Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DAN METABOLISME

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit tidak menular yang dengan prevalensi cenderung meningkat.
Peningkatan penderita diabetes melitus dikarenakan adanya perubahan pada pola makan, yaitu dari konsumsi makanan tradisional
yang sehat, tinggi serat, rendah lemak, rendah kalori ke konsumsi makanan mengandung kalori seperti karbohidrat sederhana,
lemak, daging merah dan rendah serat (Azrimaidaliza, 2011 dalam Nurlina, 2018). Menurut WHO, 70% dari total kematian di
dunia, 90-95% kasus adalah Diabetes Melitus Tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah dengan memperbaiki gaya hidup.
Mayoritas DMT2 disebabkan karena kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup atau yang biasa disebut life
style juga dapat mempengaruhi kesehatan seseorang, yang salah satunya yaitu obesitas merupakan faktor terjadinya peningkatan
DM Tipe 2 terutama di negara-negara berkembang (Sari, 2018).
Menurut International Diabetes Federation (IDF) edisi ke-8 tahun 2017 menyatakan bahwa di Amerika saat ini mengalami
peningkatan sebanyak 62% penderita DM dengan 26 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2045 sebanyak 42 juta jiwa, dan di
Afrika juga terjadi peningkatan 156% yang mengalami penderita DM sebanyak 16 juta jiwa dan tahun 2045 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebanyak 41 juta jiwa, sedangkan di Asia Tenggara angka penderita diabetes meningkat 84%, dimana
sekarang 82 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan jumlah penderita diabetes mengalami peningkatan menjadi 151 juta
jiwa pada tahun 2045. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka kejadian DM Tipe 2 yang cukup
tinggi. Jumlah penderita DM Tipe 2 pada tahun 2010 mencapai 8,4 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mengalami
sebanyak 21,3 juta jiwa (Wild et al, 2004 dalam Haskas, 2017).
Tubuh memerlukan energi dan fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan, fungsi enzim, pertumbuhan
dan pergantian sel yang rusak. Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses metabolisme dapat berupa
anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecahan). Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme
tubuh serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Secara umum faktor yang memengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis
untuk kebutuhan metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau
meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosio ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
(Tarwoto,Wartonah, 2006 :26).
Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia), penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 terdiri atas empat pilar,
salah satunya adalah terapi nutrisi atau perencanaan makanan (Widya & Hartono, 2014). Sejalan dengan hasil penelitian Toharin,
et al. (2015); Wahyuni dan Hermawati (2017) mengatakan bahwa kebutuhan nutrisi pada penderita diabetes merupakan kebutuhan
fisiologi yang mendasar. Dimana asupan nutrisi atau makanan merupakan sumber utama gula darah bagi tubuh sehingga sangat
berperan penting pada pasien DM Tipe 2 mengatur pola makan untuk mencapai dan mempertahankan kadar gula darah yang
normal. Dalam perencanaan pola makanan sangat ditekankan diet dalam hal 3 J (jadwal makan, jenis makan dan jumlah makan),
apabila pasien melakukan pola makan dan diet dengan teratur maka dapat mengontrol gula darah dan mencegah terjadinya
komplikasi penyakit DM (PERKENI, 2011 dalam Hestiana, 2017).
Menurut Infodatin Kemenkes RI (2014), penyakit DM Tipe 2 yang tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan
meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke, Neuropati (kerusakan saraf) seperti amputasi kaki, retinopati diabetik dapat
menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, serta resiko kematian dua kali lipat dibandingkan dengan bukan penderita DM.
2. Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut
untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-
zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit
(Tarwoto,Wartonah, 2006). Menurut Alimul (2015), nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Fungsi utama nutrisi adalah untuk memberi energi bagi
aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka dan jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh (Mubarak,
2008). Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan
dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral (Potter and Perry, 2010).
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smelzel dan Bare,2015).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar
diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).
Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus
seperti poliuria, polidipsi dan polifagidisertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena
adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat
kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (RISKESDAS, 2013).
3. Anatomi Fisiologi

Gambar Pankreas, Sumber: Gonzaga 2010


Gambar DM tipe I DM tipe II, Sumber : Gonzaga 2010
Menurut Gonzaga (2010), pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen di belakang glaster di dalam ruang retro peritonial.
Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa di arah kronio dorsal dan bagian kiri atas kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dibagian kiri pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Menurut Gonzaga (2010), pankreas terdiri dari 2 jaringan
utama yaitu:
1. Asinus yang sekresi getah pencernaan ke duodenum.
2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi sekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.Pulau
langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan
struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi
somatostatin.
Menurut Gonzaga (2010), pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan
kelenjer endokrin. Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohidrat, sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat.
Kelenjer pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan oleh sel-sel
di pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Menururt Gonzaga (2010), pankreas dibagi menurut bentuknya:
1. Kepala (kaput) merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
2. Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor (kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh limpa.
 Pulau Langerhans
Gambar pulau Langerhans, Sumber: Gongzaga (2010)
Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni sel-alfa, sel beta dan sel delta. Sel β mencakup kira kira 60%
dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin.granula sel β merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies 1 sengan yang lain.
Dalam sel β, muloekus insulin membentuk polimer komplek dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini
mungkin karena perbedaan ukuran polimer atau akregat sel dari isulin. Insulin disintesis dalam retikulum endoplasma sel β,
kemudian diangkut ke aparatus kolgi, tempat ini dibungkus didalam granula yang diikat membran. Kranula ini bergerak ke
dinding sel oleh suatu proses yang sel mengeluarkan insulin ke daerah luar gengang exsosotosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel β serta kapiler berdekatan dan endotel fenestra kapiler untuk
mencapai aliran darah.
Sel alfa yang mencakup kira kira 25% dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari seluruh
sel yang mensekresikan somatostatin.
 Hormon Insulin
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu dengan lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur
oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peran penting.
Perangsang adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah 80-90 mg/ml (Gonzaga, 2010).
Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a. Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b. Mengurangi kosentrasi gula darah
c. Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
 Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi
berlawanan dengan insulin fungsi terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah (Biologi Gonzaga,
2010).
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:
a. Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b. Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Smeltzer (2015), Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil dari sel-sel beta dari pulau pulau
langerhans pada prankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan insulin.
4. Etiologi
Menurut Smeltzer (2015), Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi & proses imunnya (Smeltzer dan Bare, 2015).
b. Imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing (Smeltzer
dan Bare, 2015).
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta (Smeltzer dan Bare, 2015).
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas dan genetik
Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pancreas mengeluarkan insulin
yang berbeda, atau reseptor insulin tidak dapat merespon secara adekuat terhadap insulin. Hal ini diperkirakan ada kaitannya
antara genetik dan rangsangan berkepanjangan reseptor–respektor insulin.
c. Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata.
Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan asia
dan afrika berperan dalam patogenisnya (Waspadji, 2009).
d. Riwayat keluarga.
Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes mellitus, bila kedua orang tua menderita penyakit ini, maka
semua anaknya juga menderita penyakit yang sama.

5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2015), pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial. Jika konsentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Defisiensi insulin juga akan
menganggu metabolisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam asam amino dan subtansi lain).
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan
Bare, 2015). DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik.
Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik, diet,
dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena
resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare,2015). Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II
yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK)
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.)
(Smeltzer dan Bare, 2015).
(Smeltzel dan Bare, 2015)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jenis Pemeriksaan Glukosa Darah yaitu :
1) Glukosa darah puasa
Sebelum pemeriksaan ini dilakukan harus puasa terlebih dahulu selama 10-14 jam.

Kategori Bahan Nilai Rujukan


Dewasa Serum atau plasma 70-80 mg/dl
Anak (bayi baru lahir) Serum atau plasma 30-80 mg/dl
Anak Serum atau plasma 60-100 mg/dl
Lansia Serum atau plasma 70-120 mg/dl
Nilai panik Serum atau plasma <40 mg/dl dan >800
mg/dl

Tabel Nilai rujukan Glukosa darah puasa


Sumber : (Kee,2008)
2) Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien tanpa perlu memperhatikan waktu terakhir pasien makan.
3) Glukosa darah 2 jam Post prandial
Uji gula darah 2 jam pasaca prandial dilakukan untuk mengukur respon klien terhadap asupan tinggi karbohidrat setelah
makan. Uji ini dilakukan untuk pemindaian terhadap diabetes. Pemeriksaan ini dilakukan pasien tidak boleh makan selama 2
jam sebelum uji dilakukan, yakni setelah sarapan pagi atau makan siang. Tetapi pasien tetap boleh makan.

Kategori Bahan Nilai Rujukan


Dewasa Serum atau plasma Darah <140 mg/dl/2 jam
<120 mg/dl/2 jam
Anak Serum atau plasma <120 mg/dl/2 jam
Lansia Serum atau plasma Darah <160 mg/dl/2 jam
<140 mg/dl/2 jam

Tabel Nilai Rujukan Glukosa Darah 2 Jam PP


Sumber : (Kee,2008)
4) Hemoglobin glikosilat (HbA1c)
Molekul glukosa berikatan dengan HbA1, yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut
glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A1. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan
hemoglobin. Pembentukan HbA1 terjadi dengan lambat, yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah
merah. Uji ini digunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan terapi diabetik. Kadar gula darah puasa mencerminkan
kadar glukosa darah, saat pertama kali puasa; sedangkan Hgb atau HbA1c merupakan indikator yang lebih baik untuk
pengendalian diabetes melitus (Kee, 2008).
Nilai Rujukan Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) :
1) Hemoglobin Glikosilat total : 5,5–9% dari total Hb.
2) Dewasa : HbA1c:vNondiabetik:2–5 %; Diabetik terkontrol:2,5-6%;
3) Rata-rata tinggi: 6,1-7,5%; Diabetik tidak terkontrol: >8%.
4) Anak-anak: HbA1c: Nondiabetik: 1,5-4% (Kee, 2008).
b. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
c. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
7. Penatalaksanaan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
1. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b. Mengarahkan pada berat badan normal.
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic.
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan.
b. Jadwal diet ketat.
c. Jenis: boleh dimakan/ tidak.
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau ditambah.
b. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya.
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari.
Berdasarkan Jurnal Kesehatan volume 4 nomor 2 tahun 2016 oleh Usdeka Muliani tentang Asupan Zat-Zat Gizi Dan Kadar
Gula Darah Penderita DM-Tipe2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung didapatkan
pasien dengan asupan energi yang baik semuanya mengalami penurunan kadar gula darah, pasien dengan asupan protein yang
baik mengalami penurunan kadar gula darah, asupan karbohidrat yang baik mengalami penurunan kadar gula darah, asupan
lemak yang baik mengalami penurunan kadar gula darah, pasien dengan asupan kolesterol yang baik mengalami penurunan
kadar gula darah, pasien dengan asupan serat baik seluruhnya mengalami penurunan kadar gula darah. Dari jurnal ini
menyarankan:
 Pasien DM-tipe2 harus menjalankan terapi dietnya dengan baik agar kadar gula darahnya selalu terkontrol dalam batas-batas
normal.
 Sebaiknya semua pasien DM-tipe2 di poliklinik penyakit dalam RSUDAM diberikan penyuluhan dan konseling gizi secara
berkala agar pasien mampu mengatur dengan baik asupan makanannya dirumah.
2. Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore.
c. Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen.
d. Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein.
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya
pada dokter, mencari artikel mengenai diabetes.
4. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pencegahan dengan cara (edukasi, pengaturan makan, aktivitas fisik) belum berhasil,
bearti harus diberikan obat obatan.
5. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin bertujuan untuk mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan
melakukan lima pilar diatas mencapai target, tidak akan terjadi komplikasi.
6. Melakukan perawatan luka
Melakukan tindakan perawatan menganti balutan, membersihkan luka pada luka kotor dengan tujuan mencegah infeksi dan
membantu penyembuhan luka.
7. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital.
8. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi.
9. Mengelola pemberian obat sesuai program.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan
data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan. Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yang
terdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data
dasar dan data focus. Untuk kasus Diabetes Meilitus menurut Doenges pengkajian yang dilakukan meliputi:
1) Biodata
a) Identitas klien, meliputi: nama pasien, tanggal lahir, umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, nomor rekam medis.
b) Identitas Penanggung Jawab: nama penanggung jawab, hubungan dengan klien, alamat.
2) Riwayat Kesehatan Klien
a) Keluhan utama
i. Kondisi hiperglikemi: penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat,
sakit kepala.
ii. Kondisi hipoglikemi: tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia,
mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,gangguan tidur/istirahat, haus,
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
c) Riwayat Penyakit Masa Lalu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-
obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
d) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
Genogram Dibuat 3 generasi
3) Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual
a) Data Psikologis
i. Pengaruh penyakit terhadap psikologi.
ii. Persepsi klien terhadap penyakit.
iii. Harapan klien terhadap pelayanan keperawatan.
b) Data Sosial
i. Hubungan klien dengan orang lain (perawat/petugas kesehatan lain, klien lain, keluarga, masyarakat).
ii. Peran dan fungsi klien dalam keluarga/masyarakat.
c) Data Spiritual
Kegiatan keagamaan dan persepsi klien terhadap agama serta hubungannya dengan kesehatan / keyakinan
akan kesembuhan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran:
i. Kualitatif : Compos Mentis, Apatis, Somnolent, Sopor, Soporocomatus, Coma.
ii. Kuantitatif : GCS
b) Tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan dan Suhu)
c) Kulit dan Kuku
Kaji apakah kulit pucat atau tidak, ada lesi atau tidak, periksa turgor kulit dan edema. Biasanya pada pasien dengan
Diabetes melitus kulit tampak pucat, turgor kulit menurun dan terdapat edema.
d) Kepala dan Rambut
Jumlah rambut: rontok atau tidak, warna rambut, kebersihan rambut, dan bentuk kepala simetris atau tidak.
e) Mata
Periksa bentuk bola mata, sklera, periksa fungsi penglihatan apakah pandangan kabur atau tidak, periksa ada tidaknya
glukoma.
f) Hidung
Periksa ada polip atau tidak, gangguan penciuman, dan pernafasan.
g) Telinga
Periksa apakah bentuk simetris atau tidak, ada kelainan atau tidak.
h) Mulut (bibir, gigi, lidah dan faring)
Periksa bentuk, mukosa oral, gigi, lidah, pharyng, uvula tonsil, refleks, hygiene.
i) Leher
Kaji kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH₂.
j) Dada dan punggung
Bentuk simetris atau tidak, pergerakkan rongga dada dan apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
k) Jantung
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi
l) Paru-paru
i.Inspeksi: bentuk, pergerakkan, lesi.
ii.Palpasi: taktil premitus.
iii. Perkusi: batas – batas paru, resonan/hiperesonan.
iv.Auskultasi: suara paru (vesikuler, bronkhial, bronkhovesikuler) dan suara paru tambahan.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
m)Abdomen
Bentuk abdomen apakah asites atau datar atau penonjolan setempat, turgor, distensi, peristaltic usus meningkat atau
menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen dan kelainan organ dalam abdomen.
n) Genetalia
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau
tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya
dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahui pembesaran prostat dan konsistensi dan biasanya pasien dengan
diabetes melitus sering BAK.
o) Ekstremitas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot
dan refleknya.

b. Analisa Data
Menurut Setiadi (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan perawat untuk mengkaitkan data klien serta
menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan pasien dan keperawatan pasien.

No Data Kemungkinan Penyebab Masalah


. Keperawatan
1. DS: Sel beta pancreas menurun Defisit nutrisi
 Cepat kenyang setelah ↓
makan Defisiensi insulin
 Kram/nyeri abdomen ↓
 Nafsu makan menurun Liposis meningkat

DO: Ketogenesis
 BB menurun minimal ↓
10% dibawah rentang Ketonuria
ideal ↓
 Bising usus hiperaktif Nyeri abdomen
 Membran mukosa ↓
pucat Mual, muntah

 Sariawan
Deficit nutrisi
 Diare

2. DS: Sel beta pancreas menurun Ketidakstabilan


Hipoglikemia ↓ kadar glukosa
 Mengantuk Defisiensi insulin dalam darah
 Pusing ↓
 Palpitasi Penurunan pemakaian
 Mengeluh lapar glukosa
Hiperglikemia ↓
 Lelah atau lesu Hiperglikemia
 Mulut kering ↓
Polifagia
 Haus meningkat

DO:
Polidipsi
Hipoglikemia ↓
 Gangguan koordinasi Poliuria
 Kadar glukosa dalam ↓
darah rendah Ketidakstabilan kadar
 Gemetar glukosa dalam darah
 Kesadaran menurun
 Sulit bicara
 Berkeringat
Hiperglikemia
 Kadar glukosa dalam
tinggi
 Jumlah urine
meningkat

3. DS: Sel beta pancreas menurun Nyeri akut


 Mengeluh nyeri ↓
DO: Defisiensi insulin
 Tampak meringis ↓
 Gelisah Anabolisme protein ↓
 Frekuensi nadi ↓
meningkat Kerusakan antibodi
 Sulit tidur ↓
 TD meningkat Kekebalan tubuh ↓

 Pola nafas berubah
Neuropati sensori perifer
 Nafsu makan berubah

Sakit pada luka

Nyeri akut

4. DS : Sel beta pancreas menurun Resiko Perfusi


Ujung kaki menghitam ↓ jaringan tidak
DO : Defisiensi insulin efektif
Tampak ujung kaki ↓
menghitam Hiperglikemia

Viskolitas darah

Aliran darah melambat

Iskemik jaringan

Resiko Perfusi jaringan
perifer tidak efektif

5. DS : Sel beta pancreas menurun Resiko infeksi


Ada luka ↓
DO : Defisiensi insulin
Terdapat luka pada ↓
pasien Anabolisme protein ↓

Kerusakan antibodi

Kekebalan tubuh ↓

Resiko infeksi
6. DS : Sel beta pancreas menurun Kekurangan
 Ortopnea ↓ Volume Cairan
 Dispnea Defisiensi insulin
 Paroxysmal nocturnal ↓
dyspnea (PND) Penurunan pemakaian
DO : glukosa
 Edema anasarka ↓
 Edema perifer Hiperglikemia
 BB meningkat dalam ↓
waktu singkat Glyosuri

 JVP/CVP meningkat
Osmotic Diuresis
 Distensi vena jugularis

 Terdengar suara nafas Poliuria
tambahan ↓
 Hepatomegali Dehidrasi
 Kadar Hb/Ht turun ↓
 Oliguria Kekurangan Volume
 Intake lebih banyak Cairan
dari output

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan baik (Dinarti dan Yuli M, 2017).
i. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin.
ii. Infeksi berhubungan dengan peningkatan leukosit.
iii. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
iv. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer, suhu. lingkungan yang ekstrim dan adanya luka.
v. Defisit nutrisi berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
vi. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
vii. Resiko gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis akibat
ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
viii. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
ix. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik / adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
d. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan Rasional


.
1. Ketidaksta Setelah dilakukan SIKI Label Manajemen
bilan gula intervensi hiperglikemia (I.03115)
darah keperawatan ... x Observasi Observasi
berhubung 24 jam,maka 1.Monitor kadar glukosa 1.Mengantisipasi
an dengan diharapkan darah, jika perlu terjadinya
resistensi kestabilan kadar hiperglikemia atau
insulin glukosa darah hipoglikemia
teratasi,dengan 2.Monitor tanda dan gejala 2.Menghindari
kriteria : hiperglikemia terjadinya
SLKI Label (mis.poliuria, polidipsia, hiperglikemia
Kestabilan kadar polifagia, kelemahan,
glukosa darah malaise, pandangan
1.Koordinasi kabur, sakit kepala)
meningkat 3.Monitor intake dan 3.Menjaga intake dan
2.Mengantuk output cairan output stabil
menurun Terapeutik Terapeutik
3.Pusing menurun 1.Berikan asupan cairan 1.Menambah intake
4.Lelah/lesu oral cairan dalam tubuh
menurun Edukasi Edukasi
5.Keluhan lapar 1.Anjurkan kepatuhan 1.Membantu agar
menurun terhadap diet dan pasien patuh pada diet
6.Kadar glukosa olahraga dan olahraga
dalam darah 2.Anjurkan pengelolaan 2.Menginformasikan
membaik diabetes cara pengelolaan
(mis.penggunaan insulin, diabetes
obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian karbohidrat
dan bantuan professional Kolaborasi
kesehatan) 1.Mengatur kadar
Kolaborasi glukosa dalam tubuh
1.Kolaborasi pemberian 2.Menambah intake
insulin, jika perlu cairan dalam tubuh
2.Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu

2. Defisit Setelah dilakukan SIKI Label Manajemen


nutrisi intervensi nutrisi (D.0019)
Berhu- keperawatan ... x Observasi Observasi
bungan 24 jam,maka 1.Identifikasi status nutrisi 1.Mengetahui informasi
dengan diharapkan Status terbaru status nutrisi
faktor nutrisi pasien
biologis teratasi,dengan 2.Identifikasi makanan 2.Mengetahui makanan
yaitu kriteria: yang disukai apa yang disukai
polifagia SLKI Label Status pasien untuk
nutrisi perencanaan diet
1.Porsi makanan makanan
yang dihabiskan 3.Monitor asupan 3.Mengetahui seberapa
meningkat makanan banyak makanan yang
2.Berat badan dapat dimakan oleh
membaik pasien
3.IMT membaik 4.Monitor berat badan 4.Mengetahui diet yang
4.Frekuensi makan digunakan sudah
membaik sesuai
5.Nafsu makan Terapeutik Terapeutik
membaik 1.Sajikan makanan secara 1.Menambah nafsu
6.Membran menarik dan suhu yang makan
mukosa membaik sesuai
2.Berikan makanan yang 2.Mencukupi kalori dan
tinggi kalori dan tinggi protein untuk tubuh
protein dan sesuai dengan
diet pada pasien
Diabetes
Edukasi Edukasi
1.Anjurkan posisi duduk, 1.Membuat pasien
jika mampu merasa nyaman saat
makan
2.Ajarkan diet yang 2.Membantu pasien
diprogramkan melaksanakan diet
yang sudah
diprogramkan dengan
baik
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli 1.Agar nutrisi pasien
gizi untuk menentukan terpenuhi dengan
jumlah kalori dan jenis tepat
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

3. Perfusi Setelah dilakukan SIKI Label Manajemen


perifer intervensi sensasi perifer:
tidak keperawatan ... x Pemantauan tanda vital
efektif 24 jam,maka (D.0009)
berhubung diharapkan Perfusi Observasi Observasi
an dengan perifer 1.Monitor terjadinya 1.Mengantisipasi
hiperglike- teratasi,dengan parestesia, jika perlu adanya rasa nyeri atau
mia kriteria: kesemutan pada
SLKI Label Perfusi ekstermitas
perifer 2.Monitor perubahan kulit 2.Mengetahui kondisi
1.Denyut nadi tubuh pasien
perifer membaik 3.Monitor adanya 3.Mengantisipasi
2.Warna kulit pucat tromboflebitis dan terjadinya
menurun tromboemboli vena tromboflebitis dan
3.Kelemahan otot tromboemboli vena
menurun 4.Monitor tekanan darah 4.Mengetahui tekanan
4.Akral membaik darah pasien terbaru
5.Turgor kulit 5.Monitor nadi (frekuensi, 5.Mengetahui nadi
membaik kekuatan, irama) pasien terbaru
6.Tekanan darah 6.Monitor pernapasan 6.Mengetahui
sistolik membaik (frekuensi, kedalaman) pernapasan pasien
7.Tekanan darah terbaru
diastolik 7.Monitor suhu tubuh 7.Mengetahui suhu
membaik pasien terbaru
Terapeutik Terapeutik
1.Hindari pemakaian 1.Mengantisipasi
benda-benda yang perubahan suhu
berlebihan suhunya ekstrem pada
(terlalu panas atau ekstermitas
dingin)
2.Dokumentasikan hasil 2.Agar terdapat bukti
pemantauan sudah dilakukannya
pemeriksaan
Edukasi Edukasi
1.Anjurkan penggunaan 1.Mengetahui suhu air
termometer untuk
menguji suhu air 2.Agar pasien
2.Informasikan hasil mendapatkan
pemantauan, jika perlu informasi yang valid
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1.Mengatasi rasa nyeri
analgesik, jika perlu
4. Intoleransi Setelah dilakukan SIKI Label
aktivitas intervensi Manajemen Energi
berhubung selama ....x24 jam, (D.0056)
an dengan maka di harapkan Observasi Observasi
kelemahan Toleransi aktivitas 1.Identifikasi gangguan 1.Agar pasien tidak
meningkat dengan fungsi tubuh yang merasakan kelelahan
Kriteria hasil : mengakibatkan
Toleransi kelelahan
Aktivitas 2.Monitor kelelahan fisik 2.Agar kelelahan dan
1. Frekuensi nadi dan emosional emosional pasien
meningkat terjaga
2. Saturasi oksigen 3.Monitor pola dan jam 3.Agar pola istirahat
meningkat tidur pasien terjaga
3. Kemudahan 4. Monitor lokasi dan 4.Agar lokasi nyeri
dalam ketidaknyamanan pasien dapat di
melakukan selama melakukan control
aktivitas sehari- aktivitas
hari meningkat Terapeutik Terapeutik
4. Kecepatan 1. Sediakan lingkungan 1.Agar nyeri pasien
berjalan nyaman dan rendah dapat di control
meningkat stimulus, misal:
5. Jarak berjalan Cahaya,suara,kunjungan
meningkat 2. Lakukan latihan rentang 2.Agar nyeri pasien
6. Kekuatan tubuh gerak pasif dan/atau menurun dengan
bagian atas aktif latihan gerak
meningkat 3. Berikan aktivitas 3.Agar dapat
7. Kekuatan tubuh distraksi yang mengontrol nyeri
bagian bawah menenangkan yang di alami
meningkat 4. Fasilitasi duduk di sisi 4.Agar pasien nyaman
8. Keluhan Lelah tempat tidur, jika tidak dalam melakukan
menurun dapat berpindah atau terapi
9. Dyspnea saat berjalan
aktivitas Edukasi Edukasi
menurun 1.Anjurkan tirah baring 1. Agar pasien nyaman
10.Dyspnea setelah dalam melakukan
aktivitas terapi
menurun 2.Anjurkan melakukan 2. Agar nyeri pasien
11.Perasaan lemah aktivitas secara bertahap menurun
menurun 3.Anjurkan menghubungi 3. Agar cepat
12.Aritmia saat perawat jika tanda dan diberikan solusi
aktivitas gejala kelelahan tidak untuk mengatasi
menurun berkurang masalah nyeri
13.Aritmia setelah 4.Ajarkan strategi koping 4. Agar kelelahan
aktivitas untuk mengurangi pasien dapat di
menurun kelelahan control
14.Sianosis Kolaborasi Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi dengan ahli 1.Agar asupan makanan
15.Warna kulit gizi tentang cara pasien terjaga
membaik meningkatkan asupan
16.Tekanan darah makanan
membaik
17.Frekuensi napas
membaik
5. Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI Label
berhubung intervensi Manajemen Nyeri
an dengan selama ....x24 jam, (D.0077)
agens maka diharapkan Observasi Observasi
cedera Tingkat nyeri 1.Identifikasi 1.Agar mengetahui titik
biologis menurun dengan lokasi,karakteristik, nyeri pasien
(penurun- kriteria hasil : durasi, frekuensi,
an perfusi Tingkat Nyeri intensitas nyeri
perifer) 1.Kemampuan 2.Identifikasi sekala nyeri 2.Agar mengetahui
menuntaskan seberapa tingkat nyeri
aktivitas yang dirasakan pasien
meningkat dan respon nyeri
2.Keluhan nyeri pasien
menurun 3.Identifikasi respon nyeri 3.Agar mengetahui
3.Meringis verbal dan nonverbal faktor yang
menurun menyebabkan nyeri
4.Gelisah menurun pada pasien
5.Kesulitan tidur 4.Identifikasi faktor yang 4.Agar mengetahui
menurun memperberat dan apakah keyakinan,
6.Diapforesis memperingan nyeri kualitas hidup dan
menurun budaya pasien bisa
7.Perasaan depresi menimbulkan efek
8.Ketegangan otot nyeri pada pasien
menurun 5.Identifikasi pengetahuan 5.Agar mengetahui
9.Pupil dilatasi dan keyakinan tentang seberapa besar
menurun nyeri keberhasilan dalam
10.Frekuensi nadi terapi
membaik 6.Identifikasi pengaruh 6.Agar mengetahui
11.Pola napas budaya terhadap respon respon apa yang
membaik nyeri dilihat dengan
12.Tekanan darah penggunaan
membaik analgetik
13.Pola tidur 7.Identifikasi pengaruh 7.Memberikan Teknik
membaik nyeri pada kualitas hidup relaksasi nafas dalam
8.Monitor keberhasilan 8.Agar istirahat tidur
terapi komplementer pasien terpenuhi dan
yang sudah diberikan tingkat nyeri dapat
menurun
9.Monitor efek samping 9. Agar keluarga pasien
penggunaan analgetik dan pasien mengerti
penyebab dan pemicu
nyeri
Terapeutik Terapeutik
1.Berikan teknik 1.Pengalihan nyeri bisa
nonfarmakologi untuk dilakukan tanpa obat
mengurangi nyeri
2.Kontrol lingkungan yang 2.Lingkungan sangat
memberat rasa nyeri mempengaruhi
3.Fasilitasi istirahat tidur 3.Tidur dapat
mengalihkan rasa
nyeri
4.Pertimbangkan jenis dan 4.Meredakan nyeri
sumber nyeri dalam dengan efektif
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi Edukasi
1.Jelaskan penyebab, 1.Keterlibatan pasien
periode dan pemicu mempengaruhi
nyeri kesembuhan
2.Jelaskan strategi pemicu 2.Pasien bisa
nyeri menjelaskan pemicu
nyeri
3.Anjurkan memonitoring 3.Nyeri dapat dirasakan
nyeri secara mandiri kapanpun
4.Anjurkan menggunakan 4.Penggunaan analgetik
analgetik secara tepat tidak bisa
sembarangan
5.Ajarkan Teknik 5.Nyeri juga dapat
nonfarmakologis untuk berkurang tanpa
mengurangi rasa nyeri menggunakan obat
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1.Kolaborasi dengan
analgetik dokter tentang
analgesik yang harus
di berikan kepada
pasien

Pemberian analgesic Pemberian analgesic


Observasi Observasi
1.Identifikasi karakteristik 1.Mengetahui seberapa
nyeri tingkat nyeri pasien
2.Identifikasi riwayat 2.Mengetahui pasien
alergi obat ada alergi obat atau
tidak
3.Identifikasi kesesuaian 3.Agar analgesic yang
jenis analgesic dengan di berikan sesuai
tingkat keparahan nyeri dengan keparahan
nyeri pasien
4.Monitor tanda-tanda 4.Agar mengetahi efek
vital sebelum dan dari analgesic
sesudah pemberian
analgesic
5.Monitor efektifitas 5.Agar pemberian
analgesik analgesic sesuai
dengan tingkat nyeri
pasien
Terapeutik Terapeutik
1.Diskusikan jenis 1.Agar respon pasien
analgesic yang disukai terkontrol untuk
untuk mencapai mencegah terjadinya
analgesia optimal hal yang tidak
diinginkan
2.Pertimbangkan 2.Kolaborasi dengan
penggunaan infus dokter tentang obat
kontinu, atau bolus yang diberikan, dosis
opioid untuk dan jenis analgesic
mempertahankan kadar yang di berikan
dalam serum
3.Tetapkan target 3.Mengurangi efek
efektifitas analgesic yang tidak baik masa
untuk mengoptimalkan yang akan datang
respon pasien akibat penggunaan
analgetik yang tidak
sesuai
4.Dokumentasikan respon 4.Pencatatan penting
terhadap efek analgesic dilakukan agar
dan efek yang tidak mengetahui
diinginkan perkembangannya
Edukasi Edukasi
1.Jelaskan efek terapi dan 1.Pasien berhak
efek samping obat mengetahui tentang
pengobatan yang
diberikan
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1. Analgesic membantu
dosis dan jenis analgesic, mengurangi nyeri
sesuai indikasi pasien
6. Risiko Setelah dilakukan SIKI Label
infeksi intervensi Pencegahan Infeksi
berhubung keperawatan (D.0142)
an dengan selama ... × 24 jam, Observasi Observasi
penyakit maka diharapkan 1. Monitor tanda dan 1.Mengetahui adanya
kronis tidak terjadi infeksi gejala infeksi lokal dan tanda dan gejala
(diabetes pada pasien, sistemik infeksi lokal dan
mellitus) dengan sistemik
kriteria : Terapeutik Terapeutik
Tingkat Infeksi 1.Batasi jumlah 1.Mencegah transmisi
1.Kebersihan pengunjung bakteri, virus,
tangan meningkat maupun kuman
2.Kebersihan badan penyebab infeksi
meningkat 2.Berikan perawatan kulit 2.Mencegah infeksi
3.Nafsu makan pada area edema berlanjut pada area
meningkat edema
4.Demam menurun 3.Cuci tangan sebelum dan 3.Mencegah transmisi
5.Kemerahan sesudah kontak dengan bakteri, virus,
menurun pasien dan lingkungan maupun
6.Nyeri menurun pasien kumanpenyebab
7.Bengkak infeksi
menurun 4.Pertahankan Teknik 4.Mencegah transmisi
8.Cairan berbau aseptik pada pasien bakteri, virus,
busuk menurun berisiko tinggi maupun kuman
9.Letargi menurun penyebab infeksi
Edukasi Edukasi
1.Jelaskan tanda dan gejala 1.Pasien dan keluarga
infeksi mengetahui tanda dan
gejala infeksi
2.Ajarkan cara mencuci 2.Pasien dan keluarga
tangan dengan benar dapat melakukan cuci
tangan dengan benar
3.Ajarkan etika batuk 3.Mencegah transmisi
bakteri, virus,
maupun kuman
penyebab infeksi
4.Ajarkan cara memeriksa 4.Mengetahui kondisi
kondisi luka atau luka luka
operasi
5.Anjurkan meningkatkan 5.Menguatkan sistem
asupan nutrisi kekebalan tubuh
Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6.Anjurkan meningkatkan 6.Kebutuhan cairan
asupan cairan pasien tetap terpenuhi
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1.Meningkatkan sistem
imunisasi, jika perlu kekebalan

7. Gangguan Setelah dilakukan SIKI Label


integritas intervensi Perawatan Integritas
kulit keperawatan Kulit (D0139)
berhubung selama...x24 jam, Observasi Observasi
an dengan maka diharapkan 1.Identifikasi penyebab 1.Untuk mengetahui
neuropati integritas kulit gangguan integritas tindakan apa
perifer dan jaringan kulit (mis.bPerubahan sebaiknya dilakukan
meningkat, dengan sirkulasi, perubahan selanjutnya
kriteria : status nutrisi,
Integritas Kulit dan penurunan kelembaban,
Jaringan suhu lingkungan
1.Elastisitas kulit ekstrem, penurunan
meningkat mobilitas)
2.Hidrasi kulit Terapeutik Terapeutik
meningkat 1.Ubah posisi tiap2 jam 1.Mencegah terjadinya
3.Kerusakan jika tirah baring luka baru
jaringan menurun 2.Lakukan pemijatan pada 2.Menambah rasa
4.Kerusakan area penonjolan tulang, nyaman pasien
lapisan kulit jika perlu
menurun 3.Bersihkan perineal 3.Agar kulit pasien
5.Nyeri menurun dengan air hangat terasa lebih nyaman
6.Perdarahan 4.Gunakan produk 4.Mencegah terjadinya
menurun berbahan petroleum iritasi kulit
7.Kemerahan atau minyak pada kulit
menurun kering
8.Suhu kulit 5.Gunakan produk 5.Agar kulit pasien
membaik berbahan ringan/alami tidak iritasi
9.Sensasi membaik dan hipoalergik pada
kulit sensitif
6.Hindari produk 6.Mencegah terjadinya
berbahan dasar alkohol iritasi kulit
pada kulit kering
Edukasi Edukasi
1.Anjurkan 1.Agar kelembaban
memnggunakan kulit pasien tetap
pelembab (mis. Lotion, terjaga
serum)
2.Anjurkan minum air 2.Agar kebutuhan
yang cukup cairan pasien
terpenuhi
3.Anjurkan meningkatkan 3.Agar nutrisi pasien
asupan nutrisi terpenuhi

