Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KULIAH PAKAR (KP)

ILMU GIZI

1. Gabriella Hillary Kambu (1861050142)


2. Tamariska Rose Aline (1861050143)
3. Sharon Levita (1861050147)
4. Laura Hermida Sirait (1861050148)
5. Egesio Patar L. Gaol (1861050150)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
Tugas:
 Gambaran DM, dyslipidemia, obesitas di Indonesia dibandingkan
negara-negara lain.
 Gambaran DM, dyslipidemia, obesitas di daerah-daerah Indonesia.
 Patofisiologi dan terapi DM, obesitas, dan dyslipidemia.
 Komposisi karbohidrat, protein, lemak, serat pada penderita
DM,dyslipidemia, obesitas.

 Patofisiologi Diabetes Melitus

 Kurangnya produksi hormon insulin yang dikeluarkan oleh


sel beta pankreas.
 insulin tidak dapat memasukan glukosa didalam darah ke
dalam otot.
 kadar glukosa dalam aliran darah meningkat.
 setelah itu diabetes melitus akan menyebabkan gejala - gejala
berikut sesuai patofisiologi :

 Gambaran Diabetes Melitus di Indonesia dan negara-negara


lainya di dunia

 Dunia :
10 negara diperkirakan memiliki jumlah tertinggi orang dengan
diabetes di 2000 dan 2030 , "tiga teratas" negara adalah sama dengan
yang diidentifikasi untuk 1995 (India, Cina, dan Amerika Serikat).
Bangladesh, Brasil, Indonesia, Jepang, dan Pakistan juga muncul
dalam daftar untuk kedua 2000 dan 2030.

 Asia dan Indonesia

menurut WHO sejak tahun 2000 sampai 2030 orang dengan diabetes
tertinggi no 1, 2 dan 3 adalah india, indonesia, dan bangladesh,
peningkatan tersebut terjadi akibat pola hidup dan genetik.

 Patofisiologi dislipidemia dan gambaran dislipidemia di dunia,


indonesia, dan daerah pedesaan
Patofisiologi :
Dislipidemia biasanya tidak menimbulkan gejala, namun bisa
mengakibatkan penyakit vaskuler seperti :
● PJK
● Stroke
● Penyakit arteri perifer
● Aterosklerosis
● Gangguan toleransi glukosa
Seluruh gejala ini disebut Sindrom Metabolik, dan berikut
merupakan patofisiologi dari Sindrom Metabolik
1. LDL plasma dibawa menuju endothelium yang intak dan
terperangkap dalam Extra Cellular Matrix (ECM) di lapisan
subendotel
2. LDL mengalami proses oksidatif menjadi oxidized dan
aggregated LDL (oxLDL) aterogenik dan pro-inflamasi
3. Merangsang rekruitmen monosit ke dinding arteri dan
menstimulasi diferensiasi monosit menjadi makrofag
4. Makrofag ditangkap oleh oxLDL dan berubah menjadi sel
busa (foam cell)
5. Sel ini menumpuk di jaringan dan berubah menjadi lipid-laden
foam cells yang selanjutnya menjadi plak aterogenik.
6. Makrofag yang teraktivasi mengekspresikan berbagai sitokin
yang akan merangsang sel endotel untuk mengekspresikan
protein adhesi yang berperan dalam proses binding monosit ke
endotel dan intima.
7. Sitokin yang dilepaskan dari makrofag dan sel foam
merangsang otot polos bermigrasi ke intima, berproliferasi dan
mensekresi kolagen, elastin, dan proteoglycan untuk
membentuk matriks fibrous.
8. Plak aterosklerosis yang mature dan mengandung fibrous cap
ini menonjol ke lumen pembuluh darah dan menyebabkan
obstruksi aliran darah.
 Gambaran Dislipidemia di Indonesia dan Negara Lain

Dunia :
Berdasarkan data Global Health Observatory (GHO) &
(WHO) menunjukan bahwa prevalensi dislipidemia pada tahun 2008
adalah 37% populasi laki-laki, 40% pada populasi wanita dan
dianggap bertanggung jawab terhadap 2,6 juta kematian serta
menyebabkan 29.7 juta jiwa lainnya akan mengalami
ketidakberdayaan setiap tahun.

Indonesia :
Data diambil dari Riset Kesehatan Dasar Nasional
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukan ada 35.9% dari penduduk
indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal.
Data CEPHEUS Pan-Asian Survey (2011) mendapatkan
bahwa Indonesia hanya 31,3% pasien dislipidemia yang mencapai
target terapi yang diinginkan.

Wilayah perkotaan dan pedesaan :


Berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200
mg/dl dimana perempuan lebih banyak dari laki-laki dan penduduk
perkotaan lebih banyak dari penduduk pedesaan. Data RISKESDAS
juga menunjukan 15.9% populasi yang berusia ≥ 15 tahun mempunyai
proporsi LDL yang sangat tinggi (≥190 mg/dl), 22.9 % kadar HDL
yang kurang dari 40 mg/dl. dan 11.9% dengan kadar trigliserid yang
sangat tinggi (≥ 500 mg/dl).

The Jakarta Primary non-communicable Disease Risk Factors


Surveillance 2006 mendapatkan proporsi dislipidemia pada pasien
DM tipe 2 yang baru terdiagnosis mencapai 67,7% (kolesterol total),
54,9% (trigliserid), 36,85 (HDL rendah) dan 91,7% (LDL tinggi).
 Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary lifestyle)
yang menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh
(Rosen, 2008). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa
pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur
oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis.

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui


3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui
sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah
mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa,usus) Sinyal-
sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek
mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan
dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang
diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam
peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi(Sherwood, 2012).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan


adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenic centerdi
hipotalamus agar menurunkan produksi Neuropeptida Y (NPY)
sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya
bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di
hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada
sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu
makan(Jeffrey, 2009)
 Gambaran Obesitas di Indonesia dan Negara Lain di Dunia

Dunia
Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2005
mencapai 400 juta jiwa (WHO, 2011). Prevalensi penduduk laki-laki
dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari
tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%).

Dari publikasi di The Lancet Juni 2016 melaporkan bahwa pada tahun
1980 ditemukan 1,225 milyar orang dewasa di dunia sudah menderita
kelebihan berat badan dan obesitas. Pada tahun 2011 meningkat
menjadi 1,6 milyar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan
dan 400 juta sudah obesitas. Kemudian pada tahun 2013 menjadi 2,3
milyar orang dengan kelebihan berat badan dan 700 juta sudah
obesitas.5

Indonesia:
Pada tahun 2013 prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun)
32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari tahun
2010 (15,5%)(Riskesdas, 2013)

Prevalensi nasional obesitas tipe pear shaped(usia >15 tahun) di


Indonesia sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obesitas) dan
prevalensi obesitas tipe apple shaped sebesar 26,6%, lebih tinggi dari
prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Kelompok dengan karakteristik
obesitas tipe apple shaped tertinggi di Indonesia berada dalam rentang
umur 40-54 tahun sebanyak 27,4% (Riskesdas, 2013).

Dari data Riskesdas 2013, balita gemuk/obesitas sudah ditemukan


sebesar 11,8%, usia 5-12 tahun sebesar 8% obesitas, usia 13-15 tahun
sebesar 2,5% sudah obesitas dan menurun pada usia 1618 tahun
menjadi 1,6%. Namun setelah dewasa obesitas ini menjadi meningkat
kembali.
 Terapi Diabetes Melitus
Tujuan penatalaksanaan dari pasien diabetes mellitus adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien. Ada 3 tujuan utama tatalaksana
yaitu menghilangkan keluhan DM, menghambat progresivitas
penyulit seperti makro dan mikro angiopati, dan menurunkan
mortalitas DM dengan mengurangi komplikasinya.
Sebelum diberikan penatalaksanaan, dilakukan pemeriksaan
fisik (pengukuran TB, BB, lalu penghitungan IMT, tekanan darah,
pemeriksaan kaki dan kulit) dan anamnesis riwayat penyakit
(termasuk pola makan keseharian, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pengobatan sebelumnya/yang sedang dijalani, faktor resiko seperti
merokok, hipertensi, latar belakang sosial ekonomi, aktivitas fisik).
Lalu didukung oleh hasil laboratorium seperti periksa kadar glukosa
darah puasa dan 2 jam post TTGO dan pemeriksaan HbA1c yang
utama lalu mungkin ditambahkan pemeriksaan komplikasi setelah
pasien confirm DM tipe 2.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pengaturan pola makan,
olahraga/aktivitas jasmani, dan farmakologis obat antihiperglikemia
oral/OHO atau suntikan seperti insulin dan agonis GLP-1. Disertai
dengan edukasi kepada pasien di Pelayanan Kesehatan Primer
(meliputi pentingnya perawatan kaki, latihan jasmani teratur,
pemantauan DM berkelanjutan, penyulit DM dan risikonya, gejala
hipoglikemia, dll) dan atau Pelayanan Kesehatan Sekunder/Tersier
(seperti pencegahan penyulit akut DM, tatalaksana ketika pasien DM
juga memiliki penyakit lain, kondisi khusus seperti kehamilan,
pembaharuan pengetahuan DM, dll).
Obat antihiperglikemik oral ini ada 5 golongan yaitu insulin
secretagogue, insulin sensitizer, penghambat absorpsi glukosa di
pencernaan, DPP-IV/Dipeptidyl Pepridase-IV inhibitor, dan SGLT-2
inhibitor.
Insulin secretagogue seperti sulfonilurea dan glinid
meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas. Efek
sampingnya ada hipoglikemia dan untuk sulfonilurea sebaiknya
jangan diberikan pada pasien obesitas karena efek samping lain adalah
peningkatan berat badan. Insulin sensitizer seperti TZD/tiazolidindion
dan metformin. Metformin akan mengurangi produksi glukosa
hati/glukoneogenesis dan memperbaiki ambilan glukosa di perifer.
Biasanya metformin ini merupakan pilihan pertama pada sebagian
kasus DM tipe 2.
Kemudian ada inhibitor absorpsi glukosa di pencernaan/alfa
glukosidase inhibitor yang mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa post prandial contohnya Acarbose. Keempat ada obat
penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase IV sehingga GLP-1/Glucose
Like Peptide tetap tinggi untuk meningkatkan sekresi insulin dan
tekan glukagon contohnya Sitagliptin dan Linagliptin.
Yang terakhir ada inhibitor SGLT-2 yang masih tergolong
obat baru yang bekerja untuk hambat penyerapan kembali glukosa
pada tubulus distal ginjal contohnya Canaglicoflozin. Berikut daftar
obat antihiperglikemia oral yang dipakai di Indonesia

Selanjutnya ada obat antihiperglikemia suntik yaitu insulin dan agonis


Glucose Like Peptide-1.Suntikan insulin secara subkutan (atau kondisi
tertentu intramuscular) diberikan apabila HbA1c>9%, penurunan BB
yang cepat, hiperglikemia berat, stress berat seperti infark miokard
akut, gagal kombinasi dengan obat oral biasa, kondisi gestational yang
tidak bisa dikendalikan dengan diet, kontraindikasi terhadap obat oral,
atau gangguan fungsi ginjal/hati yang berat.

Insulin sendiri ada 5 jenis berdasarkandurasi kerjanya yaitu


insulin kerja cepat, pendek, menengah, panjang, dan ultra panjang
juga ada premixed insulin (gabungan kerja pendek-menengah dan
kerja cepat-menengah). Efek samping dari suntikan insulin ini adalah
hipoglikemia dan alergi insulin. Berikut rincian mengenai kinerja
suntikan insulin:
Sedangkan suntikan agonis GLP-1 yang diberikan secara subkutan
bekerja pada sel beta pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin,
bisa menurunkan berat badan (berguna pada pada pasien DM dengan
obesitas), hambat pelepasan glucagon dan nafsu makan.
Contohnyaada Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.
Yang baru saja beredar di Indonesia yaitu Liraglutide dnegan dosis
awal 0,6 mg/hari dan berlanjut ke 1,2 mg minggu kedua dan bisa
dinaikkan max sampai 1,8 mg/hari.

Penatalaksanaan utama adalah terapi nutrisi medis/pola makan


dan kegiatan jasmani dan jika diperlukan baru diberikan obat
antihiperglikemia tunggal/kombinasi sejak dini. Biasanya dapat
digunakan dosis obat tunggal maupun kombinasi 2 obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda. Akan tetapi pengobatan selalu dimulai
dari dosis tunggal dan rendah dulu.

Pengobatan selanjutnya apabila tidak menurunkan HbA1c,


bisa dilakukan kombinasi antara obat antihiperglikemia oral dan
insulin (contoh: metformin+insulin basal+DPP-IV). Jika tidak bisa
pasien diberi insulin, maka digunakan kombinasi 3 obat hiperglikemia
oral. Jika kondisi pasien sudah parah misal HbA1c>10 maka
pengobatan langsung dengan metformin+insulin basal+Glucose Like
Peptide-1.

 Diet Karbohidrat dan Lemak

1. Karbohidrat

Komposisi karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien DM adalah 45-


65% total asupan energi, sukrosa tidak lebih dari 5%, dan bisa
diberikan pemanis alternatif asal tidak berlebih. Untuk pasien obesitas
intake karbohidrat yang disarankan 55% dari total asupan energi
dengan catatan diet rendah kalori.

2. Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan adalah 20-25% asupan energy dan


tidak lebih dari 30%. Selain itu juga dihindari makanan lemak jenuh
dan lemak trans seperti daging berlemak dan susu full cream. Asupan
kolesterol dianjurkan <200 mg/hari.
Untuk pasien dislipidemia dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi
diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥5
porsi/hari), biji-bijian (≥6 porsi/hari), ikan, dan daging tanpa lemak.
Asupan lemak jenuh, trans, da kolesterol juga harus dibatasi.
Makronutrien penurun K-LDL mencakup tanaman
stanol/sterol(2g/hari) dan serat larut air (10-25 g/hari).

