Anda di halaman 1dari 65

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalu aliran darah untuk
mempengaruhi organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh
aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan"
tersebut menjadi suatu tindakan (Manurung dkk, 2017). Sistem endokrin menghasil
berbagai hormon, yang akan disalurkan ke berbagai organ. Salah satu hormon yang
dihasilkan olehnya yaitu insulin. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh
pankreas, bertugas untuk mengendalikan kadar gula dalam darah.
Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 diabetes adalah
penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu membuat insulin, atau
ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan baik. Menurut
WHO (2018) Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
dihasilkannya secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah.
Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah, adalah efek umum dari diabetes yang tidak
terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius di berbagai sistem
tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah

Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh dunia.Diperkirakan


15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Perkiraan tersebut,
merupakan perhitungan antara diabetes yang terdiagnosa dan tidak terdiagnosa, sebanyak
5,9 % populasi di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Diabetes Mellitus
menyebabkan kematian lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996. Diabetes termasuk
tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka kematian di AS, tapi diabetes diyakini
termasuk kematian yang tidak tidak terlaporkan, antaranya adalah kondisi dan penyebab
kematian. Diabetes adalah penyebab utama dari kebutaan. Lebih dari 60 sampai 65%

1
penderita diabetes menderita hipertensi. Hal yang  mengejutkan biaya pengeluaran untuk
pengobatan secara langsung dan tidak langsung untuk diabetes pada tahun 1997
diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak memberikan timbal balik
yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon n Margaret 2000)
Penderita diabetes mellitus di Indonesia  terus meningkat setiap tahunnya, hal ini
dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan. Persentase penderita diabetes
mellitus lebih besar di kota daripada di desa, 14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa.
Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita
diabetes.
Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat penting
dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus, sehingga diharapkan mahasiswa
keperawatan dapat memahami dan menguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Gangguan Sistem
Endokrin terkait penyakit Diabetes Melitus.

C. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyelesaian dari makalah ini, maka penulis menyusu
sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teori membahas tentang anatomi dan fisiologi pankreas, konsep
dasar diabetes melitus.
3. Bab III Konsep dasar asuhan keperawatan diabetes melitus.
4. Bab IV Hasil Penelitian tentang diabetes melitus.
5. Bab V Tren dan isu diabetes melitus.
6. Bab VI Peran dan fungsi perawat terhadap pasien diabetes melitus.
7. Bab VI Penutup berisi simpulan dan saran.
3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
1. Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau
Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan
kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan
eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase,
sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan
somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
Kelenjar pancreas/langerhans merupakan merupakan sekelompok sel yang
terletak pada pankreas. Sehingga dikenal dengan pulau – pulau langerhans.
Kelenjarpancreas/langerhans menghasilkan hormon insulin dan hormon glukagon.
Hormon Insulin Bersifat antagonis dengan hormon adrenalin.Hormon ini berfungsi :
a. Mengatur kadar glukosa dalam darah.
b. Membantu pengubahan glukosa menjadi glikogen dalam hepar dan otot.
Hormon Glukagon Hormon ini mempunyai sifat kerja yang sinergis dengan
hormon adrenalin. Hormon ini berfungsi meningkatkan kadar gula dalam darah dan
mengubah glikogen menjadi glukosa dalam peristiwa glikolisis.
Gambar 2.14 anatomi pankreas

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015) :
a. Sel Alfa untuk sekresi glukagon
b. Sel Beta untuk sekresi insulin
c. Sel Delta untuk sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans menyebabkan
pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain. Terdapat
hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula darah dan kecepatan
sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada
sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis
hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat sekresi
keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
2. Insulin
Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau
Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai polipeptida yang
mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa ◊ glikogen). Dua rantai dihubungkan oleh
ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton
& Hall, 2012).
3. Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respons tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh
pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai
10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin.
Sebaliknya jumbablah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa
adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan
untuk metabolisme energi pada keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel
otak (Guyton & Hall, 2012).

5
Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml, kecepatan
sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat badan. Namun ketika
glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar normal maka sekresi insulin akan
meningkat yang berlangsung melalui 2 tahap (Guyton & Hall, 2012)
a. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar insulin
plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang sudah terbentuk
lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans. Namun, pada menit ke 5-10
kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kira kira setengah dari nilai
normalnya.
b. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk kedua
kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu
terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan
melepaskan insulin baru dari sel beta.

B. Pengertian
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002)
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003). Diabetes mellitus adalah penyakit
dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu
kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh secara
keseluruhan (FKUI, 2001).
Diabetes mellitus adalah sekel ompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan
tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya
pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular
kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109).

C. Etiologi
Berikut ini merupakan beberapa penyebab dari penyakit diabetes mellitus:
1. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-
sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta. (Price,2005)
2. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor resiko:
a. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 25 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200 mg%.
b. Hipertensi

7
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

c. Riwayat Keluarga DM
Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.
d. Dislipedimia
Dislipidemia adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak
darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien diabetes.
Selain itu timbunan lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya
uptake sel terhadap asam lemak bebas dan memacu oksidasi lemak yang pada
akhirnya akan menghambat penggunaan glukosa dalam otot yang menyebabkan
resistensi insulin (Miftahul,2013).
Plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada
pasien diabetes. Selain itu timbunan lemak bebas yang tinggi dapat
menyebabkan meningkatnya uptake sel terhadap asam lemak bebas dan
memacu oksidasi lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan
glukosa dalam otot yang menyebabkan resistensi insulin (Miftahul,2013)
e. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45
tahun. Resiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2 akan bertambah
seiring berjalannya usia terutama usia diatas 45 tahun. Hal ini dikarenakan
jumlah sel beta pankreas produktif semakin berkurang dengan bertambahnya
usia (Arisman, 2011)
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. Ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu
hamil dan menghilang setelah melahirkan.
b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil
dan berlanjut setelah hamil.
c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah
panggul dan pembuluh darah perifer.
Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa hormon yang mengalami peningkatan
jumlah. Misalnya, hormon kortisol, estrogen, dan Human Placental Lactogen (HPL).
Ternyata, saat hamil, peningkatan jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai
pengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah (glukosa).
Kondisi ini menyebabkan kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut
sebagai insulin resistance. Saat fungsi insulin dalam mengendalikan
kadar gula dalam darah terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan naik. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes
gestasional.
4. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
a. Kelainan genetik dalam sel beta. Pada tipe ini memiliki prevalensi familial yang
tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resisten terhadap insulin.
b. Kelainan genetik pada kerja insulin sindrom resistensi insulin berat dan
akantosis negrikans
c. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi

9
D. Patofisiologi

1. Patofisiologi DM tipe 1
DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ditandai dengan ketidakmampuan pankreas
untuk mensekresikan insulin dikarenakan kerusakan sel beta yang disebabkan oleh
proses autoimun.
2. Patofisiologi DM tipe 2
Terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
a. Resistensi insulin
b. Disfungsi sel B pankreas
Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate) sehingga
menurunkan jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang mengakibatkan
berkurangnya distribusi glukosa kejaringan yang menyebabkan penumpukan glukosa
darah yang pada akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia atau meningkatnya
kadar gula darah dalam tubuh. Pelatihan fisik mempotensiasi efek olahraga terhadap
sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam transportasi glukosa dan
metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting dalam penatalaksanaan
diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan peningkatan glukosa
transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada berkurangnya resistensi insulin
dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta memperbaiki pemakaian insulin
yang berakibat menurunya kadar gula darah post prandial dan gula darah puasa.
Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga (Borghouts,2000).
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel
sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini
lazim disebut sebagai “resistensi insulin” (Cheng D, 2007). Resistensi insulin banyak
terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada
penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti DM
tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut.
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi
pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila
tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan
sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnyapenderita
memerlukan insulin eksogen.

