Anda di halaman 1dari 10

Deteksi Pneumocystis Jirovecii dan perbandingan dari beberapa metode diagnostik

dengan qualitative real-time PCR pada pasien dengan gejala respirasi

Mohammad Y. Alshahrania, Mohammed Alfaifia, Irfan Ahmada, Ali Gaithan Alkhathamia,


Abdulrahim Refdan Hakamia, Hafiz Ahmadb, Osama M. Alshehric, Megh Singh Dhakadd

a
Departemen Ilmu Laboratorium Klinis, College of Applied Medical Sciences, King Khalid
University, Abha, Saudi Arabia

b
Departemen Imunologi dan Mikrobiologi Medis, RAK Medical & Health Sciences University,
Ras Al Khaimah, United Arab Emirates

c
Departemen Ilmu Laboratorium Klinis, College of Applied Medical Sciences, Najran
University, Najran, Saudi Arabia

d
Departemen Mikrobiologi, Lady Hardinge Medical College, New Delhi, India

Abstrak

Pneumocystis jirovecii (PCP) tetap menjadi penyebab signifikan mortalitas dan


morbiditas pada pasien dengan infeksi respirasi. Diagnosis PCP yang akurat masih merupakan
tantangan diagnostik. Oleh karena itu, tujuan utamanya adalah untuk mempelajari kejadian
infeksi pneumonia Pneumocystis Jirovecii di antara pasien dengan masalah respirasi dan untuk
membandingkan teknik qualitative real time PCR dengan berbagai metodologi diagnostik.
Pasien yang memiliki gejala respirasi PCP seperti sesak napas, batuk, dan demam didaftarkan.
Sampel bronchoalveolar lavage (BAL) dikumpulkan dan dihomogenkan, kemudian apusan
disiapkan untuk pemeriksaan dengan pewarnaan Gomorimethanamine silver (GMSS),
pewarnaan Immunofluorescent (IFAT), Toludine blue O (TBO), dan pewarnaan Giemsa.
Selanjutnya, RT-PCR juga dilakukan untuk mendeteksi PCP. Usia rata-rata pasien adalah 52
(SD ± 16) tahun. 41% adalah perempuan, dan 59% pasien adalah laki-laki. Penurunan berat
badan (80%), demam (92%), batuk (100%), dan dispnea (76%) merupakan keluhan yang paling
umum. Dua puluh delapan pasien telah didiagnosis dengan infiltrat paru pada pemeriksaan
rontgen thorax. Dari 100 pasien, 35% positif PCP. Organisme terdeteksi menggunakan IFAT di
35 spesimen, 15 dari 35 (42,86%) dengan pewarnaan GMSS, 8 dari 35 (17,6%) dengan
pewarnaan Giemsa, dan 1 dari 35 (2,8%) terdeteksi dengan pewarnaan TBO. RT-PCR
menunjukkan 39 pasien ditemukan positif PCP. Tiga puluh lima dari 39 pasien ini menunjukkan
IFAT positif (89,74%); IFAT negatif ditemukan pada 4 sampel. Semua 39 pasien (100%)
memiliki tanda dan gejala PCP. Hasil kami menunjukkan bahwa RT-PCR masih merupakan
metode yang paling sensitif untuk deteksi Pneumocystis Jirovecii. Dalam fasilitas terbatas di
mana RT-PCR dan IFAT tidak tersedia, diagnosis pneumonia Pneumocystis jirovecii tetap
menjadi masalah yang rumit. Pada saat di mana RT-PCR & IFAT tidak tersedia, pewarnaan
GMSS mungkin merupakan pilihan terbaik berikutnya untuk mendeteksi PCP.

2020 Penulis. Diterbitkan oleh Elsevier B.V. atas nama King Saud University. Ini adalah
artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/)

Informasi Artikel

Riwayat Artikel Kata Kunci:

Diterima 10 Desember 2019 Pneumocystis Jirovecii

Direvisi 15 April 2020 Infeksi traktur respirasi

Diterima 16 April 2020 Metode diagnostic

Diterbitkan secara online 23 April 2020 PCR

Pewarnaan GMSS

Corresponding author: Departemen Ilmu Laboratorium Klinis, College of Applied Medical


Sciences, King Khalid University, P.O. Box 61413, Abha 9088, Saudi Arabia.

Alamat Email: moyahya@kku.edu.sa (M.Y. Alshahrani), mhalfaifi@kku.edu.sa (M. Alfaifi),


agaithan@kku.edu.sa (A.G. Alkhathami), ahakami@kku.edu.sa (A.R. Hakami),
omalshehri@nu.edu.sa (O.M. Alshehri).

Diproduksi oleh Elsevier


1. Pendahuluan

Infeksi saluran pernapasan, khususnya Pneumocystis pneumonia (PCP), merupakan


penyebab utama penyakit fatal (Hirama, 2016). Organisme Pneumocystis Jirovecii sebelumnya
dikenal sebagai Pneumocystis carinii, adalah agen penyebab pneumonia Pneumocystis
Jirovecii (Muhlethaler et al., 2012). Di negara maju, tingkat koinfeksi pneumonia
Pneumocystis Jirovecii dengan HIV telah berkurang sementara prevalensi koinfeksi di negara
berkembang tetap menantang (Ravinder et al., 2015). Banyak faktor yang dapat membuat
diagnosis PCP menjadi rumit seperti gejala nonspesifik, koeksistensi infeksi lain, dan kesulitan
dalam membangun sistem pembiakan yang andal dari patogen ini (Kelly et al., 2018).
Identifikasi infeksi yang cepat dan akurat serta pengobatan yang sesuai rekomendasi, yang
didasarkan pada hasil mikrobiologis yang akurat, masih diperlukan; namun, tes klinis standar
saat ini kurang memiliki sensitivitas dan fleksibilitas yang tinggi (Hirama, 2016).

Karakterisasi mikroskopis langsung standar Pneumocystis Jirovecii dari sampel yang


berbeda seperti bronchoalveolar lavage (BAL), biopsi paru, atau sputum yang diinduksi adalah
metode utama untuk diagnosis (Kelly et al., 2018). Pewarnaan Gomorimethanamine silver
(GMSS) dianggap sebagai uji imunofluoresensi yang lebih sensitif untuk deteksi mikroskopis
sampel sistem pernapasan bagian bawah (Kovacs et al., 1988). Namun, metode molekuler
seperti PCR memiliki sensitivitas yang jauh lebih tinggi daripada identifikasi mikroskopis
(Kelly et al., 2018; Arcenas et al., 2006). Platform PCR yang berbeda, populasi pasien, dan
jenis spesimen yang berbeda telah diklarifikasi secara luas (Kelly et al., 2018; Arcenas et al.,
2006). Real-time (RT-PCR) sangat ideal untuk teknik mikroskopis standar karena PCR
menggunakan sistem tertutup yang meminimalkan kontaminasi dan menawarkan fungsi
ambang siklus, yang membantu mendeteksi infeksi sebenarnya daripada kolonisasi saluran
napas (Arcenas et al., 2006; Wilson et al., 2011)

BAL dan sputum merupakan sampel yang ideal untuk mendeteksi asam nukleat
Pneumocystis menggunakan RT-PCR, dan hasilnya lebih sensitif dibandingkan identifikasi
mikroskopis (Kelly et al., 2018). Namun, RT-PCR memungkinkan kuantifikasi DNA yang
akurat dan spesifik. Selain itu, RT-PCR memiliki kemampuan potensial untuk membedakan
antara karier Pneumocystis Jirovecii tanpa gejala dan penyakit klinis berdasarkan besarnya
salinan patogen (Huggett et al., 2008). Metode alternatif untuk teknik laboratorium yang cepat
dan akurat masih dibutuhkan untuk mendiagnosa penyakit di negara dengan sumber daya
terbatas dan meresepkan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, tujuan utama kami adalah
mempelajari kejadian PCP di antara pasien dengan masalah respirasi, dan membandingkan
QRT-PCR dengan berbagai metodologi diagnostik.

