OLEH
dr. Nina Purnamasari
PEMBIMBING
• SARS-CoV-2 mewabah pada bidang respirasi sejak Desember 2019, banyak pasien
dirawat dengan pneumonia virus dan insufisiensi respirasi
• Gejala tersebut merupakan manifestasi klinis COVID-19, sebanyak 5% gejala berat dan
membutuhkan rawat intensif (ICU) dan menggunakan ventilasi mekanik akibat ARDS
• Algoritma AspICU pasien kritis digunakan untuk membangun skrining API pada
pneumonia COVID-19 (AspCOVID-19) untuk deteksi CAPA dengan skrining standard.
METODE
• Dilakukan pada 2 ICU (ICU interna dan ICU anestesi) Rumah Sakit Universitas Teknik
Munich, Jerman.
• Penelitian disetujui oleh komite etik Klinikum rechts der Isar, Munchen dan terdaftar.\
• Total 347 pasien diobservasi, 283 kriteria eksklusi sehingga sisa 64 pasien yang diikutkan
penelitian dan dibagi menjadi kelompok studi (32 sampel) dan kontrol (32 sampel).
• 283 pasien yang masuk eksklusi dengan rincian 215 tidak memenuhi kriteria, 67
memiliki faktor risiko sesuai kriteria EORTC/MSG dan 1 sudah lama mengidap
aspergilosis.
METODE
Kriteria sampel
SI EKSK
INKLU LU SI
• Skrining secara prospektif pasien COVID-19 hingga menyebabkan API dalam interval
waktu sehingga dapat didefinisikan COVID dengan API (CAPA)
• Untuk keamanan, maka pengambilan sampel dengan suction bronkial dalam dengan
sistem tertutup untuk mencegah penularan virus dan agen infeksius lain
METODE Hari-3
Skrining aspergilosis pada COVID-19 berat dan kelompok kontrol
Pemeriksaan lab
Sampel saluran napas bawah
untuk PCR dan Galactomannan
Pemeriksaan lab (CRP, PCT, IL6,
D-dimer, hitung limfosit dan Hari-7
leukosit)
Pasien masuk
ICU dengan Pemeriksaan lab
Antigen pneumokokus urin Uji mikrobiologi
ventilasi mekanik Kultur darah Sampel saluran napas bawah
Sampel saluran napas bawah untuk PCR dan Galactomannan
untuk PCR dan Galactomannan
Setelah Hari-7
Ulang pemeriksaan setiap 3
hari: protokol hari-3 atau hari-7
METODE
Skrining aspergilosis pada COVID-19 berat dan kelompok kontrol
• Skrining CAPA diakhiri setelah pasien diekstubasi, kecuali bagi yang positif antigen
galactomannan, tetap follow up post ekstubasi.
• Hasil pemeriksaan antigen galactomannan dari serum dan BAL digunakan untuk
kelompok kontrol, skrining sekali seminggu.
• Pemeriksaan pneumonia atipikal dari PCR bronkial dan antigen urin juga disertakan
untuk deteksi virus RSV dan influenza dalam kelompok kontrol.
METODE
Definisi
• Skor AspICU yang dimodifikasi, dikembangkan dari skor API dan influenza untuk
membentukan algoritma AspCOVID-19.
• API dalam menentukan CAPA didefinisikan apabila terdapat kriteria pertumbuhan koloni
Aspergilus spp dalam cairan bronkial, galactomannan optical density index (GM ODI) > 1
dari cairan bronkial atau > 0,5 dari serum, dan temuan klinis serta radiologis sugestif.
• Jika > 1 kriteria tidak terpenuhi maka tidak masuk CAPA, namun hanya koloni Aspergilus
biasa
• Deteksi dengan antigen galactomannan (GM) sampel serum dan cairan bronkial dengan
suction trakea sistem tertutup.
• Ketika pertumbuhan Aspergilus aktif, maka dilanjutkan kultur dengan agar saboraud
dekstrosa selama 48-72 jam. Identifikasi secara mikroskopik, makroskopik dan
MALDITOF
• Skrining fenotip resistensi azol pada Aspergilus dilakukan rutin dengan agar RPMI
ditambah voriconazol 2mg/L dan itraconazol 4 mg/L serta kontrol dengan agar tanpa
antijamur (Inkubasi 5 hari).
• Data deskriptif disajikan dalam rerata + standard deviasi (parametrik) atau median dan rentang
(non-parametrik)
• Probabilitas disajikan dalam odd ratio (OR) dengan 95% CI menggunakan nilai p 5% (0,05) dua sisi.
• Faktor risiko aspergilosis diidentifikasi dengan uji regresi logistik biner, dimana p < 0,05 termasuk
risiko aspergilosis.
HASIL
• 32 pasien COVID-19
berat masuk penelitian
AspCOVID-19 dengan
ketentuan negatif hasil
pemeriksaan RSV dan
influenza
• Data signifikan 0,026 adalah pada skor SOFA antara CAPA yang bertahan hidup dan
CAPA yang meninggal. Skor SOFA lebih tinggi pada penderita CAPA yang tidak
bertahan atau meninggal.
HASIL
• Pemeriksaan lab signifikan: IL-6 dan LDH yang lebih tinggi pada CAPA yang tidak
bertahan (meninggal).
HASIL
• Penggunaan ventilator dan lama rawatan ICU tidak berhubungan dengan kejadian
COVID-19 baik dengan API maupun tanpa API. CAPA tidak berhubungan dengan lama
rawatan ICU dan penggunaan ventilator.
HASIL
Regresi logistik: pasien COVID-19 dan kontrol:
PJK dan skor SOFA menyinggung garis vertikal
maka tidak berhubungan. Namun, skor
APACHE yang tinggi meningkatkan kejadian
API pada COVID-19 berat.
• Penelitian ini bertujuan untuk menilai insidensi, faktor risiko dan dampak pasien COVID-
19 berat dengan API menggunakan protokol skrining standard
• Sebagai perbandingan dengan cohort lain, ternyata COVID-19 meningkatkan API dari 8%
menjadi 34%, penderita CAPA memiliki mortalitas 36%.
• Hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner merupakan faktor
risiko tipikal COVID-19 namun tidak berisiko menjadi CAPA
• Sebagian besar penderita COVID-19 memiliki gejala flu, namun 15% diantaranya
membutuhkan bantuan oksigen, serta 5% gejala berat ARDS
DISKUSI
• Penelitian gejala berat COVID-19 sangat terbatas, hanya beberapa yang menunjukkan
kerusakan alveolus difus atau kombinasi dengan infiltrasi netrofil intraalveolus. Gejala
berat lain adalah badai sitokin inflamasi paru luas.
• Penelitian lanjutan harus dilakukan untuk menilai kerusakan paru akibat mekanisme
penyakit COVID-19
• Selain itu, masalah superinfeksi akibat gangguan aktivitas mukosiliar, disfungsi imunitas
serta disregulasi marker inflamasi menyebabkan infeksi tambahan selain COVID-19.
• Contoh superinfeksi adalah API dalam penelitian ini, dengan insidensi 1%-7% sehingga
memerlukan deteksi dini aspergilosis terutama COVID-19 berat yang dirawat di ICU.
• Skrining dengan skor AspICU dan definisi kasus CAPA untuk diterapkan saat rawatan.
DISKUSI
• Gejala CAPA harus ditegakkan dengan uji mikologi selain dari gejala klinis COVID-19
• Deteksi GM dalam cairan BAL merupakan pemeriksaan valid untuk konfirmasi API
dengan sensitivitas dan spesifisitas 90% serta patokan GM ODI > 0,8.
• Untuk keamanan, maka sampel diambil dari cairan bronkial tidak langsung melalui
suction sistem tertutup, namun tidak valid digunakan untuk sampel deteksi GM.
• Apabila sampel bronkial tidak langsung ingin digunakan untuk GM, maka patokal GM
ODI ditingkatkan menjadi > 1 agar hasil pemeriksaan valid (dijumpai 34% pasien API)
• Gambaran konsolidasi pada COVID-19 tidak dapat dipastikan apakah oleh SARS-CoV-2
atau oleh agen jamur, terkadang terjadi overdiagnosis API akibat sampel yang diambil
adalah cairan bronkial tidak langsung.
DISKUSI
• Dalam penelitian ini, meskipun standard GM ODI adalah > 0,8 (sampel BAL) atau > 1
(sampel bronkial tidak langsung), rerata dijumpai GM ODI 5,4.
• Kultur Aspergillus pada 82% sampel memiliki hasil deteksi GM >0,5 sebanyak 4 kasus
CAPA sehingga menurut penelitian ini, CAPA merupakan komplikasi COVID-19
• Diagnosis CAPA ditegakkan saat rawatan ICU hari ke-4, dicurigai proses patologis jamur
dimulai sejak masa inkubasi COVID-19
• Terapi antimikotik dimulai pada pasien dengan dugaan API. Berkurangnya antigen GM
dan peningkatan indeks Horovitz (skor SOFA) diduga merupakan efek berhasilnya
antimikotik selain dari terapi ARDS definitif lainnya.
DISKUSI
• Hari rawatan dan lama penggunaan ventilator tidak menunjukkan hasil signifikan dalam
penelitian ini baik COVID-19 dengan atau tanpa CAPA.
• CAPA pada COVID-19 rerata usia tua, skor APACHE II tinggi dan dinyatakan tinggi
mortalitasnya.
• Peningkatan serum IL-6 dan LDH berhubungan dengan perburukan dampak pada pasien
COVID-19, dimana pada penderita CAPA yang tidak bertahan menunjukkan peningkatan
serum tersebut.
• Dalam penelitian ini, CAPA yang berhasil bertahan bersih dari RNA SARS-CoV-2 dan IgG
yang masih tersisa, sedangkan pada CAPA yang tidak bertahan tetap memiliki RNA virus
hingga kematiannya.
KETERBATASAN PENELITIAN
• Penelitian dilakukan pada satu institusi saja, namun kelebihannya pada metode cohort
prospektif yang lebih kuar daripada metode lain
• Penggunaan sampel bronkial tidak langsung untuk keamanan transmisi virus lebih
rendah daripada BAL sehingga memiliki faktor pengganggu tinggi.
• Kasus COVID-19 masih baru, sehingga patofisiologi masih terbatas termasuk mekanisme
dengan kejadian aspergilosis paru invasif.
• KESIMPULAN adalah pasien COVID-19 memiliki risiko tinggi aspergilosis paru invasif,
terutama usia tua dan skor APACHE II tinggi sehingga protokol skrining dapat digunakan
untuk mencegah kejadian CAPA sejak fase awal sakit.
Terima Kasih
Bagian/KSM Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-I)
FK USK – RSUDZA
Banda Aceh, 2021