Anda di halaman 1dari 15

Tumor Paru Ganas dan Tata Laksananya

Andreas Felix Leonardo 102019067


Victor Immanuel Parrangan 102019159
Clara Nikita Angeline 102019031
Theresia Karolina Purba 102019062
Annisa Sri Rachma Muthia 102019096
Febriola Irfiani Yami Tuwul 102019136
Gregoriana Ovania Losor 102019166
Kelompok : B6
Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : theresia.102019062@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Tumor paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Tumor paru ganas umumnya dibagi menjadi dua kategori besar, yakni kanker
paru sel kecil (small cell lung cancer-SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (non-small
cell lung cancer-NSCLC). Pasien dengan Tumor paru biasanya memiliki keluhan batuk
produktif lebih dari 2 minggu yang tidak respon dengan obat batuk. Untuk itu diperlukan
suatu sistem yang mampu mendiagnosa penyakit yang diderita oleh pasien, sehingga
mampu mengenali apakah pasien menderita penyakit tumor paru. Tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk membahas mengenai penyakit tumor paru. Dalam tulisan ini
diulas mengenai cara anamnesis pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
etiologi, epidemiologi, gambaran klinis dan penatalaksanaan penyakit tumor paru.
Kata kunci : Batuk, NSCLC, Patofisiologi, SCLC, Tumor Paru

Abstract
Lung tumors are primary lung malignancies originating from the airways or bronchial
epithelium. Malignant lung tumors are generally divided into two broad categories,
namely small cell lung cancer (SCLC) and non-small cell lung cancer (NSCLC). Patients
with lung tumors usually have a productive cough for more than 2 weeks that does not
respond to cough medicine. For that we need a system that is able to diagnose the
disease suffered by the patient, so as to be able to recognize whether the patient has lung
tumor disease. The purpose of this paper is to discuss about lung tumor disease. This
paper reviews the patient history, physical examination, investigations, etiology,
epidemiology, clinical features and management of lung tumors.
Keywords: Cough, Lung Tumor, NSCLC, Pathophysiology, SCLC
Pendahuluan
Tumor paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel
bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia. Tumor dibagi mejadi dua golongan besar yaitu tumor jinak
(benign) dan tumor ganas (malignant) atau yang popular dengan sebutan kanker. Dan
defenisi kanker paru adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran nafas
(Bronkhus).
Kanker paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker. Sekitar 32% dari semua
kematian akibat kanker pada pria dan 25% pada wanita disebabkan oleh kanker paru.
Sebagian besar kasus kanker paru terjadi pada individu berusia 35-75 tahun dengan
insidensi puncak terjadi antara usia 55-65 tahun. Di Amerika Serikat pada tahun 2010,
157.300 orang diproyeksikan meninggal akibat kanker paru-paru. Angka tersebut
melebihi total jumlah kematian akibat kanker kolon, rektum, payudara, dan prostat.
Hanya sekitar 2% pasien kanker paru yang didiagnosis dengan metastasis dapat tetap
hidup lima tahun setelah diagnosis. Tingkat kelangsungan hidup untuk kanker paru yang
didiagnosis pada stadium awal lebih tinggi, yakni sekitar 49% dapat bertahan hidup
selama lima tahun atau lebih.1

Pembahasan
Seorang perempuan 75 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan batuk.
 Identifikasi istilah: -
 Sasaran pembelajaran :
1. Mahasiswa memahami dan mempelajari patofisiologi tumor paru.
2. Mahasiswa memahami dan mendalami penegakan diagnosis tumor paru.
3. Mahasiswa mengetahui differential diagnosis tumor paru.
4. Mahasiswa mengetahui tatalaksana tumor paru.

 Rumusan masalah: Perempuan 75 tahun dengan keluhan batuk.


 Hipotesis: Seorang perempuan 75 tahun mengalami tumor paru sinistra suspect
ganas.

Anamnesis
Dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter
yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennya sendiri.

a. Identitas pasien (Nama, Usia, Pekerjaan, dll).


b. Keluhan Utama: batuk.
c. Riwayat Penyakit Sekarang:

Batuk kering sejak 1 tahun yang lalu, sejak 5 bulan ini batuk berdahak. Dahak jernih, 1
bulan terakhir keluar dahak campur darah. Demam hilang timbul. Penurunan berat badan
sekitar 15 kg dalam 1 tahun terakhir, nafsu makan menurun, kadang dada terasa nyeri.
Pasien riwayat merokok selama 40 tahun, 2 bungkus per hari. Rokok kretek

d. Riwayat Penyakit Dahulu: -


e. Riwayat Penyakit Keluarga: -

Pemeriksaan fisik
Frekuensi napas 20x/menit

Pemeriksaan regio thorax :


Perkusi redup area linea midclavicularis sinistra sela iga 2 - 3

Pemeriksaan Penunjang
Foto thorax : ditemukan massa 3x3x3 cm apex paru sinistra
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin: Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi hati, fungsi ginjal
Pemeriksaan Patologi Anatomik
1. Pemeriksaan Patologi Anatomik (Sitologi dan Histopatologi)
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung
dari letak tumor terhadap bronkus,jenis tumor,Teknik mengeluarkan sputum,dan jumlah
sputum yang diperiksa.
2. Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis (seperti TTF-1 dan lain-
lain) dilakukan apabila fasilitas tersedia.
3. Pemeriksaan Penanda molekuler yang telah tersedia diantaranya adalah mutasi
EFGR hanya dilakukan apabila fasilitas tersedia
Pemeriksaan Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan
stadium penyakit. Pemeriksaan radiologis paru yaitu foto toraks PA/Lateral, bila mungkin
CT-scan toraks, bone scan, bone survey, USG abdomen dan brain-CT dibutuhkan untuk
menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.2
a. Foto toraks : pada pemeriksaan foto toraks PA/Lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1cm. Tanda yang mendukung keganasaan
adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit,dll. Pada foto
tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi
perikar dan metastasis intrapulmonar. Sedangkan keterlibatan KGB untuk
menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Bila foto toraks
menunjukan gambaran efusi pluera yang luas harus diikuti dengan pengosongan
isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks
agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus dipikirkan bila
cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

b. CT-Scan toraks : ini dapat menentukan kelainan diparu secara lebih baik daripada
foto toraks. CT-Scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1cm
secara lebih tepat. Bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1s/d
N3) dapat dideteksi. Deikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner.

c. Pemeriksaan radiologi lain : kekurangan dari foto toraks dan CT-Scan toraks
adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT Scan untuk
mendeteksi metastasis di tulang kepala/jaringan otak, bone scan dan/atau bone
survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG
abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis dihati, kelenjar adrenal dan organ
lain dalam rongga perut.
Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru. Prosedur ini
dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan
mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga diagnosis
dan stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi
fleksibel yang dapat menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan
kadang hingga derajat ke-enam.3
Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat melalui
bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat memberikan
hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker paru dengan lesi pada
regio sentral. Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini yaitu hipertensi pulmoner berat,
instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen tambahan,
perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain pneumotoraks dan perdarahan.
Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan untuk
membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus, intrapulmoner juga untuk
penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta mendapatkan jaringan sitologi dan
histopatologi pada kelenjar getah bening yang terlihat pada CT-scan toraks maupun PET
CT-scan.
Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB), merupakan tindakan biopsi paru
transtorakal, tanpa tuntunan radiologis (blinded TTB) maupun dengan tuntunan USG
(USG-guided TTB) atau CT-scan toraks (CT-guided TTB), untuk mendapatkan sitologi
atau histopatologi kanker paru. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar
untuk pembesaran kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila
diperlukan.
Pemeriksaan Lainnya
1. Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan spesimen
intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura yang dapat merubah
stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi tidak menunjukkan adanya
sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan toraks dianjurkan.
2. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan specimen,
terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal.
3. Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua
modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.
Working Diagnosis
Tumor paru sinistra suspect ganas
Tumor paru yang bersifat ganas atau lebih dikenal dengan kanker paru merupakan
kanker yang sering dijumpai dan menjadi salah satu jenis kanker yang paling mematikan.
Tumor paru secara umum dibedakan menjadi tumor paru primer, yaitu tumor yang
berasal dari jaringan paru. Dibedakan menjadi berdasarkan sifatnya jinak atau ganas dan
Tumor paru sekunder, tumor yang berasal dari organ tubuh lain kemudian bermatastasis
ke paru-paru, dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada
sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di
kendalikan. Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus.4
Ada dua jenis utama tumor paru ganas di kategorikan berdasarkan ukuran serta
adanya sel ganas yang terlihat melalui histopatologi dengan mikroskop, yaitu kanker paru
sel kecil (small cell lung cancer-SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (non-small cell
lung cancer-NSCLC). Kategori NSCLC terbagi lagi menjadi adenokarsinoma, karsinoma
sel skuamosa, dan karsinoma sel besar. Sekitar 80% kasus kanker paru merupakan
NSCLC.
1. NSCLC
NSCLC adalah jenis kanker paru yang lebih umum, dan kurang agresif dibanding
SCLC. NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat.
• Adenokarsinoma
Kanker khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan ke arah
pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musin dan sering tumbuh dari
jaringan fibrosis paru. Dengan penanda tumor carcinoma embrionic antigen (CEA),
karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma.
• Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik
Karsinoma sel skuamosa memiliki ciri khas yaitu adanya proses keratinisasi dan
pembentukan jembatan intraselular. Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling
sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter
dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada,
dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Studi
sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari displasia skuamosa ke karsinoma
insitu.
• Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang
jauh. Jenis ini merupakan suatu subtipe dengan gambaran histologis yang dibuat secara
ekslusi. Karsinoma sel besar tidak memberikan gambaran diferensiasi skuamosa atau
glandular dengan sel bersifat anaplastik, tidak berdiferensiasi, dan biasanya disertai
infiltrasi sel neutrofil.

