FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BATAM 2022 LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan klasifikasi Diabetes Melitus
2. Menjelaskan epidemiologi Diabetes Melitus 3. Menjelaskan etiologi dan factor risiko Diabetes Melitus 4. Menjelaskan patofisiologi Diabetes Melitus 5. Menjelaskan manifestasi klinis Diabetes Melitus 6. Menjelaskan pendekatan diagnostik Diabetes Melitus 7. Menjelaskan penatalaksanaan Diabetes Melitus secara holistik (Farmakologi dan Non Farmakologi) 8. Menjelaskan komplikasi Diabetes Melitus 9. Menjelskan prognosis Diabetes Melitus 10. Menjelaskan Penyakit Diabetes Melitus yang memerlukan Rujukan
1. Klasifikasi Diabetes Melitus
Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus berdasarkan penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh organisasi yang lainnya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut : a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik. b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut. c. Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus. d. Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin.
2. Epidemiologi Diabetes Mellitus
Pada tahun 2015 jumlah penderita DM secara global sebanyak 415 juta jiwa dan diperkirakan terjadi peningkatan menjadi 642 juta jiwa pada tahun 2040 (International Diabetes Federation, 2015:13). Selain itu, menurut WHO jumlah kematian yang diakibatkan oleh DM pada tahun 2012 sebesar 1,5 juta jiwa. World Health Organization juga memperkirakan bahwa negara berkembang pada abad ke-21 akan menanggung beban berat atas epidemi DM. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% atas pasien DM terdapat di negara berkembang. Indonesia merupakan satu dari 10 negara yang memiliki jumlah penderita DM terbanyak. Pada tahun 2015, jumlah penderita DM di Indonesia sebanyak 10 juta orang (International Diabetes Federation, 2015:17). Berdasarkan data dari WHO, prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2000 yakni 8,4 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta orang (World Health Organization, 2016c). Berdasarkan data International Diabetes Federation, Indonesia menduduki posisi ke-7 penderita DM yang berusia 20-79 tahun dengan jumlah 10 juta jiwa dan diperkirakan Indonesia akan menduduki posisi ke-6 dengan jumlah penderita DM yaitu 16,2 juta jiwa pada tahun 2040. Kasus DM tipe 2 saat ini, sudah banyak ditemukan pada usia remaja pada saat sekitar pubertas, terutaman bagi penderita yang memiliki riwayat keluarga positif menderita DM. Prevalensi DM pada umur 15 tahun keatas di Indonesia berdasarkan konsensus pengelolaan DM sekitar tahun 1980-an dari berbagai penelitian sebesar 1,5-2,3% serta daerah perkotaan mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan (Kementerian Kesehatan RI, 2014:1). Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 prevalensi DM akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang dan cenderung menurun kembali setelah berusia 64 tahun.
3. Etiologi dan factor risiko Diabetes Melitus
Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau faktor keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih dari 50% berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan begitu dapat dikatakan bahwa Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Faktor lainnya yaitu nutrisi, nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan Diabetes Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya Diabetes Melitus (dr Prapti dan Tim Lentera, 2003). Sering mengalami stress dan kecanduan merokok juga merupakan faktor penyebab Diabetes Melitus.
4. Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik. Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, prereseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.
5. Manifestasi klinis Diabetes Melitus
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al (2013). dan Kowalak (2011), yaitu: a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum meningkat. b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negative. c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun. d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit. e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah. f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan elektrolit. g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena pembengkakan akibat glukosa. h. Sensai kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan jaringan saraf. i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi. j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.
6. Pendekatan diagnostik Diabetes Melitus
Pendekatan diagnostik neuropati perifer yang baik dimulai dari pengenalan tanda dan gejala yang khas pada penyakit ini. Neuropati perifer dapat bersifat difus seperti pada neuropati perifer diabetik atau bersifat fokal seperti pada carpal tunnel syndrome. Setelah menemukan tanda dan gejala yang khas dari penyakit ini, dokter di layanan kesehatan primer juga dapat mengajukan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk menegakkan diagnosis. Neuropati perifer adalah kelompok kelainan yang memengaruhi sistem saraf perifer. Secara klinis, neuropati perifer dapat dibedakan menjadi tipe fokal, multifokal, dan polineuropati yang bersifat difus. Neuropati fokal yang tersering adalah carpal tunnel syndrome dan penekanan saraf akibat hernia nukleus pulposus. Sementara itu, contoh neuropati multifokal adalah pada lepra dan contoh polineuropati adalah pada pasien diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2.
7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus secara
holistik (Farmakologi dan Non Farmakologi) Farmakologis Terapi farmakologis diberikan Bersama dengan pengaturan makan dan Latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Metformin 3 x 500 mg 2. Insulin basal 8 IU Nonfarmakologi 1. Memberikan motivasi dan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita oleh pasien dan komplikasinya 2. Edukasi mengenai diet DM dan memberikan daftar menu diet DM yang sesuai kebutuhan kalori dalam bentuk kalender. 3. Meningkatkan motivasi pasien untuk minum obat secara teratur dengan mengajarkan minum obat tepat waktu. 4. Edukasi pasien untuk kontrol teratur dalam memeriksa kadar gula darah ke dokter atau Puskesmas. 5. Edukasi dan mengajarkan kepada pasien mengenai perawatan kaki dan senam kaki diabetes.
8. Komplikasi Diabetes Melitus
Gagal Ginjal Kronik (Cronic kidney Failure) Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal akibat DM disebut juga nefropati diabetika. Berbagai teori seperti peningkatan produk glikosilasi nonenzimatik, peningkatan jalur poliol, glukotoksisitas, dan protein kinase-C memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal. Terjadi perubahan pada membrane basalis glomerulus yaitu proliferasi dari selsel mesangium. Hal ini menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah sehingga terjadi perubahan permeabilitas membrane basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya albuminuria. Selain itu, akhir-akhir ini penelitian klinis mendapatkan adanya sklerosis dan gagal ginjal, yang mana dapat berkontribusi terhadap kematian. Menurut National Kidney Foundation(2011)kriteria penyakit ginjal kronik adalah: a. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi berupa kelainan patologi atau kelainan laboratorik pada darah, urin, atau kelainan pada pemeriksaan radiologi. b. LGF <60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama >3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik saat ini terus mengalami peningkatan di seluruh belahan dunia. Diperkirakan lebih dari 50 juta penduduk dunia mengalami PGK dan 1 juta dari mereka membutuhkan terapi pengganti ginjal.17 Penelitian di jepang memperkirakan sekitar 13 % dari jumlah penduduk atau sekitar 13,3 juta orang yang memiliki penyakit ginjal kronik pada tahun 2005. Studi di Indonesia menyebutkan angka insidensi pasien PGK sebesar 30,7 perjuta penduduk dan angka kejadianya sebesar 23,4 perjuta penduduk. Jumlah pasien yang menderita penyakit ginjal kronik diperkirakan akan terus meningkat, peningkatan ini sebanding dengan bertambahnya jumlah populasi, peningkatan populasi usia lanjut, serta peningkatan jumlah pasien hipertensi dan diabetes.
9. Prognosis Diabetes Melitus
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien memiliki Riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. DM dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM.
10. Penyakit Diabetes Melitus yang memerlukan
Rujukan Kebijakan rujukan kasus diabetes melitus dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan /ertikal apabila pasien membutuhkan pelayanankesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak dapatmemberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karenaketerbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial. Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah sakit belum selesai.Berdasarkan PMK no 5 tahun 2014, dikatakan bahwa puskesmas harus dapat menangani kasus DM-2 non insulin dependent, untuk kasus DM tipe 1 atau 2 dengan insulin dependent atau DM tipe lain dan Diabetes Gestasional makapuskesmas diharuskan melakukan rujukan vertikal ke rumah sakit. Pada pasienyang terdiagnosis diabetes tipe 2 baru, puskesmas dapat merujuk ke dokterspesialis di rumah sakit untuk menentukan apakah terdapat komplikasi daripenyakit tersebut, untuk nantinya mendapat rujukan balik beserta terapi yangdapat diberikan di puskesmas. Setelah menjalani terapi selama 2-3 bulan, pasien baru dapat dirujuk kembali apabila target gula darah tidak tercapai dengan 2 obat dan diet yang sehat. Namun bila pasien menunjukkan penyakitlain seperti seperti KAD, nefropati, neuropati, retinopati, cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2 dengan insulin dependent atau Diabetes Gestasional pasiendapat dirujuk ke rumah sakit.