4.Anjurkan meningkatkan 4.Agar nutrisi dan


asupan buah dan sayur vitamin pasien
terpenuhi
5.Anjurkan menghindari 5.Menghindari
terpapar suhu ekstrem terjadinya iritasi kulit
6.Anjurkan menggunakan 6.Terhindar
tabir surya SPF minimal dariterjadinya iritasi
30 menit saat berada di kulit
luar rumah
7.Anjurkan mandi dan 7.Menjaga kebersihan
menggunakan sabun kulit pasien
secukupnya
8. Risiko Setelah dilakukan SIKI Label
ketidakse- intervensi Manajemen Cairan
imbangan keperawatan (D.0037)
cairan selama ...x24 jam, Observasi Observasi
berhubung maka diharapkan 1.Monitor status hidrasi 1.Agar mengetahui
an dengan keseimbangan (mis. Frekuensi nadi, tindakan apa yang
kehilangan cairan meningkat, kekuatan nadi, akral, akan dilakukan
volume dengan kriteria : pengisian kapiler, selanjutnya
cairan Keseimbangan kelembapan
aktif Cairan mukosa,turgor kulit,
1.Asupan cairan tekanan darah)
meningkat 2.Monitor berat badan 2.Mengetahui jika
2.Haluaran urin harian terjadi penurunan
meningkat berat badan
3.Kelembaban 3.Monitor berat badan 3.Mengetahui pengaruh
membrane sebelum dan sesudah dialysis terhadap
mukosa dialysis berat badan pasien
meningkat 4.Monitor hasil 4.Mengetahui tindakan
4.Dehidrasi pemeriksaan apa yang akan
menurun laboratorium dilakukan selanjutnya
5.Tekanan darah (mis. Hematocrit, Na,
membaik K, Cl, berat jenis urine,
6.Denyut nadi BUN)
radial membaik 5.Monitor status 5.Agar tahu tindakan
7.Turgor kulit hemodinamik (mis. apa yang akan
membaik MAP, CVP, PAP, dilakukan selanjutnya
PCWPjika tersedia)
Terapeutik Terapeutik
1.Catat intake-output dan 1.Agar mengetahui
hitung balance cairan 24 seberapa balance
jam cairan pasien
2.Berikan asupan cairan, 2.Agar kebutuhan
sesuai kebutuhan cairan pasien
terpenuhi
3.Berikan cairan 3.Agar kebutuhan
intravena, jika perlu elektrolit pasien
terpenuhi
Kolaborasi Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian 1.Agar kadar cairan
diuretic, jika perlu dalam tubuh pasien
menurun

e. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1) Evaluasi formatif.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2) Evaluasi somatif
Evaluasi ini merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

Daftar Pustaka

Biologi Gonzaga. (2010). Diakses dari: http://biologigonz.blogspost.com


Dinarti dan Yuli M., (2017). Buku Ajar Keperawatan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Diakses
dari:
http://p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus

Haskas, Y.(2017). Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus di Wilayah Kota Makassar. Global Health Science,
Volume 2 Issue 2, Juni 2017, 138-144.
Muliani, Usdeka. "Asupan Zat-Zat Gizi Dan Kadar Gula Darah Penderita DM-Tipe2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung." Jurnal Kesehatan 4.2 (2016).
Nurlina. (2018). Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. N dengan DM Tipe II dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Media Keperawatan Volume 9 No. 2. DOI: https://doi.org/10.32382/jmk.v9i1, 63-81.
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi7.Jakarta: Elsevier.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Diakses dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20(2013).pdf.

Sari, N. N. (2018). Hubungan Obesitas Sentral dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmia Keperawatan Sai Betik,
Volume 14, No.2 , 157-161.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Shadine,M., (2010). Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit Keenbooks


Smeltzer, S.C dan B,G Bare., (2015). Baru Ajar Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tarwoto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat
Indonesia
Toharin, S. N., Cahyati, W. H., & Zainafree, I. (2015). Hubungan modifikasi gaya hidup dan kepatuhan konsumsi obat
antidiabetik dengan kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rs Qim batang tahun 2013. Unnes Journal Of
Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph, 153-160.
Wahyuni & Hermawati. (2017). Persepsi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Pasien Diabetes Melitus di Desa Sawah Kuwung
Karang Anyar. journal care vol. 5, No. 2, 306-317.
Waspadji S., (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes
Widya, R. I., & Hartono, A. (2014). Sehat dengan Gaya Hidup Terapi Gisi Medik untuk Berbagai Penyakit. yogyakarta:
Rapha publishing

Anda mungkin juga menyukai