Anda di halaman 1dari 29

Tinjauan Kepustakaan 2

INFLAMASI SISTEMIK PADA PPOK

Oleh:

dr. Mauliza

Pembimbing:
dr. Nurrahmah, Sp.P(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI


DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLUD
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Referat dengan judul “Inflamasi Sistemik pada PPOK” diajukan sebagai


salah satu tugas dalam menjalani Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu
dr. Nurrahmah, Sp.P(K) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam referat ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian maupun dari segi materi.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tulisan
ini.

Banda Aceh, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii


Daftar Gambar ..................................................................................................... 1
Abstract …………………………………………………………………………..2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Inflamasi sistemik pada PPOK ................................................. 5

2.2 Asal Inflamasi Sitemik .............................................................. 7

2.3 Respon Fase Akut .................................................................... 10

2.4 Respon Sumsum Tulang ......................................................... 11

2.5 Mediator Peradangan Sirkulasi .............................................. 11

2.6 Hubungan Paru dan Peradangan Sistemik ............................ 13

2.7 Peradangan Sistemik PPOK pada Sistem Kardiovakular .... 15

2.8 Peradangan Inflamasi Sistemik pada PPOK dengan BMI….21


BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

iii
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Sel inflamasi dan imun serta mediator yang terlibat dalam PPOK…8
Gambar 2.2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki beberapa
Domain baik di dalam maupun di luar paru, terhadap
fisiologis (obstruksi aliran udara) dalam karakteristik klinis……...10
Gambar 2.3 Peradangan lokal dan sistemik pada PPOK ………………………..14
Gambar 2.4 Mekanisme Peradangan pada PPOK terhadap Sistem kardiovascular
……………………………………………………………………17
Gambar 2.5 Skema inflamasi paru dan patogenesis gangguan kardiovaskular
pada PPOK…………………………………………………………18
Gambar 2.6 Jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, aktivasi trombosit, adhesi
dan agregasi ………………………………………………………20

1
Abstract
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is defined as airflow obstruction
that is not fully reversible and is associated with persistent respiratory symptoms
including dyspnea, cough and excessive sputum production. Tobacco cigarettes,
other occupational and environmental particles, or exposure to harmful gases in
the development of COPD. COPD as a systemic inflammatory disease has
developed. The most well-known systemic inflammations are systemic inflammatory
systems, comorbidities, cardiovascular, cachexia and muscle dysfunction,
osteoporosis, anemia, and clinical depression and anxiety. Chronic comorbidities
affect health outcomes in patients with COPD, including mortality. In fact, most
patients with COPD die from non-respiratory disorders such as: cardiovascular
disease or cancer.The inflammatory response in COPD patients involves both
innate and adaptive immune responses. This response is characterized by activation
of the acute phase response, inflammatory mediators in the circulation, stimulation
of bone to release leukocytes and platelets, and activation and activation of
circulating leukocytes and endothelium. This systemic inflammatory response
impacts many organ systems. The pathogenesis and development of the systemic
inflammatory response in COPD is related to many factors and remains unclear
and requires further research.

Keyword: Systemic inflammatory, COPD

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai obstruksi aliran


udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan gejala pernapasan
yang persisten termasuk dispnea, batuk, dan produksi sputum yang berlebihan.
Rokok tembakau, partikel pekerjaan dan lingkungan lainnya, atau paparan gas
berbahaya dalam perkembangan PPOK. PPOK sebagai penyakit inflamasi sistemik
telah berkembang. Inflamasi sistemik yang paling terkenal adalah sistem inflamasi
sistemik, komorbiditas, kardiovaskular, cachexia dan disfungsi otot, osteoporosis,
anemia, dan depresi klinis dan kecemasan. Komorbiditas kronis mempengaruhi
hasil kesehatan pada pasien dengan PPOK, termasuk kematian. Faktanya, sebagian
besar penderita PPOK meninggal karena gangguan non-pernapasan seperti:
penyakit kardiovaskular atau kanker. Respon inflamasi pada pasien PPOK
melibatkan respon imun bawaan dan adaptif. Respon sistemik ini ditandai dengan
aktivasi respon fase akut, pelepasan mediator inflamasi yang bersirkulasi, stimulasi
sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit, serta pelepasan dan
aktivasi leukosit yang bersirkulasi dan endotel vaskular. Respon inflamasi sistemik
ini berdampak pada banyak sistem organ. Patogenesis dan perkembangan respon
inflamasi sistemik pada PPOK terkait dengan banyak faktor dan masih belum jelas
dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Keyword : Inflamasi Sitemik , PPOK

2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) didefinisikan sebagai obstruksi
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan gejala
respirasi persisten termasuk dispnea, batuk dan produksi sputum eksesif. Rokok
tembakau, partikel lingkungan serta pekerjaan lain, atau paparan gas berbahaya
berkontribusi dalam perkembangan PPOK. PPOK merupakan sindrom heterogen
yang melibatkan respon innate dan adaptif dalam merespon toksin, mikroba atau
autoimunitas, serta inflamasi persisten, defisiensi antiprotease, dan mekanisme lain
yang berdampak pada aliran udara, alveoli, atau keduanya yang menghasilkan
manifestasi klinis beragam, respon terapi yang berbeda dan pola progresifitas
penyakit yang bervariasi pula.1
Menurut WHO, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah salah satu
penyakit yang paling umum, diperkirakan akan pindah ke penyebab utama
kematian ke-3 pada tahun 2020. PPOK ditandai dengan reversibel yang buruk
keterbatasan aliran udara yang biasanya progresif dan terkait dengan respon
inflamasi abnormal paru, partikel atau gas berbahaya, terutama asap rokok. Namun
demikian, mekanisme patologis dan manifestasi klinis PPOK tidak terbatas hanya
pada inflamasi paru dan remodeling saluran napas. Sebaliknya, selama dekade
terakhir, PPOK sebagai penyakit inflamasi sistemik telah berkembang. Inflamasi
Sistemik yang paling dikenal yaitu sistem peradangan sistemik, komorbiditas,
kardiovaskular, kaheksia dan disfungsi otot, osteoporosis, anemia, dan depresi
klinis dan kecemasan. Komorbiditas kronis mempengaruhi hasil kesehatan pada
pasien dengan PPOK, termasuk kematian. Bahkan, sebagian besar pasien dengan
PPOK meninggal karena gangguan non-pernapasan seperti: penyakit
kardiovaskular atau kanker.2
PPOK saat ini menjadi penyebab kematian keempat diseluruh dunia namun
menurut studi oleh The Global Burden of Disease Study, PPOK diperkirakan akan
menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020. 3 Total kematian akibat PPOK
diproyeksikan akan terus meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun kedepan4 PPOK
secara primer muncul pada perokok yang berusia lebih dari 40 tahun. Prevalensinya
terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan saat ini menjadi penyebab

3
ketiga kecacatan dan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2015, prevalensi PPOK
yaitu 174 juta dan sekitar 3,2 juta diantaranya meninggal di seluruh dunia. 5 PPOK
merupakan penyakit yang umum, dengan 6,4% dari populasi Amerika Serikat
terdiagnosis PPOK. PPOK menjadi penyebab kematian keempat di Amerika
Serikat.1
PPOK menjadi penyebab mayor dari morbiditas kronis dan mortalitas
diseluruh dunia, banyak orang yang menderita penyakit ini selama bertahun-tahun
dan meninggal lebih cepat karena penyakit itu sendiri atau karena komplikasi.4
Mekanisme patologis dan manifestasi klinis PPOK tidak terbatas hanya pada
inflamasi paru dan remodeling saluran napas.6 Selama dekade terakhir, PPOK telah
diakui sebagai penyakit sistemik. Manifestasi sistemik dari PPOK termasuk
inflamasi sistemik, komorbiditas kardiovaskular, caheksia dan disfungsi otot,
osteoporosis, anemia, dan depresi serta kecemasan. Komorbiditas kronis
mempengaruhi hasil kesehatan pada pasien dengan PPOK, termasuk kematian.
Faktanya, sebagian besar pasien PPOK meninggal karena gangguan non-
pernapasan seperti penyakit kardiovaskular atau kanker. Oleh karena itu perlu
diketahui mengenai cara penegakkan diagnosis dan terapi yang tepat terhadap
inflamasi sistemik pada pasien PPOK.6,7
PPOK menjadi penyebab mayor dari morbiditas kronis dan mortalitas
diseluruh dunia, banyak orang yang menderita penyakit ini selama bertahun-tahun
dan meninggal lebih cepat karena penyakit itu sendiri atau karena komplikasi.
Mekanisme patologis dan manifestasi klinis PPOK tidak terbatas hanya pada
inflamasi paru dan remodeling saluran napas. 8

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflamasi sistemik pada PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diterapi dengan karakteristik gejala respiratori persisten dan
keterbatasan aliran udara karena abnormalitas aliran udara dan/atau alveolar yang
biasanya diakibatkan paparan signifikan partikel berbahaya dan dicetus oleh faktor
host termasuk perkembangan paru yang abnormal. 9
Peradangan ini ditandai dengan peningkatan jumlah makrofag alveolar,
neutrofil, limfosit T (terutama TC1, TH1, dan TH17 sel), dan sel limfoid bawaan
yang dibawa dari sirkulasi. sel epitel dan endotel serta fibroblas, mensekresi
berbagai mediator proinflamasi, termasuk sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan,
dan mediator lipid. Meskipun sebagian besar pasien dengan PPOK memiliki
inflamasi neutrofilik yang dominan, beberapa memiliki peningkatan jumlah
eosinofil, yang mungkin diatur oleh TH2 sel dan sel limfoid bawaan tipe 2
meskipun pelepasan IL-33 dari sel epitel.8
PPOK dikaitkan dengan peradangan kronis saluran udara dan parenkim
paru, yang meningkat lebih lanjut selama eksaserbasi akut dan juga terkait dengan
peradangan sistemik. Secara khusus, penting untuk memahami bagaimana
peradangan berubah sebagai respons terhadap rangsangan lingkungan yang berbeda
dan bagaimana perubahan itu dari waktu ke waktu pada pasien yang sama. PPOK
penyebab yang berbeda dapat berbeda dalam hal peradangan, tetapi PPOK terkait
dengan polusi udara dalam ruangan tampaknya memiliki sangat. pola peradangan
yang serupa dengan yang terlihat pada pasien dengan PPOK terkait merokok,
menunjukkan bahwa saluran pernapasan mungkin merespons faktor risiko yang
berbeda dengan cara yang sama.8
Patologi PPOK Keterbatasan aliran udara progresif pada pasien dengan
PPOK hasil dari 2 proses patologis utama: remodeling dan penyempitan saluran
udara kecil dan penghancuran parenkim paru dengan konsekuensi hilangnya
perlekatan alveolar saluran udara ini sebagai akibat dari emfisema. Patologis ini
perubahan tampaknya merupakan konsekuensi dari peradangan kronis di perifer
paru-paru, yang intensitasnya meningkat seiring perkembangan penyakit. Bahkan

5
6

pada pasien dengan penyakit ringan, ada obstruksi dan hilangnya saluran udara
perifer.8
Obstruksi jalan napas kecil dan hilangnya perlekatan alveolar
mengakibatkan penutupan jalan napas, dan terperangkapnya udara pada ekspirasi
yang diperburuk oleh olahraga dan hiperinflasi dinamis dapat menyebabkan
dispnea saat aktivitas, gejala utama PPOK, bahkan pada pasien dengan penyakit
ringan. Diperkirakan bahwa lokasi inflamasi perifer pada pasien PPOK
mencerminkan tempat pengendapan partikel iritan yang dihirup, seperti rokok dan
asap kayu. Memang, pada pasien dengan PPOK terkait dengan polusi udara rumah
tangga (asap biomassa) di negara berkembang, penyakit saluran napas kecil lebih
dominan, sedangkan pada perokok penyakit saluran napas kecil dan emfisema
sering muncul bersamaan. karena asap kayu biasanya dihirup secara pasang surut,
sedangkan asap rokok sering dihirup dalam-dalam dengan menahan napas. Hal ini
dapat dilihat terutama pada perokok rokok ganja (marijuana), yang dapat ditandai
emfisema. 8
Respon inflamasi pada pasien PPOK melibatkan respon imun bawaan dan
adaptif. yang dihubungkan melalui aktivasi sel dendritik. Pola inflamasi dan
ekspresi mediator yang serupa ditemukan pada perokok tanpa pembatasan aliran
udara, tetapi pada pasien PPOK, inflamasi ini diperkuat dan bahkan lebih
meningkat selama eksaserbasi akut atau dipicu oleh infeksi bakteri atau virus.
Peradangan yang terlihat pada paru-paru pasien PPOK melibatkan imunitas bawaan
(neutrofil, makrofag, eosinofil, sel mast, sel pembunuh alami, gd sel T, sel limfoid
bawaan, dan sel dendritik) dan imunitas adaptif (limfosit T dan B), tetapi juga, ada
aktivasi sel struktural, termasuk sel epitel saluran napas dan alveolar, sel endotel,
dan fibroblas.8
Pasien PPOK, terutama ketika penyakitnya parah dan selama eksaserbasi,
memiliki bukti peradangan sistemik, yang diukur baik sebagai peningkatan kadar
sitokin, kemokin, dan protein fase akut yang bersirkulasi atau sebagai kelainan pada
sel yang bersirkulasi. Peradangan persisten dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih
buruk. Merokok sendiri dapat menyebabkan inflamasi sistemik (misalnya,
peningkatan jumlah leukosit total), tetapi pada pasien PPOK, derajat inflamasi
sistemik lebih besar. Masih belum pasti apakah penanda inflamasi sistemik ini
7

merupakan ''spillover'' dari inflamasi di paru perifer atau merupakan kelainan


paralel atau terkait dengan beberapa penyakit penyerta yang kemudian memiliki
efek pada paru. Dalam kasus apapun peradangan sistemik terlihat pada pasien
dengan PPOK dapat berkontribusi pada manifestasi sistemik dan dapat
memperburuk penyakit penyerta.8
Dalam sebuah studi populasi besar, peradangan sistemik (peningkatan
protein C-reaktif, fibrinogen, dan kadar leukosit) dikaitkan dengan peningkatan 2
hingga 4 kali lipat risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker paru-paru, dan
pneumonia, meskipun tidak dengan depresi. Dengan mengukur 6 penanda inflamasi
(protein C-reaktif, IL-6, CXCL8, fibrinogen, TNF-A, dan leukosit), 70% pasien
PPOK memiliki beberapa komponen inflamasi sistemik, dan 16% mengalami
inflamasi persisten. Pasien dengan inflamasi sistemik persisten mengalami
peningkatan mortalitas dan eksaserbasi lebih sering. Peradangan sistemik
tampaknya berhubungan dengan percepatan penurunan fungsi paru dan meningkat
lebih lanjut selama eksaserbasi.8

2.2 Asal Inflamasi Sitemik


Asal inflamasi sistemik yang ada pada pasien PPOK masih kurang
dipahami, dan beberapa jalur mungkin terlibat. Karena merokok menyebabkan
banyak efek ekstrapulmoner yang penting, seperti penyakit kardiovaskular, asap
tembakau saja dapat berkontribusi secara signifikan terhadap peradangan sistemik
pada PPOK. Dalam hal ini, baik stres oksidatif sistemik dan disfungsi endotel
vaskular perifer.10
Setiap menghirup asap rokok mengandung sekitar 1017 spesies oksigen
reaktif (ROS) dan lebih dari 2000 senyawa xenobiotik yang memulai respon
inflamasi di saluran udara dan parenkim paru pada PPOK. Konsep yang muncul
adalah respon inflamasi pada PPOK. Respon inflamasi yaitu dengan produksi
lendir, proteolisis, fibrosis, dan siklus resolusi. Proses ini mungkin ditentukan oleh
faktor genetik, virus laten, stres oksidatif, dan perubahan pada aktivitas histone de-
acetylase-2 (HDAC-2).11
8

Gambar 2.1 Sel inflamasi dan imun serta mediator yang terlibat dalam PPOK11

Jenis peradangan yang terjadi dimediasi oleh perekrutan selsel inflamasi


yang berbeda dan produksi mediator yang berbeda. Makrofag meningkat dalam
jumlah sputum dan bronchoalveolar lavage (BAL) pasien PPOK; makrofag
memainkan peran utama dalam mengatur proses inflamasi. Dirangsang oleh asap
rokok dan iritan lainnya (asap biomassa), mereka melepaskan ROS, nitric oxide
(NO) dan kemokin yang menarik monosit, sel T dan neutrofil ke daerah yang
meradang [27]. Sel T adalah CD8+ (supresor/sitotoksik) dan terletak di kelenjar
yang mensekresi mukus, saluran napas sentral dan perifer serta parenkim paru.
Mereka melepaskan granzymes, perforin dan tumor necrosis factor-α (TNF-α),
yang menginduksi apoptosis sel tipe I alveolar, mendukung emfisema. Neutrofil
meningkat pada sputum dan BAL pasien PPOK. Mereka tertarik oleh sel epitel,
makrofag dan sel T melalui faktor kemotaksis seperti interleukin 8 (IL-8),
leukotrien B4 (LTB4) dan sejumlah kemokin dari keluarga CXC yang bekerja pada
reseptor spesifik. Neutrofil melepaskan protease serin seperti elastase, cathepsin G,
9

proteinase-3, matrix metalloproteinase-12 (MMP-12) dan ROS, yang mendorong


produksi mukus dan destruksi alveolar.11
Baru-baru ini, dalam upaya bersama GINA dan GOLD istilah ACOS
dikembangkan, sebagai sindrom tumpang tindih antara asma dan PPOK. Sel epitel
menghasilkan TNF-α dan IL-8 sebagai respons terhadap iritasi bronkial yang
dihirup. Mereka juga menghasilkan transforming growth factor (TGF-β) yang dapat
menyebabkan fibrosis lokal. Fibroblas telah meningkatkan aktivitas dan
menghasilkan protein matriks ekstraseluler (ECM) di saluran udara kecil
(bronkiolitis obstruktif). Sel otot polos dan sel endotel juga terlibat dalam proses
inflamasi. 11
Sumber potensial lain dari inflamasi sistemik pada PPOK termasuk
merokok, hiperinflasi paru, hipoksia jaringan, disfungsi otot rangka, dan sumsum
tulang. Telah diketahui dengan baik bahwa, tanpa adanya PPOK, merokok
merupakan salah satu faktor risiko penting penyakit kardiovaskular (walaupun,
seperti yang dibahas selanjutnya di sini, keberadaan PPOK secara signifikan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada perokok. Selanjutnya, merokok
melakukannya melalui induksi inflamasi sistemik tingkat rendah dan disfungsi
endotel, bahkan pada perokok pasif. 12
Dengan demikian, jelas bahwa merokok, sendiri, dapat menyebabkan
inflamasi sistemik. Namun, Vernooy dan rekan menemukan bahwa mantan perokok
juga memiliki bukti peradangan sistemik, menunjukkan bahwa merokok tidak dapat
menjadi satu-satunya faktor yang menginduksi peradangan sistemik pada PPOK.
Persistensi inflamasi setelah berhenti merokok juga terjadi pada paru pasien PPOK,
dan sebenarnya telah meningkatkan kemungkinan bahwa patogenesis PPOK
mungkin termasuk komponen autoimun. 12
Oleh karena itu, mekanisme peradangan sistemik pada PPOK. harus
responsif terhadap terapi bronkodilator. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa
hiperinflasi paru mempengaruhi prognosis pada PPOK dengan sangat signifikan.
10

Gambar 2.2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki


beberapa domain, baik di dalam maupun di luar paru-
paru, terhadap fisiologis (obstruksi aliran udara) dan
karakteristik klinis.12

2.3 Respon Fase Akut


Respons fase akut merupakan kunci dan komponen sistemik awal dari
timbulnya respons imun. C-reactive protein (CRP) merupakan biomarker dari
respons fase akut. Masuknya leukosit ke dalam dinding pembuluh darah dan
pengambilan kolesterol low density lipoprotein (LDL) oleh makrofag,
menyebabkan ketidakstabilan ateroma pembuluh darah. Berdasarkan studi, subjek
dengan obstruksi aliran udara berat mengalami peningkatan kadar CRP sebanyak
2,74 kali. Peningkatan kadar CRP pada subjek dengan PPOK diperkirakan
berkaitan langsung dengan kondisi PPOK dan peradangan sistemik atau sebagai
akibat dari PJK dan kebiasaan merokok. 13
Peningkatan kadar CRP dalam sirkulasi pada PPOK berkaitan dengan
mediator seperti interleukin (IL)-6 yang merupakan mediator sitokin utama dalam
produksi CRP oleh sel hati. Kadar CRP juga meningkat pada eksaserbasi PPOK.
Sejak CRP digunakan sebagai marker peradangan sistemik dan berkaitan dengan
11

beratnya penyakit kardiovaskular, diduga peradangan sistemik memiliki peran


utama dalam hubungan PPOK dengan penyakit jantung iskemik. 13
Protein fase akut lainnya seperti fibrinogen juga mengalami peningkatan pada
subjek PPOK eksasebasi. Pada eksaserbasi PPOK kadar fibrinogen plasma
mengalami peningkatan dan diperkirakan sebagai dasar terjadinya gangguan
hemostasis maupun trombosis serta meningkatkan kejadian kardiovaskular lanjut.
Selain itu, peningkatan D-dimer (produk penghancuran fibrin) juga ditemukan pada
subjek dengan PPOK.14

2.4 Respon Sumsum Tulang


Respons selanjutnya dari peradangan sistemik adalah perangsangan sistem
hematopoetik terutama pada sumsum tulang yang menghasilkan pelepasan leukosit
dan trombosit ke dalam aliran darah. 13
Jumlah leukosit berperan sebagai prognostik kematian yang independen
terhadap rokok. Kebiasaan merokok kronik meningkatkan jumlah leukosit dalam
darah termasuk neutrofil muda dengan kadar mieloperoksidase serta 1-antitripsin
yang tinggi, zat ini merupakan penghambat alami protease serin dan bertanggung
jawab terhadap kerusakan dinding alveolar. Studi menunjukkan bahwa merokok
dapat merangsang sumsum tulang melepaskan neutrofil muda yang banyak berada
di kapiler paru. Selain itu, monosit dilepaskan dari sumsum tulang lebih dini dan
cepat daripada neutrofil. Pelepasan monosit dari sumsum tulang ini dipicu
peradangan di paru. Monosit yang dilepaskan berada di daerah peradangan dan
berpindah ke rongga udara mengikuti proses pematangan intravaskular. Monosit
merupakan sumber makrofag alveolus dan berakumulasi sebagai respons terhadap
rokok. Makrofag ini akan aktif langsung bila ada rokok dan menghasilkan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1) suatu kemokin yang diperkirakan berperan
penting dalam mempertahankan peradangan konik paru pada pasien PPOK.6,13

2.5 Mediator Peradangan Sirkulasi


Banyak mediator inflamasi yang terlibat dalam PPOK, termasuk lipid,
radikal bebas, sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan. Mediator-mediator ini
berasal dari sel-sel inflamasi dan struktural di paru-paru dan berinteraksi satu sama
lain secara kompleks. Karena begitu banyak mediator yang terlibat, kecil
12

kemungkinan bahwa pemblokiran mediator tunggal akan memiliki efek klinis yang
signifikan. Mediator serupa yang ditemukan di paru-paru pasien PPOK mungkin
juga meningkat dalam sirkulasi, dan inflamasi sistemik ini dapat mendasari dan
mempotensiasi komorbiditas.8
Pasien PPOK memiliki nilai batas bawah dari beberapa biomarker
proinflamasi yang tinggi. Peningkatan kadar tumor necrotizing factor- α (TNF) dan
reseptornya (TNFR-55 dan TNFR-75) yang berhubungan dengan aktivasi leukosit
dan penurunan berat badan pada pasien PPOK. Peningkatan kadar IL-6 dan IL-8
terjadi selama eksaserbasi. Sitokin ini bertanggungjawab terhadap respons sumsum
tulang yang dipicu peradangan paru pada PPOK. Interleukin-8 (IL-8), faktor
pertumbuhan hemopoetik granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan IL-6
masing-masing dapat merangsang sumsum tulang dan diperkirakan berperan
sebagai mediator respons sumsum tulang pada pasien PPOK.6,13
Interleukin-6 adalah mediator yang penting pada respons fase akut dan
sebagai perangsang potensial sumsum tulang dalam melepaskan leukosit dan
trombosit dan merupakan sitokin proinflamasi yang berperan dalam pelepasan
neutrofil dan monosit dari sumsum tulang akibat peradangan paru. Peran utama IL-
8 adalah menggeser neutrofil dari pembuluh darah ke dalam sumsum tulang dan
kemokin ini juga melepaskan neutrofil muda ke dalam sirkulasi. Sel mieloid ini
berperan penting dalam mengatur reaksi peradangan pada paru dan pembuluh
darah. Neutrofil yang dilepaskan dari sumsum tulang oleh IL-6 dan G-CSF banyak
berada pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan peradangan yang jauh
dari lokasi peradangan di paru. Granulocyte macrophage colony-stimulating factor
(GM-CSF) merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang merangsang
perubahan dan pelepasan granulosit serta monosit dari sumsum tulang. GM-CSF
mengaktifkan leukosit juga memperpanjang ketahanan hidup sel ini dalam sirkulasi
dan berperan sebagai faktor degranulasi yang meningkatkan kerusakan jaringan
oleh granulosit.6,13
Interleukin-1β adalah sitokin reaksi akut yang meningkatkan produksi sitokin-
sitokin oleh banyak sel, merangsang hematopoesis, mengaktifkan sel endotel, yang
pirogenik dan memicu respons fase akut. Sitokin TNFα dan IL-1 bersama IL-6
bertanggungjawab terhadap aktivasi respons fase akut. Reaksi ini menghasilkan
13

CRP, fibrinogen dan faktor koagulasi lainnya yang terkait dengan kejadian
tromboemboli dan kardiovaskular. GM-CSF, IL-1β dan IL-6 memiliki kemampuan
untuk menghasilkan reaksi peradangan sistemik dengan ada peningkatan leukosit,
trombosit dan protein-protein proinflamasi dan protrombotik dalam sirkulasi.
Mereka juga berperan dalam mengaktifkan peredaran leukosit dan endotelium
pembuluh darah yang memicu perlekatan leukosit-endotelium dan migrasinya.
Terdapat beberapa studi yang menunjukkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi
pada PPOK dan diimbangi oleh meningkatnya pengaturan dari mediator anti
peradangan seperti IL-1R dan IL-10 sehingga diperkirakan PPOK menghasilkan
reaksi proinflamasi.15

2.6 Hubungan Paru dan Peradangan Sistemik


Beberapa hewan percobaan dan model invitro menunjukkan peradangan
paru dapat berkembang menjadi peradangan sistemik. Studi menunjukkan
peradangan paru akibat polusi udara merangsang sumsum tulang melepaskan
leukosit dan kondisi trombosis. Besarnya peran sumsum tulang berkaitan dengan
jumlah partikel yang fagosit oleh makrofag alveolus. Bila dipicu oleh rokok maka
makrofag alveolus akan mengeluarkan TNFα, IL-1, IL-6, IL-8 dan GM-CSF dan
G-CSF, yang dapat merangsang proliferasi dan pelepasan leukosit
polimorfonuklear dan monosit dari sumsum tulang.16
Merokok juga merangsang pelepasan IL-1, IL-8, G-CSF dan MCP-1 dari sel
epitel bronkus melalui jalur oksidatif yang menunjukkan ada kaskade mediator
radang epitel saluran napas pada PPOK. Sebagai tambahan, sel epitel saluran napas
pada perokok dengan PPOK melepaskan lebih banyak TGF-β1 dibandingkan yang
tidak merokok dan selanjutnya mengatur perubahan bentuk serta fibrosis saluran
napas.16
Banyak mediator yang dihasilkan merupakan bagian dari reaksi sistemik
pada PPOK dan diperkirakan mediator ini masuk ke dalam sirkulasi dan memicu
reaksi peradangan sistemik. Studi menunjukkan hubungan antara peradangan
sistemik dipicu oleh pengaruh partikel polusi udara pada paru dan perkembangan
aterosklerosis. Kelinci yang tinggi lemak mengalami aterosekloris setelah terpajan
partikel berbahaya dan menunjukkan reaksi peradangan sistemik. Reaksi
peradangan berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis. Pada kenyataannya
14

luas aterosklerosis sesuai dengan konsentrasi makrofag alveolus yang mengandung


partikel ini. Hubungan peradangan lokal dan sistemik pada PPOK dapat dilihat pada
gambar berikut.13,17

Gambar 2.3 Peradangan lokal dan sistemik pada PPOK13

Dengan terjadinya peradangan saluran napas, sel endotel menjadi aktif


dengan meningkatkan pengaturan intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan
Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) di permukaaan plak aterosklerotik.
Reseptor perlekatan ini sangat penting dalam menarik leukosit seperti monosit dan
limfosit ke dalam plak aterosklerotik, sehingga diyakini bahwa peradangan saluran
napas karena polusi udara dan rokok dapat memicu peradangan sistemik melalui
aktivasi makrofag alveolus dan sel epitel bronkus dapat mempengaruhi kondisi
penyakit yang sudah ada di tempat lain seperti pembuluh darah.6,13
Peradangan sistemik pada PPOK sesuai dengan patogenesis komplikasi
terkait, namun belum ada biomarker dalam plasma yang dapat digunakan secara
rutin dalam praktik klinik. Pada tingkat populasi CRP dan IL-6 serta fibrinogen
plasma meramalkan angka kesakitan dan kematian pada pasien PPOK, namun
15

karena marker ini paling banyak dihasilkan oleh sel hati dan bukan di paru maka
penanda ini kurang spesifik pada proses paru. Penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan penanda yang spesifik terjadinya peradangan paru perlu dilakukan
13
untuk menentukan perkembangan penyakit PPOK.

2.7 Peradangan Sistemik PPOK pada Sistem Kardiovakular


Penelitian Lung Health melaporkan penurunan 10% fungsi paru (VEP1)
pada pasien PPOK terkait dengan peningkatan risiko kematian penyakit
kardiovaskular sebesar 30% yang terdiri dari aritmia, gagal jantung, stroke dan
penyakit kardiopulmoner seperti penyakit tromboemboli (termasuk risiko emboli
paru dan trombosis vena dalam (DVT)) serta kematian mendadak. Setiap penurunan
VEP1 10% semua penyebab kematian akan meningkat sebesar 14 %, kematian
karena kardiovaskular sebesar 28% dan kejadian koroner akut sebesar 20%. 13,16
Studi lainnya menunjukkan 27% kematian pada subjek dengan PPOK
sedang sampai berat (VEP1 < 60%) berkaitan langsung dengan kejadian
kardiovaskular. Diduga kejadian kardiovaskular menjadi penyebab terbanyak
kematian pada pasien PPOK bahkan pada kondisi PPOK yang sedang sampai berat.
Penurunan fungsi paru (VEP1/KVP < 70%) merupakan faktor risiko untuk kejadian
kardiovaskular. Bahkan pada penurunan fungsi paru yang relatif kecil (VEP1 turun
10%) terjadi peningkatan risiko aritmia, kejadian koroner akut dan kematian
kardiovaskular sebanyak dua kali lipat. 13,16
Telah dilaporkan bahwa peningkatan kekakuan arteri yang berhubungan
dengan gangguan kardiovaskular disebabkan oleh disfungsi sel endotel dan dinding
arteri yang abnormal, yang dapat menjadi risiko dari inflamasi sistemik derajat
rendah yang berkepanjangan. Efek gabungan dari inflamasi sistemik dan aktivasi
sel imun berkontribusi pada penebalan dinding arteri serta meningkatkan
kemungkinan pembentukan plak atau lesi aterosklerotik, yang keduanya dapat
menyebabkan infark miokard atau stroke. Di bawah keadaan stres dan peradangan
yang berkepanjangan, plak aterosklerotik tumbuh dan pecah, menyebabkan
trombosis luminal tiba-tiba dan cedera jaringan meningkatkan kemungkinan
pembentukan bekuan di dalam pembuluh darah atau oklusi pembuluh darah,
menginduksi stroke iskemik. Paparan rokok dan PPOK, meningkatkan jalur ini
16

dengan menginduksi trombosis, melalui sekresi berlebihan dari faktor prokoagulan


dan inflamasi sistemik.18,19
Sebuah studi oleh Lahousse et al. menunjukkan bahwa pasien dengan PPOK
berat berada pada risiko tinggi memiliki plak aterosklerotik yang rentan, yang
didefinisikan sebagai plak dengan kandungan lipid yang tinggi, dibandingkan
mereka yang tidak menderita PPOK. Penelitian ini kemudian menganalisis PPOK
ringan sampai sedang, dengan hasil yang sama, menunjukkan bahwa
ketidakstabilan plak terjadi pada awal patogenesis PPOK. Mekanisme yang
mendasari belum sepenuhnya ditetapkan, meskipun model hewan PPOK telah
digunakan untuk menunjukkan bahwa peradangan paru pada PPOK memicu
peradangan dan menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam plak
aterosklerotik. Hal ini kemudian mendorong infiltrasi lipid dan pergantian sel plak,
sehingga menghasilkan plak aterosklerotik yang lebih besar dan kurang stabil yang
rentan pecah.20
Beberapa penelitian epidemiologi berkaitan dengan peradangan sistemik
terkait dengan luasnya aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, stroke dan
kematian koroner. Plak aterosklerotik diawali dengan aktivasi endotelium
pembuluh darah. Kondisi peradangan seperti diabetes, PPOK atau obesitas
menyebabkan endotelium banyak mengekpresikan molekul perlekatan permukaan
seperti VCAM-1 yang memungkinkan sel darah putih yang beredar menempel pada
permukaan endotel yang teraktivasi sehingga memicu semua rangkaian reaksi
peradangan pada dinding pembuluh darah. 13
Beberapa molekul seperti CRP dapat meningkatkan proses peradangan. C-
reactive protein (CRP) dapat meningkatkan pengaturan produksi sitokin
peradangan, mengaktifkan sistem komplemen, meningkatkan LDL oleh makrofag
dan membantu perlekatan leukosit pada endotelium pembuluh darah sehingga
memperluas reaksi peradangan di dinding pembuluh darah. C-reactive protein
(CRP) juga berinteraksi dengan sel endotel dan merangsang produksi IL-6, MCP-1
dan endotelin-1, yang mengubah fungsi endotelium pembuluh darah. Semakin
tinggi kadar berkaitan dengan kejadian kardiovaskular. Protein fase akut lain seperti
fibrinogen juga memperkirakan kejadian kardiovaskular. 13,16
17

Mekanisme PPOK dan pengaruhnya pada sistem kardiovaskular tidak


diketahui secara pasti, tetapi reaksi peradangan sistemik ringan terkait PPOK
berperan dalam penyakit kardiovaskular aterotrombotik pada pasien ini. Diduga
bahwa PPOK terkait dengan peradangan saluran napas dan paru yang menyebabkan
pelepasan mediator proinflamasi seperti protein fase akut, sitokin dan kemokin
dalam aliran darah secara langsung maupun tidak langsung. Mediator-mediator ini
menimbulkan kondisi peradangan sistemik yang menetap dan meningkatkan
kemampuan koagulasi serta mengaktifkan endotelium pembuluh darah yang
menyebabkan peradangan pembuluh darah, pembentukan plak, ketidakstabilan
plak dan robekan plak. Peradangan sistemik yang ringan ini juga merangsang
sumsum tulang melepaskan leukosit, monosit dan trombosit yang berperan dalam
peradangan pembuluh darah. 13

Gambar 2.4 Mekanisme Peradangan pada PPOK terhadap Sistem


Kardiovaskular13
Pada gambar 2.4 menunjukkan jalur potensial peradangan sistemik pada
PPOK dapat mengaktifkan pembuluh darah sehingga terjadi aktivasi dan disfungsi
endotel serta ketidakstabilan plak aterosklerosis yang dapat menimbulkan kejadian
seperti sindrom koroner akut dan stroke. 13
18

Peningkatan stres oksidatif dan peradangan seperti yang terlihat pada


PPOK, memiliki efek buruk pada stroke karena faktor-faktor ini menyebabkan
perubahan dan remodeling struktural pembuluh darah otak dan meningkatkan
gangguan sawar darah otak. Keadaan pro-inflamasi ini selanjutnya meningkatkan
produksi ROS melalui aktivitas NOX-NADPH oksidase, menyebabkan peradangan
dinding pembuluh darah melalui faktor nuklear-light-chain-enhancer dari
pensinyalan sel B teraktivasi (NFkB). Oleh karena itu, peningkatan beban oksidatif
dan peradangan merupakan faktor penyebab utama penyakit kardiovaskular pada
pasien PPOK, oleh karena itu modulasi dari stres oksidatif dan jalur inflamasi yang
penting ini dapat menjadi target terapi yang potensial. 19,21

Gambar 2.5 Skema inflamasi paru dan patogenesis gangguan


kardiovaskular pada PPOK22
Pada gambar 2.5 menunjukkan paparan rokok dan polusi udara
mengaktifkan sel-sel kekebalan (misalnya makrofag, neutrofil) yang mendorong
produksi ROS dan peradangan sistemik yang mendorong timbulnya dan
22
perkembangan CVD yang pada akhirnya menyebabkan kematian terkait CVD.
19

Selain itu, peradangan sistemik tingkat rendah yang berlebihan pada pasien
dengan PPOK juga dapat menyebabkan peningkatan risiko trombosis koroner.
Mediator-mediator inflamasi dan sitokin yang terinduksi berkontribusi pada
pembentukan plak ateromatosa. Respon ini berhubungan dengan cedera vaskular
akibat peradangan persisten mengaktifkan trombosit yang bersirkulasi yang
mengatur P-selectin, faktor von Willibrand (VWF) dan ekspresi CD40,
menyebabkan adhesi trombosit teraktivasi ke dinding arteri dan serat kolagen.
Setelah terikat pada lumen, trombosit teraktivasi mensekresi tromboksan A2 dan
adenosin difosfat, yang menginduksi trombosit lain ke tempat yang mengalami
perubahan informasi. Hal ini memungkinkan terjadinya pengikatan fibrinogen dan
berbagai faktor koagulasi yang akhirnya membentuk trombin yang mengarah pada
penyembuhan luka. Sebaliknya, trombosit yang teraktivasi menginduksi sel-sel
inflamasi dan mensekresikan kemokin pro-inflamasi, yang bermanfaat untuk proses
penyembuhan dalam kondisi patologis normal meskipun ketika jalur kompleks ini
menjadi deregulasi, inflamasi yang berkepanjangan dan hiperaktivasi trombosit
menyebabkan pembentukan agregat, yang selanjutnya berkontribusi pada
aterotrombosis. Atherothrombosis ditandai dengan gangguan lesi aterosklerotik
dengan pembentukan trombus yang tumpang tindih dan merupakan penyebab
utama sindrom koroner akut dan kematian kardiovaskular. Pasien dengan PPOK
mengalami peningkatan kadar H2O2 dan ROS, yang meningkatkan lingkungan
pro-trombotik pada pasien ini.22,23
20

Gambar 2.6 Jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, aktivasi trombosit, adhesi
dan agregasi22

pada gambar 2.6 menunjukkan aktivasi jalur koagulasi intrinsik dan


ekstrinsik mendorong aktivasi protrombin, selanjutnya menyebabkan konversi
fibrinogen yang bergantung pada trombin menjadi fibrin, mendorong aktivasi
trombosit. Aktivasi trombosit ini menyebabkan pembentukan sumbat trombosit dan
respon inflamasi lokal dalam kondisi patologis normal, yang menyebabkan deposisi
kolagen dan perbaikan luka. Dalam keadaan sakit seperti yang terlihat pada PPOK,
proses ini menjadi disregulasi, mendorong hiperaktivasi trombosit, respons
inflamasi yang berlebihan, deposisi kolagen dan aktivasi sel imun, yang semuanya
merupakan faktor pembentukan lesi aterosklerotik, disfungsi vaskular dan
ketidakstabilan plak yang pada akhirnya dapat menyebabkan infark miokard, oklusi
arteri serebral (stroke) dan kematian. 22
Terapi anti-platelet mungkin berguna sebagai perlindungan pasien dari
peningkatan risiko trombotik yang terkait dengan PPOK, sehingga menyebabkan
penurunan risiko infark miokard dan stroke. Obat anti-platelet seperti aspirin telah
terbukti secara signifikan mengurangi risiko kematian pada pasien PPOK, dengan
menghambat hiperaktivasi dan agregasi platelet, sehingga mencegah trombosis.
21

Studi menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan obat anti-platelet (seperti
aspirin, warfarin, Clopidogrel) menunjukkan penurunan mortalitas yang signifikan
dalam 1 tahun setelah eksaserbasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
trombosit berperan dalam peradangan dan kemungkinan hipoksemia, sehingga
pengobatan anti-trombosit selama AECOPD dapat digunakan secara terapeutik
untuk mencegah agregasi trombosit dan trombosis, untuk mengurangi kematian
pada pasien.22,24

2.8 Peradangan Inflamasi Sistemik pada PPOK dengan BMI

Penurunan berat badan adalah karakteristik dari penyakit obstruktif kronis


lanjut penyakit paru (PPOK), dikaitkan dengan kerentanan yang lebih besar
terhadap eksaserbasi gejala pernapasan, dan merupakan prediktor independen dari
hasil (1-3). Penurunan berat badan dapat melibatkan semua kompartemen jaringan,
meskipun hilangnya otot rangka mungkin sangat penting karena pengecilan otot-
otot pernapasan dengan hilangnya kekuatan dan daya tahan. Kehilangan otot rangka
yang tidak terlihat dan mungkin tanpa gejala dapat terjadi terjadi pada hingga 25%
pasien dengan berat badan normal. 25
Sudah diterima secara luas bahwa penurunan berat badan disebabkan oleh
hal negatif keseimbangan energi. Keadaan hipermetabolik nonkatabolik telah
diusulkan sebagai mekanisme yang mendasarinya, ini karena pengeluaran energi
yang berlebihan akibat peningkatan biaya oksigen pernapasan yang disebabkan
oleh kerugian mekanis dari obstruksi jalan napas dan hiperinflasi. Namun, dalam
kisaran gangguan pernapasan pengeluaran energi istirahat tidak tergantung pada
biaya oksigen pernapasan, tingkat keparahan PPOK, dan total pengeluaran energi.
Dikurangi asupan energi merupakan faktor tambahan yang mungkin berkontribusi
terhadap penurunan berat badan. Meskipun studi asupan tidak mendukung hal ini,
asupan energi bisa rendah untuk kebutuhan metabolik. 25
Oleh karena itu, penurunan berat badan pada PPOK tidak mungkin
malnutrisi sederhana, adaptasi konservatif untuk kekurangan asupan energi dan
substrat.25
Peradangan paru atau hipoksia jaringan mungkin berkontribusi terhadap
penurunan berat badan, baik secara langsung melalui mediator inflamasi atau
22

melalui metabolisme perantara katabolik. Mendukung kemungkinan ini adalah


adanya berbagai mediator inflamasi dalam sekresi saluran napas dan sel inflamasi
infiltrasi. Hubungan antara inflamasi dan pemeliharaan berat badan pada PPOK
masih belum terbukti, meskipun faktor nekrosis tumor (TNF-) telah terlibat. sebagai
faktor penurunan berat badan. PPOK mungkin analog dengan cystic fibrosis (CF),
di mana penurunan berat badan terkait dengan respons katabolik berkelanjutan yang
terkait peradangan kronis dan mekanisme paru abnormal. Kemungkinan
patogenesis peradangan dan efek metabolik pada CF, dan mungkin dalam PPOK,
adalah sitokin, seperti interleukin 1 (I-1) dan IL-6, interferon , dan TNF-, atau
hormon stres yang mungkin diatur oleh sitokin.26
Memahami mekanisme penurunan berat badan pada PPOK adalah penting
karena hubungannya dengan prognosis yang buruk dan karena itu adalah penyebab
cachexia pada saluran pernapasan. Selain itu, mekanisme yang mendasari mungkin
umum untuk gangguan inflamasi lainnya bahwa kehilangan otot rangka akan
dikaitkan dengan bukti respon inflamasi dan katabolik, dan tingkat keparahan paru-
paru penyakit. Untuk itu sangat menentukan massa otot rangka dan hubungannya
dengan fungsi paru-paru, sirkulasi IL-6, TNF-, dan reseptor pada pasien dengan
COPD.26
Pasien PPOK cenderung mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi.
Hal ini disebabkan karena terjadi ketidak seimbangan antara energi yang masuk
kedalam tubuh dan energi yang masuk kedalam tubuh dan energi yang digunakan.
Terjadinya penurunan konsumsi makanan pada pasien PPOK disebabkan oleh
beberapa hal yaitu postprandial dyspnea, rasa kenyang yang cepat, kelemahan dan
hilangnya nafsu makan Terjadinya peningkatan energi yang digunakan dipicu oleh
beberapa faktor yaitu terjadinya peningkatan usaha dalam bernafas dan terjadi
reaksi inflamasi secara sistemik. Reaksi inflamasi sistemik dipicu oleh keluarnya
sitokin pro inflamasi yang dominan pada pasien ppok. Terjadinya degradasi protein
tidak diimbangi dengan sintesis protein sehingga terjadi perubahan struktur serta
penurunan kekuatan dan ketahanan pada otot-otot skeletal maupun digfragma yang
akhirnya menyebabkan terjadinya kegagalan dalam memicu ekspirasi secara
paksa.26
23

