Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TENTANG SKRINING ANTIBODY COVID-19

Dosen pengampu : Apt. Eko Retnowati,M.Si.,M.Farm

Disusun Oleh :

Lisintia Nada Jayanti Safitri

F420185050

(3B_S1 Farmasi)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan Makalah tentang skrining antigen covid ini. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan akan tulisan ini, namun penulis berharap
kepada pembaca agar memberikan kritik terhadap makalah ini supaya di tulisan-tulisan
selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dosen ibu Apt. Eko
Retnowati,M.Si.,M.Farm, M.Farm dan asisten dosen Yang mana berkat perintah dan
perhatiannya beliau laporan resmi teknologi sediaan steril ini dapat dibuat dengan
sedemikian rupa. Saya selaku penyusun harapkan laporan resmi teknologi sediaan steril ini
dapat bermanfaat bagipertambahan pengetahuan pembaca.
Latar Belakang  

Rapid test untuk skrining awal COVID-19 sangat dibutuhkan mengingat penyebaran


penyakit yang sangat cepat. Namun, WHO menegaskan bahwa pemeriksaan ini tidak untuk
menegakkan diagnosis klinis COVID-19 dan tidak direkomendasikan untuk triase pasien
dengan dugaan COVID-19. Rapid test hanya merupakan skrining awal, hasil pemeriksaan
harus tetap dikonfirmasi dengan Real-Time Reverse-Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR). Sedangkan untuk triase pasien menggunakan  penilaian risiko cepat dari
kementrian kesehatan yang mengacu pada pedoman WHO Rapid Risk Assessment of Acute
Public Health.
Rapid test atau imunokromatografi menjadi bermanfaat karena hasil keluar lebih cepat
dan membutuhkan biaya lebih murah. Rapid test sebagai penapisan coronavirus disease in
2019 (COVID-19) di Indonesia terdiri dari rapid test antibodi dan/atau rapid test antigen.
Pada rapid test antibodi, spesimen yang diperlukan adalah darah dan tidak perlu dilakukan di
laboratorium dengan biosecurity level II, sehingga memungkinkan untuk dilakukan di
komunitas dengan tenaga dan sarana kesehatan yang terbatas. Sedangkan rapid test antigen,
spesimen diambil dari swab orofaring/nasofaring dan hanya dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki biosafety cabinet.
Baku Emas Pemeriksaan COVID-19

Menurut WHO, deteksi ribonucleic acid / RNA virus corona baru (SARS-CoV-2) 


dengan metode Real-Time Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dari
sputum dan swab tenggorokan merupakan baku emas pemeriksaan COVID-19. Pemeriksaan
RT-PCR kemudian akan dilanjutkan dengan genom sequencing untuk mengkonfirmasi
diagnosis COVID-19.
Pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi, namun sensitivitasnya rendah,
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang CT scan paru untuk mencari gambaran
pneumonia akibat Covid-19. Pemeriksaan RT-PCR juga memiliki hasil negatif palsu yang
tinggi karena sering mengandalkan swab tenggorok, faktanya infeksi virus SARS-CoV-2
dimulai di paru-paru bukan di saluran pernafasan atas. Selain itu, alat pemeriksaan ini tidak
tersedia di semua fasilitas kesehatan karena membutuhkan biaya yang mahal dan tenaga yang
terlatih, serta waktu yang lama dalam pengerjaannya.
Sebuah penelitian terhadap 1070 spesimen yang diambil dari 205 pasien terkonfirmasi Covid-
19, rata-rata berusia 44 tahun, memberikan hasil positif RT-PCR pada spesimen cairan lavage
bronchoalveolar tertinggi 93%, sputum/dahak 72%, swab hidung 63%, swab faring 32%),
dan darah 1%.

Regulasi Pemeriksaan Rapid Test untuk Skrining COVID-19

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19), pemeriksaan rapid test tidak untuk diagnostik COVID-19. Rapid
test dapat digunakan untuk skrining bila terdapat keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-
PCR. Rapid test Umumnya dilakukan pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada
pelaku perjalanan terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk
penguatan pelacakan kontak di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok
pesantren dan kelompok rentan lainnya.
WHO merekomendasikan penggunaan rapid test untuk tujuan penelitian epidemiologi
atau penelitian lain. WHO dan European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC)
menyebutkan bahwa rapid test untuk skrining COVID-19 hanya diperuntukan untuk
digunakan oleh tenaga kesehatan professional.
Pada laporan harian agregat COVID-19 dari Dinas Kesehatan Provinsi, hasil rapid test masuk
dalam surveilans serologi. Dilaporkan jumlah rapid test, jumlah rapid test reaktif, jumlah
reaktif periksa RT-PCR, dan jumlah reaktif dengan RT-PCR positif.

Spesifisitas dan Sensitivitas Rapid Test COVID-19

Peranan rapid test antibodi adalah untuk dapat mendeteksi keberadaan antibodi


Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG) terhadap virus SARS-CoV-2 dari
sampel darah manusia. Pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 15 menit dan dapat
mendeteksi infeksi COVID-19 dalam berbagai stadium penyakit. Antibodi IgM diketahui
memiliki peranan penting sebagai pertahanan utama saat terjadi infeksi virus, sementara
respon IgG adalah melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat virus yang
sebelumnya pernah terpapar di dalam tubuh.
Menurut WHO, rapid test untuk skrining COVID-19 masih perlu dievaluasi lebih
lanjut serta tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Penelitian yang telah dilakukan
terkait uji coba rapid test untuk COVID-19 terhadap 397 sampel darah dari pasien positif
COVID-19, didapatkan sensitivitas sebesar 88,66% dan spesifisitas 90,63%. Saat ini
laboratorium rujukan WHO untuk COVID-19 sedang melakukan studi validasi pengujian
pasca pemasaran di beberapa negara Eropa. Hasil penelitian ini akan dapat memperjelas
kinerja klinis dan keterbatasan rapid test dan menunjukkan tes mana yang dapat digunakan
dengan aman dan andal untuk tujuan medis maupun kesehatan masyarakat.
Post marketing study pada salah satu alat rapid test yang banyak tersedia di Indonesia
memberikan hasil bahwa sensitivitas alat tersebut terhadap IgM/IgG COVID-19 hanya 18,4%
sedangkan spesifisitasnya mencapai 91,7%, dengan nilai prediksi negatif 26,2% dan nilai
prediksi positif 87,5%. Studi ini dilakukan pada pasien akut yang datang ke unit gawat
darurat. Hasil ini menunjukkan bahwa rapid test tidak direkomendasikan untuk triase pasien
dengan dugaan COVID-19.
Metodologi Rapid Test Antibodi untuk Skrining COVID-19

Kartrid rapid test antibodi virus corona terdiri atas 5 bagian, yaitu plastic backing,


sample pad, conjugate pad, absorbent pad  dan membran NC. Persiapan yang harus dilakukan
pada kartrid sebelum digunakan adalah membran NC menempel di lapisan plastic
backing untuk memudahkan penanganan. Anti-human-IgM, anti-human-IgG, dan anti-rabbit-
IgG diletakkan secara berturut-turut pada garis M, G, dan C (control) pada kartrid rapid
test. Conjugate pad disemprotkan campuran AuNP-COVID-19 recombinant antigen
conjugate dan AuNP-rabbit-IgG. Sebelumnya, AuNP-COVID-19 recombinant antigen
conjugate telah dibuat dengan mencampurkan protein rekombinan virus SARS-CoV-2 yang
telah dilarutkan ke dalam campuran koloid AuNP dan borate buffer lalu dimurnikan. AuNP-
rabbit-IgG juga dibuat dengan metode yang sama. Sample pad disiapkan dengan bovine
serum albumin (BSA) (3%, w/v) and Tween-20 (0.5%, w/v).
Rapid test antibodi bisa menggunakan spesimen serum/plasma/darah lengkap, dari
penelitian menyebutkan konsistensi untuk tiap spesimen adalah 100 persen. Dibutuhkan
volume spesimen sekitar 10 mikroliter untuk serum/plasma, atau 20 mikroliter untuk darah
lengkap. Spesimen diletakkan pada sample pad lalu diikuti dengan menambahkan 2-3 tetes
larutan buffer. Hasil pemeriksaan bisa didapatkan dalam waktu 15 menit.

