Anda di halaman 1dari 29

Referat

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK)

Oleh :

Desi Ariyanti 1610070100040


Yolanda Eka Putri 1610070100000

Preseptor :

dr. Adji Mustiadji, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis sembahkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan taufik, hidayat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”. Makalah ini penulis buat sebagai tugas
saat menjalankan kepaniteraan klinik senior Ilmu Anestesi. Bersama ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada preseptor penulis dr. Adji Mustiadji, Sp.An yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan. Namun penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, 16 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi.........................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................4
1.2 Batasan Masalah..............................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan.............................................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................6
2.1 Definisi..............................................................................................................................................6
2.2 Epidemiologi.....................................................................................................................................6
2.3 Faktor Risiko....................................................................................................................................7
2.4 Patologi, Patogenesis, dan Patofisiologi..........................................................................................9
2.5 Klasifikasi PPOK...........................................................................................................................13
2.6 Diagnosis.........................................................................................................................................17
2.7 Diagnosis Banding.........................................................................................................................20
2.8 Tatalaksana....................................................................................................................................20
2.9 Komplikasi.....................................................................................................................................26
2.10 Prognosis......................................................................................................................................27
BAB 3 PENUTUP........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada usia muda; serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar
ruangan dan ditempat kerja.1
Menurut World Health Organization (WHO) terdapat 600 juta orang menderita PPOK
di dunia dengan 65 juta orang mengalami PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun
2002 PPOK menjadi penyebab kematian kelima dan lebih dari 3 juta orang meninggal karena
PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan PPOK akan menjadi penyebab utama ketiga kematian
di seluruh dunia pada tahun 2030 setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. 2 Pada wilayah
Asia Pasifik sebesar 6,2% dan sekitar 19,1% merupakan pasien PPOK derajat berat dengan
angka prevalens di Indonesia berkisar 4,5%.1
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah
perokok, serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan.Berdasarkan sudut
pandang epidemiologi, laki-laki lebih berisiko terkena PPOK dibandingkan dengan wanita
karena kebiasaan merokok.1
Morbiditas dan mortalitas penderita PPOK berhubungan dengan eksaserbasi periodik
atau terjadinya perburukan gejala.Eksaserbasi PPOKadalah kondisi perburukan yang bersifat
akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dengan variasi harian normal dan mengharuskan
perubahan pada pengobatan yang biasa diberikan. Semakin sering terjadinya eksaserbasi,
semakin berat pula kerusakan paru yang terjadi diikuti dengan memburuknya fungsi paru.4
Berdasarkan hal yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai kasus
PPOK.

4
1.2 Batasan Penulisan
Referat ini membahas tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan
penulis mengenai Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

1.4 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan pecarian berdasarkan tinjauan pustaka yang
mengacu pada berbagai literatur buku teks dan artikel ilmiah.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PPOK


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan umumnya
bersifat progresif, berhubungan dengan respon inflamasi kronik yang berlebihan pada
saluran napas dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya. Karakteristik hambatan
aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi setiap individu,
akibat inflamasi kronik yang menyebabkan hubungan alveoli dan saluran napas kecil dan
penurunan elastisitas rekoil paru. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi
PPOK karena Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, dan emfisema merupakan
diagnosis patologik.1

Definisi terbaru 2017 yang dikembangkan oleh Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) menekankan pengaruh eksaserbasi dan penyakit
komorbid pada keparahan penyakit secara individual. Berbeda dengan definisi PPOK
sebelumnya yang hanya lebih menekankan pada inflamasi kronik jalan napas dan
pengaruhnya secara sistemik.

2.2 Epidemiologi PPOK


Program the burden of obstructive lung disease (BOLD) dan studi epidemiologi
memperkirakan jumlah kasus PPOK sebanyak 384 juta kasus pada tahun 2010 dengan
prevalensi global 11,7%. PPOK merupakan penyebab kematian keempat di dunia dan
diprediksi menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020. Dengan meningkatnya
prevalensi merokok di negara berkembang dan penuaan di negara-negara maju, prevalensi
PPOK diperkirakan meningkat selama 40 tahun ke depan dan pada tahun 2060 ada lebih dari
5,4 juta kematian setiap tahunnya. Sebuah sistematis review dan metaanalisis, termasuk
studi yang dilakuka di 28 negara antara tahun 1990 dan 2004, membuktikan bahwa
prevalensi PPOK jauh lebih tinggi pada perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan
non-perokok, usia > 40 tahun dibandingkan usia < 40 tahun, dan pada pria dibandingkan

