07 September 2019
Roni Ardian
NIM. 1710245999
Latar belakang : Diagnosis dini kanker paru mempunyai peran penting dalam
mengurangi angka kematian akibat kanker paru. Teknik sitologi lebih aman, ekonomis
dan memberikan hasil cepat. Bilasan bronkus, sikatan bronkus dan aspirasi jarum halus
tidak hanya melengkapi biopsi jaringan dalam mendiagnosis kanker paru tetapi juga
dibandingkan.
Objektif : (1) Untuk mengetahui hasil diagnostik dari bronchoalveolar lavage, sikatan
bronkus dan FNAC dalam mendiagnosis keganasan paru. (2) Untuk membandingkan
akurasi dari ketiga teknik sitologi ini. (3) Untuk mengkorelasikan diagnosis sitologis
dengan temuan klinis, bronkoskopi dan Temuan CT. (4) Korelasi sitologis dan
histopatologis lesi paru.
Metode : Semua pasien yang datang dengan kecurigaan klinis atau radiologis dari
keganasan paru dalam waktu 2,5 tahun dimasukkan dalam penelitian. Bronchoalveolar
lavage merupakan jenis spesimen sitologi yang paling umum (82,36%), diikuti oleh
FNAC dipandu CT (9,45%) dan sikatan bronkus (8,19%). Sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif dan nilai prediksi negatif untuk semua teknik dan korelasi dengan
histopatologi dilakukan dengan menggunakan rumus standar.
Hasil : Teknik yang paling sensitif adalah FNAC - CT (87,25%) diikuti oleh sikatan
bronkus (77,78%) dan BAL (72,69%). FNAC - CT memiliki hasil diagnostik tertinggi
(90,38%), diikuti oleh sikatan bronkus (86,67%) dan BAL (83,67%). Spesifisitas dan
nilai prediksi positif masing-masing adalah 100% dari semua teknik. Negatif palsu
terendah diperoleh pada FNAC – CT (12,5%) dan tertinggi pada BAL (27,3%). Nilai
prediksi negatif tertinggi adalah BAL (76,95%) diikuti oleh sikatan bronkus (75,59%)
dan FNAC – CT (70,59%).
Kesimpulan : Sebelum memberikan pengobatan antituberkulosis, setiap upaya harus
dilakukan untuk menyingkirkan keganasan. FNAC – CT memiliki hasil diagnostik
2
tertinggi di antara tiga teknik sitologi. BAL merupakan alat penting dalam skrining lesi
sentral dan lesi yang dapat diakses dan dapat digunakan pada tempat dengan FNAC -
CT tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan karena keterbatasan teknis dan biaya.
Pendahuluan
Kanker paru merupakan salah satu kanker yang paling umum dan mematikan, terhitung
17,8% dari semua kematian akibat kanker. Sejak tahun 1970 tingkat kelangsungan
hidup kanker paru dalam 5 tahun tetap tidak berubah pada <15%. Telah diakui bahwa
prognosis kanker paru sangat terkait dengan stadium kanker pada saat diagnosis dan
tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 5% untuk kanker stadium IV dan 80% untuk
stadium I. Oleh karena itu, tingkatkan deteksi dini stadium kanker paru sangat penting
untuk meningkatkan prognosis kanker paru. Di India, kasus kanker paru menempati
urutan kelima. Sel skuamous merupakan kanker paling umum pada perokok dan sel
adenokarsinoma pada bukan perokok.
Karsinoma sel kecil memiliki hubungan yang lemah dengan merokok. Gejalanya seperti
demam, batuk berdahak, hemoptisis, penurunan berat badan dan anoreksia yang
umumnya terjadi pada tuberkulosis (TB) dan kanker paru. Sejumlah besar kasus kanker
paru awalnya salah didiagnosis dan diperlakukan sebagai TB. Selain itu di Negara kami
TB masih merupakan penyakit paling umum dan merupakan penyebab utama
keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan kanker paru. Salah satu cara untuk
mengurangi kanker paru adalah dengan mendiagnosis stadium penyakit sedini mungkin.
Tujuan jangka panjang dari peneliti kanker adalah mengembangkan teknik untuk
menegakkan diagnosis kanker paru sedini mungkin dan memberikan pengobatan kanker
paru yang dapat menurunkan angka kematian. Meskipun histopatologi merupakan
standar emas dalam menegakkan diagnosis kanker paru, tetapi tidak mungkin untuk
melakukan biopsi bronkial pada semua pasien dengan kecurigaan kanker paru. Pada
kasus lesi perifer dan terdapat resiko perdarahan untuk melakukan biopsi bronkial
menjadi lebih sulit dan membutuhkan keahlian. Teknik sitologi lebih aman, ekonomis,
dan hasilnya cepat. Sikatan dan bilasan bronkus serta aspirasi jarum halus tidak hanya
melengkapi biopsi jaringan dalam diagnosis kanker paru tetapi juga dibandingkan.
3
Materi dan metode
Penelitian ini dilakukan di Departemen Patologi Rumah Sakit dan Pusat Penelitian
Kanker Bhagwan Mahaveer, Jaipur. Pasien tidak hanya dari Rajasthan tetapi juga
berasal dari negara bagian terdekat. Semua pasien yang datang dengan kecurigaan
klinis dan radiologis dari keganasan paru di institut kami dalam periode 2,5 tahun
dimasukkan dalam penelitian. Dari 1004 pasien yang mempunyai kecurigaan klinis dan
radiologis mendatangi lembaga kami, sebanyak 504 pasien memiliki sampel yang
terdiri dari sampel sitologi dan histopatologi yang diambil di lembaga kami atau
membawa sampel dari luar.
Semua subjek penelitian diidentifikasi dan dijelaskan mengenai sifat dan tujuan
penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, pasien ditanya tentang riwayat klinis dan
informasi sosiodemografi lainnya. Ini dicatat pada jadwal yang telah ditentukan
sebelumnya. Spesimen bronkoskopi meliputi, Bronchoalveolar lavage (BAL), bilasan
bronkus, sikatan bronkus, aspirasi jarum transbronkial dengan panduan CT dan biopsi
paru transbronkial / biopsi paru endobronkial.
Prosedur
Secara umum, sikatan dan bilasan bronkus diambil dari setiap area yang mencurigakan
secara klinis, dengan pemberian berulang larutan salin steril sebanyak 3–5 ml. Sikatan
dilakukan dengan sikat kecil berbulu kaku yang berbentuk melingkar. Sikatan
dilakukan sebelum biopsi agar darah tidak mempengaruhi hasil sikatan dan bilasan.
Spesimen terdiri dari sel bronkial bersilia dan makrofag dan diwarnai secara optimal.
Sel epitel bersilia atau skuamosa (> 5%) menunjukkan spesimen terkontaminasi oleh
bahan bronkial atau oral yang menunjukkan bahwa spesimen BAL tidak representatif
yang berasal dari saluran napas bagian distal.
Kriteria untuk penolakan spesimen adalah makrofag alveolar <10 per lapang pandang,
jumlah epitel yang berlebihan yang menunjukkan perubahan degeneratif atau melebihi
jumlah makrofag alveolar, mukopurulen eksudat sel polimorfonuklear, terdapat banyak
sel darah merah dan perubahan degeneratif atau artefak. Berkenaan dengan aspirasi
jarum halus yang dipandu CT tidak ada kriteria kecukupan spesimen secara spesifik.
Hasil spesimen dari BAL, sikatan dan bilasan bronkus setelah diterima di laboratorium
4
diaduk dengan bantuan tongkat aplikator, kemudian dituangkan ke dalam tabung
sentrifugasi dan kemudian disentrifugasi pada 2000 rpm dalam 10 menit. Supernatan
diambil dan dibuat dua apusan dan difiksasi dengan etil alkohol 95% dan diwarnai
dengan pewarnaan Giemsa secara hematoxylin Harris (pewarnaan regresif).
Hasil
Kelompok studi terdiri dari 550 spesimen sitologi dari 504 pasien selama masa studi
2,5 tahun. BAL merupakan jenis spesimen sitologi paling umum sebanyak 82,36%,
diikuti oleh FNAC – CT sebanyak 9,45% dan sikatan bronkus sebanyak 8,19% (tabel
1). Usia rata-rata dalam kelompok penelitian kami adalah 57,60 (tabel 2) dengan rasio
laki-laki dan perempuan sebesar 8,4: 1 (tabel 3). Dalam penelitian kami, batuk
merupakan keluhan utama (62%), diikuti oleh dispnea (55,3%), nyeri dada (45%), dan
penurunan berat badan (31,67%) (tabel 4). Pasien dengan riwayat terapi
antituberkulosis sebelum didiagnosis kanker paru sebanyak 8,53% (tabel 5). Prevalensi
merokok sebanyak 35,9% pada populasi penelitian. Sebanyak 58% perokok didiagnosis
menderita kanker paru.
Pada perokok karsinoma sel skuamosa merupakan tumor bronkogenik yang paling
umum (47,67%), diikuti oleh karsinoma sel kecil (34,29%) (tabel 6). Hanya satu pasien
dalam kelompok penelitian kami memiliki riwayat keluarga paru yang positif kanker.
Temuan radiologis dalam penelitian kami lesi massa dengan atau tanpa kolaps paru
sebanyak 26,67% (tabel 7), efusi pleura sebanyak 20%, opasitas sebanyak 12,67%,
konsolidasi / rongga / nodul / fibrosis sugestif TB sebanyak 5,33% dan foto toraks
normal ditemukan pada 26% pasien (Tabel 8). Dari 300 pasien kanker paru, tumor yang
terlihat pada bronkoskopi ditemukan pada 122 pasien (40,67%) pasien. Karsinoma sel
skuamosa dan karsinoma sel kecil merupakan tumor yang banyak terlihat pada
bronkoskopi dibandingkan dengan jenis sel lainnya terutama pada bronkus utama kanan
(BUKa) sebanyak 23,77%, diikuti oleh bronkus utama kiri (BUKi) sebanyak18,85%,
dan lobus atas kanan (LAKa) sebanyak 13,11% (Tabel 9 dan 10).
5
Tabel 1. Jenis spesimen sitologi
Jenis spesimen Jumlah kasus Persentase
BAL 453 82,36
Sikatan bronkus 45 8,19
FNAC – CT 52 9,45
Total sampel sitologi 550
6
Tabel 6: Merokok dan jenis keganasan
Jenis histopatologi Perokok Persentase
Karsinoma sel skuamosa 49 46,67
Karsinoma sel kecil 36 34,29
Karsinoma bukan sel kecil 6 5,71
Adenokarsinoma 2 1,90
Lainnya 12 11,43
Total 105
7
Tabel 10: Proporsi jenis sel kanker paru yang terlihat dan tidak terlihat pada
bronkoskopi
Tumor yang Karsinoma Karsinoma NSCLC Adenokarsinoma Lainnya
terlihat pada sel sel kecil
bronkoskopi skuamosa
Ya (n=122) 63 33 16 5 5
Tidak (n=178) 91 48 8 9 22
Total (n=300) 154 81 24 14 27
Kasus karsinoma sel skuamosa sebanyak 72,13% merupakan lesi sentral dan 69,51%
merupakan lesi perifer. Karsinoma sel kecil sebanyak 53,33% merupakan lesi sentral
dan 24,44% merupakan lesi perifer. Adenokarsinoma sebagian besar terletak di perifer
sebanyak 80% dan 50% terletak di sentral. Perbedaan yang jelas antara karsinoma sel
kecil dan karsinoma bukan sel kecil yaitu 62,5% karsinoma sel kecil terletak di perifer
dan sebanyak 78,57% karsinoma bukan sel kecil terletak di sentral.
8
Diskusi
Kelompok studi terdiri dari 550 spesimen sitologi dari 504 pasien selama masa studi
2,5 tahun. BAL merupakan spesimen sitologi yang paling umum sebanyak 82,36%,
diikuti oleh FNAC – CT sebanyak 9,45% dan sikatan bronkus sebanyak 8,19% (Tabel
1). Ketiga teknik itu tidak digunakan secara bersamaan pada pasien yang diteliti. Pada
47 pasien (15,67%), dua jenis spesimen yang diterima yaitu BAL dan sikatan bronkus
sebanyak 20 sampel (6,67%), spesimen dari BAL dan FNAC – CT sebanyak 22 sampel
(7,33%), spesimen dari sikatan bronkus dan FNAC – CT sebanyak 5 sampel (1,67%).
Ketiga jenis spesimen diterima yaitu pada dua pasien.
Pada pasien dengan keganasan, usia rata-rata untuk laki-laki adalah 58,00 standar
deviasi (SD ± 10,175) dan untuk perempuan standar deviasi 55.06 (SD ± 11.28) (Tabel
2). Dominasi laki-laki terlihat dalam kelompok studi 8.4:1. Temuan penelitian kami
sama dengan penelitian lainnya di India seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Batuk
dan dispnea merupakan keluhan yang paling umum diikuti oleh nyeri dada dan
penurunan berat badan (Tabel 4). Riwayat pengobatan sebelumnya ditanyakan
mengenai TB dan penggunaan obat anti tuberkulosis karena TB merupakan stigma di
negara kami dan pasien malu untuk memberikan riwayat pengobatan TB yang jelas.
Fakta ini jelas digambarkan dalam tabel 5 sebanyak 53 pasien (9,51%) memberikan
riwayat positif TB dan 117 pasien (23,21%) mengakui penggunaan terapi anti
tuberkulosi. Dari 117 pasien yang mendapatkan terapi anti tuberkulosis, 43 pasien
positif keganasan dan 74 pasien tidak memiliki keganasan. Empat puluh tiga pasien
yang positif keganasan telah mengkonsumsi obat anti tuberkulosis selama 3 bulan.
FNAC - CT memiliki sensitivitas tertinggi di antara ketiga teknik. Tidak ada kasus
positif palsu yang dilaporkan mengenai sitologi, oleh karena itu nilai prediksi positifnya
100% untuk semua teknik (Tabel 11).
Sensitivitas BAL dalam berbagai penelitian lain dari literatur bervariasi dari 21%
hingga 78%. Hasil kami rendah dalam hasil pemeriksaan dengan teknik BAL (Tabel
12). Sensitivitas menjadi rendah karena disebabkan perbedaan dalam pemilihan kasus.
Beberapa peneliti membuang alikuot pertama yang mengandung banyak bahan
bronkial. Untuk mendiagnosis keganasan, spesimen ini memiliki materi dengan hasil
diagnostic yang tinggi. Beberapa klinisi menyaring spesimen BAL dengan kain tenun
9
longgar untuk membuang lendir. Sel-sel ganas sering terbuaang secara tidak sengaja
dalam proses penyaringan ini. Meskipun sensitivitas BAL rendah 72,69% dibandingkan
dengan teknik lain, tetapi teknik ini masih digunakan karena tidak bersifat invasif dan
dengan sampel yang lebih banyak hasilnya dapat ditingkatkan (Gambar 1-3).
Seperti BAL, sensitivitas sikatan bronkus bervariasi dari 21% hingga 93% (Tabel 13).
Penyebab bervariasinya sensitivitas dalam penelitian lain disebabkan karena
penggunaan teknik yang berbeda untuk pengambilan dan dalam proses menyikat
spesimen seperti jenis sikat yang digunakan secara tertutup atau tidak tertutup (Gambar
4 dan 5).
Sensitivitas dan spesifisitas FNAC - CT adalah 87,25% dan 100% (Tabel 14).
Sensitivitas FNAC – CT dalam penelitian ini rendah dibandingkan dengan penelitian
lain karena keterbatasan utama dalam masalah keuangan sehingga tidak mungkin untuk
melakukan FNAC – CT pada semua pasien sehingga jumlah pasien yang melakukan
FNAC – CT sedikit sehingga tidak bias mendapatkan bahan yang cukup untuk
penilaian sitologi. Selain itu pada kanker stadium lanjut lebih banyak jaringan nekrosis
sehingga akan menyebabkan peningkatan kasus negatif palsu.
10
Gambar 2 : Bronchioalveolar Lavage pada karsinoma sel kecil (× 40)
11
Gambar 4 : Sikatan bronkus pada karsinoma sel kecil (× 40)
Hasil positif palsu dalam sitologi dapat dilaporkan karena salah penilaian terhadap
spesimen karena terjadi perubahan seluler yang disebabkan inflamasi kronis seperti
pneumonia (atipikal histiosit), TB, bronkiektasis, (salah penilaian terhadap sel epitel
kuboid sebagai karsinoma sel kecil), metaplasia skuamosa dan polimorfisme sel
alveolar pada fibrosis paru. Jika hasil sitologi mencurigakan untuk sel ganas, tindakan
biopsi diulang dan dikorelasikan dengan gejala klinis, temuan radiologis dan
12
bronkoskopi sebelumnya. Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lachman dan Rennard yang juga tidak menjumpai positif palsu. Karena
tempat kami adalah rujukan rumah sakit, kasus yang kami terima sebelumnya sudah
diperiksa ditempat lain sebelumdatang ke rumah sakit kami sehingga menghasilkan
nilai positif palsu yang rendah karena sebelumnya ada upaya untuk menyingkirkan
keganasan.
Nilai negatif palsu pada BAL adalah 27,31%, dibandingkan dengan sikatan bronkus
sebanyak 22,22% dan FNAC – CT sebanyak 12,50%. Nilai negatif palsu disebabkan
karena peradangan, bahan non representatif dan aspirasi hiposeluler. Hasil negatif palsu
menandakan bahwa spesimen sitologis tidak mengandung sel ganas. Tidak adanya sel
ganas dapat dikaitkan karena ketidakmampuan sel ganas untuk lepas dari permukaan
epitel sehingga menyebabkan rendahnya sel ganas dalam cairan BAL. oleh karena itu
sering mendapatkan hasil negatif palsu pada pemeriksaan sitologi karena kurangnya sel
ganas dalam apusan sitologi.
13
Total 45
Diagnosis akhir histopatologi dari 300 kasus ganas diambil sebagai standar emas dalam
penelitian kami, 154 kasus (51,33%) merupakan karsinoma sel skuamosa yang paling
umum banyak dalam penelitian kami (Tabel 15). Keganasan kedua adalah karsinoma
sel kecil sebanyak 81 kasus (27%), selanjutnya adenokarsinoma sebanyak 17 kasus
(5,67%). Meskipun di negara lain terjadi peningkatan adenokarsinoma, namun dinegara
kami karsinoma sel skuamosa merupakan yang paling umum dari keganasan paru
primer. Dalam 22 kasus (7,33%) diagnosis NSCLC dapat ditegakkan walaupun sampel
tidak dapat diambil berulang karena keterbatasan kondisi umum pasien.
14
Demikian pula dalam 2 kasus, diagnosis keganasan dapat ditegakkan tanpa klasifikasi
lebih lanjut dalam tipe sel kecil atau bukan sel kecil, karena lesi yang nekrosis. Delapan
kasus (2,67%) karsinoma yang berdiferensiasi buruk akhirnya didiagnosis. Keganasan
lain yang jarang ditemukan yaitu 3 kasus karsinoma sel besar yang tidak
berdiferensiasi, 2 kasus spindle cell carcinoma, 2 kasus karsinoma campuran sel kecil
dan bukan sel kecil, 1 kasus karsinoma bronkoalveolar, 1 kasus tumor karsinoid dan 1
kasus keganasan hematolimfoid. Kami mendiagnosis 6 kasus karsinoma metastasis di
paru, 2 kasus mesothelioma, 1 kasus masing-masing karsinoma kistik adenoid, dan
karsinoma sel skuamosa dari daerah kepala dan leher, adenokarsinoma dari prostat dan
fibrosis ganas histiositoma dari daerah paha. Dari 2 sel spindle karsinoma, kami
mendapat salah satu jenis sebagai sarkoma synovial melalui konfirmasi
imunohistokimia. Walaupun histopatologi tetap menjadi standar emas dalam
mendiagnosis keganasan di paru, teknik sitologi FNAC – CT dapat digunakan untuk
menentukan jenis tumor (Gambar 6-8).
15
Gambar 7 : FNAC – CT pada karsinoma sel kecil (× 40)
Kesimpulan
Di negara berkembang seperti India kasus TB merupakan penyakit yang banyak pada
populasi umum sehingga ada resiko untuk terjadi kesalahan dalam mendiagnosis
kanker paru, oleh karena itu, sangat disarankan untuk menggunakan teknik sitology
yang terjangkau, cepat dan dapat diandalkan untuk menyaring kasus yang dicurigai
keganasan.
16
Critical Appraisal
1.PICO
P : 504 pasien yang memiliki sampel yang terdiri dari sampel sitologi dan histopatologi
I : Bronkoskopi
C : Mengetahui hasil diagnostik dari bronchoalveolar lavage, sikatan bronkus dan
FNAC – CT dalam mendiagnosis keganasan paru
O : FNAC – CT memiliki hasil diagnostik tertinggi di antara tiga teknik sitologi
2. Validitas
- Apakah studi ini menjawab masalah ?
→Ya
-Apakah ada kriteria ditentukan dalam menentukan artikel sesuai ?
→ Ya
-Apakah ada kemungkinan penelitian lain yang sama (relevan) dengan penelitian lain
tapi tidak ditelaah?
→ Ada
-Apakah validitas dari semua peneltiaan ditelaah ?
→ Ya
-Apakah penilaian dari penelitian ini dapat digunakan secara luas?
→ Ya
-Apakah penilaian dari penelitian ini sama dengan penelitian lainnya ?
→ Ya
3. Importance
Apakah hasil akhir dari peneltian ini ?
FNAC – CT memiliki hasil diagnostik tertinggi di antara tiga teknik sitologi. BAL
merupakan alat penting dalam skrining lesi sentral dan lesi yang dapat diakses dan dapat
digunakan pada tempat dengan FNAC - CT tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan
karena keterbatasan teknis dan biaya.
4.Applicabality
Apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada pasien ini? Ya
Apakah semua hasil klinis penting dipertimbangkan? Ya
Apakah hasil akhir memberikan manfaat? Ya
17