2. Metodologi

2.1. Populasi penelitian dan desain

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus n = Zx2(p x q)/d2 berdasarkan


prevalensi 30.3%. Sebanyak 100 kasus suspek PCP, yang memenuhi kriteria klinis, kriteria
radiologis, dan temuan mikrobiologis, dari rumah sakit perawatan tersier pada periode antara
Januari 2019 dan Agustus 2019, dimasukkan ke dalam penelitian ini. Pasien dengan gejala
respirasi umum seperti sesak napas, batuk, nyeri dada, dan infiltrat paru interstisial yang khas
dalam sinar-X, atau CT-Scan didaftarkan. Data klinis dan riwayat medis pasien
didokumentasikan. Sampel BAL dikumpulkan menggunakan larutan natrium klorida 0,9% dan
langsung dikirim ke laboratorium untuk analisis yang diperlukan.

2.2. Persetujuan etik

Studi ini memperoleh persetujuan etik dari Research Ethics Committee, Deanship of
Scientific Research, King Khalid University, Abha, Kerajaan Arab Saudi dengan nomor
persetujuan adalah (ECM-2019-73) – (HAPO-06-B-001).

2.3. RT-PCR Pneumocystis

Isolasi dan pemurnian DNA Pneumocystis Jirovecii dari sampel BAL dilakukan dengan
menggunakan QIAamp DNA Mini Kit buatan Qiagen (Jerman). Pengujian Pneumocystis RT-
PCR dilakukan dengan menggunakan MycAssay Pneumocystis kit, diproduksi oleh Myconos
tica (UK). Pengujian ini dirancang untuk mendeteksi subunit besar ribosomal mitokondria
(mLSU). Kit MycAssay adalah teknik PCR real-time kualitatif komersial yang menggunakan
beacon molekuler untuk mendeteksi pneumonia Pneumocystis Jirovecii. MycAssay Kit
termasuk sekuens kontrol amplifikasi internal (IAC) dan fragmen DNA yang mengarah ke
amplifikasi yang dikonfirmasi sebagai Pneumocystis Jirovecii dengan tidak memiliki fragmen
IAC dan DNA.

Sekuens target pneumonia Pneumocystis Jirovecii diberi label dengan beacon 6-


carboxyfluorescein (FAM), sedangkan urutan kontrol amplifikasi internal diberi label dengan
beacon HEX. Fluoresensi yang dipancarkan oleh masing-masing beacon dipantau
menggunakan sistem PCR real-time CFX96 sentuh. Dalam metode ini, nilai cut-off negatif
cycle threshold (CT) 39 digunakan sesuai instruksi pabrik. Nilai CT yang lebih rendah dari ini
dianggap positif (Myconostica Ltd, 2010). Cara semikuantitatif digunakan untuk
menginterpretasikan nilai CT, yang menjelaskan korelasi antara batas jamur dan nilai CT
(Hauser et al., 2011).

2.4. Tes imunofluoresensi DFA Merifluor

Tes diagnostik referensi adalah Immunofluorescent staining (IFAT) menggunakan uji


imunofluoresensi Merifluor DFA, sesuai dengan instruksi pabrik (Meridian Bioscience, Inc.,
Cincinnati, Ohio).

2.5. Tes diagnostik standart

Penggunaan teknik diagnostik pewarnaan khusus, termasuk pewarnaan perak


Gomorimethanamine (GMSS), pewarnaan Giemsa, dan Toludine blue O (TBO). Baik bentuk
trofozoit maupun kista dapat dideteksi dengan menggunakan pewarnaan Giemsa, sedangkan
TBO hanya mendeteksi bentuk kista saja.