E. Manifestasi Klinik
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita

11
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut.
Penderita diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes melitus dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama
pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada
penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala
diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap jenis diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
klien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total,
agar dapat berhasil Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan menyluruh dari
anggota (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri). Setiap penderita
diabetes sebaiknya mendapat Terapi Gizi Medis sesuai dengan kebutuhan agar
sasaran terapi dapat tercapai.Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (Yunir &
Soebardi, 2009).
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat,protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
2. Latihan Jasmani

13
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhtmical, Interval, Progresiv,
Endurance Training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan lambat,
berangsur angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan
dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adlah jalan kaki, jogging,
lari, renang, bersepeda, dan mendayung.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75%-85%
denyut nadi maksimal.Denyut nadi maksimal dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut:
DNM= 220 – umur (dalam tahun) Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan
jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang
pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus
selalu membawa permen, dan memeriksa kaki setelah berolahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tapi kadar glukosa darah masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat
berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan), Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
i. Sulfonylurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
2) Menurunkan ambang sekresi insulin
3) Meningkatkan rangsangan insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
ii. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan normal adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk(IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat
lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonylurea.
iii. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa.
iv. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitifitas insulin, sehingga bias mengatasi masalah
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini belum beredar di
Indonesia.

H. Komplikasi
Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat perubahan yang relatif akut dari
kadar glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoasidosis
diabetik. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglekimia dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (aetoasett, hidroksibutirat, dan
aseton) (Price, 1995: 1117 ). Menurut Mansjoer ( 1999 : 582 ), komplikasi Diabetes
Mellitus adalah:
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar non ketotik
2. Kronik
a. Makroangiopati : mengenai pembuluh besar, pembuluh darah jantung, pembuluh
darh tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati : mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetikum, nefropati
diabatik
c. Neuropati diabetik
d. Rentan injeksi, seperti tuberculosis paru, ginggifitis, dan infeksi saluran kemih.
e. Kaki diabetik

15
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES


MELITUS

A. Asuhan Keperawatan
Menurut Carpenito & Moyet (2007), asuhan keperawatan pada kasus Diabetes Melitus yaitu:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, Usia, Jenis kelamin, Status, Agama, Alamat, Tanggal MRS, Pendidikan,
Pekerjaan.
b. Keluhan utama
1) Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.
2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan berlebih.
Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu setelah
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
4) Riwayat penyakit dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin,
gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid,
thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi,
disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas,
kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan
berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare.
5) Nutrisi dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid, napas bau aseton.
6) Neurosensori
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid, napas bau aseton.
7) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.

17
8) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
9) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
insulin.
c. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
gangguan mikrovaskular.
d. Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
f. Perubahan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat
intervestasi informasi.
3. Rencana keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
Rasional : penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
2) Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan membran
mukosa.
Rasional : dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering di
kulit sebagai indikasi penurunan volume pada sel.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB adalah air).
4) Berikan cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
Rasional : mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi dan menghindari
overload j antung.
5) Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah
yang manis.
Rasional : menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
insulin.
1) Timbang berat badan.
Rasional : mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah
kalori yang harus dikonsumsi penderita DM.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula.
Rasional : menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk mengambil
glukosa.
3) Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan Jumlah nutrisi.
Rasional : meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi.
4) Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
Rasional : insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan ke dalam sel.
5) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional : Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori karena
kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
c. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
gangguan mikrovaskular.
1) Pantau TTV dan status mental.
Rasional : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2) Kaji status persepsi penglihatan seperti menggunakan test visus dengan snellen
card (apabila memungkinkan).
Rasional: untuk mengkaji status persepsi pasien.
3) Pantau pemasukan elektrolit melalui makanan maupun minuman seperti buah
pisang dan makanan yang mengandung garam.

19
Rasional : meningkatkan eksitasi persarafan dan mencegah kelebihan elektrolit seperti
natrium berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
d. Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
1) Buat perencanaan dengan pasien dan indikasi aktivitas yang menimbulkan
keletihan.
Rasional : aktivitas akan lebih terarah dan menghidari keletihan yang berlebihan.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : memberi kesempatan untuk mencukupkan produksi energi untuk aktivitas.
3) Pantau nadi, pernafasan, TD, sebelum melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat pemenuhan energi dengan tingkat aktivitas.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari.
Rasional: membantu menciptakan gambaran nyata dari produksi energi metabolik dan
unsur glukosa.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
1) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk.
Rasional: mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan terapi pilihan.
2) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan.
Rasional: mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka.
3) Balut luka dengan kasa steril.
Rasional: meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional: pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi.
f. Perubahan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
1) Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
Rasional : Rasional: mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma.
2) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Rasional : peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan
benda keton dalam tubuh.
3) Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang
berlebihan.
Rasional : mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak diperoleh dari
glukosa melainkan dari benda keton.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat
intervestasi informasi.
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, prognosa, dan pengobatannya.
Rasional : untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan menghindari
kejemuan informasi.
2) Lakukan pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai rencana
pada satuan acara pembelajaran (SAP).
Rasional : memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien dan bagi
perawat dapat mengetahui perkembangan pengetahuan pasien dengan pasti.
3) Diskusikan bersama pasien tentang penyakitnya.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat pertimbangan
dalam memilih gaya hidup.
4) Tinjau ulang program pengobatan.
Rasional : pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan
penggunaan yang tepat.
h. Ketidakpatuhan pada diet rendah kalori yang berhubungan dengan ketidak sesuaian
penyiapan makanan khusus dan kurangnya dukungan keluarga.
1) Tentukan alasan tingkah laku yang mengganggu pengobatan.
Rasional : Berbagai faktor mungkinterlibat dalam tingkah laku yang menggunggu
rejimen pengobatan.
2) Bantu pasien dan keluarga memahami kebutuhan untuk mengikuti    penanganan
sesuai program  dan konsekuensi akibat ketidakpatuhan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang / kedalam konsep.
Memastikan bahwa pasien/orang terdekat memiliki informasi yang akurat/aktual
untuk membuat pilihan-pilihan.
3) Berikan instruksi tertulis tentang manfaat dan lokasi aktivitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan keperluan.
Rasional: memudahkan pasien untuk melaksanakan diet dan mengarahkan pasien
kemana harusnya bertanya bila mengalami kesulitan dalam menjalankan diet.

21
4) Konsultasikan dengan tim kesehatan lain tentang perubahan yang  mungkin
dalam program pengobatan untuk mendukung kepatuhan pasien.
Rasional: pasien yang setuju akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan akan lebih
mampu bekerja sama.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu
juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik
dan psikologis.Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).

a. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa keperawatan


yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.
Tahap pelaksanaan terdiri dari :
1) Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
a) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan
memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang
kreatif.
b) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat
yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam
kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu
pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya
hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan
interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap
yang lain.
c) Tekhinkal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan
interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan,
pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
2) Tindakan Keperawatan
a) Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada
tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan
mengevaluasi tindakannya :
(1) Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan sendiri,
contoh : merubah posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
(2) Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti posisi
klien yang obesitas di atas tempat tidur.
(3) Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus mencari
pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.
(4) Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif
tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik
untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
(5) Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut dan
respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian
pada pelaksanaan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

B. Pendidikan Kesehatan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya pencegahan yang dilakukan
saat proses penyakit diabetes melitus belum dimulai (pada periode prepatogenesis)
dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit diabetes melitus. Seperti:
a. Penyuluhan kesehatan

1) Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:

23
a) Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah.
b) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
2) Mempertahankan berat badan normal.
3) Melakukan kegiatan jasmani atau olahraga yang cukup sesuai umur dan
kemampuan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes melitus
sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan
tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak berlanjut dan mencegah komplikasi dari
diabetes melitus. Bentuk Kegiatan Yang Dilakukan meliputi:
a. Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes melitus
sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.
b. Pengobatan.
c. Diet dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
d. Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan normal.
e. Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
f. Penyuluhan mengenai penyakit diabetes mellitus
g. Terapi insulin untuk diabetes mellitus.
h. Pencegahan komplikasi akut dan kronis.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang dilakukan saat
proses penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan
untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita diabetes mellitus ke status
sehat.Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari:
a. Rehabilitasi fisik
Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan fisik semaksimal-
maksimalnya.
b. Rehabilitasi mental
Agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri dalam hubungan
perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya
cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini
bekas penderita perlu mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam
masyarakat.
c. Rehabilitasi sosia vakasional
Tujuannya supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati suatu pekerjaan/jabatan
dalam masyarakat agar kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai
dengan kemampuan dan dan ketidak mampuan.
d. Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan,
walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat
dikembalikan. Usaha pengembalian bekas penderita diabetes mellitus ini kedalam
masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat
untuk dapat mengerti dan memahami keadaan mereka, (fisik, mental dan
kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya
didalam masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan
dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang berdasarkan
unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.

C. Persiapan, Pelaksanaan dan Pasca Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium

1. Persiapan
a. Pra instrumen
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas,  pasien dan dokter.
Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi:
1) Pemahaman Instruksi dan Pengisian Formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar, apa yang diperintahkan oleh dokter dan
dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari  pengulangan
pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien sehingga tidak
merugikan pasien dan menyakiti pasien.
b. Persiapan Pasien

25
1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan mengakibatkan  peningkatan
volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma akan  berkurang.
Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan
bahan dalam plasma dan jumlah sel darah.
2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi misalnya :
asam folat, Fe, vitamin B12, dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan
jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan
trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi komposisi darah
sehingga menyulitkan pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun
penilaian hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemostasis.
3) Waktu Pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari terutama  pada
pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urine akan menjadi lebih
pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya rendah.
Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah dokter.
4)  Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10% demikian pula
sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan
dan memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai sopan santun atau etika
sehingga membuat penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi
obyek.
c. Persiapan Alat yang Akan Dipakai
1) Persiapan Alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan instruksi
dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam  bekerja.
2) Pengambilan Darah
Yang harus dipersiapkan antara lain, kapas alkohol 70 %, karet  pembendung
(torniket), spuit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering
bertutup dan berlabel.
3) Penampungan Urine
Digunakan botol penampung urine yang bermulut lebar, berlabel, kering,  bersih,
bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril.
4) Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus
yang lain.
5) Penanganan Awal Sampel dan Transportasi
 
2. Pelaksanaan diagnostik
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehar-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Untuk mengoptimalisasi sekresi dan elektisitas insulin, minimum 150-200 gram
karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam menu makanan selama tiga hari ini.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gramkg/BB(anak-anak),
dilarutkan dalam air 250-300 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 am
setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
3. Pasca pemeriksaan diagnostik
a. Melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga
b. Memberikan terapi medis
c. Rutin berolahraga
D. Hasil-Hasil Penelitian

27
Penyakit degeneratif menimbulkan permasalahan bagi negara di seluruh dunia. Beban
pembiayaan untuk perawatan dan pengobatan penyakit degeneratif menyebabkan kerugian
hingga miliar dolar (World Health Organization, 2016). Kemajuan ilmu kesehatan yang
sangat pesat belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sampai saat ini penyakit
degeneratif telah menjadi penyebabkematian terbesar di dunia (Handajani, Roosihermiatie,
& Maryani, 2010).
Sebanyak kurang lebih 17 juta jiwa meninggal lebih awal setiap tahun akibat penyakit
degeneratif. Di beberapa negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang kematian
akibat penyakit degeneratif mencapai 80%. Negara tersebut antaralain yaitu Brazilia,
Kanada, Cina, India, Nigeria, Pakistan, Rusia, Inggris, dan Tanzania (Handajani et al.,
2010). Salah satu penyakit degeneratif yang paling banyak di derita adalah Diabetes mellitus
(DM). Pada tahun 2014 sebanyak 422 juta orang di seluruh dunia menderita DM (World
Health Organization, 2016).Penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebanyak 125 juta, dengan
prevalensi DM sebesar 4,6% makadiperkirakan pada tahun 2000 jumlah penderita DM
berjumlah 5,6 juta orang. Sedangkan pada tahun 2020 akan didapatkan sekitar 8,2 juta
penderita DM (Handajani et al., 2010). Oleh karena itu dibutuhkan upaya
untukmenanggulangi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan merubahgaya hidup menjadi lebih sehat.
Pemilihan makanan sehat perlu dilakukan untuk menjaga kadar glukosa darah. Salah satu
makanan yang dapat menjaga glukosa darah adalah makanan dengan tinggi serat. Serat
belum lama ini diketahui dapat membantu meregulasi kadar glukosa darah (Saputro &
Estiasih, 2015). Namun dengan tingginya aktivitas masyarakat beberapa dekade ini
masyarakat juga membutuhkan makanan yang mudah diolah. Salah satu bahan makanan
yang digemari masyarakat Indonesia dan mudah diolah adalah mie (Koswara, 2009). Mie
berbahan tepung terigu diketahui memiliki indeks glikemik (IG) yang sangat tinggi yaitu 85
(Witono, Kumalaputri, & Lukmana, 2012). Bahan makanan dengan IG tinggi akan
meningkatkan kadar glukosa dengan cepat (Arif & Budiyanto, 2013).
Rerata nilai GDS pre test dan post test menunjukkan rerata nilai GDS sebelum diberikan
perlakuan tertinggi adalah kelompok mie A, yaitu 71, 84 mg/dL dan terendah pada
kelompok mie C yaitu 71,21 mg/dL. Hasil analisa menggunakan ANOVA one way
didapatkan nilai p= 0,960 (p<0,050), artinya rerata nilai GDS pada ketiga kelompok (mieA,
B dan C) sama atau tidak ada perbedaan. Setelah 60 menit pemberian mie A, B dan C
dilakukan pemeriksaan GDS kembali sebagai nilai post test. Dari pemeriksaan GDS
diketahui (tabel 1) bahwa kelompok yang memiliki rerata nilai GDS tertinggi adalah mieA
(kontrol) dan terendah pada mie B (subtitusi 30%) yaitu 77,70 mg/dL. Hasil analisa dengan
uji menggunakan ANOVA one way, yaitu p= 0,000(p<0,050), artinya rerata nilai GDS pada
ketigakelompok (mieA, B dan C) ada perbedaan yang signifikan.
Rata rata kenaikan GDS dalam 60 menit setelah pemberian mieA, B dan C

Jenis Mie F Mean


Mi A (kontrol) 19 +25.7
Mi B (subtitusi 30%) 20 +6.2
Mi C (subtitusi 20%) 19 +12.2
Total 58 +14.8

E. Trend dan issue terkait gangguan sistem Endokrin


Kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat menyebabkan perubahan pada
pemilihan bahan makanan untuk dikonsumsi. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes
mellitus, stroke, serangan jantung telah membuat masyarakat semakin waspadaterhadap
makanan yang dikonsumsi (Ningrum, Nisa, & Pangastuti, 2013). Salah satu penyakit
degeneratif yang disebabkan karena pola konsumsi makanan yang tidak sehat adalah DM.
Makanan yang dapat menjadi pemicu DM adalah makanan berlemak, berminyak,
mengandung banyak gula dan tinggi karbohidrat, serta kurang serat (Umar, Bodhi, & Kepel,
2013).
DM dapat dicegah dengan mengontrol berat badan, meningkatkan latihan dan aktifitas,
merubah gaya hidup yang lebih sehat dan konsumsi makanan seimbang. Pemilihan makanan
sehat perludilakukan untuk menjaga kadar glukosa darah. Salah satu makanan yang dapat
menjaga glukosa darah adalah makanan dengan tinggi serat. Serat belum lama ini diketahui
dapat membantu meregulasi kadar glukosa darah (Saputro & Estiasih, 2015). Namun dengan
tingginya aktivitas masyarakat beberapa dekade ini masyarakat juga membutuhkan makanan
yang mudah diolah. Salah satu bahan makanan yang digemari masyarakat Indonesia dan
mudah diolah adalah mi (Koswara, 2009). Mi berbahan tepung terigu diketahui memiliki