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit obstruksi
saluran pernapasan bersifat progresif. PPOK dapat menyebabkan perluasan reaksi
peradangan terkait dengan beratnya penyakit dan juga terkait dengan respons
peradangan sistemik. Respon sistemik ini ditandai dengan aktivasi respon fase akut,
pelepasan mediator inflamasi dalam sirkulasi, stimulasi sumsum tulang untuk
melepaskan leukosit dan trombosit, serta pelepasan dan aktivasi leukosit yang
bersirkulasi dan endotel vaskular. Respon inflamasi sistemik ini berdampak pada
banyak sistem organ. Pasien PPOK cenderung mengalami penurunan berat badan
dan malnutrisi. Hal ini disebabkan karena terjadi ketidak seimbangan antara energi
yang masuk kedalam tubuh dan energi yang masuk kedalam tubuh dan energi yang
digunakan. Patogenesis dan perkembangan respons peradangan sistemik pada
PPOK terkait banyak faktor dan masih belum jelas sehingga memerlukan penelitian
lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Riley, C. M. & Sciurba, F. C. Diagnosis and Outpatient Management of


Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A Review. JAMA - J. Am. Med.
Assoc. 321, 745–746 (2019).
2. Marco, F. Di et al. Early management of COPD : where are we now and
where do we go from here ? A Delphi consensus project. 353–360 (2019).
3. Di Marco, F. et al. Early management of COPD: Where are we now and
where do we go from here? a delphi consensus project. Int. J. COPD 14,
353–360 (2019).
4. Strategy, G., Obstructive, C. & Disease, P. GOLD (Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease) 2017. Pneumologie 71, 9–14 (2017).
5. Agarwal, A., Raja, A. & Brown, B. Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) [Updated 2020 Aug 10]. (In : StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL) : StatPearls Publishing).
6. Tkacova, R. Systemic inflammation in chronic obstructive pulmonary
disease: May adipose tissue play a role? Review of the literature and future
perspectives. Mediators Inflamm. 2010, (2010).
7. P. J. Barnes and B. R. Celli, “Systemic manifestations and comorbidities of
COPD,” European Respiratory Journal, vol. 33, no. 5, pp. 1165–1185, 2009.
8. Oudijk, E. D., Lammers, J. J. & Koenderman, L. Systemic inflammation in
chronic obstructive pulmonary disease. i, 5–13 (2003).
9. Strategy, G., The, F. O. R., Of, P., Obstructive, C. & Disease, P. 2017
REPORT Global Initiative for Chronic Obstructive Lung. (2017).
10. Barnes, P. J. Inflammatory mechanisms in patients with chronic obstructive
pulmonary disease. 16–27 (2016).
11. Alvarado, A. Autoimmunity in chronic obstructive pulmonary disease : Un
Update. 4, 1–9 (2018).
12. Agustı, A. Systemic Effects of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
What We Know and What We Don ’ t Know ( but Should ). 4, 522–525
(2007).
13. Van Eeden, S. F. & Sin, D. D. Chronic obstructive pulmonary disease: A

24
25

chronic systemic inflammatory disease. Respiration 75, 224–238 (2008).


14. Fowkes FG, Anandan CL, Lee AJ, Smith FB, Tzoulaki I, Rumley A, et al.
Reduced lung function in patients with abdominal aortic aneurysm is
associated with activation of inflammation and hemostasis, not smoking or
cardiovascular disease. J Vasc Surg 2006;43.
15. Garcia-Rio, F. et al. Systemic inflammation in chronic obstructive
pulmonary disease: A population-based study. Respir. Res. 11, 1–15 (2010).
16. Walter, R. E. et al. Systemic inflammation and COPD: The Framingham
heart study. Chest 133, 19–25 (2008).
17. Stenfors, N. et al. Different airway inflammatory responses in asthmatic and
healthy humans exposed to diesel. Eur. Respir. J. 23, 82–86 (2004).
18. Domenech, A. et al. High risk of subclinical atherosclerosis in COPD
exacerbator phenotype. Respir. Med. 141, 165–171 (2018).
19. Husain, K. Inflammation, oxidative stress and renin angiotensin system in
atherosclerosis. World J. Biol. Chem. 6, 209 (2015).
20. Lahousse, L. et al. Chronic obstructive pulmonary disease and lipid core
carotid artery plaques in the elderly: The Rotterdam study. Am. J. Respir.
Crit. Care Med. 187, 58–64 (2013).
21. Faraci, F. M. Protecting against vascular disease in brain. Am. J. Physiol. -
Hear. Circ. Physiol. 300, 1566–1582 (2011).
22. Brassington, K., Selemidis, S., Bozinovski, S. & Vlahos, R. New frontiers in
the treatment of comorbid cardiovascular disease in chronic obstructive
pulmonary disease. Clin. Sci. 133, 885–904 (2019).
23. Maclay, J. D. et al. Increased platelet activation in patients with stable and
acute exacerbation of COPD. Thorax 66, 769–774 (2011).
24. Harrison, M. T. et al. Thrombocytosis is associated with increased short and
long term mortality after exacerbation of chronic obstructive pulmonary
disease: A role for antiplatelet therapy? Thorax 69, 609–615 (2014).
25. Eid, A. A. et al. Inflammatory Response and Body Composition in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. doi:10.1164/rccm2008109.
26. Soemarwoto, R. A. S. et al. Hubungan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (
PPOK ) dengan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) di Klinik Harum Melati
26

Pringsewu Tahun 2016-2017 Relationship between Chronic Obstructive


Pulmonary Disease ( COPD ) and Body Mass Index ( BMI ) at Harum Melati
Pringsewu Clinic in 2016-2017. 3, 73–77 (2017).

Anda mungkin juga menyukai