Hasil Pneumocystis RT-PCR dibandingkan dengan hasil pewarnaan GMSS, TBO, dan
Giemsa. Penelitian kami telah menunjukkan bahwa kasus positif IFAT berespons terhadap
pengobatan. Selain itu, semua kasus, yang positif dengan teknik pewarnaan lain, adalah positif
IFAT. Oleh karena itu, dalam penelitian kami, teknik lain dibandingkan dengan IFAT, karena
dianggap sebagai metode gold standart. Spesimen dilaporkan benar-benar positif untuk
Pneumocystis Jirovecii jika patogen terdeteksi dengan salah satu metode yang disebutkan
sebelumnya yang menyertai presentasi klinis Pneumocystis Jirovecii.

2.6. Analisis statistik

Sarana dan standar deviasi (SD) dihitung untuk usia peserta, dan frekuensi dihitung untuk
jenis kelamin dan hasil tes. Sensitivitas, nilai prediksi positif dan negatif, dan spesifisitas
dihitung menggunakan SPSS (versi 17.0; SPSS SL, Madrid, Spanyol). Tingkat signifikansi
ditetapkan pada p <= 0,05.

3. Hasil

Pemeriksaan diagnostik Pneumocystis Jirovecii dari BAL dilakukan pada 100 pasien. Usia
rata-rata pasien adalah 52 (SD ± 16) tahun berkisar antara 16 hingga 78 tahun. 41% adalah
perempuan, dan 59% pasien adalah laki-laki. Tiga puluh lima pasien positif Pneumocystis
Jirovecii dalam penelitian kami dengan menggunakan beberapa metode deteksi.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, batuk (100%), demam (92%), penurunan berat
badan (80%), dan dispnea (76%) keringat malam (54%) adalah manifestasi klinis yang paling
umum. Ronkhi dan mengi terlihat masing-masing pada 62% dan 75% pasien PCP. Rontgen
thorax menunjukkan infiltrat paru, yang merupakan temuan paling umum.

Tabel 1. Temuan Rontgen Thorax pada pasien PCP.

No Temuan Rontgen Thorax Jumlah Persen (35)


1 Infiltrat perihilar sentral 19 54.28
2 Infiltrat patchy 8 22.86
3 Konsolidasi 3 8.57
4 Limfadenopati hiler 3 8.57
5 Pneumothorax 1 2.86
6 Efusi pleura 1 2.86
Secara umum, dari 100 spesimen, 35 positif, sedangkan 65 dari 100 spesimen negatif. 35
dari 35 (100%) spesimen positif terdeteksi dengan pewarnaan IFAT, 15 dari 35 (42,86%)
dengan GMSS, 8 dari 35 (17,6%) dengan pewarnaan Giemsa, dan 1 dari 35 (2,8%) terdeteksi
dengan pewarnaan TBO. RT-PCR menunjukkan bahwa 39 (39%) pasien ditemukan positif
PCP. 35 dari 39 pasien positif IFAT (89,74%); IFAT dari 4 pasien adalah negatif atau tidak
terdefinisi (Gambar. 1). Semua 39 pasien (100%) menunjukkan gejala klinis pneumonia
Pneumocystis Jirovecii.

Gambar 1. Perbandingan dari berbagai Teknik pada pasien dengan PCP.


Perhitungan nilai prediksi positif (PPV), sensitivitas, prevalensi penyakit (95% CI),
nilai prediksi negatif (NPV), dan spesifisitas ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai sensitivitas
dan spesifisitas pada RT-PCR (Gambar. 2) hingga menjadi metode terbaik, diikuti oleh
metode IFAT, GMSS, Giemsa, dan TBO. Amplifikasi sampel positif seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. 2 mewakili amplifikasi positif dari pasien yang terinfeksi
Pneumocystis jiroveci dan sampel negatif tidak menunjukkan adanya amplifikasi. Nilai
prevalensi penyakit untuk kasus positif PCP berkisar antara 25,73% sampai 45,18% pada
indeks kepercayaan 95% (95% CI). Gambar 3 dan 4 menunjukkan bentuk kista
Pneumocystis jiroveci yang masing-masing diwarnai dengan IFAT dan GMSS. Gambar 3
menunjukkan immunoflorescence dari antibodi yang digunakan untuk melawan
Pneumocystis jiroveci pada pasien yang terinfeksi.