29
indeks glikemik (IG) yang sangat tinggi yaitu 85 (Witono, Kumalaputri, & Lukmana, 2012).
Bahan makanan dengan IG tinggi akan meningkatkan kadar glukosa dengan cepat (Arif &
Budiyanto, 2013). Kondisi yang tidakboleh terjadi pada penderita DM. Sehingga peneliti
berupaya untuk mencari bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
mie.
Mie instan yang sering kali kita santap, memang sangat terlihat lezat dan cepat untuk
disajikan serta harganya yang tidak mahal. Mie instan ini sangat kaya akan karbohidrat,
namun kadar vitamin dan mineral sangat rendah sekali. Bentuknya yang keringpun
merupakan hasil penggorengan yang kaya akan trans fat yang bisa menyebabkan penyakit
jantung koroner karena trans fat ini berperan meningkatkan kolesterol LDL (kolestrol jahat).
Selain itu, bagi anda yang gemar menyantap mie instan kuah, tahukah anda bahwa makanan
tersebut lebih banyak mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat) dan sodium yang sangat
tidak baik untuk kesehatan anda. Ada lagi mie instan yang siap saji yang biasanya diseduh
dalam kemasan styrofoam. Zat-zat berbahaya yang terkandung dalam kemasan bisa
berpindah dengan mudah ke makanan karena suhu tinggi (Herwin, 2007).
Pengaturan pola makan pada penderita DM Menurut Perkeni yaitu dengan
memperhatikan pedoman 3J yang harus di ketahui dan dilaksanakan oleh penderita diabetes
melitus yaitu, tepat jumlah memerlukan perhitungan kebutuhan kalori dan zat gizi yang
sesuai status gizi penderita diabetes melitus, bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah.
Tepat jenis dengan memperhatikan/ mengontrol indeks glikemik dari setiap bahan makanan
yang dikonsumsi, Pengontrolan indeks glikemik dapat membantu mencegah timbulnya
komplikasi penyakit lain. Tepat jadwal, makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 2-3
kali makan selingan dengan interval lebih sering, dan dalam porsi sedang. Perencanaan
makan untuk pasien diabetes melitus bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa darah dan lemak darah normal. Makanan yang dikonsumsi pasien perlu diperhatikan
baik jenis makanan, jumlah yang dimakan maupun jadwal waktu makan, hal ini akan
berpengaruh pada kadar glukosa darah. Telah ditemukan bahwa ada hubungan antara faktor
terapi diet dengan pengendalian diabetes mellitus.
Salah satu alternatif makanan yang dapat menjadi diet penyandang diabetes melitus
adalah mengonsumsi kayu manis. Penelitian tahun 2003' di Pakistan terdiri atas 60 klien DM
tipe 2 (30 laki-laki dan 30 perempuan) dengan rata-rata usia 52 tahun yang dirandomisasi
dalam I dari 6 kelompok. Kelompok 1 mengonsumsi masing- masing 1, 3, dan 6 gram kayu
manis harian untuk 40 hari dan kelompok 4-6 diberikan plasebo selama 40 hari. Setelah 40
hari, semua orang pada kelompak yang mengonsumsi kayu manis mengalami penurunan
kadar glukosa darah puasa 18-29%, kolesterol total 23-26%, kadar LDL (kolesterol jahat) 7-
17%, dan trigliserid 23-30%, namun, tidak ada perubahan pada kadar HDL (kolesterol baik).
Perubahan tidak signifikan ditemukan pada kelompok plasebo untuk semua nilai. Namun,
dua penelitian lain tahun 2006 hasilnya agak bertentangan. Penelitian di Jerman' terhadap 79
klien DM tipe 2. yang minum obat antidiabetes oral tapi tanpa insulin. Responden
dialokasikan secara acak untuk minum plasebo atau kapsul kayu manis 3 gram 3 kali sehari
selama 120 hari. Terdapat penurunan lebih besar kadar glukosa darah secara signifikan pada
kelompok kayu manis dibandingkan kelompok plasebo (-3,4%). Klien dengan kadar glukosa
darah lebih tinggi mempunyai respons lebih besar dibanding klien dengan kadar lebih
rendah. Namum tidak ada perbedaan signifikan HbAlc atau kadar kolesterol antara
kelompok kayu putih dan plasebo. Pada penelitian ketiga dari Belanda,' total 25 orang DM
tipe 2, perempuan pascamenopause dengan rata-rata usia 63 tahun dan IMT 30 diberikan 1,5
gram kayu manis atau plasebo selama 6 minggu. Sensitivitas insulin, kadar glukosa, dan
kadar kolesterol tidak berubah pada kedua kelompok. Ketiga penelitian tersebut mempunyai
besar sampel kecil dan kerangka waktu terbatas untuk konsumsi kayu manis. Oleh karenaitu
uji terkontrol randomisasi dengan besar sampel yang lebih besar diperlukan sebelum
kesimpulan terkait konsumsi kayu putih melalui kapsul atau bubuk ditetapkan.

31
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS DIABETES MELITUS

A. Kasus Fiktif
Tn. W, 31 tahun, duda, dengan keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang
lalu disertai dengan badan terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat setelah duduk
bersila atau jongkok dalam waktu lama. Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa sakit
jika kakinya tersandung benda. Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus, sering
terasa lapar dan sering BAK malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa
banyak kencing yang keluar). Gangguan penglihatan mulai dirasakan pasien, pasien merasa
pandangan berputar dan merasa benda-benda sekitar bergoyang. Klien mengaku klien
awalnya tidak mengetahui penyakitnya dan kadar gula darahnya tinggi. Klien tetap
mengonsumsi makanan yang manis. Pasien rutin berobat ke dokter untuk meminum obat
diabetes. Namun dalam 1 bulan ini pasien mengaku berhenti minum obat tersebut. Pekerjaan
sehari-hari sebagai tukang parkir di pasar. Kebiasaan tidur larut, perilaku mengonsumsi
kopi, suka makan-makanan yang manis, makan-makanan ringan setiap malam, merokok 10
batang per hari, serta tidak pernah berolahraga teratur tidak disangkal. Ibu kandung Tn. W
memiliki riwayat penyakit yang sama berupa diabetes, sedangkan riwayat darah tinggi pada
orang tua tidak ada. Untuk masalah kesehatan keluarga, keluarga jarang berobat ke dokter.
Sejak 8 bulan yang lalu diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes. Diketahui karena
memiliki riwayat sering buang air kecil, banyak minum dan banyak makan sedangkan berat
badan cenderung menurun serta dari pemeriksaan gula darah sewaktu saat itu mencapai 333
mg/dl. Telah berobat ke KDK Kayu Putih dan diberikan obat diabetes yaitu metformin (3x1)
dan glibenklamid (1x1). Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari. Selama
di rumah sakit pasien hanya makan separuh porsi. Pasien merasa mual dan ingin muntah.
Pasien mengaku tidak rutin minum obat diabetes disertai memiliki pola makan dan pola
hidup yang kurang baik. Selain itu pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB
parunya sejak 1,5 bulan yang lalu dan dinyatakan sembuh oleh dokter. Pemeriksaan fisik
pasien pada tanggal 5 September 2013, kesadaran kompos mentis, berat badan 58 kg, tinggi
badan 168 cm, kesan gizi normal(BBI/Berat Badan Idaman), IMT (Indeks Massa Tubuh)
normal (20,5),tekanan darah120/80 mmHg, nadi100 x/menit, pernapasan20 x/menit, suhu
36,5 ºC. Status generalis pasien didapatkan kepala, mata, hidung, mulut, leher, dada (jantung
dan paru) pasien dalam batas normal. Status neurologis menunjukkan hipestesia pada regio
pedis dextra dan sinistra. Gula darah puasa pasien 256 mg/dl. Diagnosis Kerja dari pasien ini
adalah Diabetes Melitus Tipe II dengan neuropati diabetikum (Wicaksono, 2013).

