Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemasangan kateter thorak merupakan prosedur drainase udara dan cairan


dalam kavum pleura dengan pemasangan pipa melalui sela antar iga ke dalam kavum
pleura. Pada orang normal, kavum pleura terisi oleh lapisan cairan tipis (cairan
serousa) 4 ml yang berfungsi sebagai pelicin saat terjadi pergerakan paru, pada saat
respirasi. Keberadaan cairan ini karena adanya keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi. Pada keadaan pathologis keseimbangan ini dapat terganggu yang
mengakibatkan tertumpuknya cairan dalam kavum pleura dalam jumlah yang banyak
dengan manifestasi yang beragam, tergantung factor etiologi yang merusak
keseimbangan tersebut. Adanya udara atau akumulasi cairan dalam kavum pleura
akan mengganggu mekanisme ventilasi, menimbulkan gangguan fungsi
kardiovaskuler dan memberikan keluhan subyektif berupa sesak nafas. Gejala
tergantung jumlah dan kecepatan proses akumulasi udara atau cairan. Pemasangan
kateter thorak untuk drainase kavum pleura, pertama kali diperkenalkan oleh Bullen
pada tahun 1875. Satu tahun kemudian Croswell Hewett menggambarkan tehnik
Drainase Empiema menggunakan pipa karet yang dimasukkan ke dalam kavum pleura
dengan bantuan trokar. Tehnik ini baru digunakan secara luas pada tahun 1917.
Setelah terbukti sukses dalam pengobatan empiema post influenza. Penggunaan
tehnik drainase ini sangat mengurangi kasus kematian korban trauma thorak selama
perang dunia kedua. Saat ini pemasangan kateter thorak telah dilakukan secara luas
pada penderita dengan trauma thorak, pneumothorak, empiema, efusi pleura yang
masiv dan chylothorak. Seperti tindakan invasif lainnya, pemasangan kateter juga
dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan. Dengan indikasi yang tepat,
menggunakan tehnik yang benar serta memberikan perawatan pasca pemasangan
secara baik, kita dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang tidak
diharapkan. Pasien yang terpasang WSD adalah pasien dengan pneumotoraks,
hematototraks, efusi pleura dan emfiema sehingga memerlukan perawatan yang tepat.
Perawatan WSD merupakan salah satu tindakan keperawatan. Tindakan ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi, memantau kepatenan selang WSD serta
mengetahui kondisi di sekitar area pemasangan WSD. Maka dari itu perawatn WSD
bernilai penting.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah prosedur perawatan WSD (Water Seal Drainage)?

C. Tujuan

Untuk mengeahui prosedur perawatan WSD (Water Seal Drainage),


BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI

1. Pengertian
WSD (Water Seal Drainage) WSD adalah sebuah kateter yang
diinsersi melalui thoraks untuk mengeluarkan udara dan cairan. (Potter&
Perry, 2006) WSD adalah tindakan pemasangan kateter kedalam rongga
thoraks dengan tujuan untuk mengambil cairan dengan viskositas yang tinggi
ataupun darah, nanah maupun udara pada pneumothorak dan
menghubungkannya dengan water seal drainage. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
1998) WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah.pus) dari rongga pleura, rongga thorax, dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung Jadi kesimpulannya WSD adalah
tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus)
dari rongga thorak rongga pleura, dan mediastinum dengan cara memasukkan
selang atau tube (pipa penghubung) melalui atau menembus muskulus
interkostalis ke dalam rongga thoraks dan menghubungkannya dengan water
seal drainage.

2. Indikasi
a) Pneumothoraks: 1) Spontan 20% oleh karena rupture bleb
2) Luka tusuk tembus
3) Klem dada yang terlalu lama
4) Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b) Hemothoraks: 1) Robekan pleur
2) Kelebihan antikoagu
3) Pasca bedah thoraks
c) Thorakotomy: 1) Lobektomy
2) Pneumoktomy
d) Efusi pleura: Post operasi jantung
e) Emfiema: 1) Penyakit paru serius
2) Kondisi inflamsi
3. Kontraindikasi
a. Pasien yang tidak toleran, pasien tidak kooperatif.
b. Kelainan faal hemostasis (koagulopati), biasanya dilihat dari hasil lab
albumin, karena hasil albumin yang rendah menyebabkan tekanan koloid
osmotik/onkotik turun, sehingga permiabelitas kapiler meningkat, cairan intra
vaskuler merembes keluar akibatnya produksi cairan akan terus keluar, susah
untuk distop. Juga terjadi gangguan pembekuan darah dimana pada
pemasangan WSD ini harus dilakukan tindakan invasif yang bisa
menimbulkan perdarahan local.
c. Perlengketan pleura yang luas karena komplikasi, maka lebih
dipertimbangkan tindakan dekortikasi.
d. Hematothorax masiv yang belum mendapat penggantian darah cairan, jika
belum ada cairan darah pengganti dapat mengakibat syok pada pasien karena
kehilangan darah yang banyak.
e. Tindakan ini dapat mematikan pada
1) Bullosa paru.
2) Pasien dengan PEEP (Positive End Expiratory Pressure).
3) Pasien dengan satu paru.
4) Pasien dengan hemidiafragma, effusion pleura dan splenomegali.

4. Tujuan
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorak,
b. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura,
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps,
d. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada.
5. Tempat Pemasangan
a. Bagian Apex Paru (apical)
1) Anterolateral interkosta ke 1-2.
2) Fungsi: untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura,
b. Bagian Basal
1) postero lateral interkosta ke 8-9.
2) Fungsi: untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongg
pleura.
6. Jenis-Jenis WSD
a. WSD dengan sistem satu botol.
1) Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien
simple pneumothoraks,
2) Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang
selang yaitu I untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol.
3) Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam
2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang
menyebabkan kolaps paru.
4) Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk
memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar,
5) Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi,
6) Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan:
a) Inspirasi akan meningkat
b) Ekpirasi menurun.
Keuntungan WSD dengan sistem 1 botol:
1) Penyusunan sederhana
2) Mudah untuk klien yang dapat jalan.

Kerugian WSD dengan sistem 1 botal:


1) Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan diperlukan
untuk memungkinkan udara dan cairan pleural untuk keluar dari dada
masuk ke botol.
2) Campuran darah drainase dan udara menimbulkan campuran busa
dalam botol yang membatasi garis permukaan drainase.
3) Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari
tekanan botol.

b. WSD dengan sistem 2 botol


1) Digunakan 2 botol, I botol mengumpulkan cairan drainage dan botol
ke-2 botol water seal,
2) Botol dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong
dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang berisi water seal,
3) Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol I dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2,

4) Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan


mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan
keluar melalui selang masuk ke WSD,
5) Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,
hemopneumothoraks, efusi peura.
Keuntungan WSD dengan sistem 2 botol
1. Mempertahankan unit water seal pada tingkat konstan
2. Memungkinkan observasi dan pengukuran drainase yang lebih baik. Kerugian WSD
dengan sistem 2 botol
Kerugian WSD dengan system 2 botol
1. Menambah area mati pada sistem drainase yang mempunyai potensial untuk masuk ke
dalam area pleura.
2. Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
3. Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada adanya kebocoran pleura

c. WSD dengan sistem 3 botol


1) Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah
hisapan yang digunakan.
2) Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan.
3) Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam
air botol WSD.
4) Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan.
5) Botol ke-3 mempunyai 3 selang:
a) Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke
dua
b) Tube pendek lain dihubungkan dengan suction.
c) Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer.
Keuntungan WSD dengan system 3 botol :
Sistem paling aman untuk mengatur pengisapan
Kerugian WSD dengan sistem 3 botol:
a. Lebih kompleks.
b. Lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan
pemeliharaan.

7. komplikasi pemasangan WSD


 Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks,
atrial aritmia.
 Komplikasi sekunder infeksi, emfiema.
8. Prinsip Pencegahan Infeksi
Salah satu dari komplikasi pemasangan WSD adalah resiko terjadinya infeksi. Untuk
itu perlu diperhatikan beberapa prinsip bagi perawat sebelum, saat, sesudah tindakan
WSD maupun saat pencabutan selang WSD:
 Pada tindakan pemasangan WSD menggunakan prosedur yang benar
dengan tetap memperhatikan tehnik sterilitas, misalnya dengan
penggunaan prinsip universal precause (cuci tangan, handschoen.
masker, pakaian kerja dan topi). Pergunakan alat-alat steril,
Bersihkan daerah yang akan dilakukan pemasangan WSD dengan
antiseptic. Tujuannya untuk mencegah masuknya microorganime
yang dapat menimbulkan infeksi sekunder.
 Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
 Mendeteksi tempat insersinya slang, mengganti perband 2 hari.
sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kasa yang menutup bagian
masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh
pasien.
 Setiap penggantian botol/selang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus steril. Gunakan selang sekali pakai. Satu alat untuk
satu pasien.
 Memonitor tanda-tanda infeksi yang mungkin timbul dan mencatat
ttv setiap hari.
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
 Ajarkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, terutama menjaga kebersihan luka post WSD.
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
 Menganjurkan pasien untuk makan makanan bergizi dan istirahat
yang cukup.
 Batasi pengunjung, bila perlu.
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah meninggalkan pasien.
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotika.

Anda mungkin juga menyukai