2. SCLC
SCLC berkembang dengan cepat dan menyebar dengan cepat ke aliran darah dan
bagian tubuh lainnya. Gambaran histologi khas adalah dominasi sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan sedikit nukleoli. Jenis ini
disebut juga oat cell carcinoma karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum.
Karsinoma sel kecil cenderung berkumpul di sekeliling pembuluh darah halus
menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak ditemukan disertai gambaran
nekrosis. Komponen DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap di sekitar pembuluh
darah.5

Etiologi

Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru :

1. Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh
kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia
mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok.6

2. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada
orangorang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat
kanker paru meningkat dua kali.

3. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker
paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih
dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.

4. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon,
arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
kanker paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh
kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak
dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.6

5. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap


betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru.

6. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam
timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen
(termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor
(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).

7. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan.

Epidemiologi

Prevalensi tumor paru terutama yang bersifat ganas di Negara maju sangat tinggi,
di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (13% dari semua kasus
keganasan yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (28% dari seluruh kematian
akibat keganasan). Di Inggris angka kejadiannya mencapai 40.000 kasus/tahun. Karena
sistem pencatatan yang belum baik di Indonesia, prevalensi pasti tumor paru belum
diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya.
Bahkan menurut Infodatin Kanker yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada
tahun 2015, di RS kanker Dharmais, kanker paru menempati peringkat ketiga penyakit
keganasan tebanyak setelah kanker payudara dan kanker serviks selama 4 tahun berturut-
turut.7

Patofisiologi
Pada individu yang sehat, batuk berfungsi untuk melindungi jalan napas dari
iritan kimia dan benda asing. Rangsangan ini memprovokasi batuk dengan stimulasi serat
aferen C (kemoreseptor) dan serat Aδ (mekanoreseptor) di saluran udara, yang dibawa
oleh saraf vagus. Pada keadaan penyakit, batuk yang berlebihan dapat terjadi oleh
rangsangan berbahaya yang berlebihan dari serat aferen ini dan/atau sebagai akibat dari
sensitisasi neuron yang terlibat dalam refleks batuk. Pada pasien dengan kanker paru,
misalnya, jaringan tumor di saluran napas sentral dapat menyebabkan stimulasi
mekanoreseptor secara langsung atau tidak langsung melalui obstruksi dan akumulasi
sputum. Mediator inflamasi yang berhubungan dengan infeksi distal dari obstruksi atau
mediator yang dilepaskan oleh jaringan tumor selanjutnya dapat menginduksi batuk
dengan mensensitisasi saraf perifer. Pasien dengan kanker paru-paru dapat mengalami
batuk sebagai akibat dari patologi yang mendasari non-kanker atau kanker itu sendiri.
Penyebab batuk terkait kanker dapat mencakup efek langsung dari massa tumor (mis.
obstruksi), efusi pleura atau perikardial, atelektasis, infeksi, fistula esofagus,
karsinomatosis lympangitic, sindrom vena cava superior, dan batuk yang diinduksi
pengobatan sebagai akibat dari radioterapi atau lebih jarang kemoterapi8
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan dysplasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebrae. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diiikuti dengan
supurasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dyspneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada saat auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan dan biasanya menunjukan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak, dan tulang rangka.9
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor.
Onkogen merupakan gen yang membantu sel-sel tumbuh dan membelah serta diyakinin
sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi
onkogen jika terpapar karsinogen yang spesifik. Sedangkan inaktivasi gen supresor tumor
disebabkan oleh rusaknya kromosom sehingga dapat menghilangkan keberagaman
heterezigot. Zat karsinogen merupakan zat yang merusak jaringan tubuh yang apabila
mengenai sel neuroendrokin menyebabkan pembentukan small cell lung cancer dan
apabila mengenai sel epitel menyebabkan pembentukan non small cell lung cancer.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan. Empat
tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma
sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel
skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer
dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma
prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.9

Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan umunnya adalah batuk produktif lebih dari 2
minggu yang tidak respon dengan obat batuk. Hampir 50% penderita dengan keganasan
di paru datang dengan keluhan batuk. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai
adalah penurunan berat badan dalam waktu yang singkat badan meliputi 30% dari kasus,
nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan
neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak
atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah
menyebar ke tulang. Obstruksi tumor pada bronkus dapat menyebabkan mengi, stridor,
atelektasis dan dispneu.10
Pertumbuhan tumor ke arah pleura dapat menyebabkan nyeri pleuritik dan efusi
pleura. Metastase tumor ke kelenjar mediastinum menyebabkan suara serak akibat dari
paralisis nervuslaringeus, sindroma vena cava superior sindrom (VCSS) akibat desakan
pada vena cava, hemiparese diagfragma disebabkan metastasis ke nervus frenikus,
disfagia akibat akibat matastase kelenjar sepanjang esofagus, efusi perikardial akibat
metastase ke pericardium. Metastase jauh ke cerebral dapat menyebabkan kejang dan
metastase ke medula spinalis dapat menyebabkan kelumpuhan serta nyeri punggung
(back pain). Pada tahap awal adanya keganasan sulit dideteksi, pertumbuhan menjadi 2
kali lipat lebih besar (tumor doubling time) berkisar antara 1-6 bulan, untuk itu diperlukan
pemeriksaan penunjang diagnosa berupa imaging dan histopatologi. Manifestasi klinis
yang dapat ditemukan antara lain sesak nafas, batuk, nyeri dada, nyeri tulang belakang,
hemoptisis, anoreksia, penurunan berat badan yang signifikan, lemah badan, dan
obstruksi vena cava.

Stadium kanker paru


TNM klasifikasi kanker paru karsinoma bukan sel kecil11
Tumor primer (T)
TX : Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan adanya sel-sel
ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak di visualisasikan dengan bronkoskopi
T0 : Tidak terdapat tumor primer
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak ada bukti
bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus lobus (tidak dibronkus utama) ,
penyebaran tumor dangkal di saluran udara yang utama (terbatas pada dinding bronkus)
T1a : Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar
T1b : Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi terbesar.
T2 : Tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm atau tumor dengan salah satu dari berikut :
 Menyerang pleura visceral
 Terutama melibatkan bronkus ≥ 2cm distal karina
 Terkait dengan atelektasis/pneumonitis obstruktif memperluas ke daerah hilus
tetapi tidak melibatkan seluruh paru-paru
T2a : Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar
T2b : Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar
T3 : Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari berikut :
 Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, saraf phrenikus,
pleura mediastinal, atau parietal perikardium ; atau tumor di bronkus utama
<2cm distal karina tetapi tanpa keterlibatan karina

 Atau atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru atau nodul


tumor terpisah di lobus yang sama

T4 : Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut :
mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, vertebral, atau
karina; tonjolan kecil tumor terpisah dalam lobus ipsilateral yang berbeda

Kelenjar getah bening (N)

NX : Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak terbukti keterlibatan kelenjar


N1 : Didapatkan keterlibatan KGB peribronkrial dan / atau hilus ipsilateral

N2 : Didapatkan Keterlibatan KGB mediastinum ipsi lateral dan/atau KGB


subkarina

N3 : Didapatkan keterlibatan KGB hilus atau mediastinum kontralateral , skalenus ,


supraklavikula ipsilateral dan kontralateral

Metastasis jauh (M)

MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ditemukan adanya metastasis jauh


M1 : Ditemukan adanya metastasis jauh Metastatic tumor nodule (s) ipsilateral diluar
lobus tumor primer

Pengelompokkan Stadium
Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO

Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru dibagi berdasarkan jenisnya antara NSCLC dan SCLC.
Umumnya terapi yang diberikan berdasarkan stadium kanker itu sendiri, yaitu antara lain
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku
untuk pasien kanker paru mulai dari stadium III B dan untuk pengobatan paliatif.12
Penatalaksanaan medis, dan tujuan pengobatan kanker paru dapat berupa:
1. Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
pasien.
2. Paliatif Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan antiinfeksi.
Penatalaksanaan medis terdiri dari:
a) Pembedahan Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker. Bedah merupakan terapi utama
pada NSCLC derajat I-II dan derajat IIIA yang masih dapat direseksi setelah
diberikan kemoterapi neoadjuvan.
Radiasi dapat diberikan pada lesi primer dan atau lesi metastasis. Radiasi diberikan
pada kasus derajat dini yang berpotensi untuk direseksi namun terdapat
kontraindikasi operasi(radiasi definitif). Radiasi dapat dikombinasikan dengan
kemoterapi dengan setting konkuren (bersamaan), alternating (sering seling) atau
sekunsial (diberikan sebelum atau setelah kemoterapi selesai).
b) Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi pada NSCLC derajat IIIB – IV. Kemoterapi diberikan apabila
memenuhi syarat yaitu keadaan umum baik, skala Kanofsky diatas > 70, fungsi hati,
ginjal dan homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat
homeostatik yang memenuhi syarat yaitu : HB >10gr%, leukosit>4000/dl,
trombosit>100000/dl.
c) Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Terapi radikal sesuai penyakit yang bersifat lokal dan hanya menyembuhkan
sedikit.
d) Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal.
1) Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau pengunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang singkat.
2) Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dipsnea. Steroid
dapat membantu mengurangi gejala nonspesifik dan memperbaiki selera makan.
Komplikasi
Komplikasi dari tumor paru dapat berupa komplikasi torakal, komplikasi ekstra
torakal, atau pada kasus keganasan bermetastasis ke organ lain, misalnya otak. komplikasi
torakal diantaranya efusi pleura, atelektasis, dan metastasis ke struktur organ di dalam
rongga toraks. Anemia merupakan komplikasi yang sering pada penderita kanker paru
dengan prevalensi 63%. Anemia berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien
kanker. Anemia mengganggu respon pengobatan radiasi, karena anemia mengurangi
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen sehingga jaringan kekurangan oksigen.
Anemia menyebabkan hipoksia tumor sehingga tumor solid resisten terhadap ionisasi
radiasi dan beberapa bentuk kemoterapi.13
Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis histologi, tetapi
penyebab yang sering adenokarsinoma. Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh
inflitrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau visceral, invasi langsung tumir yang
berdekatan dengan pleura dan obstruksi pada kelenjar limfe. Terdapatnya efusi pleura
ganas pada kanker paru menggambarkan kondisi terminal (end stage) penyakit keganasan
dengan prognosis buruk.14

Prognosis
Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk. Angka harapan hidup sampai 5
tahun pasien kanker paru jenis karsinoma sel kecil dengan tahap batasan sekitar 20%,
sedangkan yang tahap ekstensif sangat buruk < 1%. Angka harapan hidup sampai 5 tahun
pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel kecil bervariasi berdasarkan stadium,
60%-70% pasien dengan stadium I, dan < 1% pada pasien dengan stadium IV. Rata-rata
pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel kecil yang telah bermetastase jika tidak
25 diterapi angka harapan hidupnya 6 bulan. Saat ini harapan hidup pasien kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil stadium dini maupun lanjut meningkat, dari yang didapat
harapan hidup pasien dengan stadium dini apabila diberikan regimen platinum-based
setelah dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan harapan hidup pasien dengan
stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase hasilnya masih
mengecewakan.14
Pencegahan
Pencegahan yang paling penting ialah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Akhir-akhir ini pencegahan
dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai derivat asam
retinoid, karotenoid, vitamin C, selenium, dan lain-lain.15

Differential Diagnosis
Tumor paru sinistra suspect jinak
Tumor paru tidak selamanya ganas, karena yang bersifat jinak juga bisa tumbuh.
Selain tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain, tumor jinak paru juga biasanya tidak
membahayakan jiwa pengidap. Tumor jinak paru biasanya ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan rutin. Tumor jinak tumbuh secara ekspansif atau mendesak, tetapi tidak
merusak struktur jaringan sekitarnya yang normal. Hal ini dikarenakan tumor jinak
memiliki kapsul yang membatasi antara bagian sel-sel tumor yang abnormal dengan sel-
sel normal. Sebaliknya pada tumor ganas yang memang tak berkapsul, tumor ini
tumbuhnya infiltratif atau menyusup sembari merusak jaringan disekitarnya. Tumor jinak
tidak pernah bermetastasis. Metastasis hanyar terjadi pada tumor ganas. Tumor jinak jika
mengganggu dan memungkinkan biasanya dioperasi dan diangkat. Dan selanjutnya
kekambuhan jarang terjadi. Tumor jinak tidak memerlukan terapi radiasi maupun
kemoterapi.16
Tumor jinak paru yang paling sering dijumpai adalah hamartoma terdiri dari
jaringan konektif kartilago, otot polos, lemak dan epitel pernapasan. Secara patologi
hamartoma terdiri dari campuran jaringan normal sampai organ dimana ia tumbuh. Pada
paru maka akan terdiri dari kartilago dan elemen epithelial. Hamartoma dapat dibagi tipe
parenkim dan sentral. Tipe parenkim biasanya asimpotik dimana terlihat sebagai nodul
paru yang soliter sebaliknya tipe sentral biasanya endobronkhial yang membuat gejala
batuk, hemoptisis, dyspnea dan pneumonia yang berulang. Secara makroskopis terlihat
sebagai lesi yang well circumscribed, nodul abu-abu atau putih dengan konsistensi
kartilago. Ukurannya 1-2cm. Jenis tumor jinak yang lainnya lebih jarang dijumpai adalah
fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, dan lain-lain.16

Tumor paru sinistra ec tuberkuloma


Tuberkuloma paru merupakan suatu nodul atau massa berbatas tegas yang terletak
di dalam paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.tb). Tuberkuloma
paru dapat juga diartikan sebagai suatu massa menyerupai tumor yang berasal dari
pembesaran tuberkel kaseosa di paru. Tuberkuloma terbentuk dari kavitas tuberkulosis
yang memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) membentuk suatu nodul.
Tuberkuloma biasanya terdapat di lobus atas bagian perifer atau di lobus bawah terutama
pada segmen superior dan lebih sering terdapat di paru kanan. Ukuran tuberkuloma paru
bervariasi mulai yang berukuran kurang dari 1 cm sampai lebih dari 10 cm.
Gejala klinis pasien tuberkuloma paru pada umumnya yaitu batuk yang berdahak,
batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam, badan terasa lemah, sakit
kepala dan nyeri sendi. Pemeriksaan klinis tidak khas dan sering tanpa gejala.17

Kesimpulan

Tumor paru adalah pertumbuhan sel yang tidak normal pada jaringan paru, dapat
bersifat jinak maupun ganas. Prevalensi tumor paru terutama yang bersifat ganas di
Negara maju sangat tinggi. Jika tidak diobati dapat mengakibatkan komplikasi seperti
efusi pleura, anemia, dan metastasis ke struktur organ di dalam rongga toraks. Pengobatan
kanker paru dibagi berdasarkan jenisnya antara NSCLC dan SCLC. Umumnya terapi
yang diberikan berdasarkan stadium kanker itu sendiri, yaitu antara lain pembedahan,
radioterapi, dan kemoterapi. Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk.

Daftar Pustaka

1. Yunawan A. Klasifikasi Dan Epidemiologi Kanker Paru. Uiversitas Udayana


[Internet]. 2014;1–2. Available from:
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/11176b92edd8160722273436ab8c2
edd.pdf
2. Wulandari N, Hidayatno A, Isnanto R. Identifikasi Tumor Pada Jaringan Sekitar
Tulan dan Paru - Paru Menggunakan Segmentasi Berdasar Aras Keabuan Citra.
2011;2–9.
3. Wulandari L, Faot NE. Problem Penegakkan Diagnostik Pasien dengan Massa di
Paru. J Respirasi. 2019;3(2):41.
4. Sali GI. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Komprehensif Pada Tn. B.T Yang
Menderita Tumor Paru Di Ruang Kelimutu RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kota
Kupamg. 2019;47.
5. Purba A, Wibisono B. Pola Klinis Kanker Paru Rsup Dr. Kariadi Semarang
Periode Juli 2013 Â Juli 2014. J Kedokt Diponegoro. 2015;4(4):389–98.
6. Maratus Sholihah, Suradi JA. Akreditasi RISTEKDIKTI Nomor: 2/E/KPT/2015
Tanggal 1 Desember 2015, Terakreditasi A Website:
http://www.jurnalrespirologi.org. 2019;39(1).
7. Joseph J, Rotty L. Kanker Paru : Laporan Kasus. Med Scope J [Internet].
2020;2(1):17–25. Available from: https://doi.org/10.35790/msj.2.1.2020.31108
8. Molassiotis A, Smith J, Bennet M. Clinical expert guidelines for the management
of cough in lung cancer: report of a UK task group on cough. Cough J. 2010; 6:9
10.1186/1745-9974-6-9
9. Iqbalawaty I, Machillah N, Farjriah F, Abdullah A, Yani M, Ilzana TM, et al.
Profil hasil pemeriksaan CT-Scan pada pasien tumor paru di Bagian Radiologi
RSUD Dr. Zainoel Abidin periode Juli 2018-Oktober 2018. Intisari Sains Medis.
2019;10(3):625–30.
10. Ilyas M. Gambaran Radiologi Toraks Pasien Tumor Paru Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016 Sampai Juni 2017. 2017;
(November):9. Available from:
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
ZjJkYWE2ZjFlODEyNGI4OTdmODQ1NjkzMWI3ODFkOTk1Y2Q0MWE4OQ
==.pdf
11. Icksan A, Raisal R., Elisna, Astowo P, Hidayat H, Prihartono J. Kriteria Diagnosis
Kanker Paru Primer Berdasarkan Gambaran Morfologi pada CT Scan Toraks
Dibandingkan dengan Sitologi. Vol. 1, Indonesian Journal of Cancer. 2008. p. 3–
8.
12. Hernowo BS. Karsinoma Paru. Bandung Integr Respir Care 2012. 2012;1–10.
13. Febriani A, Furqon A. Metastasis Kanker Paru. J Respirasi. 2020;4(3):94.
14. Fatmawati F. Kanker Paru. Buku Ajar Paru. 2019;125–43.
15. Aliyah N, Pranggono E, Andriyoko B. Kanker Paru: Sebuah Kajian Singkat.
Indones J Chest Emerg Med. 2016;4(1):28–32.
16. Budhiwan M. Nilai Penyangatan Tumor Paru Pada CT Scan. p. 41.
17. Fachri M. Peranan Bedah Pada Penatalaksanaan Tuberkuloma Paru. Dep
Pulmonologi dan Ilmu Kedokt Respirasi Fak Kedokt Univ Indones. 2010;30.

Anda mungkin juga menyukai