OLEH :
2022
LAPORAN
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2002).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
Dari pengertian diatas dapat saya simpulkan diabetes mellitus adalah
kelainan pada pancreas yang tidak bisa menghasilkan insulin secara
maksimal dan kadar gula dalam darah mengalami peningkatan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
System endokrin merupakan kelenjar yang mengirimkan hasil sekresi langsung ke
dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati saluran. Hasil
dari sekresi tersebut dinamakan dengan hormone. Adapun komponen dari system
endokrin sebagai berikut :
1. Kelenjar pienal (epifise)
Kelenjar ini terdapat didalam otak, didalam ventrikel terletak dekat
korpus. Ini menghasilkan sekresi interna dalam membantu pancreas
dan kenjar kelamin.
2. Kelenjar hipofise
Kelenjar ini terletak pada dasar tengkorak yang mempunyai peran
penting dalam sekresi hormone-hormon semua system endokrin.
Kelenjar hipofise terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus anterior dan lobus
posterior. Lobus anterior menghasilkan hormone yang berfungsi
sebagai zat pengendali produksi dari semua organ endokrin.
a. Hormone somatropik yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan
tubuh.
Hormone tirotoprik yang berfungsi mengendalikan kegiatan
kelenjar tiroid dalam menghasilakn hormone tirooksin.
b. Hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang berfungsi
mengendalikan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol.
c. Hormone gonadotropik yang berasal dari folikel stimulating
hormone (FSH) yang merangsang perkembangan folikel degraf
dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa dalam testis.
Adapun lobus posterior menghasilkan 2 jenis hormone yaitu :
a. Hormone anti diuretic (ADH) mengatur jumlah air yang keluar
melalui ginjal
b. Hormone oksitosin yang berfungsi merangsang dengan
menguat kontaksi uterus sewaktu melahirkan dan
mengeluarkan air susu sewaktu menyusui.
3. Kelenjar tiroid
Terdiri dari 2 lobus yang berada disebelah kanan dari trakea, yang
terletak didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding
laring. Adapun fungsi kelenjar tiroksin adalah mengatur pertukaran
metabolism dalam tubuh dan mengatur pertumbuhan. Selain itu juga
kelenjar tiroid mempunyai fungsi :
a. Bekerja sebagai perangsang kerja oksidasi
b. Mengatur penggunaan oksidasi
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida
d. Pengaturan susunan kimia darah, jaringan .
4. Kelenjar timus
Kelenjar ini di mediastinum di belakang os sternum. Kelenjar timus
terletak didalam thorak yang terdiri dari 2 lobus. Adapun fungsi dari
kelenjar timus adalah:
a. Mengaktifkan pertumbuhan badan
b. Mengurangi aktifitas kelanjar kelamin
5. Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal ada 2 bagian yaitu :
a. bagian luar yang berwarna kekuningan ynag menghasilkan
kortisol disebut korteks
b. Bagian medulla yang menghasilkan adrenal (epineprin) dan non
adrenalin(non epineprin)
Non epineprin dapat menaikan tekanan darah dengan cara
merangsang serabut otot di dalam dinding pembuluh darah untuk
berkontraksi, adrenalin membantu metabolism karbohidrat dengan
cara menambah pengeluaran glukosa dalam hati.
Adapun funsi kelenjar adrenal bagian korteks adalah :
a. Mengatur keseimbangan air,elektrolit,dan garam
b. Mempengaruhi metabolism hidrat arang dan protein.
c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Dan fungsi kelenjar adrenal bagian medulla adalah :
a. Vaso kontriksi pembuluh darah perifer
b. Relaksasi bronkus
6. Pancreas
Terdapat dibelakang lambung di depan vertabra lumbalis 1 dan 2
terdiri dari sel-sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormone
glucagon dan sel beta menghasilkan hormone insulin. Hormone yang
digunakan untuk pengobatan diabetes adalah hormone insulin yang
merupakan sebuah protein yang turut dicernakan oleh enzim
pencernaan protein .
Fungsi hormone insulin adalah mengendalikan kadar glukosa dan bila
digunakan sebagai pengobatan adalah memperbaiki sel tubuh untuk
mengamati dan penggunaan glukosa dan lemak. Selain itu juga
terdapat pulau Langerhans yang berbentuk oval yang tersebar ke
seluruh tubuh pancreas dan terbanyak pada bagian kedua pancreas.
Fungsi dri pulau Langerhans adalah sebagai unit sekresi dalam
penegluaran homeostastik, nutrisi, menghambat sekresi insulin
glikogen dan polipeptida pancreas serta menghambat sekresi glikogen.
Selain itu juga pancreas sebagai tempat cadangan bagi tubuh dan
pengguanaan glukosa.
7. Kelenjar ovarika
Terdapat wanita dan terletak pada samping kanan dan kiri uterus dan
menghasilkan hormone estrogen dan progesterone, hormone ini
mempengaruhi uterus dan memberikan sifat kewanitaan
8. Kelenjar testika
Terdapat pada pria terletak pada skrotum dan menghasilkan hormone
testosterone yang mempengaruhi pengeluaran sperma.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Mansjoer,
(2000), yaitu sebagai berikut :
A.Tanda:
Polifagia. (banyak makan)
Poliurine (banyak kencing)
Polidipsi (banyak minum)
Mata kabur .
Pruritus vulva.
Ketonemia.
Lemas.
Glikosuria.
BB menurun.
Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
Kesemutan.
Gula darah puasa > 126 mg/dl
Gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
Gatal
Tanda-tanda lain :
Sering semutan pada ujung kaki dan tangan
Luka tidak sembuh
B.Gejala
Diabetes yang biasa dikenal dengan sebutan penyakit kencing manis,
yang dikarenakan seseorang yang sedang mengalami sakit diabetes karena
memiliki kandungan gula yang tinggi didalam darah serta air kencing,
masalah pada gangguan kesehatan yang merupakan sebuah bentuk dari
adanya gangguan metabolik dimana pada proses produksi hormon insulin
yang akan mengalami penurunan serta terjadi pada penurunan glukosa
yang dapat memicu terjadinya naik kandungan gula dalam darah.
Gejala hiperglikemia yang pada jangka waktu panjang serta akan
mengalami gangguan pada pengolahan karbohidrat yang akan menjadi
suatu penanda yang paling lazim untuk mendeteksi dari sakit diabetes.
Adanya kemunculan luka yang tidak kunjung sembuh juga merupakan dari
gejala diabetes yang menjadi sebuah pengetahuan paling penting bagi
siapa pun yang sedang mengalami sakit diabetes. Diabetes sendiri dibagi
menjadi dua tipe :
Tipe pertama
Karena adanya gangguan pada kesehatan yang berupa kasus
autoimun. Hal yang dapat terjadi karena pada sistem imun didalam
tubuh seseorang bahwa sel yang ada didalam tubuh yang berfungsi
untuk menghasilkan insulin sebagai sel asing dan sangat
berbahaya sehingga pada sistem imun akan mudanya menyerang
pada sel sel untuk sekresi insulin sehingga akan mudah nya
mengalami pada kerusakan atau bahkan tidak berfungsi sama
sekali.
Jenis sakit diabetes ini masih jarang sekali untuk ditemui karena
pada gejala diabetes yang sama dengan tipe diabetes lainnya, untuk
itu sebaiknya anda mengetahui dari ciri ciri luka diabetes juga yang
dapat menjadi indikator untuk mendeteksi pada jenis diabetes ini.
E. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
F. PATWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mansjoer,1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan pada penderita DM untuk menegakan diagnose, kelompok
resiko DM yaitu kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun),obesitas,
hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan bayi lebih
4000gram, riwayat DM selama kehamilan.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian
dapat diikuti tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk kelompok resiko
yang hasil pemeriksaannya negative perlu pemeriksaan ulang setiap
tahunnya. Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan
hasil gula darah puasa >140mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula
darah post prandial >200mg/dl.
Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
a. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
b. Asam lemak bebas : lipid dan kolestrol meningkat
c. Elektrolit: natrium naik, turun kalium naik, fosfor turun
d. Gas darah arteri menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
e. Urine: gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaris meningkat)
f. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi saluran pernafasan dan infeksi pada luka.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara medis ( farmakologi)
a. Obat hipoglikemik oral
1). Golongan sulfonylurea atau sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
dengan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa
glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta prankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe 2 dengan
berat badan berlebihan.
2). Golongan biguanad atau metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki pengambilan glukosa dan jaringan (glukosa perifer )
dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
b. Diagnose keperawatan
1. Deficit volume cairan berhubungan dengan defisiensi insulin ditandai
dengan hiperglikemia dan poliuria
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin ditandai dengan penurunan berat badan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan defisiensi insulin
ditandai dengan hiperglikemia, fleksibilitas darah merah, pelepasan O2,
hipoksia perifer
4. Nyeri akut berhubungan dengan defisiensi insulin ditandai dengan
hiperglikemia, fleksibilitas darah merah, pelepasan O2, hipoksia perifer
c. Intervensi
1. Deficit volume cairan berhubungan dengan defisiensi insulin
ditandai dengan hiperglikemia dan polyuria
a. Manajemen cairan
Rasional : untuk memantau cairan yang masuk dan cairan yang
keluar.
b. Monitor cairan
Rasional : untuk mencatat atau memantau cairan yang
keluar dan cairan masuk
c. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui keadaan pasien dan
melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
d. Manajemen elektrolit
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan elektrolit dalam
tubuh
e. Manajemen elektrolit/ cairan
Rasional : untuk pengaturan cairan yang masuk
d. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam 2011). Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik
yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
Kesanggupan pasien : pasien sanggup menerima tindakan yang
diberikan oleh perawat sesuai rencana keperawatan.
Kondisi ruangan : saat melakukan tindakan kondisi ruangan pasien
sedikit tenang dan pengunjung pasien menunggu diluar.
e. Evaluasi
Evalusi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.Selama melakukan
asuhan keperawatan 3x24 jam pasien diharapkan :
1. Agar pasien bisa memenuhi kebutuhan secara mandiri
2. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh
dan jumlah sel darah putih.
3. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
4. Bisa mengontrol pola sesuai dengan diet yang diberikan
Evaluasi somatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
S : data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O : data yang diamati atau diobservasi oleh perawat dan tenaga medis
lainnya
A : tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P : rencana yang akan dilanjutkan, bila tujuan tersebut tidak tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni