Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH RONDE KEPERAWATAN

PADA TN. I DENGAN DIABETES MELLITUS


DI RUANG MAWAR RS PUSRI PALEMBANG

Oleh :
Kelompok 4

Etis Damayanti, S.kep


Helma Triana, S.kep
Mega Thia Purnama Sari, S.kep
Eka romadonia, S.kep
Mezi Oktavianty, S.kep
Tri Jatik W., S.kep
Nita Anggraini, S.kep
Karina Dwi Astuti, S.kep
Eria Datul Jannah, S.kep
Murdani, S.kep
Gentur Muhibah, S.kep
Beni Arianto, S.kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat
dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah ronde keperawatan kami yang berjudul “Diabetes Melitus”
makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami,
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Palembang, Desember 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu
negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup
termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita DM ini semakin
meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial
ekonomi.
Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas
utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang
ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung
kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. DM atau kencing manis
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif.

Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin
dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM : DM type I. atau disebut DM yang
tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah
yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah
terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering
haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM
ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obersitas atau
ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
DM Type III atau disebut Diabetes mellitus gestasional (bahasa
Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2
diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune
diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus
yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan
keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM
mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20-50% dari wanita
penderita GDM bertahan hidup.
Peningkatan mutu asuhan keperawatan sesuai dengan tuntutan masyarakat
dan perkembangan iptek maka perlu pengembangan dan pelaksanaan suatu model asu
hankeperawatan profesional yang efektif dan efisien (Nursalam, 2014).
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian
pelayanankeperawatan di mana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan,
yaitu suatu metode untuk menggali dan membahas secara mendalam masalah
keperawatan yang terjadi pada pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang
dilakukanoleh perawat primer/associate, konselor, kepala ruangan, dan seluruh tim ke
perawatan dengan melibatkan pasien secara langsung sebagai fokus kegiatan
(Nursalam, 2014).
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas
lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi
perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori ke dalam praktik
keperawatan (Nursalam, 2014).

1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan ronde keperawatan masalah keperawatan yang dialami
klien dapat teratasi.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan ronde keperawatan, perawat mampu :
a. Berfikir kritis dan sistematis dalam masalah pemecahan masalah klien.
b. Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan klien.
c. Menilai hasil kerja.
d. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1.1 DEFENISI
DM ialah Keadaan hiperglikemia (kelebihan kadar gula darah) kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011,).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan


hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitifitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015).

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan


ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak dan protein,
mengarah pada hiperglikemia(kadar glukosa darah tinggi). Diabetes Mellitus (DM)
kadang dirujuk sebgai ‘gula tinggi’, baik oleh pasien maupun penyedia layanan
kesehatan (Black, 2014).

Gangrene adalah kondisi jaringan tubuh yang mati akibat tidak mendapat
pasokan darah yang cukup atau akibat infeksi bakteri yang berat. Kondisi serius ini
umumnya terjadi di tungkai, jari kaki, atau jari tangan, namun juga bisa terjadi pada
otot serta organ dalam. Gangrene adalah kondisi serius yang bisa mengarah ke
amputasi hingga kematian.

Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau


jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar
arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai
akibat proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga,
kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative (arteriosklorosis) atau
gangguan metabolik (diabetes melitus) (Taber, 1990 dalam Maryunani, 2013).
2.1.2 ANATOMI FISIOLOGI

Gambar Anatomi Fisiologi Pankreas 1.1

Sistem endokrin adalah suatu sistem dalam tubuh manusia yang bertugas
untuk melakukan sekresi (memproduksi) hormon yang berfungsi untuk mengatur
seluruh kegiatan organ-organ dalam tubuh.

Sistem endokrin merupakan jaringan kelenjar dan organ yang memiliki peran
penting dalam mengatur banyak fungsi tubuh seperti pertumbuhan sel, metabolisme,
tumbuh kembang tubuh, dan proses reproduksi. Dalam sistem endokrin terdapat
beberapa kelenjar seperti kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, dan
kelenjar reproduksi yang memiliki fungsinya masing-masing.

 Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15


cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-rata
60-90gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang
ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.

7 Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari


epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam
duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50m, sedangkan yang terbesar 300m,
terbanyak adalah yang besarnya 100-225m. Jumlah semua pulau langerhans
di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

 Anatomi fisiologi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastisyang melindungi tubuh dari


pengaruh lingkungan kulitjuga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal
kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang
paling tipis 8 (0,5mm) terdapat di penis. Bagian-bagian kulit manusia sebagai
berikut :

1) Epidermis
Mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,
rambut dan kuku. Kelenjar keringat adadua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya
mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan.
Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput
lendir. Seluruhnya berjulah antara 2-5 juta yang terbanyak ditelapak tangan.
Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikelrambut,
terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus
terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung
kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya
berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.

2) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas
jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin
rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar
(pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf,
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan

Merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan


subkutan dandermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang
menghasilkan banyak lemak. Jaringan sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah
limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan.

Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik

2.1.3 ETIOLOGI

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit DM dapat disebabkan oleh


beberapa hal, yaitu:

a. Pola Makan Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar
kalori yangdibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal
ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg
mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan
dengan orang yang tidak gemuk.
c. Faktor genetic Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DMdariorang
tua.Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga
yang terkena juga
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Bahan kimiawi tertentu dapat
mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada
pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal
dalam mensekresikan hormonyang diperlukan untuk metabolism dalam
tubuh, termasuk hormoninsulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pancreas. Mikroorganisme seperti bakteri dan
virus dapat menginfeksi pancreas sehingga menimbulkan radang pankreas.
Hal itu menyebabkan sel β pada pankreastidak bekerja secara optimal
dalam mensekresi insulin

 Penyebab Gangrene

Gangrene bisa disebabkan oleh tiga hal, yaitu:

1. Kekurangan aliran darah. Darah mengandung sejumlah senyawa yang


dibutuhkan tubuh, antara lain oksigen, nutrisi, serta antibodi. Kekurangan
senyawa penting tersebut bisa membuat sel-sel tubuh mati.
2. Infeksi. Bakteri yang dibiarkan berkembang terlalu lama bisa menimbulkan
infeksi dan menyebabkan gangrene.
3. Luka. Luka parah, seperti luka akibat tembakan atau cedera akibat kecelakaan
mobil, bisa menyebabkan bakteri tumbuh dan menyerang jaringan di dalam
kulit.

 Faktor Risiko Gangrene

Ada beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang


gangrene, yaitu penyakit Raynaud, aterosklerosis, diabetes, hernia, usus buntu, dan
penyakit penggumpalan darah. Faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko
gangrene adalah:

a. Sistem kekebalan tubuh rendah akibat kondisi kesehatan atau


pengobatan kanker.
b. Frostbite, cedera kepala, luka bakar, atau gigitan binatang.
c. Mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan
tubuh.
d. Baru menjalani operasi.
e. Merokok, mengonsumsi alkohol, dan menggunakan narkoba suntik
2.1.4 TANDA DAN GEJALA

Manifestasi utama dari DM sebagai berikut :

1. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk aktifitas osmotik
glukosa,mengarah kepada kehilangan air,glukosa dan elektrolit.Kekurangan insulin
untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat.

2. Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus. Akibat dari dehidrasi
sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktifasi menyebabkan orang haus terus
dan ingin selalu minum.

3. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa lapar.
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun (Black, 2014).

Manifestasi lain dari DM sebagai berikut :

a. Penurunan berat badan. Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan


simpanan air, glukosa dan trigliserid, kehilangan kronis sekunder terhadap
penurunan massa otot karena asam amino di alihkan untuk membentuk
glukosa dan keton.
b. Pandangan kabur berulang sekunder terhadap paparan kronis retina dan
lensa mata terhadap cairan hiperosmolar.
c. Pruritus, inveksi kulit, vaginitis
d. infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum, hasil penelitian
masa bertentangan.
e. Ketonuri. Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel
tergantung insulin, asam lemak di gunakan untuk energi, asam lemak di
pecahkan menjadi keton dalam darah dan di ekskresikan oleh ginjal. Pada
DM tipe 2, insulin cukup untuk menekan berlebihan penggunaan asam
lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan glukosa.
f. Lemah dan letih. Penurunan isi plasma mengarah kepada postural
hipertensi, kehilangan kalium dan katabolisme protein berkontribusi
terhadap kelemahan.
g. Sering asimtomatik. Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan pelan-
pelan kadar glukosa darah sampai tingkat lebih besar di bandingkan
peningkatan yang cepat.

Gejala gangrene sangat beragam, tergantung pada penyebab yang


mendasarinya. Gangrene bisa menyerang bagian tubuh mana pun, namun umumnya
terjadi pada kaki atau tangan. Gejala gangrene meliputi:

1) Perubahan warna pada kulit menjadi biru, merah, ungu, atau bahkan hitam,
tergantung jenis gangrene yang dialami.
2) Nyeri hebat yang muncul mendadak pada area yang terserang, diikuti sensasi
kebas.
3) Muncul bengkak dan lepuhan pada kulit, disertai keluarnya nanah dari
lepuhan.
4) Kulit yang terserang gangrene tampak pucat dan terasa dingin bila disentuh.
Sangat jelas terlihat, berbeda dengan area kulit yang sehat.
5) Pada gangrene gas atau gangrene internal yang menyerang jaringan di bawah
kulit, penderita akan mengalami pembengkakan disertai nyeri pada area yang
terdampak. Selain itu, penderita juga akan mengalami demam.

2.1.5 KLASIFIKASI

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah sesuai


dengan klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA). Klasifikasi
etiologi DM:

1) DM Tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulinabsolut)


: -Autoimun-Idiopatik
2) DM Tipe 2 (berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan
defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang
predominan dengan resistensi insulin)
3) Diabetes Mellitus Gestasional.
 Gangrene terbagi ke dalam beberapa jenis, di antaranya adalah :

1. Gangrene kering. Kulit kering dan mengerut dengan warna kulit cokelat, biru,
atau hitam adalah ciri gangrene kering. Gangrene ini terjadi secara bertahap, dan
umumnya menimpa penderita penyakit arteri perifer.
2. Gangrene basah. Gangrene ini umumnya menimpa penderita diabetes yang tidak
sadar saat mengalami luka di kaki. Gangrene basah juga bisa terjadi pada
seseorang yang mengalami luka bakar atau frostbite. Ciri gangrene basah adalah
kulit bengkak, melepuh, dan terlihat basah. Jika tidak segera ditangani, gangrene
basah bisa menyebar dan akan berakibat fatal.
3. Gangrene gas. Gangrene gas umumnya menyerang jaringan otot. Pada awalnya,
kulit penderita gangrene gas terlihat normal. Namun seiring waktu, kulit akan
terlihat pucat lalu berubah menjadi ungu kemerahan, kemudian gelembung udara
akan terbentuk. Gangrene gas umumnya disebabkan oleh bakteri Clostridium
perfringens, yang berkembang pada luka akibat bedah atau cedera yang
mengeluarkan banyak darah. Infeksi tersebut menghasilkan racun yang
melepaskan gas dan menyebabkan kematian jaringan. Sama seperti gangrene
basah, gangrene gas juga bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
4. Gangrene internal, yaitu gangrene yang terjadi akibat terhambatnya aliran darah
ke organ dalam tubuh, seperti usus atau empedu. Gangrene internal bisa
menyebabkan demam serta nyeri hebat, dan bisa berbahaya jika tidak cepat
ditangani.
5. Gangrene Fournier. Gangrene ini menyerang daerah genital atau kelamin, dan
kebanyakan penderitanya adalah Kondisi ini umumnya terjadi karena infeksi pada
area kemaluan atau saluran kemih, yang menyebabkan pembengkakan dan nyeri
pada kemaluan.
6. Gangrene Meleney. Jenis gangrene ini tergolong langka, yang terjadi 1-2 minggu
pasca operasi.

 Drajat Luka Ganggren

Sistem derajat/ Grade Wagner untuk luka diabetes melitusa.

a. Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas atau
selulitis(dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki
akibat neuropati).
b. Derajat 1 = luka superficial terbatas pada kulit.
c. Derajat 2 = luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang
d. Derajat 3 = luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis persendian
e. Derajat 4 = Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit (dengan
kata lain : gangren jari kaki atau tanpa selulitis)
f. Derajat 5 = Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah. (Muryunani, 2013)

2.1.6 PATOFISIOLOGI

1) DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )

DMT1 merupakanDMyangtergantung insulin. Pada DMT1 kelainan terletak


pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu
mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas danatau kualitas yang cukup,
bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini
terdapat kekurangan insulin secara absolut (Tjokroprawiro, 2007).

Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan


kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-
35.000) jumlah reseptor insulinpada orang normal ±35.000. Sedang pada DM
dengan obesitas ±20.000 reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007).

DM T1, biasanya terdiagnosasejak usia kanak-kanak. Pada DMT1 tubuh


penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak
menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat
suntikan insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi
darurat dapat terjadi (Riskesdas,2007).

2) DM Tipe 2 (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin=DMT 2)

DMT2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya
kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul
dengan disfungsi sel beta pankreas (defeksekresiinsulin), yaitu sebagai berikut :
(Tjokroprawiro, 2007)

a) Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang,sehingga


glukosayangsudahdiabsorbsi masukke dalamdarahtetapi jumlah insulin yang
efektif belum memadai.
b) Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada
obesitasjumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
c) Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptorjelek,
sehingga kerjainsulin tidak efektif (insulin binding atauafinitas atau
sensitifitas insulin terganggu).
d) Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisisintra selluler
terganggu.
e) Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4.

DM tipe 2 ini biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari
telah menderita diabetes tipe2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius.
Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus
bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga
(Riskesdas, 2007).

 Patofisiologi Luka Ganggren

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus


selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau
masalah sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka
diabetes melitus (Maryunani, 2013). Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara
umum yaitu:

a) Neuropati Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes


melitus karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa merusak
urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa
nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-
kadang tidak terasa. Gejala- gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa
panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam
hari ( Maryunani,2013).

b) Angiopathy Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah


pada penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah
sedang/ besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren
diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman atau berbau busuk.
Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik
terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. (Maryunani, 2013).
2.1.7 KOMPLIKASI

Komplikasi kronis pada DM pada umumnya terjadi gangguan


pembuluh darah atau angiopati dan kelainan pada saraf atau neuropati. Angiopati
pada pembuluh darah besar disebut makroangiopati dan bila kena pembuluh darah
kecil disebut mikroangiopati, sedangkan neuropati bisa merupakan neuropati
perifer maupun neuropati otonom.

Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua system organ


dalam tubuh. adalah

a. Komplikasi Makrovaskuler

1). Penyakit arteri Koroner

Perubahan ateroskerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi peda


diabetes. Perunahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan
peningkatan insidens infark miokard pada penderita. Salah satu ciri unik pada
penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-pasien diabetes adalah tidak
terdapatnya gejala iskemik yang khas. Jadi, pasien mungkin tidak memperlihatkan
tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner dan dapat mengalami infark
miokard asimptomatik ini hanya dijumpai melalui pemeriksaan EKG. Kurangnya
gejala iskemik ini disebabkan oleh neuropati otonom

2). Penyakit Serebrovaskuler

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan


embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran
darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan
iskemia sepintas dan stroke. Gejala penyakit serebrovaskuler ini dapat menyerupai
gejala pada komplikasi akut diabetes. Gejala tersebut mencakup keluhan pusing atau
vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.

3). Penyakit Vaskuler Perifer

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstermitas bawah


merupakan penyebab meningkatnya insidens penyakit oklusif arteri perifer pada
pasien-pasien diabetes. Bentuk penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstermitas
bawah ini merupakan utama meningkatnya insidens gangrene dan amputasi pada
pasien-pasien diabetes.
Para peneliti diabetes masih terus menyelidiki hubungan antara diabetes dan
penyakit makrovaskuler. Ada faktor-faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan
percepatan ateroslerosis. Faktor-faktor ini mencakup kenaikan kadar lemak darah,
hipertensi, kebiasaan merokok, obesitas, kurangnya latihan dan riwayat keturunan.

Diet merupakan terapi penting dalam menangani obesitas, hipertensi dan


hiperlipidemia. Latihan teratur merupakan terapi yang sangat penting pula.

Apabila komplikasi makrovaskuler terjadi, penanganannya sama dengan


penanganan pada pasien nondiabetik. Disamping itu pengendalian kadar glukosa
darah juga harus diperhatikan.

b. Komplikasi Mikrovaskuler

Penyakit mikroangiopati ditandai oleh penebalan membrane basalis pembuluh


kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel kapiler. Ada dua tempat
dimana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius; kedua tempat tersebut adalah
mikrosirkulasi retina mata dan ginjal. Retinopati diabetic yang diakibatkan oleh
mikroangiopati merupakan penyebab kebutaan yang utama pada individu yang
berusia antara 20 hingga 74 tahun di Amerika Serikat.

1). Retinopati Diabetik

Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic disebabkan oleh


perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil disekitar retina. Retina merupakan
bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan
tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah arteri serta
vena kecil, arteriol, venula, dan kapiler.

Ada tiga stadium utama retinopati diabetic; retinopati nonproliferatif, retinopati


praproliferatif, dan retinopati proliferative.

Komplikasi oftalmologi lain yang dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus
adalah katarak, glaucoma, dan perubahan lensa.

2). Nefropati

Bukti menunjukkan bahwa segera sesudah terkena diabetes, khususnya bila


kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress
yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya,
tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.

c. Neuropati Diabetes

Neuropati pada diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang


menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. Kelainan
tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang
terkena.

Patogenesis neuropati dalam diabetes dapat dikaitkan dengan mekanisme


vaskuler atau metabolic atau keduanya, meskipun perannya yang yang berhubungan
mekanisme ini masih belum berhasil ditentukan. Penebalan membrane basalis kapiler
dan penutupan kapiler dapat dijumpai. Disamping itu mungkin terdapat demielinisasi
saraf yang diperkirakan berhubungan dengan hiperglikemia. Hantaran saraf akan
terganggu apabila terdapat kelainan pada selubung myelin.

d. Komplikasi Akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek


dalam glukosa darah. Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek.
Ketiga komplikasi tersebut adalah : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, dan sindrom
HHNK (juga disebut koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik)

1) Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50 – 60 mg/dl.


Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik
yang berat
2) Diabetes Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pada metabolism karbohidrat, protein, dan lema Sindrom Hiperglikemik
Hiperosmolar Nonketotik.
3) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Pada saat yang sama tidak ada atau sedikit terjadi ketosis
ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin
efektif. Keadaan hiperglikemik persisten menyebabkan dieresis osmotic
sehingga terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam
ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai
keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.

2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk


penderita diabetes melitus antara lain : Penurunan fungsi indra pengecap Penurunan
fungsi pankreasKonsumsi makanan manis berlebihPenurunan kualitas dan kuantitas
insulin. Gaya Hidup HIPERGLIKEMIA Penurunan glukosa dalam selKerusakan
vasskuler Cadangan lemak dan protein turun BB turun Neuropati perifer Resiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah ULKUS Kerusakan integritas kulit Pembedahan (
Debridement) Nyeri akut Resiko infeksi Sumber : (Mutaqqin, 2008 ). Adanya
perlukaan pada kakiLuka insisi tidak terawatt Peningkatan leukosit Pengeluaran
histamin & prosglandin Gangguan mobilitas fisik.

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi


keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki
berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah --pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga terapa
lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler

Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda


asing, osteomelietus.

c. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),


GDP (Gula Darah Puasa),
2) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan
selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+), kuning
(++), merah (+++), dan merah bata (++++).

d)Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang


terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.

e. Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan


pembedah,

2.1.9 PENATALAKSANAAN

Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita


setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan
perawatan dalam jangka panjang.

a. Medis Menurut Sugondo (2009) penatalaksaan secara medis sebagai


berikut :

1) Obat hiperglikemik Oral


2) Insulin

a) Ada penurunan BB dengan drastis

b) Hiperglikemi berat

c) Munculnya ketoadosis diabetikum

d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.

3) Pembedahan pada penderita ulkus DM dapat juga


dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus
ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :

a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus


diabetikum.

b) Neucrotomi

c) Amputasi

b. Keperawatan Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis


secara keperawatan yaitu :

1) Diit Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan


glukosa
2) Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,
jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
3) Pemantauan Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula
darahnya secara mandiri dan optimal.
4) Terapi insulin Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak
2 kali sesudah makan dan pada malamhariPenyuluhan kesehatan Penyuluhan
kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita ulkus
dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi
pada dirinya dan mampu menghindarinya.
5) Nutrisi Nutrisi disini berperanpenting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energy yang dikeluarkan.
6) Stress Mekanik Untuk meminimalkan BB pada ulkus.
Modifikasinya adalah seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di
tempat tidur jika diperlukan.
7) Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan
dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan
mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi debridement
tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
8) Tindakan pembedahan Fase pembedahan menurut Wagner ada
dua klasifikasi antara lain :

Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau


tidak ada.

Derajat I –IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis,


dan dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan
luka terkontrol dengan baik. (Smelzer & Bare, 2005)

 Debridement

Merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien


dengan ulkus kaki diabetik yang sudah mengalami neuropatik perifer dan
luka sudah masuk pada jaringan subkutan. Operasi debridement merupakan
teknik yang dilakukan untuk pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus yang
dapat terlihat dari warna luka tersebut yaitu pucat, bahkan hitam karena jaringan
sudah mati. Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah
infeksi biasanya yaitu debridement jaringan nekrotik dan amputasi yang
diindikasikan untuk menghentikan atau menghambat proses infeksi. Terdapat
tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah terinfeksi yaitu infeksi yang
tidak mengancam tungkai (grade 1 –grade 2 ), sedangkan infeksi yang mengancam
tungakai (garde 3 –grade 4) (Dexa Media, 2007).

Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam


fisiolofis atau larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan
kompres dan dibalut sampai luka tertutup untuk mencegah resiko infeksi
setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007). Adapun pilihan dalam tindakan untuk
debridement tersebut antara lain yaitu :

a) Debridement Mekanik

Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi lukacairan


fisiologis, ultrasoniclaser, untuk membersihkan jaringan nekrotik.

b) Debridement Enzimatik

Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan residu –residu


protein yang terdapat pada luka tersebutc.Debridement Autolitik Tindakan
debridement ini secara alami apabila terkena luka. Proses ini melibatkan
enzimproteolitik endogen yang secara alamiakan meliliskan jaringan nekrotik dan
memacu granulasi.

c) Debridement Biologi Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan


sering digunakan pada tindakan debridement biologi.Karena belatung ini
menghasilkan enzim yang mampumenghancurkan jaringan nekrotik padaluka
ulkus tersebut.

d) Debridement Bedah. Debridement bedah ini lebih sering dilakukan


karena lebih cepat dan efisien untuk menghambat infeksi, antara lain
tujuannya, mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat jaringan nekrotik,
menghilangkan kalusdan menghilangkan resiko infeksilokal.

 PERAWATAN LUKA GANGREN

A. Pengertian

Gangren adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati.

B. Tujuan tindakan

1. Mencegah meluasnya infeksi


2. Memberi rasa nyaman pada klien

C. Indikasi

1. Luka terbuka / kotor


2. Luka gangren

D. PERSIAPAN

1.) Persiapan Alat

 Alat Seteril (bak instrument bersisi) :


a) 2 Pinset anatomi
b) 2 pinset chirurgis
c) 1 klem arteri
d) 1 gunting jaringan
e) 1 klem kocher
f) Kassa dan deppers seteril

 Alat Tidak Seteril


a) Bethadine
b) Larutan NaCl 0,9 %
c) Handscone
d) Kom kecil
e) Verban dan plester
f) Perlak
g) Tempat cuci tangan
h) Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )
i) Sampiran jika perlu
j) Masker jika perlu
k) Schort bila perlu
l) Obat-obatan sesuai program medis

2.) Persiapan Pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien
disiapkan pada posisi yang nyaman

E. PELAKSANAAN

 Tahap Pra Interaksi


a) melakukan verifikasi data sebelumnya
b) Perawat cuci tangan dan tutup sampiran
c) meletakkan alat didekat pasien

 Tahap Orientasi
a) mengucapkan salam terapeutik
b) menjelaskan mengenai prosedur tindakan dan tujuan tindakan
c) menanyakan kesiapan dan persetujuan pasien sebelum tindakan
d) memposisikan pasien senyaman mungkin

 Tahap Kerja
a) pasang perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan diganti balutannya
b) taruh bengkok di dekat pasien
c) memakai handscoen
d) membuka balutan dan membuang balutan lama ke bengkok
e) bersihkan luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan NaCl dan
bethadine
f) buang bagian-bagian yang kotor atau jaringan nekrotik
g) bersihkan dari area paling bersih ke area kotor ( dari dalam ke luar)
h) kompres luka dengan bethadin atau dengan salep tang telah ditentukan dokter
i) tutup luka dengan kassa steril
j) balut luka dengan verban
 Tahap Terminasi
a) bereskan alat-alat yang telah digunakan
b) perawat melepas handscoen
c) mencuci tangan
d) mengevaluasi hasil tindakan
e) berpamitan dengan pasien

 Tahap Dokumentasi

Mencatat hasil tindakan perawatan luka darin pada dokumen keperawatan :

Perhatian :

a) Perhatikan teknik aseptik dan antiseptik


b) Perhatikan jika ada pess / jaringan nekroti

2.2 Konsep Ronde


2.2.1 Definisi

Ronde Keperawatan adalah suatu tindakan yang dilaksanankan oleh perawat, di


samping klien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan
akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau
konselor, kepala ruangan, perawat assosciate, dan perlu juga melibatkan seluruh
anggota tim (Nursalam, 2014).
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat
atau siswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan
dilakukan oleh teacher nurse atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa untuk
pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien
(Saleh, 2012).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan ronde keperawatan adalah
suatu tindakan yang dilaksanankan oleh perawat, di samping klien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatanuntuk pemahaman yang jelas
tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien.
2.2.2 Karakteristik

Menurut Nursalam (2014), karakteristik ronde keperawatan sebagai berikut :

1. Klien dilibatkan secara langsung.


2. Klien merupakan fokus kegiatan.
3. Perawat assosciate, perawat primer, dan konsuler melakukan diskusi bersama.
4. Konselor memfasilitasi kreatifitas.
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan perawat assosciate,
perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dala mengatasi masalah.
2.2.3 Tujuan

Menurut Nursalam (2002), tujuan dari ronde keperawatan yaitu :


1. Menumbuhkan cara berfikir secara kritis.
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari
masalah klien.
3. Meningkatkan validitas data klien.
4. Menilai kemampuan justifikasi.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
6. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
7. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.

2.2.4 Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi.
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional.
4. Terjalinnya kerja sama antartim kesehatan.
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan
benar.
2.2.5 Kriteria Pasien
Menurut Nursalam (2014), mengatakan Pasien yang dipilih untuk dilakukan
ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sbb:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien dengan kasus baru atau langka.

2.2.6 Peran
Menurut Nursalam (2014), dalam ronde keperawatan setiap perawat memiliki
peran masing-masing diantaranya :
1. Perawat primer dan perawat assosciate
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk
memaksimalkan keberhasilan, antara lain :
a. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
b. Menjelaskan masalah keperawatan utama.
c. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
d. Menjelaskan tindakan selanjutnya.
e. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
2. Perawat primer lain atau konsuler
a. Memberikan justifikasi.
b. Memberikan reinforcement.
c. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta
tindakan yang rasional.
d. Mengarahkan dan koreksi.
e. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
A. Langkah-langkah

Langkah-langkah yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai


berikut:
PP
Tahap Pra

1. Penepatan pasien

2. Persiapan pasien :

- Informed concent
- Hasil pengkajian/ validasi data

- Apa diagnosis keperawatan?


- Apa data yang mendukung?
3. Penyajian Masalah - Bagaimana intervensi yang sudah
dilakukan?
- Apa hambatan yang ditemukan?

4. Validasi data di Bed Pasien

Tahap Pelaksanaan
Diskusi PP-PP,
di Nurse Station konselor, KARU

6. Kesimpulan dan
5. Lanjutan diskusi di
rekomendasi
nurse station
solusi masalah

Tahap Pelaksanaan

di kamar pasien

Pascaronde

(nurse station)
Keterangan :

1. Persiapan
a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b. Menentukan tim ronde.
c. Mencari sumber atau literature.
d. Membuat proposal.
e. Pemberian informed consent dan pengkajian kepada klien/keluarga.
f. Diskusi : Apa diagnosis keperawatan?, Apa data yang mendukung?,
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?, dan Apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan?.
2. Pelaksanaan ronde
a. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan
atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor/kepala ruangan
tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.
3. Pasca ronde
a. Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
b. Evaluasi, revisi dan perbaikan.
c. Kesimpulan dan rekomendasikan penegakan diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.
2.2.8 Kriteria Evaluasi

Menurut Nursalam (2014), kriteria evalusi yang dapat diambil yaitu :

1. Struktur
a. Persyaratan administratif (informed consent, alat, dan lainnya).
b. Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan.
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2. Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang
telah ditentukan.
3. Hasil
a. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.
b. Masalah pasien dapat teratasi.
c. Perawat dapat:
 Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.
 Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.
 Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien.
a. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
b. Meningkatkan kemampuan justifikasi.
c. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas
data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki
resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.

b. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.

c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat obesitas,
hipertensi, atau juga aterosclerosis
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM, penyebab
terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan diabetes mellitus
berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d. Pola Aktivitas
e. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak
makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita.
f. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada
eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
g. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (
self esteem).
i. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada kaki
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
j. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
k. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
l. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2. Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal
ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran masa
otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis
pasien sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi,
kacau mental.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status
hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi,
kacau mental.
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan
cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal),
tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik,
pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis.
c. Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi
pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering,
mungkin gambaran dari dehidrasi.
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
e. Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
f. Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
g. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon pasien secara individual.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia,
mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status
hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal
dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil :
a. pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan
zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
b.mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk
meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi dan Implementasi
a. Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
b. Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R: Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
d. Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat
kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali
dan ditangani secara tepat.
e. Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
b, pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh
dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah
mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik, setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
a. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
b. Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
c. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase
daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering
dantetap kencang (tidak berkerut).
R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.
d. Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,
menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.
e. Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R : penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

3.4 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
c. Infeksi tidak terjadi
d. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai