Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai


oleh keadaan absolute insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi
metabolisme karbohidrat. Protein dan lemak yang disebabkan oleh sebuah
ketidak seimbangan atau ketidak adanya persediaan insulin atau tak
sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak teraturnya
metabolism.

Dalam proses perjalanan penyakit diabetes mellitus dapat timbul


komplikasi baik akut maupun kronik komplikasi akut dapat diatasi dengan
pengobatan yang tepat antara lain ketoasidosis.

Perawatan secara umum untuk penderita diabetes mellitus diit, olah raga,
atau latihan fisik dan obat hiperglikemia (anti diabetic) dan untuk olah raga
atau latihan fisik yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus itu
meliputi latihan ringan yang dapat dilakukan ditempat tidur untuk. penderita
dirumah sakit latihan ini tidak memerlukan persiapan khusus cukup gerak
ringan diatas tempat tidur kurang lebih 5 sampai 10 menit misalnya
menggerakkan kedua tangan, ujung jari, kaki dan kepala. Selain itu bisa
dilakukan senam, senam ini harus disertai dengan kemampuan yang harus
disesuaikan dengan kemampuan kondisi penyakit penyerta.

Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan


kesehatan kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat
adalah sebagai Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health
Education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga,
perawat dapat menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi
pada upaya promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam
penanggulangan Diabetes Melitus yaitu perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan

1
penyakit, pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang
kesehatan seperti diet untuk penderita Diabetes Melitus. Manfaat pendidikan
kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian
keluarga

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan
keperawatan dengan Diabetes Melitus di Ruang Multazam Rumasakit
Islam Siti Hajar
1.2.2 Tujuan khusus
Penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam:
a. Melaksanakan Asuhan keperawatan dengan Diabetes Melitus di
Ruang Multazam Rumasakit Islam Siti Hajar dengan menerapkan
proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
b. Melaksanakan proses pendokumentasian Asuhan keperawatan
dengan Diabetes Melitus di Ruang Multazam Rumasakit Islam
Siti Hajar
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi penulis
Hasil penulisan laporan pendahuluan ini diharapkan dapat
membantu penulis untuk mengembangkan pengetahuan,wawasannya
dan menambah pengalaman nyata dalam asuhan keperawatan pada
pasien yang menderita Diabetes Melitus
1.3.2 Bagi institusi pendidikan
Hasil penulisan laporan pendahuluan diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan referensi dan bacaan sehingga dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya tentang Asuhan
keperawatan dengan Diabetes Melitus . di Ruang Multazam
Rumasakit Islam Siti Hajar.

2
1.3.3 Manfaat Untuk Masyarakat
Hasil penulisan laporan pendahuluan ini dapat dijadikan sebagai
Impormasi yang dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
terhadap masyarakat terutama yang berkaitan dengan media edukais
pada kegatan pormosi kesehatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori DM


2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus merupakan salah satu bagian dari penyakit
tidak menular. Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang disebabkan
oleh tingginya kadar gula darah akibat gangguan pada pankreas dan
insulin. Empat jenis penyakit tidak menular utama menurut WHO adalah
penyakit kardiovaskulair (Penyakit Jantung Koroner dan Stroke), Kanker,
Penyakit Pernafasan Kronis (Asma dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis),
dan Diabetes Mellitus (Depkes, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016,


Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis dimana organ pankreas
tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam
menggunakannya. DM adalah penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hiperglikemia (kadar
glukosa darah tinggi). Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif. Diabetes melitus (DM) terkadang disebut sebagai “gula
tinggi”, baik oleh klien maupun layanan kesehatan. Pemikiran dari
hubungan gula dengan DM adalah sesuai karena lolosnya sejumlah besar
urine yang mengandung gula ciri dari DM yang tidak terkontrol (Black &
Jane, 2014).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan,


strukturnyasangat mirip dengan kelenjar ludah. panjangnya kira-
kira 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, dan terdiri atas 3

4
bagiankepala pankreas yang paling lebar, terletak disebelah kanan
rongga abdomen, didalam lekukan duodenum, dan yang praktis
melingkarinya. Badan pankreas merupakan bagian utama pada
organ itu, letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebrata
lumbalis pertama. ekor pankreas adalah bagian yang runcing
disebelah kiri, yang sebenarnya menyentuh limpa ( Pearce, 2016).

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada


duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000- 1.800.000 pulau
Langerhans. Dalam pulau Langerhans jumlah sel beta normal pada
manusa antara 60%-80% dari populasi sel Pulau Langerhans.
Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini
merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin
dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-
enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan
jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti insulin,
glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas

Sumber: Pearce (2016)

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

1. Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi


enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans
yang bersama-sama membentuk organ endokrin mesekresikan

5
insulin. Menurut Dolensek, Rupnik & Stozer (2015) Pulau
langerhans mempunyai 4 sel ,yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ;
memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik,
suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat
insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat
somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan
glukagon.
d) Sel Pankreatik

2. Fisiologi Pangkreas

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungsi


hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal
dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena
porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat
ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica,
setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa,
sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena
porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat.

Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk


mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila
fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau
hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting
pada metabolisme karbonhidrat.

Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang


adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan
fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila
cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati

6
dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari
keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

a) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu


insulin. Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang
menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa
darah masuk kedalam sel.
 Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
 Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromafin.
 Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
 Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis
anterior.
b) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan
growthhormonemembentuk suatu mekanisme counfer-
regulator yangmencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
3. Jari
a) Terminologi
Area laterar berisi otot-otot kecil jempol. Area
hypothenar berisi otot kecil dari jari kecil. Jaridibagi menjadi
ibu jari, indeks, tengah atau panjang, jari manis, dan jari
kelingking. Setiap jari memiliki phalanx proksimal, tengah, dan
distal. Setiap jari juga memiliki tiga sambungan:
metacarpophalangeal (MCP), interphalangeal proksimal (PIP),
dan sendi interphalangeal distal (DIP). Ibu jari hanya memiliki
dua falang (proksimal dan distal) dan dua sendi (sendi MCP dan
interphalangeal).
Gerak tangan dijelaskan sesuai dengan terminologi
standar. Ibu jari diposisikan tegak lurus ke jari, dan
fleksi/ekstensi. Abduksi ibu jari bisa keluar dari telapak tangan
(abduksi palmar) atau di bidang tangan (abduksi planar atau
radial). Oposisi jempol adalah kombinasi rotasi ibu jari

7
(pronasi), abduksi palmar, dan fleksi. Abduksi adalah
bergeraknya ibu jari menjauhi jari telunjuk, sedangkan adduksi
mendekati ibu jari. Jari telunjuk sendiri mampu melakukan
pergerakan abduksi menjauhi sumbunya sesuai arah radial dan
ulnar (Chung, 2015).
b) Vaskularasi
Arteri radial dan ulnar memberikan aliran darah untuk
tangan dan jari dengan membentuk arkus pada dorsalis manus.
Arteri terbagi menjadi dua cabang dengan cabang yang lebih
besar membentuk konstituen utama lengkung palmar superfisial.
Cabang yang lebih kecil lewat jauh untuk terhubung dengan
arteri radial dan membentuk lengkungan palmar profundus.
Sebuah garis yang ditarik di telapak tangan sejajar dengan
jempol yang diabduksikan sepenuhnya (garis kardus Kaplan)
mendekati lokasi lengkungan palmar superfisial.
Lengkungan ini terletak tepat pada tepi distal
TCL.Lengkungan palmar dalam terletak satu sentimeter
proksimal lengkung palmar superfisial dan berada di bawah
tendon fleksor. Meskipun ada variabilitas yang cukup besar,
lengkungan palmar superfisial biasanya menyediakan pembuluh
darah palmar ke jari telunjuk (sisi ulnar), jari tengah, jari manis,
dan jari kelingking, sedangkan lengkungan palmar dalam
memberikan aliran darah ke jempol dan jari telunjuk (sisi
radial).
c) Persyarafan
Nervus interoseus posterior menginervasi otot pergelangan
tangan, jari tangan, dan ibu jari, sementara saraf sensoris radial
bergerak ke bawah lengan bawah otot brachioradialis yang
berdekatan dengan arteri radialis. Selanjutnya, saraf sensorik
melewati dorsal di bawah brakioradialis pada sambungan
muskulotendinous untuk memberikan fungsi sensoris terhadap

