LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit tidak menular yang dengan prevalensi cenderung meningkat.
Peningkatan penderita diabetes melitus dikarenakan adanya perubahan pada pola makan, yaitu dari konsumsi makanan tradisional
yang sehat, tinggi serat, rendah lemak, rendah kalori ke konsumsi makanan mengandung kalori seperti karbohidrat sederhana,
lemak, daging merah dan rendah serat (Azrimaidaliza, 2011 dalam Nurlina, 2018). Menurut WHO, 70% dari total kematian di
dunia, 90-95% kasus adalah Diabetes Melitus Tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah dengan memperbaiki gaya hidup.
Mayoritas DMT2 disebabkan karena kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup atau yang biasa disebut life
style juga dapat mempengaruhi kesehatan seseorang, yang salah satunya yaitu obesitas merupakan faktor terjadinya peningkatan
DM Tipe 2 terutama di negara-negara berkembang (Sari, 2018).
Menurut International Diabetes Federation (IDF) edisi ke-8 tahun 2017 menyatakan bahwa di Amerika saat ini mengalami
peningkatan sebanyak 62% penderita DM dengan 26 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2045 sebanyak 42 juta jiwa, dan di
Afrika juga terjadi peningkatan 156% yang mengalami penderita DM sebanyak 16 juta jiwa dan tahun 2045 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebanyak 41 juta jiwa, sedangkan di Asia Tenggara angka penderita diabetes meningkat 84%, dimana
sekarang 82 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan jumlah penderita diabetes mengalami peningkatan menjadi 151 juta
jiwa pada tahun 2045. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka kejadian DM Tipe 2 yang cukup
tinggi. Jumlah penderita DM Tipe 2 pada tahun 2010 mencapai 8,4 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mengalami
sebanyak 21,3 juta jiwa (Wild et al, 2004 dalam Haskas, 2017).
Tubuh memerlukan energi dan fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan, fungsi enzim, pertumbuhan
dan pergantian sel yang rusak. Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses metabolisme dapat berupa
anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecahan). Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme
tubuh serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Secara umum faktor yang memengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis
untuk kebutuhan metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau
meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosio ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
(Tarwoto,Wartonah, 2006 :26).
Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia), penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 terdiri atas empat pilar,
salah satunya adalah terapi nutrisi atau perencanaan makanan (Widya & Hartono, 2014). Sejalan dengan hasil penelitian Toharin,
et al. (2015); Wahyuni dan Hermawati (2017) mengatakan bahwa kebutuhan nutrisi pada penderita diabetes merupakan kebutuhan
fisiologi yang mendasar. Dimana asupan nutrisi atau makanan merupakan sumber utama gula darah bagi tubuh sehingga sangat
berperan penting pada pasien DM Tipe 2 mengatur pola makan untuk mencapai dan mempertahankan kadar gula darah yang
normal. Dalam perencanaan pola makanan sangat ditekankan diet dalam hal 3 J (jadwal makan, jenis makan dan jumlah makan),
apabila pasien melakukan pola makan dan diet dengan teratur maka dapat mengontrol gula darah dan mencegah terjadinya
komplikasi penyakit DM (PERKENI, 2011 dalam Hestiana, 2017).
Menurut Infodatin Kemenkes RI (2014), penyakit DM Tipe 2 yang tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan
meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke, Neuropati (kerusakan saraf) seperti amputasi kaki, retinopati diabetik dapat
menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, serta resiko kematian dua kali lipat dibandingkan dengan bukan penderita DM.
2. Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut
untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-
zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit
(Tarwoto,Wartonah, 2006). Menurut Alimul (2015), nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Fungsi utama nutrisi adalah untuk memberi energi bagi
aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka dan jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh (Mubarak,
2008). Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan
dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral (Potter and Perry, 2010).
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smelzel dan Bare,2015).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar
diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).
Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus
seperti poliuria, polidipsi dan polifagidisertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena
adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat
kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (RISKESDAS, 2013).
3. Anatomi Fisiologi
5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2015), pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial. Jika konsentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Defisiensi insulin juga akan
menganggu metabolisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam asam amino dan subtansi lain).
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan
Bare, 2015). DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik.
Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik, diet,
dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena
resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare,2015). Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II
yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK)
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.)
(Smeltzer dan Bare, 2015).
(Smeltzel dan Bare, 2015)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jenis Pemeriksaan Glukosa Darah yaitu :
1) Glukosa darah puasa
Sebelum pemeriksaan ini dilakukan harus puasa terlebih dahulu selama 10-14 jam.
b. Analisa Data
Menurut Setiadi (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan perawat untuk mengkaitkan data klien serta
menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan pasien dan keperawatan pasien.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan baik (Dinarti dan Yuli M, 2017).
i. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin.
ii. Infeksi berhubungan dengan peningkatan leukosit.
iii. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
iv. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer, suhu. lingkungan yang ekstrim dan adanya luka.
v. Defisit nutrisi berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
vi. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
vii. Resiko gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis akibat
ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
viii. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
ix. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik / adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
d. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan
e. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1) Evaluasi formatif.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2) Evaluasi somatif
Evaluasi ini merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
Daftar Pustaka
Haskas, Y.(2017). Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus di Wilayah Kota Makassar. Global Health Science,
Volume 2 Issue 2, Juni 2017, 138-144.
Muliani, Usdeka. "Asupan Zat-Zat Gizi Dan Kadar Gula Darah Penderita DM-Tipe2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung." Jurnal Kesehatan 4.2 (2016).
Nurlina. (2018). Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. N dengan DM Tipe II dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Media Keperawatan Volume 9 No. 2. DOI: https://doi.org/10.32382/jmk.v9i1, 63-81.
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi7.Jakarta: Elsevier.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Diakses dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20(2013).pdf.
Sari, N. N. (2018). Hubungan Obesitas Sentral dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmia Keperawatan Sai Betik,
Volume 14, No.2 , 157-161.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia
Toharin, S. N., Cahyati, W. H., & Zainafree, I. (2015). Hubungan modifikasi gaya hidup dan kepatuhan konsumsi obat
antidiabetik dengan kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rs Qim batang tahun 2013. Unnes Journal Of
Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph, 153-160.
Wahyuni & Hermawati. (2017). Persepsi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Pasien Diabetes Melitus di Desa Sawah Kuwung
Karang Anyar. journal care vol. 5, No. 2, 306-317.
Waspadji S., (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes
Widya, R. I., & Hartono, A. (2014). Sehat dengan Gaya Hidup Terapi Gisi Medik untuk Berbagai Penyakit. yogyakarta:
Rapha publishing