bantuan hormon insulin. Kadar glukosa

dalam darah diatur oleh beberapa hormon diantaranya insulin dan

glukagon. Hormon insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar

glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas.

Sedangkan hormon glukagon merupakan hormon yang berfungsi untuk

meningkatkan kadar glukosa dan sintesis glukosa dari asam amino,

hormon ini dihasilkan dari sek alfa pankreas (American Diabetes

Association, 2015).

Peran insulin dan glukagon adalah sebagai sistem pengatur umpan

balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah agar normal. Bila

konsentrasi glukosa darah meningkat, maka timbul sekresi insulin.

Selanjutnya insulin akan mengurangi konsentrasi glukosa darah akan

kembali menjadi normal. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor

endogen dan eksogen. Faktor endogen disebut juga humoral faktor

diantaranya hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor pada otot

dan sel hati. Hormon kortisol sendiri di dalam tubuh dapat menghambat


15

produksi hormon insulin dan menyebabkan tingginya kadar gula darah.

Semakin berat stres yang terjadi di dalam tubuh maka produksi hormon

kortisol akan semakin meningkat. Secara alami, kadar gula darah di dalam

tubuh meningkat (Tanzil, 2014).

Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi serta aktifitas fisik yang dilakukan. Jenis makanan yang

dikonsumsi seperti tingginya jumlah kadar karbohidrat atau kadar gula

yang dikonsumsi maka jumlah kadar dalam pembuluh darah akan

meningkat, jumlah glukosa darah yang tidak dapat diimbangi oleh insulin

maka akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah dan

menyebabkan hiperglikemia. Aktifitas fisik mempengaruhi kadar glukosa

darah dimana aktifitas fisik membutuhkan energy (ATP) sehingga glukosa

dalam darah dipecah dalam sel dan menjadi energi, fungsi lain dari

aktifitas fisik adalah meningkatkan aktifitas reseptor insulin dalam tubuh.

Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan

makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung

insulin. Sedangkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) terjadi

akibat kadar insulin dalam tubuh tidak mencukupi, kondisi ini disebut

sebagai diabetes melitus (Tanzil, 2014).

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat

bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan

atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal


16

yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena

pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang

kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang

ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Insulin yang

disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa

darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi

sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Fatimah, 2015).

Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga

berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa

darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak

seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik. Gangguan respons

metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan

post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya

untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal.

Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara

menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan

produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga

menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi

(Fatimah, 2015).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Glukosa Darah

a. Umur

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang

secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Pada usia
17

lanjut peningkatan produksi insulin glukosa dari hati meningkat,

cendrung mengalami resisten insulin dan gangguan sekresi insulin

akibat penuaan dan apoptisis sel beta pancreas (Carrasco Benso, M.

P., Rivero. Gutierrez, B., Lopez Diez Minguez, J., Anzola, A.,

Noguera, A., Madrid, J. A., 2016).

b. Jenis Kelamin

Baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang besar

untuk mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setelah usia 30

tahun keatas perempuan lebih berisiko tinggi dibandingkan dengan

laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes mellitus karena

secara fisik wanita lebih memiliki indeks masa tubuh yang lebih besar.

Sindroma siklus bulanan (premenstrual) dan pasca menapouse yang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat

proses hormonal sehingga wanita berisiko dibanding dengan laki-laki .

c. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara

atau mengatasi masalah-masalah kesehatan dan meningkatkan

kesehatan. Pendidikan memiliki hubungan dengan perilaku pasien

dalam menjaga kesehatannya dan pengendalian kadar glukosa dalam

darah agar tetap stabil. Hasil atau perubahan prilaku dengan cara ini

membutuhkan waktu yang lama namun hasil yang dicapai bersifat

tahan lama karena disadari oleh kesadaran sendiri (Dewi, 2013).


18

d. Pengetahuan

Pengetahuan menjadi faktor penting dimana pengetauan akan

suatau penyakit dan proses penyakit dapat berpengaruh terhadap

perubahan glukosa darah dalam tubuh. Salah satunya adalah

pembatasan diit tinggi gula dapat berpengaruh terhadap glukosa dalam

tubuh (Dewi, 2013).

e. Stress

Seorang yang menderita sakit merangsang memproduksi

hormon tertentu yang secara tidak langsung berpengaruh pada kadar

gula darah Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik

mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan tindakan.

Stress muncul ketika ada ketidakcocokan antara tuntutan yang

dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Stress dapat memicu

terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh yaitu reaksi neural dan

neuroendokrin. Reaksi pertama dari stress adalah sekresi system saraf

simpatis yang menyebabkan ujung saraf mengeluarkan norepinefrin

untuk meningkatkan frekuensi jantung. Reaksi yang diakiatkan oleh

stress juga dapat meningkatkan produksi kortisol dalam korteks

adrenal sehingga menyebabkan glukosa darah (Dewi, 2013).

f. Obesitas

Obesitas menyebabkan reseptor insulin pada target sel di

seluruh tubuh kurang sensitive dan jumlahnya berkurang sehingga

insulin dalam darah tidak dapat dimanfaatkan. Hal tersebut


19

berpengaruh terhadap penumpukan glukosa darah dan menyebabkan

peningkatan kadar glukosa darah secara berlebih (Dewi, 2013).

g. Asupan Makanan / Diit

Makanan diperlukan sebagai bahan bakar dalam pembentukan

ATP. Selama pencernaan banyak zat gizi yang diabsorpsi untuk

memenuhi kebutuhan energy tubuh sampai makan berikutnya. Di

dalam makanan yang dikonsumsi terkandung karbohidrat, lemak,

protein. Kadar gula darah sebagai tercantumpada apa yang dimakan

dan oleh karenanya sewaktu makan diperlukan adanya keseimbangan

diet mempertahankan kadar gula darah agar mendekati nilai normal

dapat dilakukan dengan asupan makanan seimbang sesuai kebutuhan .

(Smeltzer & Bare, 2013).

h. Aktifitas Fisik

Manfaat aktifitas fisik atau olah raga sebagai terapi diabetes

mellitus sudah cukup lama dikenal sebagai salah satu upaya

penanggulangan penyakit DM disamping obat dan diet. Latihan fisik

dapat meningkatkan sensitifitas jaringan insulin yang berguna dalam

regulasi kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II

(Smeltzer & Bare, 2013).

i. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alcohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori.

Pengaturan glukosa menjadi lebih sulit apabila mengkonsumsi alcohol

(Smeltzer & Bare, 2013).


20

j. Kepatuhan

Patuh dalam hal pengobatanakan membantu pasien menjaga

stabilitas gula darah. Indikatorpatuh dalam pengobatan adalah kontrol

sesuai jadwal, meminum obat sesuai dosis dan jadwal, menjaga pola

makan dan berolah raga sesuai anjuran tenaga kesehatan. Pasien yang

kontrol ke pelayanan kesehatanakan diperiksa terutama kadar gula

darahnya. Obat yang dikonsumsi pasien akan dievaluasi apakah sudah

sesuai atau tidak. Petugas kesehatan akan mengevaluasi tentang diit

pasien dan aktivitas pasien. Pasien akan diberikan penjelasan tentang

penyakitnya, diberikan terapi obat-obatan oleh dokter.Diberikan

pendidikan kesehatan tentang diit makanan yang harus dikonsumsi dan

yang harus dihindari.Pendidikan kesehatan tentang aktifitas latihan

yang dapat dilakukan untuk membantu mengontrol kadargula darah

dalam tubuh. Ketidakpatuhan pengobatan pada pasien diabetes melitus

akan berdampak negatif pada kualitas hidup pasien, beresiko terkena

penyakit komplikasi dan memperparah penyakit yang di derita.

Semuanya tercakup dalam kegiatan yang disusun oleh pemerintah

yakni kegiatan PROLANIS (Yunir et al, 2014).

B. Konsep Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Definisi DM berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Melitus oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI,

2019). Pada diabetes melitus dapat ditemui tanda- tanda berupa kadar

glukosa darah diatas ambang normal (hiperglikemia) saat puasa maupun


21

setelah makan, aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati, serta

neuropati (American Diabetes Association, 2015).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) dapat dibagi menjadi beberapa tipe. Berikut

merupakan pembagian DM menurut (Trinovita, 2020) :

a. Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus)

Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta

pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin, yang rentan

terhadap ketoasidosis insulin merupakan hormon yang berperan untuk

memasukkan glukosa ke jaringan target. Diabetes melitus tipe 1 juga

mencakup kasus-kasus karena proses autoimun.

b. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)

Pada penderita diabetes melitus tipe 2 ini terjadi

hiperinsulinemia yaitu insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke

dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin pada keadaan ini,

insulin tetap dapat diproduksi oleh sel. Beta pankreas namun reseptor

insulin tidak mampu berkaitan dengan insulin sehingga terjadi

gangguan transportasi masuknya glukosa ke dalam sel untuk

digunakan oleh sel. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor

insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam

darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Penyebab

diabetes melitus tipe 2 tidak diketahui namun diketahui bahwa faktor

diet, gaya hidup dan genetik mempengaruhi terjadinya diabetes melitus

tipe 2.
22

c. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya

pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,

iatrogenik, infeksivirus penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

d. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, di

mana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,

biasanya pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional

berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perintal.penderita

diabetes melitus gestasional memiliki risiko lebih besar untuk

menderita diabetes melitus yang menetap dalam jangka waktu 5

sampai 10 tahun setelah melahirkan.Gestational diabetes mengacu

pada intoleransi glukosa dengan konsep atau pengenalan pertama.

3. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat

ditegakkan atas dasar adanya glukosuria (PERKENI, 2019).


23

Gejala klasik (Trias) DM terdiri atas poliuria, polidipsia, polifagia,

dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. diagnosis DM tipe 2

dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut.

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl-2 jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan

klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization

Program (NGSP) (PERKENI, 2019).

4. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut dan kronik.

a. Komplikasi akut:

Dua komplikasi akut yang paling sering adalah reaksi

hipoglikemia dan koma diabetik. Reaksi hipoglikemia adalah gejala

yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda:

rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Koma

diabetik timbul karena kadar glukosa dalam tubuh terlalu tinggi, dan

biasanya lebih dari 600 mg/dl (Fatimah, 2015).

b. Komplikasi kronik:

Komplikasi kronik secara luas dapat diklasifikasikan sebagai

komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular terbagi


24

atas makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular

terjadi karena aterosklerosis pada pembuluh darah besar yang meliputi

penyakit jantung, serebral dan arteri perifer. Manifestasi klinis

komplikasi jantung meliputi rasa tidak nyaman atau nyeri pada dada

dan nafas yang diserta mual (diaforesis). Manifestasi komplikasi

serebral dapat meliputi kebutaan pada salah satu mata, kelemahan pada

satu sisi tubuh, baal, kesulitan bicara, kebingungan, atau penglihatan

ganda. Gejala penyakit pada arteri perifer meliputi kram pada tungkai

setelah berjalan dan kehilangan sensasi dengan denyut nadi tidak

teraba pada ekstremitas yang terkena.Komplikasi mikrovaskular

meliputi retinopati, nefropati dan neuropati diabetik. Retinopati

diabetik ditandai dengan penglihatankabur yang disebabkan oleh

perubahan permeabilitas pembuluh darah retina yang mengakibatkan

edema, fase lanjutnya kehilangan penglihatan secara mendadak seperti

glukoma dan ablasio retina. Nefropati diabetika dapat berlangsung

secara diam-diam selama bertahun-tahun karena tanda dan gejala baru

muncul setelah ada kerusakan jaringan renal dengan persentase yang

signifikan. Manifestasi klinis kerusakan renal berat meliputi edema

perifer, mual dan muntah, letih, gatal dan kenaikan berat badan (karena

penumpukan cairan). Manifestasi neuropati diabetik dapat terjadi

segera setelah diagnosis DM ditegakkan. Neuropati otonom dapat

mengakibatkan impotensi, gangguan saluran cerna, disfungsi kandung

kemih dan hipotensi ortostik, nyeri merupakan masalah serius yang

berkaitan dengan neuropati otonom yang bersifat intermiten (kontinu)


25

dan biasanya makin parah pada malam hari. Komplikasi non vaskular

mengenai pada rongga mulut. (Fatimah, 2015).

