Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

OLEH :
KELOMPOK III
RITA NINGSI
NUR BAYA
JOIS
BAHRAENI

DOSEN : Ns. SURYADI. S.Kep.,M.Kep


MATKUL : Keperawatan Menjeleng Ajal dan Paliatif

JURUSAN S.I Keperawatan


Stikes Andini Persada Mamuju
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanyalah bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan salah satu
tugas mata kuliah farmakoterapi lanjutan dengan judul makalah “Penyakit Paru
Obstruksi Kroni (PPOK)” ini dengan baik.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi
penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak
untuk sempurnanya makalah ini, sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu
pengetahuan yang senantiasa berkembang dengan cepat.

Mamuju, 17 November 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4
A. Latar Belakang.................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 4
C. Tujuan............................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 6
A. Defenisi PPOK................................................................................................. 6
B. Etiologi.............................................................................................................. 6
C. Patofisiologi...................................................................................................... 8
D. Gejala Dan Tanda.............................................................................................10
E. Klasifikasi ........................................................................................................11
F. Tatalaksana Terapi............................................................................................12
G. KIE (Konseling,Informasi dan Edukasi)..........................................................21
H. Kasus PPOK Dan Tatalaksana Terapi..............................................................23
BAB III PENUTUP.............................................................................................27
A. Kesimpulan.......................................................................................................27
B. Saran.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah CARA atau Chronic Aspecific Respiratory Affections
mencangkup semua penyakit saluran napas yang bercirikan penyumbatan
(obstruksi) bronchi disertai pengembangan mukosa dan sekreesi dahak berlebihan.
Penyakit-penyakit tersebut meliputi berbagai bentuk penyakit beserta
peralihannya, yakni asma,bronchitis kronis dan enfisema paru atau PPOK.
PPOK menempati urutan ketiga dari kematian penduduk di negri Belanda
(setelah Penyakit Jantung dan Pembuluh (PJP) dan kanker). Juga secara global
mortalitas akibat gangguan ini meningkat, sedangkan kematian karena penyakit
kardiovaskuler menurun. Menurunkan angka kematian dari COPD/PPOK
merupakan salah satu tujuan dari “Global initiative for chronic obstructive lung
disease (GOLD) “ suau organisasi dari WHO dan US National heart, Lung and
Blood Institute.
Berkaitan dengan farmakoterapi bagi cara pemilihan terapi yang baik
salah satunya adalah tatalaksana terapi sesuai alogaritma terapi dengan
meminimalkan efek samping. Sehingga untuk mengetahui pemilihan tatalaksana
terapi yang sesuai diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit PPOK
ini baik itu meliputi etiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala dan tanda serta
alogaritma terapinya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu
1. Apa yang dimaksud dengan PPOK, etiologi dan patofisiologinya?
2. Bagaimana pengklasifikasian PPOK, gejala dan tanda PPOK?
3. Bagaimana tatalaksana terapi dan KIE PPOK?
4. Bagaimana pengkajian salah satu kasus pasien PPOK?

4
C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan PPOK, etiologi dan
patofisiologidari PPOK
2. Untuk mengetahui pengklasifikasian PPOK, gejala dan tanda PPOK
3. Untuk mengetahui tatalaksana terapi dan KIE PPOK
4. Untuk mengetahui pengkajian salah satu kasus pasien PPOK

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi PPOK
Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update tahun
2005, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) didefenisikan sebagai penyakit yang dikarakteristir oleh
adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan
aliran udara ini umunya bersifat progresif dan berkaitan dengan
responinflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Beberapa rumah sakit di Indonesia ada yang menggunakan istilah PPOM
(Penyakit Paru Obstruksi Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari Bronchitis kronis dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronchitis kronis adalah kondisi dimana terjadi sekresi mucus
berlebihan kedalam cabang bronkus yang bersifat kronis dan kambuhan, disertai
batuk yang terjadi pada hampir setiap hari selama sedikitnya 3 bulan dalam
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah kelainan paru-
paru yang dikarakterisir oleh pembesaran rongga udara bagian distal sampai
keujung bronkiole yang abnormal dan permanent, disertai dengan kerusakan
dinding alveolus. Pasien pada umumnya mengalami kedua gangguan ini, dengan
salah satunya dominan.

B. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host.
Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30
kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan
penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan
mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang

6
dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK
berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok.
Kurang lebih 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko
menderita PPOK.
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu
gandum, toluene diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar
daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
c. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dll, maupun polusoi dari dalam
rumah misalnya asap dapur.
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan
suatu pemicu inflamasi neurotofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi
yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi
eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan
risiko kejadian PPOK.
Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain :
a. Usia
Semakin bertambah usia, semakian besar risiko menderita PPOK. Pada
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia
menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1-antitripsin.
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini
terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan

7
peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita
yang merokok.
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya
PPOK,misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/ hypogammaglubulin) atau
infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Orang
yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah,
ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.
d. Predisposisi genetik, yaitu defisiensi a1-antitripsin (AAT)
Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan emfisema, yang
disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di dalam paru-paru
secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan
faktor protektif

C. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan danya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan
antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru.
Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat
menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel
dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi

8
sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil
seperti interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte
chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor
tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akanmerusak
jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar
danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan
normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH
yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke
molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH
dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida
akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang
berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga percabangan
bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah
perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang
menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit, polusi dan asap rokok.

Konsep patogenesis PPOK


D. Gejala Dan Tanda

9
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai
berikut :
1. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
2. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk.
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun
tidur.
3. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga
sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan
ukuran sesak napas sesuai skala sesak .
Tabel skala sesak
Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga
1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
4 sesak bila mandi atau berpakaian

Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan
yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:

10
 Inspeksi, yaitu : - Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu
nafas
 Palpasi , yaitu sel iga melebar
 Perkusi , yaitu hipersonor
 Auskultasi , yaitu : - Fremitus melemah
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung menjauh
- Terdapat mengi waktu bernapas biasa /ekspirasi paksa

E. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK Berdasarkan Nilai FEV1 dan Gejala Menurut GOLD
2010, yaitu :
Tingkat Nila FEV1 dan Gejala
FEV1/FVC <  70% FEV1 ≥ 80% dan umumnya, tapi tidak
I selalu, ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada
Ringan tahap ini, pasien biasanya bahkan belum merasa bahwa
paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC <  70%;  50%< FEV1 < 80%, gejala biasanya
Sedang mulai progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
FEV1/FVC <  70%;  30%< FEV1 < 50%. Terjadi
eksaserbasi berulang yang mulai mempengaruhi kualitas
III hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari
Berat pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau
serangan penyakit.

IV FEV1/FVC <  70%;   FEV1 < 30% atau < 50% plus


Sangat kegagalan respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan
Berat masuk tahap IV jika walaupun FEV1 < 30%, tapi pasien
mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung

11
kanan atau cor pulmonale . Pada tahap ini, kualitas hidup
sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam
jiwa.

Keterangan :
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV dan FVC
FEV1 ((Forced Expiratory Volume in 1 s) adalah volume udara yang pasien dapat
keluarkan secara paksa dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV 1
pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan.
FVC (Forced Vital Capacity).adalah volume maksimum total udara yang pasien
dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh

F. Tatalaksana Terapi
1. Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
2. Terapi Farmakologi
a) Terapi Menggunakan Obat-Obatan
 Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).

Macam - macam bronkodilator :


- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

12
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah
penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
 Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pasca bronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

 Antibiotika
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang dapat
digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid

13
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru
Untuk Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih :
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
 Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
 Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
 Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
Tabel pemilihan terapi PPOK disertai gejala
Gejala Golongan Obat Obat dan Kemasan Dosis
Tanpa gejala Tanpa obat
Gejala intermiten Agonis β2 Inhalasi kerja Bila perlu
(pada waktu aktiviti) cepat
Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium 2 – 4 semprot
bromida 20 μgr 3 – 4 x/hari
Inhalasi Fenoterol 2 – 4 semprot
Agonis β2 kerja 100 μgr/semprot 3 – 4 x/hari
cepat
Salbutamol 2 – 4 semprot
100 μgr/semprot 3 – 4 x/hari
Terbutalin 2 – 4 semprot

14
0,5 μgr/semprot 3 – 4 x/hari
Prokaterol 2 – 4 semprot
10 μgr/semprot 3 – 4 x/hari
Kombinasi Ipratropium 2 – 4 semprot
terapi bromid 20 μgr + 3 – 4 x/hari
salbutamol 100
μgr
Pasien memakai Inhalasi agonis Formoterol 6 μgr, 1 – 2 semprot
inhalasi agonis β2 β2 kerja lambat 12 μgr/semprot 2 x/hari tidak
(tidak dipakai melebihi 2x/hari
untuk
eksaserbasi)
Atau Timbul gejala Salmeterol 1 – 2 semprot
pada waktu malam 25 μgr/semprot 2 x/hari tidak
atau pagi hari melebihi 2x/hari
Teofilin Teofilin lepas 400 – 600
lambat mg/hari
Teofilin/aminofilin 3 - 4 x/hari
150 mg x 3-
4x/hari
Anti oksidan N asetil sistein 600 mg/hari
Pasien tetap Kostikosteroid Prednison 30 - 40 mg/hari
mempunyai gejala oral (uji Metil selama 2 minggu
dan atau terbatas kostikosteroid) Predinosolon
dalam aktiviti harian
meskipun mendapat
pengobatan
bronkodilator
Uji kostikosteroid Inhalasi Beklometason 1 - 2 semprot
memberikan respon kostikosteroid 50µgr, 2 - 4 x/hari
positif 250µgr/semprot
Budesonid 200 - 400µgr
100µgr, 2x/hari maks
250µgr, 2400 µgr/hari

15
400µgr/semprot
Sebaiknya Flutikason 125 – 250 µgr
pemberian 125µgr/semprot 2x/hari maks
kortikosteroid 1000 µgr/hari
inhalasi dicoba bila
mungkin untuk
memperkecil efek
samping

b) Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen yaitu :
- Mengurangi sesak dan vasokonstriksi
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup

Macam terapi oksigen :


- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
c) Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
16
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1) Bulektomi
2) Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3) Transplantasi paru

3. Terapi Non Farmakologi


a. Menghentikan kebiasaan merokok
b. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah
sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
 Ventilasi mekanik dengan intubasi, Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di
rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut : gagal napas yang
pertama kali, Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang
jelas dan dapat diperbaiki, Frekuensi napas > 35 permenit,- Hipoksemia
yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg), asidosis berat pH < 7,25 dan
hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg), Henti napas,komplikasi kardiovaskuler
dan komplikasi lain serta telah gagal dalam penggunaan NIPPV.
 Ventilasi mekanik tanpa intubasi, digunakan pada PPOK dengan gagal
napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
c. Perbaikan nutrisi
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak
akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa

17
nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat, protein, dan elektrolit.
d. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat
dan kualiti hidup yang menurun. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen
yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
4. Algoritme penanganan PPOK
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas: penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
(1) Algoritme penatalaksanaan pada keadaan stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas
darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna dan tidak ada penggunaan bronkodilator
tambahan
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak

18
(2) Algoritme penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

19
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Alogaritma terapi pada eksaserbasi akut

G. KIE (Konseling,Informasi dan Edukasi)


Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK:
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

20
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut:
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser)
- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja)
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

21
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,


langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :


1. Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
3. Berat

22
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah

H. Kasus PPOK Dan Tatalaksana Terapi Kasus

Tn. HZ umur 55 th masuk RS mengeluh sejak 3 bulan terakhir batuk di


siang hari dan setiap hari. Setiap kali batuk Tn. HZ merasa sesak dan
mengeluarkan dahak kental berwarna kuning kehijauan. Sesaat sebelum masuk
RS Tn. HZ volume sputum/dahak meningkat, nafas semakin sesak/memburuk dan
pendek-pendek, dada terasa berat dan terengah-engah serta merasa lelah dan lesu,
sehingga pekerjaannya memecah batu kapur sambil mencari batu akik sementara
berhenti. Tn. HZ mengaku menghabiskan rokok 2 bungkus/hari sejak tamat SMA.
Oleh dokter dia didiagnosis PPOK dan mendapat pengobatan: Amoksisilin 3x500
mg/hari, Salbutamol 2x1, Ambroksol 3x1.
Hasil pemeriksaan fisik: BB 55 kg, TB 169 cm, TD 135/90 mmHg, N 28x/menit,
S 38 C.
Hasil Spirometri: FEV1/FVC < 70%, PaO2 50 mmHg.

Penyelesaian Kasus
1. Data Pasien
Nama : Tn. HZ
Umur : 55 tahun
BB : 55 kg
TB : 169 cm
2. Riwayat sosial
Perokok sejak tamat SMA (menghabiskan 2 bungkus/hari)
3. Riwayat pengobatan saat ini
Amoksisilin 3x500 mg/hari,
Salbutamol 2x1,

23
Ambroksol 3x1
4. Hasil Lab
Pemeriksaan Fisik : TD 135/90 mmHg, N 28x/menit, S 38 C.
Hasil Spirometri : FEV1/FVC < 70%, PaO2 50 mmHg.
5. Permasalahan Pasien
- Batuk disiang hari, dan setiap hari sejak tiga bulan terakhir
- Setiap batuk merasa sesak
6. Gejala dan tanda
Gejala meliputi :
- Merasa sesak setiap kali batuk,
- Nafas memburuk dan pendek-pendek,
- Dada terasa berat dan terengah-engah,
- lelah dan
- Lesu
Tandanya yaitu :
Mengeluarkan dahak kental berwarna kuning kehijauan
7. Tatalaksana terapi
a. Nonfarmakologi
 Melakukan olahraga seperti ergometri atau walking jogging
 Mengonsumsi air mineral
 Melakukan Terapi oksigen karena PaO2 < 50 mmHg
 Mengkonsumsi makanan bernutrisi, seperti makanan yang kaya akan
protein karena dapat meningkatkan ventilasi oxigen comsumption dan
respons ventilasi terhadap hipoksia. Malnutrisi sering terjadi pada PPOK
kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja
muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi
akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
 Latihan pernapasan, tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan
mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma

24
dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot
abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan
memperkuat otot ekstrimit

b. Terapi Farmakologi

Tn Hz menderita PPOK Eksaserbasi akut tipe 1 (Eksaserbasi berat)


karena memiliki 3 gejala yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan
perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut disebabkan oleh factor primer seperti
Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) dan factor sekunder seperti
lingkungan yang buruk (polusi udara), nutrisi buruk ataupun aspirasi berulang.

Terapi farmakologi untuk Penderita PPOK dapat diberikan antibiotik dan


bronkodilator. Antibiotik digunakan utuk pengobatan PPOK untuk mengurangi
jumlah sputum yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik yang cocok digunakan
untuk Tn Hz adalah antibiotik lini I yaitu Amoxixilin 3x500 mg selama 10-14 hari
karena amoxixilin merupakan antibiotik yang termasuk spektrum luas.

Bronkodilator yang sering digunakan yaitu beta-2 agonis seperti


salbutamol karena beta-2 agonis ini memiliki aksi yang pendek dan durasi yang
lama selain itu efek obat ini dapat memperbaiki FEV-1 dan volume paru,
mengurangi sesak nafas, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi kejadian
eksaserbasi.

Jadi resep yang diberikan dokter untuk mengobati Tn. Hz telah sesuai.
Namun dalam resep dokter juga menambahkan ambroxol yang berfungsi sebagai
mukolitik untuk mengencerkan dahak pasien.

8. KIE
1. Hindari penyebab seperti berhenti merokok
2. Gunakan masker untuk menghindari polusi udara saat berada di luar rumah
3. Kurangi mengonsumsi natrium
4. Hindari aktivitas berat

25
5. Istrahat yang teratur
6. Memakai pakaian yang longgar
7. Memberikan informasi mengenai gejala ekserbansi
8. Memberikan informasi efek samping dan cara penggunaan obat

9. Monitoring
1. Perlu dilakukan tes fungsi paru secara periodic untuk mengetahui pengaruh
terapi.
2. Hentikan terapi oksigen jika kadar paO2 kembali normal
3. Pantau efek samping dari salbutamol : takikardia, tremor, nervous

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu :
1. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. Etiologi PPOK meliputi faktor paparan lingkungan (merokok,
pekerjaan dan polusi udara) dan faktor resiko dari host (usia, jenis kelamin,
gangguan fungsi paru dan prediposisi genetik). Patofisiologi PPOK yaitu
inhalasi bahan berbahaya sehingga timbul inflamasi sehingga terjadi
kerusakan jaringan paru sebabkan penyempitan saluran napas dan fibrosis,
destruksi parenkim dan hipersekresi mukus.
2. Gejala PPOK meliputi batu kronik, berdahak kronik dan sesak napas.
Sedangkan tanda fisiknya ditemukan hal-hal seperti inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Klasifikasi PPOK berdasarkan nilai FEV 1 dan gejala
yang ditimbulkan meliputi tingkat 1 ringan, tingkat2 sedang, tingkat 3 berat
dan tingkat 4 sangat berat.
3. Tatalaksana terapi PPOK meliputi terapi farmakologi yaitu menggunakan
obat-obatan (bronkodilator,antiinflamasi, antibiotik, antioksidan, mukolitik
dan antitusif), terapi oksigen dan terapi pembedahan. Dan terapi non
farmakologi meliputi hentikan kebiasaan merokok, ventilasi mekanik,
perbaikan nutrisi dan rehabilitasi PPOK. Sedangkan KIE PPOK meliputi
hal-hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK yang
diberikan sejak diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap
kunjungan yang diberikan di poliklinik, ruang rawat dan di rumah. KIE
yang dimaksud berdasarkan skala priority yaitu, penggunaan obat-obatan,
penggunaan oksigen dan lain-lain.
4. Kasus pasien PPOK dalam makalah ini sudah mendapatkan obat yang
sesuai indikasi dengan penambahan terapi nonfarmakologi dan KIE serta
monitoring selama terapi kepada pasien tersebut.

27
B. Saran
Saran kami sebaiknya dalam melakukan terapi farmakologi bagi pasien
PPOK perlu diperhatikan algoritma terapinya dan kondisi fisiologi pasien agar
diperoleh efek yang terapi yang tepat, selain itu interaksi mungkin terjadi
perlu juga diketahui pada golongan obat-obatan tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Z., 2011, Penyakit Sistem Pernapasan dan Terapinya, Bursa Ilmu,
Yogyakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Penyakit Paru Obstruktif Kronik


( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.

Sukandar, Ellin Yulinah. et al, 2008, ISO Farnakoterapi, PT. ISFI Penerbitan,


Jakarta.

Tjay, T.H dan Kirana, R., 2007, Obat-Obat Penting edisi Keenam, Elex Media
Komputindo, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai