Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA PASIEN DENGAN PPOK


(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)

DISUSUN OLEH :

PRAMUDYA NELSA ERSA


2202614066P
Dosen Pengajar :Ns. Septi Andianti,S.Kep, B.md

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA BENGKULU

TAHUN 2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Komunitas ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas PPOK ”.

Tujuan pembuatan Asuhan Keperawatan ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan tugas dalam perkulihan. Kami menyadari dalam pembuatan tugas ini masih banyak
terdapat kekurangan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh kami.
Namun berkat bantuan dan bimbingan serta arahan dari berbagai pihak akhirnya kami dapat
menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini tepat pada waktunya.

Dalam pembuatan tugas ini, kami menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan dengan tangan terbuka kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan pada masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Lubuklinggau, July 2021

ii
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia adalah
keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup
(Ferry & Makhfudli, 2009). Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (Dewi, S.R,
2014). Namun, menurut WHO, batasan lansia dibagi atas usia pertengahan (middle age)
yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-
90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun Notoadmodjo, (2011). Dengan
bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan sehingga penyakit tidak
menular banyak terjadi pada lanjut usia. Penyakit tidak menular yang banyak diderita
oleh penduduk lansia antara lain Arhtritis, hipertensi, nyeri sendi, stroke dan diabetes
mellitus (Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2015).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis
merumuskan “Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan gangguan
pernafasan PPOK”.

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah Mempelajari dan
memberikan pemahaman tentang asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan
gangguan PPOK.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien PPOK.
b) Merumuskan analisa sintesa yang sesuai pada pasien PPOK

1
c) Merumuskan diagnosa yang muncul pada pasien PPOK
d) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien PPOK.
e) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien PPOK.
f) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien PPOK.
g) Mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada pasien
PPOK.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep PPOK

2.1.1 Definisi

PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif
Kronis /PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD) adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema
atau bronkitis kronis.
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

2.1 .2 Etiologi

PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.


PPOK juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor
yang diturunkan. Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu
yang tidak berbahaya,bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi kebiasaan
merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang,
dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK. Penyakit PPOK merupakan
penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang
lebih dari 25% populasi dewasa.

3
2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga


mempengaruhi semua sistem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi
gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan
pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian
mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

 Patofisiologi Bronkitis Kronik

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.


Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi
lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya
mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan
emfisema dan bronkiektasis.

 Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik
jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak
langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan
4
ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan
hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal


berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan
demikian, gagal jantung sebelah kanan (cor pulmonal) adalah salah satu komplikasai
emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk


membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis
dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat
masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran
keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk
mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama
inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada
menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya
otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga
terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien
ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang
berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

5
2.1.4 WOC

Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel – sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempit dan tersumbat 1 Penurunan nafsu makan

Penurunan BB drastis
Nafas pendek Obstruktif (kerusakan) alveoli

Gangguan pola nafas


Perubahan nutrisi
Rentan terhadap Alveoli mengalami
kurang dari
infeksi pernafasan kolaps kebutuhan tubuh

Penurunan ventilasi paru


Pola nafas tidak efektif Resiko tinggi
infeksi 6
Kerusakan campuran gas

Batuk tidak efektif Ketidaksamaan ventilasi perfusi Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas


Bersihan jalan nafas tidak Kelemahan
efektif

ADL dibantu

Intoleransi aktivitas

7
2.1.5 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala awal dari PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah
batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan sebagai
batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak normal.Sering terjadi nyeri kepala
dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi kuning atau hijau karena adanya nanah.
Lama-lama gejala tersebut akan semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai
mengi/bengek.

Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah
parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan
kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian dan
menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan,
karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang berat sehingga
penderita menjadi malas makan.

Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.


Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat
istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK adalah malfungsi


kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan
batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Nafas
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi
dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang
disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya, pasien akan sering
mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis,
sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab
pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak

8
mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pasien PPOK banyak yang
mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya
nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya
kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien
PPOK, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.

 Tanda dan gejala Bronkitis Kronik


Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
 Tanda dan gejala Emfisema
 Dispnea
 Takipnea
 Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
 Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
 Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Anoreksia
 Penurunan BB
 Kelemahan

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


 Bronkitis Kronik
Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat
(FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau
sedikit meningkat.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

9
 Emfisema
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan
jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan
VC dan FEV

2.1.7 Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah :

 Mobilisasi dahak.
Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan cara
memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang melebarkan
saluran nafas.

(a). Ekspektoransia.

Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang penting


pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan menahun dan stabil
yang disertai jalan nafas yang berat.
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai
nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan
pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini.

(b). Obat-obat mukolitik

Dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai adalah Asetil cystein dan
Bromhexin. Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik
yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan
bronkospasme. Bromhexin sangat populer oleh penggunanya yang mudah (tablet,
elixir,sirup).

10
(c) Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga
ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa
Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).

 Obat-obat bronkodilator.
Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon
terhadap bronkodilator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang
dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.

Kortikosteroid.

Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap obstruksi


jalan nafas pada PPOK namun mengingat banyak penderita bronkitis yang juga
menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot polos bronkus Snider,
menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap
penderita PPOK terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut : Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik spontan
maupun setelah pengobatan. Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga. Polip
hidung.
Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari 25%
setelah uji bronkodilator. Eosinofil perifer lebih dari 5%. Eosinofil sputum lebih dari
10%.

Prednison diberikan dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu.


Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat
pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan mendadak

 Antibiotika.
Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOK terutama pada bronkitis

11
menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-keadaan dengan
eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi
bakterial. S. pneumonia dan H. influensa merupakan kuman yang paling sering
ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi.
Antibiotika yang efektif terhadap eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin,
cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah
dianjurkan oleh karena dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan
kegunaannya dalam pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi,
hanya bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim
dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya
infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.

 Pengobatan tehadap komplikasi.


Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita PPOK
dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi pernapasan dengan
manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen dosis
rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat
memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi
pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan cor pulmonale
yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena
efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit.

 Fisioterapi dan inhalasi terapi.


Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :

 mengencerkan dahak

 memobilisasi dahak

12
 melakukan pernafasan yang efektif

 mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal.

2.2 Konsep Lansia


2.2.1 Definisi Lansia
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Siti, 2011).
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia 65 tahun
(Touhy, 2014). Lansia sendiri terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu lansia muda
dengan rentang usia 65-74 tahun, lansia pertengahan dengan rentang usia 75-84
tahun, lansia sangat tua dengan rentang usia 85 tahun ke atas (DeLaune, 2002;
Mauk, 2006), (Lestari, 2016). Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun (Maryam, 2011). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 65 tahun dan mengalami perubahan
anatomi, fisiologi dan biokimia pada tubuh.
2.2.2 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.

13
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
2.3.1 Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun dkk, 2013). Misalnya di dalam kesehatan di kenal
kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok
lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani,
masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya
(Mubarak, 2016). Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan
yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan
perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh
melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya
kesehatan (Mubarak, 2016).
2.3.2 Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.

14
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut;
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan;
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi;
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).
2.3.3 Fungsi Keperawatan Komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi
kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah
klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran
serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan
dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2016).
2.3.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah
belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan yang
dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan masalah
kesehatan dilingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran penyakit

15
yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi
upaya penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan
mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka
telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui proses
kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari
dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan
dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 maupun WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental
dan sosialnya; sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas
melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan masyarakat
akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
2.3.5 Bentuk – Bentuk Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat
a. Posyandu
Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan posyandu.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai pusat kegiatan dimana
masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan.
Selain itu posyandu juga dapat diartikan sebagai wahana kegiatan
keterpaduan KB dan kesehatan ditingkat kelurahan atau desa, yang
melakukan kegiatankegiatan seperti: (1) kesehatan ibu dan anak, (2) KB,

16
(3) imunisasi, (4) peningkatan gizi, (5) penanggulangan diare, (6) sanitasi
dasar, (7) penyediaan obat esensial (Zulkifli, 2013).
Tujuan pokok penyelenggaraan Posyandu adalah untuk : (1)
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, (2) meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR, (3) mempercepat
penerimaan NKKBS, (4) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat, (5) pendekatan dan pemerataan
pelayanan kesehatan pada penduduk berdasarkan letak geografi .
b. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
c. Pemberian Oralit dan pengobatan.
d. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV
dengan materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil. Pelayanan
yang diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan
komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang terdiri
dari tiga tingkat yaitu:
1) Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada
penghentian penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan
primer mencakup peningkatan derajat kesehatan secara umum dan
perlindungan spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup
pendidikan kesehatan baik pada individu maupun kelompok.
Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang
melindungi individu melawan agen-agen spesifik misalnya
tindakan perlindungan yang paling umum yaitu memberikan
imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi
bayi dan balita.
2) Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi
penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-

17
kegiatan yang mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai
pencegahan sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui
posyandu dan puskesmas.
3) Pencegahan tertier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai
dengan kemampuannya.

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan

Dari hasil pengkajian di kelompok lansia dengan diabetes mellitus sejumlah 30


Lansia di Desa Darma Sakti Kecamatan Tuah Negeri selama 3 hari ( tanggal 4- 6 Juni
2021 ) didapatkan data hasil wawancara dan pengamatan melalui komponen
windshield survey sebagai berikut :
3.1.1 Perumahan Dan Lingkungan Daerah
1. Bangunan di Desa Darma Sakti : Sebagian besar rumah kelompok lansia
dengan DM bangunan terbuat dari tembok (permanen)
2. Arsitektur Desa Darma Sakti : bantuk rumah kelompok lansia dengan DM
diwilayah Desa Darma Sakti hampir sama antara satu rumah dengan yang
lain. Sebagian besar lantai rumah kelompok lansia dengan DM terbuat dari
tegel, sebagian besar rumah lansia memiliki jendela dan dibuka dan rata-
rata tinggal dirumah sendiri.
3. Halaman rumah lansia di Desa Darma Sakti: sebagian besar rumah
kelompok lansia dengan DM masih mempunyai halaman.

3.1.2 Lingkungan Terbuka

18
Luas : Sebagian besar wilayah tempat tinggal kelompok lansia dengan DM di

Di Desa Darma Sakti masih ada lahan kosong

3.1.3 Batas Daerah

 Utara : Lubuk Rumbai

 Selatan : Jaya Tunggal

 Barat : Sukamulya

 Timur : Jaya Bakti

3. 1.4 Tingkat Sosial Ekonomi

1. Tingkat Sosial : Lansia di Desa Darma Sakti mempunyai hubungan social


yang baik.

2. Tingkat Ekonomi : sebagian besar lansia tidak memiliki penghasilan

tetap (dana pensiun), dan tidak memiliki dana bantuan


kesehatan.

3.1.5 Kebiasaan

sebagian besar lansia mengisi waktu luangnya hanya untuk jalan –jalan disekitar
lingkungan rumah, tidak ada ketrampilan khusus yangdiselenggarakan untuk
mengisi waktu luang lansia

3.1.6 Transportasi

Lansia menggunakan sarana transportasi berupa sepeda motor, dan jalan


kakiuntuk mendukung aktifitasnya. Situasi jalan disekitar tempat tinggal lansia
terbuat dariaspal, dan sebagian besar lansia menyatakan bahwa keadaan jalan
tidakmembahayakan bagi mereka.

3.1.7 Fasilitas Umum

19
1. Kesehatan : Terdapat puskesmas Air Beliti sebagai puskesmas induk dan

puskesmas pembantu di Desa Darma Sakti

2. Agama : Terdapat 3 musholah

3. Ekonomi : Terdapat pasar tradisional, mini market, bengkel, pedagang

pedagang kaki lima, pedagang keliling, warung makan, toko sembako,

counter handphone, dan toko alat tulis.

4. Agen : Terdapat 4 agen air isi ulang

3.1.8 Suku Bangsa

Sebagian besar lansia berasal dari suku jawa

3.1.9 Agama

seluruh lansia beragama islam

3.1.10 Media informasi

sebagian besar lansia menggunakan media informasitelevisi.

Hasil pengolahan data yang berasal dari angket, wawancara dan observasi akan

disajikan sebagai berikut :

3.2.1 Data Demografi

1. Komposisi Lansia Berdasarkan Umur.

No Usia Frekuensi

1 45 – 49 8
2 50 – 54 7
3 55 – 59 10
4 60 – 65 2

20
5 65 – 69 3
Jumlah 30
1. Komposisi lansia berdasarkan tingkat pendidikan

No Pendidikan Frekuensi

1 SD 8
2 SMP 12
3 SMA 10
Jumlah 30

2. Komposisi lansia berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi

1 Laki – Laki 13
2 Perempuan 17
Jumlah 30
3. Komposisi lansia berdasarkan agama

No Agama Frekuensi

1 Islam 27
2 Kristen 3
Jumlah 30
4. Komposisi lansia berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi

1 PNS 8
2 Swasta 7
3 Wiraswasta 10
4 Tidak bekerja 5

Jumlah 30
3.2.2 Lingkungan Fisik

1). Kebersihan rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas membersikan rumah di Desa


Darma Sakti pada tanggal 4– 6 Juni 2021.

21
No Perilaku Membersihkan Frekuensi
Rumah
1 1 kali sehari 4
2 2 kali sehari 20
3  2 kali sehari 4
4 Tidak teratur 2
Jumlah 30

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar lansia membersihkan rumah ekali.

2). Kebersihan tempat penampungan air

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas membersikan penampungan air


di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No Perilaku membersihkan Frekuensi

penampungan air
1 Tiap Hari 6
2 3 kali sehari 1
3 1 minggu sekali 13
4 Tidak tentu 10
Jumlah 30

3). Sistem ventilasi rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan system ventilasi rumah di RW II


kelurahan Manyar Sabrangan pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Terdapat Jendela Frekuensi

1 Ada, dibuka 25

2 Ada, ditutup 3

22
3 Tidak Ada 2

Jumlah 30

4). Kepemilikan genting kaca

Tabel 3.4 Distribusi lansia berdasarkan kepemilikan genting kaca rumah di


RW II kelurahan Manyar Sabrangan pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Genting Kaca Frekuensi

1 Ada 13

2 Tidak Ada 17

Jumlah 30
5). Type perumahan

Tabel Distribusi lansia berdasarkan Type rumah di Desa Darma Sakti


pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Tipe Rumah Frekuensi

1 Permanen 25

2 Semi permanen 5

3 Tidak permanen 0

Jumlah 30

23
6). Status kepemilikan rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa


Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Kepemilikan Rumah Frekuensi

1 Milik sendiri 25

2 Numpang 5

3 Sewa 0

Jumlah 30

3.2.3 Pelayanan Kesehatan dan social

1. Perkesmas

1). Perawatan dirumah bagi lansia yang sakit

Tabel Distribusi lansia berdasarkan perawatan bagi lansia rumah


di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No Pemberian Perawatan Frekuensi

1 Ya 6

2 Tidak 24

Jumlah 30

24
2). Perawatan bagi anggota keluarga yang sakit :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan pemberi parawatan dirumah di


Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Pemberi perawatan Frekuensi

1 Keluarga 4

2 Petugas kesehatan 0

Jumlah 4

3). Kunjungan petugas kesehatan pada lansia yang sakit :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kunjungan petugas kesehatan


di rumah di desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Kunjungan Petugas Frekuensi

1 1 kali tiap bulan 3

2 2 kali tiap bulan 0

3 3 kali tiap bulan 1

4 Tidak pernah 0

Jumlah 4
4). Sumber Pendanaan Kesehatan keluarga

Tabel Distribusi lansia berdasarkan sumber dana kesehatan lansia


di Desa darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

25
No Pendanaan Kesehatan Frekuensi

1 ASKES/ASTEK 10

2 JAMKESMAS 6

3 UMUM 14

Jumlah 30
5). Partisipasi lansia dalam mengikuti posyandu lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan partisipasi lansia dalam


posyandu lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Partisipasi Lansia Frekuensi %

1 Ya 22 72

2 Tidak 8 28

Jumlah 30 100
6). Partisipasi lansia dalam mengikuti senam lansia :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan partisipasi lansia dalam


mengikuti senam lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6
Juni 2021.

No Senam Lansia Frekuensi %

1 Selalu 20 72

2 Kadang – kadang 6 16

26
3 Tidak pernah 4 12

Jumlah 30 100

2. Laboratorium

1). Penggunaan fasilitas laboratorium puskesmas


Tabel Distribusi lansia berdasarkan penggunaan fasilitas laboratorium
di lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No penggunaan laboratorium Frekuensi %

1 Ya 6 24

2 Tidak pernah 24 76

Jumlah 30 100
2).Frekuensi pemeriksaan gula darah pada lansia dengan DM
Tabel Distribusi lansia berdasarkan pemeriksaan gula darah pada
lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal4 – 6 Juni 2021.

No Pemeriksaan Gula Darah Frekuensi %

1 1x/minggu 1 4

2 sewaktu – waktu 28 92

3 tidak pernah periksa 1 4

27
Jumlah 30 100
3. Kesehatan Lansia
1). Sarana kesehatan yang paling dekat dengan tempat tinggal lansia :
Tabel Distribusi lansia berdasarkan sarana kesehatan dekat dengan
tempat tinggal lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni
2021.

No Sarana Kesehatan Frekuensi %

1 Puskesmas 18 60

2 Dokter 8 32

3 Bidan/perawat 0 0

4 Poliklinik 2 8

Jumlah 30 100

2). Tempat berobat lansia yang sakit


Tabel Distribusi lansia berdasarkan tempat berobat lansia di Desa
Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Tempat berobat lansia Frekuensi %

1 Dokter praktik swasta 8 28

2 Bidan/perawat 4 12

3 Rumah Sakit 4 12

28
4 Puskesmas 14 48

5 Poliklinik 0 0

Jumlah 30 100
3). Pengetahuan lansia tentang Diabetes Mellitus :
Tabel Distribusi lansia berdasarkan pengetahuan lansia tentang
Diabetes Mellitus di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Pengetahuan Lansia Frekuensi %

1 Lansia Tahu 8 27

2 Lansia Tidak Tahu 22 73

Jumlah 25 100
4). Pengetahuan lansia tentang Diet (pola makan) pada Diabetes
Mellitus Tabel Distribusi lansia berdasarkan pengetahuan lansia
tentang diet pada Diabetes Millitus di Desa Darma Sakti pada
tanggal 4- 6 Juni 2021.

No Pengetahuan Lansia tentang Diet Frekuensi %

1 Lansia Tahu 18 80

2 Lansia Tidak Tahu 6 20

Jumlah 30 100

29
5). Kegemaran lansia dalam mengkonsumsi makanan / minuman manis
:

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kegemaran lansia dalam


mengkonsumsi makanaan/minuman manis di Desa darma Sakti
pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Kegemaran Lansia Frekuensi %

1 Lansia suka manis 25 67

2 Lansia tidak suka manis 10 33

Jumlah 30 100

3.2.4 Status Ekonomi

1). Sumber penghasilan lansia setiap bulannya :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan sumber penghasilan lansia tiap


bulannya di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No sumber penghasilan Lansia Frekuensi %

1 Penghasilan Tetap (pensiunan) 9 30

2 Penghasilan tidak tetap 21 70

Jumlah 30 100
2). Penghasilan yang didapatkan lansia setiap bulannya :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan penghasilan yang didapatkan lansia


setiap bulannya di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

30
No jumlah penghasilan Frekuensi %

1 <Rp.1.500.000 23 72

2 >Rp. 1.500.000 7 28

Jumlah 30 100

3.2.5 Status Pendidikan

1). Kegiatan lansia mengikuti pelatihan ketrampilan :

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kegiatan lansia mengikuti pelatihan


ketrampilan di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No pelatihan ketrampilan Frekuensi %

1 Ya 8 26

2 Tidak 22 84

Jumlah 30 100
2). Kemampuan lansia dalam membaca dan menulis

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kemampuan lansia dalam membaca


dan menulis di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No kemampuan lansia Frekuensi %

1 Ya 26 84

31
2 Tidak 4 16

Jumlah 30 100
3.2.6 Sub Sistem Rekreasi

1). Kebiasaan lansia diwaktu senggang

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kebiasaan lansia diwaktu senggang di Desa Darma Sakti
pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Kebiasaan Lansia Frekuensi %

1 Berkebun/pekerjaan rumah 8 24

2 Senam 2 8

3 Jalan – jalan 16 56
2).
Aktifitas 4 Tidak melakukan apa – apa 4 12

Lansia saat diluar


Jumlah 30 100
rumah

Tabel Distribusi lansia berdasarkan aktifitas lansia saat diluar rumah di


desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No Aktifitas Lansia Frekuensi %

1 Mengikuti lomba ketrampilan 0 0

2 Perkumpulan rutin ditempat tinggal 18 60

32
3 Jalan – jalan 10 33

4 Lainnya.... 2 7

Jumlah 30 100

3.2.7 Keamanan dan Transportasi

1). Keamanan lingkungan tempat tinggal lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan keamanan lingkungan tempat tinggal lansia di Desa Darma
Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

No Ronda Malam Frekuensi %

1 Ya 7 28

2 Tidak 23 72
2).
Jumlah 30 100
Kondisi jalan
disekitar tempat
tinggal lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan kondisi jalan disekitar tempat tinggal


lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4 – 6 Juni 2021.

33
No kondisi jalan Frekuensi %

1 jalan tidak membahayakan bagi 23 76

lansia

2 jalan rusak, membahayakan bagi 7 24

lansia

Jumlah 30 100
3). Jenis transportasi yang biasanya digunakan oleh lansia

Tabel Distribusi lansia berdasarkan jenis transportasi yang biasanya


dilakukan oleh lansia di Desa Darma Sakti pada tanggal 4- 6 Juni 2021.

No Jenis Transport Frekuensi %

1 Mobil 2 7

2 Sepeda Motor 18 60

3 Angkutan Umum 10 33

4 30 100

Jumlah

34
ANALISA DATA

No Data Problem Etiologi


1 Ds : PPOK Pada Bersihan jalan nafas
- Kader posyandu Masyarakat tidak efektif
mengatakan(50%)
masyarakat menderita
PPOK namun jarang
memeriksakan kondisinya.
Do :
- Masyarakat Tidak Peduli
dengan Kebersihan
Lingkungan.

2 Ds : PPOK Pada Kerusakan pertukaran


- Kader posyandu Masyarakat gas
mengatakan masyarakat
menolak menjalani
pengobatan
Do :
- Masyarakat tidak mengikuti
pengobatan

35
3. Ds : PPOK Pada Pola napas tidak
- Kader posyandu Masyarakat efektif
mengatakan ( 50 % )
masyarakat tidak tahu
mengenai masalah
kesehatan yang dihadapi.
Do :
- Lansia tidak menjalani
pemeriksaan pengobatan
yang tepat

Diagnosa Keperawatan :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kontriksi bronkus peningkatan pembentukan
sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
2. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi perfusi.
3. Pola napas tidak efektif yang b.d napas pendek dan produksi sputum.

Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Jangka Tujuan Jangka Intervensi


Pendek Panjang
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
tindakan tindakan KESEHATAN
tidak efektif b.d
keperawatan selama keperawatan 1.Jelaskan factor
kontriksi bronkus 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, resiko yang dapat
diharapkan : komunitas mempengaruhi
peningkatan
diharapkan: kesehatan
pembentukan Bersihan Jalan Nafas 2. Ajarkan perilaku
Kembali Efektif Bersihan Jalan hidup bersih dan sehat
sputum, batuk tidak Nafas Kembali 4.Identifikasi
efektif, infeksi Efektif kebersihan
lingkungan
bronkopulmonal.

Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : PROMOSI


tindakan tindakan PERILAKU

36
keperawatan selama keperawatan UPAYA
1 minggu, komunitas selama 2 minggu, KESEHATAN
Kerusakan
diharapkan : komunitas 1. Identifikasi
pertukaran gas b.d diharapkan: perilaku upaya
Tidak Terjadi kesehatan
ketidaksamaan Gangguan Tidak Terjadi yang dapat
ventilasi perfusi. Pertukaran Gas. Gangguan diterapkan
Pertukaran Gas. 2. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik
setiap hari

SIKI : DUKUNGAN
KEPATUHAN
PROGRAM
PENGOBATAN
1. Buat
komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik
2. Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalani
3. Anjurkan
keluarga untuk
mendampingi
dan merawat
pasien selama
menjalani
program
pengobatan
Setelah dilakukan Setelah dilakukan SIKI : EDUKASI
tindakan tindakan KESEHATAN
Pola napas tidak
keperawatan selama keperawatan 1. Jelaskan factor
efektif yang b.d 1 minggu, komunitas selama 2 minggu, resiko yang
diharapkan : komunitas dapat
napas pendek dan
diharapkan: mempengaruhi
produksi sputum. kesehatan
Pola Napas Efektif Pola Napas Efektif SIKI : DUKUNGAN
KEPATUHAN
PROGRAM
PENGOBATAN

37
2. Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalan
SIKI : EDUKASI
DIET
3. Identifikasi
tingkat
pengetahuan
saat ini
4. Identifikasi
kebiasaan pola
makan saat ini
dan masa lalu
5. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet

Implementasi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Implementasi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d 1. Menjelaskan factor resiko
yang dapat mempengaruhi
kontriksi bronkus peningkatan
kesehatan
pembentukan sputum, batuk tidak efektif, 2. Mengajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
infeksi bronkopulmonal.
3. Menjela skan Konsmsi diet
makanan kesehatan
4. Mengidentifikasi kebiasaan
pola makan
2. Kerusakan pertukaran gas b.d PROMOSI PERILAKU UPAYA
KESEHATAN
ketidaksamaan ventilasi perfusi.
1. Mengidentifikasi
perilaku upaya
kesehatan yang dapat
diterapkan
2. Menganjurkan
melakukan aktivitas
fisik setiap hari
DUKUNGAN KEPATUHAN
PROGRAM PENGOBATAN
3. Mengajarkan membuat
uat komitmen menjalani
program pengobatan
dengan baik

38
4. Menginformasikan program
pengobatan
yang harus dijalani
5. Menganjurkan keluarga
untuk mendampingi dan
merawat pasien selama
menjalani program
pengobatan
3. Pola napas tidak efektif yang b.d napas EDUKASI KESEHATAN
1. Jelaskan factor resiko
pendek dan produksi sputum.
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
DUKUNGAN KEPATUHAN
PROGRAM PENGOBATAN
2. Informasikan
program pengobatan
yang harus dijalani
EDUKASI DIET
3. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat ini
4. Identifikasi kebiasaan
pola makan saat ini
dan masa lalu
5. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet

39
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.

Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.

Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC


Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

NANDA, Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006.

Sarwono, W.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

40
41

Anda mungkin juga menyukai