Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medical Bedah I


Dosen Pengampu : Ns.La Rakhmat Wabula,S.Kep.,M.Kep

OLEH
KELOMPOK 4

Kelas / Semester : Ambon (Pagi) / III (Ganjil)

Mega Putri Mar’atun Soleha

Himatul Ulya

Ardilla

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MALUKU HUSADA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT,karena berkat dan
rahmat karunia-Nya,kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK).

Dalam penyusunan makalah ini,kami banyak mendapat bimbingan dan


dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu,pada kesempatan ini kami ucapkan
terima kasih pada dosen pembimbing kami Ns.La Rakhmat Wabula,S.Kep.,M.Kep,
Dosen bidang keperawatan,Orang tua kami dan teman-teman kami.

Kritik dan saran sangat kami harapkan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
Aamiin.

Ambon,03 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Cover
kata pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat praktis

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Penyakit


2.1.1. Defenisi
2.1.2. klasifikasi
2.1.3. Etiologi
2.1.4. Manifestasi Klinik
2.1.5. Web Of Coution (WOC)
2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik
2.1.7. Penatalaksanaan
2.2. Konsep ASKEP
2.2.1. Pengkajian
2.2.2. Diagnose keperawatan
2.2.3. Intervensi keperawatan

BAB III ANALISA JURNAL

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang di timbulkan akibat terjadinya transisi epidemiologi di
Indonesia serta dipengaruhi oleh meningkatnya harapan hidup masyarakat,faktor
demografi,faktor social ekonomi,faktor perilaku dan faktor lingkungan.
Diperkirakan 65 juta orang memiliki resiko penyakit PPOK yang parah. Lebih
dari 3 juta orang meninggal karena PPOK,yang setara dengan 5 % dari semua
kematian secara global (WHO,2015) Berdasarkan profil kesehatan Maluku 2015
dan Rikesda 2013,prevalensi PPOK di Maluku yaitu 4,3 %.
Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan
keterbatasan aktivitas. Faktor patofisiologi yang berkontribusi dalam kualitas dan
intensitas sesak nafas saat melakukan aktivitas pada pasien PPOK antara lain
kemampuan mekanis dari otot-otot inspirasi, meningkatnya volume restriksi
selama beraktivitas, lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan
ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, kompresi jalan nafas dinamis dan
faktor kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung menghindari
aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas sehari-hari yang akhirnya
akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan dan sosial
menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah,2013).
Untuk mencegah agar tidak terjadi seperti halnya yang telah diuraikan diatas
maka perlunya penanganan masalah PPOK secara maksimal salah satunya adalah
dengan cara pemberian asuhan keperawatan kepada penderita PPOK, oleh karena
penderita cenderung mengakibatkan terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yang mana keaadan tersebut dapat mengancam kehidupan penderita
sehingga pemberian asuhan keperawatan yang cepat,tepat dan efesien dapat
membantu menekan angka kejadian dan kematian Penderita PPOK.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep penyakit PPOK?
2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep ASKEP pada penyakit PPOK
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep penyakit PPOK
2. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Manfaat Teoritis
Mengembangkan ilmu keperawatan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
khususnya pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Akut,agar perawat mampu
memenuhi kebutuhan dasar pasien.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Klien
Menambah pengetahuan bagi klien,sehingga klien termotivasi untuk
meningkatkan derajat kesehatannya
2. Bagi keluarga
Menambah pengetahuan bagi keluarga,sehingga keluarga dapat
membantu pasien dalam tindakan mandiri yang sederhana dalam
perawatannya
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan dan bisa memperhatikan serta
memenuhi kebutuhan pasien dengan kasus Penyakit Paru Obstruksi
Kronik
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan dasar penelitian,serta dapat
memberikan intervensi yang lebih luas pada pasien Penyakit Paru
Obstruksi Kronik
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Penyakit


2.1.1. Defenisi
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran udara,
menghambat ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru terjadi pada
waktu bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema. Bronchitis kronis terjadi
ketika ketika bronkus mengalami inflamasi dan iritasi kronis.
Pembengkakan dan produksi lendir yang kental menghasilkan obstruksi
jalan nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru kehilangan
elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur dengan merangkap udara dan
menyebabkan distensi kronis pada alveoli (Hurst,2016).
PPOK adalah penyakit inflamasi pada jalan napas yang dikarakteristik
kan dengan pembatasan jalan napas 2 yang bersifat tidak bisa kembali dan
mengakibtkan hipoksemia dan hipercapnea (Li dan Huang,2012)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru-
paru yang ditandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru.
Penyakit ini merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan
mengganggu pernapasan normal (WHO,2015).

2.1.2. Klasifikasi
PPOK diklasifikasi berdasarkan derajat oleh ,menurut Global Intiative
for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017 yaitu :
1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronik,
produksi sputum dan dispnea,terdapat paparan pada fakor resiko,
spirometri : normal.
2. Derajat 1 (ringan)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk,dengan atau tanpa produksi
sputum,sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
Spirometri : FEV1/FVC<70%,FEV1>80%.
3. Derajat 2 (sedang)
Gejalan klinis : dengan atau tanpa batuk,dengan atau tanpa
produksi sputum,sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
saat aktivitas).Spirometri : FEV1<70%;50%<FEV1<80%.
4. Derajat 3 (berat)
Gejala klinis : sesak napas derajat 3 dan 4,eksarsebasi lebih sering
terjadi.Spirometri : FEV1<70%;30%<FEV1<50%.
5. Derajat 4
Gejala klinis:pasien derajat 3 dengan gagal napas kronik,disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.Spirometri :
FEV1/FVC<70%;FEV1<30%

2.1.3. Etiologi
Dari tenggorokan, saluran pernapasan terbagi menjadi 2 cabang yang
menuju paru-paru kiri dan kanan. Di dalam paru-paru, saluran pernapasan
terbagi lagi menjadi banyak cabang yang berujung pada kantong kecil
(alveoli) tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Paru-paru
mengandalkan kelenturan alami dari saluran udara dan alveoli untuk
mendorong udara berisi karbon dioksida keluar dari tubuh. Saat mengalami
penyakit paru obstruktif kronis, baik alveoli dan seluruh cabang saluran
napas menjadi tidak lentur lagi, sehingga sulit mendorong udara. Selain itu,
saluran pernapasan juga menjadi bengkak dan menyempit, serta
memproduksi banyak dahak. Akibatnya, karbon dioksida tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan pasokan oksigen juga menjadi berkurang.

Menurut Wahid & Suprapto, (2013 )terdapat beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya penyakit PPOK, yang dapat dibedakan menjadi
faktor paparan lingkungan dan faktor host.
Faktor paparan lingkungan antara lain :
a. Rokok
Menurut Danusantoso, (2013) Merokok adalah salah satu penyebab
utama terjadainya PPOK. Komponen dari asap rokok dapat
menyebabkan iritasi pada jalan nafas. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus.
b. Infeksi
Eksasebasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilius influenza dan
Streptococcus pneumonia
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab
bersihan jalan nafas tidak efetif pada PPOK, tetapi bila ditambah
merokok risiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia juga dapat
menyebabkan PPOK adalah zat – zat pereduksi O2, zat – zat
pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Pekerjaan
Pekerjaan yang memiliki risiko besar terkait dengan terjadinya PPOK
adalah para pekerja tambang emas, pekerja yang terpapar debu silica
yaitu pekerja industry gelas dan keramik serta pekerja asbes.

Faktor risiko yang berasal dari host/pasien antara lain:


a. Usia
Usia semakin bertambah semakin besar risiko menderita PPOK.
Pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan
besar terjadi gangguan genetic berupa difisiensi α1-antitripsin. Namun
kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
b. Jenis kelamin
Laki – laki lebih berisiko terkena PPOK dibandingkan dengan wanita
terkait dengan kebiasaan merokok pada laki – laki. Namun terdapat
kecendrungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena
meningkatnya jumlah perokok wanita.
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru – paru merupakan faktor risiko
terjadinya PPOK, salah satunya adalah difisiensi immunoglobulin A
(IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak – kanak
seperti tuberculosis dan bronkiektasis. Individu denagn gangguan
fungsi paru memiliki risiko lebih besar daripada yang memiliki fungsi
paru norma. Selain itu orang yang pertumbuhan parunya tidak normal
karena lahir dengan berat badan rendah, juga berisiko lebih besar
terkena PPOK.

2.1.4. Manifestasi Klinik


Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya
diwaspadai, yaitu:
a. Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir
dahak berwarna agak kuning atau hijau.
b. Dispnea
c. Takipnea
d. Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
e. Lemas dan Anoreksia
f. Penurunan berat badan.
g. Nyeri dada
h. Bibir atau kuku jari berwarna biru.
i. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
j. Perkusi : hiperresonan,penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
k. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
l. Hipoksemia atau Hiperkapnia

2.1.5. Web Of Coution (WOC)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik


(PPOK)

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Edema Suplai O2 Peningkatan Gangguan Inflamasi Gangguan


Bronkus, rendah sel mast keseimbangan metabolisme
peningkatan pada cairan dan
Infeksi
mukosa elektrolit
Suplai CO2 Metabolism anaer
Obstruksi rendah
bronkioulus Leokosit meningkat
Iritasi bronkus Haus,mual, Produksi ATP
awal Konpensasi muntah menurun
Imun menurun
kardiovaskuler Stimulasi
Edema reflek Suplai
Bronkus, Kuman Deficit energi
Hipoksemia reseptor saraf kebutuhan
peningkatan pathogen dan
parasimpatik cairan
endogen
pada mukosa kurang
Gangguan difagosit Intoleransi
Bersihan bronkial
pertukara makrofag Aktivitas
jalan napas
tidak efektif n gas
Resiko
kekurangan
cairan

2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik


1. Faal Paru
a. Spirometri
Merupakan salah satu tes pemeriksaan fungsi paru yang
menggunakan alat Spirometer.Spirometer digunakan saat pasien
mengeluh gangguan pernapasan,seperti sesak napas,batuk,atau
produksi lender berlebihan.Alat ini juga dapat mendetekasi PPOK
bahkan pada tahapan paling awal sebelum kemunculan gejala yang
jelas.
Untuk melakukan tes ini, pertama-tama persilakan pasien duduk
dengan posisi yang paling nyaman. Setelah itu menutup kedua hidung
pasien menggunakan alat semacam klip tepat di atas
hidung.Kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam-
dalam,menahan napas selama beberapa detik,lalu mengembus kannya
ke dalam mouthpiece pada spirometer sekuat dan secepat yang pasien
bisa.
Alat ini akan mengukur jumlah total udara yang bisa pasien
embuskan,yaitu kapasitas vital paksa (FVC/KVP),serta berapa
banyak yang Anda embuskan dalam satu detik pertama atau disebut
dengan ekspirasi paksa 1 detik (FEV1).
Selain kerusakan yang mungkin terjadi pada paru-paru pasien FEV1
biasanya juga dipengaruhi oleh faktor lain,seperti usia, jenis kelamin,
tinggi badan, atau bahkan ras. Perbandingan antara FEV1 dengan
FVC (FEV1/FVC) akan menghasilkan sebuah persentase.Presentase
itulah yang nantinya akan menjadi indikator apakah pasien memiliki
penyakit paru-paru atau tidak. Persentase itu juga memungkinkan
untuk mengetahui sejauh mana per kembangan penyakit paru-paru
dalam tubuh pasien.
Penentuan stadium PPOK Anda biasanya akan didasarkan pada
angka FEV1/FVC Anda. Berikut adalah penggolongan stadium
PPOK berdasarkan indikator FEV1/FVC.
 PPOK Stadium 1 – Ringan.
FEV1 sama dengan atau lebih besar dari 80 persen nilai dugaan
normal,dengan hasil perbandingan FEV1/FVC di bawah 70
persen.Pada tahap ini gejala yang di alami kemungkinan sangat
ringan.
 PPOK Stadium 2 – Moderat.
FEV1 berada di antara 50 – 79 persen dari nilai dugaan normal,
dengan nilai FEV1/FVC di bawah 70 persen.Gejala tampak lebih
jelas, seperti sesak napas saat beraktivitas dan batuk disertai
lendir/dahak.
 PPOK Stadium 3 – Parah.
FEV1 berada di antara 30 – 49 persen dari nilai dugaan normal dan
FEV1/FVC Anda di bawah 70 persen.Pada tahap ini, sesak napas,
dan kelelahan tampak jelas.pasien juga mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas fisik. Episode eksaserbasi (perburukan) PPOK
juga umum ditemukan pada stadium ini.
 PPOK Stadium 4 – Sangat Parah.
FEV1 kurang dari 30 persen dari nilai dugaan normal atau kurang
dari 50 persen dengan gagal napas kronis. Pada tahap ini, kualitas
hidup Anda terkena dampak dan eksaserbasi bersifat mengancam
nyawa
b. Uji Bronkodilator
Pemeriksaan spirometri sering dilakukan sebelum dan sesudah
inhalasi bronkodilator untuk mengevaluasi fungsi faal paru.
Bronkodilator yang digunakan golongan beta-2 agonis (albuterol,
metaproterenol, dll) dengan menggunakan MDI (metered dose
inhaler) dengan spaser atau menggunakan nebulizer. Pengobatan
bronkodilator harus dihentikan sebelum pemeriksaan, misalnya
inhalasi beta-2 agonis minimal 6-8 jam sebelum pemeriksaan, teofilin
short acting 12 jam sebelumnya dan teofilin long acting 24 jam
sebelumnya.
Respons positif terhadap inhalasi bronkodilator adalah terdapat
perubahan KVP dan/atau VEP1 minimal 12% atau 200 ml setelah
inhalasi bronkodilator. Respons positif dapat pula dinilai dengan
terdapatnya penurunan volume air trapping, KRF atau VR. Cara lain
untuk mengevaluasi respons terhadap inhalasi bronkodilator adalah
dengan membandingkan flowvolume curve sebelum dan sesudah
inhalasi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Tes darah dilakukan untuk mengukur kadar oksigen dalam darah.
Darah yang diperksa menggunakan sampel darah yang diambil dari
arteri.Hasil tes ini dapat menunjukkan seberapa parah PPOK dan
apakah membutuhkan pengobatan.
Tes dara yang biasa dilakukan adalah untuk melihat kadar HB,HT
dan Leukosit dan gas darah pasien.
 Hemoglobin
Fungsi hemoglobin yaitu membawa oksigen ke seluruh tubuh,
tepatnya untuk organ dan jaringan tubuh. Kandungan oksigen yang
terikat dengan hemoglobin pada sel darah yang membuat darah
menjadi berwarna merah.hemoglobin normal,antara lain :
- Bayi yang baru lahir: 17 hingga 22 gm/dL
- Bayi berumur satu minggu: 15 hingga 20 gm/dL
- Bayi berumur satu bulan: 11 hingga 15 gm/dL
- Anak-anak: 11 hingga 13 gm/dL
- Pria dewasa: 14 hingga 18 gm/dL
- Wanita dewasa: 12 hingga 16 gm/dL
- Pria paruh baya: 12.4 hingga 14.9 gm/dL
- Wanita paruh baya: 11.7 hingga 13.8 gm/dL
 Leukosit
Leukosit adalah nama lain dari sel darah putih yang menjadi bagian
dari sistem kekebalan tubuh alias sistem imun.Sel darah putih
berfungsi melacak kemudian melawan mikroorganisme atau
molekul asing penyebab penyakit atau infeksi, seperti bakteri, virus,
jamur, atau parasit. Tidak hanya memerangi kuman yang
menyebabkan penyakit dan infeksi, sel darah putih juga berusaha
melindungi kita terhadap agen asing yang menjadi ancaman.kadar
normal leukosit apabila dihitung berdasarkan kategori usia:
- Anak bayi baru lahir kadar sel darah putih normalnya sebanyak
13.000 – 38.000/mm3
- Bayi dan anak-anak kadar normalnya 5.000 – 20.000/mm3
- Orang dewasa kadar sel darah putih normalnya berkisar 4.500 –
11.000/mm3
- Wanita hamil (trimester tiga) beriksar5.800 – 13.200/mm3

 Hematokrit
Hematokrit adalah jumal sel darah merah dalam darah sehingga
dengan melakukan pemeriksaan hematokrit maka akan kita
dapatkan hasil perbandingan jumlah sel darah merah terhadap
volume darah dalam satuan persen.kadar normal hematokrit untuk
beberapa kategori:
- Bayi baru lahir: sekitar 50% – 70
- Bayi usia 1 minggu: sekitar 37% – 49%
- Bayi usia 3 bulan: sekitar 30% – 36%
- Bayi usia 1 tahun: sekitar 28% – 45%
- Anak-anak : sekitar 36% – 40%
- Pria dewasa: sekitar 38% – 50%
- Wanita dewasa: sekitar 36% – 46%
 Analisa Gas Darah
Merupakan prosedur pemeriksaan yang bertujuan untuk mengukur
jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah.AGD juga dapat
digunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau pH darah..
Nilai normal,antara lain :
- pH darah arteri menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah.
pH kurang dari 7,0 disebut asam, dan lebih besar pH dari 7,0
disebut basa, atau alkali. Ketika pH darah menunjukkan bahwa
darah lebih asam, maka hal ini terjadi akibat kadar karbon
dioksida yang lebih tinggi.Sebaliknya ketika pH darah tinggi yang
menunjukkan bahwa darah lebih basa, maka hal ini terjadi akibat
kadar bikarbonat yang lebih tinggi.
- Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH
darah menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
- Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen terlarut
dalam darah.Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa
mengalir dari paru-paru ke dalam darah.
- Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon
dioksida terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik
karbon dioksida dapat mengalir keluar dari tubuh.
- Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang dibawa
oleh hemoglobin dalam sel darah merah.

Secara umum, nilai normal analisa gas darah adalah sebagai


berikut:
- pH darah normal (arteri): 7,38-7,42
- Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
- Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg
- Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg
- Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen
.
Adapun hasil abnormal dapat menjadi tanda dari kondisi medis
tertentu, sebagai berikut:
- pH darah: < 7,4,
Bikarbonat: Rendah, 
pCO2: Rendah => Asidosis Metabolik,
contohnya pada gagal ginjal, syok, dan ketoasidosis diabetik
(KAD).
- pH darah: < 7,4,
Bikarbonat: Tinggi, 
pCO2: Tinggi
=> Asidosis Respiratorik,
contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk pneumonia atau
PPOK.
- pH darah: > 7,4, 
Bikarbonat: Tinggi,
pCO2: Tinggi=> Alkalosis Metaboli
contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah
- pH darah: > 7,4, 
Bikarbonat: Rendah,
pCO2: Rendah => Alkalosis Respiratorik,
contohnya pada Bernapas terlalu cepat, rasa sakit, atau
kecemasan.

Cara mudah membaca hasil analisa gas darah (AGD):


- Jika pH darah rendah (asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika
tinggi berarti respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
- Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat,
jika tinggi berarti metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.

Rentang normal dan abnormal dapat bervariasi tergantung pada lab


karena beberapa menggunakan pengukuran atau metode yang
berbeda untuk menganalisa sampel darah. Anda harus selalu
bertanya dengan dokter untuk mendiskusikan hasil tes AGD secara
lebih rinci. Dokter akan dapat memberitahu Anda jika ternyata
masih dibutuhkan pemeriksaan lain selain analisa gas darah untuk
memastikan penyakit atau pemantauan terapi.

d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah
foto rontgen toraks dan CT Scan toraks.
Pada foto rontgen thoraks anteroposterior-lateral, dapat ditemukan
hiperinflasi paru, hiperlusensi, diafragma tampak datar, bayangan
jantung yang sempit, dan gambaran jantung seperti pendulum (tear
drop appearance). Pada PPOK tipe bronkitis kronis dapat ditemukan
pertambahan corak vascular paru dan kardiomegali.
Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam
mendiagnosis berbagai tipe dari PPOK. CT Scan lebih spesifik dalam
mendiagnosa emfisema jika dibandingkan foto thoraks polos

Pada gambaran foto toraks diatas terlihat gambaran hiperinflasi pada


paru dan hemidiafragma yang mendatar. Pada proyeksi lateral terlihat
peningkatan diameter anteroposterior“barrel chest” karena peningka
tan udara di ruang retrosternal.
Posisi Diafragma Pada Foto X-ray Toraks
Hemidiafragma tidak sama tingginya pada foto x-ray toraks proyeksi
postero-anteriorposisi tegak dengan inspirasi yang cukup, tetapi umum
nya dalam jarak ketingian ± 1 spasium interkostalis tulang dada (2 cm)
antara satu dan lainnya. Hemidiafragma kiri biasanya lebih rendah
daripada kanan.
Bila hemidiafragma kiri lebih tinggi dibandingkan hemidiafragma
kanan atau hemidiafragma kanan lebih tinggi dibandingkan sebelah
kiri melebihi 3 cm,mungkin dapat dipikirkan penyebabnya, antara lain
1. Kelainan di atas diafragma: atelektasis / kolaps paru, pasca
lobektomi /pneumonektomi, hipoplasia pulmoner
2. Kelaianan di diafragma: kelumpuhan saraf frenikus,
abnormalitas kubah diafragma / eventrasi diafragma, kontralateral
stroke
3. Kelainan di bawah diafragma: tumor abdomen, abses
subfrenik, distensi lambung atau kolon
Pada keadaan fisiologis seperti bentuk tubuh hiperstenikus atau bulat
pendek, kubah diafragma tinggi dan batas bawah tulang dada berada
pada level yang tinggi dengan sudut lebar, menjadikan bagian terluas
dari abdomen menjadi bagian atasnya.
Pada bentuk tubuh astenikus atau kurus dan tinggi, rongga dada yang
cenderung sempit dan panjang dengan sudut tulang dada yang sempit
berhubungan dengan kubah diafragma yang letaknya rendah.Rongga
abdomen dangkal, menjadikan bagian terluas dari abdomen menjadi
bagian bawahnya.

e. Pemeriksaan EKG
tes sederhana untuk mengukur dan merekam aktivitas listrik jantung.
Tes ini menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik yang disebut
elektrokardiograf. Elektrokardiograf akan menerjemahkan impuls
listrik menjadi grafik yang ditampilkan pada layar pemantau.
Beberapa informasi yang bisa didapatkan dari pemeriksaan EKG
adalah:
 Denyut jantung. Normal, terlalu lambat, atau terlalu cepat.
 Irama jantung. Teratur atau tidak teratur.
 Perubahan struktur otot jantung. EKG dapat melihat kemungkinan
terdapat pembesaran dari bilik atau dinding jantung.
 Suplai oksigen untuk otot jantung. Seseorang dengan suplai oksigen
yang kurang dapat dicurigai terkena penyakit jantung koroner atau
bahkan sedang mengalami serangan jantung. Biasanya hal ini
ditandai oleh nyeri dada.

Gambar EKG normal

2.1.7. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Edukasi
Edukasi diutamakan agar pasien berhenti merokok.Selain itu juga
dijelaskan tentang jenis obat yang dikonsumsi,cara penggunaan
waktu dan dosis pemakaian oba yang tepat.

b. Rehabilitasi
Ditujukan untuk memperbaiki gejala sesak nafas dan toleransi
aktifitas fisik.program dapat dilaksanakan didalam aau diluar ruma
sakit.
c. Nutrisi
Malnutrisi merupakan hal yang sering terjadi pada PPOK.
Malnutrisi pada pasien PPOK sangat erat kaitannya dengan
penurunan fungsi paru, penurunan kapasitas aktifitas fisik, dan
tingginya angka mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi yang
tepat merupakan bagian dari terapi pada pasien PPOK
2. Medis
a. Terapi Oksigen
Secara umum pasien PPOK berada dalam kondisi hipoksia
berkepanjangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel dan
jaringan. Pemberian oksigen relatif aman dan diketahui dapat
menurunkan angka mortalitas pada pasien PPOK berat. Para ahli
menyarankan pemberian terapi oksigen pada pasien dengan PaO2 <
55mmHg, atau PaO2<59 mmHg disertai dengan polisitemia atau cor
pulmonale.
Pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul secara berkelanjutan
merupakan pemberian standar pada pasien hipoksemia yang
stabil.Pada pasien PPOK dengan gejala gagal nafas harus
dipertimbangkan untuk penggunaan ventilator mekanik dan dengan
pengawasan yang ketat di ruang perawat intensif.

b. Terapi Eksaserbasi
PPOK merupakan kondisi penyakit yang bisa mengalami
eksaserbasi akut sehingga harus ditangani dengan cepat.
Eksaserbasi PPOK merupakan kondisi kompleks yang disebabkan
oleh peningkatan inflamasi jalan nafas, peningkatan produksi
mukus dan penumpukkan udara. Kondisi ini akan menyebabkan
sesak nafas yang hebat, batuk, dan produksi sputum yang kental dan
purulent. Eksaserbasi PPOK dapat diklasifikasikan menjadi :
 Eksaserbasi ringan dapat diatasi dengan pemberian SABA
 Eksaserbasi sedang dapat diatasi dengan SABA dengan tambahan
antibiotic dan/atau kortikosteroid oral
 Eksaserbasi Berat perlu rawat inap atau dibawa ke unit gawat
darurat. Eksaserbasi berat dapat menyebabkan gagal nafas

Indikasi rawat pada kasus PPOK eksaserbasi adalah:


 Sesak nafas yang timbul mendadak dan berat, frekuensi nafas
yang tinggi, penurunan saturasi oksigen, dan penurunan kesadaran
 Gagal nafas akut
 Adanya sianosis atau edema perifer
 Eksaserbasi tidak membaik setelah penanganan pertama
 Adanya penyakit komorbid (gagal jantung, aritmia)

Pada penatalaksanaan PPOK eksaserbasi harus dinilai tingkat


keparahan gejala, dilakukan AGD, dan Foto Thoraks. Oksigen
diberikan dan saturasi oksigen dimonitor.

c. Bronkodilator
Pada kasus eksaserbasi,dosis atau frekuensi pemberian
bronchodilator kerja pendek ditingkatkan.Dapat diberikan
kombinasi pemberian SABA dan SAMA,dengan pilihan
pemberian:
 Nebulisasi Salbutamol 2.5-5 mg setiap 20 menit selama 2 jam
atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi
100-200mcg(1-2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga
kondisi membaik.
 Nebulisasi Ipratropium 0.25-0.5mg setiap 20 menit selama 2 jam
atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi
40mcg (2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi
klinis membaik

Penggunaan bronkodilator kerja lama dipertimbangkan jika pasien


sudah stabil. Dapat pula diberikan kortikosteroid sistemik dengan
pilihan :
 Prednison oral 30-40mg, 1x/hari selama 5-7 hari
 Methylprednisolone oral 40-60mg 1x atau 2x/hari selama 5-7 hari
 Methylprednisolone intravena 0.5-2mg/kgbb setiap 6 jam selama
72 jam, yang kemudian diturunkan dengan titrasi atau ganti
sediaan oral
Dapat dipertimbangkan pemberian antiobiotik jika ditemukan tanda
infeksi bakteri pada eksaserbasi akut yang berat. Pilihan antibiotik
antara lain :
 Levofloxacine oral 500mg/hari selama 3-10 hari, atau 750mg/hari
selama 5 hari
 Ciprofloxacine oral 500mg 2x/hari selama 7-10 hari
 Moxifloxacine oral/intravena 400mg/hari selama 3-10 hari
 Ampicillin/Sulbactam intravena 1.5-3 gr/6jam
 Piperacillin/tazobactam intravena 2.25-4.5 gr/6jam
 Vankomisin intravena 500-1000mg/12jam
Dapat pula dipertimbangkan noninvasive mechanical ventilation
(NIV) atau invasive mechanical ventilation jika kondisi semakin
berat dan mengancam nyawa. NIV dapat diberikan pada semua
pasien PPOK eksaserbasi akut dengan asidosis respiratorik
(pH<7,35, pCO2>65) yang persisten setelah pemberikan terapi
medikamentosa yang adekuat. Pasien dengan pH <7.25 dalam terapi
NIV memerlukan monitoring yang ketat, dan persiapkan untuk
kemungkinan intubasi.
Pengaturan awal NIV dapat dimulai dengan Inspiratory
Positive Airway Pressure (IPAP) 10 cmH2O dan dapat dititrasi
bertahap hingga 20 cmH2O sesuai dengan kondisi klinis.
Pengaturan Expiratory APositive Airway Pressure (EPAP) yang
direkomendasikan adalah 4-5 cmH2O. Pengaturan FiO2 disesuakan
dengan kondisi pasien dengan target saturasi O2 88-92%.
Monitoring pada tanda vital, saturasi oksigen dan tingkat
kesadaran sangat penting dilakukan pada awal penggunaan NIV.
Pemeriksaan Analisa Gas Darah harus dilakukan secara serial untuk
memonitor keberhasilan NIV. Pertimbangkan ventilasi mekanik
invasif pada pasien dengan kondisi klinis yang tidak membaik
dalam 4 jam setelah penggunaan NIV.
Pasien yang tampak membaik dalam 1 jam pertama
penggunaan NIV, setidaknya mendapatkan terapi ini selama 24 jam.
Jika pH >7.35 sudah tercapai, dapat dimulai penyapihan vemtilasi
mekanik.
Lakukan monitor cairan, pemberian heparin subkutan untuk
pencegahan thromboemboli, identifikasi dan tangani kondisi
penyerta lainnya (gagal jantung, aritmia, emboli paru).

d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang mungkin bermanfaat untuk pasien PPOK
adalah golongan Beta 2 agonis,golongan antikolinergik,golongan
methylxanthines,kortikosteroid,mukolitik,dan antibiotic.
1. Golongan Beta 2 Agonis
Bronchodilator bekerja dengan melebarkan jalan napas sehingga
dapat menurunkan resistensi jalan napas.Bronkhodilator dapat
diberikan tunggal atau kombinasi tergantung derajat serangan
PPOK.
Golongan Beta 2 agonis bekerja dengan menstimulus reseptor
beta2-adrenergik yang mengakibatkan relaksasksi oto polos
jalan napas.

Jenis Obat Jenis Sediaan


Short Acting B2 Inhalasi Nebulisasi Oral Injeksi Durasi
Agonis (SABA) (mcg) (mg/ml) (mg) (mg) kerja
(jam)
1. Salbutamol 90,100,200 1,2,2.5,5 2,4,5 0.1,0.5 4-6
2. Fenoterol 100-200 1 2.5 4-6
3. Levalbuterol 45-90 0.1,0.21,0.2 0.2,0.25,1 6-8
4. Terbutaline 500 5 2.5,5 4-6

Long Acting B2
Agonis (LABA)
1. Arformoterol 4.5-9 0.00750.0 1212
Formoterol
2. Indacaterol 75-300 24
3. Olodaterol 2.5,5 24
4. Salmeterol 25-50 12

2. Golongan Antikolinergik
Golongan anikolinergik bekerja dengan memblok efek bronkho
konstriktor dari asetilkoline pada resepor M2 Muskarinik yang
terdapat di otot polos saluran napas.

Jenis Obat Jenis Sediaan


Short Acting Inhalasi Nebulisasi Oral Injeksi Durasi
Anikolinergik (mcg) (mg/ml) (mg) (mg) kerja
(SAMA) (jam)
Iptatropium 20,40100 0.2 6-87-9
bromide
oxitropium bromie
Long Acting
Anikolinergik
(LAMA)
1. Aclidinium 40015.6,50 1212-
bromide 24
glycorirronium
bromide
2. Tiotropium 2.5,5 1 0.2 24
3. Umeclidinium 62.5 24

3. Golongan Methyilxanthines
Jenis obat yang paling sering di pakai dari golongan ini adalah
teofilin

Jenis Obat Sediaan Obat


Methyilxanthines oral Injeksi (mg) Durasi kerja
(jam)
1. Aminophylline 105 mg/ml (larutan) 250,500 Bervariasi,lebih
dari 24 jam
bervariasi
2. Theophylline 100-600 mg 250,400,500 Lebih dari 24
jam

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Sesak nafas,batuk lama

A. Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit,klien tiba
tiba sesak nafas kemarin malam tanggal 19 januari 2016,ada
riwayat batuk lama, saat pengkajian tanggal 28 januari 2016 klien
tampak sesak nafas dan batuk lebih kurang 3 minngu. Batuk
berdahak dank lien merupakan perokok aktif.

2. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga klien mengatakan, sebelum nya klien tidak pernah sakit,
sampai opname dirumah sakit. Klien tidak ada riwayat hypertensi,
diabetes mellitus, dan tidak ada penyakit jantung.

3. Riwayat penyakit keluarga


Di keluarga klien tidak ada yang pernah sakit seperti klien dan
tidak ada yang memiiki riwayat penyakit seperti hypertensi,
diabetes mellitus, asthma, dan penyakit jantung

a. Range Of System (ROS)


1. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest
(akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak
efektif dan penggunaan otot-otot bantu nafas (sternokleidomas
toideus).Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan
pada aktivitas kehidupan sehari-hari seprti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen diserti
demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
 Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil biasanya menurun.
 Perkusi
 Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menurun.

 Auskultasi
Sering didapatakan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruksi pada bronkiolus.Pada
pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada
waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan
dispnea dan keletihan (dispnea eksersonial). Paru yang
mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Klien renta terhadap reaksi imflamasi dan
infeksi akibat pegumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi,
klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

2. B2 (Blood)
sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas
jantung tidak mengalami pergeseran. Vena jungularis mungkin
mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.

2. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.

3. B4 (Bladder)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada system perkemihan.Namun perawat perlu memonitori
adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.

4. B5 (Bowl)
Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak
nafsu makan.Kadang disertai penurunan berat badan.

5. B6 (Bone)
Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat
kelelahan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Ativity Day Living).

b. Kebutuhan Biopsikososial
1. Akivitas Istirahat
Klien tampak duduk membungkuk kearah depan di tempat tidur,
klien tidak dapat melakukan, aktivitas secara mandiri sehingga
perlu dibantu. Klien mengalami gannguan istirahat dan tidur,
kurang lebih 1-2 jam perhari.

2. Personal Hygiene
Klien selama dirumah sakit, tidak bisa melakukan aktivitas
perwatan diri sendiri dadn harus dibantu keluarga.

3. Nutrisi
Keluarga klien mengatakan, klien hanya makan setengah porsi
yang disediakan.

4. Eliminasi
Klien tidak menggunakan alat bantu catheter, urine berwarna
kuning jernih, bak 5-6x /hari. Bab 1x sehari

5. Psikososial
Klien mengalami kelemahan hanya duduk membungkuk ditempat
tidur kearah depan

6. Spiritual
Klien beragama islam, selama dirawat klien mengatakan tidak
bisa melaksanakan ibadah sholat karena sesak, klien hanya
berzikir dan berdoa.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran Gas
3. Nyeri
4. Resiko kekurangan cairan
5. Anoreksia
6. Intoleransi Aktivitas

2.2.3. Interverensi Keperawatan


N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Interverensi Rasional
o Kriteria
Hasil

BAB III
ANALISIS JURNAL

No Judul,Penulis Desain Sampel Variable Intervensi Analisis Hasil


(Tahun)
1 Pengaruh Sinar Case 2 sampel 1. Variable Memberika Pemberian
Matahari Untuk study pasien Independent n terapi sinar
Meningkatkan research yang “Pengaruh penggunaa matahari
Efektifitas Bersihan (studi mengalami Sinar n teknik pada pasien
Jalan Nafas Pada kasus) PPOK Matahari” non- dengan
Pasien PPOK di farmakolog masalah ber
Puskesmas Selogiri 2. Variable i : terapi sihan jalan
Nugroho Priyo Dependent sinar nafas tidak
Handono,dkk (2016) “meningkatkan matahari efektif dapat
Efektifitas Ber meningkatk
sihan Jalan an rasa
Nafas Pada rileks dan
Pasien PPOK” berkurang
nya sesak
nafas.
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Anda mungkin juga menyukai