6
wanita. Di setiap negara, prevalensi PPOK meningkat seiring bertambanhnya usia. Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan angka kematian akibat PPOK menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan prevalensi PPOK rata-rata
sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih
tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%). Provinsi Sumatera Barat berada
pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia, dengan prevalensi
sebesar 3,0%.5,6

2.3 Faktor Resiko PPOK


Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil interaksi genetik dan lingkungan.3

Tabel 2.1 Risiko PPOK

1. Asap
2. Polusi udara
3. Pajanan zat di tempat kerja
4. Genetik
5. Usia dan jenis kelamin
6. Tumbuh kembang paru
7. Sosial ekonomi
8. Infeksi paru berulang
9. Asma/ hiperreaktivitas bronkus
10. Bronkitis kronik

1. Asap
Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada
perokok. Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Perokok yang
berisiko menderita PPOK berkisar 15-20% dan sekitar 90% penderita PPOK adalah
perokok atau mantan perokok. Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini
mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik. Perokok pasif (atau dikenal sebagai
environmental tobacco smoke – ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala
respirasi dan PPOK. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang

7
dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan lamanya merokok
(Indeks Brinkman).
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun.
- Ringan : 0-200
- Sedang: 201-600
- Berat : >600
2. Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi penyebab
terjadinya polusi udara. Seiring majunya tingkat perekonomian dan industri otomotif,
jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Selain mobil-
mobil baru, mobil tua yang mengeluarkan gas buang yang banyak dan pekat, masih
banyak beroperasi di jalnan. Gas buang dari kendaraan tersebut menimbulkan polusi
udara. Sekitar 70% pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor, sedangkan 20-
30% berasal dari pencemaran udara akibat industri. Berdasarkan partikel penyebab,
polusi udara terbagi :
a. Polusi di dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap dapur (kompor, kayu, arang, dll)
b. Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3. Infeksi paru berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresivitas PPOK>kolonisasi
bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan
8
eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada saat anak, akan menyebabkan penurunan
fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa, hal ini disebabkan
karena sebagai penyebab dasar timbulnya hiperreaktivitas bronkus yang merupakan
faktor risiko PPOK. Riwayat TB berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia
lebih dari 40 tahun.
4. Sosial ekonomi
Faktor risiko ini belum dapat dijelaskan secara pasti. Hal ini dikaitkan dengan pajanan
polusi di dalan dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi yang buruk. Peningkatan
daya beli menyebabkan peningkatan kendaraan bermotor di Indonesia, kemajuan
ekonomi menyebabkan berkembangnya berbagai industri dengan dampak peningkatan
polusi udara. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
5. Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan
waktu kecil.
6. Genetik
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah mutasi gen Serpina-1 yang
mengakibatkan kekurangan α-1 antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin.
7. Jenis kelamin
Sampai saat ini hubungan yang pasti antara gender dengan kejadian PPOK masih belum
jelas, penelitian terdahulu menyatakan bahwa angka kesakitan dan kematian PPOK lebih
sering pada laki-laki, namun saat ini angka kejadian PPOK hampir sama antara laki-laki
dan perempuan, terkait dengan bertambahnya jumlah perokok perempuan.

2.4 Patologi, Patogenesis, dan Patofisiologi PPOK


Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran
napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini
menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema, dan
mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil.
Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan adanya keterbatasan aliran udara
yang progresif.

9
a. Patologi
Perubahan patologis pada PPOK ditemukan pada saluran napas, parenkim, dan
vaskular paru. Perubahan patologis akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel
inflamasi kronis diberbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan
struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan
struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun
sudah berhenti merokok.

