Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat menurut WHO 1947 UU. Pokok Kesehatan 1960 adalah suatu

keadaan sejahtera sempurna, fisik, mental, sosial, yang tidak hanya bebas dari

penyakit dan kelemahan saja.

Pola kejadian penyakit pada saat ini telah mengalami perubahan yang di

tandai dengan transisis epidemiologi.Secara garis besar epidemiologi adalah

perubahan pola penyakit dan kematian yang semua didominasi oleh penyakit

infeksi beralih ke penyakit non infeksi(non-communicable disease) / penyakit

tidak menular. Perubahan pola penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan

demografi (Pendidikan, umur dan jenis kelamin), social ekonomi (pendapatan

penduduk), dan social budaya (adat istiadat).

Tingginya kasus diabetes, antara lain karena pola hidup tidak sehat,

sebagian besar penderita terlambat terdiagnosa dan tidak teratur mengonsumsi

obat.

Salah satu strategi pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia

adalah melalui kerjasama lintas program dan sektor serta kemitraan dengan

dunia usaha. Salah satunya bekerjasama dengan Sanofi Indonesia bersama

Perkeni,Askes,dan American Diabetes Association (ADA) untuk melatih

sekitar 5.500 tenaga kesehatan seperti internis dan dokter umum dalam

penanganan dan kontrol penyakit diabetes ini di Indonesia.

1
WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73%

kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.Program pengendalian penyakit

tidak menular (PPTM) merupakan program baru yang dibentuk yang meliputi

penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus, dan penyakit

metabolik, kanker, penyakit kronik dan degeneratif, serta gangguan akibat

kecelakaan dan cedera.

Dikabupaten poso sendiri sejak mulai tahun 2010 telah digalakan program

PTM namun kegiatan program tersebut nanti aktif mulai tahun 2012.yang

difokuskan pada kegiatan posbindu yang meliputi

pencatatan,penimbangan,pengukuran lingkar perut,pemeriksaan gula

darah,kolesterol,asam urat dan konseling.Dari kegiatan tersebut diperoleh

hasil yaitu jumlah penderita Diabetes Mellitus sebanyak 93 kasus tahun

2013.

Khususnya diwilayah kerja puskesmas kawua sendiri selama 3 tahun

terakhir terjadi peningkatan kasus Diabetes Mellitus sejak tahun 2013

tercatatat jumlah kasus 111kasus,tahun 2014 jumlah 305 kasus,dan pada

tahun 2015 tercatat terjadi peningkatan 369 jumlah kasus.dan selama 3 tahun

berturut turut masuk dalam 10 penyakit terbanyak dipuskesmas kawua.

Untuk menanggulangi diabetes secara efektif dan efisien kita perlu

melakukan program pencegahan dan penanggulangan tepat sasaran,caranya

adalah mengetahui karakteristik individu yang beresiko mederita Diabetes

Mellitus.

2
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor resiko

kejadian Diabetes Mellitus diwilayah kerja puskesmas kawua.

B. Rumusan Masaalah

Berdasarkan latar belakang diatas,dapat dirumuskan permasaalahan

adalah”Bagaimana Epidemiologi penderita DM diwilayah kerja puskesmas

kawua kabupaten poso”.

C. Tujuan

Untuk mengetahui epidemiologi penderita DM diwilayah kerja puskesmas

kawua kabupaten poso.

D. Manfaat Magang

1. Manfaat bagi Instansi

Hasil magang ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi perencanaan

penatalaksaan pasien DM dipuskesmas

2. Manfaat bagi institusi

Bagi institusi, hasil magang ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di

perpustakaan yang diharapkan bisa membantu proses pembelajaran.

3. Manfaat bagi penulis

Hasil magang ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah

pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah ke

dalam praktik nyata.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit

kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis

yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat

adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas

tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh atau bisa

disebutkan sebagai suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di

dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan

insulin secara adekuat.

Menurut International Diabetes Federation (IDF), DM adalah

penyakit kronis yang digambarkan sebagai keadaan kadar glukosa darah yang

meningkat (hiperglikemia) yang berhubungan dengan kematian. Penyakit ini

muncul ketika sel-sel beta di pankreas gagal menghasilkan hormon insulin

yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan

secara efektif.

Seseorang dapat dikatakan DM bila didiagnosis dengan kriteria

diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa yaitu: kadar glukosa darah

sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa (plasma vena)

4
≥ 126 mg/dl, kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban

glukosa 75 gram pada Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).

B. Patogenesis Diabetes Mellitus

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti

sel rusak. Di samping itu, tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh

dapat berfungsi dengan baik. Pada manusia bahan tersebut diperoleh dari

bahan makanan yang dimakan sehari-hari, yang terdiri dari kabohidrat (gula

dan tepung-tepungan), protein (asam amino), dan lemak (asam lemak).

Pengolahan bahan makanan itu dimulai dari mulut kemudian ke

lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan

dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa,

protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Agar dapat

berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam

sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan tersebut terutama glukosa

dibakar melalui proses metabolisme, dan hasil akhirnya adalah timbulnya

energi. Dalam proses metabolisme itu, insulin memegang peranan penting

yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnyadapat

digunakan sebagai bahan bakar.

Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk

glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati

dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan

digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin

5
darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan

terjadinya hiperglikemia/ kadar gula darah tinggi.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam

sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi

tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel,

akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya

kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi

lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada

Diabetes Mellitus tipe 1.

C. Klasifikasi Diabetes Mellitus

1. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI/IDDM/Tipe 1)

DM tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh

kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM). Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita,

anak-anak, dan remaja. Pada umumnya, diabetes tipe 1 pertama kali

didiagnosis pada orang yang berumur dibawah 40 tahun, tetapi adakalanya

penyakit ini terjadi pada orang yang berumur di atas 40 tahun.

Diabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan

kerusakan sel β pankreas sehingga menimbulkan defisiensi insulin absolut.

Pada DM tipe 1 merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor

genetik sebesar 30%. Sebagian besar individu dengan IDDM biasanya

dengan berat badan normal atau di bawah normal. Gejala klasik IDDM

6
yang tidak diobati adalah poliuria(peningkatan pengeluaran urine),

polidipsia (peningkatan cairan yang masuk), polifagia (peningkatan

makanan yang masuk), dan kehilangan berat badan.

Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan

pemberian terapi insulin yang dilakukan secara terus-menerus dan

berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet, dan faktor lingkungan sangat

mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita

diabetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar

gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah terutama pada

anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami

dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.

2. DM Tidak Tergantung Insulin (DMTTI/NIDDM/Tipe 2)

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan gangguan insulin yang berbeda

dengan diabetes tipe 1. Kasus diabetes tipe 2 terdapat lebih dari 90% kasus

di seluruh dunia dibandingkan diabetes tipe 1.

Diabetes tipe 2 disebut juga maturity onset biasanya menyerang

orang berusia sekitar 40 tahun dimana hormon insulin dalam tubuh tidak

dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal juga dengan istilah Non

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan

berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi

terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan

tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin

di dalam darah.

7
Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini. Sekitar 80% pasien

diabetes tipe 2 mengalami obesitas karena obesitas berkaitan dengan

resistensi insulin.Penyakit diabetes tipe 2 ini dapat dikendalikan dengan

diet, olah raga, atau obat antidiabetes.

3. DM Malnutrisi

a. Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)

Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah

protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik

(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta

menjadi rusak.

b. Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)

Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel

Beta pancreas.

4. DM Tipe Lain

a. Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll

b. Penyakit hormonal

Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang

merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini

hiperaktif dan rusak.

D. Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus yaitu :

a. Faktor keturunan

Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas

yang bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga

8
mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali

dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin.

b. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang

Jumlah glukosa yang diambul dan dilepaskan oleh hati dan yang

digunakan oleh jarinagan perifer tergantung keseimbangan fisiologis

beberapa hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin

yang dibentuk sel betha pulau pancreas.

c. Kegemukan atau obesitas

Terjadi karena hipertrofi sel beta pancreas dan hiperinsulinemia dan

intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes

mellitus dan insulin insufisiensi relative.

d. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin

Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin

terutama pada post reseptor.

E. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi

metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak

dapat mempertahankan kadar glukosa darahnya yang normal setelah makan

karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk

zat ini, maka timbullah glikosuria.

Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena

glukosa hilang bersama urine maka pasien mengalami penurunan berat badan.

9
Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai

akibat kehilangan kalori. Pasien akan mengeluh lelah dan mengantuk. Di

samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan

dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun,

dan luka sukar sembuh.

F. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah

dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam

menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil

dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk memastikadarah dilakukan di

laboratorium terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu

secara teratur).

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan

terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada

pria, dan pruritus vulvae pada wanita.Apabila ada keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (1,1 mmol/L) dan

kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L) dapat dijadikan sebagai

kriteria penegakan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel

berikut ini:

10
Tabel 2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis DM

bukan

DM belum pasti DM DM

kadar gula dlm plasma vena <100 100-199 ≥200

drh

sewaktu(mg/dl) darh kapiler <90 90-199 ≥200

kadar gula dlm plasma vena <100 100-125 ≥126

drh

puasa(mg/dl drh kapiler <90 90-99 ≥100

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia,


PERKENI 2011

Pemeriksaan HbA1C dapat juga dijadikan sebagai salah satu

kriteria diagnosis DM. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi

pengendalian gula darah. Ketika kadar gula darah tidak terkontrol (kadar

gula darah tinggi) maka kadar gula darah akan berikatan dengan

haemoglobin. Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan

dengan cara mengukur kadar HbA1C.

Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar

HbA1C akan tinggi pula. Kadar HbA1C normal antara 4% sampai dengan

6,5%.

11
G. Epidemiologi Diabetes Mellitus

1. Distribusi dan Frekuensi

a. Menurut Orang

Pada negara maju, penyakit DM cenderung diderita oleh

penduduk berusia di atas 64 tahun sedangkan pada negara

berkembang, penyakit DM cenderung diderita oleh penduduk

berusia 45-64 tahun.DM tipe 1 umumnya terjadi pada anak-anak

dan remaja ataupun usia muda.DM tipe 1 pada umumnya terjadi

sebelum penderita berumur 40 tahun sedangkan DM tipe 2 pada

umumnya terjadi setelah berumur 40 tahun.Penderita DM yang

memiliki usia yang sama dengan yang bukan penderita DM paling

sedikit 2 kali lebih sering terkena serangan jantung dengan mereka

yang tidak menderita diabetes.

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA)

terdapat 1,9 juta kasus baru diabetes pada orang berusia 20 tahun

dan lebih tua pada tahun 2010.34 Berdasarkan penelitian

Marpaung (2006) di RSUD Pematang Siantar tahun 2003-2004

menyatakan bahwa proporsi penderita DM yang berusia ≥ 45 tahun

80,8% dan proporsi penderita DM yang berusia < 45 tahun 19,2%.

Berdasarkan penelitian Roza (2008) di RSUP H. Adam

Malik Medan tahun 2006, proporsi penderita DM berusia < 40

tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 5,0% dan yang

menderita komplikasi kronik 12,6% sedangkan proporsi penderita

12
DM berusia ≥ 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 7,6%

dan yang menderita komplikasi kronik yaitu 74,8%. Proporsi laki-

laki yang menderita DM yaitu yang mengalami komplikasi akut

6,9% dan yang mengalami komplikasi kronik 39,0% sedangkan

proporsi perempuan yang menderita DM yaitu yangmengalami

komplikasi akut 5,7% dan yang mengalami komplikasi kronik

yaitu 48,4%.

b. Menurut Tempat

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik tahun 2003

melaporkan bahwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 20

tahun sebanyak 333 juta jiwa dengan prevalensi DM yaitu 14,7%

pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural. Berdasarkan

laporan hasil Riskesdas tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan

menunjukkan prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia

di atas 15 tahun yaitu 5,7%.

Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai

penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka

prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain

Jakarta (12,8%), Surabaya (1,8%), Makassar (12,5%), dan Manado

(6,7%).

Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah

pedesaan, antara lain Tasikmalaya (1,8%) dan Tanah Toraja

(0,9%). Adanya perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan di

13
pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian

DM.

c. Menurut Waktu

Pada tahun 2000 terdapat 2,9 juta kematian akibat penyakit

DM di dunia, dimana 1,4 juta kematian terjadi pada pria dan 1,5

juta kematian pada wanita. Dari semua jumlah kematian ini, 1 juta

kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta kematian terjadi di

negara berkembang.37 Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194

juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79

tahun menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami

peningkatan menjadi 7,3%.

2. Determinan

a. Genetik atau Faktor Keturunan

DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak

ditularkan. Anggota keluarga Diabetes memiliki kemungkinan

besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga

yang tidak menderita diabetes.

Diabetes tipe 2 lebih terkait dengan faktor genetik bila

dibandingkan dengan diabetes tipe 1. Pada umumnya, anak dengan

ayah penderita diabetes tipe 1 memiliki kemungkinan terkena

diabetes adalah 1:7.

14
b. Usia

DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama di atas

40 tahun karena risiko terkena DM akan meningkat dengan

bertambahnya usia. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda

yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasa terjadi pada

usia ≥ 40 tahun.

Menurut penelitian Andayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

(2005) penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan jumlah

kasusnya pada umur di atas 40 tahun dan jumlah kasus yang paling

banyak terjadi pada umur 61-70 tahun dengan proporsi

48%.Berdasarkan penelitian Amelya (2008) di Rumah Sakit

Tembakau Deli Medan tahun 2002-2006, proporsi penderita DM

yang berusia 20-40 tahun yaitu 4,9% dan proporsi penderita DM

yang berusia > 40 tahun yaitu 65,1%.

c. Pola makan dan obesitas

Diabetes tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas.

Obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk melalui

makanan lebih banyak daripada kalori yang dibakar. Keadaan ini

akan mengakibaberlebihan dalam tubuh sehingga terjadilah

obesitas. Obesitas akan menyebabkan resistensi insulin sehingga

insulin tidak dapat bekerja dengan baik dan kadar gula darah

meningkat.

15
Hal ini akan memicu gangguan ginjal, penyakit jantung,

stroke, dan sebagainya. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa

Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM daripada

seseorang dengan IMT normal (22 kg/m2). Bila IMT ≥ 35 kg/m2,

kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat. Apabila

seseorang yang obesitas menderita diabetes maka akan lebih

mudah terkena komplikasi.

d. Kurangnya aktifitas fisik/ olah raga

Olah raga/ aktivitas fisik adalah merupakan salah satu cara

untuk menolong mencegah terjadinya penyakit karena pola hidup

seperti diabetes, serangan jantung, dan stroke atau perdarahan di

otak. Setiap berolah raga sebaiknya memeriksakan kadar glukosa

darah karena kadar glukosa darah dapat turun akibat pembakaran.

Hal ini terjadi karena cadangan glukosa pada otot dan hati

dikeluarkan untuk dibakar. Pada aktivitas itu, kebutuhan terhadap

hormon insulin menjadi berkurang sehingga dapat mencegah

diabetes.

e. Infeksi

Beberapa orang ahli diabetes percaya bahwa DM mempunyai

beberapa sebab. Penyebab lain yang dicurigai adalah berbagai jenis

virus. Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan

human coxsackievirus.

16
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas,

virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat

juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan

hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM tipe 1

yang sering tkan penumpukan jaringan lemak yang dijumpai pada

anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek

yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan

coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.

Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan

menyebabkan DM.

G. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi-komplikasi DM dapat dibagi 2 kategori mayor, yaitu

kompliksi metabolik akut dan komplikasi metabolik kronik jangka

panjang.

1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak.

Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat.

Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu

rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan komplikasi potensial.Keadaan ini

merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes

17
yang menjalani terapi insulin dan terkadang pada mereka yang

menjalani terapi sulfonilurea.

Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan

epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga

akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh,

sensorium yang tumpul, dan koma). Serangan hipoglikemia

sangat berbahaya dan apabila sering terjadi dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau

bahkan kematian.

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah

di bawah 60 mg/dl. Kadar glukosa yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

tidak dapat berfungsi bahkan dapat menjadi rusak. Hipoglikemia

ini lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1 yang dapat

dialami 1-2 kali per minggu sedangkan pada penderita diabetes tipe

2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi.

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah komplikasi metabolik akut lain dari

diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang

lebih tua. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis

osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan

meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka

mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Hiperglikemia ditandai dengan

18
poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan

pandangan kabur. Hiperglikemia ini antara lainnya adalah:

1). Ketoasidosis Diabetes (DKA)

Ketoasidosis Diabetes (DKA) sering terjadi pada penderita

diabetes tipe 1 (IDDM). Penyakit tersebut biasanya dipercepat

oleh suatu penyakit akut, misalnya penyakit infeksi, trauma,

gangguan kardiovaskuler, stress emosi, dan sebagainya.

Ketoasidosis Diabetes (DKA) adalah keadaan gawat darurat

akibat hiperglikemia dimana banyak asam terbentuk dalam

darah. Ketoasidosis Diabetes terjadi akibat sel otot tidak

mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan

darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam

yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton.

Ketoasidosis Diabetes sering terjadi akibat penyuntikan

insulin berhenti atau kurang karena lupa menyuntik atau tidak

menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang

menyebabkan glukosa darah naik. Keluhan dan gejala DKA

timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah,

antara lain napas cepat dan dalam, napas berbau keton, nafsu

makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan

menurun, mengantuk, kesadaran menurun sampai koma.

19
2). Hiperosmolar Non Ketotik

Hiperosmolar Non Ketotik adalah komplikasi akut DM tipe

2.Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu keadaan dimana

kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga darah menjadi

“kental”. Kadar glukosa darah penderita bisa sampai di atas

600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel, selanjutnya

keluar dari tubuh melalui kencing yang akan mengakibatkan

kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. Gejala Hiperosmolar

Non Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya pada

Hiperosmolar Non Ketotik tidak dijumpai napas yang cepat

dan dalam serta berbau keton. Gejala yang ditimbulkan adalah

rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki dan tungkainya

kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang, sampai koma.

3). Asidosis Laktat

Asidosis Laktat merupakan komplikasi yang sangat jarang

akibat terapi dengan metformin. Pasien datang dengan gejala-

gejala asidemia (malaise, anoreksia, muntah). Kadar glukosa

darah biasanya normal, tidak ditemukan benda keton dalam

urine, dan analisis gas darah menunjukkan adanya asidosis

(berat) dengan kelebihan basa yang tinggi.Terapi yang

digunakan dapat bersifat suportif dan dapat menghentikan

pengunaan metformine.

20
2. Komplikasi Metabolik Kronik

Komplikasi kronik adalah komplikasi akibat diabetes

yang tidak terkontrol dengan baik dan berlangsung sejak lama.

Keadaan ini kemudian memunculkan kerusakan pembuluh darah

yang selanjutnya berdampak terhadap organ-organ tubuh lain,

seperti jantung, stroke, ginjal, mata, dan lainnya.

a. Kerusakan Saraf (Neuropathy)

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling

sering terjadi. Baik penderita DM tipe 1 maupun tipe 2 bisa

terkena neuropati.33 Neuropati diabetik terjadi pada 60-

70% penderita DM. Neuropati Diabetik adalah kerusakan

saraf yang terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi

dalam jangka waktu yang lama yang melemahkan dan

merusak dinding pembuluh darah kapiler. Akibatnya saraf

tidak bisa mengirim atau menghantar pesan rangsangan

impuls saraf, salah kirim, atau terlambat mengirim.Gejala-

gejala neuropati yang sering muncul adalah kesemutan, rasa

panas, kram, rasa tebal, dan nyeri. Bila kerusakan itu

banyak terjadi pada urat saraf maka disebut polineuropati

diabetik. Ini akan menyebabkan otot-otot kaki penderita

akan mengecil/ atrofi. Semua kelainan saraf akibat DM

dapat diatasi bila cepat ditangani. Karena penderita sering

lengah biasanya kelainan urat saraf sudah parah sehingga

21
memperlambat kesembuhan. Pencegahan dan perawatan

sedini mungkin merupakan cara yang paling baik untuk

mengatasinya.

b. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)

Komplikasi pada ginjal bukan akibat kebanyakan

obat melainkan karena kontrol kadar gula darah yang buruk.

Kerusakan ginjal timbul karena kadar glukosa darah yang

tinggi umumnya di atas 200 mg/dl dan tekanan darah tingg

Bila terjadi kerusakan ginjal yaitu pembuluh kapiler

ginjal rusak/ bocor maka protein yang seharusnya

dipertahankan ginjal bocor keluar dan terdapat di dalam

urine. Dibandingkan dengan ginjal orang normal, diabetes

memiliki kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah

mengalami gangguan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan oleh

faktor infeksi yang sering timbul pada penderita diabetes

dan faktor penyempitan pembuluh darah kapiler di dalam

ginjal.

c. Kerusakan Mata

Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi

penyebab utama kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15

tahun, rata-rata 2% penderita DM menjadi buta dan 10%

mengalami cacat penglihatan.

22
Komplikasi klinis yang terjadi adalah timbulnya

kerusakan retina mata (retinopati), yang dapat

menyebabkan kebutaan. Gangguan mata ini sering kali

berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, lama

diabetes, dan hipertensi.45 Retinopati terjadi akibat

penebalan membran basal kapiler yang menyebabkan

pembuluh darah mudah bocor (perdarahan) dan pembuluh

darah tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru).

Gangguan mata ringan biasanya tanpa keluhan.

Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan,

antara lain tampak bayangan jaring atau sarang laba-

laba.pada penglihatan mata, bayangan abu-abu, mata

kabur, sulit membaca, mata terasa nyeri, sampai pada

kebutaan. Selain menyebabkan retinopati, DM juga

menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih)

yang disebut katarak dan dapat menyebabkan glukoma

(meningkatnya tekanan bola mata).

d. Penyakit Jantung

DM merusak dinding pembuluh darah yang

menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak

dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah

koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen

dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain

23
menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot jantung,

penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan

darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian

mendadak. Dibandingkan dengan orang normal, diabetes

dua kali lebih mudah menderita serangan jantung.

e. Hipertensi

Hipertensi lebih banyak terjadi pada diabetes tipe 2

daripada tipe 1. Usia yang lebih tua lebih banyak terkena

hipertensi daripada usia muda. Penderita DM cenderung

terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang

tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh

darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan

jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara

35%-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi.

Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi pada

penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran

atau penebalan dinding pembuluh darah.

f. Gangguan Saluran Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan

urat saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga

fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi

lemah. Hal ini mengakibatkan lambung menjadi

menggelembung sehingga proses pengosongan lambung

24
terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam

lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut

mudah terasa penuh, kembung, makanan tidak lekas turun,

kadang-kadang timbul rasa sakit di ulu hati atau makanan

terhenti dalam dada.

g. Stroke

Diabetes sering disertai dengan hipertensi,

kolesterol terutama LDL yang tinggi, obesitas, merokok,

kurang olahraga, hidup santai, dan sebagainya. Hal ini akan

memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong atau

mempercepat proses aterosklerosis. Proses ini bisa

menimbulkan pemyumbatan darah otak yang menyebabkan

stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi perdarahan

pada pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan

umumnya lebih berbahaya daripada stroke akibat

penyumbatan.

h. Ulkus/ Gangren Diabetik

Diantara komplikasi kronik DM, kelainan

makrovaskuler memberikan gambaran kelainan pada

tungkai bawah berupa ulkus maupun gangren selanjutnya

disebut Kaki Diabetik. Kaki Diabetik merupakan

komplikasi menahun yang paling ditakuti dan mengesalkan

bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan,

25
biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan.Kaki

Diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit

karena adanya komplikasi makroangiopati yang terdapat

luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat

berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob

maupun anaerob.

Gejala yang sering dikeluhkan yaitu sering

kesemutan, nyeri pada kaki seperti rasa terbakar, tidak

berasa, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut

nadi, kaki menjadi atrofi, dingin, dan menebal, serta kulit

menjadi kering. Penderita Diabetes Mellitus biasanya kadar

kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya

sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan

hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi

peradangan yang akan merangsang terjadinya

aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi

dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan

lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya

arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena

berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan

kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu

lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan

berkembang menjadi Kaki Diabetik.

26
H. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus

Perawatan kesehatan preventif untuk penyakit DM bisa dengan

pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan

pencegahan tersier.

I. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang

masih sehat agar tidak memiliki faktor risiko untuk terjadinya DM.

Pencegahan primordial ditujukan kepada masyarakat yang sehat untuk

berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan upaya

menghindarkan diri dari risiko DM. Misalnya, berperilaku hidup sehat,

tidak merokok, memakan makanan yang bergizi dan seimbang, diet,

membatasi diri dengan makanan tertentu ataupun kegiatan jasmani yang

memadai.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-

orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang

belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita DM. Pada

pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk

mengeliminasi/ menghilangkan faktor-faktor tersebut. Usaha

pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada

masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan

dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi yang berpotensi

27
menderita DM. Tindakan yang perlu dilakukan untuk usaha

pencegahan primer ini meliputi penyuluhan mengenai perlunya

pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan

pedoman, yaitu mempertahankan pola makan sehari-hari yang

sehat dan seimbang seperti meningkatkan konsumsi sayuran dan

buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana,

dan mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan

tinggi badan.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi

komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit. Pencegahan sekunder

merupakan upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit

dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal.

Pengobatan sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah

kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi mengenai

diabetes mellitus dan pengelolaannya akan meningkatkan

kepatuhan pasien untuk berobat.

a. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai

pengetahuan mengenai DM. Penyuluhan diperlukan karena

penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan

gaya hidup. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga

28
diberikan kepada anggota keluarganya, tim kesehatan/

perawatan, dan orang-orang yang beraktivitas bersama-sama

dengan penderita DM setiap hari. Penyuluhan untuk pencegahan

sekunder ini ditujukan kepada mereka yang baru terdiagnosis

diabetes. Kelompok penderita diabetes ini masih sangat perlu

diberi pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka

dapat mengendalikan penyakitnya dalam mengontrol gula darah,

mengatur makanan, dan melakukan aktifitas olah raga sesuai

dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya penderita akan

merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya.

Materi yang dapat diberikan dalam penyuluhan adalah

definisi diabetes mellitus, penatalaksanaan diabetes secara

umum, obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan

insulin), perencanaan makan dengan menggunakan bahan

makanan penukar, manfaat olah raga.

Selanjunya dapat diberikan materi penyuluhan lanjutan,

yaitu mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes,

pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes,

penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain, dan

pemeliharaan kaki diabetes.

b. Pengobatan

Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan

jasmani secara teratur, namun pengendalian kadar glukosa darah

29
belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik oral

maupun insulin.

1). Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk

membantu penanganan pasien DM tipe 2. Pemilihan obat

hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan

terapi diabetes. Berdasarkan cara kerjanya, Obat

Hipoglikemik Oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu

golongan pemicu sekresi insulin fonilurea dan glinid),

golongan peningkat sensitivitas terhadap insulin

(tiazolidindion), golongan penghambat glukoneogenesis

(metformin), golongan penghambat absorpsi glukosa

(glukosidase alfa), dan golongan DPP-IV inhibitor.

Golongan sulfonilurea diberikan pada pasien yang tidak

gemuk karena meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, misalnya Glibenklamid dengan nama obat paten

Daonil atau Euglucon. Golongan glinid merupakan obat yang

cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan penekanan

pada sekresi insulin fase pertama, misalnya Repaglinid

dengan nama obat paten Novonorm. Golongan tiazolidindion

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, misalnya

30
Pioglitazon dengan nama obat paten Actos. Golongan

metformin berfungsi mengurangi produksi glukosa hati,

misalnya Glucophage. Golongan glukosidase alfa berfungsi

mengurangi absorpsi glukosa di usus halus sehingga

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan, misalnya

Akarbose dengan nama obat paten Glucobay.

2) . Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita

DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar

pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin.

Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.

Walaupun sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak

memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata

memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik

oral.

4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi

kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplik harus dimulai

dengan deteksi dini komplikasi DM agar komplikasi DM tersebut

dapat dikelola dengan baik. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan

31
sedini mungkin sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan

primer tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi

penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk

mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi terutama di

rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu

seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli

disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah

vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya

sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum

kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan primer tetap dilakukan

penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk

upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal. Pelayanan kesehatan yang holistik dan

terintegrasi antar disiplin terkait terutama di rumah sakit rujukan,

baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan

penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti

dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi,

rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya sangat diperlukan

dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

32
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kegiatan

Dalam mengidentifikasi masalah mulai dari program pelayanan

kesehatan, pencatatan dan pelaporan, ,penulis menggunakan metode

observasi lapangan pada saat pelayanan pasien yang berkunjung baik

dipuskesmas maupun diposyandu,serta melakukan tanya jawab pada pasien

dan petugas kesehatan.

Tabel 3.2
Distribusi penderita penyakit Diabetes Mellitus diwilayah kerja puskesmas
kawua tahun 2016
Jenis
Umur
Kelamin
No Bulan Total
45- 56-
15-44Thn 54Thn 64Thn >65Thn L P
1 Januari 2 3 8 5 5 8 13
2 Februari 1 5 6 3 3 12 15
3 Maret 0 2 4 3 4 8 12
4 April 0 4 6 4 6 11 17
5 Mei 1 2 2 3 3 7 10
6 Juni 1 3 1 6 3 6 8
Jumlah 75
Sumber : Pengelolah SP2TP tahun 2016

Adapun masaalah yang didapatkan adalah :

1. Jumlah kasus terbanyak terdapat pada bulan januari dengan jumlah

kasus sebanyak 18 kasus.

2. Penderita terbanyak adalah perempuan.

33
3. Umur penderita terbanyak pada kalifikasi umur 56-64 tahun sebanyak

27 kasus.

B. PEMBAHASAN

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kelainan metabolic yang

dikarakteristikkan dengan kadar gula darah yang tinggi ( hiperglikemia),

serta kelainan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang

diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.

Diabetes Melitus merupakan suatu peyakit kronis yang

memerlukan suatu terapi medis secara berkelanjutan. Pada masyarakat luas

penyakit ini di kenal dengan penyakit gula atau kencing manis.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyebab diabetes

melitus dan gaya hidup masyarakat yang tidak memperhatikan pola

makannya terutama pada perempuan dapat menjadi faktor utama dalam

terjadinya resiko terkena penyakit Diabetes Melitus.

Untuk menanggulangi semakin tingginya resiko masyarakat yang

terkena Diabetes Melitus dengan cara mengetahui penyebab meningkatnya

kadar glukosa darah dan juga merubah gaya hidup masyarakat yang tidak

mementingkan pola makan, maka lebih memperhatikan pola makan dan

juga asupan yang akan diserap oleh tubuh seperti mengurangi makan

makanan yang terlalu manis dan juga memperbanyak aktifitas fisik tubuh

agar kadar glukosa dalam darah tetap dalam keadaan normal.

Banyaknya penderita Diabetes Melitus juga dikarenakan kesadaran

masyarakat yang menganggap bahwa gejala-gejala yang ditimbulkan oleh

34
penyakit ini merupakan hal yang wajar sehingga banyak masyarakat yang

tidak ingin memeriksakan dirinya lebih awal karena menganggap remeh

penyakit ini. Penyakit diabetes melitus bukan hanya karena gaya hidup yang

tidak diperhatikan tetapi penderita diabetes juga bisa karena riwayat

diabetes melitus pada keluraga dan di tambah pula tidak melakukan gaya

hidup yang sehat.

Diabetes Melitus dapat terjadi komplikasi dengan penyakit lain ini

dikarenakan kurangnya kesadaran penderita diabetes dalam menjaga

kesehatannya sehingga dapat terjadi komplikasi.

Adapun alternative dalam mengurangi resiko terjadinya peningkatan

kasus penyakit diabetes mellitus dengan mengubah gaya hidup yang

sederhana tapi sehat.karena dengan melakukan perubahan sederhana dalam

gaya hidup dapat meningkatkan kualitas hidup.

Kemungkinan yang dapat dilakukan dalam menekan resiko diabetes adalah

sebagai berikut :

1. Berolahraga secara teratur karena dengan melakukan latihan fisik

dapat membantu tubuh meningkatkan sensitifitas hormone insulin

yang membantu kadar gula darah agar tetap normal.

2. Menurunkan berat badan bagi orang yang mengalami kegemukan,

karena kebanyakan orang yang gemuk beresiko tinggi terkena

Diabetes Melitus

3. Menjaga pola makan yang sehat yaitu dengan mengurangi konsumsi

gula yang berlebihan dan memperbanyak asupan gula dan sayur yang

35
beragam. Hindari mengonsumsi makanan yang mengandung asam

lemak trans yang banyak mengandung pada produk makanan olahan

cepat saji.

4. Menghindari Rokok, rokok selain erat kaitannya dengan Diabetes

melitus juga dapat memicu penyakit jantung dan kangker paru-paru.

Merokok dapat menurunkan kemampuan tubuh kita untuk

memenfaatkan hormone pengatur gula darah.

5. Rutin cek kesehatan, karena dengan mengecek kesehatan kita dapat

mengetahui kondisi kadar gula darah dan tekanan darah kita.

36
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil didapatkan bahwa jumlah penderita terbanyak tahun

2016 bulan januari- juni adalah perempuan 51 kasus, laki-laki 24 kasus

dan jumlah kasus terbanyak pada bulan januari dan umur 15 - 44 Thn: 5

kasus, 45-55 Thn 19 kasus,56-64 Thn: 27 kasus,>65 Thn: 24 kasus. jumlah

75 kasus pada bulan januari - juni 2016.

B . Saran

Untuk instansi diharapkan dapat melakukan kerja sama baik sesama

petugas kesehatan dengan sektor terkait untuk dapat meningkatkan

kesadaran diri masyarakat agar memiliki gaya hidup sehat sehingga

penyakit DM dapat dicegah.

37
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2013-2015. Profil Kesehatan Puskesmas Kawua. Kabupaten


poso

Ali 2001 Dasara Dasar Keperawatan Profesional. PenerbitWidya Medika,


Jakarta.

Brockopp dan Tolsma, 2000. Dasar-Dasar Riset Keperawatan Penderita buka


Kedokteran EGC, Jakarta.
Dep 1981 Diabetes Melitus, Diagnosa dan Pengelolaan Penderita
jakarata.

Effendi, N. 1998.Dasar Dasar Keperawatan Kesehatat Masyarakat buku


Kedokteran EGC, Jakarta

Ester,1998. Diabetes Melitus, Diagnosis, pengobatan, pencegahan


pengendalian edisi 2, Kedokteran EGC Jakarta

38
39

Anda mungkin juga menyukai