Tabel 2. Parameter statistik positif dari berbagai teknik untuk pneumonia Pneumocystic
Jirovecii

No Teknik Jumlah Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV 95%


kasus (%) (%) (%) (%) CI
positif (%)
1 IFAT 35 100.00 100.00 100.00 100.00 25.73-
45.18
2 GMSS 15 42.86 100.00 100.00 76.47
3 Giemsa 08 22.86 98.46 88.89 70.33
4 TBO 01 02.86 96.92 33.33 64.95
5 RT-PCR 39 100.00 93.85 89.74 100.00

Gambar 2. Amplifikasi real time PCR untuk pasien positif Pneumocystis Jirovecii
Gambar 3. Pewarnaan Pneumocystis Jirovecii dengan IFAT pada sampel BAL.

Gambar 4. Pewarnaan Pneumocystis Jirovecii dengan GMSS pada sampel BAL.

4. Diskusi

Carlos Chagas menemukan Pneumocystis Jirovecii pada tahun 1909, saat menyelidiki
pneumonitis interstitial pada pekerja kereta api Brasil (Chagas, 1909), tetapi dia salah
menafsirkan diagnosis dan mengklasifikasikannya sebagai Trypanosoma cruzi. Sebelumnya
Pneumocystis Jiroveci dianggap sebagai protozoa dan secara taksonomi masih menjadi
kontroversi. Saat ini, studi baru telah mengklasifikasi ulang Pneumocystis Jirovecii sebagai
jamur ascomycete (Ravinder et al., 2015). Bentuk trofozoit pleomorfik dan tahap kistik adalah
tahap perkembangan utama dari Pneumocystis Jirovecii. (Ravinder et al., 2015). Kolonisasi
Pneumocystis Jirovecii telah dideskripsikan pada pasien dewasa dengan penyakit saluran napas
obstruktif kronik, menjadikannya reservoir untuk infeksi (Helweg-Larsen et al., 2002). Dalam
penelitian kami, gejala dan temuan klinis seperti batuk (100%), demam (92%), penurunan berat
badan yang tidak disengaja (80%), dispnea (76%) dikaitkan dengan risiko PCP yang serupa
dengan yang terlihat pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (Stansell et al., 1997).
Pada temuan rontgen thorax, 30/35 (85,7%) pasien pasien positif PCP memiliki infiltrat paru
interstitial yang khas secara konsisten serupa dengan penelitian yang melaporkan bahwa
infiltrat paru terdapat pada 17 dari 19 (89,5%) pasien, dengan 16 dari 19 (84,2%) pasien
menunjukkan infiltrat paru bilateral (Doyle et al., 2017).

Dalam penelitian kami, kami mendaftarkan 100 pasien dengan pneumonia atipikal, 35%
pasien positif Pneumocystis Jirovecii. PCP terdeteksi menggunakan IFAT pada semua 35
spesimen, 15 dari 35 (42,9%) terdeteksi oleh GMSS, 8 dari 35 (17,6%) dengan pewarnaan
Giemsa, dan 1 dari 35 (2,8%) terdeteksi oleh pewarnaan TBO. Saat ini PCR untuk deteksi
Pneumocystis, khususnya Real Time-PCR, banyak digunakan dalam mendiagnosis PCP
(Muhlethaler et al., 2012). Studi kami menunjukkan sensitivitas yang sangat baik (100%) dan
NPV yang kuat (100%) untuk RT-PCR, yang juga dikonfirmasi oleh beberapa penelitian lain
(Alanio et al., 2011; Flori et al., 2004).

Dalam sebagian besar penelitian yang membandingkan metode PCR dengan mikroskop
untuk diagnosis PCP, PCR menunjukkan sensitivitas yang lebih baik untuk deteksi
Pneumocystis Jirovecii pada pasien dengan penyakit paru kronis (Lucia et al., 2018). Meta-
analisis menunjukkan akurasi PCR yang sangat tinggi dalam sampel BAL untuk diagnosis
Pneumocystis Jirovecii pada pasien yang berisiko dan sensitivitas gabungan 98,3% dan
spesifisitas 91,0% (Lucia et al., 2018; Fan et al. , 2013). Spesifisitas dan sensitivitas nested-
PCR masing-masing adalah 93% dan 100% (Lucia et al., 2018). Selain itu, deteksi organisme
yang cepat dan andal menggunakan tes PCR tetap menjadi keuntungan (Samuel et al., 2011).

RT-PCR kami menunjukkan bahwa 39 (39%) pasien ditemukan positif PCP. Tiga puluh
lima dari pasien ini memiliki IFAT positif (89,74%), dengan IFAT negatif atau tidak terdefinisi
dalam 4 sampel (10,26%). Alasan yang mungkin untuk diagnosis berlebihan ini mungkin
karena fakta bahwa PCR tidak membedakan antara kolonisasi pneumocystis dan infeksi karena
metode yang sangat sensitif ini mendeteksi DNA pneumocystis terlepas dari presentasi
klinisnya (Unnewehr et al., 2016). Oleh karena itu, diferensiasi ini tetap menjadi isu klinis yang
paling relevan.

Kontaminasi pada PCR dan kurangnya sistem kultur yang sesuai untuk mengkonfirmasi
hasil PCR adalah masalah utama dari teknik ini (Medrano et al., 2005). Saat ini, tes PCR untuk
Pneumocystis biasanya digunakan untuk diagnosis (Muhlethaler et al., 2012), meskipun
biasanya tidak disajikan secara klinis tetapi banyak digunakan dalam pengaturan penelitian.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa BAL adalah sampel yang ideal untuk deteksi
Pneumocystis Jirovecii. Pengumpulan sampel rumit dan membutuhkan alat mahal dan spesialis
yang sangat terlatih, sehingga timbul kebutuhan akan metode alternatif yang tidak terlalu
berbahaya untuk mendeteksi organisme ini (Ravinder et al., 2015).

Deteksi Pneumocystis Jirovecii dengan PCR sangat sensitif; Namun, diagnosis tidak hanya
mengandalkan PCR. Dengan demikian, keputusan diagnosis PCP harus disimpulkan sesuai
dengan gejala klinis, tanda, pencitraan radiologis, dan teknik mikrobiologi lanjutan, terutama
jika hasil PCR sangat positif (Robert et al., 2014), yang kami setujui sepenuhnya.

5. Kesimpulan

Seperti laporan dalam penelitian kami, BAL adalah sampel yang ideal, mengingat bahaya
yang signifikan akibat prosedur pengumpulan sampel. Meskipun Pneumocystis RT-PCR telah
terbukti lebih sensitif daripada metode morfologi yang biasa digunakan, meskipun RT-PCR &
IFAT adalah metode mahal untuk deteksi Pneumocystis Jirovecii di negara-negara dengan
sumber daya terbatas. Dalam pengaturan laboratorium di mana RT-PCR & IFAT tidak tersedia,
pewarnaan GMSS mungkin merupakan pilihan terbaik untuk deteksi Pneumocystis Jirovecii

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan penghargaan kepada Deanship of Scientific Research di King Khalid


University untuk mendanai pekerjaan ini melalui Proyek Penelitian Umum dengan nomor
hibah (G.R.P 287-40).

Anda mungkin juga menyukai