 Terapi Obesitas
● Terapi obesitas untuk anak dan remaja berdasarkan IDAI
2014:
Prinsip tatalaksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah
menerapkan:
a. Pola makan yang benar:
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)
merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak
masih bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:
1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan
camilan 2x/hari yang terjadwal (camilan diutamakan
dalam bentuk buah segar), diberikan air putih di antara
jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30
menit/kali.
2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak
untuk mengkonsumsi makanan tertentu dan jumlah
makanan ditentukan oleh anak.
3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai
dengan kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil
perkalian antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA
menurut tinggi badan dengan berat badan ideal
menurut tinggi badan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori yaitu:


− Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
− Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak
30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-
20%).
− Diet tinggi serat: Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan
pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per
hari.
b. Aktivitas fisik yang benar, dan

c. Modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan.


Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan. Oleh karena prioritas utama adalah perubahan
perilaku, maka perlu menghadirkan peran orangtua sebagai komponen
intervensi.

d. Farmakoterapi
Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu penekan nafsu makan (sibutramin), penghambat absorbsi
zat-zat gizi (orlistat), dan rekombinan leptin untuk obesitas karena
defisiensi leptin bawaan, serta kelompok obat untuk mengatasi
komorbiditas (metformin).

● Terapi obesitas untuk dewasa:


Latihan atau olahraga:
● Latihan aerobik
● Latihan kekuatan dan ketahanan otot
● Latihan kelenturan otot
● Latihan keseimbangan
Anjuran diet

● Komposisi karbohidrat yang disarankan 55% dari total asupan


energi.
● Komposisi lemak yang disarankan 20-30% dari total asupan
energi.
● Komposisi protein yang disarankan 15-20% dari total asupan
energi.

● Komposisi serat yang disarankan 20-30 g/hari dari total asupan


energi.

 Terapi dislipidemia:
Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi non farmakologis
dan farmakologis.
● Terapi non farmakologis meliputi perubahan gaya hidup,
termasuk aktivitas fisik, terapi nutrisi medis, penurunan berat badan
dan penghentian merokok.

● Terapi farmakologis

❏ Jika mengacu kepada studi-studi besar pencegahan primer dan


sekunder dari ASCVD maka hanya statin yang menunjukkan bukti
yang konsisten sedangkan obat lain belum mempunyai bukti yang
cukup kuat.
❏ Sehingga ACC/AHA 2013 merekomendasikan statin sebagai
obat utama pada pencegahan primer dan sekunder.
❏ Obat lain hanya dipakai apabila didapatkan kontraindikasi atau
keterbatasan pemakaian statin.

 Komposisi karbohidrat, lemak, protein, serat pada penderita DM,


dislipidemia, obesitas
a. Pada penderita DM:
❖ Komposisi karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien DM
adalah 45-65% total asupan energi
❖ Komposisi lemak yang dianjurkan adalah 20-25% asupan
energi dan tidak lebih dari 30%.
❖ Komposisi protein yang disarankan 10-15% dari total asupan
energi.
❖ Komposisi serat yang disarankan 15-20g/hari dari total asupan
energi dengan catatan diet rendah kalori.
b. Pada penderita obesitas
❖ Komposisi karbohidrat yang disarankan 55% dari total asupan
energi.
❖ Komposisi lemak yang disarankan 20-30% dari total asupan
energi.
❖ Komposisi protein yang disarankan 15-20% dari total asupan
energi.
❖ Komposisi serat yang disarankan 20-30 g/hari dari total asupan
energi.
c. Pada penderita dislipidemia
❖ Komposisi karbohidrat tidak > 65% dari total asupan energi.
❖ Komposisi lemak tidak > 30% dari total asupan energi.
❖ Komposisi protein lebih kuran 5% dari total asupan energi.
❖ Komposisi serat 5 sampai 15 g dari serat yang dapat larut
(soluble fibers).
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Panduan Pengelolaan


Dislipidemia di Indonesia. Indonesia:PERKENI; 2015: 1-2
2. Rini S. Sindrom Metabolik [internet]. Fakultas Kedokteran.
Universitas Lampung. 2015:91
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsesus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI. 2015:
14-42.
4. Sutadarma IWG, Wiryanthini IAD. Terapi Diet pada Obesitas.
Denpasar: Universitas Udayana. 2015:10.
5. Tamin, Tirza.Rehabilitasi Obesitas. Department of Physical Medicine
and Rehabilitation, Cipto Mangunkusomo Hospital.2017
6. Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan
Remaja .UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK
IDAI.2014
7. Jung Rhee,Eun et al.2018 Guidelines for the management of
dyslipidemia.NCBI.2018
8. Azrimaidaliza.ASUPAN ZAT GIZI DAN PENYAKIT DIABETES
MELLITUS.Jumal Kesehatan Masyarakat.Vol.6.No.1.2011
9. Sutadarma, I Wayan Gede & Ida Ayu Dewi Wiryanthini.Terapi Diet
pada Obesitas.PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR.2015

Anda mungkin juga menyukai