B. Asuhan Keperawatan pada Diabetes Melitus


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Alamat : Jl. Pondasi No.22, RT.2/RW.17, Kayu Putih.
Tanggal Masuk : 17 September 2017
Tanggal Pengkajian : 18 September 2018
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Tukang Parkir
No. RM : 78175
b. Anamnesis
1) Keluhan Utama : kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu
disertai dengan badan terasa lemas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke rumah sakit KDK kayu putih pada tanggal 11 September
2017 dengan keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu
disertai dengan badan terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat
setelah duduk bersila atau jongkok dalam waktu lama. Pasien juga mengaku
terkadang tidak terasa sakit jika kakinya tersandung benda. Pasien juga
mengaku adanya keluhan sering haus, sering terasa lapar dan sering BAK
malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa banyak kencing
yang keluar).

33
3) Alergi (obat, makanan, plester, dll)

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat,


makanan, serta plester.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB parunya sejak 1,5 bulan
yang lalu dan dinyatakan sembuh oleh dokter.

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu kandung Tn. W memiliki riwayat penyakit yang sama berupa diabetes,
sedangkan riwayat darah tinggi pada orang tua tidak ada.

6) Kebiasaan/pola hidup/life style


Keluarga mengatakan bahwa pasien mempunyai kebiasaan merokok, serta
pasien mempunyai kebiasaan minum kopi dengan banyak gula, pasien juga
tidak menjaga pola / menu makanan dan minuman yang di konsumsi,
makanan camilan yang paling di gemari pasien adalah camilan yang manis-
manis.
7) Obat-obat yang digunakan
Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengkonsumsi obat TB, dan
sudah tidak mengkonsumsi obat sejak 1.5 bulan lalu. Dan semenjak itu pasien
tidak pernah mengkonsumsi obat lain.

Genogram:
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: tinggal satu rumah
: meninggal
: Pasien

c. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
N : 100x/menit,
RR : 20x/menit,
TD : 120/80 mmHg,
S : 36,5 C
GCS : E4V5M6
2) Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala: Mesochepal, tidak terdapat deformitas
Rambut : Dominan hitam dan tidak mudah rontok
3) Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : Pada mata kanan dan kiri tidak terlihat anemis.
Sklera : Pada mata kanan dan kiri terlihat ikterik
Pupil : Isokor kanan-kiri, diameter 3 mm, reflek cahaya( + / + )
Palpebra : Tidak edema
Visus : Baik
4) Pemeriksaan Hidung
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Nafas cuping hidung : tidak ada
Sekret : tidak terdapat sekret hidung
5) Pemeriksaan Mulut
Bibir : Tidak sianosis, tidak kering
Lidah : Tidak kotor, tepi tidak hiperemi

35
Tonsil : Tidak membesar
Faring : Tidak hiperemis
Gigi : Lengkap
6) Pemeriksaan Telinga
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Sekret : tidak ada
Fungsional : pendengaran baik
7) Pemeriksaan Leher
JVP : tidak meningkat
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfonodi : tidak membesar
Trakhea : tidak terdapat deviasi trakhea
8) Pemeriksaan Thorak
1. Paru-paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada retraksi, tidak ada sikatrik.
Palpasi : vocal fremitus kanan sama kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar pada SICV LMC
dextra
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan di semua lapang
paru
2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II LPS dextra
Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
Kiri atas : SIC II LMC sinitra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
Auskultasi : S1- S2, reguler, tidak ada mur-mur, tidak ada gallop
9) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tampak asites, sikatrik akibat bekas luka operasi apendiksitis,
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : pekak pada region abdomen kanan atas sampai 3 jari dibawah arcus
costae dan tympani di abdomen kanan bawahdan abdomen kiri
Palpasi :supel, terdapat nyeri tekan pada regio bagian atas, teraba adanya
pembesaran hepar dan lien tidak teraba. Tes undulasidan pekak beralih
positif.
10) Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi kapiler baik, tidak
anemis, akral hangat.
Inferior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, CRT bagian ujung lebih
dari 3 detik, perfusi kapiler buruk, tidak anemis, akral dingin.
2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan


Ds : Defisiensi insulin Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah
-Riwayat penyakit diabetes
sejak 8 bulan lalu

-klien mengeluh kaki


kesemutan dan badan
lemas

-sering BAK

-klien suka mengonsumsi


kopi, makan manis,
merokok 10 batang per hari

-pasien mengatakan tidak


pernah berolahraga

Do:

-pasien tampak lemas

37
-Gula darah sewaktu : 333
mg/dl

-gula darah puasa : 256


mg/dl

-urine output : >1500


cc/jam

Ds : Penurunan pemakaian glukosa


Gangguan pemenuhan nutrisi
oleh sel kurang dari kebutuhan
-Klien mengatakan selama tubuh
di rumah sakit klien makan
2x sehari dan hanya makan
separuh porsi kurang lebih
sekitar 2 sendok makan.

-Pasien mengatakan
merasa mual dan ingin
muntah

Do :

BB sebelum sakit : 62 kg

BB setelah sakit : 58 kg

TB : 168

Indeks Masa Tubuh


(IMT) : 20,5

Ds : Defisiensi insulin absolute Resiko infeksi

-Pasien mengatakan
kakinya kesemutan
terutama saat setelah duduk
bersila atau jongkok dalam
waktu lama.

-Pasien mengaku terkadang


tidak terasa sakit jika
kakinya tersandung benda

Do :

-Gula darah sewaktu 333


mg/dl

-Gula darah puasa pasien


256 mg/dl.

39
Ds : Defisiensi insulin absolute Ansietas

-klien mengatakan cemas


tentang penyakit yang di
deritanya

-Klien mengaku sering


BAK malam hari lebih dari
3x.

Do :

-Klien terlihat cemas dan


gelisah

-TD : 120/80

-RR : 20x/menit

- Suhu : 36,5 °C

Ds : Informasi in adekuat Kurangnya pengetahuan


tentang proses penyakit,
-Klien mengaku klien tidak
diet, dan pengobatan
mengetahui penyakitnya

-Klien mengatakan tidak


mengetahui kadar gula
darahnya tinggi

-Klien tetap mengonsumsi


makanan yang manis.

-Klien mengatakan sudah 1


bulan ini pasien mengaku
berhenti minum obat
tersebut.