5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan pengobatan DM harus dilakukan seumur hidup

baik itupengendalian faktor risiko, kontrol aktivitas, nutrisi dan obatnya

sehinggaseringkali penderita mengalami kejenuhan dan ketidakpatuhan

dalampenatalaksanaan pengobatan DM sering terjadi. Adapun dalam

upaya penanganan penyakit Diabetes terdapat 4 pilar yang harus dipatuhi

oleh pasien diabetes yang meliputi Pengetahuan (Edukasi), kepatuhan

Diet, kepatuhan aktivitas fisik, dan kepatuhan terapi obat (PERKENI,

2019).

a. Pengetahuan (Edukasi)

Edukasi merupakan rencana pengelolaan yang sangat

pentinguntuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes

adalah Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan

ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan

perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,

yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan

penyesuaian keadaanpsikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.

Edukasi merupakanbagian integral dari asuhan perawatan pasien

diabetes yang meliputipenyakit DM, Makna dan perlunya

pengendalian dan pemantauan DM,Intervensi farmakologis dan non

farmakologis dan cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan.


26

Diabetes Knowledge Questionnaire (DKQ) dirancang untuk

mengukur pengetahuan terkait penyakit diabetes secara umum.

Diabetes Knowledge Questionnaire dikembangkan oleh studi

pendidikan Starr Country pada tahun 1994–1998. Kuesioner ini

awalnya dikembangkan dengan 60 item pertanyaan kemudian pada

tahun 2001 kuesioner ini diringkas menjadi 24 item pertanyaan dengan

domain informasi dasar penyakit sebanyak 10 item, kontrol glikemik

sebanyak 7 item, dan pencegahan komplikasi 7 item. Kuesioner ini

telah di uji validitas dan reliabilitas dengan hasil Cronvach’s alpha

coefficient 0,78. DKQ-24 telah digunakan untuk mengevaluasi

pengetahuan terkait penyakit diabetes kepada anggota keluarga yang

hidup dengan diabetes dan untuk orang yang hidup dengan diabetes di

berbagai Negara. Quesioner ini telah di ubah dan di uji validitas dalam

bahas Indonesia dengan nilai > 0,444 untuk 24 item dan uji realibilitas

> 0,60 (Zakludin, 2022).

b. Diet

Pengaturan makan merupakan pilar utama dalam

penatalaksanaan DM, namun banyak dari penderita DM yang sering

memperolehinformasi yang kurang tepat dimana hal ini dapat

merugikan penderita DM tersebut, seperti penderita tidak lagi bisa

menikmati makanankesukaan mereka.Ada 3 hal yang harus

diperhatikan pada diit penderita DM : J1: Jumlah kalori yang diberikan

harus habis, J2 : Jadwal makan harus ditepati , J3 : Jenis, gula dan yang

manis harus dihindari.


27

Dietary Behavior Questionnaire (DBQ) merupakan kuesioner

yang digunakan untuk menilai perilaku diet penderita diabetes

mellitus. DBQ dikembangkan oleh Primanda dan teman - temannya

pada tahun 2011. Kuesioner ini terdiri dari 33 item pertanyaan dengan

domain mengenali jumlah kebutuhan kalori, memilih makanan sehat,

mengatur rencana makan dan mengelola tantangan perilaku diet.

Kuesioner ini telah valid dan reliabel dengan hasil Cronvach’s alpha

coefficient dengan nilai 0,73 (Primanda Y., 2011). Dalam penelitian

ini peneliti mengambil 16 pertanyaan yang terdiri dari 13 pertanyaan

positif dan 3 pertanyaan negatif yang terbagi menjadi empat domain

yaitu sikap mengenali kebutuhan jumlah kalori, pemilihan makanan

sehat, pengaturan jadwal, dan pengaturan tantangan perilaku diet.

Kuesioner ini telah diuji validitas dan reabilitas oleh peneliti

sebelumnya dengan hasil Cronvach’s alpha 0,968 yang berarti

pertanyaan pada kuesioner sangat reliabel (Sundari, 2018).

Penilaian kuesioner ini menggunakan empat skala likert skor

1= tidak pernah, skor 2= kadang – kadang, skor 3= sering, skor 4=rutin

untuk favorable question sedangkan untuk skor unfavorable question

pemberian skor dengan cara sebaliknya. Hasil interpretasi DBQ dibagi

menjadi tiga kategori yakni kepatuhan tinggi apabila total skor 49-64,

kepatuhan sedang apabila total skor 32-48, kepatuhan rendah apabila

total skor <32.


28

c. Aktivitas Fisik

Pada penatalaksanaan aktivitas fisik untuk penderita DM

umumnya sama dengan prinsip olahraga secara umum, yaitu

memenuhi hal berikut ini meliputi frekuensi, intensitas, time atau

durasi, dan tipe atau jenis olahraga. Pada kegiatan Prolanis Kegiatan

aktivitas fisik yang dilakukan adalah senam yang rutin dilakukan tiap

minggu. Senam Prolanis yaitu senam jantung sehat, senam bugar

lansia, senam osteoporisis dan senam aerobic low impact (BPJS,

2015). Untuk aktifitas senam selama Pandemi 2021-2022 dilakukan di

rumah masing-masing penderita Diabetes Melitus dengan durasi sesuai

kemampuan (Media Info BPJS, 2022).

Untuk mengukur aktifitas fisik berdasarkan kegiatan sehari-hari

dapat menggunakan Metode Baecke (The Questionnaire of Baecke at

al for Measurement of a Person’s Habitual Physical Activity dari

Baecke, Burema, Frijters, 1982) yakni yang mengukur kegiatan fisik

yang biasa digunakan pada kegiatan sehari-hari (Widiantini and Tafal,

2014). Hasil ukur aktifitas fisik dikategorikan menjadi aktifitas ringan,

sedang dan aktifitas berat. Kuesioner indeks baecke sudah teruji

validitas dan reliabilitasnya secara internasional. Hasil uji validitas

kuesioner Baecke untuk aktivitas fisik. Hasil uji reliabilitas indeks

baecke menggunakan croanbach alpha didapatkan hasil Cronbach

Alpha= 0,687 (Widiantini and Tafal, 2014).


29

d. Farmakologi

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makandan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (Insulin).Pemberian obat-

obatan tidak boleh meninggalkan diit dan aktivitas fisik. Obat untuk

DM ada 2 macam : Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ) dan Insulin

(PERKENI, 2019).

Medication adherence report scale (MARS) dikembangkan

oleh Horne dan Weinman (Riza, Alfian dan Maulana, 2017).

Kuesioner ini digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan minum

obat pada Kuesioner MARS-5 terdiri dari lima domain pertanyaan

tentang melupakan, mengubah dosis, menghentikan, melewatkan dan

menggunakan obat kurang dari yang ditentukan (Riza, Alfian dan

Maulana, 2017). Kuesioner ini menggunakan skala tipe Likert 5 poin

yakni “Selalu = 1 poin”, “Sering = 2 poin”, “Kadang = 3 poin”,

“Jarang = 4 poin”, “Tidak Pernah = 5 poin”. Klasifikasi tingkat

kepatuhan minum obat dibagi menjadi tiga tingkat yakni kepatuhan

tinggi apabila total skor 25, tingkat kepatuhan sedang 6 – 24, dan

tingkat kepatuhan rendah < 6 (Riza, Alfian dan Maulana, 2017).

Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas dengan hasil Cronvach’s

alpha coefficient dengan nilai ≥ 0,396 tiap pertanyaan, sedangkan

untuk hasil uji reliabilitas Cronbach Alpha Coefficient sebesar 0,803.

Sehingga kuesioner MARS versi Indonesia valid dan dapat digunakan


30

untuk mengukur tingkat kepatuhan minum obat penderita diabetes

mellitus (Riza, Alfian dan Maulana, 2017).

C. Konsep PROLANIS

1. Definisi

PROLANIS (Program pengelolaan penyakit kronis) yaitu suatu

pelayanan kesehatan yang fasilitas kesehatandari pemerintah melalui BPJS

Kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara keseluruhan

dan teratur dengan melibatkan peserta yangmenderita penyakit kronis

untuk mencapai kualitas hidup yang lebih sehatdan mencegah timbulnya

komplikasi dengan biaya pelayanan yeng efektif dan efesien (BPJS, 2015).

PROLANIS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan

pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang

melibatkan peserta, Fasilitas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam

rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang

menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal

dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS, 2015).

2. Tujuan

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis untuk mencapai

kualitas hidup yang optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memliki hasil “baik” pada

pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe II dan Hipertensi sesuai

Panduan Klinis terkait sehingga mencegah timbulnya komplikasi penyakit

(BPJS, 2015).

PROLANIS mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai berikut:


31

a. Dapat meningkatkan kualitas kesehatan penderita

b. Dapat mendorong penderita penyakit kronis mencapai kualitas hidup

optimal

c. Dapat mendorong kemandirian penderita

d. Dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.

3. Sasaran PROLANIS

Sasaran dari Pronalis sendiri merupakan seluruh peserta BPJS penyandang

penyakit kronis. Dengan penanggung jawab program ini adalah Kantor

Cabang BPJS Kesehatan bagian Manajemen Pelayanan Primer.

4. Langkah Persiapan Pelaksanaan PROLANIS

Ada beberapa langkah dalam persiapan pelaksanaan PROLANIS meliputi:

a. Persiapan pelaksanaan PROLANIS

1) Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan :

a) Hasil dari skrining riwayat kesehatan

b) Hasil diagnose (Pada faskes tingkat pertama maupun Rumah

Sakit)

2) Menentukan target sasaran

3) Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas

berdasarkan distriusi target sasaran peserta.

4) Menyelenggarakan sosialisasi PROLANIS kepada Faskes

pengelola

5) Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek,

Laboratorium).
32

6) Permintaan pernyataann kesediaan jejaring Faskes untuk melayani

peserta PROLANIS

7) Melakukan sosialisasi PROLANSI kepada peserta (instansi,

pertemuaan kelompok penderita penyakit kronis di RS dan lain-

lain)

8) Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang diabetes

mellitus untuk bergaung dalam PROLANIS.

9) Melaksanakan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan

form kesediaan yang telah dierikan oleh calon peserta PROLANIS.

10) Mendistriusikan buku pemantauan status kesehatan untuk peserta

terdaftar PROLANIS

11) Melaksanakan rekapitulasi data peserta terdaftar.

12) Melakasanakan entri data peserta PROLANIS sesuai Faskes

pengelola.

13) Bersamaan dengan Faskes melaksanakan rekapitulasi data

pemeriksaan status kesehatan peserta, seperti pemeriksaan GDP,

GDPP, tekanan darah, IMT, HbA1C. untuk peserta yang belum

pernah melakukan pemeriksaan, maka harus segera melakukan

pemeriksaan tersebut.

14) Melaksanakan rekapitulasi data hasil dari pencatatan status

kesehatan awal peserta per Faskes Pengelola atau data adalah

luaran aplikasi P-Care

15) Melaksanakan monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-

masing Fasks Pengelola.


33

b. Aktifitas PROLANIS

Ada beberapa aktifitas dalam kegiatan PROLANIS menurut (Idris,

2014) antara lain :

1) Konsultasi medis peserta PROLANIS

Jadwal konsultasi yang disepakati bersama antara peserta dengan

fasilitas kesehatan pengelola

2) Edukasi kelompok

Edukasi klub risiko ringgi (PROLANIS) adalah kegiatan

dalam meningkatakan pengetahuan kesehatan untuk upaya

memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit

serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta

PROLANIS.Sasarannya adalah terbentuknya kelompok peserta

PROLANIS minimal 1 Faskes Pengelola 1 kelompok.

Pengelompokan diutamakan berdasarkan suatu kondisi kesehatan

peserta dan kebutuhan edukasi.

3) Reminder melalui SMS Gateway

Kegiatan dalam memotivasi peserta untuk melakukan

kunjungan secara rutin kepada fasilitas kesehatan pengelola

melalui pengingatan jadwal konsultasi.Sasarannya adalah

tersampainya reminder jadwal konsultasi peserta masing-masing

Faskes pengelola.

4) Home Visit
34

Kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah peserta PROLANIS

untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan

bagi peserta Prolanis dan keluarga.

Sasarannya adalah peserta Prolanis dengan kriteria :

a) Peserta baru terdaftar

b) Peserta tidak hadir terapi di Dokter praktek

perorangan/Klinik /Puskesmas selama 3 bulan berturut – turut

c) Peserta dengan GDP/GDPP dibawah standar 3 bulan berturut-

turut

d) Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-

turut

e) Peserta pasca opname.

5) Pemantauan status kesehatan (Skrinning kesehatan)

Mengontrol riwayat pemeriksaan kesehatan untuk mencegah agar

tidak terjadi komplikasi atau penyakit berlanjut.

D. Konsep Kepatuhan

Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas

pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup

pasien beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien

terhadap pengobatannya. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal

tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan
35

kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat

merugikan dan pada akhirnya dapat berakibat fatal (Ramadona, 2012).

1. Definisi

Kepatuhan adalah melaksanakan cara pengobatan dan perilaku

yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Pratita, 2012). Kepatuhan

merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat terhadap aturan,

perintah yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang harus dijalankan

(Rosa, 2018).

Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku

seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan

melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan

kesehatan (Soelistijo, 2015). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien

yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk

terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau

menepati janji pertemuan dengan dokter (Bertalina dan Purnama, 2016).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Notoadmodjo dalam Fauzia, Sari, & Artini (2015)

kepatuhan diet dipengaruhi dari faktor pengetahuan, sikap,dukungan

keluarga dan dukungan tenaga kesehatan.

a. Faktor Pengetahuan

Menurut Winkle semakin cukup umur kematangan dan

kekuatan seseorang maka akan lebih matang untuk berfikir dan

melakukan tindakan. Semakinbertambahnya usia seseorang maka


36

orang tersebut semakin mampuuntuk berpikir dan mempersepsikan

informasi yang dia dapatkan, sehingga seseorang tersebut dapat

berusaha untuk mematuhi segalasesuatu yang telah disampaikan untuk

dilakukannya. Adapun pendapat dari Nursalam semakin tinggi tingkat

pendidikan yang dimiliki seseorang makaorang tersebut semakin

mudah menerima informasi, sehinggabanyak pula pengetahuan yang

dimilikinya (Fauzia, 2015).

b. Faktor Sikap

Sikap individu terhadap program pengobatan dipengaruhi oleh

pengetahuan individu sendiri. Semakin tinggi pengetahuan maka akan

semakin tinggi tingkat keterbukaannya dengan penatalaksanaan

penyakit yang sedang diderita.

c. Faktor Dukungan Keluarga

Cara keluarga dalam memberikan perawatan kesehatanbersifat

prefentif dan secara bersama – sama dalam merawat anggota keluarga

yang sakit karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang

memiliki hubungan paling dekat dengan penderita (Fauzia, 2015).

d. Faktor Dukungan Tenaga Kesehatan

Dukungan tenaga kesehatan sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan kepatuhan, salah satu contoh yang paling sederhana

dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi

(Fauzia, 2015).Tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang

mengetahui kondisi kesehatan pasien, sehingga mereka memiliki peran


37

yang besar untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi

kesehatan dan beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien untuk

mendukung proses kesembuhannya. Komunikasi yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan ini dapat berupa penyuluhan kesehatan.

E. Kerangka teori

Faktor yang mempengaruhi Kegiatan Prolanis :


stabilitas glukosa darah :
1. Konsultasi medis
1. Usia 2. Edukasi
2. Jenis kelamin 3. Reminder & SMS
3. Pendidikan Gateway
4. Pengetahuan 4. Home Visit
5. Stres 5. Skrinning Kesehatan
6. Diit
7. Aktivitas fisik
8. Konsumsi Alkohol
9. Obesitas
10. Kepatuhan
a. Pengetahuan (edukasi)
b. Diit Stabilitas glukosa darah
c. Aktifitas fisik
d. Konsumsi Obat-obatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Keterangan : = yang diteliti

Sumber : BPJS, 2014. Fauziah & Artini, 2015. PERKENI 2019

F. Kerangka Konsep Penilitian


38

Kerangka konsep yang akan diteliti oleh peneliti sebagai berikut :

Kepatuhan Mengikuti Stabilisasi Glukosa Darah


PROLANIS

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepatuhan mengikuti Prolanis.

2. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat dalampenelitian ini adalah stabilisasi glukosa darah.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kepatuhan

mengikut PROLANIS dengan Stabilisasi Gluosa darah penderita Diabetes

Melitus.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini adalah deskriptif korelatif yaitu penelitian

yang bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan

mengiku Prolanis dengan stabilitas glukosa darah. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari korelasi

dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach)

(Notoadmojo, 2018).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25-26 Januari 2023 di Klnik Aria

Medistra Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang di teliti dalam penelitian ini adalah penderita diabetes

mellitus di Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Jawa Tengah

sebanyak 65 (Klinik Aria Medistra, 2022).

2. Sampel

Sampel yang baik adalah sampel yang representatif atau mewakili

populasi. Agar diperoleh hasil penelitian yang lebih baik, diperlukan

sampel yang baik pula, yakni benar-benar mencerminkan populasi.

39
40

Notoatmodjo menguraikan rumus yang mudah atau sederhana dimana

populasi kurang dari 10.000 yaitu :

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 56 orang.

3. Tehnik sampling

Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

tekhnik Simple Random Sampling, pengambilan sampel acak bisa dengan

acak sederhana (Notoadmojo, 2018). Metode sampling ini dilakukan untuk

menghindari bias dari hasil penelitian. Kriteria sampel dalam penelitian ini

di bagi menjadi dua kriteria sampel, yaitu sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian mewakili

sampel penelitian berdasarkan pertimbangan ilmiah yang memenuhi

syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi penelitian ini adalah :

1) Peserta Prolanis di Klinik Aria Medistra.

b. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel


41

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Penderita dengan komplikasi seperti CHF karena akan

mempengaruhi proses glukosa darah melalui aktifitas fisik, dimana

penderita CHF tidak boleh terlalu aktfitas fisik sedang dan berat.

2) Tidak ada penyakit penyerta yang lain seperti Cushing Syndrome

karena penyakit ini adalah gangguan yang menyebabkan produksi

kortisol yang terlalu banyak, produksi kortisol dapat meningkatkan

glukosa darah secara terus menerus.

3) Tidak dalam pengobatan atau mengkonsumi steroid secara rutin,

karena steroid berpengaruh terhadap peningkatan produksi glukosa

darah.
42

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1

No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


1 Kepatuhan Menjalankan atau mengikuti kegiatan Diukur menggunakan Hasil ukur kepatuhan Ordinal
mengikuti prolanis yang diberikan petugas Prolanis keusioner berdasarkan mengikuti prolanis :
Prolanis meliputi : kegiatan prolanis a. Tinggi : Bila dari
a. Pengetahuan (Edukasi) meliputi pengetahuan, kategori pengetahuan
b. Kepatuhan diet kepatuhan aktifitas diet, baik, kepatuhan diit
c. Kepatuhan aktivitas fisik kepatuhan aktivitas fisik tinggi, aktifitas berat,
d. Kepatuhan minum obat dan kepatuhan obat kepatuhan obat tinggi
b. Sedang : Bila dari ke 4
indikator ada 1
indikator yang tidak
dalam kategori baik
c. Rendah : Bila dari ke 4
indikator ada 2 yang
tidak dalam indikator
baik
d. Tidak patuh : Bila dari
4 indikator hanya 1
atau tidak ada yang
dalam kategori baik
Pengetahuan Penilain tentang pengetahuan penderita Menggunakan Kuesioner Hasil ukur pengetahuan: Ordinal
(Edukasi) diabetes mellitus tentang diaetes pengetahuan diabetes a. Pengetahuan Baik :
mellitus yang meliputi penyakit, DKQ (Diabetes skor 76-100
penyebab penyakit, komplikasi, kadar Knowledge b. Pengetahuan cukup :
43

No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


glukosa, diet dan aktifitas fisik. Questionnaire) dengan 56-75
skor Penilaian Ya : 4,16 c. Pengetahuan kurang :
poin dan Tidak : 0 poin < 55
Tidak tahu : 0
Kepatuhan Tingkat ketaatan penderita diabetes Menggunakan kuesioner Hasil ukur kepatuhan diit Ordinal
diit mellitus dalam melaksanakan Dietary Behavior dikategorikan menjadi :
pengelolaan makan yang Questionnaire (DBQ) a. Kepatuhan tinggi :
direkomendasikan yang Terdiri dari : Penilaian skor : Skor 49-64
a. Sikap mengenali kebutuhan jumlah a. 1 = tidak pernah, skor b. Kepatuhan sedang :
kalor, b. 2 = kadang – kadang, skor 32-48
b. Pemilihan makanan sehat, c. 3 = sering c. Kepatuhan rendah :
c. Pengaturan jadwal d. 4 = rutin skor <32.
d. Pengaturan tantangan perilaku diet Untuk favorable
sedangkan untuk skor
unfavorable pemberian
skor dengan cara
sebaliknya
Kepatuhan Kepatuhan dalam menjalankan aktifitas Menggunakan kuesioner Kepatuhan aktifitas fisik Ordinal
aktivitas fisik fisik pada kegiatan sehari-hari meliputi berisi tentang aktifitas bila menggunakan cut off
kegiatan fisik ringan, sedang dan berat. fisik berdasarkan metode point berdasarkan metode
Baecke et al. Notoadmojo
dikategorikan menjadi :
a. Aktivitas ringan : <5,6
b. Aktivitas sedang : 5,6-
<7,9
c. Aktivitas berat > 7,9
44

