Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM ENDOKRIN
PENYAKIT DIABETES MELITUS

DI SUSUN OLEH :

ADE ALFIAN : 262111001

Dosen : Elisabeth Monteiro , M.Kep

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


MAYAPADA NURSING ACADEMY
TAHUN 2021/2022
Kata pengantar

Puji dan Syukur kami panjatkan keHadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai "DIABETES MELITUS"

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata saya berharap
semoga makalah ilmiah tentang "DIABETES MELITUS" ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin merupakan sistem kelenjar yang memproduksi substansi untuk
digunakan di dalam tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan substansi yang tetap
beredar dan bekerja dalam tubuh.
Secara umum sistem endokrin bertanggung jawab untuk mengatur berbagai fungsi
tubuh melalui pelepasan hormon seperti metabolisme, tumbuh kembang, fungsi dan
reproduksi seksual, tekanan darah, nafsu makan, dan siklus tidur. kelenjar endokrin
atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung ke
dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran
dan hasil sekresinya disebut hormon.
Secara umum sistem endokrin adalah sistem yang berfungsi untuk memproduksi
hormon yang mengatur aktivitas tubuh. Terdiri atas kelenjar tiroid, kelenjar
hipofisa/pituitari,kelenjar pankreas, kelenjar kelamin, kelenjar suprarenal, kelenjar
paratiroid dan kelenjar buntu.Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan
satu macam hormon (hormon tunggal) disamping itu juga ada yang menghasilkan
lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar hipofise sebagai
pengatur kelenjar yang lain.

B. Alasan perawat harus mempelajari ilmu patofisiologi

kita dapat mengetahui dan memahami perubahan fungsi dan struktur pada
penyakit dari tingkat molekuler sampai dengan pengaruhnya pada setiap individu, kita
dapat mengetahui sebab dari suatu penyakit. Selain untuk mendiagnosis penyakit,
ilmu patologi juga diperlukan untuk menentukan penyebab dan tingkat keparahan
suatu penyakit, memutuskan langkah pencegahan dan pengobatan yang tepat, serta
memantau efektivitas pengobatan yang telah diberikan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan Struktur Anatomi


1. Anatomi
a) Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum
sampai limpa, dan terdiri atas 3 bagian. kepala pankreas yang paling lebar,
terletak disebelah kanan rongga abdomen, didalam lekukan duodenum, dan
yang praktis melingkarinya. Badan pankreas merupakan bagian utama pada
organ itu, letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebrata lumbalis
pertama. ekor pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri, yang
sebenarnya menyentuh limpa ( Pearce, 2016).
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000- 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
Langerhans jumlah sel beta normal pada manusa antara 60%-80% dari
populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan
eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim
pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas
Sumber: Pearce (2016)

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :


a) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b) Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans yang
bersama-sama membentuk organ endokrin mesekresikan insulin.

Menurut Dolensek, Rupnik & Stozer (2015) Pulau langerhans


mempunyai 4 sel ,yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon.
d) Sel Pankreatik

B. Tinjauan Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungsi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica,
setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar
glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai
glukostat.
Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting
pada metabolisme karbonhidrat.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :
a) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.
1. Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2. Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3. Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4. Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growthhormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.

C. Tinjauan Patofisiologi
1. Defenisi
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun
yang dapat diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus (DM)
disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang
ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi
hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas.
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler. Penyakit DM dapat mengakibatkan gangguan
kardiovaskular yang dimana merupakan penyakit yang terbilang cukup serius jika
tidak secepatnya diberikan penanganan sehingga mampu meningkatkan penyakit
hipertensi dan infark jantung (Saputri, 2016).
Muliani (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menduduki rangking keempat dari jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah
Amerika Serikat, China dan India. Selain itu, penderita DM di Indonesia
diperkirakan akan meningkat pesat hingga 2-3 kali lipat pada tahun 2030
dibandingkan tahun 2000. Ditambah penjelasan data WHO (World Health
Organization) bahwa, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan
akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta pada tahun 2030. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa estimasi terakhir IDF
(International Diabetes Federation) pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang
hidup dengan diabetes di dunia.
Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil
dari reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe
2 yangmana disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan
gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas,
makan berlebihan, kurang makan, olahraga dan stres, serta penuaan (Ozougwu et
al., 2013). Olahraga atau aktivitas fisik berguna sebagai pengendali kadar gula
darah dan penurunan berat badan pada penderita diabetes melitus. Manfaat besar
dari berolahraga pada diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa
darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi terjadinya
komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah (Bataha, 2016).
Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa 1 dari
12 orang di dunia menderita penyakit DM, dan rata-rata penderita DM tidak
mengetahui bahwa dirinya menderita DM, penderita baru mengetahui kondisinya
ketika penyakit sudah berjalan lama dengan komplikasi yang sangat jelas terlihat
(Sartika, 2019).

2. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen,
akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjadi peran utama dalam
mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2017).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :
a) Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel Bmelepas insulin.
b) Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain
agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat
serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c) Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system
imunologi
d) Adanya kelainan insulin
e) Pola hidup yang tidak sehat
3. Tanda dan Gejala
1. Poliuri (sering buang air kecil)
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari
(poliuria), hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal
(>180mg/dl), sehingga gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan
konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan menyerap air sebanyak
mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan
dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian
sekitar 1,5 liter, tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine
lima kali lipat dari jumlah ini. Sering merasa haus dan ingin minum air putih
sebanyak mungkin (poliploidi). Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan
mengalami dehidrasi atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
tubuh akan menghasilkan rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air
terutama air dingin, manis, segar dan air dalam jumlah banyak.
2. Polifagi (cepat merasa lapar)
Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin
menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam
sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah
penyebab mengapa penderita merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga
menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu
karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan
makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar.
3. Berat badan menurun
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula
karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein
yang ada di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem
pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan
sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori
perhari hilang dari tubuh). Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang
dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki
kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita
kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria
ujung penis terasa sakit (balanitis) (Simatupang, 2017).
4. Patofisiologi
Menurut Muttaqqin dalam Arriyanto (2017), pada diabetes tipe ini terdapat
dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain :
resisten insulin dangangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada
reseptor khusus di permukaan sel. Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka,
akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel
tersebut. Resistensi glukosa pada diabetes mellitus tipe 2 ini dapat disertai adanya
penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin
menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut.
Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya
glukosa dalam darah, maka harus terdapat peningkatanjumlah insulin dalam sel
untuk disekresikan. Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang
terganggu, keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan
tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar
glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus
Tipe 2 ini. Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas dari diabetes mellitus tipe 2 ini namun masih terdapat insulin
dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan
produksi pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut
ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita diabetes
melitus tipe 2.
5. Alur Patoflowdiagram

Sumber : Muttaqqin dalam Arriyanto (2017),


BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber : Muttaqqin dalam Arriyanto (2017),


2. Widodo, F.Y. 2014. Pemantauan penderita diabetes
mellitus. Jurnal Ilmiah Kedokteran. vol. 3(2): 55-
89
3. Wayan Ardana Putra, K.N. 2015. Empat pilar
penatalaksanaanpasien diabetes mellitus Tipe 2.
Majority. vol. 4(9): 8-12
4. Amrina Rosyada, I.T. 2013. Determinan komplikasi
kronik diabetes melitus pada lanjut usia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. vol. 7(9): 395-
401

Anda mungkin juga menyukai