Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

DEPRESI

ANGGOTA KELOMPOK :

1. CITRA AYU EKYWATI


2. ELA NURLAELA
3. LENI HUSYANTI
4. MUNAWAR HOLIL
5. RATRI PUSPANINGSIH
6. VEGA ALMANIAR

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GANJIL 2019-2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-
Nya yang diberikan kepada hamba-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini tepat waktu meskipun terdapat ketidak sempurnaan. Sholawat serta
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah
dititipkan kepada kelompok kami. Makalah ini disusun dengan menghadapi
berbagai rintangan, namun dengan penuh kesabaran kami mencoba untuk
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini memuat tentang ”Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan
Depresi”, tema yang dibahas di makalah ini sengaja dipilih oleh Dosen kami
untuk kami pelajari lebih dalam. Butuh waktu yang cukup panjang untuk
mendalami materi ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh terimakasih,
semoga makalah yang kami buat ini dapat diterima dengan baik dan dihargai oleh
pembaca. Meski makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku
penyusun memohon kritik dan sarannya.

Jakarta, Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii


DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Pengertian ..........................................................................................................3
B. Etiologi................................................................................................................4
C. Patogenesis……………………………………………………………...…….10
D. Evaluasi……….…………………………………………………………...….10
E. Penatalaksanaan……………………………………………………………….11

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan……………………………………………………………...…….15
B. Saran……………………………………………………………………...…...15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien berusia
di atas 60 tahun dan merupakan penyakit yang contoh penyakit yang paling umum
dengan tampilan gejala yang tidak spesifik/tidak khas pada populasi geriatri.
Terdapat beberapa faktor biologis,fisis,psikologis, dan sosial yang membuat
seorang berusia lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada sistem syaraf pusat
seprti meningkatnya aktivitas monoamin oksidase dan berkurangnya konsentrasi
terutama neurotransmiter ketekolaminergik) dapat berperan dalam terjadinya
depresi pada usia lanjut. Pasien geriatri yang menderita depresi juga sering
memiliki komorbid penyakit vaskular dengan lesi di daerah ganglia basalis dan
prefrontal otak. Pasien-pasien ini sering memperlihatkan kemunduran funsi
motroik, kurangnya kemampuan penilaian (judgment), dan terganggunya fungsi
eksekusi.
Faktor-faktor psikososial juga berperan sebagai faktor predisposisi depresi.
Orang tua seringkali mengalami periode kehilangan orang-orang yang
dikasihinya. Faktor kehilangan fisik juga meningkatkan kerentanan terhadap
depresi denganberkurangnya kemauan merawat diri serta hilangnya kemandirian.
Berkurangnya kapasitas sensoris ( terutama penglihatan dan pendengaran ) akan
mengakibatkan penderita terisolasi dan burujung pada depresi. Berkurangannya
kemampuan daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi.
Kehilangan pekerjaan, penghasilan, dukungan sosial sejalan dengan
bertambahnya usia turut untuk menderita depresi.
Depresi pada pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai
konsekuasi medis, sosial, dan ekonomi penting. Hal ini menyebabkan
penderitaaan bagi pasien dan keluarganya,memperburuk kondisi medis dan
memperburuk kondisi medis dan membutuhkan sistem pendukung yang mahal.
Depresi pada geriatri sulit diidentifikasi sehingga tidak/terlambat diterapi,
mungkin karena perbedaan pola gejala tiap kelompok umur.

1
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan
depresi.
2. Mahasiwa mampu menjelaskan konsep depresi, klasifikasi, konsekwensi
perubahan pada lansia dengan depresi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Depresi adalah gangguan mental yang paling sering terjadi dan paling mudah di
atasi pada kehidupan usia lanjut, namun sering kali kondisi ini tidak terdiagnosis
dan tidak diatasi (Depression Guideline Panel, 1993 ). Perubahan biologik,
psikologik, dan sosial, menjadikan lansia berisiko tinggi terhadap berkembang
nya atau berulang nya depresi.Konsekuensi depresi yang tidak dikenali dan tidak
di atasi pada lansia mencakup meningkatnya penggunaan layanan perawatan
kesehatan, lamanya rawat inap, kurang nya kepatuhan terhadap pemberian therapi,
dan meningkatnya laju morbiditas dan mortalitas akibat penyakit medis dan bunuh
diri (Scheider & Olin, 1995 )Perawat dapat menggunakan beragam strategi
interpersonal dan kelompok untuk membantu meredakan depresi, serta memikul
fungsi penting dalam memantau penggunaan obat psikotropika dan medikasi lain
yang dapat mencetuskan efek samping yang merugikan atau menyebabkan
depresi.