No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


Kepatuhan Ketaatan penderita dalam Kuesioner Medication Hasil ukur kepatuhan Ordinal
minum obat mengkonsumsi obat-obatan diabetes Adherence Report Scale minum obat dikategorikan
mellitus meliputi : (MARS) Penilaian untuk menjadi:
a. Melupakan pertanyaan 1. Kepatuhan tinggi : 25
b. Mengubah dosis a. Selalu = 1 2. Kepatuhan sedang : 6-
c. Menghentikan b. Sering = 2 24
d. Melewatkan c. Kadang – kadang = 3 3. Kepatuhan rendah : <
e. Menggunakan obat kurang dari yang d. Jarang = 4 6
ditentukan e. Tidak pernah = 5
2 Stabilitas gula Data dua kali pengukuran glukosa darah Diukur dengan mentelaah Stabilitas gula darah Ordinal
darah penderita Diabetes Melitus hasil glukosa darah menggunakan pengukuran
menggunakan pengukuran GDP menggunakan Glukosa Glukosa darah puasa
(Glukosa Darah Puasa) yang diambil darah puasa di rekam dikategorikan menjadi :
dari data rekam medis. medis. a. Stabil : < 126 mg/dL
b. Tidak stabil : ≥ 126
mg/dL
E. Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa angket atau

kuesioner untuk mengukur kepatuhan mengikui Prolanis.

1. Instrumen Kepatuhan mengikuti Prolanis

a. Pengetahuan (Edukasi)

Instrumen dalam penelitian ini diambil dari Kuesioner

pengetahuan diabetes DKQ (Diabetes Knowledge Questionnaire)

dengan hasil Cronvach’s alpha coefficient = 0.772 (Jannah, 2018).

Kuesioner terdiri dari 24 pertanyaan yang disusun berdasarkan 3

indikator yaitu : Informasi dasar penyakit, Kontrol glikemik,

Pencegahan komplikasi. Kuesioner ini diisi dengan menjawab

pertanyaan dengan “Ya” dan “Tidak” “Tidak tahu” dengan nilai “1”

dan “0”

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner

No Pernyataan Favorable Unfavorable


1 Penyakit 5,6,11,14,15,16 7,9,12,13,17, 22, 23
2 Penyebab 1,2 3,4
3 Komplikasi 19, 20 21
4 Kadar glukosa 8
5 Diet 18 24
6 Aktifitas fisik. 10

b. Kepatuhan Diit

Instrumen dalam penelitian ini diambil dari Kuesioner Dietary

Behavior Questionnaire (DBQ) dengan hasil Cronvach’s alpha

coefficient 0,968 (Sundari, 2018). Kuesioner ini terdiri dari 16

pertanyaan meliputi: sikap mengenali kebutuhan jumlah kalori,

45
46

pemilihan makanan sehat, pengaturan jadwal, pengaturan tantangan

perilaku diet. Kuesioner ini diisi dengan menjawa pertanyaan dengan

skala likert dengan penilaian skor 1= tidak pernah, skor 2= kadang–

kadang, skor 3= sering, skor 4=rutin untuk favorable sedangkan untuk

skor unfavorable pemberian skor dengan cara sebaliknya.

Tabel 3.3 Kisi-kisi kuesioner DBQ

No Pernyataan Favorable Unfavorable


1 Pemilihan kebutuhan 1
kalori
2 Pemilihan makanan 2,3,4,6,7,8, 12,13 5,
sehat
3 Pengaturan jadwal 9,11 10
4 Pengaturan tantangan 15, 16 14
perilaku diet

c. Kepatuhan Aktivitas fisik

Kuesioner ini disusun berdasarkan metode Baecke et al tentang

The Questionnaire of Baecke at al for Measurement of a Person’s

Habitual Physical Activity. Kuesioner indeks Baecke et al. sudah teruji

validitas dan reliabilitasnya secara internasional. Hasil uji validitas

kuesioner Baecke untuk aktivitas fisik. Hasil uji reliabilitas indeks

baecke menggunakan croanbach alpha didapatkan hasil Cronbach

Alpha= 0,687 (Widiantini and Tafal, 2014).

Tabel 3.4 Kisi-kisi kuesioner aktifitas fisik

No Pernyataan Nomor kuesioner


1 Aktivitas bekerja 1-8
2 Aktivitas Olahraga 9-12c
3 Aktvitas di waktu senggang 13-16
47

d. Kepatuhan minum obat

Instrumen dalam penelitian ini diambil dari Kuesioner

Medication Adherence Report Scale (MARS) dengan hasil Cronbach

Alpha Coefficient > 0,803 (Riza, Alfian dan Maulana, 2017).

Kuesioner terdiri dari 5 pertanyaan meliputi: melupakan, mengubah

dosis, menghentikan, melewatkan dan menggunakan obat kurang dari

yang ditentukan. Penilaian untuk pertanyaan “Selalu = 1” “Sering = 2”

“Kadang-kadang = 3” “Jarang = 4” “Tidak pernah = 5”.

Tabel 3.5 Kisi-kisi kuesioner MARS

No Pernyataan Nomor kuesioner


1 Melupakan 1
2 Mengubah dosis 2
3 Menghentikan obat 3
4 Melewatkan obat 4
5 Penggunaan obat kurang dari dosis 5

2. Stabilitas Glukosa Darah

Instrumen penelitian untuk stabilitas glukosa darah digunakan

pengukuran Glukosa Darah Puasa yang diamil dari data rekam medik

responden dalam jangka waktu 2 kali pengukuran dikatakan stabil jika

dalam 2 kali pengukuran Glukosa Darah Puasa dalam batas < 126 mg/dL,

dan dikatakan tidak stabil apabila salah satau atau kedua data pengukuran

Glukosa Darah Puasa ≥ 126 mg/dL.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumulan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Membuat surat izin penelitian dari Universitas Ngudi Waluyo yang

ditujukan kepada Klinik Aria Medistra tanggal 20 Januari 2023.


48

b. Surat perijinan penelitian yang diperoleh diberikan kepada Kepala

Klinik Arya Medistra dan menjelasakan tujuan penelitian untuk

memperoleh surat izin penelitian dari Klinik Arya Medistra pada

tanggal 23 Januari 2023.

c. Perizinan yang sudah diterbitkan oleh Klinik Arya Medistra menjadi

landasan penelitian.

d. Peneliti kemudian mengumpulkan data Glukosa Darah Puasa semua

penderita Diabetes Mellitus yang mengikuti Prolanis di Klinik Arya

Medistra di rekam medis responden pada tanggal 23 Januari 2023.

e. Data yang telah peneliti kumpulkan kemudian diacak secara

sederhana dengan mengambil secara acak sampai sejumlah 56

responden.

f. Setelah sesuai dengan jumlah sampel yang ditetapakan, peneliti

melakukan Informed concent kepada responden.

g. Peneliti menjelaskan tentang tujuan dan prosedur penelitian kepada

responden 56 responden pada tanggal 25 Januari 2023.

h. Peneliti memberikan penjelasan serta membuat kesepakatan kepada

calon responden, responden yang bersedia berpartisipasi dalam

penelitian ini diberikan Inform concent untuk ditandatangani.

i. Setelah setuju, peneliti kemudian memberikan lembar kuesioner dan

memberikan surat permohonan menjadi responden.


49

j. Penelitian di lakukan selama dua hari yakni pada tanggal 25 dan 26

Januari 2023 untuk pengambilan data disesuaikan dengan sesi

kegiatan Prolanis di Klinik Arya yang teridiri dari dua sesi.

k. Tanggal 25 Januari 2023 penelitian dilakukan dengan dua sesi yakni

sesi pertama dimulai pukul 07.00-12.00 didapatkan 35 responden

dan sesi kedua 17.00-20.00 10 responden.

l. Tanggal 26 Januari 2023 penelitian dilakukan satu sesi yakni pukul

07.00 didapatkan 20 responden.

m. Semua responden diminta untuk mengisi semua pernyataan ataupun

pertanyaan, setelah selesai responden diminta mengembalikan

kepada peneliti.

n. Peneliti kemudian mengecek kelengkapan isian kuesioner, semua

responden dapat mengisi dengan lengkap kuesioner dan tidak ada

yang dikembalikan lagi untuk di lengkapi.

F. Etika Penelitian

Peneliti melakukan pertimbangan etik untuk memenuhi hak responden

dalam penelitian antara lain:

1. Informed consent (lembar persetujuan)

Dalam penelitian ini sebelum dilakukan pengambilan data

penelitian calon responden diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat

penelitian yang dilakukan. Semua responden yang bersedia berpartisipasi

dengan sukarela dimohon memberikan tanda tangannya dilembar

persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)


50

Peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan

data, cukup dengan memberikan inisial atau kode pada masing-masing

lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian dan bahwa peneliti

akan menyimpan data dalam tempat khusus yang hanya bisa dibuka oleh

peneliti dan bahwa semua bentuk data ini hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian, apabila data sudah tidak diperlukan akan di

musnahkan.

4. Beneficence (bermanfaat)

Keuntungan bagi responden adalah responden bisa mengetahui

manfaat kegiatan prolanis bagi kesehatan dan kualitas hidup.

5. Nonmalefisiency (tidak membahayakan)

Dalam penelitian ini tidak ada yang memahayakan responden,

karena tidak ada pemberian intervensi dan proses pengumpulan data

dilakukan ditempat aman yakni di klinik Arya Medistra.

6. Freedom from Discomfort (ketidaknyamanan atau kerugian)

Dalam penelitian, peneliti mempertimbangkan kenyamanan

responden dengan melakukan pengisian kuesioner ditempat yag aman.

G. Pengolahan data
51

Data-data yang diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap pengolahan

data adalah sebagai berikut:

1. Editing

a. Semua kuesioner terisi dengan lengkap, tidak ada kuesioner yang

dikembalikan ke responden untuk dilengkapi.

b. Semua jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban

pertanyaan yang lainnya.

2. Scoring

a. Kepatuhan Mengikuti kegiatan Prolanis

1) Tinggi : Bila dari kategori pengetahuan baik, kepatuhan diit tinggi,

aktifitas berat, kepatuhan obat tinggi

2) Sedang : Bila dari ke 4 indikator ada 1 indikator yang tidak dalam

kategori baik

3) Rendah : Bila dari ke 4 indikator ada 2 yang tidak dalam indikator

baik

4) Tidak patuh : Bila dari 4 indikator hanya 1 atau tidak ada yang

dalam kategori baik

b. Pengetahuan (edukasi)

1) Favorable

a) Ya : skor 1

b) Tidak : skor 0

c) Tidak tahu skor :0

2) Unfavorable
52

a) Ya : skor 0

b) Tidak tahu : skor 0

c) Tidak : skor 1

c. Kepatuhan Diit

1) Favorable

a) Rutin :4

b) Sering :3

c) Kadang-kadang :2

d) Tidak pernah :1

e) Unfavorable

a) Rutin :1

b) Sering :2

c) Kadang-kadang :3

d) Tidak pernah :4

a) Kepatuhan aktifitas fisik

1. Aktivitas bekerja

a) Nomor 1

1) Aktifitas rendah: 1

2) Aktifitas sedang: 3

3) Aktifitas berat : 5

b) Nomor 2-5
53

1) Tidak pernah : 1

2) Jarang :2

3) Kadang-kadang : 3

4) Sering :4

5) Selalu :5

c) Nomor 6-8

1) Sangat sering : 5

2) Sering :4

3) Kadang – kadang : 3

4) Jarang :2

5) Tidak pernah : 1

2. Aktivitas Olahrga

a) Nomor 9

1) Sangat lebih banyak : 5

2) Lebih banyak : 4

3) Sama banyak : 3

4) Kurang :2

5) Sangat kurang :1

b) Nomor 10

1) Sangat sering : 5

2) Sering :4

3) Kadang-kadang : 3

4) Jarang :2
54

5) Tidak pernah : 2

c) Nomor 11

1) Tidak pernah : 1

2) Jarang :2

3) Kadang-kadang : 3

4) Sering :4

5) Selalu :5

d) Nomor 12 a

1) Intensitas rendah : 0,76

2) Intensitas medium : 1,26

3) Intensitas tinggi : 1,76

e) Nomor 12 b

1) < 1 jam : 0,5

2) 1-2 jam : 1,5

3) 2-3 jam : 2,5

4) 3-4 jam : 3,5

5) > 4 jam : 4,5

f) Nomor 12 c

1) < 1 bulan : 0,04

2) 1-3 bulan : 0,17

3) 4-6 bulan : 0,42

4) 7-9 bulan : 0,67

5) > 9 bulan : 0,92

3. Aktivitas di waktu senggang/luang


55

a) Nomor 14-15

1) Tidak pernah : 1

2) Jarang :2

3) Kadang-kadang : 3

4) Sering :4

5) Sangat sering : 5

b) Nomor 16

1) 5 menit :1

2) 5-15 menit :2

3) 15-30 menit :3

4) 30-45 menit :4

5) > 45 menit :5

6) Kepatuhan mengkonsumsi obat-obatan

1) Selalu : Skor 1

2) Sering :2

3) Kadang – kadang :3

4) Jarang :4

5) Tidak pernah :5

7) Stailitas glukosa darah

1) Stabil : 126 mg/dL

2) Tidak stabil : ≥ 126 mg/dL

3. Coding
56

Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

angka atau bilangan. Memberikan kode pada variabel sesuai dengan hasil

penelitian yang didapatkan. Kode yang digunakan untuk masing-masing

variabel pada penelitian ini adalah :

a. Kepatuhan mengikuti kegiatan prolanis

1) Tinggi : Koding 1

2) Sedang : Koding 2

3) Rendah : Koding 3

4) Tidak Patuh : Koding 4

b. Pengetahuan

1) Baik : koding 1

2) Cukup baik : koding 2

3) Kurang baik : koding 3

c. Kepatuhan diit

1) Kepatuhan tinggi : Koding 1

2) Kepatuhan sedang : Koding 2

3) Kepatuhan rendah : Koding 3

d. Kepatuhan aktifitas fisik

1) Patuh : Koding 1

2) Tidak Patuh : Koding 2

e. Kepatuhan mengkonsumsi obat-obatan

1) Kepatuhan tinggi : Koding 1

2) Kepatuhan sedang : Koding 2


57

3) Kepatuhan rendah : Koding 3

f. Stabilitas glukosa darah

1) Stabil : Koding 1

2) Tidak stabil : Koding 2

4. Entry

Entry data merupakan suatu proses pemasukkan data kedalam

komputer setelah diberi kode untuk selanjutnya dianalisis.

5. Cleansing

Cleansing merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah di masukan apakah ada kesalahan atau tidak.

6. Tabulating

Merupakan proses penghitungan hasil penelitian dengan bantuan

program komputer untuk mendapatkan hasil penghitungan dari masing-

masing variabel dalam penelitian ini.

H. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat adalah analisis data yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian untuk mengetahui distribusi frekuensi dengan

proporsinya (Notoadmojo, 2018). Analisis univariat disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi dan persentase.

2. Analisis bivariat
58

Analisa data yang dilakukan pada dua variabel yang diduga

mempunyai hubungan atau korelasi (Notoadmojo, 2018). Penelitian ini

menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan kepatuhan

mengikuti Prolanis dengan stabilitas glukosa darah. Analisis bivariat ini

menggunakan uji statistik Spearman Rank, karena kedua variabel

merupakan data berskala kategorik.

Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan

atau pengaruh antara dua variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan

variabel tergantung. Berikut rumus analisis korelasi tersebut (Sugiyono,

2016).

Keterangan :

Tingkat Kekuatan Korelasi Dalam menentukan tingkat kekuatan

hubungan antar variabel, dapat berpedoman pada nilai koefisien korelasi

yang merupakan hasil dari output SPSS, dengan ketentuan :

a. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,00 – 0,25 = hubungan sangat lemah

b. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,26 – 0,50 = hubungan cukup

c. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,51 – 0,75 = hubungan kuat


59

d. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,76 – 0,99 = hubungan sangat kuat

e. Nilai koefisien korelasi sebesar 1,00 = hubungan sempurna


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan antara Kepatuhan

mengikuti Program Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) dengan

Stabilitas Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Klinik Arya Medistra

pada tanggal 25 Januari 2023.

A. Hasil penelitian

1. Karakteristik Responden berdasakan jenis Kelamin

Tabel 4.1Distribusi frekuensi karakteristik responden yang


mengikuti Prolanis berdasarkan jenis kelamin
Pengetahuan Frekuensi Presentase
Laki-laki 18 32,1%
Perempuan 38 67,9%
Total 56 100 %

Berdasra tabel 4.1 menunjukan responden yang mengikuti prolanis

berdasarkan jenis kelamin berjumlah 56 responden. Laki-laki berjumlah

18 (32,1%) dan perempuan berjumlah 38 (67,9%)

2. Usia Responden berdasarkan usia

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden yang


mengikuti Prolanis berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Presentase
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 3 5,4%
Lansia Awal (46-55 tahun) 47 83,9%
Lansia Akhir (56-65 tahun) 6 10,7%
Total 56 100 %

Berdasar tabel 4.2 menunjukan karakteristik responden yang

mengikuti prolanis berdasarkan usia, dewasa akhir (36-45tahun) berjumlah

60
61

3 (5,4%), lansia awal (46-55tahun) berjumlah 47 (83.9%), dan lansia akhir

(56-65tahun) berjumlah 6 (10,7%)

3. Pengetahuan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan (Edukasi) Penderita Diabetes


Melitus yang mengikuti Kegiatan Prolanis
Pengetahuan Frekuensi Presentase
Baik 53 94,6%
Cukup 3 5,4%
Total 56 100 %

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan hasil frekuensi pengetahuan

(Edukasi) penderita diabetes mellitus yang mengikuti kegiatan prolanis

memiliki pengetahuan baik berjumlah 53 (94,6%) dan yang memiliki

pengetahuan cukup berjumlah 3 (5,4%)

4. Kepatuhan Diit

Tabel 4.4 Distribusi Kepatuhan diit penderita Diabetes Melitus yang mengikuti
kegiatan Prolanis
Kepatuhan Diit Frekuensi Presentase
Tinggi 51 91,1 %
Sedang 5 8,9 %
Total 56 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan hasil distribusi Kepatuhan diit

penderita diabetes mellitus yang mengikuti kegiatan prolanis yang

memiliki kepatuhan diit tinggi berjumlah 51 ((91,1%) dan yang memiliki

kepatuhan diit sedang berjumlah 5 (8,9%)

5. Kepatuhan Aktivitas Fisik

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kepatuhan aktivitas Fisik Penderita Diabetes


Melitus yang mengikuti Kegiatan Prolanis
Kepatuhan Aktivitas Fisk Frekuensi Presentase
Berat 45 80,4 %
Sedang 11 19,6 %
Total 56 100 %
62

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan hasil distribusi kepatuhan

aktivitas fisik penderita diabetes mellitus yang mengikuti program prolanis

yang melakukan aktivitas berat berjumlah 45 (80,4%) dan yang melakukan

aktivitas sedang berjumlah 11 (19,6%)

6. Kepatuhan minum obat

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kepatuhan minum obat penderita Diabetes


Melitus yang mengikuti kegiatan Prolanis
Kepatuhan minum obat Frekuensi Presentase
Tinggi 55 98,2%
Sedang 1 1,8%
Total 56 100 %

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan hasil distribusi frekuensi

kepatuhan minum obat penderita diabetes mellitus yang mengikuti

program prolanis yang memiliki kepatuhan minum obat tinggi berjumlah

55 (98,2%) dan yang memiliki kepatuhan minum obat sedang berjumlah 1

(1,8%)

7. Kepatuhan Mengikuti Kegiatan Prolanis

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kepatuhan penderita Diabetes Melitus yang


mengikuti Program Prolanis di Klinik Arya Medistra
Kepatuhan Prolanis Frekuensi Presentase
Tinggi 40 71,4%
Sedang 12 21,4%
Rendah 4 7,1%
Total 56 100%

Berdasarkan tabel 4.7 manunjukan hasil distribusi frekuensi

Kepatuhan penderita diabetes mellitus yang mengikuti program prolanis di

Klinik Aria Medistra yang mengikuti kegiatan tinggi berjumlah 40

(71,4%), sedang berjumlah 12 (21,4%) dan yang rendah berjumlah 4

(7,1%)
63

8. Stabilitas Gula Darah

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Stabilitas Glukosa Darah penderita Diabetes


Melitus yang mengikuti Prolanis
Stabilitas Gula Darah Frekuensi Presentase
Stabil (<125 mg/dL) 40 71,4%
Tidak Stabil (≥126 mg/dL) 16 28,6%
Total 56 100%

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan hasil distribusi frekuensi

stabilitas glukosa darah penderita diabetes mellitus yang mengikuti

program prolanis dengan stabilitas gula darah stabil (<125 mg /dl)

berjumlah 40 (71,4%) dan stabil gula darah tidak stabil (≥126 mg/dl)

berjumlah 16 (28,6%)

9. Hubungan Kepatuhan Mengikuti Prolanis dengan Stabilitas Gula

Darah Pada Penderita Diabetes Melitus di Klinik Arya Medistra

Tabel 4.9 Hubungan Kepatuhan Mengikuti Kegiatan Prolanis dengan


Stabilitas Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
Kepatuhan Stabilisasi Glukosa Darah
Prolanis P-Value r
Stabil Tidak Total
Stabil
f % F % f %
Tinggi 34 60,7% 6 10,7% 40 71,4%
Sedang 6 10,7% 6 10,7% 12 21,4% 0,000 0,507
Rendah 0 0 4 7,1 4 7,1%
Jumlah 40 71,4% 16 28,6% 56 100%

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan nilai P-Value 0,000 < α 0,05 .

Sehingga disimpulkan ada hubungan yang signifikan kepatuhan mengikuti

kegiatan prolanis dengan stabilitas gula darah pada penderita diabetes

mellitus di Klinik Aria Medistra


64

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengikuti

program Prolanis di Klinik Arya Medistra adalah lebih banyak di ikuti

oleh perempuan yakni 38 responden (67,9%). Jenis kelamin merupakan

salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus. Jenis kelamin

perempuan lebih berisiko mengalami peningkatan kadar glukosa darah

dibandingkan lelaki, dimana kandungan lemak dalam tubuh wanita lebih

banyak dibandingkan laki-laki. Dilihat secara aktifitas laki-laki lebih aktif

sehingga metabolisme laki-laki lebih tinggi jika dibandingkan perempuan,

hal ini menyebabkan proses pemecahan glukosa menjadi darah sangat

cepat pada laki-laki dibadndingkan perempuan (Guyton A. C. & Hall J.E.,

2014).

Pernyataan diatas didukung oleh penelitian Komariah dan Rahayu,

pada penelitian ini didapatkan jenis kelamin memiliki hubungan dengan

kadar glukosa darah puasa (Komariah dan Rahayu, 2020). Hasil penelitian

lain yang mendukung penelitian diatas dilakukan oleh Rudi dan Kwureh

(2017) yang menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan

kadar gula darah puasa adalah jenis kelamin (Abil, Rudi dan Kwureh,

2017).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang paling

banyak mengikuti kegiatan Prolanis adalah Lansia awal yakni rentang usia

46-55 tahun berdasarkan WHO dan Kemenkes (2014). Faktor usia


65

berhubungan dengan fisiologi usia tua dimana semakin tua usia, maka

fungsi tubuh juga mengalami penurunan, termasuk kerja hormon insulin

sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan menyebabkan tingginya

kadar gula darah (Guyton A. C. & Hall J.E., 2014).

Proses perubahan usia mempengaruhi metabolism dalam tubuh,

semakin tinggi usia seseorang maka fungsi tubuhnya semakin menurun,

terjadi perubahan pengaturan hormone tubuh, terjadi penurunan fungsi-

fungsi organ seperti pancreas dimana pankrea mengatur produksi insulin.

Usia yang tua menyebabkan penurunan produksi pancreas karena

menurunnya produksi dimana pancreas mengalami masalah karnena

proses denaturasi sel atau pengurangan ikatan antar reseptor insulin

sehingga menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Price S. A. dan

Wilson L. M, 2016). Penelitian Komariah dan Rahayu (2020), mendukung

teori tersebut dimana pada hasil penelitian didapatkan ada hubungan usia

dengan kadar glukosa darah, semakin tua seseorang semakin berisiko

untuk mengalami peningkatan glukosa darah yang tidak terkontrol

(Komariah dan Rahayu, 2020).

2. Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruh

responden penderita diabetes mellitus tingkat pengetahuannya terhadap

penyakit Diabetes mellitus dalam kategori baik 53 (94,6%). Jika dilihat

berdasarkan kuesioner Diabetes Knowledge Questionare bahwa responden

dalam penelitian ini mampu memahami tentang penyakit yang diderita,


66

penyebab terjadinya penyakit, komplikasi yang mungkin terjadi, kadar

glukosa darah, diit dan aktifitas fisik yang dianjurkan bagi penderita

Diaetes Mellitus.

Berdasarkan distribusi frekuensi kuesioner Diabetes Knowledge

Questionare sebanyak 96% responden mampu mampu memahami tentang

diabetes, cara pemeriksaan diabetes melitus 100%, jenis-jenis Diabetes

mellitus 86%, obat-obatan yang harus dikonsumsi penderita Diabetes

melitus 100%, komplikasi Diabetes mellitus 90%, jenis makanan dan

aktifitas fisik yang dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus 90%.

Pengetahuan atau edukasi berperan penting dalam upaya

pencegahan peningkatan glukosa darah. Melalui pengetahuan akan

penyakit Diabetes Melitus, penderita diabetes mellitus mampu melakukan

perubahan-perubahan pola hidup kearah pola hidup sehat, modifikasi

hidup sehat bagi penderita Diabetes mellitus. Proses perubahan ini tidak

akan terjadi dengan tiba-tiba tanpa adanya proses berpikir dengan adanya

pengetahuan mengenai masalah kesehatan yang dihadapi (Fauzia, 2015).

Edukasi merupakan rencana pengelolaan yang sangat penting

untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah

Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi

pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan

untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan

psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
67

integral dari asuhan perawatan pasien diabetes yang meliputi penyakit

DM, Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, Intervensi

farmakologis dan non farmakologis dan cara menggunakan fasilitas

perawatan kesehatan (Price S. A. dan Wilson L. M, 2016).

Melalui pengetahuan dan edukasi penderita Diabetes Melitus dapat

memahami dan menjaga pola hidup, semakin baik pola hidup yang

dilakukan mulai dari menjaga makanan rendah gula, melakukan aktiftas

dan olahraga, menghindari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya

kadar glukosa darah, maka stabilitas glukosa dapat tercapai (BPJS, 2015).

Teori ini didukung oleh penelitian Romitha dengan hasil penelitian bahwa

ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Diabetes

Melitus dengan kadar gula darah sewaktu pada penderita Diabetes Melitus.

3. Kepatuhan Diit

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kepatuhan diit responden

pendrita Diabetes Melitus yang mengikuti kegiatan Prolanis dalam

Kategori Kepatuhan tinggi 51 (91,1%). Kepatuhan diit responden yang

mengikuti kegiatan Prolanis ini diukur menggunakan Diatery Behavior

Questionnaire, yang artinya 51 responden sudah mematuhi diit yang telah

danjurkan pada penderita Diabetes Mellitus yakni pemilihan kebutuhan

kalori, pemilihan makanan sehat, pengaturan jadwal makan, dan

pengaturan tantangan perilaku diet.

Dilihat berdasarkan distribus frekuensi kuesioner 90% responden

mampu memperikarakan jumlah kalori yang dibutuhkan saat makan, 94%


68

mampu menghindari makanan yang berisiko terhadap penyakitnya,

mampu mengatur frekuensi makan 96%, mampu menghindari makanan

yang dipantang 90%, mampu mencegah risiko hipoglikemia saat

beraktifitas diluar 90%.

Diit atau konsumsi makan berpengaruh terhadap perubahan

glukosa darah dalam tubuh. Konsumsi gula atau karbohidrat dalam jumlah

yang banyak akan menyebakan peningkatan glukosa darah. Glukosa darah

berasal dari karbohidrat yang dipecah melalui metabolism dalam tubuh.

Konsumsi makanan yang tidak diatur terutama untuk kasus Diabetes

mellitus akan berpengaruh sangat signifikan terhadap peningkatan darah,

karena pada dasarnya pada penderita Diabetes Melitus tubuh tidak mampu

memproduksi insulin atau jumlah yang diproduksi terlalu sedikit dan tidak

sebanding dengan jumlah glukosa yang dikonsumsi, jika proses ini terus

terjadi maka akan menyebabkan penumpukan gloksa dalam karena tidak

mampu untuk di transportasi ke dalam sel (Guyton A. C. & Hall J.E.,

2014). Salah satu dari beberapa cara terbaik untuk mengendalikan glukosa

darah adalah dengan mengatur pola, jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi.

Melalui kegiatan pemeriksaan kesehatan maka akan meningkatkan

peluang untuk terkendalinya glukosa darah. pemeriksaan kesehatan yang

berkelanjutan dapat meningkatkan kesadaran penderita untuk

memperhatikan makanan yang dikonsumsi, apabila penderita dapat dengan

patuh megikuti instruksi tenaga kesehatan agar mengelola penyakitnya


69

dengan menjaga glukosa darah melalui kepatuhan dalam diit maka peluang

untuk menjaga kestabilan gula darah dapat tercapai. Hasil penelitian

menunjukan bahwa dengan taat melakukan diit sesuai yang dianjurkan

pada penderita Diabetes Melitus maka glukosa darah akan tetap stabil

(Lumbato, 2016).

4. Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian kepatuhan aktivitas Fisik Penderita

Diabetes Melitus yang ikut dalam kegiatan Prolanis dalam Kategori

Aktivitas Berat 45 (80,4%). Penliaian kepatuhan aktivitas fisik tidak

terlepas dari penilaian dengan kuesioner Baecke tentang aktivitas fisik.

Aktivitas penderita Diabetes Melitus berperan penting dalam menjaga

kestabilan glukosa darah.

Kemampuan responden dalam melakukan aktivitas fisik

menunjang proses pengendalian glukosa darah. Glukosa darah awalnya

berasal dari karbohidrat yang kemudian di pecah menjadi glukosa dan

produk akhir menjadi ATP. Semakin banyak seseorang beraktivitas maka

semakin tinggi peluang untuk terkendalinya kadar glukosa darah penderita

Diabetes Melitus. Aktivitas fisik pada penderita Diabetes Melitus juga

dapat meningkatkan kepekaan reseptor insulitn sehingga proses

transportasi sel dapat berjalan dengan baik (Price S. A. dan Wilson L. M,

2016).

Ketika beraktivitas fisik, tubuh akan menggunakan glukosa dalam

otot untuk diubah menjadi energi. Hal tersebut menyebabkan kekosongan


70

glukosa dalam otot. Kekosongan yang terjadi menyebabkan otot untuk

menarik glukosa dalam darah sehingga kadar glukosa dalam darah akan

turun (Guyton A. C. & Hall J.E., 2014) . Dilihat berdasarkan distribusi

kuesioner aktivitas fisik, bahwa sebagian besar 90% responden melakukan

aktivitas berkerja, saat bekerja 96% sering melakukan pergerakan dan

tidak hanya duduk, saat bekerja 90% mobilisasi dalam bekerja, sebagian

besar melakukan olahraga yakni seperti berjalan kaki dan jalan cepat yang

menghabiskan energy sebesar 0,76 0,76-1,76 MJ/h. Aktivitas lain yang

dilakukan saat waktu senggang juga seperti berjalan jauh dengan

intensitas, jarak dan waktu yang cukup lama dengan berjalan kaki atau

mengayuh sepeda. Teori diatas didukung oleh penelitian Setyawan (2015)

yang menunjukan bahwa ada kaitan yang erat antara aktivitas fisik dengan

glukosa darah sewaktu pada pasien Diabetes Melitus (Setyawan, 2015).

5. Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kepatuhan

minum obat penderita Diabetes Melitus dalam Kategori Kepatuhan Tinggi

55 (98,2%). Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dinilai berdasarkan

kuesioner Medication Adherence Report Scale (MARS), dengan tidak

melupakan konsumsi obat sesuai yang dianjurkan, tidak mengubah dosis

obat tanpa instruksi tenaga medis, tidak berhenti mengkonsumsi obat,

tidak melewatkan waktu mengkonsumsi obat dan tidak menggunakan obat

kurang dari dosis yang telah ditentukan.


71

Distribusi frekuensi kuesioner menunjukan bahwa 7,8% responden

yang melupakan konsumsi obat hanya 1 kali. Konsumsi obat sesuai yang

dianjurkan 100%, tidak ada responden yang mengubah dosis obat tanpa

instruksi tenaga medis 100%, tidak melewatkan waktu mengkonsumsi

obat 100%, dan tidak menggunakan obat kurang dari dosis yang telah

ditentukan.

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang tidak dapat

disembuhkan, namun bisa dikontrol yakni dengan mengendalikan kadar

glukosa dalam darah. Cara mengontrol glukosa dalam darah salah satunya

adalah dengan mengkonsumsi obat-obatan, sebab dalam beberapa kasus,

terutama ketika kadar gula darah yang tinggi sulit dikendalikan hanya

dengan menjaga pola makan, pengobatan diabetes butuh dibantu dengan

penggunaan obat-obatan, termasuk terapi insulin. Fungsi utama dari obat-

obatan ini adalah mengendalikan kadar glukosa darah dan mencegah

komplikasi akibat peningkatan kadar glukosa darah. Jenis-jenis obat yang

biasa diberikan pada penderita Diabetes Melitus adalah metformin,

sulfonylurea, meglitinide, thiazolidinediones, inhibitor DPP-4, inhibitor

SGLT2, agonis reseptor GLP-1, inhibitor alfa-glukosidase, dan insulin

(Cherney, 2014).

Penggunaan obat sesuai dengan standar atau anjuran yang telah

diberikan akan memberi manfaat yang baik bagi pengguna. Dengan

mematuhi kaidah penggunaan obat-obatan serta anjuran tenaga medis,

maka target glukosa darah dapat tercapai. Kepatuhan menjadi kunci utama
72

dalam menjaga stabilitas glukosa darah. pernyataan ini didukung oleh

penelitian Nanda (2018), yang menunjukan adanya hubungan yang

signifikan kepatuhan minum obat antidiabetik dengan regulasi kadar

glukosa darah dengan nilai OR 14 yang artinya seseorang tidak

mengkonsumsi obat antidiabetik secara patuh berisiko mengalami

kegagalan regulasi glukosa darah (Nanda, 2018).

6. Kepatuhan Prolanis

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kepatuhan

mengikuti kegiatan Prolanis dalam kategori tingkat kepatuhan Tinggi 40

(71,4%) yang diikuti dengan kepatuhan sedang dan rendah. Tingkat

kepatuhan mengikuti program Prolanis didapat dari keberhasilan

responden dalam penerapan empat komponen yaitu kepatuhan diit,

aktivitas, kepatuhan minum obat dan pengetahuan yang baik.

Salah satu cara pencegahan komplikasi diabetes mellitus adalah

dengan menjaga stabilitas gula darah. Pemerintah melalui BPJS

memberikan pelayanan untuk membantu menjaga stabilitas gula darah

dengan membentuk PROLANIS untuk diabetes melitus. Program

PROLANIS dilaksanakan dengan 4 aktivitas prolanis diantaranya

konsultasi medis/edukasi, homevisit, aktivitas klub dan pemantauan status

kesehatan (Fathoni, 2017). Sedangkan aktivitas yang dikhususkan bagi

penderita Diabetes Melitus tipe 2 memiliki 4 pilar penatalaksanaan

pengendalian gula darah, antara lain edukasi, Terapi Nutrisi Medis (TNM),

latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Di PROLANIS ini akan


73

disediakan dokter keluarga yang bertugas sebagai gate keeper yang tidak

hanya memilih pasien untuk dirujuk ke spesialis terkait, tetapi juga dapat

memberikan pelayanan komprehensif dan terfokus dalam upaya promotif

dan preventif (Yunir et al, 2014).

Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan

proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi dalam rangka pemeliharaan

kesehatan bagi menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup

yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

Prolanis ini mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai

kualitas hidup optimal pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit

Diabetes Melitus sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah

timbulnya komplikasi penyakit (BPJS, 2015).

Kegiatan Prolanis dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman,

dan cara melakukan modifikasi dan penatalaksanaan terhadap penyakit

yang diderita. Peningkatan proses perawatan diri menjadi target utama

agar kualitas hidup dapat terjaga dengan melakukan self-eficacy.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian Widiyaningtiyas (2020), dengan

hasil penelitian bahwa dengan mengikuti kegiatan prolanis tingka efikasi

diri penderita diabetes mellitus semakin baik dimana penderita Diabetes

mellitus mampu melakukan perawatan mandiri (Widiyaningtiyas, 2020).

7. Stabilitas Gula Darah

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kadar glukosa

darah penderita Diabetes Melitus yang mengikuti kegiatan Prolanis di


74

Klinik Arya Medistra dalam Kategori Stabil 40 (71,4%). Dilihat

berdasarkan data Glukosa darah puasa responden dalam rekam medis hasil

glukosa darah puasa bulan desember 2022 dan Januari 2023. Dilihat

berdasarkan kadar glukosa darah puasa rata-rata pada bulan Desember

2022 adalah 119,04 mg/dL dengan nilai maksimal kadar gula darah puasa

145 mg/dL melebihi ambang batas normal. Sedangkan pada bulan Januari

2023 nilai rata-rata glukosa darah responden adalah 119,25 mg/dL dengan

nilai maksimal 178 mg/dL diatas nilai normal.

Peningkatan kadar glukosa melebihi nilai normal atau yang biasa

disebut hiperglikemia tidak terlepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah konsumsi gula secara

berlebih, obesitas, usia, aktivitas yang kurang, faktor penyakit, stress,

alkohol (American Diabetes Association, 2015).

Glukosa darah adalah glukosa utama yang dihasilkan oleh tubuh

dari makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah untuk menghasilkan energi bagi sel-sel di dalam tubuh.

Glukosa darah juga merupakan gula sederhana dalam makanan dalam

bentuk disakarida, atau terikat dalam bentuk molekul lain. Glukosa berasal

dari makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohirat yang telah

dicerna akan menghasilkan glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang

kemudian diangkut ke hati melalui vena porta hepatika. Galaktosa dan

fruktosa cepat diubah menjadi glukosa dalam hati. Glukosa diubah

menjadi glikogen didalam hati dan otot melalui proses glikogenesis.


75

Glikogen dimetabolisme kembali menjadi glukosa melalui proses

glikogenolisis. Glukosa yang berada di otak dan darah mengalami proses

glikolisis dan glukoneogenesis. Glikolisis adalah perubahan glukosa

menjadi asam piruvat yang akan menjadi asam laktat. Asam laktat yang

berlebihan akan dimetabolisme kembali menjadi glukosa melalui proses

yang disebut glukoneogenesis (Tanzil, 2014).

Pengaturan kadar glukosa darah sangat tergantung pada keberadaan

penyimpanan glikogen di hati. Jika kadar glukosa darah rendah, glikogen

di hati akan dipecah menjadi glukosa melalui preses glikogenolisis dan

kemudian mengalir di dalam darah untuk dikirim ke otot rangka dan organ

lain yang dibutuhkan. Jika kadar glukosa darah tinggi, glukosa akan

diserap oleh jaringan dengan bantuan hormon insulin. Kadar glukosa

dalam darah diatur oleh beberapa hormon diantaranya insulin dan

glukagon. Hormon insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar

glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas.

Sedangkan hormon glukagon merupakan hormon yang berfungsi untuk

meningkatkan kadar glukosa dan sintesis glukosa dari asam amino,

hormon ini dihasilkan dari sek alfa pankreas (American Diabetes

Association, 2015).

Peran insulin dan glukagon adalah sebagai sistem pengatur umpan

balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah agar normal. Bila

konsentrasi glukosa darah meningkat, maka timbul sekresi insulin.

Selanjutnya insulin akan mengurangi konsentrasi glukosa darah akan


76

kembali menjadi normal. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor

endogen dan eksogen. Faktor endogen disebut juga humoral faktor

diantaranya hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor pada otot

dan sel hati. Hormon kortisol sendiri di dalam tubuh dapat menghambat

produksi hormon insulin dan menyebabkan tingginya kadar gula darah.

Semakin berat stres yang terjadi di dalam tubuh maka produksi hormon

kortisol akan semakin meningkat. Secara alami, kadar gula darah di dalam

tubuh meningkat (Tanzil, 2014).

8. Hubungan Kepatuhan Mengikuti Program Prolanis dengan Stabilitas

Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus

Penelitian yang dilakukan pada tanggal 25-26 Januari 2023 di

Klinik Arya Medistra yang di analisis menggunakan Uji Spearman Rank,

didapatkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan mengikuti kegiatan

Prolanis dengan stabilitas Glukosa darah pada Penderita Diabetes Melitus

dengan P-value 0,000. Nilai r yang menunjukkan derajat keeratan

hubungan antar variabel didapatkan koefesien korelasi korelasi sebesar

0,507, yang artinya ada hubungan kuat antara kepatuhan mengikuti

kegiatan prolanis dengan stabilitas glukosa darah pada penderita Diabetes

Melitus yang mengikut kegiatan Prolanis di Klinik Arya Medistra. Hal ini

menunjukan bahwa dengan mengikuti kegiatan Prolanis secara rutin maka

semakin besar peluang terkontrolnyaa glukosa darah dalam batas yang

normal. Melalui kegiatan Prolanis penderita Diabetes Melitus diberikan

pemahaman atau pengetahuan untuk meningkatkan proses perawatan diri


77

secara mandri sehingga dalam kehidupan sehari-hari dapat melakukan

modifikasi pola hidup yang sehat. Kegiatan Prolanis sendiri selain terdiri

dari pemberian edukasi dan penyluhan, para tenaga medis melakukan

kegiatan pemeriksaan kesehatan secara rutin, olahraga dan aktivitas fisik,

melakukan penyuluhan seputar diit, dan pemberian medikasi dengan obat-

obatan. Para petugas Prolanis melakukan pemberitahuan atau notifikasi

lewat SMS gateway jadwal dan waktu pelaksanaan Prolanis, petugas juga

melakukan kunjungan rumah-rumah para anggota Prolanis, dengan

kegiatan-kegiatan tersebut maka dapat meningkatkan peluang atau

terkontrolnya stabilitas glukosa darah (BPJS, 2015).

Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan tingkat kepatuhan

tinggi dalam mengikuti prolanis 60,7% stabilitas glukosa darah stabil dan

10,7% tidak stabil. Tingkat kepatuhan yang tinggi memperbesar peluang

tingkat stabilitas glukosa darah. Dilihat dari kuesioner bahwa dengan

menerapkan ke empat indikator dalam kegiatan prolanis seperti

pengetahuan yang baik, kepatuhan diit, aktivitas fisik dan kepatuhan

konsumsi obat masih ada yang belum 100%, sehingga hal ini menjadi

salah satu faktor yang dapat menjaga kestabilan glukosa darah. Dengan

melihat hasil ini menunjukan bahwa semakin patuh atau rutin mengikuti

dan melaksanakan semakin tinggi probabilitas/peluang terhadap tingkat

kestabilan glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus.

Glukosa darah adalah glukosa utama yang dihasilkan oleh tubuh

dari makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui


78

pembuluh darah untuk menghasilkan energi bagi sel-sel di dalam tubuh.

Glukosa darah juga merupakan gula sederhana dalam makanan dalam

bentuk disakarida, atau terikat dalam bentuk molekul lain. Glukosa berasal

dari makanan yang mengandung karbohidrat (Tanzil, 2014). Maka diit

sangat berperan dalam proses stabilisai glukosa darah, diit yang tidak

sesuai akan menyebabkan kelebihan atau kekurangan kadar glukosa darah.

Berdasarkan menunjukkan hasil bahwa komponen makanan memiliki efek

yang signifikan dan relevan secara klinis terhadap modulasi glukosa darah.

Pendekatan terpadu yang mencakup pengurangan berat badan berlebih,

peningkatan aktivitas fisik bersamaan dengan pola makan untuk mengatur

kadar glukosa darah tidak hanya akan menjadi keuntungan dalam

manajemen (Russel, 2013).

Pengaturan kadar glukosa darah sangat tergantung pada keberadaan

penyimpanan glikogen di hati. Jika kadar glukosa darah rendah, glikogen

di hati akan dipecah menjadi glukosa melalui preses glikogenolisis dan

kemudian mengalir di dalam darah untuk dikirim ke otot rangka dan organ

lain yang dibutuhkan. Jika kadar glukosa darah tinggi, glukosa akan

diserap oleh jaringan dengan bantuan hormon insulin (American Diabetes

Association, 2015). Hormon kortisol sendiri di dalam tubuh dapat

menghambat produksi hormon insulin dan menyebabkan tingginya kadar

gula darah. Semakin berat stres yang terjadi di dalam tubuh maka produksi

hormon kortisol akan semakin meningkat. Secara alami, kadar gula darah

di dalam tubuh meningkat (Tanzil, 2014). Peran aktivitas fisik sangat


79

berpengaruh dalam hal ini dengan melakukan aktivitas fisik dapat

membantu menstailkan glukosa darah karena perubahan karbohidrat

menjadi energy dalam bentuk ATP. Hasil penelitian Figueira et al (2019),

menjelaskan bahwa aktivitas fisik baik olahraga atau aktivitas fisik yang

menggerakkan otot dapat mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah

dalam tubuh (Figueria, 2019).

Berdasarkan ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan

Prolanis yang mencakup didalamnya seperti pengetahuan (edukasi),

kepatuhan diit aktivitas fisik yang dilakukan, dan kepatuhan minum obat

dapat mengendalikan dan menjaga stailitas kadar glukosa darah.

C. Keterbatasan penelitian

Pelaksanaan penelitian ini, peneliti menjumpai suatu keterbatasan dari

hasil penelitian ini yaitu : beberapa variabel yang kemungkinan dapat

menimbulkan bias tidak bisa dikontrol sepenuhnya seperti hal lain yang dapat

mepengaruhi kepatuhan mengikuti kegiatan prolanis adalah tidak dapat

dievaluasinya kegiatan prolanis secara observasi untuk menentukan apakah

sudah sesuai.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang huungan antara

Kepatuhan Mengikuti Program Prolanis dengan Stabilitas Glukos Darah di

Klinik Arya Medistra dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Responden yang mengikuti kegiatan Prolanis di Klinik Arya Medistra

lebih banyak diikuti oleh perempuan 38 responden (67,9%)

2. Sebagian besar responden yang mengikuti kegiatan Prolanis di Klinik

Arya Medistra adalah pada usia lansia akhir sebanyak 47 responden

(83,9%)

3. Tingkat pengetahuan Penderita Diabetes Melitus yang mengikuti

kegiatan Prolanis dalam kategori baik 53 responden (94,6%).

4. Tingkat kepatuhan diit Penderita Diabetes Melitus yang mengikuti

kegiatan Prolanis dalam kategori tinggi 51 (91,1%)

5. Aktivitas fisik Penderita Diabetes Melitus yang mengikuti Prolanis di

Klinik Arya Medistra dalam katgeori aktivitas berat 45 (80,4%)

6. Kepatuhan obat penderita Diabetes Melitus yang mengikuti kegiatan

Prolanis di Klinik Arya Medistra dalam kategori tinggi 55 (98,2%).

7. Tingkat Kepatuhan Mengikuti Kegiatan Prolanis penderita Diaetes

Melitus di KLinik Arya Medistra dalam Kategori tinggi 40 (71,4%)

8. Stabilitas gula darah penderita Diabetes mellitus yang mengikuti kegiatan

Prolanis di Klinik Arya Medistra dalam kategori Stabil 40 (71,4%)

80
81

9. Ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan mengikuti kegiatan

Prolanis dengan Stabilitas Glukosa darah dengan nilai p-value 0,000 <

0,05.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengingat

keterbatasan peneliti dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang perlu

disampaikan peneliti sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan Masyarakat yang menderita penyakit kronis terutama

penderita Diabetes Melitus diharapkan rutin dan patuh dalam mengikuti

kegiatan Prolanis.

2. Bagi ilmu keperawatan

Diharapkan dapat dijadikan ebagai dasar pengembangan konsep

meta teori tentang penatalaksanaan Diabetes Melitus.

3. Bagi pelayanan kesehatan

Puskesmas meningkatkan kegiatan Prolanis dan melakukan

evaluasi secara berkala terhadap kepatuhan anggota Prolanis.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian

selanjutnya mengenai Hubungan Kegiatan Prolanis dengan Stabilitas

Glukosa darah dengan desain Cohort.


DAFTAR PUSTAKA

Abil, Rudi dan Kwureh, N. H. (2017) ‘Faktor risiko yang mempengaruhi kadar
gula darah puasa pada pengguna layanan laboratorium’.

American Diabetes Association (2015) ‘Diagnosis and Classification of Diabetes


Melitus’.

Bertalina dan Purnama (2016) ‘Hubungan Lama Sakit, Pengetahuan, Motivasi


Pasien dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes
Mellitus’, Jurnal Kesehatan.

BPJS (2015) Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis).


BPJS Kesehatan.

Carrasco Benso, M. P., Rivero. Gutierrez, B., Lopez Diez Minguez, J., Anzola,
A., Noguera, A., Madrid, J. A. (2016) ‘Human Adipose Tissue Expresses
Intrinsic Rhythm in Insulin Sensitivity’, The FASEB Journal.

Cherney, K. (2014) ‘A Complete List of Diabetes Medication’, in 2020, pp. 1–8.

Dewi, R. P. (2013) ‘Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten
Karanganyar’, Jurnal Keehatan Masyarakat.

Dinaskes Jateng (2020) Data dan Informasi. Semarang: Dinas Kesehatan


Provinsi Jawa Tengah. Semarang.

Dinkes Jateng (2019) Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
No Title. Semarang.

Fathoni, Z. A. (2017) ‘Administrasi Kesehatan Program Pengelolaan Penyakit


Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan di Puskesmas Kota Bandar Lampung
(tudi pada Puskesmas Susunan Baru, Puskesmas Kedaton dan Puskesmas
Sumur Batu)’, Universitas Lampung.

Fatimah, R. N. (2015) ‘Diaetes Melitus Tipe 2’, Medical Journal Of Lampung


University.

Fauzia, Y. (2015) ‘Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Diet


Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Pakis Surabaya’, 4.

Figueria, F. R. et al (2019) ‘Effect of exercise on glucose variability in healthy


subjects: randomized crossover trial’.

82
83

Guyton A. C. & Hall J.E. (2014) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th edn.
Jkarta: EGC.

Handayani, R., Febriyantika, R., dan Adriani, P. (2021) ‘Karakteristik Pasien


Diabetes Melitus Tipe 2 di Prolanis Puskesmas 1 Kemranjen Kabupaten
Benyumas. Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat’.

IDF (2021) Diabetes Atlas (Seventh Edition), International Diabetes federation.

Kee, J. L. (2014) Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edited by


Kurnianingsih. Jakarta: EGC.

Komariah dan Rahayu, S. (2020) ‘Hubungan Usia, Jenis Kelamin Dan Indeks
Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Klinik Pratama Rawat Jalan Proklamasi’.

Kozier and Dkk (2016) Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Buku Ajar
Fundamental Keperawatan.

Litbangkes (2019) Badan Litbangkes Kemeterian Kesehatan Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Lumbato, N. (2016) ‘Hubungan Ketaatan Diet Dengan Kestabilan Gula Darah


Pada Pasien Diabetes Melitus Di Pusksesmas Pilolodaa Kecamatan Kota
Barat Kota Gorontalo’.

Nanda, O. D. (2018) ‘Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetik dengan


Regulasi Kadar Gula Darah pada Pasien Perempuan Diabetes Mellitus’.

Nita, R. (2017) ‘Gambaran control dan kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus d Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang’.

Niven, N. (2013) Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat & Profesional


Kesehatan lain. 2nd edn. Jakarta: EGC.

Notoadmojo, S. (2018) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmojo, S. & N. (2015) Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Rineka Cipta.

PERKENI (2019) ‘Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 Dewasa di Indonesia Population’.

Pratita, D. N. (2012) ‘Hubungan Dukungan Pasangan dan Health Locus Of


Controldengan Kepatuhan dalam Menjalani Proses Pengobatan pada
PenderitaDiabetes Mellitus Tipe 2’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya.
84

Price S. A. dan Wilson L. M (2016) Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-


proses penyakit. 6th edn. Jakarta: EGC.

Primanda Y., K. C. T. P. (2011) ‘Dietary Behaviors among Patients with Type 2


Diabetes Mellitus in Yogyakarta, Indonesia. Nurse Media Journal of
Nursing. Questionnaire (DKQ) With an Indonesian’.

Ramadona, A. (2012) ‘Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien.


Diabetes Melitus tipe 2’.

RISKESDAS (2019) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian RI tahun 2018.

Riza, Alfian dan Maulana, P. (2017) ‘Uji Validitas dan Reliailitas Kuesioner
Medication Adherence Report Scale (MARS) terhadap pasien Diabetes
Melitus’.

Rosa, E. M. (2018) ‘Kepatuhan’, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Rosikhoh, N. I. (2016) ‘Gambaran penderita gangren dan identifikasi faktor


pemicu kejadian gangren pada penderita Diabetes Melitus’.

Russel, W. R. et al (2013) ‘Impact of Diet Composition on Blood Glucose


Regulation’.

Setyawan, S. (2015) ‘Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Glukosa Darah


Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus’.

Smeltzer & Bare (2013) ‘Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.’, EGC.

Soelistijo, A. D. (2015) ‘Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 di Indonesia’.

Sundari, P. M. (2018) . ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Self Management


Diabetes Melitus dengan Tingkat Stress Menjalani Diet Penderita
Diabetes Melitus’.

Tanzil (2014) Transpor zat melalui membran-membran sel. 12th edn. Jakarta:
EGC.

Trinovita, E. (2020) Bahan ajaran farmakoterapi gangguan patomekanisme dan


metabolik endokrin. Jawa Timur: CV Penerbit Qiara Media.

Widiantini, W. and Tafal, Z. (2014) ‘Aktivitas Fisik, Stres, dan Obesitas pada
Pegawai Negeri Sipil’, Kesmas: National Public Health Journal, p. 325.
doi: 10.21109/kesmas.v0i0.374.
85

Widiyaningtiyas (2020) ‘Program Pengelolaan Penyakit Kronis) dengan Tingkat


Efikasi Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas 1 Kembaran’.

Yunir et al (2014) ‘Panduan klinis prolanis DM tipe 2 BPJS Kesehatan’, in.


Jakarta: BPJS Kesehatan.

Zakludin, A. et al (2022) ‘Validation of the Diabetes Knowledge’.

Anda mungkin juga menyukai