Do :

Saat pasien ditanya tentang


diabetes pasien hanya tau
diabees itu penyakit
kencing manis

Ds : Keletihan otot Keletihan

-Pasien mengatakan kaki


kesemutan saat setelah
duduk dan jongkok

-Badan terasa letih dan


lemas

Do :

-tampak berbaring di
tempat tidur

-Albumin : 3,54 g/dl; 2,64


g/dl ; 2,27 g/dl

-Globulin : 2,55 g/dl; 2,85


g/dl ; 3,46 g/dl

-Hemoglobin : 13,6 gr%

-Gula darah sewaktu : 333


mg/dl

-Gula drah puasa : 256


mg/dl

41
Ds : Kadar glukosa darah
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
meningkat Perifer
-Pasien mengatakan kaki
terasa kesemutan dan saat
tersandung tidak merasa
sakit

Do :

- CRT bagian ujung lebih


dari 3 detik, perfusi kapiler
buruk, akral dingin,

- TD : 120/80

- Nadi : 100x/menit

- RR : 20x/menit

- Suhu : 36,5 °C
Ds: Diabetes Mellitus tipe 2 Resiko jatuh

-Pasien mengatakan badan


lemas dan kaki kesemutan

-Saat tersandung pasien


tidak merasakan apa-apa

-pasien mengatakan
gangguan penglihatan
pasien terganggu

-bayangan kabur dan


seperti berputar-putar

-klien sering ke kamar


mandi BAK pada malam
hari

Do:

Pupil : Isokor kanan-kiri,


diameter 3 mm, reflek
cahaya( + / + )
Ds: Diabetes mellitus tipe 2 Gangguan pola tidur

-Klien merasa tidak bisa


tidur karena memikirkan
penyakitnya

-klien sering bolak-balik ke


kamar mandi untuk BAK

Do:

-klien tidur pada pukul


23.30 WIB-04.00 WIB (4,5
jam) dan siang hari tidur
selama 1 jam.

3. Diagnosa Keperawatan

Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar glukosa darah
tidak terkontrol.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Risiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.

43
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Keletihan berhubungan dengan keletihan otot.
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
ke perifer, proses penyakit (DM).
Nyeri
Gangguan pola tidur
Risiko jatuh

4. Intervensi

N
DIAGNOSA NOC NIC
O
Resiko ketidakstabilan kadar Resiko ketidakstabilan kadar Manajemen
glukosa darah glukosa darah Hiperglikemi
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kadar gula
keperawatan, diharapkan daraah, sesuai
ketidakstabilan kadar glukosa indikasi
darah normal. 2. Monitor tanda dan
Kadar glukosa darah gejala hiperglikemi:
poliuria, polidipsi,
1. Glukosa darah dari skala 2
polifagi, kelemahan,
(deviasi yang cukup besar dari
latergi, malaise,
kisaran normal) ditingkatkan
pandangan kabur atau
menjadi skala 4 (deviasi ringan
sakit kepala.
sedang dari kisaran normal)
Keparahan Hiperglikemia 3. Monitor ketourin,
sesuai indikasi.
1. Peningkatan glukosa darah
4. Brikan insulin sesuai
dari skala 2 (berat)
resep
ditingkatkan menjadi skala 4
5. Dorong asupan cairan
(ringan)
oral
Manajemen diri : diabetes 6. Batasi aktivitas ketika

1. Memantau glukosa darah dari skala kadar glukosa darah

2 (jarang menunjukkan) lebih dari 250mg/dl,

ditingkatkan menjadi khusus jika ketourin

skala 4 (sering menunjukkan) terjadi


7. Dorong pemantauan
sendiri kadar glukosa
darah
8. Intruksikan pada
pasien dan keluarga
mengenai manajemen
diabetes
9. Fasilitasi kepatuhan
terhadap diet dan
regimen latihan
Pengajaran: Peresepan
Diet
1. Kaji tingkat
pengetahuan pasien
mengenai diet yang
disarankan
2. Kaji pola makan
pasien saat ini dan
sebelumnya, termasuk
makanan yang di

45
sukai
3. Ajarkan pasien
membuat diary
makanan yang
dikonsumsi
4. Sediakan contoh
menu makanan yang
sesuai
Libatkan pasien dan keluarga

Ketidakseimbangan nutrisi, Ketidakseimbangan nutrisi, Manajemen Nutrisi


kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan 1. Instruksikan kepada
tubuh tubuh pasien mengenai
Setelah dilakukan asuhan kebutuhan nutrisi
keperawatan, diharapkan 2. Tentukan jumlah
nutrisi pasien terpenuhi. kalori dan jenis
Status Nutrisi nutrisi yang
1. Asupan makanan dan cairan dibutuhkan oleh
dari skala 2 (banyak pasien untuk
menyimpang dari rentang memenuhi kebutuhan
normal) ditingkatkan gizi
menjadi skala 4 (sedikit 3. Ciptakan lingkungan
menyimpang dari rentang yang optimal pada
normal) saat mengkonsumsi
makanan
Perilaku patuh : diet yang
4. Monitor kalori dan
disarankan
asupan makanan
1. Memilih makanan yang pasien
sesuai dengan diet yang 5. Monitor
ditentukan dari skala 2 kecenderungan
(jarang menunjukkan) terjadinya kenaikan
ditingkatkan menjadi skala atau penurunan berat
4 (sering menunjukkan) badan pada pasien
2. Memilih minuman yang
sesuai dengan diet yang
ditentukan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatka menjadi skala 4
(sering menunjukkan)

Pengetahuan : diet yang


sehat

Intake nutrisi yang sesuai


dengan kebutuhan individu
dari skala 2 (pengetahuan
terbatas) ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan banyak)
Resiko infeksi Resiko infeksi Kontrol Infeksi
1. Ganti peralatan
Setelah dilakukan asuhan perawatan per pasien
keperawatan, diharapkan tidak sesuai protokol
terjadi infeksi pada pasien. institusi
Deteksi risiko 2. Anjurkan pasien
mengenai teknik
1. Mengenali tanda dan gejala
mencuci tangan
yang mengindikasikan risiki
dengan tepat
dari skala 2 (jarang
3. Pastikan penanganan
mnunjukkan) ditingkatkan
aseptik dari semua
menjadi skala 4 (sering
saluran IV
menunjukkan)
Perlindungan Infeksi
2. Memonitor perubahan status 1. Monitor kerentanan
kesehatan skala 2 (jarang terhadap infeksi
mnunjukkan) ditingkatkan 2. Berikan perawatan

47
menjadi skala 4 (sering klit yang tepat Periksa
menunjukkan) kulit dan selaput
lendir untuk adanya
(1902) Kontrol risiko
kemerahan,
1. Mengidentifikasi faktor kehangatan ektrim,
risiko dari skala 2 (jarang atau drainase
mnunjukkan) ditingkatkan Ajarkan pasien dan
menjadi skala 4 (sering keluarga bagaimana cara
menunjukkan) menghindari infeksi

Mengenali faktor risiki skala 2


(jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi skala 4
(sering menunjukkan)
Ansietas Ansietas Pengurangan
Setelah dilakukan asuhan kecemasan
keperawatan, diharapkan 1. Gunakan pendekatan
ansietas pasien berkurang. yang tenang dan
Tingkat kecemasan menyakinkan
2. Nyatakan dengan
1. Tidak dapat beristirahat dari
jelas harapan terhadap
skala 2 (cukup berat)
perilaku klien
ditingkatkan menjadi skala 4
3. Pahami situasi krisis
(ringan)
yang terjadi dari
2. Perasaan gelisah dari skala 2 perspektif klien
(cukup berat) ditingkatkan 4. Berikan informasi
menjadi skala 4 (ringan) faktual tekait

3. Gangguan tidur dari skala 2 diagnosa, perawatan

(cukup berat) ditingkatkan dan prognosis

menjadi skala 4 (ringan) 5. Berada disisi klien


untuk meningkatkan
(0907) Memproses informasi
rasa aman dan
1. Menunjukkan proses pikir mengurangi ketakutan
yang terorganisir dari skala 2 6. Dorong keluarga
(banyak terganggu) untuk mendampingi
ditingkatkan menjadi skala 4 klien dengan cara
(sedikit terganggu) yang tepat
7. Berikan objek yang
Kepuasan klien : perawatan
menunjukkan
psikologis
perasaan aman
1. Informasi di berikan tentang 8. Puji/kuatkan perilaku
perjalanan penyakit dari skala yang baik secara tepat
2 (agak puas) ditingkatkan 9. Identifikasi saat
menjadi skala 4 (sangat puas) terjadinya perubahan

