Anda di halaman 1dari 21

Case report science

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


(PPOK)

Oleh:
Kelagusti Permata : 1910070100031
Salsa Sedilla Abiensy : 1910070100032
Adelia Primasari : 1910070100037

Pembimbing :
dr. H. Deddy Herman, Sp. P(K), FCCP, FAPSR, MCH

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR PARU


RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR BUKITINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
LATAR BELAKANG..........................................................................................4
1.2 TUJUAN........................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum..........................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.........................................................................................4
1.2.3 Manfaat....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 PPOK..............................................................................................................5
A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis....................................................5
B. Epidemiologi................................................................................................5
C. Faktor Risiko................................................................................................5
D. Patogenesis...................................................................................................7
E. Diagnosis......................................................................................................8
F. Pengelompokan pasien PPOK....................................................................12
G. Tatalaksana................................................................................................12
H. Diagnosis Banding.....................................................................................15
LAPORAN KASUS...............................................................................................16
BAB IV PENUTUP..............................................................................................20
4.1 Kesimpulan...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat
dan izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan case report ini tepat pada waktunya.
Case report ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Paru di
Rumah Sakit Umum Achmad Mochtar Bukittinggi. Penyusun mengucapkan
terimakasih yang sebesar - besarnya kepada dr. H. Deddy Herman, Sp. P(K),
FCCP, FAPSR, MCH yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan
case report ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing penyusun
selama di kepaniteraan klinik Ilmu Paru di Rumah Sakit Umum Achmad Mochtar
Bukittinggi, dan kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan
kepada penyusun.
Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan case report ini, namun masih terdapat
kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat penyusun harapkan. Akhir kata,penyusun mengharapkan semoga case
report ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

3
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
PPOK adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai oleh adanya
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit
tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal
paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.1 Penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko,
seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Penatalaksanaan PPOK secara umum bertujuan untuk mencegah progresivitas dari
penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas,
meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi, mencegah
dan menangani eksaserbasi, dan menurunkan angka kematian.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat kepanitraan
klinik senior (KKS) bagian paru di RSUD DR. Achmad mochtar bukittinggi.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan mempelajari hal-hal yang berhubungan mengenai penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) mulai dari definisi sampai penatalaksanaan.
1.2.3 Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami, dan mengembangkan
teori mengenai Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai sumber referensi atau bahan perbandingan bagi
kegiatan yang berkaitan dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ).
3. Bagi Masyarakat
Dapat memenuhi ilmu pengetahuan terhadap Penyakit Paru Obstruktif Kronis
( PPOK ) beserta pencegahan dan pengobatan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PPOK
A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PPOK (penyakit paru obstruksi kronik) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran
napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.1,2

B. Epidemiologi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sekarang menjadi salah satu dari tiga
penyebab kematian terbesar di seluruh dunia dan 90% kematian ini terjadi di
negara berpendapatan rendah dan menengah. PPOK merupakan tantangan
kesehatan masyarakat yang penting yang dapat dicegah dan diobati. PPOK adalah
penyebab utama morbiditas kronis dan kematian di seluruh dunia; banyak orang
menderita penyakit ini selama bertahun-tahun dan meninggal sebelum waktunya
karena penyakit ini atau komplikasinya. Secara global, beban PPOK
diproyeksikan akan meningkat dalam beberapa dekade mendatang karena terus
terpapar faktor risiko PPOK dan penuaan penduduk. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyebut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyebab
kematian ketiga terbanyak di dunia. Sebanyak 3,23 juta kematian di tahun 2019
dengan merokok sebagai penyebab utamanya.3

C. Faktor Risiko
1. Merokok
Penyebab utama pada orang dengan PPOK karena terpapar asap rokok atau
perokok aktif. Pasien yang mewakili riwayat keluarga dengan PPOK lebih
berisiko terkena PPOK jika merokok. PPOK paling sering terjadi pada usia 40
tahun ke atas dengan riwayat merokok. Dengan riwayat merokok >10 bungkus
dalam setahun. Nikotin adalah alkaloid yang kuat dan adiktif yang dihirup ketika
merokok dan mencapai sistem saraf dalam beberapa detik dengan menstimulasi
reseptor nikotinik untuk menghasilkan sejumlah besar asetilkolin melalui
mekanisme kompleks. Makrofag dapat diaktifkan oleh asap rokok dan iritan lain
untuk menghasilkan faktor kemotaksis neutrofil seperti LTB dan IL-8. Pelepasan
neutrofil dan makrofag dapat memecah jaringan ikat parenkim paru-paru yang
mengakibatkan emfisema dan stimulasi sekresi lendir. Perokok aktif dapat
mengalami hipersekresi lendir dan obstruksi jalan napas kronis. Perokok pasif
dapat meningkatkan kerusakan paru-paru dengan menghisap partikel dan gas
berbahaya.3

A. Riwayat merokok2

5
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bebas perokok
B. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun :2
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
C. Derajat berat merokok berdasarkan banyak rokok yang dihisap
perhari dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu :2
a) Ringan : 0-10 batang / hari
b) Sedang : 11-20 batang / hari
c) Berat : >20 batang / hari.
2. Faktor Polusi Udara
Polusi udara terdiri dari populasi dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok,
asap kompor, asap kayu bakar, dan lainnya, polusi luar ruangan (outdoor), seperti
gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lainnya, dan
polusi lainnya di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu iritasi, gas beracun, dan
lainnya. Pajanan yang terus menerus terhadap polusi udara adalah faktor risiko
lain untuk PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas
tetapi lebih kecil dari asap rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang
disebabkan oleh bahan bakar yang digunakan untuk keperluan rumah tangga
adalah faktor lain yang berkontribusi.3
3. Infeksi Saluran nafas Bawah
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresivitas PPOK.
Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada saat anak, akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat
dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat mernjelaskan penyebab
keadaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab
dasar timbulnya hiperreaktivitas bronkus yang merupakan faktor risiko pada
PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan infeksi virus yang
juga merupakan faktor risiko PPOK. Riwayat infeksi tuberkulosis berhubungan
dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari 40 tahun.3
4. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan
secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat
nutrisi yang buruk dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi, kemungkinan dapat menjelaskan hal ini. Peningkatan daya beli
menyebabkan berkembangnya berbagai industri dengan dampak peningkatan
polusi udara.
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya
PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot dan kekuatan
serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembang menjadi

6
emfisema pada percobaan binatang. CT-Scan paru perempuan dengan kekurangan
nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan gambaran emfisema.3
5. Tumbuh Kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran,
dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko terjadinya PPOK. Studi metaanalisa mrenyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.4
6. Genetik
Faktor genetik yang paling umum adalah kurangnya alpha-1 antitrypsin
sebagai inhibitor serine protease. Sifat resesif ini jarang terjadi, paling sering
ditemukan pada individu dari Eropa utara. Walaupun kekurangan alpha-1
antitrypsin hanya sebagian kecil dari populasi dunia, ini menggambarkan interaksi
antara gen dan paparan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambar di atas
menjelaskan bagaimana faktor genetik berkontribusi terhadap timbulnya PPOK.
Risiko obstruksi aliran udara yang diturunkan secara genetik telah dipelajari pada
perokok yang memiliki keluarga dengan PPOK parah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan dengan faktor genetik yang mempengaruhi
kerentanan PPOK.4
7. Jenis Kelamin
Sampai saat ini hubungan yang pasti antara gender dengan kejadian PPOK
masih belum jelas, penelitian terdahulu menyatakan bahwa angka kesakitan dan
kematian akibat PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan,
namun saat ini angka kejadian PPOK hampir sama antara laki-laki dan
perempuan, terkait dengan bertambahnya jumlah perokok perempuan.4

D. Patogenesis
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga
jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok
lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.

7
E. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru. 1,2
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
a. Gambaran Klinis1
 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

1. Penilaian gejala PPOK


Pengukuran gejala sesak nafas secara sederhana dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner mMRC (modified British Medical Research Council).
Kuesioner lain yang lebih sederhana adalah CAT (COPD Assessment Test),
memiliki 8 butir pertanyaan yang menggambarkan status kesehatan pasien,
mempunyai rentang skor 0-40. Skor sampai nilai 10 menunjukkan pasien PPOK
dalam keadaan stabil dan terapi yang dipakai saat penilaian tersebut dapat
dilanjutkan.1,2

8
2. Penilaian risiko eksaserbasi
Prediktor terhadap risiko eksaserbasi terbaik dilakukan dengan mengetahui
riwayat penyakit sebelumnya. Disamping itu, adanya perburukan keterbatasan
aliran udara yang terjadi berhubungan dengan meningkatnya eksaserbasi dan
risiko kematian. Rawat inap pada kejadian eksaserbasi PPOK berhubungan
dengan prognosis yang buruk.1,2

3. Penilaian komorbiditas
Pada PPOK terdapat manifestasi ekstra paru yang bermakna meliputi
penurunan berat badan, abnormalitas status nutrisi dan disfungsi otot skeletal,
yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat berkontribusi terhadap toleransi
latihan dan rendahnya status kesehatan pada pasien PPOK. Beberapa komorbid
yang sering didapatkan pada pasien PPOK adalah penyakit kardiovaskular,
sindrom metabolik, osteoporosis, depresi, dan kanker paru. Hal ini dihubungkan

9
dengan faktor risiko utama (merokok), keterlibatan genetik atau faktor karsinogen
yang belum jelas.1,2

b. Pemeriksaan fisik1
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungka
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rutin
 Faal paru

Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan


diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.
Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi
saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk
mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal,
atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga harus digunakan untuk
mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat
melakukan manuver di atas, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1
second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan
(FEV1/FVC). Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari
FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan hasil tes
bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari nilai prediksi
mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. FEV1 juga amat
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga

10
paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi
normal. 1,2

Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator. Uji
bronkodilator juga menggunakan spirometri. Teknik pemeriksaan ini adalah
dengan memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20
menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1
kurang dari 20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di
luar eksaserbasi akut).

Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator juga dapat


menentukan klasifikasi penyakit PPOK. Klasifikasi tersebut adalah: 2

 Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
 Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen

11
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

F. Pengelompokan pasien PPOK


Pengelompokan pasien PPOK berdasarkan GOLD 2023 adalah berdasarkan
atas gejala dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi). Pengobatan pasien
PPOK didasarkan pada pengelompokan ini. Gejala diukur berdasarkan skor
mMRC atau CAT.2

G. Tatalaksana
Penghentian merokok mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi
riwayat dari PPOK. Kita sebagai dokter harus bisa membuat pasien untuk berhenti
merokok. 1,2
Konseling dengan dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti
merokok, konseling selama 3 menit dapat menghasilkan angka berhenti merokok
hingga 5-10%. Terapi penggantian nikotin (permen karet nikotin, inhaler, patch
transdermal, tablet sublingual atau lozenge) dan juga obat dengan varenicline,
bupropion atau nortriptyline dengan baik meningkatkan penghentian merokok
jangka panjang dan pengobatan ini lebih efektif daripada placebo. 1,2
Mendorong kontrol tembakau secara komprehensif dari pemerintah dan
membuat program dengan pesan anti merokok yang jelas, konsisten dan berulang.
Aktivitas fisik sangat berguna untuk penderita PPOK dan pasien harus didorong
untuk tetap aktif. 1,2
Melakukan pencegahan primer, dapat dilakukan dengan baik dengan
mengeleminasi atau menghilangkan eksposur pada tempat kerja. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan baik dengan deteksi dini. Kita menghindari atau

12
mengurangi polusi indoor berupa pembakaran bahan bakar biomass dan
pemanasan atau memasak diruangan yang ventilasinya buruk, sarankan pasien
untuk memperhatikan pengumuman publik tentang tingkat polusi udara. Semua
pasien PPOK mendapat keuntungan yang baik dari aktivitas fisik dan disarankan
untuk selalu aktif.1,2

Terapi Farmakologis untuk PPOK yang stabil


Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi
keparahan eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Setiap pengobatan
harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan dari
keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi
keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum. 1,2
Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK,
terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai pencegahan/
mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK. Bronkodilator inhalasi kerja
lama lebih efektif dalam menangani gejala daripada bronkodilator kerja cepat. 2,5
Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler maupun saat
diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala, walaupun pemakaian
pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis tinggi. Agonis β-2 kerja lama,
durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih. Saat ini yang tersedia adalah formoterol dan
salmeterol. Obat ini dipakai sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila
pemakaiannya memerlukan dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama.
Efek obat ini dapat memperbaiki FEV1 dan volume paru, mengurangi sesak
napas, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadia eksaserbasi, akan
tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar penurunan faal paru. Agonis
β-2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang ada adalah indacaterol. 2,5
Kortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1<60%,
pengobatan reguler dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi gejala,
meningkatkan fungsi paru dan kualtias hidup dan menurunkan frekuensi
eksaserbasi. Kortikosteroid inhalasi diasosiasikan dengan peningkatan pneumonia.
Penghentian tibatiba terapi dengan kortikosteroid inhalasi bisa menyebabkan
eksaserbasi di beberapa pasien. Terpai monoterm jangka panjang dengan
kortikosteroid inhalasi tidak direkomendasikan. 2,5
Kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan beta2 agonist kerja lama lebih
efektif daripada salah satu antara kortikosteroid dan bronkodilator dalam
peningkatan fungsi paru dan mengurangi eksaserbasi pada pasien dengan PPOK
sedang sampai sangat berat. Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid
oral tidak direkomendasikan. 2,5
Phosphodiesterase-4 inhibitors, pada GOLD 3 dan GOLD 4 pasien dengan
riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis, phosphodiesterase-4 inhibitor roflumilast
ini mengurangi eksaserbasi pada pasien yang di terapi dengan kortikosteroid oral.
2,5

13
Pengobatan Farmakologis yang lain
Vaksin Influenza bisa mengurangi penyakit serius dan kematian pada PPOK,
virus inaktif pada vaksin di rekomendasikan dan sebaiknya di berikan sekali
setahun. Vaksin pneumococcal polusaccharide direkomendasikan untuk pasien
diatas 65 tahun. Penggunaan antibiotik tidak direkomendasikan kecuali untuk
pengobatan eksaserbasiinfeksius dan infeksi bakteri lainnya. 1

Pengobatan lain
Pasien dari segala tingkat keparahan akan mendapatkan keuntungan dari
kegiatan rehabilitasi. Peningkatan kondisi pasien bisa dilihat setelah melakukan
program rehabilitasi pulmonari. Lama waktu minimum yang efektif untuk
rehabilitasi adalah 6 minggu, semakin lama program semakin bagus buat pasien. 1
Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK
derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada
waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis
oksigen tidak lebih dari 2 liter. 1,5
Terapi pembedahan pada PPOK memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan
dari LVRS (Lung Ventilation Reduction Surgery) dari pada terapi medis lainnya
adalah lebih signifikan hasilnya pada pasien dengan empidema pada lobus bawah
dan pada pasien dengan kapasitas aktifitas fisik rendah karena pengobatan. Pada
beberapa pasien dengan PPOK sangat parah, transplatasi paru menunjukkan
peningkatan kualitas hidup yang baik. 1,5

Manajemen Eksaserbasi
Eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai kejadian akut dengan
karakteristik perburukan gejala respirasi yang biasanya lebih parah dari gejala
normal dan biasanya akan merubah pengobatan. 1,2
Menilai keparahan eksaserbasi secara garis besar ada 3 yang perlu dinilai
yaitu pengukuran gas darah arterial, foto torak berguna untuk mengeleminasi

14
diagnosis lain, dan pada elektrokardiograpi bisa membantu diagnosis masalah
jantung pada eksaserbasi. Tes spirometrik tidak direkomendasikan selama
eksaserbasi karena sulit dilakukan dan pengukurannya bisa tidak akurat. 1,2
Manajemen eksaserbasi pada PPOK diberikan oksigen dengan target saturasi
88-92%. Beta2-agonist kerja cepat dengan atau tanpa antikolinergik kerja cepat
lebih dipilih untuk pengobatan eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dapat
meningkatkan fungsi paru FEV1 dan menurunkan resiko kekambuhan awal,
kegagalan terapi dan lama dirumah sakit. Dosis sebesar 30-40 mg prednisolone
setiap hari selama 10-14 hari direkomendasikan. Pemberian antibiotik harus
diberikan kepada pasien dengan tiga gejala jantung: peningkatan dyspnea,
peningkatan volume sputum, peningkatan purulence dari sputum, peningkatan
purulence dari sputum dan gejala kardinal lain, dan membutuhkan ventilasi
mekanikal. 1,2
Terapi tambahan bergantung pada kondisi klinis dari pasien dan
keseimbangan cairan dengan perhatian spesial pada pelaksanaan diuretik,
antikoagulan, pengobatan komorbiditas, dan aspek nutrisional harus diperhatikan.1

H. Diagnosis Banding
1. Asma
2. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
3. Pneumotoraks
4. Gagal jantung kronik
5. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung. 5

15
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. U
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Padang Laweh
Tanggal Masuk : 23 Maret 2023
B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
 Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Respirasi
- Sesak Nafas : ada sejak sejak 1 hari lalu, sesak diperberat saat
aktivitas dan berkurang saat pasien duduk.
- Batuk Darah : batuk berdarah (-)
- Batuk : ada, sesekali, batuk tidak dipengaruhi cuaca. Batuk
disertai dengan dahak yang gampang dikeluarkan,
dahak berwarna putih.
- Nyeri dada : tidak ada
b. Keluhan Sistemik
- Demam : ada
- Nafsu makan : makan berkurang sejak 3 hari yang lalu
- Berat badan : menurun (1-5 kg)
- Mual muntah : tidak ada
- Malaise : ada
- Keringat malam : ada hingga membasahi bantal dan Kasur
- Dan lain-lain : BAK sering, BAB normal
Penyakit Penyerta : CAP, Hipertansi Urgency
Riwayat Penyakit Dahulu : -Riwayat Covid-19 tahun 2019 di rawat d
ruangan isolasi RSAM selama 14 hari.
-Riwayat opname diagnosis PPOK 23
Februari 2023 di RSAM
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Riwayat Sosial : Seorang laki-laki bekerja sebagai petani,
tinggal bersama anaknya.
Kebiasaan : Sering merokok dari umur tahun namun
telah berhenti 23 tahun terakhir sejak tahun
2000 sampai sekarang dengan rerata 24
batang rokok/ hari. Pasien tidak memiliki
kebiasaan minum alcohol ataupun NAPZA
Riwayat Alergi : tidak ada

16
 Riwayat Sosial Kebiasaan
Perokok berat dengan Indeks Brinkman (IB) = 24 batang x 42 tahun = 1.008,
derajat berat, sudah berhenti merokok sejak 23 tahun lalu, pasien dulunya
bekerja sebagai petani, sudah berhenti semenjak 15 tahun lalu.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran : Sedang
GCS : 15 (E:4 M:6 V:5)
Ukuran Pupil : Normal
Refleks Cahaya : -/-
Tekana darah : 138/87 mmhg
Nadi : 73 kali/menit
Suhu : 36,5 C
BB : 50 kg
TB : 176 cm
Inspeksi
a. Statis
Kepala : Normochepal, rambut berwarna putih, kulit wajah
kuning langsat
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata
berair (-/-), Kabur (+/+), katarak (+/+), refleks
cahaya (-/-).
Telinga : normal, dengar suara normal
Hidung : napas cuping hidung (-/-)
Mulut : Normal, hygine mulut baik, gigi palsu
Kulit : keadaan kulit biasa, tidak ada bercak kemerahan,
tidak ada lesi kulit
Leher : JVP 5-2 cmHO2, pembesaran KGB (-), deviasi
trakea (-)
Dinding dada : barrel chest

Kaki : normal, dapat berdiri dan berjalan dengan baik.


b. Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Taktil fremitus melemah
pada sisi kiri dibanding sisi kanan.
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Ronkhi(+/+),ekspirasi memanjang, bunyi jantung
terdengar jauh.

17
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Labor : tgl 23 Maret 2023
o Hemoglobin : 14,3 g/dl
o Leukosit : 11,49 µl
o Eritrosit : 4,99 µl
o Trombosit : 187 µl
o Hematokrit : 45,7 µl
Kimia Klinik
o Glukosa-R : 111 mg/dl
o Ureum : 23,6 mg/dl
o Creatinin : 1,08 mg/dl
Foto Thorax PA

Cor Membesar. Aorta dan mediastinum superior tidak melebar. Trakea relatif di
tengah. Kedua hilus tidak menebal. Corakan bronkovaskular kedua paru kasar.
Infiltrat di lapangan tengah bawah paru kanandan minimal di perikardialkiri.
Diafragma mendatar, sinus kostofrenikus bilateralnormal. Tulang yang
tervisualisasi optimal dan jaringan lunak dinding dada intak.
Kesan : - Pneumonia bilateral.
- Kardiomegali

18
E. Diagnosis Utama
PPOK Eksaserbasi Akut Grup E derajat berat.
F. Terapi
IVD NaCl 0,9% / 24 jam
Nebu combivent 4x1 resp
Nebu pulmicort 2x1 resp
Inj dexametasone 3x1 amp
Inj lasix 3x1 amp
Inj ceftriaxone 2x2gr
Inj lansoprazole 1x30 mg
Azitromisin 1x500mg
N Acetylcystein 2x200mg
Mecobalamin 3x1
Cetirizin 1x10mg

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pasien laki-laki berusia 80 tahun dengan diagnosis PPOK eksaserbasi akut
grup E dengan derajat berat. Pada anamnesis pasien mengeluhkan sesak napas
sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan bertambah berat saat aktivitas dan
berkurang saat istirahat. Batuk disertai dahak berwarna putih, nyeri dada tidak
ada, demam tidak ada, nafsu makan berkurang sejak 3 hari yang lalu berat
badan menurun 5 kg, pasien merasa mudah lelah, BAB dan BAK normal.
Pasien memiliki riwayat opname pada tahun 2019 karena covid-19 dan
riwayat opname diagnosis PPOK 23 februari 2023. Pasien seorang mantan
perokok sudah berhenti 23 tahun dengan IB derajat berat. Inspeksi thoraks
pasien didapatkan barrel chest. Palpasi taktil fremitus melemah pada sisi kiri.
Perkusi hipersonor. Auskultasi terdapat ronkhi, ekspirasi memanjang, bunyi
jantung terdengar jauh. Di dapatkan CAT > 10, Mmrc 4. Terapi farmakologi
yang diberikan IVD NaCl 0,9% / 24 jam, Nebu combivent 4x1 resp, Nebu
pulmicort 2x1 resp, Inj dexametasone 3x1 amp, Inj lasix 3x1 amp, Inj
ceftriaxone 2x2gr, Inj lansoprazole 1x30 mg, Azitromisin 1x500mg, N
Acetylcystein 2x200mg, Mecobalamin 3x1, Cetirizin 1x10mg.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK. Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Jakarta: UI-Press, 2021.

2. GOLD. Global Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of


Copd. 2023 ed. Sydney: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease Inc.; 2023.

3. NAHDAH CN. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien penyakit Paru


Obstruktif Kronis Dengan Menggunakan Kuesioner COPD Assesment Test
(CAT) Dan Clinical COPD Questionnaire (CCQ). Perbedaan Karakteristik
Pasien CHF (Chronic Hear Fail pada Usia Dewasa dan Usia Lanjut serta
Hubungannya dengan Kematian selama Perawatan. 2020; Volume 5,:1–10.

4. Paramitha P. Respon Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok) Dengan


Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Terhadap Penerapan
Fisioterapi Dada Di Rumah Sakit Khusus Paru “Respira.” 2020;8–25.

5. Putra IGNPW, Artika IDM. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru


Obstruktif Kronis. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

21

Anda mungkin juga menyukai