Interpretasi Rapid Test untuk Skrining COVID-19


Sebanyak tiga garis terdapat pada kartrid rapid test. Garis kontrol (C) akan menjadi merah
ketika sampel spesimen telah mengalir melalui kartrid. Keberadaan IgM anti-SARS-CoV-2
dan IgG anti-SARS-CoV-2 akan ditunjukkan oleh garis uji merah di wilayah M dan G. Kalau
hanya garis kontrol (C) menunjukkan warna merah, berarti sampel negatif virus corona.
Kalau garis M atau G atau kedua garis tersebut menjadi merah hal itu menunjukkan sampel
positif, sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR. Jika garis kontrol tidak
tampak merah, tes tidak valid, dan tes harus diulang dengan kartrid lain.
Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Rapid Test
Pemeriksaan rapid test untuk skrining COVID-19 memiliki beberapa kelebihan yaitu
lebih menghemat waktu dan tidak membutuhkan peralatan yang banyak, lebih mudah untuk
dilakukan dan hanya membutuhkan training singkat, dan hanya membutuhkan sedikit darah
dari ujung jari karena sama baiknya dengan darah dari vena. Kelebihan lain dari
pemeriksaan rapid test untuk COVID-19 adalah kemampuannya dalam mendeteksi antibodi
IgG dan IgM pada carrier SARS-CoV-2 yang asimtomatis, sehingga dapat digunakan untuk
mengontrol penyebaran COVID-19.
Adapun kekurangan dari rapid test untuk COVID-19 adalah bahwa pemeriksaan ini tidak
dapat mengkonfirmasi keberadaan virus SARS-CoV-2, namun hanya menyediakan info
adanya reaksi imunitas terhadap infeksi. Pemeriksaan rapid test untuk skrining COVID-19 ini
masih memungkinkan hasil yang negatif palsu dan positif palsu. Penyebab hasil negatif palsu
di antaranya adalah:
1. Konsentrasi antibodi yang rendah, jadi jika level IgG dan IgM di bawah batas deteksi
dari rapid test hasilnya akan menjadi negative
2. Perbedaan respon imun tiap individu dalam produksi antibodi, misalnya pada
pasien immunocompromised yang memiliki gangguan pembentukan antibody
3. Antibodi IgM yang akan berkurang kadarnya atau bahkan menghilang setelah 2
minggu
Sementara itu penyebab hasil positif palsu antara lain adalah:

1) Kemungkinan reaksi silang (cross reactive) dengan jenis virus corona lain
2) Infeksi lampau dengan jenis virus corona selain virus SARS-CoV-2[1-3,9]
KESIMPULAN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa rapid test tidak
digunakan untuk diagnostik. Rapid test dapat menjadi metode skrining atau penapisan awal
COVID-19 pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, terutama pada
populasi spesifik dan situasi khusus seperti pada pelaku perjalanan, lapas, panti, asrama, dan
pondok. Triase awal di fasyankes tetap harus melalui anamnesis secara komprehensif,
termasuk latar belakang contact tracing dan surveilans di daerahnya.
Diagnosis klinis COVID-19 harus tetap dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR.
Berdasarkan bukti sampai saat ini, WHO merekomendasikan penggunaan rapid
test imunodiagnostik hanya untuk penelitian, tidak untuk pengambilan keputusan klinis,
sampai bukti yang mendukung penggunaan untuk indikasi tertentu tersedia.
Mengingat rapid  test ini memungkinkan terjadinya hasil yang positif palsu dan
negatif palsu, maka hasil yang positif sebaiknya tetap dikonfirmasi dengan tes RT-
PCR. Kelompok asimtomatik yang perlu dilakukan skrining dengan hasil negatif harus
dilakukan tes ulang setelah 7 hari.

Anda mungkin juga menyukai