Depresi adalah suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak
negatif terhadap pikiran, tindakan, perasaan dan kesehatan mental seseorang.
Kondisi depresi adalah reaksi normal sementara terhadap peristiwa peristiwa
hidup seperti kehilangan orang tercinta.

Teori-teori yang berhubungan dengan depresi pada lansia Menurut (Setiati


et al., 2009) terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan terjadinya depresi
pada lansia:

1. Teori neurobiologi
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. pada
beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmitter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin,
dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamine oxidase
otak akibat proses penuaan. atrofi otak juga diperkirakan berperan pada
depresi lansia (Damping, 2003)

3
2. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham proses berkabung menghasilkan
pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintroduksikan ke dalam individu
tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu.
kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri.
akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri
tidak berguna dan sebagainya (Damping, 2003)

3. Teori kognitif dan perilaku


Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses
penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual dan sebagainya dengan sensasi
passive helplessness pada pasien lanjut usia. (Damping, 2003)
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah
gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis dan lain-lain (Damping,
2003)

Gejala utama Gejala lain

- Afek Depresi -
Konsentrasi dan perhatian
- Kehilangan minat berkurang
- Berkurangnya energi (mudah lelah)- Kurang percaya diri
- Sering merasa bersalah
- Pesimis
- Ide bunuh diri
- Gangguan tidur
- Gangguan nafsu makan
Adanya gangguan dalam bentuk penurunan aktivitas kerja dan fungsi sosial

Kriteria Depresi:

1. Depresi ringan :
2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas terganggu

2. Depresi sedang :
2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas terganggu

4
3. Depresi berat :
3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu

Untuk episode Depresif dari ketiga tingkatan keparahan diperlukan waktu


sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan dioagnosa untuk episode
Depresi tunggal. Episode Depresi berikutnya diklasifikasi sebagai gangguan
Depresi berulang. Episode Depresi berulang masing-masing rata-rata sekitar 6
bulan dan minimal 2 episode telah berlangsung dengan masing-masing selama
minimal 2 minggu.

Diagnosis gangguan mental ke-4 ada 9 kriteria Depresi : Gangguan mood,


gangguan tidur, minat menurun untuk aktivitas, merasa bersalah dan tidak
berharga, kurang tenaga (tidak berdaya), tidak konsentrasi, sulit membuat
keputusan, anoreksia atau berat badan turun, gerakan psikomotor dan keinginan
bunuh diri. Penapisan pada Depresi lanjut usia dilakukan dengan GDS (Geriatric
Depression Scale).

Keterpaduan dalam perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan mental


telah membuat sistim yang tidak komprehensif pada pasien Geriatri dengan
Depresi.

Masalah medis yang multikompleks pada Geriatri, sering memperburuk tingkat


impairment/ ketidakmampuan. Geriatri dengan Depresi sering menampilkan
gejala spesifik, seperti insomnia, anoreksia, keluhan somatik dan fatigue atau
kelelahan.2

Pengkajian Depresi pada Geriatri di lakukan dengan menyelesaikan


kuesioner Geriatric Depression Scale

Tabel 1. GDS (Geriatric Depression Scale)

No Skala Depresi Geriatri (Geriatric Depression Scale / GDS) Ya Tidak

1 Apakah Anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda? 0 1

2 Apakah Anda tidak dapat melakukan sebagian besar kegiatan 1 0


Anda?

3 Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda tidak berguna? 1 0

5
4 Apakah Anda sering merasa bosan? 1 0

5 Apakah Anda hampir selalu bersemangat tinggi? 0 1

6 Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anda? 1 0

7 Apakah Anda merasa bahagia hampir sepanjang waktu? 0 1

8 Apakah Anda sering merasa bahwa tidak ada yang membantu 1 0


Anda?

9 Apakah Anda lebih memilih untuk diam di rumah daripada 1 0


keluar rumah dan mencoba hal-hal baru?

10 Apakah Anda mera sa memiliki lebih banyak masalah dengan 1 0


ingatan Anda dibanding biasanya?

11 Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda saat ini 0 1


menyenangkan?

12 Apakah Anda merasa tidak berharga dengan keadaan Anda saat 1 0


ini?

13 Apakah Anda merasa sangat kuat / bertenaga? 0 1

14 Apakah Anda merasa bahwa situasi Anda tanpa harapan? 1 0

15 Apakah Anda merasa bahwa kebanyakan orang lebih baik 1 0


daripada Anda?

Total :

Nilai : 3 atau lebih pada GDS 15 mendeteksi adanya kasus Depresi ( 100%
sensitivitas)

Skor: hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal

Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1.

Penapisan Depresi dapat juga dilakukan dengan menggunakan Kriteria Depresi


menurut DSM IV-R :

1. Suasana jiwa murung


2. Hilangnya perasaan gembira dan perhatian
3. Perasaan salah dan tidak berharga
4. Pikiran / percobaan bunuh diri
5. Tidak dapat mengambil keputusan

6
6. Agitasi
7. Lelah / hilang energi
8. Gangguan tidur
9. Perubahan nafsu makan
Kedua gejala teratas adalah esensial dan salah satu harus terdapat di dalam 3–
5 gejala tersebut minimal selama 2 minggu.

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada lanjut usia (Damping, 2003)
adalah:

1. Polifarmasi Terdapat beberapa golongan obat yang dapat


menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid,
antihipertensi, antipsikotik, antikanker dan ansiolitika (Damping, 2003).
2. Kondisi medis umum Beberapa kondisi medis umum yang
berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin, neoplasma,
gangguan neurologis dan lain-lain (Damping, 2003).
3. Teori neurobiologi Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan
pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya
perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya
konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya
konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga
diperkirakan berperan pada depresi lansia (Damping, 2003).
4. Teori psikodinamik Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham
tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek
cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu atau
merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang
tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah
atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna dan sebagainya
(Damping, 2003).
5. Teori kognitif dan perilaku Konsep Seligman tentang learned
helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang
tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi

7
seksual dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien
lanjut usia (Damping, 2003).
6. Teori psikoedukatif Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu
pada orang tua lanjut usia misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian
oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik
yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada
lanjut usia (Damping, 2003).

B. Patogenesis
Berbagai studi menyatakan bahwa ada dasar Depresi genetik pada semua
orang pada semua umur, juga ada bukti yang substansial bahwa riwayat Depresi
adalah faktor risiko untuk terjadinya Depresi dimasa yang akan datang sepanjang
hidupnya.

Depresi merupakan masalah psikologi yang paling banyak ditemukan pada lansia.
Pandangan tentang depresi secara umum dapat dipahami melalui pengenalan
terhadap pengertian, teori, gejala, penyebab, penilaian dan faktor yang
mempengaruhi.

Penyebab terjadinya Depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologis,


sosial dan biologis.:

1. Biologis: sel saraf yang rusak (atrofi serebri), faktor genetik, penyakit kronis
seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan pendengaran /
penglihatan
2. Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
3. Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.

C. Evaluasi
Gejala Depresi pada Geriatri dengan orang dewasa muda berbeda, pada
Geriatri terdapat keluhan somatik, rentan untuk terjadi:

1. Episode Depresi berat dengan ciri melankolis


2. Harga diri yang rendah

8
3. Penyalahan terhadap diri sendiri
4. Ide bunuh diri.

Depresi pada Geriatri sering tidak terdiagnosis karena hal-hal sebagai berikut :

1. Populasi Geriatri seringkali menutupi rasa sedihnya dengan


menunjukannya untuk lebih aktif
2. Penyakit fisik yang diderita sering mengacaukan gambaran Depresi
3. Masalah sosial sering membuat gambaran Depresi menjadi lebih rumit.

Tabel 2. Gangguan Fisik yang Berhubungan dengan Depresi.

Penyakit Addison Tumor intrakrascial

Acquired immunodeficiency syndrome Multiple sclerosis

Angina Infarction myokard

Kanker pancreas Penyakit Parkinson’

Cerebral arteriosclerosis, infark cerebral Anemia Perniciosa

Porphyria
Penyakit Cushings
Penyakit ginjal

Diabetes Rheumatoid arthritis

Ketidaknormalan elektrolit Dementia Senile

Defisiensi asam folat dan thiamin Syphilis

Hepatitis Systemic lupus erythematosus

Hypoglikemia Temporal arteritis

Hypothyroidsm, hyperthyroidism,
Epilepsi
hyperparathyroidism

Influenza Penumonia

9
D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan efektif memerlukan pendekatan bio-psiko-sosial-kultural,


kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi. Terapi biasnya membuat kualitas hidup
meningkat, kapasitas fungsi yang membaik, kemungkinan status kesehatan medis
yang meningkat, peningkatan harapan hidup dan biaya perawatan kesehatan
menurun.

1. Farmakoterapi
Farmakoterapi untuk episode akut Depresi biasanya efektif dan tidak ada
komplikasi dibawah pemakaian atau salah pemakaian anti depresan dan dosis
yang tidak tepat adalah kesalahan umum para dokter.

a. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)


Golongan SSRI yang aman digunakan : Fluoxetine 10-20 mg/hari,
Fluvoxamine10-20mg/hari, Sertraline 25-50mg/hari. Golongan ini paling
aman digunakan pada pasien Geriatri.

b. SNRI (Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitor)


Escitaloprame 5 mg/hari, Venlafaxine 37,5 mg/hari.

c. Tricyclic Antidepresant
Golongan yang sering dipakai adalah : Desipramine,
Nortryptiline,Amitryptiline Desipramine sedikit kandungan sedatifnya
dan bisa diminum sepanjang hari, dosis Nortrypiline lebih sedikit
menyebabkan hipotensi ortostatik daripada Amitryptilin imipra. Dosis
dimulai dari 10-20 mg perhari dan dinaikkan tiap minggu 10-20 mg.

d. MAO Inhibitor
Golongan MAO Inhibitor cukup aman dalam penggunaannya. Respon
terapi penuh bisa dicapai setelah 5-7 minggu. Hipotensi, hipertensi
masalah yang sering muncul. Pemberian obat dari lebih 1 kelas obat bisa
meningkatkan risiko perubahan síndrom Serotonin (status mental,

10
hipereflexia, agitasi, myoclomus, diceporesis, tremor, diare, inkoordinasi,
menggigil, demam).

2. Psikoterapi
Psikoterapi dianjurkan bagi pasien Geriatri dengan Depresi karena
kerentaannya terhadap efek dan tingginya rata-rata masalah medis dan
medikasi, hidup stres, masalah keluarga, tidak adanya dukungan sosial.
Kolaborasi interdisiplin harus dilakukan dalam bentuk case management
depresión .Pada populasi Geriatri dokter harus memberi pasien dan
keluarganya informasi yang berhubungan dengan penyakitnya, keluhan mental
dan program gizi. Tujuannya termasuk peningkatan fungsi sehari-hari,
peningkatan keterampilan, kualitas hidup, integrasi sosial. Waktu terapi
biasanya 45-50 menit, pasien bekerjasama dengan psikiatris atau terapis
lainnya untuk mengidentifikasi, belajar merawat dirinya sendiri, menangani
problema, masalah emosi dan perilakunya.
a. Elektrokonvulsive Therapy (ECT)
ECT memegang peranan penting pada terapi Depresi pada Geriatri
ECT merupakan terapi medis yang dilaksanakan hanya oleh profesional
kesehatan yang cukup ahli. Termasuk dokter dan perawat dibawah
supervisi langsung psikiatris. Prioritas terapi ECT pada pasien yang tidak
memiliki respon terhadap farmakoterapi, pasien menerima anestesi
umum dn relaksasi otot. ECT jika dikerjakan dengan benar menyebabkan
pasien mendapatkan relaksasi otot. Otot-otot pasien direlax-kan sehingga
kejutan yang mereka alami akan terbiasa terbatas pada gerakan kecil
tangan dan kaki. Pasien secara hati-hati dimonitor selama terapi. Pasien
sadar beberapa menit kemudian tidak ingat (acute convulsion state)
terapi atau peristiwa sekitar terapi, bahkan seringkali bingung.
Kebingungan ini biasanya berlangsung sangat sebentar. ECT diberikan 3
kali seminggu selama 2-4 minggu. Pada banyak kasus ECT dipakai
hanya jika medikasi atau psikoterapi belum efektif, tidak bisa menerima
atau tidak akan membantu pasien dengan cepat.

11
E. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi

1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga : Genoogram
c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi.
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,
seperti geriatric depresion scale.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap:
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara
sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration
phenomena?
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4) lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?

12
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru
saja atau yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah
menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya
komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran
pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

2. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi


a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama
saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat
pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat
pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan
dilakukan.

13
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama
aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan
pada klien.

b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi


Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan
tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada
pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk
mengkaji data objektif depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk
tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor
(kebersihan diri kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih,
murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu
apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang
labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui
wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion
Geriatric Scale).

14
3. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan
dada, anoreksia, sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila
duduk dengan sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang
diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang
mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan
halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan
(hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada
pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan
psikomotor.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
b. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
c. Ketidakberdayaan
d. Risiko bunuh diri
e. Gangguan pola tidur

15
5. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping
maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia
merasa tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapatMembangun motivasi pada
mengatasi keputusasaannya. lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya diri
individu
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumberMenumbuhkan semangat
harapan (misal: hubungan antar sesama,hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumberLansia tidak merasa sendiri
ekstemal individu (orang-orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai,Meningkatkan nilai spiritual
pengalaman masa lalu, aktivitaslansia
keagamaan, kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal:Untuk menangani klien
konseling pemuka agama). secara cepat dan tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis,Klien dapat menggunakan
frekuensi, efek dan efek samping minumobat dengan benar dan tepat
obat). Untuk memberi pemahaman
kepada lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara,memaksimalkan fungsi obat
waktu). secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efekMenambah pengetahuan
samping yang dirasakan. lansia tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bilaLansia merasa dirinya lebih
menggunakan obat dengan benar. berharga
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pemasukan yang tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan

16
Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien
Kriteria hasil:
1) Nafsu makan meningkat
2) Tidak ada mual dan muntah

No Intervensi Rasional
1 Observasi porsi makanan yang telah diMengkaji intake
habiskan. makanan yang telah di
habiskan.
2 Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering Menghindari mual dan
muntah
3 Berikan makanan selagi hangat Memberikan makanan
hangat dan lunak tidak
menyebabkan mual dan
muntah.
4 Hindari makanan pantangan bagi klien. Menghindari komplikasi
penyakit
5 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberianMenghilangkan atau
terapi mengurangi keluhan
pasien

c. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi


Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentangMenggali ide dalam pikiran klien
ide-ide bunuh diri tentang bunuh diri

17
2 Buat kontrak dengan pasien untukMeminimalkan resiko pasien
tidak melakukan bunuh diri bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaanMenggali perasaan pasien tentang
yang menjadi penyebab timbulnyapenyebab bunuh diri
ide bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif caraMembantu pasien  dalam
penyelesaian masalah yangmembentuk koping adaptif
konstruktif
5 Bantu pasien untuk memilih caraMeringankan masalah pasien
yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
6 Beri pujian terhadap pilihan yangPujian dapat menyenangkan
telah dibuat pasien dengan tepat. perasaan pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh
diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang
konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat
muncul ide bunuh diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-
benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam,
tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari
kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki
klien dalam menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping
positif dalam menyelesaikan masalah

18
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan
koping positif yang telah digunakan oleh klien.
d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan
Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau
mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan polaUntuk mengetahui apa
tidur saja penyebab gangguan
pola tidur pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhiMempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susuuntuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yangkebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, dengarkanbaik
musik yang lembut sebelum
tidur)
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yangCara-cara yang sesuai
sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untukAgar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan

19
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola
tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola
tidur pada pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

BAB III
TINJAUAN KASUS

20
Seorang perempuan berusia 65 tahun tinggal bersama keluarga, klien mengeluh
sejak suaminya meninggal Ibu D lebih merasa tidak berguna lagi dan lebih suka
sendiri. Setiap ada keluarga yang mengunjungi, Ibu D tidak mau menemui bahkan
lebih sering meninggalkan.

A. Pengkajian
 Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi dapat menggunakan teknik
observasi dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya.
 Observasi yang dilakukan terutama untuk mengkaji data objective
depresi
 Hal hal yang perlu di observasi seperti:
- Penampilan : tidak rapi, kusut, dandanan tidak rapi, kulit kotor
(kebersihan diri kurang)
- Interaksi selama wawancara : kontak mata kurang, tampak sedih,
murung, lesu, komunikasi lambat, tidak mampu berkomunikasi
- Aspek psikososial : apakah lansia mengalami kecemasan, kebingungan
menunjukkan afek yang labil, datar/tidak sesuai, apakah lansia
mempunyai ide untuk bunuh diri.
 Data subyektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan
skala depresi pada lansia.

B. Diagnosa Keperawatan
- Data Subyektif :
o Klien mengatakan sejak suaminya meninggal lebih merasa tidak
berguna lagi
o Klien mengatakan lebih uka sendiri
- Data Obyektif :
o Klien tampak tidak mau menemui keluarga yang mengunjunginya
o Klien tampak menghindar

Diagnosa Keperawatan : Gangguan alam perasaan : depresi b.d koping mal


adaptif

21
C. Intervensi
Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia
merasa tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Intervensi Keperawatan

- Kaji alam perasaan, gunakan GDS (Geriatri Depresi Scale)


- Observasi interaksi social dengan keluarga dan teman teman yang lain
- Pantau tingkat aktivitas, perasaan tidak berharga dan ras tkut yang tidak
beralasan
- Observasi gejala menangis dan ansietas
- Tunjukkan ketertarikan dan ajukan pertanyaan pertanyaan yang membantu
klien mengidentifikasi kehilangan dan luka hati klien. Dengarkan dn
biarkan klien mengekspresikan emosinya yang kuat.
- Bantu klien mengungkapkan bahwa ia mengalami kesedihan atau depresi
yang tidak biasa
- Beri informasi yang akurat tentang depresi dan pengobatannya

22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari tinjauan teori dapat disimpulkan bahwa :
1. Depresi merupakan penyakit yang sering terjadi pada lansia
akibat beberapa factor penyebab atau etiologi dimana terjadi penurunan
fungsi kognitif pada sistem neurolis sehingga apabila lansia terebut tidak
mempunyai sistem pertahanan yang baik akan mudah mengalami depresi
2. Tanda-tanda depresi dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengkajian atau screening yang lebih dikenal dengan GDS
(Geriatrc Depression Scale) dimana membantu perawat untuk menilai sejauh
mana tingkat depresi pada lansia
3. Makin cepat dilakukan penilaian atau pengkajian secara
dini pada lansia dapat memberikan penatalaksanaan yang semakin tepat
4. Dengan pendampingan dan penatalaksanaan yang baik akan
mengurangi resiko lansia mengalami gangguan jiwa atau sampai dengan
melakukan bunuh diri

B. Saran
Dari kesimpulan diatas dapat disarankan agar:
1. Pada lansia dilakukan pengkajian gejala, penyebab,
factor predisposisi, factor pencetus gejala depresi
2. Pengkajian dapat dilakukan dengan metode GDS
(Geriatric Depression Disease)
3. Perawat senantiasa memperhatikan gejala depresi
pada lansia untuk mencegah resiko-resiko yang tidak diinginkan seperti
resiko bunih diri
4. Perawat dapat melakukakan edukasi pada keluarga
sebagai caregiver agar dapat melakukan pencegahan resiko bunuh diri di
rumah

23
Daftar Pustaka

Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III. Bagian


Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya Jakarta. 2001.

Kuswardhani RAT. Depresi dan Imobilisasi pada Geriatri. In: Buku Ajar
Geriatri. Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud; 2011.
p. 58-65.

Asuhan keperawatan geriatrik: diagnosis NANDA Jakarta:EGC, 2011

24

Anda mungkin juga menyukai