8
aspek dorsoradial tangan dan dorsum ibu jari, jari telunjuk, dan jari
tengah.
d) Nailbed
Lempeng kuku berasal dari 5 sampai 7 mm proksimal
lipatan kuku di matriks kuku germinal yang berfungsi untuk
menentukan panjang kuku. Nailbed yang terlihat, atau matriks
steril, merupakan penebalan dari kuku dan memberikan permukaan
yang melekat yang menstabilkan posisi dari kuku. Lipatan kuku
dorsal, atau eponychium, menambahkan permukaan kuku yang
mengkilap.
Kulit pada bagian ujung jari (fingertip) atau hyponychium
sangat sensitif. Septae fibrous masuk jauh ke permukaan kulit
memberikan daya tarik untuk mencengkeram dan menstabilkan
kulit di ujung jari. Jauh dari kuku, terdapat jumbai dengan
permukaan seperti tulang yang berbasis luas dari phalang distal
membantu untuk mencubit dan pegang. Tendon fleksor dan
ekstensor masuk dari sisi proksimal pada phalanx distal jauh dari
lokasi kuku (Jones and Lederman, 2016).

Gambar 2.2 Anatomi Jari


Sumber : Pearce (2016)

2.1.3 Etiologi

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat


heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjadi
peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2017). Adapun

9
faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetus
Melitus antara lain :

1. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai


dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
2. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b,antara
lain agen yangmampu menimbulkan infeksi, diet dimanapemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih,obesitas dan
kehamilan.
3. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguansystem
imunologi.
4. Adanya kelainan insulin.
5. Pola hidup yang tidak sehat.

2.1.4 Klasifikasi

Dokumen konsesus oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu :

1. Tipe I :Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes


Melitus tergantung insulin (DMTI) Lima persen sampai sepuluh
persen penderita diabetic adalah tipe I. Sel- sel beta dari pancreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM) /
Diabetes Millitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh
persen sampai Sembilan puluh lima persen penderita diabetic adalah
tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitiitas terhadap
insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak

10
dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka
yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain : Karena kelainan genetic, penyakit pancreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan
penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes
yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

2.1.5 Patofisiologi

Menurut Muttaqqin dalam Arriyanto (2017), pada diabetes tipe ini


terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin itu sendiri,
antara lain : resisten insulin dangangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel. Akibat dari
terikatnya insulin tersebut maka, akan terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa dalam sel tersebut. Resistensi glukosa pada
diabetes mellitus tipe 2 ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra
sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif
untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut.

Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk pencegahan


terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatanjumlah insulin dalam sel untuk disekresikan. Pada pasien
atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini
diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar
glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau
sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak
mampumengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka,
kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah
Diabetes Melitus Tipe 2 ini.Walaupun sudah terjadi adanya gangguan
sekresi insulin yang merupakan cirri khas dari diabetes mellitus tipe 2 ini,
namun masih terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah
terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang

11
menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan
tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Pathway

12
2.1.6 Manifestasi Klinis

Peningkatan kadar glukosa darah disebut hiperglikemia,


mengarah kepada manifestasi klinis umum yang berhubungan dengan
DM. Pada DM tipe 1, onset manifestasi klinis mungkin tidak terlihat
dengan kemungkinan situasi yang mengancam hidup biasanya terjadi
(misalnya, ketoasidosis diabetikum). Pada DM tipe 2, onset manifestasi
klinis mungkin berkembang secara bertahap yang mungkin mencatat
sedikit atau tanpa manifestasi klinis beberapa tahun.

Manifestasi klinis DM adalah peningkatan frekuensi buang air


kecil (poliuria), peningkatan rasa haus (polidipsi) dan karena penyakit
berkembang, penurunan berat badan meskipun lapar dan peningkatan
makan (polifagi). Manifestasi meyakinkan adanya DM, akan tetapi uji
laboratorium, pemeriksaan fisik, dan riwayat medis dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis pasti (Black & Jane, 2014)

2.1.7 Komplikasi

Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi


makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama
didasari oleh karena adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi
mikrovaskular lebih disebabkan oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan
vaskular ini diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat proses
glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel (Decroli, 2019).

Menurut Ndraha (2014) komplikasi kronis akibat Diabetes yang


tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh
diantaranya :

1) Kerusakan saraf
2) Kerusakan mata
3) Kerusakan ginjal
4) Penyakit jantung koroner
5) Stroke
6) Hipertensi

13
7) Penyakit paru
8) Infeksi
9) Gangguan saluran cerna
10) Penyakit pembuluh darah parifer
11) Gangguan pada hati
12) Ulkus diabetik

Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan neuropati


menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah. Komplikasinya dapat
terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi
dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadi trauma
atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar glukosa darah

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pranadial (pp) >200
mg/dl)

14
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik,
tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
4. Tes saring
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urine :
1. Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
2. Tes carik celup (metodeglucoseoxidase/hexokinase)
5. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP
(glukosa daarh 2 jam post pradial), glukosa jam ke-2 TTGO.
6. Tes monitoring terapi
a. GDP : Plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : Plasma vena
c. Alc : Darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminuria: urin
b. Ureum,kreatinin,asam urat
c. Kolesteroltotal:plasmavena(puasa)
d. KolesterolLDL:plasmavena(puasa)
e. KolesterolHDL:plasmavena(puasa)
f. Trigliserida:plasmavena(puasa)

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut Singh et al. dalam Dafianto (2016), perawatan standar


untuk ulkus diabetik idealnya diberikan oleh tim multidisiplin dengan
memastikan kontrol glikemik, perfusi yang adekuat, perawatan luka lokal
dan debridement biasa, off-loading kaki, pengendalian infeksi dengan
antibiotik dan pengelolaan komorbiditas yang tepat. Pendidikan
kesehatan pada pasien akan membantu dalam mencegah ulkus dan
kekambuhannya.
1. Debridement

15
Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan
benda asing dari dalam luka untuk memaparkan jaringan sehat di
bawahnya. Jaringan mati bisa berupa pus, krusta, eschar
(padaluka bakar), atau bekuan darah.
2. Dressing
Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry),
dressing mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid,
hydrofibers, transparent films dan alginat) yang menyediakan
debridement fisik dan autolytic masing-masing, dan dressing
antiseptik (dressing perak, cadexomer).
3. Off-loading
Tujuan dari Off-loading adalah untuk mengurangi tekanan
plantar dengan mendistribusikan ke area yang lebih besar, untuk
menghindari pergeseran dan gesekan, dan untuk mengakomodasi
deformitas.
4. Terapi medis
Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan
penggunaan diet diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin.
Infeksi pada jaringan lunak dan tulang adalah penyebab utama
dari perawatan pada pasien dengan ulkus diabetik di rumah sakit.

5. Terapi adjuvan
Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular
yang rusak pada ulkus diabetik termasuk mengganti kulit dari sel-
sel kulit yang tumbuh dari sumber autologus atau alogenik ke
kolagen atau asam polylactic. Hieprbarik oksigen telah merupakan
terapi tambahan yang berguna untuk ulkus diabetik dan
berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi Keuntungan
terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis juga telah
tercatat.

16
6. Manajemen bedah
Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3 yaitu wound
closure (penutupan luka), revascularization surgery, dan amputasi.
Penutupan primer memungkinkan untuk luka kecil, kehilangan
jaringan dapat ditutupi dengan bantuan cangkok kulit, lipatan atau
pengganti kulit yang tersedia secara komersial.
7. Pencegahan
Ada korelasi langsung antara pengontrolan glikemik dengan
pembentukan ulkus. Oleh karena itu pemantauan diri dapat
mengurangi risiko ulserasi. Merokok dan konsumsi alkohol harus
diminimalkan, meskipun dampak terhadap ulkus diabetik kurang
signifikan. Komorbiditas lain seperti hipertensi dan hiperpidemia
yang mempengaruhi oklusi vaskular harus diberikan intervensi
yang tepat.
8. Penilaian risiko Ulkus Diabetik
Penilaian risiko ulkus diabetik merupakan hal yang sangat
penting untuk menentukan penanganan atau tindakan yang tepat
bagi pasien DM. Penilaian tersebut dapat dilakukan melalui
amnanesa, pemeriksaan fisik pasien, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Amnanesa dapat dilakukan dengan memberikan beberapa
pertanyaan terkait aktivitas keseharian pasien, alas kaki yang sering
digunakan, keluhan yang muncul, penyakit yang pernah diderita,
lama menyandang DM, dan usaha apa saja yang telah dilakukan
pasien (Dafianto, 2016)

2.1.10 Pencegahan

1) Berhenti merokok
2) Mempertahankan berat badan
3) Melakukan aktivitas fisik
4) Mengonsumsi makanan yang sehat
5) Rutin periksa gula darah
6) Mengelola stress

17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas yang ditanyakan atau dicari data nya meliputi nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
sumber informasi, dan diagnosa pada saat masuk.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama Adanya rasa kesemutan, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri
pada luka.
b) Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau
penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin
misalnya penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin,
gangguan hormonal dan pemberian obat-obatan. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis.
d) Riwayat kesehatan keluarga Diabetes dapat menurun menurut
silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan
baik akan disampaikan informasinya pada keturunan berikutnya.
e) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3. Pemeriksaan Pola Fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Tanyakan kepada klien
pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien.

18
(b) Pola aktivitas dan latihan Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya
terjadi perubahan aktivitas sehubungan dengan gangguan fungsi
tubuh. Kemudian pada klien ditemukan adanya masalah dalam
bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan dan keletihan.

(c) Pola nutrisi dan metabolic Tanyakan bagaimana pola dan porsi
makan sehari-hari klien (pagi, siang dan malam). Kemudian
tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi.

(d) Pola eliminasi Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna
dan karakteristiknya. Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik
urin dan defekasi. Serta tanyakan adakah masalah dalam proses
miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan
defekasi.

(e) Pola istirahat dan tidur Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur
pasien. Dan bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur, apakah
merasa segar atau tidak.

(f) Pola kognitif persepsi Kaji status mental klien, kemampuan


berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu,
tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien, dan identifikasi penyebab kecemasan klien.

(g) Pola sensori visual Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

(h) Pola toleransi dan koping terhadap stress Tanyakan dan kaji
perhatian utama selama dirawat di RS (financial atau perawatan
diri). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari – hari dan
bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping
klien). Tanyakan pakah ada penggunaan obat untuk penghilang
stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang
terdekat, apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan dan
tanyakan apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.

19
(i) Persepsi diri/konsep diri Tanyakan pada klien bagaimana klien
menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa
klien mengubah gambaran dirinya. Kemudian tanyakan apa yang
menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.

(j) Pola seksual dan reproduksi Tanyakan masalah seksual klien yang
berhubungan dengan penyakitnya, kapan klien mulai menopause
dan masalah kesehatan terkait dengan menopause, apakah klien
mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks.

(k) Pola nilai dan keyakinan Tanyakan agama klien dan apakah ada
pantanganpantangan dalam beragama serta seberapa taat klien
menjalankan ajaran agamanya.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat.
Tingkat kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan
reguler ataukah ireguler, adanya bunyi napas tambahan, Respiration
Rate (RR) normal16-20 kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal.
Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat
atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
1) Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya
bulat dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital
dibagian posterior
2) Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak
terlalu berminyak.
3) Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat
gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati
diabetik.

20
4) Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun
5) Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman
saraf hidung menurun.
6) Mulut : mukosa bibir kering
7) Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
d. Pemeriksaan Dada
Pernapasan : sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise
ototpernapasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR
>24x/menit, nafas berbau aseton. 2. Kardiovaskuler :
takikardia/nadi menurun, perubahan TD postural, hipertensi
disritmia dan krekel.
e. Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi
abdomen, suara bising usus yang meningkat.
f. Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan impotensi
pada pria, dan sulit orgasme pada wanita.
g. Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama
sembuh. Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak
kunjung sembuh. Adanya akral dingi, capilarry refill kurang dari 3
detik, adanya pitting edema.
h. Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada
kaki atau kaki diabetik.

i. Pemeriksaan Status Mental


Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak
kenyataan, dan keputusasaan.

21
5. Pemeriksaan Penunjang
X-Ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya (Tarwoto dalam Yunus, 2015).

2.2.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons


individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan
intervensi keperawatan (Budiono, 2016). Diagnosa yang muncul pada
pasien dengan adalah sebagai berikut:

a. Nyeri Akut (D.0077)


b. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

2.2.3 Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah pengembangan strategis


desainuntuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah
yang telahdi identifikasi dalam diagnosa keperawatan (Budiono, 2016).

No. SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri Akut Pain control Manajemen nyeri
(D.0077) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
3x 24 jam diharapkan karakteristik,
masalah nyeri durasi, frekuensi
menurun dengan nyeri
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala
1. Frekuensi nadi nyeri
membaik 3. Identifikasi respons
2. Pola nafas nyeri non verbal
membaik 4. Identifikasi factor
3. Keluhan nyeri yang memperberat
menurun dan memperingan

22
4. Meringis menurun nyeri
5. Gelisah menurun 5. Identifikasi
6. Kesulian tidur pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
7. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan tekhnik
nonfarmakologi
untuk mengurangii
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi

23
meredakan nyeri
3. Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
2. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya
(D.0054) 3x 24 jam diharapkan nyeri atau keluhan
mobilitas fisik pasien fisik lainnya
meningkat dengan 2. Identifikasi
kriteria hasil: toleransi fisik
1. Pergerakan melakukan
ekstremitas cukup ambulasi
meningkat 3. Monitor fruekensi
2. Kekuatan otot jantung dan tekanan
cukup meningkat darah sebelum
3. Nyeri cukup memulai mobilisasi
menurun 4. Monitor kondisi
4. Kaku sendi cukup umum selama
menurun melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi
melakukan
ambulasi,bila perlu
2. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan

24
ambulasi
Edukasi
Anjurkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.berjalan,
duduk, setengah duduk)

2.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah suatu perencanaan dimasukkan


kedalam tindakan selama fase implementasi ini merupakan fase kerja
actual dari proses keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun
harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan
dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau
perawat lain dengan cara didelegasikaan pada saat pelaksanaan kegiatan
maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai
dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klie perlu
dilakukan sebelumnya. (Huda & Kusuma, 2015).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan


cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Evaluasi merupakan proses terakhir keperawatan
yang menentukan tingkat keberhasilan keperawatan sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak (Budiono, 2016).

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Selama melakukan asuhan keperawatan keluarga, penulis mendapatkan
pengalaman yang nyata dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga Tn. S
dengan salah anggota keluarga mengalami DM yang dimulai dari pengkajian,
perencanaan, implementasi, evaluasikeperawatan.Pengkajian pada keluarga
difokuskan pada data subyektif, data obyektif waktu itu. Tahap penegakan
diagnosa keperawatan dapat penulis simpulkan bahwa diagnosa keperawatan
yang ada dalam teori tidak semuanya muncul, hal ini sangat tergantung pada
masalah kesehatan yang terjadi saat itu. Perencanaan ditetapkan dengan
merumuskan subjek, predikat, kriteria dan waktu. Perencanaan pada diagnosa
keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi keluarga, disesuaikan
dengan sarana dan prasarana yang ada. Perencanaan sesuai dengan teori .
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dengan
beberapa modifikasi sesuaidengan kondisi klien dan keluarga. Evaluasi
dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil yang
waktunya disesuaikan dengan perencanaan tujuan. Evaluasi dengan
menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan).
Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasi faktor pendukung dan
penghambat. Faktor pendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga adalah adanya kerja sama dengan keluarga

3.2 Saran
Setelah Melakukan asuhan keperawatan ada beberapa saran yang dapat
penulis sampaikan

1. Pada keluarga

a. Mengingatkan, waktu kontrol ke Puskesmas.

b. Mengingatkan minum obat DM.

c. Menyiapkan diit DM

26
d. Mengingatkan dan mengawasi senam kaki DM.

2. Pada penyandang DM

a. Kontrol rutin ke puskesmas

b. Minum obat rutin

c. Diit DM

d. Senam Kaki DM dilakukan setiap hari.

3. Pada Perawat Puskesmas

Untuk menindaklanjuti asuhan keperawatan keluarga Tn. S

dikarenakan adanya keterbatasan waktu.

27
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association . 2008. Executive Summary: Standards of


Medical Care in Diabetes . Diabetes Care, 46(1): 234-237.

Asdie, A.H.2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2.Yogyakarta:


medika Fakultas Kedokteran UGM

Batubara, Muhyi. 2005. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Ciputat


PressFriedman, M.M. (2005). Family Nursing Research Theory and
Practice. 5th Ed.Stamford : Appeton & Langue

Gayle, Stuart W. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC,


p:144Hidayat, A.A.2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Edisi I.Salemba Medika. Jakarta

Jatmiko AB. Kecemasan pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Komplikasi


UlkusDiabetika yang dirawat inap di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
FakultasKedokteran Surakarta, 2000.

Skripsi (unpublished).Kaplan., & Sadock’s. 2003. Synopsis of psychiatry:


behavioral sciences/clinicalpsychiatry.USA: Lippincott Willilams &
Wilkins.

28

Anda mungkin juga menyukai