2. Informasi di berikan tingkat kecemasan

mengenai emosional 10. Bantu klien


respon
yang biasa terhadap penyakit mengidentifikasi

dari skala 2 (agak puas) situasi yang memicu

ditingkatkan menjadi skala 4 kecemasan

(sangat puas) 11. Dukung penggunaan


mekanisme koping
yang sesuai
12. Pertimbangkan
kemampuan klien
dalam mengambil
keputusan
13. Intruksikan klien
untuk menggunakan
teknik relaksasi
14. Kaji untuk tanda
verbal dan non verbal
kecemasan
Peningkatan koping

49
1. Bantu pasien dalam
memecah tujuan
kompleks menjadi
lebih kecil, dan
langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien
terkait dengan
harapan yang realistis
sebagai upaya untuk
mengatasi perasaan
ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk
memahami prespektif
pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual
pasien
Dukung pasien untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman
Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan
Fasilitasi Pembelajaran
keperawatan, diharapkan 1. Tekankan pentingnya
pengetahuan pasien mengenai mengikuti evaluasi
diabetes mellitus tipe 2 medik, dan kaji ulang
bertambah. gejala yang
1. Pengetahuan: manajemen memerlukan
diabetes dari skala 2 pelaporan segera ke
ditingkatkan menjadi skala dokter
4 2. Diskusikam
2. Perilaku patuh: diet yang tanda/gejala DM,
sehat dari skala 2 contoh polidipsia,
ditingkatkan menjadi skala poliuria, kelemahan,
4 penurunan berat
3. Perilaku patuh: Aktivitas badan
yang disarankan dari skala 3. Gunakan bahasa yang
2 ditingkatkan menjadi umum digunakan
skala 4 4. Berikan informasi
4. Perilaku patuh: Diet yang yang sesuai dengan
disarankan dari skala 2 lokus kontrol pasien
ditingkatkan menjadi skala 5. Berikan informasi
4 sesuai tingkat
perkembangan pasien
Modifikasi Perilaku
1. Tentukan motivasi
pasien untuk
perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
kekuatan
3. Dukung untuk
mengganti kebiasaan
yang tidak
diinginkan dengan
kebiasaan yang
diinginkan
Tawarkan penguatan
yang positif dalam
pembuatan keputusan
mandiri pasien
Keletihan Keletihan Manajemen Energi

51
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status fisiologis
keperawatan, diharapkan pasien yang
keletihan pada pasien dapat menyebabkan
dikurangi. kelelahan
Konservasi energi 2. Anjurkan pasien
mengungkapkan
1. Mempertahankan intake
perasaan secaraverbal
nutrisi yang cukup dari skala 2
mengenai keterbatasan
(jarang menunjukkan)
yang dialami
ditingkatkan menjadi skala 4
3. Tentukan persepsi
(sering menunjukkan)
pasien/orang terdekat
Toleransi terhadap aktivitas dengan pasien

1. Kekuatan tubuh bagian atas mengenai penyebab

dari skala 2 (banyak terganggu) kelelahan

ditingkatkan menjadi skala 4 4. Pilih intervensi untuk


(sedikit terganggu) mengurangi kelelahan
baik secara
2. Kekuatan tubuh bagian
farmakologis maupun
bawah dari skala 2 (banyak
nonfarmakologis
terganggu) ditingkatkan
Manajemen Nutrisi
menjadi skala 4 (sedikit
1. Tentukan status gizi
terganggu)
pasien dan
Tingkat kelelahan kemampuan pasien
untuk memenuhi
1. Kelelahan dari skala 2
kebutuhan gizi
(cukup besar) ditingkatkan
2. Intruksikan pasien
menjadi skala 4 (ringan)
mengenai kebutuhan
2. Kehilangan selera makan
nutrisi
dari skala 2 (cukup besar)
3. Atur diet yang
ditingkatkan menjadi skala 4
diperlukan
(ringan)
4. Anjurkan pasien
Keletihan : efek yang mengenai modifikasi
menganggu diet yang diperlukan
Anjurkan pasien terkait
1. Penurunan energi dari skala
dengan kebutuhan diet
2 (cukup besar)
untuk kondisi sakit.
ditingkatkan menjadi skala
4 (ringan)

Perubahan status nutrisi dari


skala 2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi skala 4
(ringan)
Ketidakefektifan perfusi Ketidakefektifan perfusi
Pengecekan Kulit
jaringan perifer jaringan perifer 1. Gunakan alat
pengkajian untuk
Setelah dilakukan asuhan mengidentifikasi
keperawatan, diharapkan pasien yang berisiko
ketidakefektifan perfusi mengalami kerusakan
jaringan perifer pasien dapat kulit.
berkurang. 2. Monitor warna dan
Status sirkulasi suhu kulit
3. Periksa pakaian yang
1. Parestesia dari skala 2
terlalu ketat
(cukup berat) ditingkatkan
4. Monitor kulit dan
menjadi skala 4 (ringan)
selaput lendir
2. Asites dari skala 2 (cukup
terhadap area
berat) ditingkatkan menjadi
perubahan warna,
skala 4 (ringan)
memar, dan pecah.
Perfusi jaringan : perifer 5. Ajarkan anggota

1. Parestsia dari skala 2 (cukup kelurga/pemberi

berat) ditingkatkan menjadi asuhan mengenai

skala 4 (ringan) tanda-tanda kerusakan


kulit, dengan tepat.

53
Koagulasi darah Manajemen Sensasi Perifer
1. Monitor sensasi
1. Pembentukan bekuan dari
tumpul atau tajam dan
skala 2 (deviasi cukup besar
panas dan dingin
dari kisaran normal)
(yang dirasakan
ditingkatkan menjadi skala 4
pasien)
(deviasi ringan dari kisaran
2. Monitor adanya
normal)
Parasthesia dengan
Tanda-tanda vital
tepat
1. Suhu tubuh dari skala 2 3. Intruksikan pasien
(deviasi cukup besar dari kisaran dan keluarga untuk
normal) ditingkatkan menjadi memeriksa kulit
skala 4 (deviasi ringan dari setiap harinya
kisaran normal)
4. Letakkan bantalan
pada bagian tubuh
yang terganggu untuk
melindungi area
tersebut
Perawatan Kaki
1. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai perawatan
kaki rutin
1. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
pentingnya perawatan
kaki
2. Periksa kulit untuk
mengetahui adanya
iritasi, retak, lesi, dll
3. Keringkan pada sela-
sela jari dengan
seksama

5. Implementasi

No. Hari/ Waktu Implementasi Ttd


Tanggal
Senin, 18/09/17
08.00-09.00 WIB 1. Memonitor kadar gula darah,
Ns. Saskia
sesuai indikasi
2. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan, latergi,
malaise, pandangan kabur atau
sakit kepala.
3. Memberikan insulin sesuai resep
4. Mengintruksikan pada pasien dan
keluarga mengenai manajemen
diabetes
Mengajarkan pasien membuat diary
makanan yang dikonsumsi

Senin 10.30- 1. Memonitor kalori dan asupan


Ns. Saskia
18/09/17 11.30 makanan pasien
WIB 2. Memonitor kecenderungan
terjadinya kenaikan atau
penurunan berat badan pada
pasien
3. Menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
oleh pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi

55
Senin, 14.00- 1. Menimbang berat badan setiap
Ns. Saskia
18/09/17 14.30 hari dan monitor satus pasien
WIB 2. Memonitor tanda-tanda vital
pasien
3. Memberikan cairan dengan tepat
4. Mendistribusikan asupan cairan
selama 24 jam
5. Memonitor berat badan
Senin, 16.00- 1. Mengganti peralatan perawatan
Ns. Saskia
18/09/17 16.30 per pasien sesuai protokol
WIB institusi
2. Menganjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan dengan
tepat
3. Memastikan penanganan aseptik
dari semua saluran IV
4. Mengajarkan pasien dan keluarga
bagaimana cara menghindari
infeksi
Senin, 18.30- 1. Menggunakan pendekatan yang
Ns. Saskia
18/09/17 19.00 tenang dan menyakinkan
WIB 2. Memahami situasi krisis yang
terjadi dari perspektif klien
3. Memberikan informasi faktual
tekait diagnosa, perawatan dan
prognosis
4. Mendampingi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan

Senin, 20.00- 1. Mengkaji status fisiologis pasien


Ns. Saskia
18/09/17 20.15 yang menyebabkan kelelahan
WIB 2. Memilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan baik secara
farmakologis maupun non
farmakologis
Senin, 1. Memonitor warna dan suhu kulit
Ns. saskia
18/09/17 2. Memeriksa pakaian yang terlalu
ketat
3. Memonitor sensasi tumpul atau
tajam dan panas dan dingin
(yang dirasakan pasien)
1. Memonitor adanya Parasthesia
dengan tepat
2. Mengintruksikan pasien dan
keluarga untuk memeriksa kulit
setiap harinya
3. Menganjurkan pasien dan
keluarga mengenai pentingnya
perawatan kaki

6. Evaluasi

Hari,
Tanggal, Diagnosa keperawatan Evaluasi Paraf
Jam
19 September Risiko ketidakstabilan S : Pasien mengatakan
2017 kadar glukosa darah sudah tidak merasa lemas
dan kesemutan di
kakinya

O:

57
-Gula darah puasa : 99
mg/dl

-Gula darah sewaktu :


144 mg/dl

A : Masalah teratasi
sebagian

P : Lanjutkan diet makan,


dan pantau pemenuhan
nutrisi pasien
19 September Gangguan pemenuhan S : pasien mengatakan
2017 nutrisi kurang dari nafsu makan meningkat
kebutuhan tubuh dan badan tidak terasa
lemas

O:

-klien makan 3x sehari

-klien menghabiskan satu


porsi makanan dari
rumah sakit

-BB naik 0,5 kg dari 58


menjadi 58,5

A : masalah kebutuhan
nutrisi kurang dapat
teratasi sebagian

P : lanjutkan diet
makanan sehat dan
pantau asupan nutrisi
untuk pasien
19 September Risiko defisit volume S : klien mengatakan
2017 cairan masih sering BAK pada
malam hari, klien masih
merasa sering haus

O:

-urine output klien 1300


cc/hari

-BAK 7-8 x/hari

A : masalah belum
teratasi

P : lanjutkan intervensi
untuk mengurangi diuresi
19 September Risiko infeksi S : klien mengatakan
2017 tidak terasa kesemutan di
kakinya

O : tidak ada luka di


tubuh klien terutama di
kaki

A : masalah risiko infeksi


klien teratasi

P : pantau agen penyebab


infeksi klien untuk
mengurangi terjadinya
infeksi
19 September Ansietas S : klien mengatakan
2017 sudah tidak cemas
memikirkan penyakitnya

59
O : klien tampak tenang
dan bisa tidur pada
malam hari

A : masalah kecemasan
klien dapat teratasi

P : hentikan intervensi
19 September Kurang pengetahuan S : klien mengatakan
2017 tentang proses penyakit, sudah mengerti
diet, perawatan, dan penjelasan dari perawat
pengobatan tentang penyakitnya

O : klien dapat menjawab


pertanyaan dari perawat
dan dapat menjelaskan
ulang penjelasan dari
perawat

A : masalah sudah
teratasi

P : hentikan intervensi
19 September Keletihan S : klien mengatakan
2017 sudah tidak lemas lagi

O : klien terlihat dapat


beraktivitas.

A : masalah teratasi
sebagian

P : lanjutkan intervensi
untuk mengurangi
keletihan
19 September Ketidakefektifan Perfusi S:
2017 Jaringan Perifer
-Klien mengatakan kaki
klien tidak terasa
kesemutan lagi

-Klien mengatakan kaki


klien masih tidak terasa
ketika disentuh

O:

-CRT klien <3 detik

-Akral dingin

-warna sudah tidak pucat

A:

-masalah belum teratasi


sepenuhnya

P:

-Lanjutkan intervensi
perawatan kaki dan senam
kaki

7.

61
BAB V
PENUTUP

Simpulan
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes melititus diklasifikasikan menjadi diabetes
melititus tipe 1, diabetes melititus tipe 2, diabetes melititus , diabetes gestasional (GDM).
Berdasarkan etiologi diabetes Melitus tipe 1disebabkan oleh faktor genetic, faktor
imunologi, dan faktor lingkungan. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor resiko seperti
obesitas (kegemukan), hipertensi, riwayat keturunan, dislipedimia, dan umur. Pada iabetes
gestasional (GDM) ada 2 kemungkinan yaitu Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak
sebelum hamil, dan ibu mengalami/menderita DM saat hamil. Diabetes Melitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
Manifestasi klinik yang dapat terjadi pada pasien DM antara lain adalah polyuria,
polydipsia, polyphagia, glycosuria, kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya,
kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki, Cepat lelah, mengalami rabun
penglihatan secara tiba-tiba, apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya, dan
mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Patologi dari diabetes melitus adalah DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses
autoimun / idiopatik yang menyebabkan defisiensi insulin absolut. Sedangkan Patofisiologi DM
tipe 2 karena resistensi insulin, atau disfungsi sel B pankreas.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DM adalah komplikasi akut dan kronik. akut
seperti koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar non ketotik . Komplikasi ronik
seperti, makroangiopati, mikroangiopati, neuropati diabetik, rentan injeksi, seperti tuberculosis
paru, ginggifitis, dan infeksi saluran kemih, dan kaki diabetik
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes adalah terapi gizi medis, latihan
jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik sepeti sulfonylurea, biguanid, inhibitor α glukosidase, dan
thoazolidinediones .
Pencegahan diabetes mellitus diantaranya pencegahan premodial pada penyakit DM
misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang
aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan. Pencegahan primer adalah upaya yang
ditujukan pada mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM.
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM
dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam
pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan
jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk: dan
risiko merokok bagi kesehatan. Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyaki. Pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, perencanaan makanan, latihan
jasmani, dan obat berkhasiat hipoglikemik. Pencegahan Tersier adalah upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin diperlukan para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.

63
DAFTAR PUSTAKA

Arianto, N. T. (2009). Pola Makan Mi Instan : Studi Antropologi Gizi Pada Mahasiswa
Antropologi Fisip Unair . FISIP-UNAIR, 5.

Friska, H. (2019, Maret 19). Persiapan Pemeriksaan Diagnostik. Retrieved from Academia Edu:
https://www.academia.edu/36193974/_3_PERSIAPAN_PEMERIKSAAN_DIAGNOSTI
K.docx

Hackley, J. &. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. jakarta: EGC.

IDF. (2019, Maret 7). What is diabetes. Retrieved from International Diabetes Federation:
https://idf.org/aboutdiabetes/what-is-diabetes.html

Manalu, R. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetetes Melitus. Academia Edu, 13-20.
Retrieved from
https://www.academia.edu/11400327/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_Dengan_Diab
etes_melitus

Martinus, A. (2005). Tentang Diabetes. Bandung: Nexx Media.

Pearce, E. C. (2007). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Price, S. A. (2005). Patofisiologi Volume Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sari, H. P. (2017, Oktober 31). Pendidikan Kesehehatan, Primer, Sekunder, Tersier pada
Diabetes Mellitus Tipe 2. Retrieved from Scrib:
https://www.scribd.com/document/374932794/Pendidikan-Kesehatan-Primer-Sekunder-
Tersier-Pada-Diabates-Melitus-Oleh-Klmpk-III

Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

WHO. (2018, Oktober 30). Diabetes. Retrieved from World Health Organization:
https://www.who.int/health-topics/diabetes
65

Anda mungkin juga menyukai