Gambar 2.1 Patogenesis PPOK1

Tabel 1.2 Perubahan patologis pada PPOK

Saluran napas proksimal (Trakea, Bronkus diameter >2mm)


Perubahan struktural : Sel goblet ↑, pembesaran kalenjar submukosa
(hipersekresu lendir), metaplasia sel epitel skuamosa
Saluran napas perifer (Bronkiolus diameter <2mm)
Parenkim paru (Bronkiolus pernapasan dan Alveoli)
Perubahan struktural : Kerusakan dinding alveolus, apoptosis sel epitel dan
endotel, emfisema sentrilobular menyebabkan dilatasi dan kerusakan
bronkiolus..
Pembuluh darah paru
Perubahan struktural : Penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot
polos (hipertensi pulmonal)

10
b. Patogenesis
Inflamasi dari saluran napas pasien PPOK merupakan interaksi dari faktor resiko yang
telah dibahas sebelumnya. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase. Inflamasi tersebut melibatkan sel-sel seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit
yang akan melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam
saluran napas, parenkim paru, dan vaskular paru. Mediator inflamasi dapat menarik sel-sel
inflamasi lain dari sirkulasi ke jaringan (faktor kemotaktik), menguatkan proses inflamasi
(sitokin pro inflamasi) dan mendorong perubahan struktural (faktor pertumbuhan).3
c. Patofisiologi
Penurunan VEP1 disebebkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer,
sementara transfer gas yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada
emfisema.

a. Keterbatasan Aliran Udara dan Air Trapping


Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara
kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1 / KVP. Penurunan VEP1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperanglap dan mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun
emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan dengan
VEP1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap yang
terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi hancur
ketika penyakit menjadi lebih parah.
Hiperinflasi mngurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai
hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas
latihan. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi
perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta
meningkatkan kapasitas inspirasi dan latihan.
b. Mekanisme Pertukaran Gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemua
dan hiperkapnia.
c. Hiprsekresi Mukus

11
Hipersekresi mukus yang mengakibatkan batuk produktif kronik, adalah
gambaran dari bronkitis kronik tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran
udara. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumah
sel goblet dan membesarnya kalenjar submukosa sebagai respon terhadap iritasi
kronik saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Namun tidak
semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi mukus.
d. Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat proses vasokonstriksi yang
disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan
perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intima dan kemudian hipertrofi
otot polos/hiperplasoa. Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan
yang terlihat di saluran napas dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel.
Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi hipertensi pulmoner yang progresif
sehingga mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan berlanjut menjadi gagal
jantung kanan.
e. Gambaran Dampak Sistemik
PPOK memberikan gambaran sistemik, khususnya pada PPOK yang berat,
yang berdampak besar terhadap kualitas hidup. Kaheksia umumnya terlihat pada
pasien PPOK berat, disebabkan oleh hilangnya massa otot rangka dan kelemahan
otot akibat dari apopptosis yang meningkat dan atau tidak digunakannya otot-otot
tersebut.
f. Eksaserbasi
Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai
dengan perburukan gejala respirasi dari variasi gejala normal harian dan
membutuhkan perubahan terapi. Eksaserbasi sering dicetuskan oleh infeksi
bakteri dan virus, polusi lingkungan atau faktor lain yang belum diketahui. Infeksi
bakteri dan virus menyebakan peningkatan respon inflamasi. Selama eksaserbasi
gejala sesak meningkat karena peningkatan hiperinflasi, air trapping, dan
penurunan aliran udara. Beberapa keadaan menyerupai eksaserbasi PPOK adalah
pneumonia, tromboemboli, dan gagal jantung akut.

12
2.5 Klasifikasi PPOK

1. PPOK Stabil

Kriteria1 :

- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik

- AGD PCO2 <45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg

- Dahak jernih tidak berwarna

- Aktifitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat PPOK

- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.

2. PPOK eksaserbasi

PPOK eksaserbasi merupakan suatu keadaan akut yang ditandai dengan perburukan
gejala respirasi pada pasien dibawah variasi harian dan membutuhkan perubahan pada
penatalaksanaan. Penyebab terbanyak eksaserbasi adalah infeksi virus pada saluran nafas
atas dan infeksi bakteri pada percabangan trakeobronkial.1

Diagnosis eksaserbasi dapat ditegakkan berdasarkan peningkatan :

- Sesak nafas

- Produksi sputum

- Perubahan warna sputum

Klasifikasi :

- Tipe I (eksaserbasi berat) : 3 gejala diatas

- Tipe II (eksaserbasi sedang) : 2 positif dari 3 gejala

- Tipe III ( eksaserbasi ringan) :1 positif dari 3 gejala + infeksi saluran nafas atas lebih dari
5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi, atau peningkatan
frekuensi nafas >20% baseline atau frekuensi nadi >20% baseline.

Risiko eksaserbasi dapat ditentukan melalui 3 metode :

1. Menggunakan spirometri untuk menentukan derajat GOLD (GOLD 1 dan 2 indikasi


risiko rendah, GOLD 3 dan 4 indikasi risiko tinggi).

13
2. Penilaian riwayat serangan dalam 12 bulan terakhir

Keterbatasan aliran udara, durasi perburukan atau adanya gejala baru, komorbid,
riwayat penggunaan ventilasi, dan regimen pengobatan saat ini. Gejala klinis :
penggunaan otot-otot pernafasan, perburukan atau sentral sianosis, edem perifer,
ketidakstabilan hemodinamik, perubahan status mental.

3. Menentukan satu atau lebih rawatan pada serangan sebelumnya

Untuk menentukan gejala pada PPOK dapat menggunakan CAT atau mMRC
breathlessness scale.3

CAT (COPD assesment test)

Penilaian CAT :

<10 : ringan
Gambar 2.2 CAT (COPD Assesment Test)
14
10-20 : sedang

20-30 : berat

>30 : parah/sangat berat

Modified British Medical Research Council (mMRC) questionnare

Gambar 2.3 Modified British Medical Research Council (mMRC)


Questionnare

Menentukan derajat PPOK dapat menggunakan airflow limitation/ derajat hambatan aliran
udara.

Gambar 2.4 Derajat PPOK dengan Airflow limitation

Gambar 2.5 Karakteristik Pasien PPOK

15
Karakteristik1:
 Grup A : risiko rendah, gejala sedikit
Tipe GOLD 1 dan GOLD 2 ( Keterbatas aliran udara ringan – sedang); dan/atau 0-1
eksaserbasi per tahun dan tidak ada riwayat rawatan karena serangan, dan skor CAT <10
atau mMRC grade 0-1.
 Grup B : Risiko rendah, gejala lebih banyak
Tipe GOLD 1 dan GOLD 2 ( Keterbatas aliran udara ringan – sedang); dan/atau 0-1
eksaserbasi per tahun dan tidak ada riwayat rawatan karena serangan, dan skor CAT ≥10
atau mMRC grade ≥ 2.
 Grup C : risiko tinggi, gejala sedikit
Tipe GOLD 3 dan 4 (keterbatasan airan udara berat – sangat berat); dan/atau ≥2 serangan
per tahun atau > 1 riwayat rawatan akibat serangan, dan skor CAT < 10 atau mMRC
derajat 0-1.
 Grup D : risiko tinggi, gejala lebih banyak
Tipe GOLD 3 dan 4 (Keterbatasan aliran udara berat - sangat berat); dan/atau ≥2
eksaserbasi per tahun atau atau ≥1 riwayat rawatan akibat eksaserbasi,CAT skor ≥10,
atau skor mMRC ≥2.

2.6 Diagnosis PPOK


Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang secara rinci dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Gejala PPOK

Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya
waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Menetap sepanjang hari
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai “Perlu usaha untuk
berbafas”
Berat, sukar bernafas, terengah-engah

16
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak

Batuk kronik Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan


berdahak PPOK
Riwayat terpajan Asap rokok
faktor risiko Debu dan bahan kimia ditempat kerja
Asap dapur
Riwayat keluarga
menderita PPOK

Jika terdapat salah satu indikator pada tabel diatas pada pasien usia 40 tahun maka
dapat dipertimbangkan menderita PPOK dan lakukan uji spirometri untuk memastikan
diagnosis PPOK. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan pada PPOK adalah berat
gejala, derajat berat spirometri, risiko eksaserbasi, faktor komorbid.

Penilaian Gejala PPOK

Pengukuran gejala sesak secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan


kuesioner modified British Medical Research Council (mMRC). Kuesioner lain yang
leih sederhana yaitu CAT (COPD Assessment Test), memiliki 8 butir pertanyaan yang
menggambarkan status kesehatan pasien, mempunyai rentang skor 0-40. Skor sampai
nilai 10 menunjukkan PPOK stabil dan terapi dapat dilanjutkan.

Penilaian Risiko Eksaserbasi

Prediktor resiko eksasrbasi terbaik yaitu dengan mengetahui riwayat penyakit


sebelumnya.adanya perburukan aliran udara berhubungan dengan resiko eksaserbasi
dan risiko kematian. Rawat inap pada kejadian eksaserbasi berhubungan dengan
prognosis yang buruk.

Penilaian Komorbid

17
Manifestasi ekstra paru yang bermakna meliputi penurunan berat badan,
abnormalitas status nutrisi dan disfungsi otot skletal yang diakibatkan oleh berbagai
faktor dan dapat berkontribusi terhadap toleransi latihan dan rendahnya status
kesehatan.

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut.

1. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak misalnya BBLR, infemsi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
- Riwayat keluarga menderita PPOK
- Riwayat perawatan sebelumnya karena penyakit paru
- Penyakit komorbid seperti penyakit jantung, osteoporosis, muskuloskletal dan
keganasan
- Keterbatasan aktivitas, kondisi depresi dan ansietas serta gangguan aktivitas
seksual
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu
- Barrel chest (dada tong) diameter antero-posterior dan transversal sama
besar.
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai.
Palpasi

18
- Sela iga melebar
- Fremitus melemah
Perkusi

- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma


rendah serta hati terdorong ke bawah
Auskultasi

- Suara napas vesikuler normal, atau melemah

- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang

- Bunyi jantung terdengar jauh


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Faal paru
- Spirometri
 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1/KVP (%). Menurut GOLD obstruksi
apabila VEP1/KVP < 70 %. Penelitian pneumonia indonesia menyatakan
obstruksi apabila VEP1/KVP < 75%
 VEP1 % (VEP1/VEP1 prediksi) merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
 Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
- Uji bronkodilator

 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE


meter.

 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20


menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil


19
b. Laboratorium darah rutin
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

2.7 Diagnosis Banding PPOK7

A. Asma

B. SOPT (Sidroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis)

Adalah penyakit obstruksi saluran nafas yang ditemukan pada penderita pasca
tuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.

C. Pneumotoraks

D. Gagal jantung kronik

E. Bronkiektasis
2.8 Tatalaksana PPOK
Tujuan penatalaksanaan :

 Mengurangi gejala
 Mencegah eksaserbasi berulang
 Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
 Meningkatkan kualitas hidup penderita

a. Penatalaksanaan secara umum :


1. Edukasi
Tujuan : Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,
melaksanakanpengobatan yang maksimal, mancapai aktivitas optimal,
meningkatkan kualitas hidup.
Bahasan edukasi : pengetahuan tentang dasar PPOK, obat-obat (manfaat dan efek
sampingnya), cara pencegahan perburukan penyakit, menghindari pencetus,
penyesuaian aktivitas.
2. Obat-obat
a. Bronkodilator
 Gol. Beta-2 agonis : relaksasi otot polos pernafasan  menstimulasi

20
reseptor B2 agonist  produksi antagonis bronkokonstriksi.
SABA  4-6 jam, LABA  12 jam
 Antikolinergik: digunakan pada ringan sampai berat, selain untuk
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (max. 4 kali/hari).
 Kombinasi B2 agonis dengan antikolinergik : kombinasi 2 obat lebih
memperkuat efek bronkodilator karena tempat kerja berbeda dan
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana.
 Gol. xantin : dalam bentuk lepas lambat sebagai obat pemeliharaan
jangka panjang, terutama derajat sedang-berat. Bentuk tablet/puyer untuk
mengatasi sesak (pelega nafas), bentuk suntik/bolus mengatasi
eksasebasi akut.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi. Dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat >20% dan min 200 ml.
c. Antibiotik
Hanya diberikan apabila ada infeksi.
 Lini 1 : amoksisilin, makrolid.
 Lini 2 : amoksisilin dan adam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiats hidup, digunakan
N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan pemberian rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbakan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Tidak dianjurkan pemberian lama.
3. Terapi Oksigen

21
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun di organ-organ lainnya.
Indikasi :
- PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%
- PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 >89% disertai kor pulmonal, perubahan P
pulmonal, Ht >55% dan tanda-tanda gagal janutng kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
4. Ventilasi mekanik
Digunakan pada saat eksaserbasi dan gagal nafas akut, pasien PPOK
derajat berat dengan sesak kronik. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan
ventilasi mekanik tanpa intubasi (Noninvasive Intermitten Posstitive Pressure
Ventilation (NIPPV) dan Negative Pressure Ventilation (NPV)) dan ventilasi
mekanik intubasi (di rumah sakit).
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK  karena bertambahnya energi
akibat muskulus respirasi meningkat akibat hiperkapnia dan hipoksemia kronik 
hipermetabolisme. Komposisi nutrisi seimbang tinggi lemak rendah
karbohidrat.Sering terjadi gangguan elektrolit  hipofosfotemi, hiperkalemi,
hipokalsemi, hipomagnesemi . Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diagfrahma
 pemberian nutrisi komposisi seimbang, porsi kecil dan waktu pemberian
sering.
6. Rehabilitasi
Tujuan : untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup
penderita PPOK. Ditujukan untuk penderita yang telah mendapat pengobatan
optimal dengan gejala pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
dan kualitas hidup yang menurun.
Program rehabilitasi terdiri dari:
 Memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen
 Latihan meningkatkan otot perapasan

22
 Latihan endurance
7. Operasi
- Lung volume reduction surgery (LVRS)
- Bullektomi
- Transplantasi paru
b. Penatalaksanaan PPOK stabil2
Kriteria :
 tidak dalam gagal napas akut pada gagal napas kronik
 AGD pCO2 <45 mmHg dan pO2 >60 mmHg
 Dahak jernih tidak berwarna
 Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajar PPOK
 Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
 Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tabel 2.3 Tabel farmakologi tatalaksana PPOK

Tabel farmakologi tatalaksana PPOK

Rekomendasi Terapi lain yang


Grup Pasien Pilihan alternatif
utama memungkinkan

A Short acting Long acting Teofilin


antikolinergic antikolinergic
Memiliki
beberapa atau atau
gejala dan
SABA LABA
risiko rendah
eksaserbasi atau

SABA + SAMA

B LAMA SABA dan/atau SAMA

23
Memiliki atau LAMA + LABA
gejala lebih
LABA Teofilin
signifikan
tetapi risiko
eksaserbasi
rendah

C ICS + LABA LAMA + LABA SABA + SAMA

Memiliki atau atau


beberapa
LAMA LAMA +
gejala tapi
pospodiesterase-4
risiko tinggi Teofilin
inhibitor
eksaserbasi
Atau

LABA +
pospodiesterase-4
inhibitor

D ICS + LABA ICS + LABA dan Karbosistein


dan/atau LAMA LAMA
Memiliki N-asetil sistein
banyak Atau
SABA dan/atau SAMA
gejala dan
ICS + LAMA dan
risiko tinggi Teofilin
phospodiesterase-4
eksaserbasi
inhibitor

c. Penanganan PPOK eksaserbasi2


Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi
yang terjadi dan mencegah gagal nafas. Bila telah menjadi gagal nafas segera atasi
untuk mencegah kematian. Beberapa yang perlu diperhatikan :

24
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
Gejala : peningkatan sesak, peningkatan produksi sputum, perubahan warna
sputum.
Klasifikasi :
- tipe I : 3 gejala diatas
-tipe II : 2 positif dari 3 gejala
- tipe III : 1 positif dari 3 gejala
2. Terapi oksigen adekuat
Tujuan : memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa,
dapat dilakukan di IGD atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO 2 >60 mmHg dan
SaO2 >90%, evaluasi ketat hiperkapni.
3. Pemberian obat-obat
a.Bronkodilator
Pemberian bronkodilator di rumah sakit secara intravena dan nebulisasi.
SABA dan/atau tanpa SAMA biasanya digunakan untuk eksaserbasi. Hati-hati
penggunaan nebulizer yang memakai oksigen sebagai compressor, karena
penggunaan oksigen 8-10 L untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi
CO2. Golongan santin mempunyai efek memperkua otot-otot pernapasan.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednisone 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara i.v. Pemberian lebih 2
minggu tidak memberikan manfaat lebih baik.
c.Antibiotik
Antibiotik diberikan pada eksaserbasi derajat III, peningkatan purulensi
sputum, dan membutuhkan ventilasi mekanik. Rekomendasi pemberian antibiotik
5-10 hari. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat,
pemberian di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena.
d. Nutrisi adekuat
Untuk mencegah starvation yang disebabkan hiposemi berkepanjangan,
danmenghindari kelelahan otot bantu pernapasan.
e. Ventilasi mekanik

25
Indikasi : sesak nafas berat >35x/i, kesadaran menurun, hipoksemi berat
PaO2 <50%, asidosis (pH < 7,25), hiperkapnia PaCO2 > 60 mmH, komplikasi
kardiovaskular.
f. Kondisi lain yang berkaitan (Monitor balance cairan, pengeluaran sputum, gagal
jantung/aritmia)
g. Evaluasi ketat progresifitas penyakit

2.9 Komplikasi PPOK1,7


1. Gagal napas1,7

- Gagal napas kronik : Hasil AGD PO2 > 60mmHg dan pH normal
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik :
 Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
 Sputum bertambah dan purulen
 Demam
 Penurunan kesadaran
2. Infeksi berulang1,7
Pada PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik imunitas
menjadi lebih rendah ditandai dengan kadar limfosit darah yang rendah.
3. Kor pulmonal1,7
Ditandai P pulmonal pada EKG, Ht >50%, dapat disertai gagal jantung kanan.

2.10 Prognosis PPOK


Setelah muncul secara klinik, median survival kira-kira 10 tahun. Beberapa faktor
yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada PPOK : FEV 1 rendah,
masih merokok, hipoksemia, nutrisi jelek, korpulmonale, penyakit komorbid,dan kapasitas
difusi rendah.7

Pasien dengan FEV1 <35% prediksi memiliki mortalitas 10% per tahun. Jika pasien
menyatakan tidak mampu berjalan 100 meter tanpa harus berhenti oleh karena sesak napas,
five survival rate hanya 30%. Index prognostic : BODE INDEX (Body mass index,
obstructive ventilator defect severity, dyspneu severity, and exercise capacity)7.

26
Tabel 2.4 Prognosis PPOK dapat ditentukan melalui BODE index4

Point BODE index


Variable
0 1 2 3

FEV1 (prediksi dalam %) ≥65% 50-64 36-49 ≤35

Jarak tempuh berjalan (m) dalam 6 ≥350 250- 150-


menit 349 249
Dyspnea berdasarkan MMRC 0-1 2 3 4

Body Mass Index >21 ≤21

Tabel 2.5 Interpretasi BODE Index

Nilai BODE Mortalitas Mortalitas Mortalitas


index dalam 1 tahun dalam 2 tahun dalam 52 bulan
(%) (%) (%)
0-2 2 6 19
3-4 2 8 32
4-6 2 14 40
7-10 5 31 80

27
BAB III
PENUTUP

1. PPOK adalah penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang bersifat
progresif, irreversible dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstra paru yang berkonstribusi terhadap derajat
berat penyakit.
2. Penegakan diagnosis dari PPOK: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spirometri.
3. Penatalaksanaan pada PPOK berdasarkan kepada penilaian pada PPOK yaitu menilai gejala
pasien, menilai derajat keparahan melalui kelainan spirometri, menilai resiko eksaserbasi
dan menentukan komorbiditas.
4. Eksaserbasi PPOK diartikan sebagai perburukan akut dari gejala-gejala saluran pernapasan
yang memerlukan terapi tambahan. Penyakit ini dapat dipicu oleh beberapa factor. Penyebab
paling utama adalah infeksi system pernapasan.
5. PPOK eksaserbasi terbagi atas ringan, sedang dan berat.
6. Tujuan terapi eksaserbasi PPOK adalah memperkecil dampak buruk dari eksaserbasi dan
mencegah kejadian-kejadian yang mnengikutinya.
7. Bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotic merupakan tiga kelas obat yang digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi PPOK.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016. Pedoman dan Penatalaksanaan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di Indonesia, Jakarta.
2. World health organization(2016).Chronic respiratory disease. Diakses dari http://
www.who.int/respiratory/copd/burden/en.
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the
diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease.
National Institutes of Health. National Heart, Lung, and Blood Institute. Update 2015.
4. Papi, A. 2006. Pathofisiology of Exacerbation COPD. american thoracic society
journal:vol.3:245-51.
5. Soeroto A, Suryadinata H. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Divisi Respirologi dan Kritis
Respirasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin. FK Unpad
6. Vestbo J, Hurd S, Agusti A, Jones P, Vogelmeier C, Anzueto A, et al. Global strategy for
the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease:
GOLD executive summary. Am J Respir Crit Care Med. 2014;187(4):347 - 65
7. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK : pedoman diagnosis dan tatalaksana di
Indonesia. Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai