Anda di halaman 1dari 11

Tugas dr. Sri Melati Munir, Sp.

P(K)

1. WSD (​Water Seal Drainage​)


Water Seal Drainage ​(WSD) ​atau juga dikenal sebagi ​tube
thoracostomy ​adalah salah satu modalitas terapi yang paling efektif untuk
kedua kelainan kompresi dari cavum pleura yakni pneumothoraks dan efusi
pleura. Water Seal Drainage merupakan tindakan invasif dengan cara
memasukkan selang atau tube kedalam rongga toraks dengan menembus
muskulus intercostalis. Indikasi WSD antara lain:
● Pneumotoraks > 20 %
● Hematotoraks > 300 cc
● Hematopneumotoraks
● Hidropneumotoraks
● Chylotoraks
● Empiema
● Kilotoraks
● Pasca thoracotomi

WSD ​memungkinkan drainase dari udara, darah, pus, cairan serous


dan cairan – cairan abnormal lain yang berasal dari cavum pleura dengan
hanya satu arah, yakni dari cavum pleura menuju ke botol WSD ​yang akan
menariknya.
Prosedur dilakukan melalui beberapa tahapan dan membutuhkan
beberapa peralatan, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam prosedur
pemasangan ​water seal draingae ​adalah:
● Handscoen
Steril
● Alkohol 80%
● Alat jahit
● Skalpel
● Trokar
● Selang ​WSD
● Collector
bottle
● Antiseptik

Setelah alat – alat dan bahan – bahan telah tersedia, maka tahapan –
tahapan yang dilakukan selama prosedur ​water sealed drainage ​:
1.) Melakukan ​informed consent​ dengan pasien dan keluarga.
2.) Menandai lokasi pemasangan selang ​WSD,​ lokasi yang biasanya di
gunakan adalah pada spatium intercostal V/VI pada linea
mid-aksilar atau pada “​safety triangle​” yakni bangunan yang
dibatasi oleh margo anterior m. Latissimus dorsi, margo lateral m.
Pectoralis major dan garis antara papilla mamae dengan apeks
fossa aksilaris.
3.) Melakukan tindakan aseptik dan anitseptik Mengusapkan alkohol
dan memberikan injeksi anestesi lokal pada lokasi pemasangan.
4.) Mengusapkan antiseptik pada lokasi pemasangan selang ​WSD.
5.) Melakukan incisi pada daerah yang sudah ditentukan.
6.) Memasukkan selang ​WSD ​ke dalam cavum pleura, ada dua cara
untuk memasukkan selang ​WSD ​yakni dengan metode ​trocar d​ an
blunting dissection​, masing – masing cara memiliki keuntungan
dan kerugiannya.
7.) Menjahit selang ​WSD d​ engan dinding dada pasien.
8.) Melakukan drainase sebanyak 200 ml pada penarikan
pertama. 9.) Melakukan drainase sebanyak 100 ml tiap jam
selanjutnya.
11.)Memastikan selang terpasang dengan tepat melalui foto rontgen
toraks.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan melalui terapi ​WSD t​ erdapat


beberapa macam. Ada yang berupa komplikasi insertional, mekanikal,
sistemik dan lokal. Berikut ini merupakan klasifikasi komplikasi –
komplikasi dari terapi ​water sealed drainage​ :
1.) Tube malposition ​: Yakni peletakan sealang ​WSD ​yang tidak
sesuai
dengan tempat seharusnya. Beberapa jenis tube malposition
meliputi, ​intraparenchymal tube placement, fissural tube
placement, chest wall tube placement, mediastinal tube placement
dan abdominal placement.
2.) ​Blocked drain ​: Adanya blokade pada selang ​WSD ​yang
menyebabkan drainase menjadi tidak lancar, dapat disebabkan oleh
karena kekakuan, terbentuknya gumpalan cairan, adanya puntiran,
terdapat sisa debris atau ikut terbawanya jaringan paru yang
mengakibatkan selan ​WSD ​menjadi tersumbat
3.) ​Chest drain dislodgement ​: Yakni terlepasnya selang ​WSD ​dari
cavum pleura pasien, dapat dihindari dengan prosedur yang baik
dan harus segera diatasi dengan memasangkan kembali selang
WSD ​melalui prosedur yang asepsis.
4.) Udema pulmonum reekspansi (​REPE)​ : Terjadinya udema
pulmonum setelah paru yang tadinya kolaps mengembang.
Patogenesis yang mendasarinya antara lain yakni adanya
peningkatan permeabilitas kapiler, adanya radikal bebas oksigen
yang menyebabkan kerusakan kapiler dan adanya penurunan
produksi surfactan.Tindakan pencegahannya diduga dapat
dilakukan dengan melakukan drainase tanpa suction, dan
melakukan drainase secara perlahan – lahan..
5.) Emfisema subkutis : adalah terebentuknya akumulasi udara pada
ruang subcutan pada dinding dada. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan krepitasi pada palpasi dinding dada.
6.) Cedera saraf : pada pemasangan ​WSD y​ ang kurang berhati – hati
dapat juga menyebabkan cedera pada saraf di sekitar lokasi
pemasangan ​WSD​, cedera saraf yang pernah terjadi akibat
pemasangan ​WSD ​antara lain yakni, ​horner’s syndrome, phrenic
nerve inury, long thoracic nerve injury d​ an ​ulnar neuropathy.​
7.) Cedera kardiovaskular : pada pemasangan ​WSD ​juga dapat
menagkibatkan cedera vascular yakni berupa perdarahan dan juga
dapat memicu komplikasi ke arah cedera jantung.
8.) ​Residual / post extubation pneumothoraks ​: yakni terjadinya
pneumothoraks akibat tidak terdrainasenya udara secara optimal
dan atau pneumothoraks yang terjadi karena prosedur pelepasan
WSD ​yang kurang baik.
9.) Fistula : yakni terbentuknya fistula yang dapat menghubungkan
pleura dengan subcutis atau bahkan fistula yang dapat
menghubungkan bronkus beserta cabangngnya dengan cavum
pleura dan dengan subcutis.
10.) Infeksi : Pada pemasangan ​WSD ​dapat terjadi infeksi yang bersifat
lokal pada sekitar lokasi terpasangnya selang ​WSD,​ dan yang lebih
parah dapat juga teradi infeksi di dalam cavum pleura hingga
mengakibatkan terbentuknya cairan pus pada cavum pleura,
dikenal juga dengan istilah empyema thoracis.

2. Indikasi WSD
a. Pneumotoraks dan Hidropneumotoraks
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya udara dalam
rongga pleura. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya
udara dalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi oleh
udara sehingga paru-paru dapat kempang kempis. Udara dalam kavum pleura
ini dapat ditimbulkan oleh :
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang
memasuki alveolus akan memasuki rongga pleura. Pneumotoraks seperti ini
disebut dengan closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tidak bisa keluar
lagi dari cavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum ke arah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat
hubungan antara kavum pleura dan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung melewati lubang tersebut
dibandingkan dengan traktus respiratorius yang sebenarnya. Pada saat inspirasi,
tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan paru kolaps pada paru ipsilateral.
Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum
pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open
pneumotoraks.
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Hidropneumotoraks dapat terjadi karena pneumotoraks yang berlangsung lama
kemudian timbul cairan atau karena udara masuk dengan tidak sengaja
(iatrogenik) saat dilakukan pungsi pada efusi pleura atau karena suatu proses
infeksi kuman yang menghasilkan gas.
WSD (​Water Seal Drainage)​ dipasang jika pasien dengan sesak nafas
yang berat dan luas pneumotoraks > 20%. Dengan pemasangan WSD udara
yang ada di cavum pleura bisa dikeluarkan dan tekanan pada rongga pleura
menjadi negatif kembali. Pada kasus Pneumotoraks dan Hidropneumotoraks
pemasangan WSD dilakukan untuk mengalirkan udara dan atau cairan dari
dalam rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga pleura.
Untuk mengetahui keberhasilan pemasangan, setelah klinis membaik maka
dilakukan pemeriksaan rontgen ulang untuk mengetahui pengembangan paru.

b. Kilotoraks
Suatu keadaan dimana terdapatnya cairan limfa di pleura. Warna cairan ini
seperti susu, hal ini disebabkan oleh karena terdapatnya kilomikron, yakni
butir-butirlemak dengan ukuran 1 mikron yang diserap dari dalam intestinum.
Secara kimiawi butir-butir lemak ini terdiri dari komplek trigliserida dengan
lipoprotein, fosfolipid dan kolesterol.Melalui duktus limfatikus cairan ini
sampai ke duktus toraksikus dan oleh karena sesuatu sebab maka cairan ini
masuk ke pleura.Penyebab yang paling sering adalah trauma, tetapi dapat juga
nontrauma, bahkan dapat pula penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Bila terjadi trauma, misalnya, maka kilotorak akan berkumpul di
mediastinum dan bila mediastinum ini robek, maka cairan ini akan masuk ke
dalam pleura. Pada penyebab yang nontrauma, terutama disebabkan oleh
kelainan dari duktus toraksikus dan keadaan ini merupakan 50-60% dari kasus
dibandingkan dengan yang trauma, yakni hanya 10-40% dari kasus.Sedangkan
pada yang nontrauma, terutama disebabkan oleh congenital, yakni fistula antara
duktus toraksikus dengan pleura.Tumor limfoma, fibrosis mediastinum,
limfangiomiomatosis pulmonal, keseluruhannya dapat menyebabkan terjadinya
kilotorak. Tindakan pemasangan WSD dengan pipa yang mutipel (multiple
tube) hasilnya akan tergantung kepada ada tidaknya perlengketan pleura dan
tertutupnya duktus.
Kilotoraks Chylothoraks sulit diterapi, meskipun dengan pemasangan
kateter thorak dan disertai pleurodesis. Penyebab chylothoraks adalah trauma,
malignansi, abnormalitas kongenital.
c. Empiema
Keputusan kapan kita akan menggunakan WSD berdasarkan pada
karakteristik cairan pleura, dapat juga berdasarkan foto toraks atau CT scan
toraks. Indikasi pemasangan WSD jika terdapat pus, pemeriksaan gram dan
pewarnaan dengan hasil positif, glukosa cairan pleura < 40 mg/dL, LDH > 1000
IU atau pH < 7,1. Efektifitas drainase dinilai dengan menlihat kurve panas
harian selama 5 – 8 hari setelah pemasangan.
Empiema thoracis setelah dipungsi tidak berhasil atau pus sangat kental,
sehingga perlu dipasang WSD dengan chest tube yang besar, kadang harus
dilakukan reseksi iga. Cairan empiema perlu didrainase secepatnya dan
sebanyak-banyaknya, untuk mengurangi gejala toksis dan mempercepat resolusi
proses inflamasi. Pada fase akut, permukaan paru masih fleksibel dan akan
mengembang sempurna setelah cairan empiema di drainase sampai habis.
Keterlambatan drainase sering perlu diikuti dekortikosi, karena terbentuk peel
pada permukaan paru.
d. Hemathoraks
Merupakan akumulasi darah dan cairan di dalam rongga pleura di antara
pleura parietal dan pleura viseral, biasanya merupakan akibat trauma.
Hemathoraks menghasilkan tekanan ( counterpressure ) dan mencegah paru
berekspansi penuh. Hematothoraks juga disebabkan oleh perdarahan dari
jantung, paru, pembuluh darah besar serta percabangannya, arteri / vena
intercostalis, diafragma, pembuluh darah dinding dada, rupturnya pembuluh
darah pada perlekatan pleura, neoplasma, kelebihan antikoagulan, pascabedah
thorak juga ruptur pembuluh darah kecil akibat proses inflamasi, seperti
pneumonia atau tuberkulosis. Selain terjadi nyeri dan dispneu, juga dapat terjadi
tanda dan gejala syok apabila mengalami kehilangan darah yang banyak.
Hemathoraks di atas 400cc (Moderat : 300 – 800 cc , Severe : lebih 800 cc)
atau symptomatis merupakan indikasi pemasangan kateter thorak. Evakuasi
darah pada hemathoraks masiv (lebih dari 2000 cc) harus diawali dengan
penggantian cairan atau darah. Hemathoraks yang termasuk dalam indikasi
pemasangan kateter thoraks adalah Hematothoraks bilateral,
Hemato-pneumothoraks. Pemasangan kateter thoraks untuk mencegah
pembentukkan bekuan darah dalam kavum pleura dan untuk memonitor
kemungkinan berlanjutnya perdarahan.
e. Hematotoraks
Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada toraks. Sumber perdarahan umumnya berasal dari interkostalis
atau mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat
menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat terjadi syok
hipovolemik berat yang mengakibatkan terjadinya kegagalan sirkulasi, tanpa
terlihat adanya perdarahan yang nyata oleh karena perdarahan masif yang
terjadi, yang terkumpul di dalam rongga toraks. Manifestasi klinis yang
ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah
darah yang terakumulasi. Perlu diperhatikan adanya tanda dan gejala dari
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan. Pemeriksaan foto toraks
boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil. Pada kasus hematotoraks terlihat
bayangan difus radioopak pada seluruh lapangan paru, dijumpai bayangan air
fluid level pada kasus hematopneumotoraks.
Penatalaksanaan hematotoraks yaitu penanganan hemodinamik segera
untuk menghindari kegagalan sirkulasi serta pada 90 % kasus hematotoraks
tindakan bedah yang dilakukan hanya dengan Torakostomi dan WSD.

f. Efusi Pleura
Indikasi pemasangan WSD pada efusi pleura yaitu adanya efusi pleura
masif yang merupakan komplikasi dari keganasan yang terutama disebabkan
oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura massif memiliki dua sifat
yang khas yaitu cairan pleural lazimnya berwarna merah (hemoragik) dan pada
umumnya cepat diproduksi kembali setelah diaspirasi.
Jika jumlah cairan terlalu banyak sebaiknya dipasang WSD sehingga
cairan dapat dikeluarkan secara lambat tapi aman dan sempurna. WSD harus
diawasi setiap hari dan bila sudah tidak terlihat undulasi pada selang, maka
cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru telah mengembang. Untuk
memastikan hal ini dapat dilakukan pembuatan foto toraks.

Anda mungkin juga menyukai